BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang Hipertensi - NENI INDRAYANI BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tentang Hipertensi 1.
Definisi Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah dari arteri yang bersifat sistemik atau berlangsung terus menerus untuk jangka waktu lama. Hipertensi tidak terjadi tiba-tiba melainkan melalui proses yang cukup lama. Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol untuk periode tertentu akan dapat menyebabkan tekanan darah tinggi yang permanen yang disebut hipertensi (Lingga,2012).
Hipertensi adalah suatu kondisi saat nilai tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg atau nilai tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg. Menurut InaSH (Perhimpunan Hipertensi Indonesia), untuk menegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan pengukuran tekanan darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah kurang dari 160/100 mmHg (Garnadi,2012).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan penting di seluruh dunia karena prevalensinya yang tinggi dan terus meningkat serta hubunganya dengan penyakit kardiovaskuler, stroke, retinopati, dan penyakit ginjal (Kartikasari, 2012). Klasifikasi Hipertensi Sesuai JNC-VII 2003 (The Seventh Joint National Commite) on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi (Boestan, 2010)JNC-VII Classificationof Blood Pressure For Adults Age 18 years and older
Category Systolic (mmHg) Diastolic (mmHg) Normal <120 <80 Prehypertention 120-139 80-89
Hypertention
Stage I 140-159 90-99 Stage II >160 >100
Menurut WHO (Wolrd Health Organization) , tekanan darah dianggap normal bila kurang dari 135/85 mmHg, dikatakan hipertensi bila lebih dari 140/90 mmHg. Sedangkan klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik (Martuti, 2009) dalam Nawangsari S & Fitria (2012), yaitu : a.
Hipertensi Derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg b. Hipertensi Derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg
Hipertensi derajar III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg
3. Penyebab Hipertensi a.
Hipertensi esensial atau primer menjadi penyebab utama mencapai 95% Hipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
b.
Penyebab sekunder dari hipertensi yaitu 5%. Penyakit yang paling sering menjadi penybab hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal, penyakit endokrin, koartasio aorta, faktor kehamilan, penyakit saraf, obat-obatan.
1) Pendertia penyakit gagal ginjal biasanya membutuhkan perawatan tekanan darah tinggi. Tekanan darah yang tinggi pada pederita gagal ginjal disebabkan karena kegagalan ginjal dalam mengatur jumlah garam dan air dalam tubuh.
2) Penyakit endokrin menyebabkan hipertensi terutama hipertiroidisme, sindrom chusing, feokromositoma
3) Koartasio aorta merupakan penyempitan lokal aorta desenden, dekat lokasi duktus arterious dan biasanya setelah arteri subklavia kiri. Darah arteri memintas daerah obstruksi dan mencapai bagian bawah tubuh melalui pembuluh darah kolateral yang sangat membesar.
Sekitar 90% hipertensi dengan penyebab yang belum diketahui pasti disebut hipertensi primer atau esensial. Ada beberpa factor risiko natrium yang meningkat dan asupan kalium yang menurun, faktor genetik, stress psikologis, pengaturan abnormal terhadap norepineprin, dan hipersensitivitas. Sedangkan 7% disebabkan oleh kelainan ginjal atau hipertensi renalis dan 3% disebabkan oleh kelainan hormonal atau hipertensi hormonal dan penyebab lain (Arif Muttaqin, 2014).
4. Patofisiologi
Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth (2009) menjelaskan patofisiologi hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur atau mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasonator. Pada medulla otak, dari pusat vasonator inilah bermula jaras saraf simpatis yang beranjut ke bawah ke korda spinalis keluar dari kolumna, medulla spinais ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam benuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetikolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan hipertensi sanga sensitive terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui dengan jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut. pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi.
Medulla adrenal mensekresi efineprin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainya untuk memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi menyababkan penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan renin. Pelepasan renin inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang akan di ubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya akan merangsang sekresi aldosterone oleh korteks adrenal. Hormone aldosterone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, sehingga terjadi peningkatan volume intra vascular. Semua factor ini dapat mencetus terjadinya hipertensi.
Pada keadaan gerontologis dengan perubahan structural dan fungsional system pembuluh perifer bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah usia lanjut. Perubahan itu antara lain arterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah. Akibatnya akan mengurangi kemampuan aorta dan arteri besar dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume secukupnya) dan curah jantungpun ikut menurun, sedangkan tahanan perifer meningkat (Darmojo & Hadimartono, 2009). Tanda dan gejala Penderita hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemarahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang yang tekanan darahnya normal.
Hipertensi yang berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala seperti berikut : a.
Sakit kepala b. Kelelahan c. Mual d. Gelisah/cemas e. Muntah f. Sesak nafas g.
Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal. Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. (Lily I . Raliantono, 2013 dalam H faiqoh 2017). Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi Menurut Barlow, 2009 faktor risiko terjadinya hipertensi adalah: a. Faktor yang tidak dapat di ubah/di modifikasi
1) Riwayat Keluarga
Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial, yaitu pada seseorang dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin beriteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Kecenderungan genetis yang membuat keluarga tertentu lebih rentan terhadap hipertensi mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar natrium intraselular dan penurunan rasio kalsium-natrium. Klien dengan orang tua yang memiliki hipertensi berada pada resiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia muda.
2) Usia Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.
Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia 50-60% klien berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekana darah lebih dari 140/90 mmHg. Penelitian epidemiologi, menunjukan prognosis yang lebih buruk pada klien yang hipertensinya mulai pada usia muda. Jenis Kelamin Keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita sampai kira-kira 55 tahun. Risiko pada pria hampir sama antara usia 55 tahun dampai 74 tahun, kemudian setelah 74 tahun wanita lebih berisiko lebih besar.
4) Budaya
Angka kematian pada hipertensi orang dewasa, lebih rendah pada wanita kulit putih yaitu pada angka 4,7%, pria kulit putih 6,3%, pria kulit hitam 22,5%, dan yang paling tinggi adalah pada wanita berkulit hitam yaitu 29,3%. Alasan peningkatan pada kulit hitam tidak jelas, tetapi peningkatan ini dikaitkan dengan kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih tinggi terhadap vasopressin, tingginya asupan garam dan sters lingkungan yang lebih tinggi.
b.
FaKtor yang dapat di ubah/di modifikasi 1)
Diabetes Hipertensi telah terbukti terjadi dua kali lipat pada klein dengan diabetes menurut beberapa studi penelitian terkini.
Diabetes mempercepat arterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena kerusakan pada pembuluh darah besar.
2) Stress
Faktor lingkungan dan kejadian, tipe personal dan fenomena fisik dapat menyababkan stress. Stress meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatik, selanjutnya hipertensi dapat terjadi. Pada hipertensi primer peran stres belum jelas, tetapi bila sering dan berkelanjutan dapat menyebabkan hipertropi otot halus atau mempengaruhi jalur koordinasi pusat otak.
3) Obesitas
Kegemukan pada bagian tubuh atas dimana terjadi peningkatan jumlah lemak di pinggang, abdomen dapat dihubungkan dengan perkembangan hipertensi. Seseorang yang kelebihan berat badan pada daerah pantat, pinggul dan paha beresiko lebih rendah terjadi hipertensi sekunder. 4)
Nutrisi Konsumsi sodium bisa menjadi faktor penting dalam perkembangan hipertensi, 40% klien yang akhirnya terkena hipertensi akan sensitive terhadap garam dan kelebihan garam mungkin menjadi penyebab pencetus hipertensi pada individu.
Diet tinggi garam mungkin merangsang pengeluaran hormone natriuretic yang mungkin secara tidak langsung meningkatkan tekanan darah. Muatan sodium juga merangsang mekanisme vasopressor dalam system saraf pusat. Studi juga menunjukan bahwa diet rendah kalsium, kalium, dan magnesium dapat berkontribusi terhadap hipertensi.
5) Penyalahgunaan Obat
Merokok, mengkonsumsi banyak alkohol, dan beberapa penggunaan obat terlarang merupakan faktor risiko pada hipertensi. Pada dosis tertentu nikotin dalam rokok setara obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah secara langsung. Kejadian hipertensi juga tinggi pada orang yang minum 3 ons etanol perhari. Pengaruh dari kafein adalah kotroversial yang dapat meningkatkan tekan darah akut tetepi tidak menimbulkan efek yang berkelanjutan.
7. Manajemen Hipertensi
Hipertensi merupakan suatu kondisi kronis dan menyebabkan komplikasi serius jika seseorang dengan hipertensi tidak dapat mengontrol tekanan darah, manajemen hipertensi terdiri dari 2 bagian utama, yaitu terapi farmakologis dan terapi komplementer salah satunya modifikasi gaya hidup.
a.
Terapi farmakologis Terapi farmakologis merupakan terapi untuk mengatasi tekanan darah tinggi yang dapat membantu mencegah yang lebih serius, bahkan mengancam kehidupan komplikasi. Jenis utama dari obat yang digunakan untuk kotrol tekanan darah tinggi termasuk obat diuretik, dikombinasikan alpha dan beta blocker, Beta-blocker, angiotensin-converting enzyme inhibitor, angiotensin reseptor II
2008 dalam Akhter, N;2010).
b.
Modifikasi Gaya Hidup Menurut JNC VII, modifikasi gaya hidup dianjurkan sebagai terapi definitive awal bagi beberapa klien. Modifikasi gaya hidup juga didorong dengan kuat sebagai terapi penunjang untuk semua klien dengan hipertensi yang menerima terapi farmakologis.
Praktik gaya hidup yang berkenlanjutan, bersamaan dengan terapi farmakologis dapat mengurangi jumlah dan dosois antihipertensi yang diperlukan untuk mengatur keadaan. 1)
Pengurangan Berat Badan Kelebihan betat badan yang ditunjukan oleh index masa tubuh (BMI)-berat badan dalam kilogram dibagi tinggi Dalam meter persegi-27 atau lebih, sangat beruhubungan dengan naiknya tekanan darah. Pengaturan berat badan yang signifikan sulit bagi pasien obesitas. Berat badan menurunkan tekanan darah melalui bebeapa efek termasuk sensitivtas insulin (Kaplan, 2008 dalam Akhter,N; 2010). 2)
Pembatasan natrium Pada sebagian pendertia hipertensi sensitive terhadap natrium, karena dapat meningktakan tekanan darah setelah mengkonsumsi natrium. Oleh karena itu pembatasan sedang menurunkan tekanan darah. 3)
Olahraga Program olahraga aerobik yang teratur dan adekuat untuk mencapai paling tidak kadar cukup kebugaran fisik memfasilitasi pengondisian kardiovaskuler. Tekanan darah dapat dikurangi dengan intensitas aktivitas fisik yang cukup serendah (40% sampai 60% dari konsumsi oksigen), seperti jalan cepat (sekitar 2,5 sampai 3 mph) selama 30 sampai 45 menit hampir setiap hari dalam seminggu. 4)
Pembatasan alkohol Buruknya kepatuhan pada terapi antihipertensi, serta sesekali terjadi hipertensi refraktori yang berhubungan dengan pengonsumsian alcohol lebih dari 1 ons perhari. 5)
Menghentikan kebiasaan merokok Walaupun merokok secara spesifik tidak berhubungn dengan perkembangan hipertensi, namun nikotin jelas meningkatkan denyut jantung dan memproduksi vasokontriksi perifer yang memang meningkatkan tekanan darah arteri dalam jangka waktu yang pendek selama dan setelah merokok. Penghentian kebiasaan merokok sangat dianjurkan untuk mencegah terjadinya kompliasi pada penyakit lain. Selain itu penurunan risiko yang dilakukan dengan terapi antihipertensi berlaku sebaliknya bagi yang bukan perokok.
8. Pemeriksaan Penunjang Hiperetensi Menurut Arif Mansjoer, pemeriksaan penunjang meliputi pemerikasaan laboratorium rutin yang dilakkan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL). Sebagai tambahan dapat dilakuakan pemeriksaan lain seperti klirens keratinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan elektrokardiografi.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk menilal fungsi ginjal. Kadar kreatinin serum lebih berarti dibandingkan dengan ureum sebagai indicator laju glomerulus (glomerular fibration
rate) yang menunjukan derajat fungsi ginjal. Pemeriksaan yang lebih
tepat adalah pemeriksaan klirens atau yang lebih popular disebut
creatinin clearance test (CTC). Pemeriksaan kalium dalam serum
dapatmembantu menyingkirkan kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi.
9. Komplikasi Hipertensi Hipertensi akan menimbulkan komplkasi atau kerusakan pada berbagai organ sasaran, yaitu pembuluh darah otak, mata, jantung, dan ginjal (Sustrani, Alam & Hadibroto, 2015) sebagai berikut :
Komplikasi pada otak Tekanan darah yang terus menerus tinggi akan menyebabkan kerusakan pada dinding pembuluh darah yang disebut disfungsi endotel. Hal ini menyebabkan pembentukan plak arterosklerosis dan thrombosis (pembekuan darah yang berlebihan). Akhirnya, pembuluh darah tersumbat dan jika penyumbatan itu terjadi pada pembuluh darah otak dapat menyebabkan storoke.
b.
Komplikasi pada mata Komplikasi pada mata dapat menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat pula menimbulkan kebutaan.
c.
Komplikasi pada jantung 1)
Penyakit jantung coroner (PJK) Selain pada otak, penyumbatan pembuluh darah juga dapat terjadi pada pembuluh darah coroner dan dapat menyebabkan PJK dan kerusakan otot jantung (infark jantung). 2)
Gagal jantung Pada penderita hipertensi, beban kekrja jantung meningkat, otot jantung akan menyesuaikan sehingga terjadi pembesaran jantung dan semakin lama otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya, yang disebut dekompensasi. Akhirnya jantung tidak mampu lagi memompa dan menampung darah dari paru sehingga banyak cairan yang tertahan di paru maupun edema. Kondisi seperti ini disebut gagal jantung.
d.
Komplikasi pada ginjal Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah pada ginjal mengkerut (vasokontriksi) sehingga menyebabkan aliran nutrisi ke ginjal terganggu dan mengakibatkan kematian sel-sel ginjal yang pada akhirnya terjadi gangguan fungsi ginjal.
B. Terapi Komplementer Untuk Hipertensi 1.
Pengertian Terapi Komplementer Terapi komplementer merupakan terapi tradisional yang digabungkan dengan terapi modern. Komplementer adalah terapi tradisional ke dalam pengobatan modern. Terapi komplementer juga ada yang menyebutnya dengan terapi holistic. Pendapat ini didasari oleh bentuk terapi yang mempengaruhi individu secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengitergasikan pikiran, badan dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et, al, 2008 dalam Widyatuti, 2010).
Pendapat lain terapi komplementer dan aternatif sebagai sebuah domain luas dalam sumber daya pengobatan yang meliputi system kesehatan, modalitas, praktik, dan di tandai dengan teori dan keyakinan dengan cara berbeda dengan system kesehatan yang umum Widyatuti, 2010).
Terapi komplementer dapat berupa promosi kesehatan, pencegahan penyakit ataupun rehabilitasi. Bentuk promosi kesehatan misalnya memperbaiki gaya hidup dengan menggunakan terapi nutrisi. Seseorang yang menerapkan nutrisi sehat, seimbang, mengandung berbagai unsur akan meningkatkan kesehatan tubuh. intervensi kesehatan ini berkembang di tingkat pencegahan primer, sekunder, tersier dan dapat dilakukan di tingkat individu manapun kelompok misalnya untuk strategi simulative imajinatif dan kreatif.
Pengobatan dengan menggunakan terapi komplementer mempunyai manfaat selain dapat meningkatkan kesehatan secara lebih menyeluruh juga lebih murah. Terapi komplementer terutama akan dirasakan lebih murah bila klien dengan penyakit kronis yang harus rutin mengeluarkan dana. Pengalalman klien yang awalnya menggunakan terapi modern menunjukan bahwa biaya membeli obat berkurang 200-300 dolar dalam beberapa bulan setelah menggunakan teapi komplementer (Nezabudkin, 2009 dalam Widyatuti, 2010).
2. Macam terapi komplementer
Nattional Center for Complementery/Alternative Medicine
(NCCAM) membuat kalsifikasi dari berbagai terapi dan system pelayanan dalam lima kategori :
Mind Body Therapi Yaitu memberikan intervensi dengan berbagai teknik untuk memfasilitasi kapasitas berfikir yang mempengaruhi gejala fisik dan fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa, journaling, biofeedback, humor, thai chi, dan terapi seni.
b.
Alternative system pelayanan Merupakan system pelayanan kesehatan yang mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari barat misalnya pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cudarismo, homeophaty, naturophaty.
c.
Terapi Biologis Yaitu terpai natural dan praktik biologis dan hasil-hasilnya, misalnya herbal dan makanan.
d.
Terapi manipulatif Terapi ini didasari oleh manipulasi dan pergerakan tubuh, missal pengobatan kiropraksi, macam-macam pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.
e.
Terapi energy Merupakan terapi yang fokusnya berasal dari energy dalam tubuh (biofileds) atau mendengarkan energy dari luar tubuh, misalnya terapeutik sentuhan, pengobatan sentuhan, akupresure. holistic, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi), manipulative (kiropraktik, akupresure, akupuntur, refleksi, massage),
mind-body terapi (meditasi, guided imagery, biofeedback, color healing, hipnoterapi).
3. Tomat sebagai terapi modifikasi untuk hipertensi a.
Pengertian tomat Buah tomat (Solanum Lycopersicum) berasal dari Amerika tropis, ditanam sebagai tanaman buah diladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada ketinggian 1-6000 m dpl. Tanaman ini tidak tahan hujan, sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang subur dan gembur (Dalimartha, 2010). Tanaman tomat tergolong tanaman musiman (annual). Artinya, tanaman yang berumur pendek yang hanya satu kali berproduksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat merupakan tanaman perdu atau semak yang menjalar pada permukaan tanah dengan panjang mencapai ±dua meter (Firmanto, 2011 dalam AS Kurnia, 2016).
Tomat adalah buah atau sayur yang mudah dijumpai dimana saja dengan warna yang cerah sungguh menarik. Sari buah tomat alami diproduksi dari buah tomat dapat menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi, sekitar 50 juta masyarakat Amerika yang mempunyai tekanan darah tinggi atau hipertensi menyembuhkan dengan cara alternative yaitu dengan mengkonsumsi buah-buahan tomat (Paran et al, 2010 dalam AS Kurnia, 2016).
b.
Macam-macam jenis tomat Buah tomat memiliki keanekaragaman jenis. Namun, akhir- akhir ini sedang dikembangkan jenis baru dibeberapa Negara bekembang untuk mendapatkan buah tomat dengan kualitas dan flavour yang baik. Ada 5 jenis buah tomat berdasarkan bentuk buahnya (AS Kurnia, 2016) : 1)
Tomat biasa (L. Commune) yang banyak ditemui dipasar-pasar local.
2) Tomat apel atau pir (L. pyriporme) yang buahnya berbentuk bulat dan sedikit keras menyerupai buah pir atau apel. Tomat jenis ini juga banyak ditemui dipasar local.
3) Tomat kentang (L. Grandifolium) yang ukuran buahnya lebih besar dibandingkan dengan tomat apel.
4) Tomat gondola (L. Validum) yang bentuknya lonjong, teksturnya keras dan berkulit tebal.
5) Tomat ceri (L. Esculentum var cerasiforme) yang bentuknya bulat, kecil-kecil dan rasanyacukup manis.
c.
Kandungan dan manfaat tomat Kandungan yang terdapat dalam buah tomat meliputi alkaloid solanin (0,007%), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, blifavonat, protein, lemak, gula (fruktosa, glukosa), adenine, klorin), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin), histamine, dan likopen (Dalimartha, 2010).
Tomat mengandung sejumlah besar asam sitrat, yang akan bereaksi basa ketika masuk ke dalam aliran darah dan membantu metabolisme tubuh. Tomat mempunyai tipe karoten jenis likopen yang berfungsi sebagai anti-kanker (Bangun, 2008). Lycopene yang terkandung dalam tomat meliliki kadar potassium yang tinggi, vitamin B6 dan fosfor yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk mengurangi homosistein didalam tubuh. jika konsentrasi homosistein dalam pembuluh darah tinggi maka sangat beresiko terhadap rusaknya pembuluh darah, dan dapat menimbulkan penyakit kardiovaskuler seperti tekanan darah tinggi, jantung, arterosklerosis dan stroke (Bangun, 2008).
Jus tomat juga mengandung serat yang dapat memberikan efek menurunkan tekanan darah. Mekanisme serat dalam menurunkan tekanan darah berhubungan dengan asam empedu. Serat pangan mengurangi kadar kolesterol yang bersirkulasi dalam plasma darah, karena serat pangan dapat mengikat garam empedu, mencegah absorbsi kolesterol pada usus, dan meningkatkan ekskresi asam empedu ke feses, sehingga meningkatkan konversi kolesterol plasma menjadi asam empedu. Serat pangan darah secara maksimal (AP Lestari, 2012).
Buah tomat alami mengandung antioksidan untuk terapi menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic pada pasien hipertensi, sari buah berisi karotin seperti lycopene, beta karotin dan vitamin E yang dikenal sebagai antioksidan. Mengkonsumsi buah tomat terbukti dapat menurunkan tekanan darah 5mmHg sampai dengan 10 mmHg (Tabassum & Ahmad, 2011).
Tabel 2.3 Kandungan nutrisi dalam setiap 100 gr tomatNo Kandungan Gizi Jumlah
1. Energy
74 J
2. Karbohidrat 3,9 gr
3. Gula 2,6 gr
4. Serat pangan 1,2 gr
5. Lemak 0,2 gr
6. Protein 0,9 gr
7. Air 94,5 gr
8. Vitamin A 42 µg
9. Beta-karoten 449 µg
10. Lutein dan zeaxanthin 123 µg
11. Thiamin (vitamin B1) 0,037mg
12. Niacin (vitamin B3) 0,594 mg
13. Vitamin B6 0,08 mg
15. Vitamin E 0,54 mg
16. Vitamin K 7,9 mg
17. Magnesium 11 µg
18. Mangan 0,114mg
19. Fosfor 24 mg
20. Kalium 237 mg
21. Lycopene Menurut Aiska & Chandra (2014) bahwa dengan mengkonsumsi jus tomat dengan atau tanpa kulit secara rutin selama 7 hari dapat menurunkan tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di Panti Wreda Kota Semarang.
d.
Tata Cara Pembuatan dan Pemakaian Sebagai pedoman dalam mengonsumsi buah-buahan alami atau dalam memakai dan memanfaatkan terapi jus dan ramuan tradisional hedaknya diperhatikan tata cara pembuatan dan pemakaianya:
1) Sebelum dibuat menjadi jus atau ramuan, cuci semua bahan hingga bersih kecuali bahan-bahan yang kering.
2) Tomat ditimbang sebanyak 150 gram
3) Dipotong-potong kemudian dimasukan kedalam blender
Tomat yang sudah dipotong ditambah dengan 50 ml air kemudian diblender selama 2 menit 5)
Jus dimasukan kedalam gelas