FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI UPTD PUSKESMAS DRIEN RAMPAK KECAMATAN ARONGAN LAMBALEK KABUPATEN ACEH BARAT - Repository utu

  

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWANKABUPATEN

ACEH BARATTAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

  NIM : 06C10104260

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2012

  

GAMBARAN PELAYANAN KESEHATAN IBU DAN ANAK

DI PUSKESMAS JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN

ACEH BARAT TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH:

ANITA

  

NIM : 06C10104260

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan

Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar

  

Meulaboh

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS TEUKU UMAR

  

MEULABOH, ACEH BARAT

2012

  FAKTOR- FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN PROGRAM MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) DI UPTD PUSKESMAS DRIEN RAMPAK KECAMATAN ARONGAN LAMBALEK KABUPATEN ACEH BARAT SKRIPSI OLEH : RIMADA NATANEGARA NIM : 06C10104352 PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS TEUKU UMAR MEULABOH, ACEH BARAT TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Menurut UNICEF dan WHO, pneumonia merupakan salah satu major

  

forgotten killer of children (pembunuh anak utama yang terlupakan). Diperkirakan

  lebih dari 2 juta anak Balita meninggal dunia karena pneumonia atau radang paru akut setiap tahunnya, dan ini merupakan lebih dari 1/5 bagian dari 9 juta anak Balita yang meninggal setiap tahunnya. Angka ini melebihi angka kematian akibat AIDS, campak, malaria atau gabungan ketiganya. proyek percontohan nasional yaitu paket Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Paket MTBS ini di tujukan bagi tenaga kesehatan di tingkat dasar untuk memberikan pelayanan kesehatan dasar pada anak umur lima tahun ke bawah, pengobatan dan perawatan penderita diare, malaria, dan pneumonia, sekaligus pelayanan preventif seperti imunisasi, pemberian vitamin A, menilai dan memperbaiki cara pemberian ASI serta pelayanan promotif seperti memberikan konseling kepada ibu cara merawat dan mengobati anak sakit di rumah, serta masalah pemberian makan dan sebagainya.

  Pelaksanaan program MTBS akan berhasil bila seluruh kunjungan Balita ke puskesmas telah ditangani dengan pendekatan MTBS, dalam hal ini sangat diharapkan peran aktif pimpinan sebuah puskesmas, kemauan dan kemampuan tenaga kesehatan, tersedianya fasilitas untuk memberikan pelayanan MTBS.

  Sebuah puskesmas dikatakan telah melaksanakan MTBS dengan baik bila telah menangani minimal 10 kasus per hari, akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah kunjungan Balita sakit per hari cukup besar maka penerapan MTBS di puskemas dapat dilakukan secara bertahap (Depkes RI, 2007).

  Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) mengungkapkan rata-rata per tahun terdapat 401 bayi di Indonesia yang meninggal dunia sebelum umurnya mencapai 1 tahun. Bila dirinci, 157.000 bayi meninggal dunia per tahun atau 430 bayi per hari. Angka kematian bayi (AKB) tercatat 35 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian Balita yaitu 46 dari 1.000 Balita meninggal setiap tahunnya. Bila dirinci, kematian Balita ini mencapai 206.580 Balita per

  Angka kematian bayi (AKB) di Provinsi Aceh masih tergolong tinggi yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih tinggi dari rata-rata nasional yaitu 35 per 1.000 kelahiran hidup (PERSI, 2012). Pada kelompok bayi (0-11 bulan), penyebab terbanyak kematian adalah penyakit diare sebesar 42% dan pneumonia 24%, sedangkan pada kelompok Balita, kematian akibat diare sebesar 25,2%, pneumonia 15,5%, demam berdarah dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%. Kejadian gizi buruk pada Balita sebesar 5,4% dan gizi kurang sebesar 13% (RISK ESDAS, 2007).

  Sedangkan di Kabupaten Aceh Barat data rata- rata ISPA mencapai 60%, diare 30% dan penyakit infeksi lainnya sekitar 10% (Profil Dinas Kesehatan Aceh Barat, 2012).

  Adapun di Kecamatan Arongan Lambalek, sejak tiga tahun terakhir ISPA masih merupakan penyakit yang paling banyak diderita yaitu dengan data rata- rata pada tahun 2010 ISPA 40%, diare 15%, demam 32% sisanya adalah penyakit lainnya. Pada tahun 2011 yaitu ISPA 42%, diare 9%, demam 24% dan sisanya adalah penyakit lainnya. Dan pada tahun 2012 ISPA mencapai 47%, diare 8% dan sisanya adalah penyakit lainnya (Puskesmas Arongan Lambalek, 2013).

  Kunjungan ke poli MTBS pada tahun 2011 adalah sebanyak 510 orang, sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 650 orang.

  UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek adalah salah satu puskesmas Aceh Barat yang melaksanakan program MTBS dan telah berjalan sejak tahun 2007, angka kunjungan pasien per hari mencapai lebih kurang 4 sampai dengan 9 pasien. Progran MTBS sendiri di UPTD Puskesmas dan cakupan pelayanan pasien MTBS per hari hampir seluruhnya d itangani dengan pendekatan MTBS (Profil Puskesmas Arongan Lambalek, 2013).

  Namun observasi awal yang telah penulis lakukan beberapa hari di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek, terdapat beberapa permasalahan terkait dengan penerapan prosedur pelayanan program MTBS seperti, petugas tidak memberikan maupun menuntun pasien untuk mengisi formulir MTBS, serta petugas tidak membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun. Padahal semua rangkaian kegiatan tersebut merupakan standar yang telah ditetapkan oleh Kemenkes RI dan berlaku bagi seluruh Puskesmas di Indonesia.

  Dari uraian akar masalah yang telah peneliti paparkan diatas, maka peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan Program Manajemen Terpadu Balita Sakit

  (MTBS) di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat ”.

  1.2 Rumusan Masalah

  Dari latar belakang diatas, maka yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan Pelaksanaan Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.

  1.3 Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat.

  1.3.2 Tujuan Khusus 1.

  Untuk mengetahui hubungan peran petugas kesehatan di puskesmas terhadap pelaksanaan program MTBS.

  2. Untuk mengetahui hubungan kemampuan tenaga kesehatan dengan terhadap program MTBS.

  3. Untuk mengetahui hubungan sarana dan fasilitas dalam pelaksanaan terhadap program MTBS.

1.4 Manfaat Penelitian

  1.4.1 Manfaat Teoritis 1.

  Sebagai bahan informasi yang dapat dijadikan referensi bagi pengembangan ilmu pendidikan dan penelitian lebih lanjut khususnya tentang MTBS.

  2. Bagi penulis, kegiatan ini merupakan sarana untuk melatih dan menerapkan hasil belajar selama menempuh pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar dan sebagai tambahan ilmu serta wawasan kepada peneliti sendiri baik dalam hal teor i maupun cara menulis karya ilmiah yang benar.

  1.4.2 Manfaat Praktis 1.

  Untuk UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada Balita di Puskesmas Arongan Lambalek.

2. Sebagai sumbangan pemikiran dan tambahan informasi profesi kesehatan dalam menangani kesehatan Balita.

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

  2.1 Pelayanan Manaje men Terpadu Balita Sakit (MTBS)

  Pada saat memulai penerapan MTBS di puskesmas sebagaimana yang tercantum dalam modul pelaksanaan program MTBS (2005) sebagai acuan dalam pentahapan penerapan MTBS di puskesmas adalah sebagai berikut :

  1. Puskesmas yang memiliki kunjungan Balita sakit kurang dari satu atau sama dengan 10 orang per hari, pelayanan MTBS dapat diberikan langsung kepada seluruh Balita sakit. berikanlah pelayanan MTBS kepada 50% kunjungan Balita sakit pada tahap awal dan setelah 3 bulan pertama diharapkan telah seluruh Balita sakit mendapat pelayanan MTBS.

  3. Puskesmas yang memiliki kunjungan Balita sakit 21- 50 orang per hari berikan pelayanan MTBS kepada 25% kunjungan Balita sakit pada tahap awal dan setelah 6 bulan pertama diharapkan seluruh Balita sakit mendapat pelayanan Balita sakit.

  2.2 MTBS

  Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana Balita di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat dasar (Depkes RI, 2005).

  Derajat kesehatan penduduk secara keseluruhan dapat dilihat dari derajat kesehatan Balita. Derajat kesehatan mempunyai dua komponen yaitu komponen status kesehatan dan status lingkungan. Seseorang dikatakan sehat apabila dia tidak mempunyai keluhan kesehatan atau mempunyai keluhan kesehatan tetapi tidak mengganggu aktivitasnya. Status kesehatan Balita dapat dibedakan menjadi tiga yaitu Balita yang tidak mempunyai keluhan kesehatan, Balita yang mempunyai keluhan kesehatan tetapi tidak mengganggu aktivitasnya serta Balita yang mempunyai keluhan kesehatan dan mengganggu aktivitasnya. Secara umum banyak faktor yang mempengaruhi status kesehatan antara lain melalui program- program pemerintah dibidang kesehatan, faktor sosial ekonomi dan demografi, fasilitas kesehatan (Depkes RI, 2001).

  Pneumonia, diare, malaria, campak dan gizi buruk merupakan penyebab lebih dari 70% kematian anak umur di bawah 5 tahun. Dewasa ini terdapat cara- cara yang cukup efektif serta dapat dikerjakan untuk mencegah sebagian besar kematian tersebut berupa perawatan anak yang menderita penyakit- penyakit tersebut di fasilitas rawat jalan (Depkes RI, 2005).

  Pedoman MTBS ini sudah sesuai dengan pedoman yang ada dari program- program terkait, seperti pedoman penanganan diare, ISPA, malaria, pemberian imunisasi, vitamin A, dan sebagainya. Melalui MTBS petugas Puskesmas mengetahui cara menyatukan berbagai pedo man yang terpisah untuk masing- masing penyakit, ke dalam bentuk yang lebih komprehensif dan efisien dalam penanganan anak sakit.

  2.3 Tujuan MTBS

  Adapun tujuan pelaksanaan program MTBS adalah sebagai berikut :

  1. Membuat secara signifikan angka kesehatan dan kematian global yang terkait dengan penyebab utama penyakut pada Balita.

  2. Memberi kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan kesehatan anak.

  3. Kombinasi perbaikan tatalaksana kasus pada Balita sakit dengan aspek gizi, imunisasi dan konseling.

  2.4 Strategi MTBS 2.4.1 Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana kasus.

  keterampilan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan kasus Balita sakit. Dalam memberikan pelayanan terhadap Balita sakit petugas kesehatan harus benar-benar terampil dalam menilai tanda- tanda den gejala penyakit, status imunisasi dan pemberian vitamin A, kemudian menentukan klasifikasi dan tindakan yang sesuai serta memberi tindakan pra rujukan yang penting.

  2.4.2 Menperbaiki sistem kesehatan agar penanganan penyakit-penyakit pada Balita secara efektif.

  Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) akan meningkatkan akurasi identifikasi penyakit anak pada unit rawat jalan, menjamin kombinasi pengobatan yang tepat dari semua penyakit utama, memantapkan konseling bagi ibu/ pengasuh anak dan penyedia pelayanan pencegahan, serta mempercepat rujukan bagi anak yang sakit parah, sehingga kualitas pelayanan terhadap anak sakit bisa lebih baik.

  2.4.3 Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan pola pencarian pertolongan.

  Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) mempromosikan perilaku pencarian pengobatan yang tepat, memperbaiki gizi dan cara pencegahan serta penerapan secara benar pelayanan yang dianjurkan.

2.5 Manfaat Pelayanan MTBS

  Pelayanan MTBS yang bermutu adalah pelayanan keseha tan yang dapat memuaskan setiap pemakaian jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata- penduduk serta yang menyelenggarakan sesuai dengan standar dan karena memang telah ada ukurannya yakni rumusan standar serta kode etik profesi pada dasarnya merupakan kesepakatan antara warga profesi itu sendiri, dan karenanya wajib sifatnya untuk dipakai sebagai pedoman dalam menyelenggarakan setiap kegiatan profesi, termasuk pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2005).

  Manajemen terpadu Balita sakit (MTBS) apabila dapat diselenggarakan dengan baik, banyak sekali manfaat yang diperoleh. Secara umum manfaat yang dimaksud adalah : 2.5.1 Dapat meningkatkan efektifitas pelayanan kesehata n pada rawat jalan.

  Peningkatan efektifitas yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat diatasinya masalah kesehatan secara tepat terhadap Balita. Karena pelayanan kesehatan yang diselenggarakan telah sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ataupun standar yang telah ditetapkan.

  2.5.2 Dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan pada rawat jalan.

  Peningkatan efisiensi yang dimaksud disini erat hubungannya dengan dapat dicegahnya pelayanan kesehatan yang dibawah standar. Demikian pula halnya untuk pemakaian sumber daya yang tidak pada tempatnya yang ditemukan pada pelayanan yang berlebihan. Karena dalam MTBS telah ditetapkan standar pelayanan yang tepat untuk Balita sakit.

  2.5.3 Dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap pelaya nan kesehatan.

  Peningkatan penerimaan ini erat hubungannya dengan telah sesuainya pelayanan kesehatan dengan kebutuhan dan tuntutan pemakai jasa pelayanan.

  Apabila peningkatan penerimaan ini dapat diwujudkan pada gilirannya pasti akan keseluruhan.

  2.5.4 Dapat melindungi penyelenggaraan pelayanan dari kemungkinan timbulnya gugatan hukum.

  Pada saat ini sebagai akibat dari makin baiknya tingkat pendidikan masyarakat, maka kesadaran hukum masyarakat juga telah semakin meningkat.

  Untuk mencegah kemungkinan timbulnya gugatan hukum terhadap penyelenggaraan pelayanan, antara lain karena ketidakpuasan terhadap pelayanan kesehatan perlu dilaksanakan pelayanan sebaik- baiknya.

2.6 Proses Manajemen Kasus dalam MTBS

  Proses manajemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang memperlihatkan urutan langkah- langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya.

  Bagan tersebut menjelaskan langkah- langkah berikut ini :

  1. Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.

  Menilai anak berarti melakuka penilaian dengan cara amnesis dan pemeriksaan fisik. “membuat klasifikasi” berarti membuat sebuah keputusan mengenai kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya. Tenaga kesehatan akan memilih suatu kategori atau klasifikasi untuk setiap gejala utama yang berhubungan dengan berat ringannya penyakit. K lasifikasi merupakan suatu kategori untuk menentukan tindakan, bukan sebagai diagnosis spesifik penyakit. Bagan MTBS merekomendasikan tindaka n yang tepat untuk setiap klasifikasi. Adapun dalam modul MTBS 2005, disebutkan klasifikasi anak umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah sebagai berikut :

  : pneumonia berat atau penyakit sangat berat atau pneumonia atau batuk bukan pneumonia.

  b. Untuk anak yang menderita diare klasifikasinya meliputi: dehidrasi berat, dehidrasi ringan sedang/sedang diare tanpa dehidrasi, diare persisten berat, diare persisten, disentri.

  c. Untuk anak demam klasifikasinya adalah: daerah risiko tinggi malaria meliputi: penyakit berat dengan demam, malaria. Adapun daerah risiko rendah malaria meliputi penyakit berat dengan demam, malaria, demam mungkin bukan malaria. Namun jikan anak menderita campak k lasifikasinya adalah: campak dengan komplikasi berat, campak dengan komplikasi pada mata atau mulut dan campak. d. Adapun anak demam berdarah dengue kalsifikasinya adalah: demam berdarah dengue, mungkin demam berdarah dengue atau demam mungkin bukan demam berdarah dengue.

  e. Untuk anak yang mempunyai masalah telinga klasifikasinya adalah: mastoiditis, infeksi telinga akut, infeksi telinga kronis, dan tidak ada infeksi telinga.

  f. Untuk memeriksa status gizi dan anemia klasifikasinya adalah: gizi buruk dan atau anemia berat, BGM dan atau anemia, tidak BGM dan tidak anemia.

  2. Menentukan tindakan dan memberi pengobatan.

  Menentukan tindakan dan memberi pengobatan berarti menentukan tindakan dan memberi pengobatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan setiap cara memberi obat serta tindakan lain yang harus dilakukan di rumah. Untuk menentukan tindakan pengobatan telah disesuaikan dalam buku bagan MTBS.

  3. Memberi konseling bagi ibu Memberi konseling bagi ibu juga termasuk menilai cara pemberian makan anak, memberi anjuran pemberian makan yang baik untuk anak serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas kesehatan.

  4. Memberi pelayanan tindak lanjut.

  Tindak lanjut berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan ulang.

  5. Manajemen terpadu bayi muda umur 1 hari sampai 2 bulan.

  Manajemen teradu Balita muda meliputi: menilai dan membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan memberi pengobatan, konse ling dan tindak lanjut pada bayi umur 1 hari sampai 2 bulan baik sehat maupun sakit. Pada prinsipnya proses manajemen kasus pada bayi muda umur 1 sampai 2 bulan tidak berbeda dengan anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.

  Untuk mempermudah dalam memberikan pelayanan kepada Balita dengan sistem MTBS telah dirangkum dalam suatu bagan yang dapat digunakan sebagai pedoman yang lebih mudah dalam memberika pelayanan kesehatan terhadap Balita.

  Cara memilih bagan manajemen kasus secara tepat apabila anak umur 2 b ulan sampai 5 tahun pilih bagan “PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK

  UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN”. Sampai 5 tahun berarti anak belum mencapai ulang tahunnya yang kelima. Kelompok umur ini termasuk Balita umur tahun. Seorang anak yang berumur 2 bulan akan masuk kedalam kelompok umur 2 bulan sampai bukan dalam kelompok 1 hari sampai 2 bulan.

2.7 Persiapan Penerapan MTBS di Puskesmas

  Menurut modul pengantar MTBS di Puskesmas (2005), menjelaskan bahwa dalam memulai penerapan MTBS di Puskesmas, pertama kali harus dilakukan penilaian terhadap jumlah kunjungan Balita sakit perhari. Seluruh Balita sakit yang datang ke Puskesmas diharapkan ditangani dengan pendekatan MTBS, bila jumlah kunjungan tidak banyak (kurang dari 10 kasus perhari). Akan tetapi bila perbandingan jumlah tenaga kesehatan yang telah dilatih MTBS dan jumlah kunjungan Balita sakit perhari cukup besar maka penerapan MTBS di Puskesmas dilakukan secara bertahap. Hal ini tergantung pada apakah petugas tersebut juga dibebani untuk menangani pasien yang bukan Balita, kegiatan ke Posyandu dan lain- lain.

  Dalam memulai penerapan tidak ada patokan khusus besarnya presentase kunjungan Balita sakit yang ditangani dengan pendekatan MTBS. Tiap Puskesmas perlu memperkirakan kemampuannya mengenai seberapa besar Balita sakit yang akan ditangani pada saat awal penerapan dan kapan dicakup 100%. Penerapan MTBS di Puskesmas secara bertahap dilaksanakan sesuai dengan keadaan pelayanan rawat jalan ditiap Puskesmas. Pada beberapa Puskesmas bahkan diadakan pemisahan khusus untuk poli “MTBS” atau poli anak yang hanya melayani Balita sakit. menerapkan MTBS dalam pelayanan kepada Balita sakit meliputi desiminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas Puskesmas, rencana penerapan MTBS, rencana penyiapan obat dan alat dan pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan MTBS di Puskesmas, Puskesmas pembantu (pustu) dan pondok bersalin desa (polindes).

2.8 Penerapan MTBS di Puskesmas

  Bentuk pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas bersifat menyeluruh (comprehensive health care service) meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Prioritas pelayanan yang dikembangkan oleh Puskesmas lebih diarahkan kebentuk pelayanan kesehatan dasar (basic health care

  

service ) yang lebih mengutamakan upaya promosi dan pencegahan (public health

service ). Untuk mencapai cakupan pelayanan yang luas dan merata, secara organisatoris Puskesmas ditunjang oleh Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, Posyandu dan bidan desa.

  Keputusan pelaksanaan MTBS harus di dasarkan pada jumlah petugas kesehatan, jumlah petugas kesehatan yang telah dilatih MTBS, jumlah kunjungan, penjabaran tugas-tugas lainnya. Informasi mengenai pentahapan penerapan MTBS harus diketahui oleh petugas kesehatan lain di Puskesmas.

  Khusus penerapan bayi muda, penatalaksanaan bayi muda lebih dititik beratkan pada saat petugas kesehatan melakukan kunjungan neonatal yaitu 2 kali selama periode neonatal. K unjungan pertama dilaksanakan pada 7 hari pertama dan kunjungan kedua pada hari 8- 28 hari. Selama ini jangkauan pelayanan bayi keluar rumah sebelum umur 40 hari, apa lagi tidak semua persalinan dilakukan oleh petugas kesehatan.

  Oleh karena itu perlu pendekatan lebih aktif yaitu dimulai sejak pelayanan antenatal yang diikuti sampai masa nifas. Alat bantu yang bisa dilakukan adalah register kohort ibu hamil dan kantong taksiran persalinan, sehingga sebagian besar bayi baru lahir dapat diketahui oleh petugas kesehatan setempat. Dengan memanfaatkan kantong persalinan, petugas dapat merencanakan kunjungan neonatal berdasarkan Hari Taksiran Persalinan (HTP).

  Kunjungan neonatal adalah kontak bayi dengan bidan atau perawat di rumah ataupun di klinik untuk mendapatkan pelayanan terpadu bayi muda, instrumen yang digunakan pada saat kunjungan neonatal adalah formulir pencatatan bayi muda.

2.9 Faktor- faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan MTBS

  2.9.1 Jarak ke Pusat Pelayanan

  Menurut Depkes RI (2001), salah satu faktor yang mempengaruhi pelaksanaan program MTBS adalah jarak ke pusat pelayanan. Jarak ke pusat pelayanan adalah suatu ukuran jarak tempuh pasien ke pusat pelayanan kesehatan dengan melihat kendala- kendala yang didapat serta kemudahan untuk menuju ke pusat pelayanan kesehatan. Jarak tempat tinggal pasien dengan pusat pelayanan sangat berpengaruh pada pelaksanaan program MTBS, karena dengan jarak tempuh yang mudah dijangkau oleh masyarakat untuk menuju ke pusat pelayanan kesehatan maka akan mendukung keberhasilan program MTBS dan juga akan mempengaruhi keberhasilan program MTBS. Karena progra m MTBS membutuhkan kunjungan ulang untuk beberapa kali demi pelayanan yang optimal, oleh karena itu jarak ke pusat pelayanan akan sangat mempengaruhi berhasil atau tidak berhasilnya pelaksanaan program MTBS.

  2.9.2 Peran Petugas Kesehatan

  Menurut Depkes RI (2005) petugas kesehatan adalah tenaga atau pegawai yang mempunyai tugas dan peran dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah tempat dimana bekerja dalam bentuk kegiatan yang berhubungan dengan pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), promosi kesehatan (promotif), dan rehabilitasi (rehabilitatif).

  Berdasarkan sumber yang sama disebutkan pula bahwa tenaga pelayan kesehatan terdiri dari batasan pengertian dan kegiatan tenaga pelayanan kesehatan yaitu tenaga atau pegawai yang mempunyai tugas dan peran dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah tempat dimana bekerja dalam bentuk kegiatan yang berhubungan dengan preventif, kuratif, promotif, serta rehabilitatif.

  Pelayanan kesehatan yang berkualitas tidak akan terlepas dari tenaga pemberi jasa pelayanan tersebut baik dari segi jumlah, keahlian dan latar belakang atau pengalaman pribadinya. Dengan pengetahuan dan kompetensi yang sesuai maka efektivitas pelayanan akan semakin tinggi karena semakin efektif pelayanan kesehatan maka makin tinggi pula pemanfaatan pelayanan kesehatan yang dirasakan. tenaga saja tapi dengan jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar sehungga diperlukan jumlah tenaga kesehatan yang dapat seimbang dan merata pada semua lapisan masyarakat. Di samping itu jumlah tenaga yang lebih banyak dengan keahlian dan keprofesionalan yang lebih bermutu maka pemanfaatan pelayanan diharapkan dapat memberikan perubahan derajat kesehatan masyarakat yang lebih optimal.

  Petugas Puskesmas sudah pengalaman dalam mengobati penyakit-penyakit yang umum menyerang anak. Mereka sering melakukan pelatihan, menggunakan pedoman terpisah untuk masing- masing penyakit, misalnya pedoman pengobatan malaria, pedoman tatalaksana ISPA, atau pedoman penanganan diare. Namun demikian mereka mungkin mengalami kesulitan dalam mengabungkan berbagai pedoman yang terpisah pada saat menangani anak yang menderita beberapa penyakit. Petugas Puskesmas mungkin tidak dapat menentukan tindakan dan mengobati seluruh masalah anak sakit dengan waktu dan obat yang terbatas. Ada beberapa penyakit yang saling berkaitan misalnya diare yang berulang, sering kali menyebabkan gizi buruk, diare yang bersamaan atau menyertai campak biasanya lebih parah. Karena itu penanganan kasus yang efektif perlu memperhitungkan semua gejala anak sakit.

  Dalam penerapan MTBS, tenaga kesehatan diajarkan untuk memperhatikan secara cepat semua gejala anak sakit, se hingga segera dapat ditentukan apakah anak dalam keadaan sakit berat dan perlu segera dirujuk. Jika penyakitnya tidak parah, selanjutnya tenaga kesehatan bisa memberi pengobatan sesuai pedoman MTBS. Dalam pedoman MTBS juga diuraikan cara konseling

  Mananajemen terpadu Balita sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana Balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak Balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut.

  Dari langkah- langkah yang diterapkan dalam MTBS, jelas bahwa keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas di Puskesmas sangat erat.

  Oleh karena itu seluruh petugas kesehatan di Puskesmas perlu memahami MTBS dan perannya untuk memperlancar penerapan MTBS.

  Kegiatan desiminasi informasi MTBS kepada seluruh petugas Puskesmas dilaksanakan dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh seluruh petugas yang meliputi perawat, bidan, petugas gizi, petugas imunisasi, petugas obat, pengelola SP2TP, pengelola program P2M, petugas loket dan lain- lain.

  Desiminasi informasi dilaksanakan oleh petugas yang telah dilatih MTBS, bila perlu dihadiri oleh supervisor dari dinas kesehatan kabupaten/kota. Informasi yang harus disampaikan meliputi : konsep umum MTBS serta peran dan tanggung jawab petugas Puskesmas dalam penerapan MTBS.

2.9.3 Kemampuan Petugas Kesehatan

  Dari langkah-langkah yang diterapkan dalam MTBS jelas bahwa keterkaitan peran dan tanggung jawab antar petugas Puskesmas sangat erat.

  Melakukan pemeriksaan umum terhadap bayi dan Balita meliputi :

  1. Inspeksi yaitu pemeriksaan dengan melihat

  2. Palpasi yaitu pemeriksaan dengan meraba

  3. Auskultasi yaitu pemeriksaan dengan mendengar serta

  4. Pemeriksaan dengan seni bertanya Menyampaikan cara memberikan makanan, imunisasi serta penyuluhan dan konseling kesehatan terhadap ibu dan anak.

  Petugas kesehatan harus terampil dalam menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, dan pemberian vitamin A. Membuat klasifikasi, menentukan tindakan sesuai dengan klasifikasi anak, dan memutuskan apakah seorang anak perlu dirujuk, memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama antibiotik suntikan kinin dan perawatan anak untuk mencegah turunnya gula darah serta merujuk anak.

  Petugas pelaksana MTBS adalah tenaga kesehatan di unit rawat jalan meliputi tenaga medis adalah dokter dan tenaga paramedis yaitu perawat dan bidan. MTBS tidak bisa dilaksanakan oleh kader.

  Dari gambaran penyakit penyebab kematian neonatal di Indonesia, dan permasalahan kesehatan neonatal yang kompleks dimana dipengaruhi oleh faktor medis, sosial dan budaya maka petugas kesehatan harus mampu melakukan perawatan terhadap bayi neonatal, promosi perawatan bayi neonatal kepada ibunya, serta pertolongan pertama bayi neonatal yang mengalami gangguan kesehatan atau sakit (DepkesRI, 2007).

  Berdasarkan konsep Depkes RI (2005) juga menjelaskan bahwa perlengkapan alat-alat kesehatan yang menunjang pengobatan hendaknya untuk keperluan inventarisasi digolongkan dalam dua jenis termasuk jenis yang dapat habis terpakai dan yang tidak, hendaknya barang-barang ditentukan demikian.

  Jumlah dan macam perlengkapan pokok yang diperlukan oleh tiap kelompok stok guna melaksanakan program yang diberikan kepadanya. Anggota staf yang bersangkutan dipertanggungjawabkan atas pemeliharaan dan penggunaan perlengkapan yang diterimanya. Tanggal habisnya daya guna obat-obat harus dicatat sehingga obat yang paling dahulu habis daya gunanya dipakai terdahulu.

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menerapkan MTBS adalah : penyiapan obat, alat, formulir MTBS dan kartu nasehat ibu. Penyiapan logistik ini perlu direncanakan, karena bila tidak dipersiapkan dengan baik akan mengganggu kelancaran penerapan MTBS.

  1. Penyiapan obat dan alat Secara umum obat-obat yang digunakan dalam MTBS telah termasuk

  Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN) dan laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) yang digunakan di Puskesmas diantaranya : Golongan antibiotik pediatrik baik berupa I injeksi tablet maupun syrup seperti cotrimoxanol, amoxicillin, tetrasiklin, golongan obat anti malaria seperti tablet kina, kloroquin, primaquin, tablet antesunat dan sebagainya.

  Adapun peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan MTBS adalah buku bagan MTBS sebagai panduan. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik, infuse set, semprit dan jarum suntik, timbangan berat badan, termometer, tensimeter anak bila ada, gelas sendok dan teko tempat air matang dan bersih.

  2. Penyiapan formulir MTBS Dalam memberikan pelayanan kepada pasien penyiapan formulir perlu dilakukan untuk memperlancar pelayanan, bentuk formulir tersebut telah disesuaikan oleh standar MTBS secara nasional, formulir rawat jalan MTBS merupakan alat pencatatan yang belum ada di puskesmas, sehingga perlu dipikirkan cara pengadaan formulir tersebut.

  3. Penyesuaian alur pelayanan Salah satu konsekuensi penerapan MTBS di puskesmas waktu pelayanan menjadi lebih lama, guna mengurangi waktu tunggu bagi Balita sakit perlu dilakukan penyesuaian alur pelayanan, untuk memperlancar pelayanan. Penyesuaian alur pelayanan perlu disepakati oleh seluruh petugas kesehatan yang ada di Puskesmas.

  Pada fasilitas kesehatan strategi MTBS akan meningkatkan akurasi identifikasi penyakit anak pada unit rawat jalan, menjamin kombinasi pengobatan yang tepat dari semua penyakit utama, memantapkan ko nseling bagi ibu/pengasuh anak dan penyedia pelayanan pencegahan, serta mempercepat rujukan bagi anak yang sakit parah, strategi ini bertujuan memperbaiki kualitas pelayanan anak sakit pada tingkat rujukan di rumah, strategi ini mempromosikan perilaku pencarian pengobatan yang tepat. Memperbaiki gizi dan cara pencegahan serta penerapan secara benar pelayanan yang dianjurkan.

  4. Pengendalian dan penilaian pelaksanaan program Untuk mengertahui keberhasilan pelaksanaan pelayanan kesehatan, sektor kesehatan yang juga telah dimasukkan kedalam GBHN. Indikator ini secara spesifik diuraikan kedalam sistem kesehatan nasional (SKN). Indikator pelayanan kesehatan tersebut meliputi : derajat kesehatan, upaya kesehatan, demografi, perilaku penduduk terhadap kesehatan, pengadaan sumber daya, pemanfaatan sumber daya, kesepakatan kebijakan, potensi organisasi kemasyarakatan dan lingkungan.

2.10 Pencatatan dan Pelaporan Hasil Pelayanan

  Pencatatan dan pelaporan di Puskesmas yang menerapkan MTBS sama dengan Puskesmas lain yaitu menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan terpadu (SP2TP) Sebelum masuk ke dalam sistem pelaporan. Dari seluruh laporan yang ada, laporan bulanan data kesakitan adalah laporan yang memerlukan perhatian khusus. Hasil pemeriksaan dalam MTBS ditulis dalam bentuk klasifikasi penyakit sedangkan pelaporan yang ada dalam bentuk diagnosis diperlukan konversi dari klasifikasi ke dalam bentuk diagnosa dan menggunakan penomoran kode LB I.

2.11 Kerangka Teoritis

  Depkes RI, 2005 Peran pimpinan

  Keberhasilan Program Peran petugas kesehatan Skill/ kemampuan petugas MTBS Sarana dan fasilitas

  Depkes RI, 2001 Organisasi dan Manajemen Jarak ke pusat pelayanan Sarana dan fasilitas

  

Gambar 1. Kerangka Teoritis

  2.12 Kerangka Konsep Penelitian

  Berdasarkan Depkes RI tahun 2005 dan 2001 bahwa dalam melaksanakan program manajemen terpadu Balita sakit kepada masyarakat, maka p emerintah menetapkan indikator pelaksanaan pelayanan kesehatan. Teori ini didukung oleh teori lain mengenai variabel independen, maka konsep pemikiran digambarkan sebagai berikut:

  Variabel Independen Variabel Dependen

  Peran petugas kesehatan Pelaksanaan Program MTBS

  Kemampuan tenaga kesehatan Sarana dan fasilitas

  

Gambar 2. Kerangka Konseptual

  2.13 Hipotesa Penelitian

  1. Adanya hubungan antara peran petugas kesehatan di puskesmas terhadap pelaksanaan program MTBS.

  2. Adanya hubungan antara kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas terhadap pelaksanaan program MTBS.

  3. Adanya hubungan antara sarana dan fasilitas terhadap pelaksanaan program MTBS.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

  3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

  Penelitian ini bersifat analitik dengan rancangan cross secsional (mengukur variabel dependen dan independen pada waktu yang ber samaan dengan satu kali kunjungan untuk hasil penelitian) yaitu untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang berhubungan dengan pelaksanaan program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat tahun 2013.

  3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian dilakukan di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat pada bulan Juni s/d Juli tahun 2013.

  3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

  Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu- ibu yang membawa Balita untuk berkunjung ke poli MTBS di Puskesmas Arongan Lambalek pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan data dari Puskesmas Arongan Lambalek, kunjungan pada tahun 2011 adalah sebanyak 510 orang, sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 650 orang. Maka populasi pada penelitian ini adalah 650 orang.

3.3.2. Sampel

  6

  Kecamatan Arongan Lambalek dan setiap responden yang datang berkunjung akan langsung diwawancarai sehingga mencapai 86 orang.

  

Sampling , yaitu peneliti akan menunggu di UPTD Puskesmas Drien Rampak

  n = 86 Pengambilan sampel pada penelitian ini adalah menggunakan Accidental

  7 650

  50 ,

  n =

  1 650 

  Cara menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus yang dikemukakan oleh slovin didalam Notoadmodjo (2010) yaitu : n = 2

  ) ( 1 d N

   =

  1 650

  ( 1 . 650

   n = 2 )

  N

  ) ( 1 d N

   Dimana : n : Sampel N : Populasi d : Penyimpangan statistik dari sampel terhadap populasi, ditetapkan sebesar 0,1 Diketahui jumlah populasi sebanyak 650 Batita. n = 2

  N

  50 ,

3.4. Metode Pengumpulan Data

  3.4.1. Data Prime r

  Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan menggunakan kueisioner yang telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya meliputi: peran petugas kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan serta sarana dan fasilitas.

  3.4.2. Data Sekunder

  Didapat dari UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek berupa data kunjungan pasien, Dinas Kesehatan Aceh Barat serta

3.5. Definisi Operasional

  

Variabel Dependen

  1 Pelaksanaan Program MTBS

  Definisi Pelaksanaan suatu program pelayanan kesehatan terpadu kepada Balita

  Cara Ukur Wawancara Alat Ukur Kuesioner Hasil Ukur Berhasil

  Tidak Berhasil Skala Ukur Ordinal

  Variabel Independen

  Peran Petugas

  1 Definisi Kesediaan dan menyesuaikan alur

  Kesehatan pelayanan dalam melaksanakan program MTBS

  Cara Ukur Wawancara Alat Ukur Kuesioner Hasil Ukur Baik

  Kurang Baik Skala Ukur Ordinal

  Kemampuan Keadaan yang menunjukkan

  2 Definisi Tenaga kesanggupan dan Kesehatan keterampilan tenaga kesehatan

  Cara Ukur Wawancara Alat Ukur Kuesioner Hasil Ukur Baik

  Kurang Baik Skala Ukur Ordinal

  Sarana dan Menyangkut sarana penunjang/

  3 Definisi Fasilitas fasilitas pendukung dalam pelayanan MTBS

  Cara Ukur Wawancara Alat Ukur Kuesioner Hasil Ukur Mendukung

  Tidak Mendukung

  Skala Ukur Ordinal

3.6. Aspek Pengukuran Variabel

  1. Pelaksanaan program MTBS Berhasil : Apabila responden menjawab benar dengan skor > 11 Tidak berhasil : Apabila responden menjawab benar dengan skor < 11

  2. Peran petugas kesehatan Baik : Apabila responden menjawab benar dengan skor > 17 Kurang : Apabila responden menjawab benar dengan skor < 17

  3. Kemampuan tenaga kesehatan Baik : Apabila responden menjawab benar dengan skor > 20 Kurang : Apabila responden menjawab benar dengan skor < 20

  4. Sarana dan fasilitas Mendukung : Apabila responden menjawab benar dengan skor > 9 Tidak mendukung : Apabila responden menjawab benar dengan skor < 9

3.7. Teknik Analisis Data

  Data yang diperoleh akan dianalisis secara bertahap sebagai berikut :

  3.7.1 Analisis Univariat variabel- variabel yang diteliti.

  3.7.2 Analisis Bivariat

  Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan variabel bebas denga n variabel terikat yaitu setiap variabel diolah dan di uji dengan menggunakan formula : X² Dimana perhitungan dilakukan dengan komputerisasi untuk membuktikan hipotesis yaitu dengan ketentuan jika p value < 0,05 (Ho ditolak) sehingga disimpulkan Ha benar yang berarti ada hubungan yang bermakna.

  Menurut Sutanto (2007) aturan yang berlaku pada uji chi square adalah Bila pada tabel 2 x 2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5, maka yang digunakan adalah ”

  Fisher’s Exact Test

BAB IV HASIL PEN ELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Univariat

Tabel 4.1 Distribusi Pelaksanaan Program Manaje men Terpadu Balita Sakit (MTBS) di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan

  

Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013

No MTBS Frekuensi (n) Persentase (%)

  1 Berhasil 16 18,6

  2 Tidak Berhasil 70 81,4 Jumlah

  86 100 Sumber : Data Primer (Diolah, 2013)

  Berdasarkan tabel 4.1 diatas, maka dapat dilihat bahwa pelaksanaan program MTBS di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek adalah mayoritas tidak berhasil yaitu 81,4%.

Tabel 4.2 Distribusi Peran Petugas Kesehatan di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat

  Tahun 2013

No Peran Petugas Kesehatan Frekuensi (n) Persentase (%)

  1 Baik 4 4,7

  2 Kurang 82 95,3 Jumlah

  86 100 Sumber : Data Primer (Diolah, 2013)

  Berdasarkan tabel 4.2 diatas, maka dapat dilihat bahwa peran petugas kesehatan di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek adalah mayoritas kurang yaitu 95,3%.

Tabel 4.3 Distribusi Ke mampuan Tenaga Kesehatan di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh

  Barat Tahun 2013

No Kemampuan Tenaga Kesehatan Frekuensi (n) Persentase (%)

  1 Baik 5 5,8

  2 Kurang 81 94,2 Jumlah

  86 100 Sumber : Data Primer (Diolah, 2013)

  Berdasarkan tabel 4.3 diatas, maka dapat dilihat bahwa kemampuan tenaga kesehatan di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek adalah mayoritas kurang yaitu dengan persetase 94,2%.

Tabel 4.4 Distribusi Sarana dan Fasilitas di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat

  Tahun 2013

No Sarana dan Fasilitas Frekuensi Persentase (%)

  1 Mendukung 67 77,9

  2 Tidak Mendukung 19 22,1 Jumlah

  86 100 Sumber : Data Primer (Diolah, 2013)

  Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka dapat dilihat bahwa sarana dan fasilitas di UPTD Puskesmas Drien Rampak Kecamatan Arongan Lambalek adalah mayoritas mendukung yaitu 77,9%.

4.2 Analisis Bivariat

Tabel 4.5 Distribusi Hubungan Peran Petugas Kesehatan terhadap Pelaksanaan Program MTBS di UPTD Puskesmas Drien

  Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 Pelaksanaan Program MTBS Jumlah Peran P

  Petugas OR

  Berhasil Tidak Berhasil

  Value Kesehatan

  n % n % n %

  16 Baik

  3

  75

  1

  25 4 100 0,019

  Kurang 13 15,9 69 84,1 82 100

  Jumlah

  13

  41

  86 Sumber : Data Primer (Diolah, 2013)

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa dari 4 responden yang mengatakan peran petugas kesehatan baik terdapat 75% berpendapat bahwa pelaksanaan program

  MTBS nya berhasil. Sedangkan dari 82 responden yang mengatakan peran petugas kesehatan kurang terdapat 84,1% berpendapat bahwa pelaksanaan program MTBS nya tidak berhasil.

  Dari hasil uji Chi Square didapat P Value 0,019 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan peran petugas kesehatan terhadap pelaksanaan program MTBS. Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 16 yang artinya mayoritas yang mendapatkan peran petugas kesehatan baik mempunyai peluang 16 kali untuk pelaksanaan program MTBS nya berhasil dibandingkan dengan mayoritas yang kurang mendapatkan peran petugas kesehatan.

Tabel 4.6 Distribusi Hubungan Kemampuan Tenaga Kesehatan terhadap Pelaksanaan Program MTBS di UPTD Puskesmas Drien

  Rampak Kecamatan Arongan Lambalek Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013 Pelaksanaan Program MTBS Jumlah Kemampuan P

  Tenaga OR