BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi - Van Fatkhan Sofyan BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Gigi Gigi adalah bagian keras yang terdapat di dalam mulut. Fungsi utama

  dari gigi adalah untuk merobek dan mengunyah makanan. Gigi tertanam di dalam tulang rahang bawah dan atas serta tersusun dalam dua lengkung. Lengkung rahang atas lebih besar daripada lengkung rahang bawah. Gigi tetap berjumlah 32 pada setiap setiap setengah rahang terdapat 8 buah gigi, yaitu 2 ginginsivus, 1 kaninus, dan 2 premolar yang menggantikan kedua molar gigi susu dan tambahan 3 molar lagi di bagian posterior (Butler, 2000).

Gambar 2.1 Bagian-bagian Gigi (Raven and johnson, 2002)

  Mahkota gigi (mahkota klinis) yaitu bagian yang menonjol diatas gusi (gingival), sedangkan mahkota anatomis adalah bagian yang dilapisi email. Akar gigi yaitu bagian yang terpendam dalam alveolus pada tulang maksila atau mandibula. Leher gigi yaitu tempat bertemunya mahkota anatomis dan akar gigi. Di bagian tengah gigi terdapat rongga pulpa yang melanjutkan diri menjadi saluran akar yang berakhir pada foramen apical. Rongga pulpa ini dikelilingi oleh dentin dan di bagian luar dentin dilapisi oleh email (pada mahkota) dan sementum (pada akar).

   Email atau enamel adalah bahan terkeras pada tubuh. Terdiri atas 97%

  bahan berkapur, terutama kalsium fosfat dalam bentuk kristal apatit, dan hanya 1% bahan organik. Bahan organiknya terdiri dari enamelin yaitu suatu protein yang sangat kaya prolin. Dentin merupakan bahan berkapur yang banyak mengandung unsur organik, dengan proporsi yang sama seperti tulang. Dentin mengandung tubulus spinal yang keluar dari rongga sumsum. Masing-masing tubulus tersebut ditempati oleh satu ontoblas melalui proses protoplasmic yang sederhana.

2. Pasta Gigi

   Menurut FI edisi IV (1995), pasta adalah sediaan semi padat yang

  mengandung satu atau lebih bahan obat yang ditunjukan untuk pemakaian topikal. Untuk membuat pasta pada umumnya berbentuk setengah padat, oleh sebab itu bahan tersebut dicairkan terlebih dahulu kemudian dicampur dengan bahan padat dalam keadaan panas agar lebih mudah bercampur dan homogen. Pasta detificiae (pasta gigi) merupakan campuran kental yang terdiri dari serbuk dan gliserin, yang digunakan untuk pembersih gigi. Pasta gigi adalah produk semi padat yang terdiri dari campuran bahan penggosok, bahan pembersih, dan bahan tambahan yang digunakan untuk membantu membersihkan gigi tanpa merusak gigi maupun membran mukosa mulut (Widodo, 2013).

   Fungsi utama dari pasta gigi adalah menghilangkan pengotor dari

  permukaan gigi dengan efek buruk yang kecil terhadap gigi. Timbulnya busa saat menggosok gigi membuat proses pembersihan gigi menjadi lebih menyenangkan. Fungsi lain dari pasta gigi adalah untuk mencegah kerusakan gigi dan mengurangi bau mulut (Mitsui, 1997).

a. Bahan-bahan Pembuat Pasta Gigi

   Pasta gigi biasanya mengandung bahan abrasif, pembersih, bahan

  penambah rasa, warna serta pemanis. Selain itu dapat juga ditambahkan bahan pengikat, pelembab, pengawet, pengaroma, dan air.

Tabel 2.1. Bahan-bahan Penggunaan Pasta Gigi (Dave et al., 2014) Konsentrasi

  No Bahan-bahan Penggunaan bahan (% w/w)

  1. API Tidak lebih Clove, Neem, Sunthi , Menta, dari 5 Tomar, Pippali, Aloe vera, Kapoor

  2. Abrasif 20-40 Precipitated kalsium karbonat Kalsium fosfat Dikalium fosfat Dihidrat Anhydrous dikalsium fosfat Kalsium firofosfat Natrium metafosfat Ammonium fosfat dibasic Hidrasi alumina, Silica

  3. Pelembab 20-40 Gliserin, Popietilen glikol Propilen glikol Sorbitol solusio (70%)

  4. Air 20-40 Air destilasi

  5. Detergent 1-2 Natrium Lauril Sulfat

/surfaktan Natrium Lauril Sarkosinat

Natrium Lauril Sulfoacetat Magnesium Lauril Sulfat Monogliserid Dioktil-Na Sulfosukkinat

  6. Pengikat Tidak lebih Natural gum : Gum tragakan, dari 2 Acasia, karrageenan Derifat Sellulosa : CMC, MC, Hidroxyehilsellulosa Starch ether Sinth. Resins : Ehtilenosida polimer Karbopol (karboksi vinil polimer)

  7. Pemberi rasa Tidak lebih Spearmint, peppermint, dari 2 wintergreen, cinnamon mint

  8. Pemanis Tidak lebih Sakarin solusio (0.05-0.3%) dari 2 Kloroform, Natrium siklamat, sorbitol

  9. Pewarna < 1 Titanium dioksida

  10. Pengawet 0.25-1.0 Metil parahidroksi benzoat (0.15%) Propil parahidroksi benzoat (0.02%) Natrium benzoat, Tiklosan Metil paraben, Propil paraben b.

   Karakteristik Pasta Gigi

Karakteristik yang penting dari pasta gigi adalah konsistensi,

  kemampuan menggosok, penampilan, pembentukan busa, rasa, stabilitas dan keamanan (Butler, 2000).

  1) Konsistensi Konsistensi menggambarkan reologi dari pasta. Konsistensi

  yang ideal dari pasta gigi yaitu mudah dikeluarkan dari tube, cukup keras sehingga dapat mempertahankan bentuk pasta minimal selama 1 menit. Konsistensi dapat diukur melalui densitas, viskositas dan elastisitas.

  2) Kemampuan menggosok Pasta gigi dapat memiliki kemampuan menggosok yang sangat

  bervariasi. Pasta gigi yang ideal harus memiliki kemampuan menggosok yang cukup untuk dapat dibersihkan dan membersihkan partikel atau noda dan mengkilatkan permukaan gigi.

  3) Penampilan Pasta gigi yang disukai biasanya lembut, homogen, mengkilat, bebas dari gelembung udara dan memiliki warna yang menarik.

  4) Pembentukan busa Surfaktan yang digunakan harus dapat mensuspensikan dan membersihkan sisa makanan melalui proses gosok gigi.

  5) Rasa Rasa dan aroma merupakan hal yang paling diperhatikan

  konsumen dan merupakan karakteristik yang penting untuk mengetahui apakah konsumen akan membeli produk atau tidak.

c. Stabilitas

  

Formulasi pasta gigi harus stabil, sesuai dengan waktu

  penyimpanan. Waktu penyimpanan pasta gigi dapat mencapai tiga tahun. Sediaan pasta gigi tidak boleh memisah atau terjadi sineresis. Viskositas dan pH sediaan pasta gigi harus dapat dipertahankan selama waktu penyimpanan.

Tabel 2.2. Syarat mutu pasta gigi (SNI 12-3524-1995) No Jenis Uji Satuan Syarat

  1 Sukrosa atau karbohidarat lain yang dapat terfermentasi

  • Negatif 2 pH - 4,5
    • – 10,5

  3 Cemaran logam terhadap Pb, Hg, dan As ppm Pb maksimal 5,0, Hg maksimal 0,02, As maksimal 2,0

  4 Cemaran mikroba Angka lempeng total E.coli

  • < 10^5 Negatif

  5 Zat pengawet - Sesuai dengan yang diijinkan Dept. Kes

  6 Formaldehida maks. Sebagai formaldehida bebas % 0,1

7 Bebas Fluor ppm 800-1500

  8 Zat warna - Sesuai dengan yang diijinkan Dept. Kes

  9 Organoleptik Keadaan Benda asing Harus lembut, serba sama (homogen) tidak terlihat adanya gelembung udara, gumpalan, dan partikel yang terpisah Tidak tampak

3. Gelling Agent

  

Gelling agent atau bahan pengikat yang hidrofilik koloid yang

  menyebar dan mengembang dalam fase air dari pasta gigi diperlukan untuk menjaga stabilitas terpisahkan dari pasta dan mencegah pemisahan menjadi fase komponen. Pemilihan bahan pembentuk gel dapat sangat mempengaruhi dispersi pasta di mulut, pembentukan busa dan yang paling penting yaitu pelepasan komponen rasa. Beberapa formulasi memiliki kombinasi dari bahan pembentuk gel untuk mencapai preferensi konsumen yang diinginkan (Butler, 2000).

  Salah satu komponen penting dalam pasta gigi adalah bahan pengikat berupa gelling agent (senyawa pembentuk gel) yang fungsinya untuk mempertahankan bentuk sediaan semisolid sehingga stabilitas dapat terjaga. Bahan-bahan yang biasa digunakan sebagai gelling agent seperti selulosa sintetik yaitu metal selulosa, hidroksi etil selulosa, etil hidroksiselulosa, dan natrium karboksimetilselulosa. Bahan lainnya yaitu alginat, gom, tragakan, turunan poliakrilat, dan karaginan (Butler, 2000). a.

  Karaginan

  

Karaginan ini adalah nama generik untuk agen pembentuk gel yang

  berasal dari pemanenan dan ekstraksi dari rumput laut, chrondrus

  

crispus . Karaginan ini adalah murni koloid, yang terdiri dari campuran

  polisakarida sulfat. Oleh karena itu, standar baik dengan blending ulang, atau pengenceran dengan jumlah bervariasi dari bahan inert. Fleksibilitas dalam sifat pembentuk gel karaginan dapat dicapai dengan mengendalikan pertukaran kation dengan ion. Namun, meskipun dahulu relatif umum digunakan, tetapi sekarang sudah tidak banyak digunakan lagi terutama untuk alasan biaya.

  b.

  Bahan pembentuk gel Miscellaneous

  1) Xanthan

  Xanthan adalah polisakarida yang dihasilkan oleh teknologi fermentasi. Xanhtan memiliki sifat yang sangat baik untuk digunakan dalam pasta gigi karena memberikan struktur gel yang tinggi, relatif tidak sensitif terhadap elektrolit dan panas, namun tidak sesuai dengan bahan selulosa karena mencemari enzim yang mendegradasi selulosa. 2)

  Hydroxy etil selulosa (HEC) HEC ini kadang-kadang digunakan sebagai alternatif untuk karboksimetilselulosa (CMC), terutama ketika toleransi elektrolit lebih besar dibutuhkan. 3)

  Polimer Sintetik Polimer asam akrilat menjadi lebih intensif digunakan karena penebalan berguna dan menangguhkan sifat yang dikombinasikan dengan kelambanan dan stabilitas untuk panas. 4)

  Clays, Colloidal clays Coloidal clays baik bentonit dari proses alam atau tanah liat sintetis, telah digunakan sebagai agen pengikat karena memiliki sifat tiksotropik.

4. Na-CMC (Natrium karboksimetilselulosa)

Gambar 2.2. Struktur Natrium karboksimetilselulosa (Sandi, 2012)

  Nama resmi : Natrii carboxymethylcellulosum Nama sinonim : Natrium karboksimetilselulosa Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading, tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopik Kelarutan :Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal, tidak larut dalam etanol (95%) p, dalam eter p dan dalam pelarut organik lain

  Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Gelling agent (Rowe, 2009) Na-CMC (natrium karboksimetilselulosa) merupakan turunan selulosa berupa garam natrium dari asam selulosa glikol dengan demikian berkarakter ionik (Lieberman et al., 1996). Na-CMC akan memberikan konsistensi yang stabil sehingga memenuhi persyaratan fisik untuk pembuatan pasta gigi. Carboxymethylcellulose Natrium (Na-CMC) telah lama digunakan untuk meningkatkan aplikasinya dalam sediaan kosmetik, makanan dan farmasetik sebelum dikenalkan pada tahun 1946. Pada sediaan-sediaan tersebut penggunaan Na-CMC berfungsi sebagai pengikat, penstabil, suspending, gelling agent dan pembentuk film. Komposisi bahan dalam formulasi pasta gigi salah satunya mengandung Na-CMC yang berfungsi sebagai pengikat. Bahan pengikat ini bertujuan untuk menyatukan bahan-bahan lain yang terdapat dalam formulasi karena viskositasnya yang baik. Adanya bahan pengikat dalam sediaan farmasetik dapat mempengaruhi karakteristik fisiknya. Bahan pengikat yang hidrofilik yang menyebar dan mengembang dalam fase air dalam sediaan pasta gigi dan diperlukan untuk menjaga stabilitas dari pasta dan mencegah pemisahan menjadi fase komponen, hal ini dapat memberikan fleksibilitas dalam hal larutan, elastisitas, dan beberapa peningkatan stabilitas (Butler, 2000). Natrium karboksimetilselulosa stabil walaupun bahannya higroskopis, di bawah kondisi basa yang tinggi Na-CMC mampu menyerap air secara besar kuantitasnya. Air mudah didispersi pada semua suhu pada bentuk yang murni pada solut koloid. Peningkatan konsentrasi akan menghasilkan peningkatan kekentalan larutan, sedangkan memperpanjang pemanasan pada temperatur yang tinggi akan dapat mempermanen keturunan kekentalan. Kekentalan solut menurun cepat di pH 10. Umumya solut menunjukan kekentalan maksimal dan stabil pada pH 7-8 . Na-CMC berfungsi sebagai bahan peningkat viskositas, konsentrasi yang lebih tinggi biasanya 3-6% digunakan untuk menghasilkan gel yang dapat digunakan sebagai basis untuk pasta (Rowe, 2009). Na-CMC merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai pengental dalam pasta gigi, produk yang mengandung Na-CMC mudah menyebar di mulut sehingga pelepasan busa dan rasa lebih cepat dan menghasilkan stabilitas produk yang baik. Hasil penelitian Rahman (2009) membuktikan bahwa Na-CMC yang berfungsi sebagai gelling agent dalam formula gel gigi yang mengandung ekstrak daun jambu biji memiliki stabilitas bentuk sediaan yang sama dengan sediaan gel gigi. Sedangkan pada penelitian Sandi (2012) membuktikan bahwa Na-CMC yang berfungsi sebagai gelling agent dalam pasta gigi ekstrak papain papaya memenuhi parameter standar sifak fisik dalam pasta gigi. Namun pada penelitian Elfiyani (2015) juga menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi gelling agent dalam formula lebih efektif untuk meningkatkan konsistensi dan viskositas sediaan dibandingkan dengan peningkatan konsentrasi pelembab sehingga meningkatkan stabilitas sifat fisik sediaan pasta gigi.

5. Kayu Siwak (Salvadora persica L.) a. Klasifikasi Tanaman Kayu Siwak (Salvadora persica L.)

  Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Brassicales Famili : Salvadoraceae Genus : Salvadora Spesies : Salvadora persica L. (Wardani, 2012) b.

   Deskripsi Tanaman Siwak atau miswak, merupakan bagian dari batang, akar atau

  ranting tumbuhan Salvadora persica L. yang kebanyakan tumbuh di daerah Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Salvadora persica L. adalah sejenis pohon semak belukar dengan batang utama berbentuk tegak dan memiliki banyak cabang yang rindang, daun muda berwarna hijau. Batang kayu berwarna cokelat dan bertekstur agak kasar. Daunnya berbentuk bulat sampai lonjong, berwarna hijau tua. Bunga berwarna hijau kekuningan, kecil. Buah nya berdiameter 5-10 mm, berwarna pink, apabila sudah matang maka warna akan berubah menjadi merah. Miswak biasanya diambil dari akar dan ranting tanaman arak (Salvadora persica L.) yang berdiameter antara 0,1 sampai 5 cm (Kusumasari, 2012).

Gambar 2.3. Kayu siwak (Salvadora persica ) L.

  c. Nama Daerah

Siwak memiliki nama-nama lain di setiap negara. Nama siwak,

  miswak atau arak digunakan di Timur Tengah. Di Tanzania disebut juga miswak. Sedangkan di India dan Pakistan biasa disebut dengan istilah miswak atau datan. Dalam bahasa Perancis lebih dikenal dengan sebutan arbre a curedents. Bahasa Jepang siwak disebut Koyoji, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut chewing stick dan toothbrush tree (Kusumasari, 2012).

  d. Kandungan Kimia

Siwak mengandung mineral-mineral alami yang dapat menghambat

  pertumbuhan dan membunuh bakteri, mengikis plak, mencegah karies, serta memelihara kesehatan gusi. Kandungan kimiawi siwak yang bermanfaat meliputi (Kusumasari, 2012):

  1) Asam antibakterial, seperti astringen, abrasif, dan detergen yang berfungsi untuk membunuh bakteri, mencegah infeksi, dan menghentikan perdarahan pada gusi. Penggunaan kayu siwak yang segar pertama kali akan terasa agak pedas dan sedikit membakar karena terdapat kandungan serupa mustard yang merupakan substansi dari asam antibakterial tersebut.

  2) Klorida, potasium, sodium bikarbonat, fluorida, silika, sulfur, vitamin C, trimetilamin, salvadorin, tanin, resin, saponin, flavonoid, sistosterol, dan beberapa mineral lainnya yang berfungsi untuk membersihkan gigi, memutihkan serta menyehatkan gigi dan gusi.

  3) Minyak aroma alami yang memiliki rasa dan bau yang segar, dapat menyegarkan mulut dan menghilangkan bau tidak sedap

  Analisis kimia dari Salvadora persica L. menunjukkan adanya b- sitosterol dan asam m-anisik klorida, salvadourea, dan gipsum, senyawa organik: seperti pirolidin, pirol, glikosida: seperti salva-doside dan salvadoraside dan flavonoid, termasuk kaempferol, kuersetin. Akar dan kulit kayu dari pohon Salvadora persica L. terdiri dari 27% abu, rasio tinggi alkaloid, seperti salvadorine dan trimetilamina, klorida dan fluorida, konsentrasi rendah yaitu silika, sulfur, dan vitamin C, dan jumlah kecil dari tanin, saponin, flavonoid, dan sterol. Jumlah tinggi pada natrium klorida dan kalium klorida dan yang mengandung sulfur zat organik (salvadourea dan salvadorine). S. persica miswak mengandung hampir 1,0 lg / g total fluoride dan ditemukan untuk melepaskan sejumlah besar kalsium dan fosfor ke dalam air (Halawany, 2012).

6. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) a. Klasifikasi Tanaman Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.)

  Kingdom : Plantae Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopyta Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper Spesies : Piper crocatum Ruiz & Pav. (Backer, 1963) b.

   Deskripsi Tanaman Tanaman ini diketahui tumbuh di berbagai daerah di Indonesia,

  seperti di lingkungan Keraton Yogyakarta dan di lereng merapi sebelah timur, serta di Papua, Jawa Barat, Aceh dan beberapa daerah lainnya. Tanaman sirih merah tumbuh menjalar seperti halnya sirih hijau. Batangnya bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, bertepi rata, dan permukaannya mengkilap atau tidak berbulu. Panjang daunnya bisa mencapai 15-20 cm. Warna daun bagian atas hijau bercorak warna putih keabu-abuan. Bagian bawah daun berwarna merah hati cerah. Daunnya berlendir, berasa sangat pahit, dan beraroma wangi khas sirih. Batangnya bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm (Sudewo, 2010).

Gambar 2.4. Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) c.

   Nama Daerah

Penamaan tumbuhan sirih di masing-masing daerah berbeda-beda

  di jawa sirih disebut suruh, sedah dan sere. Di Sumatra dikenal dengan nama sereh, seweh, sireh, suruh dan canbai. Di Nusa Tenggara dikenal dengan nama sedah, nahi, mota, malu, dan mokeh. Di Kalimantan disebut juga dengan uwit, buyu, sirih, dan uruesipa. Sementara itu, di Sulawesi disebut juga dengan ganjang, baulu, komba atau sengi. Di Maluku dikenal dengan sebutan ani-ani, kakina, amu, dan bido. Di Papua disebut dengan namuera, mera, freedor, dan dedami (Mari’fah, 2012).

d. Kandungan kimia

Gambar 2.5. Rumus molekul flavonoid (Harbone, 1987)

  Metabolit sekunder yang terdapat di sirih merah adalah minyak atsiri, hidroksikavicol, kavikol, kavibetol, allyprokatekol, karvakrol, eugenol, p-yneme, tannin, fenol, sineol, kariofelen, kadimen estragol, terpena, terpenoid, dan fenil propada. Karvakrol bersifat desinfektan, anti jamur, sehingga bisa digunakan untuk obat antiseptik pada bau mulut dan keputihan. Eugenol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit, sedangkan tanin dapat digunakan untuk mengobati sakit perut (Mari’fah, 2012). Hasil dari uji pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) didapatkan beberapa senyawa kandungan yang terkandung di dalamnya yaitu glikosida, terpenoid, alkaloid, tanin, dan antrakinon. Hasil identifikasi menunjukan bahwa isolat dari daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid yang diduga golongan flavonol (Puzi et al, 2015). Ekstrak daun sirih merah (piper crocatum Ruiz & Pav.) mempunyai kemampuan dalam menghamabat Streptococcus mutans dan ekstrak daun sirih merah dengan konsentrasi 100% mempunyai keefektifan yang sama dengan chlorhexidine 0,2% sebagai kontrol positif, serta konsentrasi minimal ekstrak daun sirih merah dalam menghambat Streptococcus mutans terdapat pada konsentrasi 1% (Wahyu, 2013). Berdasarkan hasil fitokimia menunjukan bahwa ekstrak etanol daun sirih merah mengandung senyawa flavonoid, saponin dan tanin (Moerfiah, 2011).

7. Simplisia

  Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dikatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995). Simplisia dibedakan menjadi tiga yaitu simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia mineral.

  a.

  Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman. Eksudat tanaman merupakan isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya atau dengan cara tertentu zat dipisahkan dari tanamannya yang belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1979).

  b.

  Simplisia hewani adalah simplisia yang berasal dari hewan utuh, bagian hewan, atau zat-zat yag berguna dan dihasilakn oleh hewan serta belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1995).

  c.

  Simplisia pelikan atau simplisia mineral adalah simplisia yang berupa bahan-bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara yang sederhana dan belum berupa zat kimia murni (Depkes RI, 1995).

8. Ekstrak a. Pengertian ekstrak

   Ekstrak adalah sediaan pekat yang didapatkan dengan cara

  mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia hewani ataupun dari simplisia nabati dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian seluruh atau hampir seluruh pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi bau yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995). Menurut sifatnya ekstrak dibagi menjadi empat yaitu: 1)

  Ekstrak cair (Extractum fluidum) adalah sediaan cair yang diperoleh dari simplisia nabati yang mengandung etanol berfungsi sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet (Depkes RI, 1995). 2)

  Ekstrak kental (Extractum spissum) adalah sediaan yang dapat dilihat dalam keadaan dingin dan tidak dapat dituang dan memiliki kandungan airnya berjumlah sampai 30% (Voigt, 1984). 3)

  Ekstrak kering (Extractum siccum) adalah sediaan yang memiliki konistensi kering dan mudah digunakan. Melalui penguapan cairan pengekstraksi dan pengeringan sisanya akan terbentuk suatu produk yang sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5% (Voigt, 1984). 4)

  Ekstrak encer (Ekstraktum lenue) adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat dituang (Voigt, 1984).

b. Metode ektraksi

   Metode pembuatan ekstrak dibagi menjadi dua yaitu metode maserasi dengan pelarut dingin dan ekstraksi dengan pelarut panas.

  1) Cara dingin

  a) Maserasi

  Maserai adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang sesuai dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar (Depkes RI, 2000). b) Perkolasi

  Perkolasi adalah suatu proses ekstraksi menggunakan pelarut yang sesuai yang dilakukan dengan cara dilewatkan perlahan lahan pada suatu kolom (Ansel, 1989). 2)

  Cara panas

  a) Refluks

  Refluks adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang sesuai pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut yang digunakan terbatas dan relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000) b)

  Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi yang menggunakan pelarut yang selalu baru yang pada umumnya dilakukan menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinue dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

  c) Digesti

  Digesti adalah maserasi kinetik yang dilakukan dengan pengadukan terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yang pada umumnya dilakukan pada temperatur 40-50 °C (Depkes RI, 2000).

  d) Infusa

  Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan menggunakan pelarut air pada suhu 90 °C selama waktu 15 menit (Depkes RI, 2000).

  e) Dekokta

  Dekokta adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut ait pada temperatur penangas air 50 °C selama waktu kurang lebih 30 menit (Depkes RI, 2000).

9. Streptoccoccus mutans

  

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat

  nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai (Nugraha, 2008). Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40

  ⁰C. Streptococcus mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi. Streptococcus mutans dalam pasta gigi herbal memberikan pengaruh yang besar sebagai daya antibakteri (Putra, 2008).

  

Streptococcus mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam,

  asidodurik, mampu tinggal dilingkungan asam dan menghasilkan polisakarida yang lengket disebut dextran. Karena kemampuan ini

  

Streptococcus mutans bisa menyebabkan lengket dan mendukung bakteri

lain menuju ke email gigi (Ari, 2008).

  Klasifikasi Streptococcus mutans : Kingdom : Monera Divisio : Firmcutes Class : Bacilli Ordo : Lactobacilalles Family : Streptococcceae Genus : Streptococcus Species : Streptococcus mutans (Ari, 2008)

  (a) (b)

Gambar 2.6. Gambaran mikroskopis Streptococcus mutans menggunakan (a) mikroskop cahaya dengan pembesaran 400x dan (b) mikroskop elektron

  Sumber: Kenneth Todar University, 2002 Kemampuan Streptococcus mutans untuk melekat pada permukaan gigi dan membentuk plak merupakan salah satu faktor virulensi yang dimilikinya. Sejak erupsi, elemen gigi geligi langsung berhubungan dengan ludah. Pada gigi yang telah dibersihkan, dalam beberapa menit akan melekat protein ludah pada email gigi, yang disebut Acquired Enamel

  

Pellicle (AEP). Pembentukan plak gigi oleh Streptococcus mutans diawali

  dengan terjadinya perlekatan molekul adhesin bakteri dengan glikoprotein pada AEP, seperti protein lektin yang dapat menutupi permukaan gigi. Protein adhesin Streptococcus mutans yang berperan dalam tahap inisiasi pembentukan plak gigi adalah antigen I/II, Glucan Binding Protein B (GbpB), dan Glucan Binding Protein C (GbpC). Protein antigen tersebut bersifat mengikat asam dan musin, seperti glikoprotein pada saliva yang dihasilkan oleh kelenjar submandibularis. Perlekatan Streptococcus

  

mutans tersebut pada email gigi kemudian diikuti dengan proses

  kolonisasi. Peningkatan kolonisasi bakteri terjadi karena agregasi kuman melalui tiga dasar interaksi sel yaitu: perlekatan bakteri pada permukaan gigi, perlekatan homotipik antar sel yang sama, dan perlekatan heterotipik antar sel yang berbeda (Wardani, 2012). Selanjutnya Streptococcus mutans yang terdapat dalam plak akan memetabolisme sisa makanan yang bersifat kariogenik, terutama yang berasal dari jenis karbohidrat yang dapat difermentasi, seperti glukosa, sukrosa, fruktosa, dan maltosa. Asam yang terbentuk dari hasil metabolisme ini menyebabkan demineralisasi struktur gigi karena secara fisik plak gigi dapat menghambat difusi asam ke dalam saliva, akibatnya terjadi lokalisasi produk asam dengan konsentrasi yang tinggi pada permukaan email serta mengakibatkan turunnya pH di dalam plak dan pada permukaan email. Asam ini kemudian akan melepaskan ion hidrogennya yang akan bereaksi dengan kristal apatit, sehingga kristal apatit menjadi tidak stabil. Dari reaksi tersebut kemudian akan terbentuk air dan fosfat yang larut, yang akhirnya akan menghancurkan membran email (Wardani, 2012).

10. Metode pengujian bakteri

  Pada uji ini, yang akan diukur adalah respon pertumbuhan populasi mikroorganisme. Beberapa cara pengujian antibakteri adalah sebagai berikut : a.

   Metode difusi

  Pada metode ini penentuan aktivitas didasarkan pada kemampuan difusi dari zat antimikroba dalam lempeng agar yang telah diinokulasikan dengan mikroba uji. Hasil pengamatan yang akan diperoleh berupa ada atau tidak nya zona hambatan yang akan terbentuk disekeliling zat antimikroba pada waktu tertentu masa inkubasi. Pada metode ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu:

  1) Metode disc diffusion (metode cakram), untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan agen yang berisi antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar. Cara ini merupakan cara yang paling sering digunakan untuk menentukan kepekaan kuman terhadap berbagai macam obat-obatan. Pada cara ini, digunakan suatu cakram kertas saring (paper disk) yang berfungsi sebagai tempat menampung zat antimikroba. Kertas saring tersebut kemudian diletakkan pada lempeng agar yang telah diinokulasi mikroba uji, kemudian diinkubasi pada waktu tertentu dan suhu tertentu, sesuai dengan kondisi optimum dari mikroba uji.

  Pada umumnya, hasil yang di dapat bisa diamati setelah inkubasi selama 18-24 jam dengan suhu 37 °C. Hasil pengamatan yang diperoleh berupa ada atau tidaknya daerah bening yang terbentuk disekeliling kertas cakram yang menunjukkan zona hambat pada pertumbuhan bakteri. Menurut greenwood (1995) efektifitas suatu zat antibakteri bisa diklasifikasikan pada tabel berikut:

Tabel 2.3. Klasifikasi respon hambat pertumbuhan bakteri (Greenwood., 1995 dalam Aljufri, 2010)

  Diameter zona hambat Respon hambatan perumbuhan

>20 mm Kuat

16-20 mm Sedang

10-15 mm Lemah

  

<10 mm Tidak ada

  Metode cakram disk atau cakram kertas ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah mudah dilakukan, tidak memerlukan peralatan khusus dan relatif murah. Sedangkan kelemahannya adalah ukuran zona bening yang terbentuk tergantung oleh kondisi inkubasi, inokulum, predifusi dan preinkubasi serta ketebalan medium. Apabila keempat faktor tersebut tidak sesuai maka hasil dari metode cakram disk biasanya sulit untuk diintepretasikan. Selain itu, metode cakram disk ini tidak dapat diaplikasikan pada mikroorganisme yang pertumbuhannya lambat dan mikroorganisme yang bersifat anaerob obligat. 2)

  Metode E-test, digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum ), yaitu konsentrasi minimal suatu agen

  Inhibitor Cocentration

  antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga kadar tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkan yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar. 3)

  Ditch-plate technique, pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang diletakkan pada parit yang digunakan dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji (maksimum enam macam) digoreskan kearah parit yang berisi agen antimikroba. 4)

  Cup-plate technique (metode sumuran), metode ini serupa dengan

  

disc diffusion , dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengam mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. 5)

  Gradient plate technique, pada metode ini konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara teoritis bervariasi dari nol hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian tituangkan kedalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua kemudian dituangkan diatasnya. Plate inkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal enam macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi kerendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat.

b. Metode dilusi

  Metode dilusi dibedakan menjadi dua, yaitu dilusi cair (broth ) dan dilusi padat (solid dilution).

  dilution

  1) Metode dilusi cair, digunakan untuk mengukur MIC atau kadar hambat minimum dan MBC atau kadar bunuh minimum. Cara yang dilakukan adalah dengan memberi seri pengenceran agen antimikroba pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagi KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba dan diikubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KMB.

  2) Metode dilusi padat, metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan media padat (solid). Keuntungan metode ini adalah suatu konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji.

  B. KERANGKA KONSEP Kerangka konseptual dari penelitian ini dijabarkan dalam Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Kerangka Konsep Penelitian

  Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz & Pav. ) Kayu Siwak (Salvadora persica L.) Uji pH, Uji Tinggi Busa

  Organoleptik, Homogenitas Variasi konsentrasi Na-

  CMC (O,5; 1,0; 1,5; 2,0) Pembuatan formulasi Pasta Gigi (F1,F2,F3,F4)

  Ekstrak Kayu Siwak Maserasi dengan etanol 70% Proses penyiapan simplisia kering

  Uji Viskositas Uji Pemisahan Fase Ekstrak Daun Sirih Merah

  Uji daya antibakteri Streptococcus mutans

  

Kadar Na-CMC

Optimal

Formula Optimal

Proses penyiapan simplisia kering

  Maserasi dengan etanol 70%