FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT DI PUSKESMAS DI KABUPATEN TABANAN TAHUN 2016.

(1)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

DI PUSKESMAS DI KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2016

KADEK DWI ADNYANI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(2)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

DI PUSKESMAS DI KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2016

KADEK DWI ADNYANI

1420015024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(3)

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAKSANAAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS)

DI PUSKESMAS DI KABUPATEN TABANAN

TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT

KADEK DWI ADNYANI

1420015024

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA


(4)

(5)

(6)

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat Beliaulah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Di Kabupaten Tabanan Tahun 2016 ” ini tepat pada waktunya.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. dr. I Made Ady Wirawan, MPH, Ph. D, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2. dr. I Ketut TangkingWidarsa, MPH selaku pembimbing yang telah

memberikan masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Bapak/Ibu Dosen beserta Bapak/Ibu staf pegawai Program Studi

Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan arahan, saran dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan, Kepala Puskesmas dan Bidan di Puskesmas Kabupaten Tabanan, yang telah membantu dalam memberikan informasi untuk penyusunan data dalam penelitian skripsi ini.

5. Keluarga, sahabat, serta teman-teman IKM Matrikulasi yang tidak bisa disebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini.


(7)

Demikian skripsi ini disusun semoga dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan pihak lain yang menggunakan.

Denpasar, Juni 2016


(8)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

PEMINATAN KESEHATAN IBU DAN ANAK Skripsi, Juni 2016

Kadek Dwi Adnyani

Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Di Puskesmas Di Kabupaten Tabanan Tahun 2016

ABSTRAK

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan strategi yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita di Indonesia. Indikator penerapan MTBS yang baik bila minimal 60 % dari jumlah kunjungan balita sakitmendapat pelayanan MTBS. Capaian MTBS di Kabupaten Tabanan masih jauh dibawah target, oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS di puskesmas di kabupaten Tabanan.

Penelitian ini menggunakan rancangan cross-sectional analitik yang di lakukan pada 40 bidan yang melaksanakan MTBS di 20 puskesmas di Kabupaten Tabanan. Data balita sakit dan layanan MTBS di kumpulan catatan medis, data pengetahuan dan dukungan kepemimpinan dikumpulkan melalui kuisioner serta data sarana prasarana MTBS dikumpulkan dengan cara observasi,tingkat pemanfaatan MTBS dihitung dengan cara membagi balita sakit yang mendapat MTBS dengan jumlah balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas. Analisis hubungan faktor yang mempengaruhi capaian MTBS dilakukan secara bivariat dengan uji Chi Square dan multivariat dengan regresi logistik.

Dari hasil analisis didapatkan 3 dari 6 variabel bebas yang memiliki pengaruh signifikan yaitu : Pengetahuan (OR=5,8 95%CI=1,10-23,4, p = 0,03), Pelatihan (OR= 5,3 95%CI= 1,4 - 21,1, p = 0,014), Dukungan kepemimpinan (OR= 10, 95%CI= 1,8-55,9, p = 0,004), dari hasil analisis regresi logistik didapatkan hanya 2 variabel yang memiliki pengaruh secara nyata p > 0,05. variabel pelatihan memiliki nilai (OR= 13,2 95% CI=1,6-109,4) dan dukungan kepala puskesmas memiliki nilai (OR=36,2 95% CI = 2,4 - 560,6).

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa capaian MTBS di Tabanan masih rendah di pengaruhi oleh belum semua bidan mendapatkan pelatihan dan kurangnya dukungan kepemimpinan kepala puskesmas.


(9)

SCHOOL OF PUBLIC HEALTH MEDICAL FACULTY

UDAYANAN UNIVERSITY

MATERNAL AND CHILD HEALTH Skripsi, June 2016

Kadek Dwi Adnyani

Factors Affecting Implementation of Integrated Management of Childhood Illness ( IMCI ) At Primary health center in Tabanan regency 2016

ABSTRACT

Implementation of Integrated Management of Childhood Illness ( IMCI ) is a strategy developed by the Indonesian government as an effort to reduce infants and under five (years) mortality in Indonesia. IMCI implementation indicator was stated good, when at least 60 percent of the sick toddlers visits receive an IMCI services. The achievement of IMCI in Tabanan still far below the target, therefore the purpose of the study is to examine the factors that affect the implementation of IMCI in primary health centers in Tabanan regency.

This study uses a cross-sectional analytical which is done on 40 midwives who conducting IMCI in 20 public health centers in Tabanan regency. Data for sick toddlers and IMCI services collected through medical records, knowledge data and leadership support data collected through questionnaire, and IMCI infrastructure Data collected by observation, the utilization rate of IMCI calculated by dividing the sick toddlers who received IMCI with the number of sick toddlers. Analysis of the relationship between which affect the scope of IMCI conducted bivariate with Chi-Square test and multivariate with logistic regression.

The analysis results that 3 of 6 independent variables which has the effect, that is: Knowledge (OR = 5.8 95% CI = 1.10 to 23.4, p = 0.03), Training (OR = 5.3 95% CI = 1.4 to 21.1, p = 0.014), Leadership support (OR = 10 95% CI = 1.8 to 55.9, p = 0.004), the results of logistic regression analysis obtained only two variables that have the effect of significantly p> 0.05. training variable has a value (OR = 13.2 95% CI = 1.6 to 109.4) and the Public health support head has a value (OR = 36.2 95% CI = 2.4 to 560.6).

From this research can be concluded that IMCI achievement in Tabanan are still low influenced by the factor that not all midwives receive training and the lack of leadership of the public health centers head.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ... i

Halaman Judul dengan Spesifikasi... ii

Halaman Persetujuan Pembimbing ... iii

Halaman Persetujuan Penguji……….iv

Kata Pengantar ... v

Abstrak…………. ... vii

Daftar Isi………ix

Daftar Tabel………xi Daftar Bagan………..xii Daftar Singkatan dan Istilah………..xiii Daftar Lampiran………xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Pertanyaan Penelitian ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

1.5.1 Manfaat Praktis ... 4

1.5.2 Manfaat Teoritis ... 5

1.6 Ruang Lingku Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 2.1 MTBS ... 6

2.1.1 Pengetian MTBS... 6

2.1.2 Sasaran MTBS ... 6

2.1.3 Pelaksanaan MTBS di puskesmas ... 7

2.1.4 Nakes yang melaksanakan MTBS……… ..8

2.1.5 Cakupan Pelayanan MTBS………..9


(11)

BAB III KERANGKA KONSEP ...

3.1 Kerangka Konsep ... 20

3.2 Hipotesis………...21

3.3 Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 21

3.3.1Variabel Penelitian ... 21

3.3.2 Definisi Operasional………22

BAB IV METODE PENELITIAN ... 26

4.1 Desain Penelitian ... 26

4.2 Lokasi dan Waktu ... 26

4.3 Populasi dan sampel ... 26

4.4 Pengumpulan Data ... 26

4.5 Pengolahan Data ... 27

4.6 Teknik Analisa Data ... 28

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Kondisi Lokasi Penelitian ...31

5.2 Karakteristik Sampel Penelitian……….32

5.3. Deskriptif Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS………..33

5.4. Analisis Bivariat Fakor yang Mempengaruhi MTBS……….34

5.5. Analisis Multivariat Faktor yang Mempengaruhi MTBS…………...35

BAB VI PEMBAHASAN………37

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan………41

7.2. Saran………..41 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Nama obat yang digunakan di MTBS ... .14

Tabel 3.3.2. Definisi Operasional ... ..21

Tabel 5.1. Karakteristik sampel berdasarkan umur dan Pendidikan ... ..32

Tabel 5.2 Deskriptif Faktor yang Mempengaruhi MTBS………33

Tabel 5.3 Analisis Bivariat Faktor yang Mempengaruhi MTBS………...34


(13)

DAFTAR BAGAN

Halaman Gambar 2.1 Bagan Tatalaksana kasus dg MTBS………8 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………20


(14)

DAFTAR SINGKATAN

AKB : Angka Kematian Bayi AKABA : Angka Kematian Balita

SDKI : Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

MDG’S : Millennium Development Goals

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar KIA : Kesehatan Ibu dan Anak KH : Kelahiran Hidup

KNI : Kartu Nasehat Ibu

MTBS : Manajemen Terpadu Balita Sakit MTBM : Manajemen Terpadu Bayi Muda APBN : Anggaran Pendapatan Belanja Negara SOP : Standar Operasional Prosedur

DOEN : Daftar Obat Esensial Nasional


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Penelitian 2. Penjelasan Penelitian

3. Lembar Persetujuan Penelitian 4. Kuesioner Penelitian

5. Surat ijin penelitian

6. Rekomendasi ijin penelitian dari Badan Penanaman Modal dan Perizinan 7. Rekomendasi ijin penelitian dan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik 8. Surat Ethical Clearance


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu parameter derajat kesehatan suatu negara adalah kematian bayi dan balita. Setiap tahun terdapat 12 juta anak meninggal sebelum usia 5 tahun dan 70% meninggal karena pneumonia, diare, campak, malnutrisi dan tidak sedikit dari kematian itu merupakan kombinasi dari penyakit tersebut (Depkes,2011). Berdasarkan Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2012 didapatkan angka kematian anak (AKA) dibawah lima tahun 40 kematian per 1000 kelahiran hidup. Penyebab utama angka kematian balita di Indonesia adalah infeksi saluran pernapasan akut (terutama pneumonia), diare,demam. Dari 16.380 anak yang disurvei, 5% dilaporkan menunjukkan gelaja ISPA, 31% mengalami demam dan 14% mengalami diare (SDKI, 2012). Secara nasional hal ini masih jauh dari tujuan ke 4 dari MDGs 2015 dimana angka kematian bayi (AKB) di Indonesia diharapkan turun menjadi 17/1000 KH dan angka kematian bailita (AKABA) menjadi 23/1000 KH. Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Bali tahun 2015 sebesar 443 (6,8 /1000 KH), dan angka kematian balita sebesar 596 (7,8/1000 Kelahiran hidup (Dinkes.Prop Bali 2015). Dan Angka Kematian Bayi di Kabupaten Tabanan tahun 2015 sebesar 52 (10,22/1.000 KH) dan AKABA 55 (10,81/1.000KH) Meskipun AKB dan AKABA di propinsi Bali dan di kabupaten Tabanan dibawah tujuan MDGs 2015, namun bila dibandingkan dengan AKB di negara-negara ASEAN seperti negara Singapura (3 per 1000 Kelahiran Hidup), Brunei Darussalam (8 per 1000 KH), dan Malaysia (10 per 1000 KH), maka angka kematian bayi dan balita di Propinsi Bali dan di Indonesia masih tergolong tinggi.


(17)

2

Dalam rangka menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia, Pemerintah menerapkan strategi Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan mulai dikembangkan di Indonesia tahun 1997. Hal ini merupakan suatu pendekatan untuk menyiapkan petugas kesehatan dengan melakukan penilaian, membuat klasifikasi, serta memberikan tindakan kepada anak terhadap penyakit-penyakit yang umumnya mengancam jiwa seperti penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga dan malnutrisi. Puskesmas dikatakan sudah menerapkan MTBS minimal 60 % dari jumlah kunjungan balita sakit di puskesmas tersebut mendapatkan pelayanan sesuai standar MTBS. Target pencapain MTBS adalah 100% yang artinya setiap balita sakit harus dilakukan pendekatan MTBS (Dirtjen Bina Kesehatan Anak,2012). Agar penerapan MTBS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan, maka diperlukan langkah- langkah secara sistematis dan menyeluruh, meliputi pengembanagan sistem pelatihan secara berjenjang, pemantauan pasca pelatihan oleh pimpinan dan dinas kesehatan setempat, ketersediaan peralatan dan obat, bimbingan teknis dan lain-lain (Direktorat Bina Kesehatan Anak, 2011).

Menurut data laporan rutin yang dihimpun dari Dinas Propinsi seluruh Indonesia melalui pertemuan nasional program kesehatan anak tahun 2010. Hinggga akhir 2009 penerapan MTBS telah mencakup 33 Propinsi dengan capaian sebesar 51,55%. Pencapain target Manajemen Tepadu Balita Sakit di Provinsi Bali tahun 2015 sebessar 96,96%. Namun di Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2015 capaiannya masih di bawah target yaitu sebesar 57,8%, capaian target ini merupakan yang terendah di 9 Kabupaten/Kota di Provinsi Bali (Dinkes Prov.Bali, 2015). Dari 20 Puskesmas di kabupaten Tabanan terdapat enam Puskesmas yang capaiannya di bawah target yaitu : 22,1 % sampai dengan 57,6%. Belum seluruh puskesmas


(18)

3

mampu menerapkan pendekatan Mnajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) karena beberapa sebab, antara lain : belum adanya tenga kesehatan yang sudah terlatih MTBS untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam menerapkan MTBS,sudah adanya tenaga kesehatan yang terlatih tetapi sarana prasarana yang belum siap, belum adanya komitmen atau kebijakan dari pimpinan puskesmas dan lain-lain (Depkes,2010). Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “ Faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di Puskesmas

Kabupaten Tabanan tahun 2016”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya pencapaian cakupan MTBS di Kabupaten Tabanan yaitu : 57,8 %, dengan 6 Puskesmas capainnya 22% - 57,6% dimana target seharusnya pencapaian MTBS minimal 60-100%. Peneliti tertarik untuk mengetahui

“Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS di Puskesmas Kabupaten Tabanan tahun 2016?”

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Kabupaten Tabanan?

2. Apakah pengetahuan tenaga kesehatan tentang MTBS berpengaruh terhadap pelaksanaan MTBS?

3. Apakah pelatihan MTBS pada tenaga kesehatan berpengaruh terhadap pelaksanaan MTBS?


(19)

4

4. Apakah sarana dan prasarana pendukung mempengaruhi pelaksanaan MTBS?

5. Apakah dukungan kepemimpinan (kepala puskesmas) berpengaruh terhadap pelaksanan MTBS di puskesmas?

1.4. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS di Puskesmas kabupaten Tabanan Tahun 2016

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan tenaga kesehatan tentang MTBS terhadap pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Kabupaten Tabanan

b. Untuk mengetahui pengaruh pelatihan MTBS tenaga kesehatan terhadap pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Kabupaten Tabanan c. Untuk mengetahui pengaruh sarana dan prasarana pendukung

terhadap pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Kabupaten Tabanan d. Untuk mengetahui pengaruh dukungan kepemimpinan (kepala

puskesmas) terhadap pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Kabupaten Tabanan

1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran terhadap pemecahan masalah yang berkaitan dengan pelaksanaan MTBS di


(20)

5

puskesmas. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi penyusunan program pelaksanaan MTBS di puskesmas.

1.5.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat memberikan masukan sekaligus menambah khasanah ilmu pengetahuan dan literatur dalam dunia akademis, khususnya tentang faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Hasil Penelitian ini juga diharapakan dapat dipergunakan sebagai dasar bagi peneliti program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) selanjutnya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah bidang Kesehatan Ibu dan Anak khususnya program Anak terbatas pada : Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS di Puskesmas di Kabupaten Tabanan tahun 2016, meliputi pengetahuan tenaga kesehatan tentang pelaksanaan MTBS di Puskesmas, Pelatihan MTBS pada tenaga kesehatan, sarana dan prasarana pendukung yang harus dipenuhi untuk melaksanakan MTBS di Puskesmas dan Pengaruh kepemimpinan terhadap pelaksanaan MTBS.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Terpadu Balita Sakit ( MTBS) 2.1.1 Pengertian MTBS

Merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar. Meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif dan preventif yang meliputi imunisasi dan pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan. Tujuan utama tatalaksana ini untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita dan menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Kemenkes RI, 2014)

Dalam menangani balita sakit, tenaga kesehatan (perawat,bidan/desa) yang berada di pelayanan dasar dilatih untuk menerapkan pendekatan MTBS secara aktif dan terstruktur, meliputi :

1. Melakukan penilaian adanya tanda-tanda atau gejala penyakit dengan cara tanya, lihat,dengar,raba,

2. Membuat klasifikasi dan menentukan tindakan serta pengobatan anak, 3. Memberikan konseling dan tindak lanjut pada saat kunjungan ulang.

2.1.2 Sasaran Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)

Adapun sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran yaitu kelompok usia 1 hari- 2 bulan dan kelompok usia 2 bulan- 5 tahun (Vera, 2015 ; Depkes RI, 2008) .

.


(22)

2.1.3 Pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas

Hal-hal yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan dalam menangani balita sakit sesuai dengan Protap MTBS, meliputi :

1. Melakukan Anamnesa

Wawancara terhadap orang tua bayi dan balita mengenai keluhan utama, lamanya sakit, pengobatan yang telah diberikan dan riwayat penyakit lainnya

2. Pemeriksaan

a. Untuk bayi umur 1 hari- 2 bulan

Mengajari Pemeriksaan yang dilakukan meliputi : Pemeriksaan kemungkinan kejang, gangguan nafas, suhu tubuh, adanya infeksi, ikterus, gangguan pencernaan, BB dan status imunisasi

b. Untuk bayi 2 bulan- 5 tahun

Pemeriksaan yang dilakukan adalah : keadaan umum, respirasi, derajat dehidrasi, suhu, pemeriksaan telinga, diare, status gizi, anemia, imunisasi dan vitamin A, dan keluhan lain.

c. Menentukan klasifikasi, tindakan, penyuluhan/ konseling pada ibu dan konsultasi dokter. ( Depkes RI, 2008).

3. Pengobatan

untuk balita sakit yang mendapatkan terapi rawat jalan, maka petugas kesehatan dapat mengajari ibu cara pememberian obat oral dirumah, obat-obat yang diberikan sesuai dengan diagnosa pasien seperti (antibiotik oral, antimalaria oral, parasetamol, vitamin A, zat besi, dan obat cacingan). Sedangkan anak dengan tanda bahaya umum mempunyai masalah serius perlu dirujuk segera. (Yulia Astuti, 2014)


(23)

Gambar 2.1

Bagan Tatalaksana kasus dg MTBS

2.1.4 Tenaga kesehatan yang melaksanakan MTBS

Tenaga kesehatan pelaksana Manajemen Terpadu Balita Sakit di unit rawat jalan tingkat dasar adalah Paramedis (bidan, perawat) dan dokter, bukan untuk rawat inap dan bukan untuk kader. Adapun peran dokter dalam MTBS, yaitu :

1. Melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

2. Membimbing paramedis (bidan,perawat) dalam melakukan SOP pelayanan balita dengan form MTBS

3. Menerima rujukan internal dari Poli KIA

4. Memberikan contoh kepada semua petugas kesehatan dalam penerapan pelayanan kuratif yang tidak meninggalkan upaya promotif dan preventif

1

Menentukan perlunya rujukan segera Balita sakit dg Tanda bahaya umum

Balita sakit tanpa tanda bahaya umum

2 Menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan 3 Merujuk YA, dirujuk 4.

Menentukan tindakan dan pengobatan untuk anak yang

tidak memerlukan rujukan segera


(24)

5. Menselaraskan integrasi antara program dan pelayanan kuratif (UKM& UKP) di puskesmas (Yulia Astuti, 2014).

2.1.5 Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita Sakit yang dilayani dengan MTBS

Cakupan MTBS adalah cakupan anak balita (umur 12-59 bulan) yang berobat ke puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar (MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Hal ini dapat diukur dengan rumus berikut : Rumus yang digunakan adalah :

% Cakupan MTBS = Ʃ BS x 100% Ʃ total

Ʃ BS = Jumlah anak balita sakit yang memperoleh pelayanan sesuai tatalaksana MTBS di Puskesmas disuatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Ʃ total = Jumlah seluruh anak balita sakit yang berkunjung ke Puskesmas disuatu Wilayah kerja dalam 1 tahun

Jumlah anak balita sakit diperoleh dari kunjungan balita sakit yang datang ke puskesmas (register rawat jalan di puskesmas). Jumlah anak balita sakit yang mendapat pelayanan standar diperoleh dari format pencatatan dan pelaporan MTBS. (Kemenkes RI, 2010).


(25)

2.2 Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Manajemen Tepadu Balita Sakit (MTBS)

Berdasarkan Kemenkes RI (2011) keberhasilan penerapan MTBS di Puskesmas tidak terlepas dari adanya pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melakukan MTBS, monitoring pasca pelatihan serta bimbingan teknis bagi perawat dan bidan yang dilakukan oleh kepala puskesmas atau Dinas kesehatan setempat, dan kelengkapan sarana dan prasarana pendukung dalam pelaksanaan MTBS termasuk ketersediaan obat-obatan di puskesmas. Bila dihubungkan dengan Teori Lawrence Green (1980), didapatkan sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi (Predisposing factors)

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mempermudah terjadinya perubahan perilaku seseorang dalam hal ini orang yang dimaksud bisa juga dilihat dari segi tenaga kesehatan, Faktor ini terwujud dalam umur, pengetahuan, sikap, keyakinan, dan sebagainya. Dalam hal ini yang dibahas pada faktor Predisposisi dalam pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit di puskesmas adalah pengetahuan dan pelatihan. ( Husni, 2012)

a. Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2009), Pengetahuan yang dimiliki seseorang merupakan pemicu awal dari tingkah laku termasuk tingkah laku dalam bekerja. Pengetahuan sangat di perlukan dalam rangka perubahan pola pikir dan perilaku. Pengetahuan yang baik tentang suatu pekerjaan akan membuat seseorang menguasai bidang pekerjaannya. Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas/ tingkatan yang berbeda-beda dan secara garis besar dapat dibagi 6 tingkatan pengetahuan yaitu : diawali dengan proses Tahu (know), kemudian memahami


(26)

(comprehension) secara benar tentang suatu objek , setelah itu dilakukan aplikasi (application) prinsip yang diketahui pada situasi yang lain, dilanjutkan dengan kemampuan Analisis (analysis) terhadap suatu objek dan melakukan sintesis (synthesis), adalah untuk menghubungkan secara logis pengetahuan yang dimiliki menjadi bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dan terakhir dilakukan evalusi (evaluation) yaitu kemampuan untuk melakukan penilian terhadap suatu materi atau objek.

Cara menilai pengetahuan menurut Arikunto (2006), pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diinterpretasikan dengan skala kaulitatif, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai 76-100% b) Tingkat pengetahuan cukup baik bila nilai 56-75% c) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 56%

Sedangkan Menurut Arie.J.Pitono (2012) membagi pengetahuan seseorang kedalam 2 kategori, yaitu :

a) Tingkat pengetahuan baik bila nilai > 60% b) Tingkat pengetahun kurang bila nilai < 60%

Pengetahuan Tenaga kesehatan Tentang MTBS merupakan hal-hal yang harus diketahui oleh seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan MTBS di puskesmas meliputi :

1) Penilaian dan klasifikasi anak sakit umur 2 bulan-5 tahun yaitu :

Kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan anamnesa pada ibu masalah yang dihadapi anaknya, memeriksa tanda bahaya umum dan menanyakan kepada ibu empat keluhan utama,memeriksa dan mengklasifikasikan status gizi dan anemia,memeriksa status imunisasi anak dan pemberian vitamin A serta menilai keluhan lain yang dihadapi anak.


(27)

2) Menentukan Tindakan dan Pengobatan

Hal-hal yang harus dipahami petugas kesehatan adalah kapan harus menentukan rujukan segera, menentukan tindakan dan pengobatan pra rujukan maupun untuk anak yang tidak memerlukan rujukan, memilih obat yang sesuai dan menentukan dosis dan jadwal pemberian pemberian, dll.

3) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang cara memberi konseling yang baik kepada ibu tentang cara pemberian obat oral dan pemberian cairan dirumah, cara mengobati infeksi lokal dirumah serta jadwal kunjungan ulang.

4) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang manajemen terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan

5) Pengetahuan tenaga kesehatan tentang memberi pelayanan tindak lanjut

Hal-hal yang harus diketahui adalah menentukan status kunjungan anak, menilai tanda-tanda sesuai dengan formulir MTBS, memilih tindakan dan pengobatan berdasarkan tanda-tanda yang ada termasuk bila ada masalah baru pada anak balita (Kemenkes RI, 2014).

Dalam penelitian ini pengetahuan tenaga kesehatan dinilai dari kemampuan tenaga kesehatan menjawab pertanyaan yang diberikan yang berhubungan dengan pelaksanaan MTBS di Puskesmas, Pelaksanaan MTBS dinilai dari catatan medis jumlah balita sakit yang berkunjung ke puskesmas yang mendapatkan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit sesuai standar (Kemenkes.RI, 2014). Menurut Agita.M (2010) ada hubungan antara pengetahuan petugas dengan implementasi MTBS di puskesmas kota semarang, sedangkan menurut Fera (2010) menyatakan bahawa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di Kota Madiun, menurut Tri Handayani (2012) tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo.


(28)

b. Sikap

Sikap adalah determinan perilaku, karena mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap merupakan keadaan sikap mental yang dipelajari dan diorganisasi menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek dan situasi-situasi dengan siapa dia berhubungan (Linggasari, 2008). Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor lingkungan kerja, sebagai berikut :

1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan. 2) Kognisi adalah keyakinan evaluative dari seseorang. Dimanifestasi dalam

bentuk impresi atau kesan baik dan buruk yang dimiliki terhadap suatu objek.

3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecendrungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu. (Winardi, 2004).

2. Faktor Pemungkin (Enabling Factors)

Faktor pemungkin yang dimaksud adalah faktor yang memungkinkan seseorang untuk bertindak. Faktor pemungkin dapat terwujud dari adanya sarana dan prasarana atau fasilitas yang mendukung pelaksanaan suatu program kesehatan. Misalnya seorang tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) sangat dipengaruhi dengan kelengkapan sarana dan prasarana penunjang, seperti kelengkapan obat-obatan di puskesmas dan ketersediaan serta kondisi alat yang digunakan untuk melaksanakan pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).


(29)

a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS

Sarana Prasarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada dan harus dalam kondisi yang baik( ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas kesehatan untuk melaksanakan kegiatannya (Wibowo, 2008). Hal yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan MTBS di puskesmas meliputi Formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obat-obatan yang yang secara umum telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang di gunakan di Puskesmas.Obat-obat yang digunakan dalam penanganan Balita sakit adalah obat yang lazim sudah ada, kecuali obat yang belum tersedia di puskesmas, obat-obat yang diperlukan adalah :

Tabel 2.1

Peralatan yang diperlukan dalam penerapan MTBS meliputi :

1. Kotrimoksasol tablet dewasa 20. Suntikan Penisilin Prokain

2. Kotrimoksasol tablet Anak 21. Suntikan Artemeter

3. sirup Kotrimoksasol 22. Suntikan Kinin HCl

4. Sirup amoksisilin 23. Suntikan Fenobarbital

5. Tablet amoksilin 24. Suntikan Diazepam

6. Kapsul Tetrasiklin 25. Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata

7. Tablet asam Nalidiksat 26. Gentian Violet 1 %

8. Tablet Metronidazol 27. Tablet Niasin

9. Tablet Primakuin 28. Gliserin

10. Tablet Kina 29. Vitamin A 200.000 IU

11. Tablet Artesunate 30. Vitamin A 100.000 IU

12. Tablet Amodiakuin 31. Tablet Zinc

13.Tablet Parasetamol 32.Aqua Bides untuk pelarut

14. Tablet Albendazol 33. Oralit 200 cc

15. Tablet pirantel Pamoat 34. Cairan infus Na Cl 0,9%

16. Tablet besi 35. Cairan infus RL

17. Sirup Besi 36. Cairan Infus Dextrose 5 %

18. suntikan Ampisilin 37. alkohol 70%

Nama obat yg biasa digunakan dlm MTBS


(30)

Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di puskesmas,yaitu :

1. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik 2. Tensi meter dan manset anak

3. Termometer 4. Timbangan Bayi

5. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih 6. Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25

7. Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml 8. Kasa/ kapas

9. Pipa lambung (NGT) 10. Alat penumbuk obat 11. Alat penghisap lendir

12. RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria

13. Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria

Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.(Kemenkes.RI, 2014).

Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :

a. Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas. Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan


(31)

menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat digunakan. b. Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di puskesmas,

maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya, tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada.

Tri Handayani (2012) menyatakan ada hubungan antara fasilitas dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo, diungkapkan bahwa semakin baik fasilitas maka semakin baik pula kinerja petugas, sedangkan menurut Agita.M. (2010) tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas di kota Semarang. Fera (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sarana dan prasarana dengan kinerja petugas MTBS.

c. Pelatihan

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. SDM yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah satunya mengakibatkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila mempunyai SDM dalam hal ini petugas kesehatan yang berkompeten.

Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi perubahan di luar organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).

Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita


(32)

Sakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang, dengan menggunakan dana APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap hasil pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanan dasar agar mampu :

a) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan pemberian vitamin A

b) Membuat klasifikasi

c) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan apakah seorang anak perlu dirujuk

d) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama pemberian antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah turunnya gula darah dengan pemberian air gula, resomal, cara menghangatkan anak untuk mencegah hipotermia serta merujuk anak

e) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti pemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc

f) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak termasuk pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

g) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada saat anak datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.( Kemekes.RI,2014)

Berdasarkan hasil penelitian Tri Handayami (2012) menyatakan bahwa pelaksanaan MTBS di puskesmas yang telah berjalan bergantung pada petugas yang


(33)

sudah pernah dilatih. Sedangkan menurut Fera (2010) bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja petugas MTBS.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor ini adalah faktor yang dapat memperkuat atau mendorong terjadinya perilaku sehat. Terkadang meski seseorang telah memiliki pengetahuan dan sikap positif serta sarana dan prasarana yang mendukung. Masih dibutuhkan adanya dukungan dari orang- orang disekitarnya seperti adanya dukungan dan komitmen kepemimpinan (kepala puskesmas) yang melakukan monitoring, memberikan motivasi pada stafnya dalam melaksanakan MTBS dipuskesmas wilayah kerjanya. a. Dukungan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (kamus Bahasa Indonesia). Karakteristik Kepribadian pemimpin menurut Yulk dalam Hersey dan Blanchard (1998), karakteristik pemimpin sukses yaitu : Cerdas, terampil secara konseptual, kreatif, diplomatis dan taktis, lancar berbicara, memiliki pengetahuan tentang tugas kelompok, persuasif dan memiliki keterampilan sosial. Sedangkan karakteristik kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1998), adalah :

1. Management of attention

Kemampuan mengkomunikasikan tujuan dan arah yang dapat menarik perhatian anggota

2. Management of meaning

Kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara jelas 3. Management of trust


(34)

4. Management of self

Kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan

Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau kepemimpinan dapat berupa pelatihan yang diberikan pimpinan terhadap pelaksanaan penerapan MTBS seperti pernah tidaknya diberikan pangarahan dan dilakukannya evaluasi terhadap pelaksanaan MTBS oleh kepala puskesmas. Menurut Tri Handayani (2012), semakin baik kepemimpinan maka semakin baik pula kinerja petugas MTBS. Sedangkan Menurut Agita.M (2011) ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di kota Semarang.


(1)

a. Sarana dan Prasarana Pelayanan MTBS

Sarana Prasarana yang dapat digunakan untuk pelaksanaan suatu program dan dapat menunjang kelancaran suatu program. Fasilitas harus ada dan harus dalam kondisi yang baik( ukurannya pasti) atau tidak rusak, fasilitas harus ada pada setiap puskesmas untuk membantu para petugas kesehatan untuk melaksanakan kegiatannya (Wibowo, 2008). Hal yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan MTBS di puskesmas meliputi Formulir MTBS, Kartu Nasehat Ibu (KNI) dan obat-obatan yang yang secara umum telah termasuk dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Laporan Pemakian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) yang di gunakan di Puskesmas.Obat-obat yang digunakan dalam penanganan Balita sakit adalah obat yang lazim sudah ada, kecuali obat yang belum tersedia di puskesmas, obat-obat yang diperlukan adalah :

Tabel 2.1

Peralatan yang diperlukan dalam penerapan MTBS meliputi :

1. Kotrimoksasol tablet dewasa 20. Suntikan Penisilin Prokain 2. Kotrimoksasol tablet Anak 21. Suntikan Artemeter 3. sirup Kotrimoksasol 22. Suntikan Kinin HCl 4. Sirup amoksisilin 23. Suntikan Fenobarbital 5. Tablet amoksilin 24. Suntikan Diazepam

6. Kapsul Tetrasiklin 25. Tetrasiklin atau Kloramfenikol salep mata 7. Tablet asam Nalidiksat 26. Gentian Violet 1 %

8. Tablet Metronidazol 27. Tablet Niasin

9. Tablet Primakuin 28. Gliserin

10. Tablet Kina 29. Vitamin A 200.000 IU

11. Tablet Artesunate 30. Vitamin A 100.000 IU 12. Tablet Amodiakuin 31. Tablet Zinc

13.Tablet Parasetamol 32.Aqua Bides untuk pelarut 14. Tablet Albendazol 33. Oralit 200 cc

15. Tablet pirantel Pamoat 34. Cairan infus Na Cl 0,9%

16. Tablet besi 35. Cairan infus RL

17. Sirup Besi 36. Cairan Infus Dextrose 5 % 18. suntikan Ampisilin 37. alkohol 70%

Nama obat yg biasa digunakan dlm MTBS


(2)

Peralatan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) di puskesmas,yaitu :

1. Timer ISPA atau arloji dengan jarum detik 2. Tensi meter dan manset anak

3. Termometer 4. Timbangan Bayi

5. Gelas, sendok dan teko tempat air matang dan bersih 6. Infus set dan Wing needles no 23 dan no 25

7. Semprit dan jarum suntik : 1 ml, 2,5 ml, 5 ml dan 10 ml 8. Kasa/ kapas

9. Pipa lambung (NGT) 10. Alat penumbuk obat 11. Alat penghisap lendir

12. RDT : Rapid Diagnostik Test untuk malaria

13. Kalau mungkin miskroskop untuk pemeriksaan malaria

Obat diatas yang belum ada di puskesmas adalah asam nalidiksat, suntikan gentamisin, suntikan kinun, infus set dan manset anak. Walaupun obat dan alat tersebut belum ada di puskesmas, tidak berarti menghambat pelayanan bagi balita sakit, karena obat tersebut pada umumnya merupakan obat pilihan kedua atau obat yang diperlukan bagi anak yang akan dirujuk sehingga pemberian obat tersebut dapat diserahkan pada institusi rujukan.(Kemenkes.RI, 2014).

Langkah- langkah penyiapan obat dan alat :

a. Lakukan penilaian terhadap ketersediaan obat dan alat di puskesmas. Dalam menentukan ketersediaan obat dan alat di puskesmas, lakukan penilaian berdasarkan pemakaian dan kebutuhan 6 bulan sebelumnya dengan


(3)

menggunakan LPLPO. Kecukupan ketersediaan alat ditentukan dengan tersedianya alat tersebut dalam keadaan yang masih baik/ dapat digunakan. b. Setelah diketahui kondisi ketersediaan obat dan alat yang ada di puskesmas,

maka dalam mengajukan permintaan obat berikutnya, tambahkan jumlah obat yang masih kurang dan usulkan obat yang belum ada.

Tri Handayani (2012) menyatakan ada hubungan antara fasilitas dengan kinerja petugas MTBS di puskesmas kabupaten Kulon Progo, diungkapkan bahwa semakin baik fasilitas maka semakin baik pula kinerja petugas, sedangkan menurut Agita.M. (2010) tidak ada hubungan antara ketersediaan peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan MTBS dengan implementasi MTBS di puskesmas di kota Semarang. Fera (2010) menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara sarana dan prasarana dengan kinerja petugas MTBS.

c. Pelatihan

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset utama suatu organisasi yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. SDM yang kurang mampu, kurang cakap dan tidak terampil, salah satunya mengakibatkan pekerjaan tidak dapat diselesaikan secara optimal dengan cepat dan tepat pada waktunya (Sedarmayanti, 2001). Program MTBS tentunya akan dapat berjalan dengan baik apabila mempunyai SDM dalam hal ini petugas kesehatan yang berkompeten.

Pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia adalah suatu siklus yang harus terus terjadi secara terus menerus untuk mengantisipasi perubahan di luar organisasi tersebut (Notoatmodjo, 2009).

Dinas kesehatan Propinsi Bali untuk meningkatan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan Manajemen Terpadu Balita


(4)

Sakit (MTBS) telah melakukan pelatihan kepada tenaga kesehatan di Puskesmas (dokter, bidan, perawat) secara berkelanjutan dari tahun 1998 hingga sekarang, dengan menggunakan dana APBN dilakukan monitoring dan evaluasi berkala terhadap hasil pelatihan tersebut. Tujuan dari pelatihan MTBS ini adalah untuk mengajarkan proses manajemen kasus kepada perawat, bidan, dokter dan tenaga kesehatan lain yang menangani balita sakit dan balita muda di fasilitas pelayanan dasar agar mampu :

a) Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit, status imunisasi, status gizi dan pemberian vitamin A

b) Membuat klasifikasi

c) Menentukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan apakah seorang anak perlu dirujuk

d) Memberi pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama pemberian antibiotik, vitamin A, dan perawatan anak untuk mencegah turunnya gula darah dengan pemberian air gula, resomal, cara menghangatkan anak untuk mencegah hipotermia serta merujuk anak

e) Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti pemberian oralit, vitamin A, tablet Zinc

f) Memberi konseling kepada ibu mengenai pemberian makan pada anak termasuk pemberian ASI dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan.

g) Melakukan penilaian ulang dan pemberian perawatan yang tepat pada saat anak datang kembali untuk pelayanan tindak lanjut.( Kemekes.RI,2014)

Berdasarkan hasil penelitian Tri Handayami (2012) menyatakan bahwa pelaksanaan MTBS di puskesmas yang telah berjalan bergantung pada petugas yang


(5)

sudah pernah dilatih. Sedangkan menurut Fera (2010) bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja petugas MTBS.

3. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)

Faktor ini adalah faktor yang dapat memperkuat atau mendorong terjadinya perilaku sehat. Terkadang meski seseorang telah memiliki pengetahuan dan sikap positif serta sarana dan prasarana yang mendukung. Masih dibutuhkan adanya dukungan dari orang- orang disekitarnya seperti adanya dukungan dan komitmen kepemimpinan (kepala puskesmas) yang melakukan monitoring, memberikan motivasi pada stafnya dalam melaksanakan MTBS dipuskesmas wilayah kerjanya. a. Dukungan Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi (kamus Bahasa Indonesia). Karakteristik Kepribadian pemimpin menurut Yulk dalam Hersey dan Blanchard (1998), karakteristik pemimpin sukses yaitu : Cerdas, terampil secara konseptual, kreatif, diplomatis dan taktis, lancar berbicara, memiliki pengetahuan tentang tugas kelompok, persuasif dan memiliki keterampilan sosial. Sedangkan karakteristik kepemimpinan menurut Hersey dan Blanchard (1998), adalah :

1. Management of attention

Kemampuan mengkomunikasikan tujuan dan arah yang dapat menarik perhatian anggota

2. Management of meaning

Kemampuan menciptakan dan mengkomunikasikan makna tujuan secara jelas 3. Management of trust


(6)

4. Management of self

Kemampuan mengendalikan diri dalam batas kekuatan dan kelemahan

Dalam menerapkan prosedur MTBS komitmen pemimpin atau kepemimpinan dapat berupa pelatihan yang diberikan pimpinan terhadap pelaksanaan penerapan MTBS seperti pernah tidaknya diberikan pangarahan dan dilakukannya evaluasi terhadap pelaksanaan MTBS oleh kepala puskesmas. Menurut Tri Handayani (2012), semakin baik kepemimpinan maka semakin baik pula kinerja petugas MTBS. Sedangkan Menurut Agita.M (2011) ada hubungan yang lemah antara kepemimpinan kepala puskesmas terhadap implementasi MTBS di Puskesmas di kota Semarang.