PERENCANAAN ULANG GEOMETRIK PADA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Kisaran Meulaboh)

  PERENCANAAN ULANG GEOMETRIK PADA SIMPANG BERSINYAL (Studi Kasus : Simpang Kisaran Meulaboh) Tugas Akhir Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Yang Diperlukan untuk Memperoleh Ijazah Sarjana Teknik Disusun Oleh : A N D I J A S W A R I NIM :

  06C10203053 Bidang Studi : Transportasi Jurusan : Teknik Sipil FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS TEUKU UMAR ALUE PEUNYARENG - MEULABOH 2014

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Transportasi adalah pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang antara satu tempat ke tempat yang lainnya dengan menggunakan jaringan transportasi (menurut

  Berkembangnya kota Meulaboh dengan pesat baik dalam intensitas aktivitas sosial ekonomi maupun pengembangan wilayah perkotaannya, seiring dengan kemajuan ekonomi dan tersedianya prasarana dan sarana transportasi. Kecenderungan ini terus akan terjadi pada tahun

  • – tahun mendatang. Meulaboh sebagai kota Kabupaten Aceh Barat Provinsi Aceh diyakini mengikuti kecenderungan tersebut dari tahun ke tahun. Bertambahnya jumlah penduduk berpengaruh pada peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan pergerakan arus lalu lintas yang ada.

  Simpang bersinyal adalah simpang yang dikendalikan oleh sinyal lalu lintas. Sinyal lalu lintas adalah semua peralatan pengatur lalu lintas yang menggunakan tenaga listrik, rambu dan marka jalan untuk mengarahkan atau memperingatkan pengemudi kendaraan bermotor, pengendara sepeda, atau pejalan kaki (menurut Oglesby dan Hicks, 1982).

  Sinyal lalu lintas perlu dipergunakan pada suatu persimpangan jalan untuk menghindari kemacetan akibat adanya konflik arus lalu lintas sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat dipertahankan pada saat jam puncak. Selain itu memberikan kesempatan bagi kendaraan dan penyeberang jalan untuk memotong arus lalu lintas dan mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antar kendaraan dari arah berlawanan.

  Kapasitas jalan umumnya ditentukan oleh kapasitas persimpangan karena persimpangan merupakan bagian terpenting dari sistem jalan. Persimpangan

  2 merupakan tempat rawan terjadinya kemacetan, pada persimpangan terjadinya pertemuan antara dua atau lebih arus lalu lintas.

  Lalu lintas pada suatu persimpangan yang diatur dengan alat pemberi isyarat lalu lintas harus mematuhi aturan yang disampaikan oleh isyarat lampu tersebut. Keberhasilan dari pengaturan ini dengan alat pemberi isyarat lalu lintas ditentukan dengan berkurangnya penundaan waktu untuk melalui persimpangan (waktu antri yang minimal) dan berkurangnya angka kecelakaan pada persimpangan yang bersangkutan.

  Salah satu titik persimpangan yang mempunyai peranan besar di kota Meulaboh adalah Simpang Kisaran yang terdiri empat pertemuan Jalan Gajah Mada, Jalan Sisingamangaraja, Jalan Imam Bonjol dan Jalan Manek Roo. Tingkat kepadatan dan keramaian lalu lintas di titik ruas jalan ini cukup besar karena merupakan salah satu titik temu arus lalu lintas. Sehingga kinerja persimpangan pada jam-jam sibuk pada Simpang Kisaran sangat menurun.

  1.2 Rumusan Masalah

  Apakah kondisi exsisting mempengaruhi kapasitas persimpangan terhadap geometrik jalan ?

  1.3 Tujuan Penelitian

  untuk meningkatkan kapasitas persimpangan dengan menghitung ulang kondisi eksisting dan melakukan perubahan dengan perbaikan geometrik yaitu mensimetriskan lengan-lengan simpang dan perlebaran lengan simpang.

  1.4 Batasan Masalah

  Untuk memfokuskan pembahasan dalam perencanaan ini, maka masalah yang dibahas dibatasi pada :

  3

  1 Penelitian dilakukan dengan menghitung volume lalu lintas yang melewati semua lengan persimpangan, pada jam puncak pagi, jam puncak siang dan jam puncak sore, yang dilakukan selama tiga hari, yaitu Senin, Jum’at dan Sabtu.

  2 Pengamatan volume lalu lintas dilakukan selama 6 (enam) jam yang terbagi atas jam puncak pagi 2 jam (07.00 s/d 09.00 WIB), jam puncak siang 2 jam (12.00 s/d 14.00 WIB) dan jam puncak sore 2 jam (16.30 s/d 18.30 WIB).

3 Perhitungan geometrik simpang, dilakukan dengan menghitung langsung di lapangan.

  4 Dari hasil data lalu lintas, setelah proses pengolahan dengan menggunakan metoda MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia), maka akan di lihat kinerja dari simpang.

  5 Kinerja dari simpang yang dilihat meliputi, kapasitas simpang, derajat kejenuhan, tundaan dan arus total dari simpang eksisting bersinyal dan perubahan geometrik bersinyal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sejalan dengan judul penulisan, maka pada bab ini akan di bahas segala

  aspek karakteristik operasional lalu lintas yang mendasari pemikiran dalam menganalisa tingkat kapasitas dan kinerja pada Simpang Kisaran. Berdasarkan pemikiran tersebut, dilakukan pendekatan dengan meninjau berbagai aspek yang mempengaruhi kinerja persimpangan.

  Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang saling bertentangan. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan yang saling berpotongan atau di sebut konflik- konflik utama. Sinyal dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang atau disebut juga konflik-konflik kedua, lihat gambar 2.1.

2.1 Kondisi Geometrik

  Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997), kondisi geometrik pada persimpangan terdiri atas beberapa bagian, seperti pendekat, tipe median jalan utama, tipe simpang dan jumlah lajur.

2.1.1 Jumlah lajur

  Jumlah lajur ditentukan dari lebar masuk jalan dari jalan tersebut. Untuk penentuan jumlah lajur dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut :

Tabel 2.1 Penentuan jumlah lajur

  Lebar Masuk Jalan (m) Jumlah Lajur < 5.5

  2 > 5.5

  4 Sumber : MKJI 1997

  Konflik utama Konflik kedua Arus Kendaraan Arus pejalan kaki

Gambar 2.1 : Konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan

  Sumber : MKJI 1997

2.1.2 Tipe median jalan utama

  Klasifikasi tipe median jalan utama tergantung pada kemungkinan menggunakan median tersebut untuk menyeberangi jalan utama dalam dua tahap. Adapun menurut MKJI 1997 tipe median antara lain tipe lebar, sempit atau tidak ada median.

  2.1.3 Tipe simpang

  Tipe simpang adalah kode untuk jumlah lengan simpang dan jumlah lajur dalam simpang dan jalan utama. Dalam hal ini lokasi pengamatan untuk studi kasus terdiri dari simpang 4 lengan.

  2.1.4 Pendekat

  Pendekat adalah daerah dari lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis-henti. Jika gerakan belok kiri atau belok kanan dipisahkan dengan pulau lalu lintas, sebuah lengan persimpangan jalan dapat mempunyai dua pendekat atau lebih.

2.2 Fase Lampu Lalu Lintas

  Penggunaan lampu lalu lintas dimaksudkan untuk mencegah atau mengurangi terjadinya konflik antar arus lalu lintas. Hal tersebut di lakukan dengan memisahkan waktu pergerakan arus lalu lintas dari masing-masing pendekat.

  Sistem pengaturan pemisahan waktu pergerakan tersebut disebut fase. Pemilihan dan penggunaan fase tergantung pada konflik utama yang terjadi.

  Ada beberapa fase yang digunakan pada persimpangan jalan, salah satunya adalah pengaturan empat fase seperti yang dapat kita lihat pada gambar

  2.2.

  A B D C Ket : Ket : Ket : Ket :

= Belok Kiri = Belok Kiri = Belok Kiri = Belok Kiri

= Belok Kanan = Belok Kanan = Belok Kanan = Belok Kanan

= Lurus = Lurus = Lurus = Lurus

Gambar 2.2 : Pengaturan empat fase dengan arus berangkat dari satu per satu pendekat pada saatnya masing-masing

  Sumber : MKJI 1997 Pada gambar A menunjukkan bahwa pendekat bagian utara bebas melakukan pergerakan baik itu belok kiri, belok kanan ataupun lurus, dan pada saat yang bersamaan pada lengan persimpangan yang lain kendaraan harus berhenti. Kemudian dilanjutkan pada gambar B dimana kendaraan pada pendekat bagian timur bebas melakukan pergerakan. Kemudian dilanjutkan pada gambar C dimana kendaraan pada pendekat bagian selatan bebas melakukan pergerakan.

  Dan dilanjutkan pada gambar D dimana kendaraan pada pendekat bagian barat bebas melakukan pergerakan.

2.3 Volume dan Komposisi Lalu Lintas

  Volume lalu lintas di kota-kota besar terus meningkat hal ini disebabkan oleh semakin tingginya pertumbuhan pemilikan kendaraan yang terjadi. Menurut Morlok (1985), volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik atau tampang melintang jalan, dala satu satuan waktu.Volume lalu lintas dapat dinyatakan dengan rumusan sebagai berikut : Dimana : V = Volume lalu lintas yang melewati suatu titik (kend/jam) n = Jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tersebut dalam rentang waktu (kend)

  T = Rentang waktu pengamatan (jam) Dalam (MKJI 1997), disebutkan bahwa arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan persatuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam. Arus lalu lintas ini dilambangkan dengan huruf Q, dan dikelompokkan menurut arah gerakannya. Belok kiri dilambangkan dengan Q LT , dan belok kanan dilambangkan dengan Q RT. Arus lalu lintas ini di konversikan dari kendaraan per-jam menjadi Satuan Mobil Penumpang (SMP) per-jam dengan menggunakan Ekivalen Mobil Penumpang (EMP) untuk masing- masing pendekat dengan arus berangkat terlindung dan terlawan. Yang dimaksud dengan terlindung adalah arus berangkat tanpa konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan, sedangkan yang dimaksud dengan terlawan adalah arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan. Faktor ekivalen tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Faktor Ekivalen Mobil Penumpang Pada Persimpangan

  EMP untuk tipe pendekat Jenis Kendaraan

  Terlindung Terlawan Kendaraan Ringan (LV) 1,0 1,0 Kendaraan Berat (HV) 1,3 1,3 Sepeda Motor (MC) 0,2 0,4 Sumber : MKJI 1997

  Dalam (MKJI 1997) dijelaskan bahwa dengan menggunakan data yang suatu rencana geometri atau sinyal lalu lintas yang menghasilkan tingkat kinerja yang dikehendaki.

  Menurut Abubakar dkk (1999), untuk daerah perkotaan, volume lalu lintas puncak per jam digunakan untuk keperluan desain, karena volume ini lebih besar dari pada volume pada waktu lainnya dalam sehari dan pada saat itu variasi arah yang besar juga terjadi. Terminologi yang biasa digunakan adalah Volume Jam Perencanaan (VJP). VJP ini adalah volume lalu lintas per jam yang digunakan untuk desain.

  Komposisi lalu lintas yang terdapat pada aliran lalu lintas bervariasi mulai dari pejalan kaki sampai truk berat (Bukhari dkk, 1997). Pada dasarnya Komposisi tersebut akan berbeda menurut lokasi ruas jalan, pembatasan- pembatasan berdasarkan perencanaan maupun menurut peraturan yang ditetapkan pada jalan tersebut.

2.4 Pengamatan Volume Lalu Lintas

  Pengamatan volume lalu lintas dilakukan adalah 3 (tiga) hari yaitu Senin, Kamis, Sabtu. Dimana diperkiraan volume lalu lintas stabil sehingga dapat diperkirakan gambaran volume dan kondisi lalu lintas maksimum (Ditjen Bina Marga No. 018/T/BNKT/1990). Besarnya volume lalu lintas dapat diketahui dengan melakukan pencatatan langsung pada jalan dimaksud dengan cara manual atau dengan peralatan otomatis. Menurut Bukhari dkk (1997), ada tiga jenis pencacatan yang dapat dilakukan yaitu: pencatatan langsung, pencatatan menggunakan alat yang dioperasikan dengan tangan dan pencatatan otomatis.

2.4.1 Pencatatan langsung

  Untuk melakukan pencatatan langsung, pencatat perlu mempersiapkan formulir pencatatan yang mencakup informasi tentang nama jalan dan lokasi pengamatan, jurusan lalu lintas yang diamati, variabel waktu, jenis kendaraan dan

  

2.4.2 Pencatatan mempergunakan alat yang dioperasikan dengan tangan

  Metoda ini dipergunakan bila diperlukan hasil yang lebih teliti. Dengan alat ini masing-masing jenis kendaraan terus diketahui jumlahnya dilapangan. Hanya saja jenis informasi yang dikumpulkan terbatas pada jumlah alat yang dipunyai. Barangkali untuk masing-masing jenis kendaraan diperlukan sebuah alat pencatat.

  2.4.3 Pencatatan otomatis

  Pencatatan otomatis langsung digerakkan oleh lalu lintas. Pada suatu tampang jalan tertentu dipasang suatu balok yang mengandung jaringan listrik. Sentuhan lalu lintas terhadap balok (biasanya ditanam dibawah permukaan jalan) dapat menggerakan alat pencatat. Gerakan alat tersebut menimbulkan goresan pada pita yang sekaligus dapat dihitung volumenya.

2.5 Penghitungan Kapasitas dan Derajat Kejenuhan

  Menurut MKJI (1997), dalam perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan, harus ditentukan terlebih dahulu tipe pendekatnya apakah terlindung atau terlawan, kemudian tentukan :

   Kondisi arus lalu lintas Lebar pendekat efektif (We)

    o ) Nilai arus jenuh dasar (S Faktor-faktor penyesuaian (F)

   Nilai arus jenuh yang disesuaikan (S)

   Rasio arus (FR)

   Rasio fase (PR)

   Waktu siklus sebelum penyesuaian

   Waktu siklus yang disesuaikan (c) 

   Rasio hijau (GR) Kemudian dapat dihitung :

   Kapasitas (C)

   Derajat kejenuhan (DS)

2.5.1 Kondisi arus lalu lintas

  P LT = LT Q

  = Rasio kendaraan yang belok kanan RT = Indeks untuk lalu lintas yang belok kanan (smp/jam) Q TOTAL = Arus lalu lintas total (smp/jam)

  P UM = Rasio kendaraan tak bermotor; Q UM = Arus kendaraan tak bermotor (kend/jam);

  .......................................................................................... (2.4) Dimana :

  MV

  Q

  UM

  Q

   Rasio kendaraan tak bermotor dapat ditentukan dengan rumus berikut : P UM =

  RT

  TOTAL

  P

  Rasio kendaraan berbelok untuk masing-masing pendekat dapat dilihat pada rumus :  Rasio kendaraan belok kiri dapat ditentukan dengan rumus berikut :

  TOTAL

  = RT Q

  RT

   Rasio kendaraan belok kanan dapat ditentukan dengan rumus berikut : P

  P LT = Rasio kendaraan yang belok kiri; LT = Indeks untuk lalu lintas yang belok kiri (smp/jam) Q TOTAL = Arus lalu lintas total (smp/jam)

  ..................................................................................... (2.2) Dimana :

  ..................................................................................... (2.3) Dimana :

  2.5.2 Lebar pendekat efektif

  Pendekat merupakan daerah dari lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum melewati garis henti. Lebar pendekat efektif merupakan lebar dari bagian pendekat yang diperkeras diukur dibagian tersempit dibagian hulu. Lebar pendekat efektif dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

  W e = W A - W LTOR ............................................................................. (2.5) Dimana :

  W = Lebar pendekat efektif (m)

  e

  W A = Lebar pendekat (m) W LTOR = Lebar Pendekat dengan belok kiri langsung (m).

  2.5.3 Nilai arus jenuh dasar

  Arus jenuh dasar adalah besarnya keberangkatan antrian didalam pendekat selama kondisi ideal (smp/jam). Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dan lebar pendekat efektif.

  S o = 600 x W e ...................................................................................... (2.6) Dimana :

  S o = Arus jenuh dasar (smp/jam hijau) W e = Lebar pendekat efektif (m)

  2.5.4 Faktor penyesuaian

  Arus jenuh dasar (S o ) ditentukan sebagai fungsi dari lebar pendekat efektif (W ) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga

  e

  pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktor-faktor tersebut tidak linier. Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya dari suatu variabel. Penyesuian tersebut dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini:

   Hambatan samping (SF), kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan kendaraan tak bermotor

   Kelandaian (G),% naik (+) atau turun (-)

   Parkir (P),jarak garis henti – kendaraan parkir pertama

   Gerakan membelok (RT), % belok kanan; (LT),% belok kiri

2.5.5 Nilai arus jenuh yang disesuaikan

  Menurut Abubakar ddk (1999), arus jenuh adalah jumlah maksimum kendaraan yang dapat melalui mulut persimpangan per satuan waktu hijau, satuan yang biasa di gunakan didalam penetapan waktu adalah smp/jam.

  Menuru MKJI (1997), arus jenuh merupakan besarnya keberangkatan antrian didalam suatu pendekat selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau). Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S o ) utuk keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.

  S = S o x F cs x F SF x F G x F P x F RT x F LT .............................................. (2.7) Dimana :

  S = Arus jenuh (smp/jam hijau) S o = Arus jenuh dasar (smp/jam hijau) F cs = Faktor penyesuaian ukuran kota F SF = Faktor penyesuaian untuk Tipe lingkungan jalan, Hambatan

  Samping dan Kendaraan tak bermotor F G = Faktor penyesuaian untuk kelandaian F

  P

  = Faktor penyesuaian untuk pengaruh parkir dan lajur belok kiri yang pendek F RT = Faktor penyesuaian belok kanan F LT = Faktor penyesuaian belok kiri

  2.5.6 Rasio arus

  Rasio arus adalah rasio arus lalu lintas terhadap arus jenuh dari suatu pendekat, dapat dinyatakan sebagai : FR = Q/S.............................................................................................. (2.8)

  Dimana : FR = Rasio arus Q = Arus lalu lintas (smp/jam) S = Arus jenuh (smp/jam hijau)

  2.5.7 Rasio fase

  Rasio fase dapat dinyatakan sebagai rasio arus kritis atau (tertinggi) dibagi dengan rasio arus simpang :

  FR CRIT

  PR = ...................................................................................... (2.9)

  IFR

  Dimana : PR = Rasio fase FR CRIT = Rasio arus kritis

  IFR = Rasio arus simpang

  2.5.8 Waktu siklus sebelum penyesuaian

  Menurut MKJI (1997), waktu siklus sebelum penyesuaian adalah waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal diantara dua disaat permulaan hijau yang berurutan didalam pendekat yang sama. Dapat dihitung dengan rumus :

  (1,5xLTI+5) C ua = ........................................................................... (2.10)

1-IFR

  Dimana :

  IFR = Rasio arus simpang

  2.5.9 Waktu siklus yang disesuaikan

  Waktu siklus yang disesuaikan berdasarkan waktu hijau yang diperoleh dan waktu hilang, dapat dinyatakan sebagai berikut : c = gi + LTI.................................................................................... (2.11)

  Dimana : c = Waktu siklus (det) = Jumlah total waktu hijau (det) gi

  LTI = Waktu hilang total per siklus (det)

  2.5.10 Waktu hijau

  Waktu nyala hijau dalam suatu pendekat dapat dihitung sebagai : gi = (C - LTI) x PR.......................................................................... (2.12)

  ua

  Dimana : gi = Tampilan waktu hijau pada fase 1 (det) C = Waktu siklus sebelum penyesuaian (det)

  ua

  LTI = Waktu hilang total per siklus (det) PR = Rasio fase

  2.5.11 Rasio hijau

  Rasio hijau adalah perbandingan antara waktu hijau dan waktu siklus dalam suatu pendekat dapat dihitung dengan rumus :

  gi

  GR = ............................................................................................ (2.13)

  c

  Dimana : GR = Rasio hijau c = Waktu siklus (det)

  2.5.12 Kapasitas

  Menurut MKJI (1997), kapasitas jalan adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat dipertahankan Kapasitas dari suatu pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut : C = S x g/c...................................................................................... (2.14)

  Dimana : C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau).

  G = Waktu hijau (det) c = Waktu siklus (det)

  2.5.13 Derajat kejenuhan

  Menurut MKJI (1997), derajat kejenuhan adalah rasio dari arus lalu lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat. Derajat kejenuhan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  Q DS = Q/C = ......................................................................... (2.15)

  S x g/c Dimana :

  DS = Derajat kejenuhan Q = Arus lalu lintas (smp/jam) C = Kapasitas pendekat (smp/jam) S = Arus jenuh (smp/jam hijau) c = Waktu siklus (det) g = Waktu hijau (det)

  Jika derajat kejenuhan lebih tinggi dari 0,85 ini berarti bahwa simpang tersebut mendekati lewat jenuh yang akan menyebabkan lalu lintas puncak.

2.6 Penentuan Perilaku Lalu Lintas

  Menurut MKJI (1997), penentuan perilaku lalu lintas meliputi : Penentuan jumlah kendaraan antri (NQ)

   Panjang antrian (QL)

   Rasio kendaraan berhenti (NS)

    )

  SF

  Jumlah kendaraan terhenti (N  TOT )

  Kendaraan terhenti rata-rata (NS

2.6.1 Penentuan jumlah kendaraan antri

  Menurut MKJI (1997), jumlah kendaraan antri pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya, ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah. Pernyataan ini dituangkan dalam rumus.

  NQ = NQ

  1 + NQ 2 ............................................................................ (2.16)

  Dimana : NQ = Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal Hijau (smp) NQ

  1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp)

  NQ

  2 = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)

  Dengan : Jika DS > 0,5 :

  8 x (DS-0,5)

  2

  1 =0,25 x C .............. (2.17)

  • NQ

  (DS-1) + (DS-1)

  C

  Jika DS < 0,5 : NQ

  1 =0

1-GR Q

  NQ = c x ............................................ (2.18)

  2 x

  3600 Dimana : NQ

  1 = Jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (smp)

  NQ = Jumlah smp yang datang selama fase merah (smp)

2 DS = Derajat kejenuhan

  GR = Rasio hijau (det) c = Waktu siklus (det) C = Kapasitas (smp/jam) = Arus jenuh x rasio hijau (S x GR) Q = Arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

  2.6.2 Panjang antrian

  Menurut MKJI (1997), panjang antrian diperoleh dari perkalian jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau dengan luas rata-rata yang

  2

  dipergunakan per smp (20 m ) dan pembagian dengan lebar masuk, panjang antrian dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: NQ x20

  max

  QL = ........................................................................... (2.19) W

  masuk

  Dimana : QL = Panjang antrian (m) NQ max = Jumlah antrian maksimum (smp) W Masuk = Lebar jalan masuk (m)

  2.6.3 Angka henti

  Menurut MKJI (1997), angka henti yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai :

  NQ NS = 0,9 x x .................................................................... (2.20)

  360

  Q Dimana : NQ = Jumlah rata-rata smp antrian pada awal sinyal hijau Q = Arus lalu lintas (smp/jam)

  2.6.4 Jumlah kendaraan terhenti

  Menurut MKJI (1997), kendaraan terhenti untuk masing-masing pendekat dihitung dengan rumus : Nsv = Q x NS.................................................................................... (2.21)

  Dimana : Nsv = Jumlah kendaraan terhenti (smp/jam) Q = Arus lalu lintas (smp/jam) NS = Angka henti (smp)

  2.6.5 Kendaraan terhenti rata-rata

  Menurut MKJI (1997), Kendaraan terhenti rata-rata dihitung dengan cara membagi jumlah kendaraan terhenti pada seluruh pendekat dengan arus simpang total :

  N

  sv

  NS TOT = ................................................................................... (2.22) Q

  TOT

  Dimana : NS TOT = Jumlah kendaraan terhenti rata-rata untuk seluruh Simpang

  (smp/jam) N sv = Jumlah kendaraan terhenti untuk seluruh pendekat (smp/jam) Q TOT = Arus simpang total (smp/jam)

2.7 Tundaan Lalu Lintas

  Menurut MKJI (1997), tundaan lalu lintas adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksi lalu lintas dengan gerakan lalu lintas yang bertentangan.

1. Tundaan lalu lintas (DT) 2.

  Tundaan Geometri (DG) Menurut MKJI (1997), tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai : Dj = DTj + DGj................................................................................. (2.23)

  Dimana : Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

2.7.1 Tundaan lalu lintas rata-rata untuk suatu pendekat

  Tundaan lalu lintas rata-rata adalah tundaan karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j pada ditentukan dengan sebagai berikut:

2 NQ x 3600

  0,5 x (1-GR )

  

1

  • DTj = C x ..................................... (2.24)

  (1-GRxDS) C Dimana :

  DTj = Tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat (det/smp) GR = Rasio hijau (g/c) DS = Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam) NQ

  1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (smp)

2.7.2 Tundaan geometri rata-rata untuk suatu pendekat

  Menurut MKJI (1997), tundaan geometri adalah waktu tambahan yang diperlukan, disebabkan perlambatan dan percepatan kendaraan yang berbelok di persimpangan atau yang terhenti atau lampu merah. Tundaan geometri rata-rata Dimana : DGj = Tundaan rata-rata geometri pada pendekat j (det/smp) P = Radio kendaraan terhenti pada suatu pendekatan (P =NS)

  SV SV

  P T = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat Dengan :

  P T = P LT + P RT ................................................................................. (2.26) Dimana :

  P LT = Rasio kendaraan belok kiri P = Rasio kendaraan belok kanan

  RT

2.8 Tundaan Rata-Rata Untuk Seluruh Simpang

  Menurut MKJI (1997), tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melewati suatu simpang dibandingkan terhadap situasi tanpa simpang. Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang dapat dihitung dengan rumus :

  ) ∑(QxD j

  D

  1 = .............................................................................. (2.27) ∑

  Q TOT

  Dimana : D

  1 = Tundaan rata-rata untuk seluruh simpang (det/smp)

  D j = Tundaan rata-rata untu pendekat j (det/smp) Q = Arus lalu lintas (smp/jam) Q TOT = Arus total (smp/jam)

BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini dikemukakan mengenai metode pengumpulan data dan pengolahan data.

3.1 Metode Pengumpulan Data

  Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

3.1.1 Data primer

  Data primer adalah data yang diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan dengan menggunakan kamera video, kemudian diputar kembali untuk di catat dalam tabel yang telah disediakan. Data yang diperoleh meliputi kondisi geometri persimpangan, yang dinyatakan secara diagramatik mencakup informasi yang diperlukan berkaitan dengan kapasitas jalan. Pada penelitian lapangan untuk penulisan ini, pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran dan pengamatan di pinggir jalan. Adapun data primer yang diperlukan adalah sebagai berikut : 1.

   Volume lalu lintas

  Volume lalu lintas diperoleh dengan merekam menggunakan kamera video seluruh jumlah kendaraan dan arah gerakannya melintasi persimpangan tersebut. Kemudian dituangkan kedalam tabel. Pencatatan volume lalu lintas dilakukan pada pos-pos pengamatan yang telah ditentukan. Hasil dari pengamatan tersebut dimasukkan kedalam tabel yang telah ditentukan. Diharapkan dengan menggunakan kamera video kesalahan dalam pengambilan data dapat di perkecil.

  Pengamatan volume lalu lintas didasarkan pada volume jam perencanaan,

  18.30 WIB, dan dilakukan per 2 jam untuk setiap jam puncaknya yaitu pada pukul

  07.00 WIB sampai pukul 09,00 WIB, kemudian pada pukul 12.00 WIB. Sampai pukul 14.00 WIB serta pada pukul 16.30 WIB sampai pukul 18.30 WIB. Pengamatan dilakukan selama 3 (tiga) hari kerja yaitu

  Senin, Jum’at dan Sabtu karena pola pergerakan lalu lintas di Indonesia pada hari Senin sampai Kamis berbeda dengan hari Jumat, Sabtu dan Minggu. Untuk hari Senin dengan hari Kamis pola pergerakan lalu lintas relatif sama, dimana pada keempat hari tersebut intensitas kesibukan kegiatan sebagian besar masyarakat tidak jauh berbeda.

  Data volume lalu lintas tersebut selanjutnya dikonversikan kedalam Satuan Mobil Penumpang (SMP) dengan menggunakan Ekivalensi Mobil Penumpang (EMP) untuk masing-masing pendekat terlindung.

  2. Geometrik persimpangan

  Untuk mengetahui kondisi geometrik persimpangan, dilakukan pengukuran baik arah memanjang maupun arah melintang. Informasi-informasi yang diperlukan, mengenai geometrik persimpangan berupa lebar pendekat dari masing-masing lengan persimpangan, pengaturan lalu lintas dan kondisi lingkungan. Sketsa juga memberikan suatu gambaran yang baik dari suatu simpang dengan informasi mengenai kerb, jalur, lebar bahu dan median.

  3. Kondisi arus lalu lintas

  Kondisi arus lalu lintas diperoleh dengan mencatat komposisi, arus dan arah gerakan lalu lintas yang melewati persimpangan tersebut. Pencacatan arus lalu lintas dan gerakannya berdasarkan jenis kenderaan.

  Adapun data yang diambil menyangkut kondisi lalu lintas adalah : a. Arus lalu lintas, yang digunakan untuk mendapatkan jam sibuk puncak sebagai acuan perhitungan derajat kejenuhan.

  b.

  Komposisi lalu lintas, yang digunakan untuk mendapatkan rasio antara kendaraan bermotor dan tidak bermotor.

  c.

  Arah gerak arus kendaraan pada persimpangan, digunakan untuk mendapatkan

3.1.2 Data sekunder

  Data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk yang telah jadi dari instansi yang terkait sebagai data penunjang. Data ini meliputi jumlah penduduk Meulaboh, peta kota Meulaboh, peta lokasi.

3.2 Metode Pengolahan Data

  Dari data primer selanjutnya diolah untuk mendapatkan tingkat kinerja persimpangan. Data ini meliputi penentuan perilaku lalu lintas, dan perhitungan tingkat kinerja. Penentuan tingkat kinerja suatu persimpangan dititik beratkan pada kapasitas, tundaan, dan derajat kejenuhan. Untuk mendapatkan derajat

  • – kejenuhan diperlukan perhitungan pada jam puncak tertinggi untuk masing masing periode, baik itu jam puncak pagi, siang maupun sore.

  Untuk memudahkan dalam pengerjaan perhitungan, perhitungan dikerjakan dengan menggunakan formulir dan dilakukan untuk masing-masing pendekat. Formulir I untuk pengisian mengenai informasi geometrik persimpangan, peraturan lalu lintas. Formulir II digunakan untuk informasi mengenai arus lalu lintas. Formulir III digunakan untuk perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan. Formulir IV digunakan untuk perhitungan tundaan.

3.2.1 Perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan

  Untuk mendapatkan derajat kejenuhan diperlukan perhitungan pada jam puncak tertinggi untuk masing-masing periode, baik itu jam puncak pagi, siang maupun sore. Sebelum perhitungan kapasitas dan derajat kejenuhan, harus ditentukan terlebih dahulu :

  1. Kondisi Arus lalu lintas dihitung dalam kend/jam dan smp/jam pada masing- masing pendekat.

  2. Lebar pendekat efektif

  Lebar pendekat efektif (W e ), ditentukan dari setiap pendekat berdasarkan informasi tentang lebar pendekat (W A ), lebar masuk (W masuk ), dan lebar keluar (W ).

  keluar 3.

  Arus jenuh dasar 4. Faktor penyesuaian

  Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs), Faktor penyesuaian hambatan samping (F SF ), Faktor penyesuaian kelandaian (F G ), Faktor penyesuaian parkir (F P ), (F RT ) Faktor penyesuaian belok kanan, dan (F LT ) Faktor penyesuaian belok kiri 5. Perhitungan nilai arus yang disesuaikan 6. Rasio arus

3.2.2 Perhitungan tundaan

  Untuk mendapatkan nilai tundaan rata-rata sebuah pendekat maka ditentukan terlebih dahulu Tundaan lalu lintas rata-rata (DT) dan Tundaan Geometrik rata-rata (DG) dengan rumus yang telah dijelaskan pada Bab II kemudian hasil keduanya di jumlahkan untuk mendapatkan Tundaan rata-rata pada sebuah pendekat (D).

  Tundaan rata-rata inilah yang digunakan sebagai tingkat pelayanan dari masing-masing pendekat, demikian juga dari suatu simpang keseluruhan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mngenai hal-hal yang menjadi pemecahan

  masalah dari bab-bab sebelumnya. Perhitungan dititik beratkan pada analisa tingkat kinerja persimpangan, sehingga dketahui sejauh mana tingkat kinerja dari simpang kisaran.

4.1 Hasil Perhitungan

  Dari hasil pengumpulan data diolah dengan rumus-rumus dan teori-teori yang disebutkan pada bab sebelumnya sehingga diperoleh hasil yang menjadi tujuan dari penelitian ini. Dari pengelohan data tersebut dapat diketahui tingkat kinerja persimpangan sebelum dan sesudah perubahan geometrik pada persimpangan kiasaran tersebut.

4.1.1 Volume dan komposisi lalu lintas

  Data pengamatan volume dan komposisi lalu lintas setiap pendekat untuk masing-masing jam puncak yang ditinjau diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan. Pencatan dan perhitungan dilakukan dengan mencatatat setiap kendaraan yang melewati titik pengamatan. Pengamatan dilakukan pada hari Senin,

  Jum’at dan Sabtu. Data arus lalu lintas untuk ke tiga hari tersebut dilihat pada tabel berikut ini :

  27 Tabel 4.1 Volume dan Komposisi Lalu Lintas

  Hari / Tanggal Jam Puncak Volume Lalu Lintas

  Jumlah Total Pendekat Sisingamangaraja (Utara)

  Manek Roo (Selatan) Gajah Mada (Timur)

  Imam Bonjol (Barat) kend/jam smp/jam kend/jam smp/jam kend/jam smp/jam kend/jam smp/jam kend/jam smp/jam Senin

  12 Sept 2012 07.00-08.00 1550 875 852 499 2046 1162 830 511 5278 3047 08.00-09.00 1289 732 654 376 1562 897 709 410 4214 2415 12.00-13.00 955 540 665 387 1819 1063 503 304 3942 2294 13.00-14.00 1706 1002 1113 644 2200 1297 1176 679 6195 3621 16.30-17.30 1143 640 630 369 1593 933 709 420 4075 2362 17.30-18.30 1027 590 716 399 1594 945 716 406 4053 2340

  Total 7670 4378 4630 2672 10814 6298 4643 2731 27757 16079 Jum'at

  15 Sept 2012 07.00-08.00 1189 644 546 317 1729 954 576 345 4040 2261 08.00-09.00 1134 648 765 421 1991 1138 681 397 4571 2604 11.00-12.00 1521 838 1075 618 2219 1288 882 517 5697 3261 16.30-17.30 895 513 831 476 1522 886 657 382 3905 2257 17.30-18.30 808 459 642 383 1315 835 357 244 3122 1921

  Total 5547 3102 3859 2216 8776 5101 3153 1884 21335 12304 Sabtu

  16 Sept 2012 07.00-08.00 787 426 538 296 859 477 519 301 2703 1500 08.00-09.00 907 523 485 277 1149 662 408 251 2949 1713 12.00-13.00 926 548 1359 772 838 517 479 305 3602 2142 13.00-14.00 1077 613 738 446 1376 872 893 553 4084 2485 16.30-17.30 729 412 587 346 807 496 676 408 2799 1661 17.30-18.30 759 452 614 367 893 543 630 383 2896 1745

  Total 5185 2974 4321 2504 5922 3567 3605 2201 19033 11246

  Berdasarkan data pengamatan volume dan komposisi lalu lintas pada tabel diatas terlihat bahwa volume lalu lintas tertinggi diantara ketiga hari pengamatan yaitu pada hari Senin tanggal 12 September 2012, sedangkan jam puncak tertinggi untuk masing-masing periode jam puncak pada ke tiga hari pengamatan, untuk periode pagi pada hari Senin tanggal 12 September 2012 yaitu pukul 07.00-08.00 WIB, sedangkan volume total simpang adalah 3047 smp/jam, periode siang pada hari Senin tanggal 12 September 2012 yaitu pada pukul 13.00-

  14.00 WIB dengan volume total simpang adalah 3621 smp/jam sedangkan untuk periode sore pada hari Senin tanggal 12 September 2012 yaitu pukul 17.30-18.30 WIB dengan volume total simpang adalah 2340 smp/jam.

4.1.2 Kapasitas dan derajat kejenuhan

  Dalam menentukan kapasitas dan derajat kejenuhan harus ditentukan terlebih dahulu volume lalu lintas (Q), tipe pendekatnya apakah terlawan (O) atau

  28 faktor-fakror penyesuaian, nilai jenuh yang disesuaikan (S), rasio arus (FR), rasio fase (PR), waktu siklus pra penyesuian (cua). Waktu siklus disesuaikan (c) dan waktu hijau (g) sehingga kemudian dapat dihitung kapasitas (C) dan derajat kejenuhan (DS). Untuk nilai kapasitas dan derajat kejenuhan pada Simpang Kisaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

  Fase Indikator Penilaian

  61

  61

  61

  DS 0.698 0.698 0.698 0.698 c

  7 C smp/jam 828 517 1045 387

  19

  10

  15

  0.342 0.229 0.429 0.162 g smp/jam

  FR 0.173 0.116 0.217 0.082 PR detik

  3 Fase Q smp/jam 578 361 729 270

  SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol Utara Selatan Timur Barat

  Satuan Nama Lengan Simpang

  Eksisting) Penggunaan

Tabel 4.2 : Nilai Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Kondisi Eksisting)Tabel 4.3 : Nilai Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Kondisi Perubahan

  DS 0.930 0.930 0.930 0.930 c detik 240 240 240 240

  67 C smp/jam 621 388 808 406

  59

  34

  60

  0.273 0.154 0.269 0.304 g smp/jam

  FR 0.232 0.131 0.229 0.258 PR detik

  4 Fase Q smp/jam 578 361 752 378

  SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol Utara Selatan Timur Barat

  Satuan Nama Lengan Simpang

  Indikator Penilaian

  Penggunaan Fase

  61

  29 Berdasarkan menentukan kapasitas dan derajat kejenuhan di atas diketahui bahwa nilai kapasitas tertinggi terdapat pada Simpang Kisaran yang telah di ubah geometriknya dengan pelebaran lengan-lengan simpangnya dan perubahan dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal yaitu sebesar 828 smp/jam untuk ruas Jalan Sisingamangaraja, 514 smp/jam untuk ruas Jalan Manek Roo, 1045 smp/jam untuk ruas Jalan Gajah Mada dan 387 smp/jam untuk ruas Jalan Iman Bonjol. Sedangkan nilai derajat kejenuhan terendah juga pada Simpang Kisaran yang telah di ubah geometriknya dan di tambah pelebaran lengan-lengan simpang yaitu sebesar 0.698 untuk setiap lengan-lengan simpang. Untuk perhitungan selengkapnya dapat lihat pada Lampiran Tabel B.4.9 Halaman 52.

4.1.3 Tundaan simpang

  Penentuan tundaan lalu lintas meliputi penentuan jumlah kendaraan antri(QN), panjang antrian (QL) rasio kendaraan stop/smp (NS), jumlah kendaraan terhenti (Nsv), kendaraan tehenti rata-rata stop/smp, tundaan lalu lintas rata-rata (DT), tundaan geometri rata-rata (DG), tundaan total. Sehingga baru dapat di hitung nilai tundaan simpang rata-rata. Untuk nilai tundaan simpang rata- rata pada Simpang Kisaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.4 : Nilai Tundaan Simpang (Kondisi Eksisting)

  Nama Lengan Simpang Penggunaan Indikator

  Satuan SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol Fase Penilaian

  Utara Selatan Timur Barat

  4 Fase QL

  75

  42

  77

  80 meter NS 0.996 1.061 0.973 1.065 kend/smp

  NSV 575 383 731 403 smp/jam DT 117.2 144.7 111.7 161.3 det/smp DG

  4.0

  4.2

  4.0

  3.9 det/smp

  30 Tabel 4.5 : Nilai Tundaan Simpang (Kondisi Perubahan Eksisting) Nama Lengan Simpang

  Penggunaan Indikator Satuan SM. Raja Manek Roo Gajah Mada Imam Bonjol

  Fase Penilaian Utara Selatan Timur Barat

  3 Fase QL

  75

  42

  77

  80 meter NS 0.879 0.945 0.840 0.994 kend/smp

  NSV 507 341 612 268 smp/jam DT

  23.6

  28.4

  20.6

  31.8 det/smp DG

  4

  4

  4

  4 det/smp D

  27

  32

  25

  36 det/smp Kendaraan terhenti rata-rata stop/smp/det :

  25.77 Dari perhitungan tundaan simpang diatas dapat di ketahui bahwa nilai tundaan simpang terendah terdapat pada Simpang Kisaran yang telah diubah geometriknya dengan pelebaran lengan-lengan simpangnya dan perubahan dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal dengan nilai sebesar 25.77 det/smp. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran Tabel B.4.10 Halaman 53.

4.2 Pembahasan

  Dari hasil perhitungan kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan simpangan untuk setiap pendekat dan simpang secara keseluruhan pada jam puncak yang ditinjau menunjukan derajat kejenuhan lebih tinggi dari 0.930 untuk masing-masing kondisi eksisting pada Simpang Kisaran, volume lalu lintas pada Jalan Sisingamangaraja (Utara) sebesar 578 smp/jam, pada Jalan Manek Roo (Selatan) sebesar 361 smp/jam, pada Jalan Gajah Mada (Timur) sebesar 752 dan pada Jalan Imam Bonjol (Barat) sebesar 378 smp/jam. Nilai kapasitas pada Jalan Sisingamangaraja (Utara) 621 smp/jam, pada Jalan Manek Roo (Selatan) sebesar

  31 Jalan Imam Bonjol (Barat) sebesar 406 smp/jam. Waktu siklus yang disesuaikan sebesar 240 detik. Ini berati bahwa simpang tersebut sudah lewat jenuh, yang ditandai dengan tingginya nilai tundaan.

  Dengan melakukan perubahan geometrik dengan pelebaran lengan- lengan simpangnya dan perubahan dari 4 (empat) fase hijau awal menjadi 3 (tiga) fase hijau awal didapati hasil yang lebih bagus, untuk lebih jelasnya dapat dilihat tipe pendekat pada Lampiran Tabel B.4.11 Halaman 50, nilai kapasitas pada Jalan Sisingamangaraja (Utara) 828 smp/jam, pada Jalan Manek Roo (Selatan) sebesar 517 smp/jam, pada Jalan Gajah Mada (Timur) sebesar 1045 smp/jam dan pada Jalan Imam Bonjol (Barat) sebesar 387 smp/jam. Nilai derajat kejenuhan pada Jalan Sisingamangaraja (Utara), pada Jalan Manek Roo (Selatan), pada Jalan Gajah Mada (Timur) dan pada Jalan Imam Bonjol (Barat) masing-masing sebesar 0.698, waktu siklus yang disesuaikan sebesar 61 detik, dan kinerja jalan semakin bagus.

  Untuk menaikkan kapasitas dari pendekat maupun persimpangan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :

  1. Pada pendekat-pendekat dengan nilai FR kritis tertinggi, jika mungkin dilakukan penambahan lebar pendekat, pada Simpang Kisaran pelebaran dimungkinkan dilakukan pada setiap pendekat, dikarenakan arus kendaraan sudah melewati kapasitasnya.

  2. Merubah waktu siklus serta lampu nyala hijau untuk semua pendekat dengan memperhatikan arus kapasitasnya, akan tetapi dalam kasus ini perubahan waktu siklus tidak akan berpengaruh besar dalam mengurangi panjang antrian dan nilai tundaan pada simpang dikarenakan arus lalu lintas yang tinggi.