Soraya Noor Fadhila R0008072

(1)

commit to user

LAPORAN KHUSUS

PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Oleh:

Soraya Noor Fadhila

NIM. R0008072

PROGRAM D-III HIPERKES DAN KESELAMATAN KERJA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

PENGESAHAN

Tugas Akhir dengan judul : PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

Soraya Noor Fadhila , NIM : R0008072, Tahun : 2011

Telah diuji dan disahkan di hadapan Penguji Tugas Akhir

Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

Pada Hari ...Tanggal ... 20....

Pembimbing I Pembimbing II

Harninto, dr., MS, Sp.Ok Cr. Siti Utari, Dra, M.Kes

NIP. 19540505 198503 2 001

Ketua Program

D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja,

Sumardiyono, SKM, Mkes NIP. 19650706 198803 1 002


(3)

commit to user

iii


(4)

commit to user

iv

ABSTRAK

PROTEKSI RADIASI DI INSTALASI RADIODIAGNOSTIK

RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

.

Soraya Noor Fadhila1

Tujuan: Tenaga kerja, peralatan, dan lingkungan kerja Instalasi Radiodiagnostik

mengandung potensi bahaya sehingga diperlukan upaya proteksi terhadap pekerja radiasi sehingga paparan radiasi tidak berlebih. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui Proteksi Radiasi sehingga dapat mencegah efek tidak baik bagi kesehatan pekerja.

Metode: Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif yang

memberikan gambaran tentang proteksi radiasi di istalasi radiodiagnostik. Pengambilan data dilakukan melalui observasi langsung ke lapangan, wawancara kepada karyawan serta studi kepustakaan.

Hasil: Radiodiagnostik adalah tempat kerja yang di dalamnya terdapat potensi

bahaya radiasi. Untuk mencegah terjadinya paparan radiasi berlebih yakni dengan proteksi radiasi terhadapa pekerja radiasi. Meliputi peralatan proteksi dan protektif radiasi, Nilai Batas Dosis, dan upaya-upaya pengendalian agar paparam radiasi tidak membahayakan pekerja, pasien, maupun lingkungan di Instalasi Radiodiagnostik. Data yang diperoleh kemudian dibahas dengan peraturan yang tertulis di BAPETEN tentang Materi rekualifikasi petugas proteksi radiasi di bidang kesehatan, Kepmenkes 1014/MENKES/SK/XI/2008, dan peraturan lainnya yang tertuang dalam tugas akhir ini.

Simpulan: Rumah sakit telah melaksanakan proteksi radiasi di instalasi

radiodiagnostik sehingga pekerja terhindar dari paparan radiasi yang berlebih sesuai dengan BAPETEN tentang Materi rekualifikasi petugas proteksi radiasi di bidang kesehatan dan peraturan lainnya mengenai proteksi radiasi. Saran yang diberikan adalah rumah sakit segera memperbaiki pemasangan sumber radiasi di satu tempat dan dalam hal penanganan kebocoran ruang radiasi.

Kata kunci : Proteksi Radiasi

1. Program Diploma III Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kedokteran,


(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan magang serta

penyusunan laporan Tugas Akhir dengan judul PROTEKSI RADIASI DI

INSTALASI RADIODIAGNOSTIKRSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Laporan ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat kelulusan di Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pelaksanaan magang dan penyusunan laporan ini penulis telah dibantu dan dibimbing oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankan penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. A.A Subiyanto, dr., MS, selaku Dekan Lama Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM, selaku Dekan

Baru Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Putu Suriyasa, dr., MS, PKK. Sp.Ok, selaku Ketua Program Lama D-III

Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Sumardiyono, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Baru D-III Hiperkes

dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surrakarta.

5. Bapak Harninto, dr., MS, Sp.Ok, selaku Pembimbing I.

6. Ibu Cr. Siti Utari, Dra, M.Kes, selaku Pembimbing II.

7. Bapak drg. R. Basoeki Soetardjo, MMR, selaku Direktur RSUD dr. Moewardi

Surakarta yang telah memberikan ijin untuk pelaksanaan magang di RSUD dr. Moewardi.

8. Bapak Imam T. Prasetyo, selaku Kepala Bagian IPSRS RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

9. Bapak Heru Yulistianto, ST, M.Si, selaku Pembimbing Lapangan yang telah

meluangkan waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan PKL berlangsung.

10. Bapak Marjuki, S.St selaku Pembimbing Lapangan yang telah meluangkan

waktunya untuk membimbing penulis selama kegiatan PKL berlangsung.

11. Seluruh Staf IPSRS dan bagian Diklat RSUD dr. Moewardi Surakarta.

12. Keluarga besarku yang memberi bantuan baik moral maupun spiritual.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah


(6)

commit to user

vi

Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan berkah, rahmat dan perlindungan-Nya atas semua budi luhur dan nama baik dari semua pihak tersebut diatas. Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca.

Surakarta, 07 Juni 2011 Penulis,


(7)

commit to user

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN PERUSAHAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. . Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 5

1. Radiodiagnostik ... 5

2. Radiasi ... 5

3. Kecelakaan Radiasi ... 11

4. Efek Radiasi ... 13


(8)

commit to user

viii

6. Nilai Batas Dosis ... 18

7. Upaya Proteksi ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ... 41

B. Lokasi Penelitian ... 41

C. Objek Penelitian ... 41

D. Sumber Data ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Pelaksanaan ... 43

G. Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 45

B. Pembahasan ... 50

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA


(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Table 1. Perbedaan pemancar sinar X dan sinar Gamma... 10

Tabel 2. Jenis Peralatan Protektif dan Proteksi Radiasi ... 35

Tabel 3. Jenis sarung tangan sesuai potensi bahaya ... 38


(10)

commit to user

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Salah satu alat yang digunakan dalam pemanfaatan sumber radiasi yaitu

CT-Scan ... 8

Gambar 2. Ruang control CT-Scan dari balik tabir atau shielding ... 9

Gambar 3. Skema kerangka pemikiran ... 40

Gambar 4. Film badge ... 46

Gambar 5. Surveymeter ... 46

Gambar 6. Apron tiroid ... 47

Gambar 7. Gloves ... 47

Gambar 8. Apron tubuh berlapis timbal 2 mm ... 48


(11)

commit to user

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat keterangan selesai magang.

2. Daftar peralatan sumber radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

3. Lampiran Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir No.

05-P/ka-BAPETEN/I-03.

4. Lampiran Pernyataan Kebijakan Keselamatan Nuklir Badan Pengawas Tenaga

Nuklir.

5. Prosedur Tetap Penggunaan Alat Proteksi Radiasi RSUD Dr. Moewardi

Surakarta.

6. Prosedur Tetap Proteksi Radiasi Terhadap Pasien RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

7. Prosedur Tetap Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan RSUD Dr. Moewardi


(12)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan industrialisasi yang berlangsung cepat melalui penerapan teknologi maju baik dalam bentuk mekanisasi maupun modernisasi interaksi antara mesin sebagai alat produksi, manusia sebagai tenaga kerja pengoperasian mesin, dan lingkungan kerja tempat berlangsungnya proses produksi harus dapat berjalan serasi, agar dapat dicapai produktivitas yang sebaik-baiknya bagi perusahaan. Proses kemajuan ini memerlukan tingkat keselamatan dan kesehatan kerja yang lebih tinggi (Tarwaka, 2008).

Rumah sakit oleh World Health Organization atau disingkat WHO (1957)

diberikan batasan yaitu suatu bahagian menyeluruh (Integrasi) dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat

baik kuratif maupun rehabilitatif, dimana output layanannya menjangkau

pelayanan keluarga dan lingkungan, rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial (Asta, 2008).

Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi


(13)

commit to user

dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion (Kepmenkes 1014/Menkes/SK/XI/2008).

Menurut Tim Bapeten (2003a), kecelakaan radiasi merupakan suatu keadaan

tidak normal yang timbul karena tidak terkendalinya sumber radiasi yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan jiwa, kesehatan dan harta benda. Kecelakaan radiasi mempunyai ciri adanya medan radiasi yang tinggi atau terjadinya pelepasan zat radioaktif yang tidak dapat dikendalikan dalam jumlah cukup besar sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan efek yang serius atau

kematian (Bapeten, 2003a)

Efek radiasi tergantung dari dose ekivalen yang diterima, dose rate, jaringan terkena, jumlah atau luasnya area terpajan. Sekecil apapun radiasi yang diterima akan berpengaruh karena akan terakumulasi. Secara alami sel kita juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki apabila ada kerusakan, tentu saja tergantung seberapa parah kerusakan yang diderita. Sesuai dengan kenyataan tersebut maka dosis radiasi kecil yang diberikan secara berkala akan menimbulkan efek berbeda jika radiasi diberikan sekaligus dalam dosis besar (Taspirin, 2009).

RSUD Dr. Moewardi Surakarta sebagai rumah sakit pemerintah memiliki Instalasi Radiodiagnostik yang menggunakan pesawat sinar-X mendeteksi berbagai penyakit yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Berdasarkan hal tersebut RSUD Dr. Moewardi Surakarta mempunyai komitmen untuk memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP)


(14)

commit to user

Nomor 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap

Pemanfaatan Radiasi Pengion serta PPNomor 33 tahun 2007tentang Keselamatan

Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radiaoaktif (Muhtarom, 2011).

Karena hal tersebut penulis menyusun tugas akhir mengenai Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam penelitian ini dapat dibuat rumusan masalah: Bagaimanakah Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakata?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakata.

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1. Rumah Sakit

Diharapkan dapat menjadi masukan dan evaluasi terhadap Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik sehingga dapat mewujudkan lingkungan rumah sakit dan tempat kerja yang aman dan sehat.


(15)

commit to user

2. Penulis

a. Diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang

Proteksi Radiasi di rumah sakit.

b. Diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat selama di

program studi D-III Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

3. Program D-III Hiperkes dan Keselamatan Kerja

Diharapkan dapat menambah perbendaharaan kepustakaan mengenai Proteksi Radiasi di rumah sakit.


(16)

commit to user

5 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Radiodiagnostik

Pada era maju sekarang ini, umumnya layanan radiologi telah dikelompokkan menjadi 2 (dua) prosedur, yaitu radiologi diagnostik dan intervensional. Radiologi diagnostik adalah cabang ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk prosedur diagnosis, sedangkan radiologi intervensional adalah cabang ilmu radiologi yang berhubungan dengan penggunaan pesawat sinar-X untuk memandu prosedur perkutaneus seperti pelaksanaan biopsi, pengeluaran cairan, pemasukan kateter, atau pelebaran terhadap saluran atau pembuluh darah yang menyempit (Togap, 2006).

Radiodiagnostik merupakan salah satu cabang ilmu yang dikembangkan setelah ditemukannya sinar-X oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tahun 1895. Pemanfaatan sinar-X di radiodiagnostik adalah sebagai penegak diagnosa suatu kelainan atau penyakit. Dan sejak itu radiodiagnostik menjadi salah satu pemeriksaan dalam dunia kedokteran (Tris, 2011).

2. Radiasi


(17)

commit to user

Radiasi merupakan salah satu bahaya potensial yang ada di sarana kesehatan. Radiasi pada dasarnya adalah suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa membutuhkan medium (Taspirin, 2009).

Radiasi yang ada di tempat kerja dan mempunyai pengaruh kepada tenaga kerja dan pekerjaannya terdiri dari:

1) Radiasi elektromagnetis, yaitu gelombang-gelombang mikro

(microwave), radiasi laser, radiasi panas, sinar ultraviolet, sinar infra merah, sinar-X dan sinar gamma.

2) Radiasi radioaktif, yaitu sinar-sinar dari bahan radioaktif

.

Radiasi elektromagnetik dalam bidang medik adalah radiasi yang dikeluarkan peralatan seperti pesawat sinar-X, sinar gamma, gelombang

micro, inframerah, ultraviolet, maupun pesawat ultrasonografi (Taspirin, 2009).

Radiasi di Instalasi radiodiagnostik rumah sakit digunakan untuk sumber pelayanan kepada pasien yang membutuhkan radiasi untuk membantu menegakkan diagnose penyakit, komponen lainnya yaitu pekerja radiasi, masyarakat umum yang terdiri dari keluarga pasien dan tenaga medis lainnya (Taspirin, 2009).

b. Sumber Radiasi

Semua individu menerima radiasi alami namun saat ini berbagai tes diagnostik merupakan sumber terbesar pajanan radiasi sehingga


(18)

commit to user

harus dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi radiasi tersebut. Walaupun radiasi ionisasi dianggap memiliki potensi bahaya, resiko ini harus dipertimbangkan selain berbagai manfaat yang akan didapatkan oleh pasien (Pradip, 2007).

Sumber radiasi pada sarana kesehatan yang paling sering digunakan adalah sinar-X sedangkan partikel alpha, beta, dan gamma hanya digunakan pada rumah sakit yang memiliki instalasi radiodiagnostik, radioterapi dan kedokteran nuklir (Taspirin, 2009).

Radiasi gamma termasuk jenis radiasi elektromagnetik. Sinar gamma identik dengan sinar-X karena keduanya termasuk radiasi elektromagnetik, namun panjang gelombang sinar gamma lebih pendek dibandingkan sinar-X. Gamma memiliki daya tembus paling besar dibandingkan alpha dan beta, namun daya ionisasinya paling kecil. Radionuklida yang dapat mengeluarkan sinar gamma adalah Cobalt (Co-60) dan Cesium (Cs-137) (Taspirin, 2009).

Contoh alat yang digunakan dalam pemanfaatan sumber radiasi


(19)

commit to user

Gambar 1. Salah satu alat yang digunakan dalam pemanfaatan sumber radiasi

yaitu CT-Scan


(20)

commit to user

Gambar 2. Ruang control CT-Scan dari balik tabir atau shielding.

Sumber : Data Sekunder (Dokumen Tim Blog Wikipedia, 2011)


(21)

commit to user

Perbedaan pemancar sinar-X dan sinar Gamma dapat dilihat pada Tabel 1. Sinar elektromagnetik ini menyebabkan kelainan-kelainan di tubuh dan di kulit sesuai dosisnya. Pencegahan dilakukan dengan pengukuran dosis (dosimeter) dari sinar dan sebagai batas aman tidak

Tabel 1. Perbedaan pemancar sinar X dan sinar Gamma

No Sinar-X Sinar Gamma

1 Dipancarkan oleh alat

pemancar sinar-X

Dipancarkan oleh sinar

radioisotop

2 Pancaran sinarnya

terkendalikan artinya jika

diperlukan baru alat

dinyalakan (switch on)

Pancaran sinarnya tak

terkendalikan, artinya sinar

terus dipancarkan sehingga

diperlukan alat penyimpanan

(kamera) jika sinar tak

terkendalikan

3 Waktu habisnya alat tak

diketahui tergantung dari si pemakai alat

Mempunyai waktu paruh,

dimana aktivitas sumber

menjadi separuhnya setelah waktu paruh terlampaui

4 Energinya dapat diatur sesuai

dengan energi yang

dikehendaki

Energinya tetap, tergantung

dari macam isotop yang

dipakai

5 Intensitasnya lebih besar Intensitasnya kecil

6 Pemeliharaannya sukar dan

mudah rusak

Pemeliharaannya mudah dan tidak mudah rusak

7 Harganya mahal Harganya relatif murah

8 Alatnya besar, sukar cara set

up nya (mengatur posisi

sumber film dan benda yang akan diperiksa)

Alatnya kecil, mudah cara set

up nya

9 Kalau ada kerusakan mudah

penanganannya, listrik

dimatikan maka sinar tidak memancar

Kalau ada kerusakan sukar

untuk menangani karena

sumber terus menerus

memancarkan sinar gamma

10 Banyak dipakai pada

pemeriksaan metal tipis

dengan sensitivitas tinggi

Banyak dipakai pada

pemeriksaan metal tebal dan

tipis dengan sensitivitas

menengah Sumber : Data Sekunder (Dokumen Pusat K3, 2010)


(22)

commit to user

Sinar-X dibuat dengan cara menembakkan awan elektron pada

bahan target seperti Tungsten di dalam tabung vakum. Semakin tinggi

arus yang digunakan semakin tinggi daya tembusnya. Sumber terbuka biasanya dalam bentuk cairan yang dapat diberikan kepada pasien dengan cara disuntikkan ataupun diminum misalnya Yodium (I-131) (Taspirin, 2009).

3. Kecelakaan Radiasi

Menurut Peraturan Pemerintah 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion, kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan radiasi dan atau kontaminasi yang melampaui batas keselamatan.

Kecelakaan radiasi merupakan suatu keadaan tidak normal yang timbul karena tidak terkendalinya sumber radiasi yang secara langsung atau tidak langsung dapat membahayakan jiwa, kesehatan dan harta benda. Kecelakaan radiasi mempunyai ciri adanya medan radiasi yang tinggi atau terjadinya pelepasan zat radioaktif yang tidak dapat dikendalikan dalam jumlah cukup besar sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan efek

yang serius atau kematian (Tim Bapeten, 2003a).

Menurut Tim Bapeten (2003a), faktor utama kecelakaan terjadi

sebagai akibat tiga faktor utama yaitu faktor manusia, faktor instalasi atau peralatan teknis, dan faktor sarana atau lingkungan kerja. Penyebab


(23)

commit to user

timbulnya kecelakaan yang berkaitan dengan ketiga faktor tersebut secara umum dapat dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :

a. Kondisi instalasi dan lingkungan

Keadaan fisik atau lingkungan instalasi yang berbahaya sehingga memungkinkan atau terdapat peluang terjadinya suatu kecelakaan. Kondisi instalasi yang tidak aman ini dapat dikendalikan dengan peralatan yang mempunyai sistem pengaman yang baik dan teruji, serta adanya prosedur keselamatan kerja yang memadai.

b. Tindakan operator

Tindakan yang menyimpang dari operator terhadap prosedur keselamatan dan segala ketentuan keselamatan.

Hal tersebut diatas antara lain disebabkan karena faktor-faktor sebagai berikut :

1) Kurang pengetahuan tentang cara kerja peralatan, mesin, instalasi

atau sifat bahan yang digunakan.

2) Tidak atau kurang memiliki ketrampilan.

3) Memiliki cacat tubuh yang tidak tampak.

4) Bekerja dalam keadaan letih dan lesu.

5) Sikap dan tingkah laku kerja yang tidak sesuai ketentuan.

Menurut Tim Bapeten (2003a), potensi bahaya radiasi secara


(24)

commit to user

1) Potensi bahaya radiasi sebagai akibat adanya kegiatan operasi

fasilitas atau instalasi yang memanfaatkan tenaga nuklir (penelitian, energi listrik, kesehatan, industri dan sebagainya).

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa setiap fasilitas atau instalasi nuklir harus mempunyai izin dari BAPETEN, maka segala resiko dan dampak radiasi yang mungkin akan terjadi telah dihipotesiskan atau diramalkan dalam Laporan Analisis Keselamatan (LAK) sehingga tindakan pencegahan dari potensi bahaya telah dapat ditentukan sesuai dengan karakteristik fasilitas. Sebagai contoh adalah pembatasan dosis, pemonitoran radiologi, pembagian daerah kerja dan sebagainya.

2) Potensi bahaya radiasi yang timbul sebagai akibat terjadinya

kecelakaan radiasi.

Dalam kondisi ini diperlukan tindakan penanggulangan atau intervensi untuk mengurangi penerimaan penyinaran yang lebih tinggi agar dosis yang diterima personil serendah mungkin. Jika kecelakaan menyebabkan tercemarnya lingkungan maka diperlukan suatu tindakan untuk mengembalikan kondisi lingkungan seperti semula.

4. Efek radiasi

Efek radiasi tergantung dari dose ekivalen yang diterima, dose rate,

jaringan terkena, jumlah atau luasnya area terpajan. Sekecil apapun radiasi yang diterima akan berpengaruh karena akan terakumulasi. Secara alami


(25)

commit to user

sel kita juga mempunyai kemampuan untuk memperbaiki apabila ada kerusakan, tentu saja tergantung seberapa parah kerusakan yang diderita. Sesuai dengan kenyataan tersebut maka dosis radiasi kecil yang diberikan secara berkala akan menimbulkan efek berbeda jika radiasi diberikan sekaligus dalam dosis besar (Taspirin, 2009).

Efek radiasi pengion adalah mutagenik, karsinogenik dan teratogenik. Anak-anak lebih sensitif daripada orang dewasa. Akibat buruk dari radiasi pengion dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut efek herediter apabila dialami oleh keturunannya (Taspirin, 2009).

Gelombang mikro mempunyai pengaruh kepada tenaga kerja yang bekerja di daerah sumber radiasi. Pengaruhnya terutama gangguan faal tubuh. Sindroma klinis terbagi tiga, yaitu stadium permulaan, stadium dengan gejala-gejala menengah dan stadium lanjut. Pada stadium pertama gejala-gejalanya adalah asthenia yang berupa perubahan vasovegetatif jenis vagotonik. Prosesnya reversibel dan segera pulih kembali setelah radiasi berhenti. Pada tingkat lanjut terdapat kelainan neuro-vaskuler yang ditandai perubahan-perubahan pada tonus pembuluh darah, paroxysma, dan kecenderungan kuatnya reaksi simpatis. Gambaran klinis menyerupai sindroma gangguan diencephalon dengan perubahan-perubahan sangat terlihat pada electroencephalogram. Pada tingkat ini, proses pathologis kecil, kemungkinan dapat p


(26)

commit to user

Sinar elektromagnetik lainnya menyebabkan kelainan-kelainan di tubuh dan di kulit sesuai dengan dosisnya. Salah satu contoh kelainan adalah luka bakar oleh sinar-X ataupun sinar gamma. Akibat-akibat lainnya adalah impotensi, kerusakan system hemopolitik, dan leukemia. Pencegahan dilakukan dengan pengukuran dosis tidak melebihi dosis

.

5. Pekerja radiasi

Pekerja Radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir

atau instansi radiasi pengion yang diperkirakan menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum. Adapun di dalamnya adalah Petugas Proteksi Radiasi (PPR) yaitu petugas yang ditunjuk oleh pengusaha instalasi dan oleh Badan Pengawas yang dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi (Muhtarom, 2011).

Begitu pula perhatian dalam hal tugas pokok tenaga kerja yang berada di Instalasi Radiodiagnostik yang mampu menjadi faktor pendukung dalam penerapan keselamatan kerja radiasi itu sendiri, antara lain:

a. Pekerja radiasi

Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 pasal 1 no. 10, pekerja radiasi adalah setiap orang yang bekerja di instalasi nuklir atau instalasi yang berhubungan dengan radiasi pengion yang diperkirakan


(27)

commit to user

menerima dosis radiasi tahunan melebihi dosis untuk masyarakat umum (Tim Pusat K3, 2010).

Menurut Tim Pusat K3 (2010), semua pekerja Radiasi merupakan bagian dari organisasi proteksi radiasi yang memiliki tanggung jawab dan kewajiban terhadap keselamatan radiasi di daerah kerjanya antara lain :

1) Mengetahui, memahami, dan melaksanakan semua ketentuan

keselamatan kerja radiasi.

2) Memanfaatkan sebaik-baiknya peralatan keselamatan radiasi yang

tersedia, bertindak secara hati-hati serta bekerja secara aman untuk melindungi dirinya sendiri dan pekerja lain.

3) Melaporkan setiap kejadian kecelakaan bagaimanapun kecilnya

kepada Petugas Proteksi Radiasi.

4) Melaporkan setiap gangguan kesehatan yang dirasakan, yang

diduga akibat penyinaran lebih atau masuknya zat radioaktif ke dalam tubuh pekerja.

b. Petugas Proteksi Radiasi (PPR)

Menurut Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 2000 pasal 1 no. 9, pekerja radiasi adalah petugas yang ditunjuk oleh Pengusaha Instalasi Atom dan oleh Bapeten dinyatakan mampu melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan proteksi radiasi.

Menurut Kepmenkes RI 1014/MENKES/SK/XI/2008, petugas proteksi radiasi merupakan bagian dari organisasi proteksi radiasi yang


(28)

commit to user

memiliki tanggung jawab dan kewajiban terhadap keselamatan radiasi di daerah kerjanya antara lain :

1) Memantau aspek operasional Proteksi dan Keselamatan Radiasi.

2) Memastikan ketersediaan dan kelayakan perlengkapan Proteksi

Radiasi, dan memantau pemakaiannya.

3) Meninjau secara sistematik dan periodik, program pemantauan di

semua tempat dimana pesawat sinar-X digunakan.

4) Memberikan konsultasi yang terkait dengan Proteksi dan

Keselamatan Radiasi.

5) Berpartisipasi dalam mendesain fasilitas radiologi.

6) Memelihara rekaman.

7) Mengidentifikasi kebutuhan dan mengorganisasi kegiatan

pelatihan.

8) Melaksanakan pelatihan penanggulangan dan pencarian keterangan

dalam hal kedaruratan.

9) Melaporkan kepada Pemegang Izin setiap kejadian kegagalan

operasi yang berpotensi Kecelakaan Radiasi.

10) Menyiapkan laporan tertulis mengenai pelaksanaan program

Proteksi dan Keselamatan Radiasi dan verifikasi keselamatan yang diketahui oleh Pemegang Izin untuk dilaporkan kepada Kepala Bapeten.


(29)

commit to user

11) Melakukan inventarisasi zat radioaktif.

Dalam Peraturan pemerintah no 11 tahun 1975 Bab III mengenai Petugas dan Ahli Proteksi Radiasi, antara lain:

1) Pasal 4 : setiap instalasi atom harus mempunyai

sekurang-kurangnya seorang petugas proteksi radiasi.

2) Pasal 5 : setiap penguasa instalasi atom dengan persetujuan instansi

yg berwenang diwajibkan menunjuk dirinya sendiri atau orang lain dibawahnya selaku petugas proteksi radiasi.

PPR bertanggungjawab atas segala sesuatu yang

berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan kekuasaanya kepada penguasa instalasi atom.

3) Pasal 6 : PPR berkewajiban menyusun pedoman kerja, instruksi,

dan lain-lain yang berlaku dalam lingkungan instalasi atom yang bersangkutan.

4) Pasal 7 : untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan

keselamatan kerja terhadap radiasi perlu ditunjuk ahli PPR oleh instalasi yang berwenang.

Ahli PPR diwajibkan memberikan laporan kepada instansi yang berwenang dan Menteri Tenaga Kerja dan Koperasi secara berkala.

6. Nilai Batas Dosis

Pembatasan dosis radiasi baru dikenal pada tahun 1928, yaitu sejak


(30)

commit to user

Commission on Radiological Protection/ICRP). Pelopor proteksi radiasi yang terkenal adalah seorang ilmuwan dari Swedia bernama Rolf Sievert. Ia lahir pada tahun 1896 ketika Henri Becquerel menemukan zat radioaktif alam. Sievert kemudian diabadikan sebagai satuan dosis paparan radiasi dalam sistem Satuan Internasional (SI). 1 Sievert (Sv) menunjukkan berapa besar dosis paparan radiasi dari sumber radioaktif yang diserap oleh tubuh per satuan massa (berat), yang mengakibatkan kerusakan secara biologis pada sel/jaringan (Fakhrul, 2008).

Ketentuan tentang Nilai Batas Dosis menurut Tim Pusat K3 (2010), dimaksudkan untuk mengatur dengan lebih tegas nilai pemaparan dan dosis radiasi tertinggi yang masih diizinkan untuk diterima oleh pekerja radiasi dalam menjalankan pekerjaannya sesuai dengan Bab II pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi. Setiap Pengusaha Instalasi atom diizinkan menentukan sendiri nilai batas dosis yang sesuai dengan kondisi setempat asal tidak melebihi nilai tertinggi yang diterapakan dalam ketentuan ini.

Dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima didasarkan atas dasar rumus akumulasi sebagai berikut : D = 5 (N-18) dengan pengertian bahwa D adalah dosis tertinggi yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi selama masa kerjanya, dinyatakan dalam rem. N adalah usia pekerja radiasi yang bersangkutan, dinyatakan dalam tahun. Sedangkan 18 adalah usia daripada seseorang yang diizinkan bekerja dalam medan radiasi, dinyatakan dalam tahun (Tim Pusat K3, 2010).


(31)

commit to user

Dosis yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi merupakan jumlah dosis yang berasal dari radiasi eksterna dan radiasi interna, tetapi tidak termasuk dosis yang diterima dari radiasi maksud-maksud medis. Dalam hal ini Nilai Batas Dosis yang memenuhi standard internasional ICRP No. 60 tahun 1990 yaitu untuk petugas atau pekerja radiasi adalah 5 mSv per tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak melebihi dari 1 mSv dalam satu tahun (Tim Pusat K3, 2010).

Dosis yang diizinkan untuk diterima oleh seorang pekerja radiasi didasarkan atas pengaruhnya pada organ tubuh yang paling sensitif

terhadap radiasi yaitu sumsum tulang merah (red bone marrow), kelenjar

kelamin (gonad), dan tubuh secara keseluruhan. Apabila dosis akumulasi

pekerja radiasi untuk jangka waktu tertentu tidak diketahui harus dianggap bahwa pekerja tersebut telah menerima dosis radiasi sebesar Nilai Batas Tertinggi untuk jangka waktu tersebut (Tim Pusat K3, 2010).

Jika dosis melebihi Nilai Batas Dosis (NBD), maka dalam upayanya sesuai ketentuan Bapeten no. 6 tahun 2010 tentang Pemantauan Kesehatan untuk Pekerja Radiasi bagian 4 pasal 12 tentang Penatalaksanaan Kesehatan Pekerja yang Mendapat Paparan Radiasi Berlebih, antara lain :

a. Kajian terhadap dosis yang diterima

b. Konseling


(32)

commit to user

7. Upaya proteksi

Menurut Taspirin (2009), pengendalian adalah hal yang paling mendasar dari proteksi radiasi. Ada tiga prinsip dalam proteksi radiasi

yaitu pengendalian waktu, jarak dan shielding.

a. Waktu

Pengaturan waktu adalah metoda penting untuk mengurangi penerima dosis radiasi. Waktu yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan radiasi diusahakan secepat mungkin.

b. Jarak

Dalam pengendalian jarak, berlaku hukum kuadrat terbalik yaitu semakin besar jarak dari sumber maka dosis radiasi ditempat tersebut jauh semakin kecil. Pengendalian radiasi hambur dari ruang pemeriksaan rontgen dapat dilakukan dengan menjaga jarak minimal 3 meter dari tabung sinar X.

c. Shielding

Ruang radiologi dan kedokteran nuklir harus mempunyai dinding dari beton yang lebih tebal atau adanya timbal pelapis sehingga dapat menyerap semua energi radiasi yang melaluinya. Pada jendela perlu disisipkan kaca timbal sehingga petugas dapat mengawasi pasien selama pemeriksaan dengan aman.

Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai Penggunaan Alat Proteksi Radiasi (Lampiran 5), antara lain:


(33)

commit to user

a. Setiap pekerja radiasi harus berlindung di belakang tabir proteksi

(tembok beton atau Pb (timah hitam)).

b. Menggunakan tabir Pb (timah hitam) yang dilengkapi dengan

kaca Pb (timah hitam).

c. Setiap pekerja radiasi memakai apron.

d. Penggunaan radiasi seefektif mungkin sehingga mengurangi

radiasi hambur.

e. Mencegah pengulangan foto.

f. Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi.

Upaya-upaya proteksi yang dilakukan oleh Instalasi

Radiodiagnostik adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan

Sesuai peraturan yang berlaku, maka pekerja radiasi harus diperiksa kesehatannya sebelum mulai bekerja, selama bekerja minimal setahun sekali, dan saat berhenti sebagai pekerja radiasi.

Mengingat adanya kemungkinan pindahnya seorang pekerja radiasi ke instalasi lain, maka diperlukan suatu koordinasi pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi bagi instalasi-instalasi yang menggunakan radiasi, sehingga data kesehatan sebelumnya bisa dipindahkan dengan cara yang mudah di tempat kerja yang baru. Data kesehatan tersebut sangat penting untuk memantau kesehatan pekerja radiasi, masalah ansuransi maupun untuk menunjang penanganan medik pada kasus kecelakaan radiasi (Bambang, 2007).


(34)

commit to user

Pengawasan kesehatan terhadap pekerja radiasi harus didasarkan pada prinsip-prinsip pemeriksaan kesehatan pada umumnya. Pengawasan kesehatan meliputi :

1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja

Pemeriksaan ini meliputi penyelidikan terhadap riwayat kesehatannya termasuk semua penyinaran terhadap radiasi pengion dari pekerjaan sebelumnya yang diketahui diterimanya atau dari pemeriksaan dengan pengobatan medik dan juga peneyelidikan secara klinik untuk menentukan keadaan umum kesehatannya. Pemeriksaan khusus dilakukan terhadap organ yang dianggap peka terhadap radiasi misalnya pemeriksaan hematologi, dermatologi, ophtalmologi, paru-paru, neurologi dan atau kandungan (Dartini, 2007).

Pemeriksaan kesehatan sebelum masa kerja akan

memberikan informasi mengenai kondisi kesehatan pekerja radiasi pada saat akan mulai bekerja dan penyakit-penyakit apa saja yang pernah diderita. Masukan ini akan diperlukan sebagai bahan acuan untuk setiap perubahan keadaan kesehatan yang terjadi di kemudian hari waktu ia bekerja di medan radiasi. Pemeriksaan kesehatan ini pada prinsipnya sama seperti halnya di tempat kerja lainnya, tetapi harus disertakan aspek-aspek yang merefleksikan efek kesehatan spesifik pada pekerja radiasi. Temuan awal harus dijadikan sebagai dasar uji kesehatan pekerja


(35)

commit to user

sesuai tugasnya dan sebagai referensi (pembanding) terhadap perubahan yang terjadi selama beekrja dan sesudahnya (Tetriana dan Evalisa, 2007).

2) Pemeriksaan kesehatan berkala selama bekerja

Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk menentukan keadaan kesehatan pekerja dalam menjalankan tugasnya. Pemeriksaan ini dilakukan sekurang-kurangnya satu tahun sekali atau lebih tergantung pada kondisi penyinaran yang diterima oleh pekerja (Dartini, 2007).

Pemeriksaan kesehatan selama masa kerja dilakukan secara berkala minimal sekali dalam setahun. Pemaparan terhadap radiasi dan peristiwa kontaminasi dengan zat radioaktif dapat saja terjadi tanpa diketahui oleh si pekerja radiasi, karena itu diperlukan usaha untuk mendeteksi akibat yang ditimbulkannya. Di pihak lain, perubahan kondisi kesehatan pekerja radiasi dapat nampak seolah-olah sebagai akibat radiasi pengion namun pada kenyataannya ditimbulkan oleh penyebab lain. Frekuensi uji berkala seharusnya minimal sekali dalam setahun, bergantung pada umur dan kesehatan pekerja, sifat tugas, dan tingkat pajanan terhadap radiasi (Tetriana dan Evalisa, 2007).

3) Pemeriksaan kesehatan pada waktu pemutusan hubungan kerja

Setiap pekerja radiasi pada saat memutuskan hubungan kerja dengan instalasi nuklir atau instalasi yang memanfaatkan


(36)

commit to user

sumber radiasi diwajibkan menjalankan pemeriksaan kesehtaan secara teliti dan menyeluruh atas beban instalasi yang memanfaatkan sumber radiasi. Dokter instalasi dapat menentukan perlunya pengawasan kesehatan setelah putusnya hubungan kerja untuk mengawasi kesehatan orang yang bersangkutan selama dianggap perlu atas biaya pengusaha instalasi (Dartini, 2007).

Pada waktu berhenti sebagai pekerja radiasi, pekerja tersebut akan mendapatkan pemeriksaan kesehatan untuk menentukan kondisi kesehatannya pada saat berhenti bekerja. Jika diperlukan dapat diberikan pemeriksaan tambahan sebagai tindak

lanjut (follow up). Petugas kesehatan pada unit medik fasilitas

nuklir sebaiknya memahami cara dan kondisi kerja sebagai pekerja radiasi serta bahaya radiasi yang mungkin akan mengancamnya (Tetriana dan Evalisa, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 172/MENKES/PER/III/1991, maka pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi terdiri dari:

a) Pemeriksaan jasmani (fisik)

b)Pemeriksaan laboratorium

c) Pemeriksaan lain yang dianggap perlu

b. Proteksi Paparan Radiasi

Untuk menjamin kesehatan pekerja radiasi tetap dalam kondisi aman dan terkendali maka kegiatan pemeriksaan kesehatan pekerja


(37)

commit to user

radiasi harus didukung juga oleh ketentuan yang mengatur cara-cara yang aman dalam penggunaan radiasi. Di dalam Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang

Terhadap gamblang

mengenai asas-asas proteksi radiasi yang terdiri dari asas justifikasi

(justification of practices), limitasi (dose limitation), dan optimisasi

(optimization of protection and safety) untuk setiap kegiatan yang mengakibatkan penerimaan dosis radiasi pada seseorang berdasarkan rekomendasi ICRP. Keempat asas yang telah dikenal secara luas tersebut khususnya di lingkungan penguasa instalasi dan pengguna adalah sebagai berikut :

1) Asas justifikasi, yaitu setiap kegiatan yang memanfaatkan

radioaktif atau sumber radiasi lainnya hanya boleh dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang lebih besar kepada seseorang yang terkena penyinaran radiasi atau bagi masyarakat, dibandingkan dengan kerugian yang mungkin diakibatkan, dengan memperhatikan faktor-faktor sosial, ekonomi, dan faktor lainnya yang sesuai. Dalam melakukan pengkajian perlu diperhitungkan pula estimasi kerugian yang berasal dari penyinaran yang tidak dapat diramalkan sebelumnya.

2) Asas limitasi, yaitu penerimaan dosis oleh seseorang tidak boleh

melampaui nilai batas dosis yang ditetapkan Badan Pengawas (BP). Yang dimaksud nilai batas dosis disini adalah dosis radiasi


(38)

commit to user

yang diterima dari penyinaran eksterna dan interna selama 1 (satu) tahun dan tidak bergantung pada laju dosis. Penetapan nilai batas dosis ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik yang berasal dari radiasi alam.

3) Asas optimisasi, yaitu proteksi dan keselamatan terhadap

penyinaran yang berasal dari sumber radiasi yang dimanfaatkan, harus diusahakan sedemikian rupa sehingga besarnya dosis yang diterima seseorang dan jumlah orang yang tersinari sekecil mungkin dengan memperhatikan faktor sosial dan ekonomi. Terhadap dosis perorangan yang berasal dari sumber radiasi harus diberlakukan pembatasan dosis yang besarnya harus dibawah nilai batas dosis (Tetriana dan Evalisa, 2007).

Menurut Tim Bapeten (2003a), dalam hal proteksi radiasi

khusus untuk peralatan diagnostik:

1) Penyinaran radiasi medik sekecil mungkin yang bisa dicapai

dengan tetap mendapatkan informasi diagnostik yang

diperlukan.

2) Parameter seperti tegangan, arus, posisi titik fokus, dinyatakan

secara jelas dan akurat.

3) Piranti yang secara otomatik bahwa radiasi selesai setelah


(39)

commit to user

4) Untuk fluroskopi, piranti yang menghidupkan tabung dengan

cara ditekan terus-menerus harus dilengkapi dengan pembatas waktu penyinaran atau pemantau dosis masuk kulit.

Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai Proteksi Radiasi Terhadap Pasien (Lampiran 6), antara lain:

1) Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.

2) Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.

3) Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa

sehingga sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.

4) Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, misal proteksi

untuk gonad, dan lain-lain.

5) Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu

dibutuhkan.

6) Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penerita yang

sedang hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan

load, sehingga janin terhindar dari radiasi.

Menurut dr. Mardiatmo, 2008 dalam Prosedur Tetap mengenai Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan (Lampiran 7), antara lain:

1) Penempatan sinar-X harus ditempatkan di ruang yang kedap

radiasi.

2) Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat


(40)

commit to user

3) Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan

lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi pemeriksaan.

4) Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan

tersebut ada daerah radiasi.

5) Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut

masuk kedalam ruang pemeriksaan.

c. Peralatan Protektif dan Proteksi Radiasi

Menurut Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion pasal 18 tentang Peralatan Proteksi Radiasi dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 tentang Pemakaian Isotop Radioaktip mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk melakukan penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi

Peralatan protektif dan peralatan proteksi radiasi adalah beberapa alat atau rancangan yang digunakan oleh Instalasi Radiologi dalam hal keselamatan pekerja untuk menghindari paparan yang melebihi nilai batas dosis. Sehingga para pekerja merasa aman dan nyaman dalam melakukan pekerjaannya dan terjaminnya kesehatan mereka.


(41)

commit to user

1) Peralatan Protektif Radiasi

Sebagai peralatan protektif harus sesuai dengan rancangan

yang sudah ditentukan oleh Kepmenkes

1014/MENKES/SK/XI/2008. Pendekatan yang dipakai dalam menetapkan jenis dan luas ruangan adalah :

a) Fungsi ruangan/jenis kegiatan

b)Proteksi terhadap bahaya radiasi bagi petugas, pasien,

lingkungan

c) Efisiensi

Disisi lain juga tercantum adanya persyaratan ruangan :

a) Letak unit/instalasi radiologi hendaknya mudah dijangkau dari

ruangan gawat darurat, perawatan intensive care, kamar bedah

dan ruangan lainnya.

b)Di setiap instalasi radiologi dilengkapi dengan alat pemadam

kebakaran dan alarm sesuai dengan kebutuhan.

c) Suhu ruang pemeriksaan 20-24 °C dan kelembaban 40 - 60 %.

d)Suhu untuk alat sesuai dengan kebutuhan alat tersebut.

Persyaratan ruangan, meliputi jenis, kelengkapan dan ukuran/luas ruangan yang dibutuhkan sebagai berikut :

a) Ketebalan dinding

Bata merah dengan ketebalan 25 cm (duapuluh lima sentimeter) dan kerapatan jenis 2,2 g/cm3 (dua koma dua gram per sentimeter kubik), atau beton dengan ketebalan 20 cm


(42)

commit to user

(duapuluh sentimeter) atau setara dengan 2 mm (dua milimeter) timah hitam (Pb), sehingga tingkat 26 Radiasi di sekitar ruangan Pesawat sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis 1 mSv/tahun (satu milisievert per tahun).

b)Ruangan dilengkapi dengan sistem pengaturan udara sesuai

dengan kebutuhan.

c) Pintu dan ventilasi.

(1)Pintu ruangan Pesawat sinar-X dilapisi dengan timah hitam

dengan ketebalan tertentu sehingga tingkat Radiasi di sekitar ruangan Pesawat sinar-X tidak melampaui Nilai Batas Dosis 1 mSv/tahun (satu milisievert per tahun).

(2)Ventilasi setinggi 2 (dua) meter dari lantai sebelah luar agar

orang di luar tidak terkena paparan radiasi.

(3)Di atas pintu masuk ruang pemeriksaan dipasang lampu

merah yang menyala pada saat pesawat dihidupkan sebagai tanda sedang dilakukan penyinaran (lampu peringatan tanda bahaya radiasi).

d)Pada tiap-tiap sambungan Pb, dibuat tumpang tindih atau

overlapping.

e) Jenis dan ukuran ruangan:


(43)

commit to user

Ukuran ruangan sesuai dengan kebutuhan atau besarnya alat. Sedangkan untuk ruang sinar-X tanpa fluroskopi, minimal:

(a) Alat dengan kekuatan s/d 125 KV: 4m(p) x 3m(l) x 2,8m(t)

(b) Alat dengan kekuatan >125 KV: 6,5m(p) x 4m(l) x 2,8m(t)

(c) Ruang sinar-X fluoroskopi: 7,5m(p) x 5,7m(l) x 2,8m(t)

(2) Ruang CT-Scan

Ukuran ruangan adalah 6m (p) x 4m (l) x 3m (t) dan dilengkapi dengan:

(a) Ruang operator (b) Ruang mesin (c) Ruang AHU/chiller 2) Peralatan Proteksi Radiasi

a) Film Badge

Suatu alat yang lazim dipergunakan sebagai personil monitoring yang terdiri dari sebuah paket yang berisi dua lempeng film dental (untuk sinar-X atau gamma) atau tiga buah lempeng film dental (untuk sinar-X dan gamma, netron) yang dibungkus dalam suatu kertas kedap sinar dan dikenakan dalam suatu wadah plastik atau logam yang sesuai. Kedua film yang digunakan masing-masing terdiri dari emulsi yang


(44)

commit to user

sensitif dan yang satu lagi emulsi yang kurang sensitif (Tim

Bapeten, 2003a).

Proses yang terjadi pada pemonitor perorangan yang mempergunakan film ini sama dengan proses yang terjadi pada waktu melakukan radiografi pada bidang medis (Tim Bapeten,

2003a).

Prinsip dasar yang terjadi pada film badge adalah adanya

kehitam-hitaman pada film. Kehitam-hitaman pada film tersebut yang kemudian diukur kerapatannya dan dibandingkan atau diplot pada grafik standar antara kerapatan dengan dosis.

Pengukuran dosis film badge didasarkan pada fakta bahwa

radiasi pengion akan menyinari perak bromide yang terdapat pada emulsi fotografi yang akan mengakibatkan kehitaman pada film tersebut. Tingkat kehitaman yang juga disebut sebagai densitas optis dari film tersebut secara tepat dapat diukur dengan menggunakan densitometer fotolistrik yang pembacaannya dinyatakan sebagai logaritma intensitas cahaya yang dipancarkan melalui film tersebut. Densitas optis dari film yang terkena radiasi secara kulitatif berhubungan dengan

besarnya penyinaran radiasi (Tim Bapeten, 2003a).

Dengan perbandingan densitas optis dari film yang dikenakan oleh seseorang yang terkena radiasi terhadap densitas film yang terkena radiasi dengan jumlah yang telah


(45)

commit to user

diketahui, maka penyinaran terhadap film yang dikenakan oleh

seseorang tersebut dapat ditentukan (Tim Bapeten, 2003a).

b)Thermoliminescence Dosimeter (TLD)

Beberapa kristal termasuk CaF2 yang menggunakan Mn

sebagai pencemar (impuritas) dan LiF, memancarkan cahaya apabila Kristal-kristal tersebut dipanaskan setelah dikenai

radiasi. Kristal-kristal tersebut dinamakan kristal

termoluminesens (kristal pendar panas) (Tim Bapeten, 2003a).

Penyerapan energi radiasi oleh kristal mengakibatkan timbulnya atom-atom dalam kristal sehingga menghasilkan elektron-elektron dan lubang-lubang bebas dalam kristal pendar panas. Elektron-elektron ini ditangkap oleh pemancar dalam kisi-kisi kristalin sehingga dapat menghalangi timbulnya

energi dalam kristal tersebut (Tim Bapeten, 2003a).

Kristal-kristal yang dipanaskan melepaskan energi yang ditimbulkan sebagai cahaya. Pengukuran keluaran cahaya bersamaan dengan meningkatnya suhu. Suhu dimana keluaran cahaya maksimum terjadi merupakan suatu ukuran energi pengikat elektron pada lubang di dalam tangkapan tersebut. Jumlah cahaya yang diukur sebanding dengan jumlah elektron yang ditangkap atau dengan kata lain sebanding dengan energi


(46)

commit to user

Jadi intensitas cahaya yang dipancarkan pada saat pemanasan kristal standar panas secara langsung sebanding dengan dosis radiasi yang diserap oelh kristal tersebut (Tim

Bapeten, 2003a). Beberapa peralatan protektif dan peralatan

proteksi radiasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jenis Peralatan Protektif dan Proteksi Radiasi Jenis Rumah

Sakit

Peralatan Protektif

Radiasi

Peralatan Proteksi

Radiasi

Kelas A Lead apron, tebal

0,25-0,5 mm Pb

Sarung tangan, 0,25-0,5 mm Pb

Kacamata Pb, 1 mm Pelindung tiroid Pb, 1 mm Pb

Pelindung gonad Pb, 0.25 0.5 mm Pb

Tabir mobile minimal 200 cm (t)x100

cm (l) setara 2 mm Pb + kaca Pb, ukuran kaca sesuai kebutuhan, tebal 2 mm Pb

Surveymeter

Digital pocket

dosimeter

Film badge atau TLD

Kelas B Lead apron, tebal 0.25 -

0,5 mm Pb

Sarung tangan, 0.25 0.5 mm Pb

Kaca mata Pb, 1 mm Pb Pelindung tiroid Pb, 1 mm Pb

Pelindung gonad Pb, 0.25 0.5 mm Pb

Tabir mobile minimal 200 cm (t)x100

cm (l) setara 2 mm Pb, ukuran kaca

sesuai kebutuhan, tebal 2 mm Pb

Surveymeter

Digital pocket

dosimeter

Film badge atau TLD


(47)

commit to user

0,5 mm Pb,

Neck Pb, 0.25 0.5 mm Pb

Gonad Pb, 0.25 0.5 mm Pb

Kaca mata Pb, 1 mm Pb Tabir mobile minimal 200 cm (t)x100

cm (l) setara 2 mm Pb, ukuran kaca

sesuai kebutuhan, tebal 2 mm Pb

Kelas D Lead apron, tebal 0.25 -

0,5 mm Pb,

Kacamata Pb, 1 mm Pb Pelindung gonad Pb, 0.25

0.5 mm Pb

Tabir mobile minimal 200 cm (t)x100

cm (l) setara 2 mm Pb + kaca Pb, ukuran kaca sesuai kebutuhan, tebal 2 mm Pb

Film badge atau TLD

Sumber : Data Sekunder (Dokumen KEPMENKES

1014/MENKES/SK/XI/2008)

c) Alat Pelindung Diri

Semua alat pelindung diri harus diperhatikan dengan seksama dan disimpan dengan baik ketika tidak digunakan. Semua alat pelindung diri harus dalam kondisi bersih dan siap digunakan, jadwal pemeliharaan oleh produsen harus diingat dan dilakukan termasuk pergantian bagian yang rusak atau terjadwal untuk diganti (Tim Pusat K3, 2009).


(48)

commit to user

Salah satu masalah tersulit dalam pencegahan kecelakaan adalah pencegahan kecelakaan yang menimpa mata. Orang yang tidak terbiasa dengan kacamata biasanya tidak memakai perlidungan tersebut dengan

alasan mengganggu pelaksanaan pekerjaan dan

Menurut Tim Pusat K3 (2009), goggles mempunyai

fungsi untuk melindungi mata dari:

(a) Percikan bahan-bahan korosif.

(b) Kemasukan debu atau partikel-partikel yang

melayang di udara.

(c) Lemparan benda-benda kecil.

(d) Pancaran gas atau uap kimia yang dapat menyebabkan

iritasi mata.

(e) Radiasi gelombang elektromagnetik yang mengion

maupun tidak mengion.

(f) Benturan atau pukulan benda keras atau benda tajam.

Menurut Tim Pusat K3 (2009), goggles mempunyai

spesifikasi atau ketentuan sebagai berikut:

(a) Tahan terhadap api.

(b) Tahan terhadap lemparan atau percikan benda kecil.


(49)

commit to user

(d) Mampu menahan radiasi gelombang elektromagnetik

pada panjang gelombang tertentu.

(2) Alat pelindung tangan (Sarung tangan atau Gloves)

Sarung tangan harus diberikan kepada tenaga kerja dengan pertimbangan akan bahaya-bahaya dan persyaratan

Menurut Tim Pusat K3 (2009), gloves mempunyai

fungsi untuk melindungi tangan dan jari-jari tangan dari pajanan api, panas, dingin, radiasi elektromagnetik, radiasi mengion, listrik, bahan kimia, benturan dan pukulan, tergores, terinfeksi. Alat pelindung tangan harus sesuai antara potensi bahaya dengan bahan sarung tangan yang dikenakan pekerja. Potensi bahaya dan bahan sarung tangan yang sesuai dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis sarung tangan sesuai potensi bahaya Potensi bahaya Sarung tangan

Radiasi mengion Karet atau kulit yang dilapisi dengan Pb

Benda-benda tajam atau kasar Kulit atau PVC, kulit yang dilapisi logam kromium

Asam dan alkali yang korosif Karet

Pelarut organik Karet sintetis Benda-benda panas Kulit atau asbes Sumber : Data Sekunder (Dokumen Pusat K3, 2009)


(50)

commit to user

(3) Pakaian pelindung (Apron)

Menurut Tim Pusat K3 (2009), pakaian pelindung berfungsi untuk melindungi sebagian atau seluruh tubuh dari kotoran, debu, bahaya percikan bahan kimia, radiasi, panas, bunga api maupun api. Untuk spesifikasinya adalah pakaian pelindung dari kulit untuk tenaga kerja yang mengerjakan pengelasan, pakaian pelindung untuk pemadam kebakaran, pakaian pelindung untuk pekerja yang terpajan radiasi tidak mengion, pakaian pelindung untuk pekerja yang terpajan radiasi mengion, pakaian pelindung terbuat dari plastik untuk tenaga kerja yang bekerja kontak dengan bahan kimia.

d)Surveymeter

Menurut Tim Bapeten (2003b), surveymeter adalah alat

yang digunakan untuk mengetahui tingkat radiasi di suatu

tempat dalam satuan laju dosis. Pemilihan surveymeter yang

akan digunakan harus didasarkan pada jenis radiasi, energi radiasi, dan kondisi tempat kerja.


(51)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Upaya Proteksi

Oleh dan untuk pekerja radiasi : 1. Pemeriksaan

a. Sebelum bekerja b. Berkala selama bekerja c. Saat pemutusan hubungan

kerja

2. Proteksi radiasi, pengendalian : a. Waktu

b. Jarak c. Shielding

d. Peralatan protektif dan proteksi radiasi :

1) Rancangan ruangan (tebal dinding, tebal lapisan Pb, luas ruangan)

2) Peralatan proteksi (Film

badge, TLD, alat pelindung diri (pelindung mata, pelindung tangan, pelindung tubuh),

surveymeter)

Radiodiagnostik

Radiasi

1. Sumber Radiasi : sinar X, sinar alfa, beta, dan gamma

2. Potensi Bahaya Radiasi

Terkendali Sesuai NBD

5 mSv

Gambar 3. Skema kerangka pemikiran


(52)

commit to user

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif, yaitu metode yang bertujuan memberikan gambaran mengenai suatu pokok permasalahan menurut apa adanya, bersifat informatif sehingga pesan yang tersurat dapat tersampaikan kepada pembacanya (Hartoto, 2009).

B. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan untuk mengadakan penelitian adalah Rumah Sakit Umum Dr. Moewardi Surakarta Jalan Kolonel Soetarto 132 Surakarta.

C. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian

Penulisan laporan ini dititikberatkan pada Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

D. Sumber Data

Data yang diperoleh berasal dari:


(53)

commit to user

Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara dan tanya jawab kepada bagian yang terkait yaitu bagian Instalasi Radiodiagnostik di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

2. Data Sekunder

Data sekunder ini diperoleh dari studi kepustakaan mempelajari buku, laporan dan data lain yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi di rumah sakit.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah:

1. Observasi

Observasi ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap lingkungan kerja untuk memperoleh data tentang penerapan Proteksi Radiasi di Instalasi Radiodiagnostik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.

2. Teknik Wawancara

Peneliti mengadakan tanya jawab dengan bagian yang terkait yaitu bagian Radiodiagnostik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta.


(54)

commit to user

3. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dan mempelajari dokumen dan catatan-catatan rumah sakit yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi di rumah sakit.

4. Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang berhubungan dengan data yang diperoleh dari rumah sakit untuk memperoleh pengetahuan secara teoritis mengenai Proteksi Radiasi rumah sakit.

F. Pelaksanaan

Masa pelaksanaan magang selama 1 bulan dimulai tanggal 1 sampai dengan 31 Maret 2011. Dengan rincian kegiatan sebagai berikut:

1. Tanggal 1 14 Maret 2011 PKL di Instalasi Sanitasi.

2. Tanggal 15 Maret 2011 observasi ke boiler.

3. Tanggal 17 Maret 2011 observasi ke Instalasi Radiologi yaitu

Radiodiagnostik dan Radioterapi.

4. Tanggal 19 Maret 2011 observasi ke genset.

5. Tanggal 21 Maret 2011 observasi dan wawancara kepala bagian Instalasi

Radiodiagnostik.

6. Tanggal 24 Maret 2011 observasi dengan melihat secara langsung prosedur


(55)

commit to user

7. Tanggal 26 maret 2011 dokumentasi di ruang CT-Scan dipandu kepala bagian

Instalasi Radiodiagnostik.

8. Tanggal 30 Maret 2011 pelatihan APAR beberapa karyawan RSUD Dr.

Moewardi.

G. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisa secara deskriptif dengan pedoman-pedoman dan standar yang ada mengenai pikiran logis dalam pemecahan masalah yang ada, sehingga mampu memberikan gambaran dengan jelas mengenai Proteksi Radiasi di rumah sakit pada umumnya dan RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada khususnya.


(56)

commit to user

45

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Alat Protektif dan Proteksi Radiasi

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi memiliki 6 ruangan penyinaran sinar-X.

Alat protektif radiasi disini adalah Tabir (Shielding) dari segi rancangan

untuk ruang sinar-X, antara lain

a. Tebal dinding tabir (shielding) adalah setebal 50 cm.

b. Penahan utama (primary barrier) untuk ruangan sinar-X di instalasi

Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi dilapisi dengan Pb (timah hitam) 2 mm.

c. Luas ruangan 4 x 6 meter dan tinggi 3 meter.

Alat proteksi radiasi untuk petugas radiasi, pasien maupun pengunjung (yang berada di dalam ruangan radiasi) yang digunakan atau tersedia di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi antara lain :

1) Bagi petugas radiasi :

a) Apron tubuh atau Lead apron

b) Gloves

c) Goggles


(57)

commit to user

Gambar 4. Film Badge

Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

e) Surveymeter, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Surveymeter

Sumber :Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

2) Bagi pasien penyinaran radiasi :

a) Apron tubuh atau Lead apron


(58)

commit to user

Gambar 6. Apron Tiroid

Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

c) Apron gonad

d) Gloves, dapat dilihat pada Gambar 7. e) Goggles

Gambar 7. Gloves

Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

3) Bagi pengunjung jika harus mendampingi pasien masuk di ruang

penyinaran :

a) Apron tubuh atau Lead apron, dapat dilihat pada Gambar 8.

b) Gloves


(59)

commit to user

Gambar 8. Apron tubuh berlapis Pb 2 mm.

Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

2. Nilai Batas Dosis

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi mencatat hasil dari Nilai Batas Dosis (NBD) petugas atau pekerja yang berada atau secara langsung menangani pasien dengan menggunakan sumber radiasi adalah 5

mSv per tahun. Nilai Batas dosis dapat dilihat atau diketahui dari Personal

Monitoring Radiasi yang kemudian dikirim ke Bapeten Pusat untuk mengetahui hasilnya.

3. Prosedur Proteksi Paparan Radiasi

Penulis telah mendapatkan penjelasan mengenai prosedur yang dilakukan mencegah dan atau mengurangi paparan radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sasaran proteksi radiasi ini adalah petugas radiasi, pasien dan lingkungan.

a. Prosedur proteksi terhadap petugas radiasi ketika penyinaran sedang


(60)

commit to user

1)

harus berlindung di balik tabir berupa dinding berlapis timbal. Dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Petugas radiasi berlindung dibalik tabir atau shielding.

Sumber : Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta

2) Menggunakan alat pelindung diri.

3) Memasang Personal Monitoring Radiasi yaitu film badge.

b. Prosedur proteksi terhadap pasien ketika penyinaran sedang berlangsung,

antara lain :

1) Meminimalkan frekuensi paparan.

2) Pemotretan harus berdasar pertimbangan klinis (asas manfaat).

3) Penyinaran sesuai kebutuhan klinis.


(61)

commit to user

c. Prosedur proteksi terhadap lingkungan, antara lain :

1) Ada tanda peringatan berupa nyala lampu merah bahwa pesawat sinar-X

sedang dioperasikan.

2) Bagi pengunjung yang memang harus ada disamping pasien maka

menggunakan alat pelindung diri berupa apron.

3) Arah berkas sinar tidak boleh diarahkan ke arah kerumunan.

B. Pembahasan

1. Alat Protektif dan Proteksi Radiasi

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi memiliki 6 ruangan penyinaran sinar-X.

Alat protektif radiasi disini adalah Tabir (Shielding) dari segi rancangan

untuk ruang sinar-X, antara lain

a. Tebal dinding tabir (shielding) adalah setebal 50 cm.

b. Untuk rancangan timbal instalasi Radiodiagnostik rumah sakit pada

penahan utama (primary barrier) di instalasi Radiodiagnostik RSUD

Dr. Moewardi, dalam hal ini untuk ruangan sinar-X adalah dengan berlapiskan Pb 2 mm.

c. Lebar ruangan 4 x 6 meter dan tinggi 3 meter. Luas ruangan ini

bertujuan agar sisa penyinaran berupa radiasi segera terionisasi di udara sehingga jika ruangan terlalu sempit maka dikhawatirkan sisa radiasi masih berada di ruangan dan tidak terionisasi di udara yang membahayakan pula bagi pekerja radiasi. Ruang penyinaran dan alat


(62)

commit to user

CT-scan dapat dilihat pada Gambar 4. Sedangkan ruang kontrol CT-scan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 4. Ruang penyinaran CT-Scan

Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)

Gambar 5. Ruang control CT-Scan dari balik tabir atau shielding.

Sumber : Data Primer (Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta)


(63)

commit to user

Menurut penjelasan dari Muhtarom (2011), ketika pesawat sinar-X dioperasikan maka yang berada di ruang penyinaran radiasi hanya pasien sedangkan pekerja radiasi berlindung di balik tabir. Setelah penyinaran, paparan radiasi masih terkandung di dalam ruangan tersebut namun sisa radiasi sudah terionisasi di udara.

Menurut Kepmenkes 1014/MENKES/SK/XI/2008, ruangan

pemeriksaan di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi sudah sesuai digunakan untuk pasien dan pekerja radiasi, karena memiliki luas dan tinggi, yaitu luas 4 x 6 meter dan tinggi 3 meter. Dengan ruangan seperti itu maka sisa radiasi mudah terionisasi di udara sehingga meminimkan paparan yang berlebih setelah penyinaran. Dan menurut Soedardjo (1999), Tebal dinding

beton atau timbal penahan utama (primary barrier) di RSUD Dr. Moewardi

sudah sesuai, yaitu tebal beton 50 cm dilapisi Pb (timah hitam) 2 mm. Tebal dinding penahan primer untuk beberapa sumber radiasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Tebal dinding penahan primer untuk berbagai sumber radiasi Sumber

Radiasi

Ketebalan Penahan Utama

Timbal (mm) Dinding Beton (cm) Sinar-X,

dokter gigi,

0,5 5

Sinar-X, diagnostik rumah sakit


(64)

commit to user

Sinar-X, industri (250 kV)

10 50

Iridium-192 (1 TBq)

70 60

Cobalt-60 (185 GBq)

180 80

Sumber : Data Sekunder (Soedardjo, 1999. Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir-BATAN. Tangerang)

Secara keseluruhan alat proteksi radiasi untuk petugas radiasi, pasien maupun pengunjung (yang berada di dalam ruangan radiasi) yang digunakan atau tersedia di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi antara lain :

a. Lead apron

b. Apron thyroid

c. Gloves

d. Film badge

e. Surveymeter

Untuk apron gonad dan goggles tersedia namun tidak digunakan karena

sudah rusak. Alat proteksi radiasi ini berlapis Pb (timah hitam) 2 mm. Lebih digunakan oleh pasien yang secara langsung terpapar. Sebagai contoh adalah pasien yang harus diperiksa melalui penyinaran adalah organ thoraks atau dada maka organ lainnya diberi pelindung dengan apron-apron tersebut di atas terutama untuk organ reproduksi yang paling rawan terpapar radiasi. Sehingga pemotretan atau penyinaran atas dasar pertimbangan klinis (asas manfaat) dan


(65)

commit to user

sesuai kebutuhan. Namun, jika petugas di instalasi tersebut atau pekerja radiasi harus menemani pasien maka diwajibkan untuk menggunakan apron.

Dan untuk mengetahui ada atau tidaknya kebocoran dinding timbal

digunakan alat yang bernama Surveymeter. Jika ada kebocoran maka anak

panah penunjuk angka akan bergerak stabil.

RSUD Dr. Moewardi dalam hal alat protektif dan proteksi radiasi berdasarkan Kepmenkes 1014/MENKES/SK/XI/2008 untuk Rumah Sakit Kelas A dalam hal alat protektif maupun proteksi radiasi antara lain memiliki Lead apron tebal 0.25 - 0,5 mm Pb, Sarung tangan 0.25 0.5 mm Pb, Kaca mata Pb 1 mm Pb, Pelindung tiroid Pb 1 mm Pb, Pelindung gonad Pb, 0.25 0.5 mm Pb, Tabir dengan ketebalan 25 cm tebal 2 mm Pb, Surveimeter, film

badge atau TLD. Dan pengadaannya proteksi berdasar Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion pasal 18 tentang Peralatan Proteksi Radiasi dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 tentang Pemakaian Isotop Radioaktip Radiasi pasal 6 yang berbunyi mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk melakukan penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi.

2. Nilai Batas Dosis

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi mencatat bahwasannya hasil dari Nilai Batas Dosis (NBD) petugas atau pekerja radiasi


(66)

commit to user

adalah 5 mSv per tahun. Nilai Batas dosis diketahui dari Personal Monitoring Radiasi dan dikirim ke Bapeten Pusat untuk mengetahui hasilnya.

Nilai Batas Dosis selain digunakan untuk membatasi penerimaan dosis juga digunakan dalam menentukan antara sumber radiasi, pekerja, petugas pengangkut, dan masyarakat serta harta benda seperti film fotografi dan bahan berbahaya dan beracun. Menurut ICRP No. 60 tahun 1990 yaitu untuk petugas atau pekerja radiasi adalah 5 mSv per tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama lima tahun berturut-turut tidak melebihi dari 1 mSv dalam satu tahun dan menurut Bapeten no 01/Ka-Bapeten/V-99 tentang Nilai Batas Dosis serta Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Bab III mengenai Sistem Pembatasan Dosis Pasal 3 sampai dengan Pasal 6.

3. Prosedur Proteksi Paparan Radiasi

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Moewardi dalam penelitiannya mendapat penjelasan mengenai Prosedur Proteksi Paparan Radiasi itu sendiri. Upaya proteksi yang dlikakukan berdasarkan prinsip proteksi radiasi antara

lain waktu, jarak, dan shielding. Di bawah ini adalah prosedur-prosedur yang

dilakukan serta penjelasannya.

a. Upaya proteksi terhadap petugas radiasi ketika penyinaran berlangsung

antara lain :

1) Ketika alat penyinaran (CT-Scan)


(67)

commit to user

Pekerja radiasi sudah melakukan hal yang benar disini yaitu

berlindung dibalik tabir atau shielding agar aman dari paparan radiasi

yang dikeluarkan oleh alat yaitu CT-Scan, alat yang diunggulkan di RSUD Moewardi dalam hal Radiologi.

2) Menggunakan alat pelindung diri.

Alat pelindung diri berupa apron digunakan jika mengharuskan pekerja radiasi berada di ruang pemeriksaan saat penyinaran dan ketika berhubungan langsung dengan alat itu sendiri. Disediakan di setiap ruangan.

3) Personal Monitoring Radiasi.

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi menggunakan

Film Badge yang setiap bulannya Instalasi Radiodiagnostik mendapat

kiriman Film Badge dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Untuk mengetahui berapa besar paparan pada pekerja dilihat dari

tingkat kehitaman foto. Film Badge dipakai dengan cara :

a)Ambil holder film badge yang telah berisi film badge sesuai bulan

pemakaian.

b)Pasang pada bagian pinggang depan pekerja.

c)Diletakkan di bagian depan film badge menghadap ke depan.

d)Lepaskan film badge bila selesai masa kerja.


(68)

commit to user

Secara keseluruhan untuk proteksi radiasi terhadap petugas radiasi

sudah tercantum dalam Prosedur Tetap (Protap) di Instalasi

Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi mengenai Penggunaan Alat Proteksi Radiasi antara lain:

1) Setiap pekerja radiasi harus berlindung di belakang tabir proteksi

(tembok beton atau Pb).

2) Menggunakan tabir Pb yang dilengkapi dengan kaca Pb.

3) Setiap pekerja radiasi memakai apron.

4) Penggunaan radiasi seefektif mungkin sehingga mengurangi radiasi

hambur.

5) Mencegah pengulangan foto.

6) Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi.

Prosedur pemakaian Personal Monitoring sudah sesuai dengan

Program Proteksi Radiasi yang dibuat di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi pada umumnnya yang memiliki 2 Instalasi yaitu

Radiodiagnostik dan Radioterapi dimana untuk Program Proteksi dalam hal

prosedur pemakaian Personal Monitoring atau proteksi utuk personil

disamakan.

b. Untuk prosedur proteksi pada pasien maupun lingkungan, antara lain :

1) Prosedur proteksi terhadap pasien ketika penyinaran sedang berlangsung

antara lain :


(69)

commit to user

b) Pemotretan harus berdasar pertimbangan klinis (asas manfaat).

c) Penyinaran sesuai kebutuhan klinis.

d) Menghindari pemotretan ulang.

2) Prosedur proteksi terhadap lingkungan, antara lain :

a) Ada tanda peringatan berupa nyala lampu merah dan tulisan bahwa

pesawat sinar-X sedang dioperasikan.

b) Bagi pengunjung yang memang harus ada disamping pasien maka

menggunakan alat pelindung diri berupa apron.

c) Arah berkas sinar tidak boleh diarahkan ke arah kerumunan.

Sebagaimana dalam Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, antara lain:

1) Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter.

2) Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.

3) Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa sehingga

sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.

4) Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, misal proteksi

untuk gonad, dan lain-lain.

5) Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu

dibutuhkan.

6) Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penerita yang sedang

hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan load,


(70)

commit to user

Dan upaya proteksi yang lain adalah Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan, antara lain:

1) Penempatan sinar-X harus ditempatkan diruang yang kedap radiasi.

2) Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat sinar-X

baik lewat tembok dan pintu.

3) Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan

lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi pemeriksaan.

4) Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan tersebut

ada daerah radiasi.

5) Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut

masuk kedalam ruang pemeriksaan.

Sedangkan dalam prinsip Alara (as low as reasonably achievable)

adalah konsep dalam teknologi nuklir yang mempersyaratkan bahwa rancangan, penggunaan sumber radiasi dan kegiatan yang berhubungan dengan radiasi pengion, haruslah sedemikian rupa sehingga paparan radiasi yang ditimbulkan sekecil mungkin yang dapat dicapai dengan memperhatikan kelayakan teknis, ekonomi dan sosial.


(1)

commit to user

Secara keseluruhan untuk proteksi radiasi terhadap petugas radiasi sudah tercantum dalam Prosedur Tetap (Protap) di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi mengenai Penggunaan Alat Proteksi Radiasi antara lain:

1) Setiap pekerja radiasi harus berlindung di belakang tabir proteksi (tembok beton atau Pb).

2) Menggunakan tabir Pb yang dilengkapi dengan kaca Pb. 3) Setiap pekerja radiasi memakai apron.

4) Penggunaan radiasi seefektif mungkin sehingga mengurangi radiasi hambur.

5) Mencegah pengulangan foto.

6) Mengatur jarak antara petugas radiasi dengan sumber radiasi.

Prosedur pemakaian Personal Monitoring sudah sesuai dengan Program Proteksi Radiasi yang dibuat di Instalasi Radiologi RSUD Dr.

Moewardi pada umumnnya yang memiliki 2 Instalasi yaitu

Radiodiagnostik dan Radioterapi dimana untuk Program Proteksi dalam hal prosedur pemakaian Personal Monitoring atau proteksi utuk personil disamakan.

b. Untuk prosedur proteksi pada pasien maupun lingkungan, antara lain : 1) Prosedur proteksi terhadap pasien ketika penyinaran sedang berlangsung

antara lain :


(2)

commit to user

58

b) Pemotretan harus berdasar pertimbangan klinis (asas manfaat). c) Penyinaran sesuai kebutuhan klinis.

d) Menghindari pemotretan ulang.

2) Prosedur proteksi terhadap lingkungan, antara lain :

a) Ada tanda peringatan berupa nyala lampu merah dan tulisan bahwa pesawat sinar-X sedang dioperasikan.

b) Bagi pengunjung yang memang harus ada disamping pasien maka menggunakan alat pelindung diri berupa apron.

c) Arah berkas sinar tidak boleh diarahkan ke arah kerumunan.

Sebagaimana dalam Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, antara lain:

1) Pemeriksaan radiologi hanya bisa dikerjakan atas perintah dokter. 2) Menghindari pengulangan dalam pembuatan foto.

3) Membuat batasan atau mengatur kolimator sedemikian rupa sehingga sedikit terjadi hamburan sinar radiasi.

4) Menggunakan proteksi atau apron untuk penderita, misal proteksi untuk gonad, dan lain-lain.

5) Menghindari pemeriksaan bagi wanita hamil, kalau tidak terlalu dibutuhkan.

6) Apabila pemeriksaan sangat dibutuhkan kepada penerita yang sedang hamil maka bagian janin atau perut harus ditutup dengan load, sehingga janin terhindar dari radiasi.


(3)

commit to user

Dan upaya proteksi yang lain adalah Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan, antara lain:

1) Penempatan sinar-X harus ditempatkan diruang yang kedap radiasi. 2) Tidak ada bocoran radiasi yang keluar dari ruangan pesawat sinar-X

baik lewat tembok dan pintu.

3) Memberi tanda di setiap pintu masuk maupun pintu keluar dengan lampu merah dalam keadaan menyala berarti sedang terjadi pemeriksaan.

4) Memberi tanda yang bisa dibaca oleh umum bahwa ruangan tersebut ada daerah radiasi.

5) Memberi pengertian kepada pengantar penderita agar tidak ikut masuk kedalam ruang pemeriksaan.

Sedangkan dalam prinsip Alara (as low as reasonably achievable) adalah konsep dalam teknologi nuklir yang mempersyaratkan bahwa rancangan, penggunaan sumber radiasi dan kegiatan yang berhubungan dengan radiasi pengion, haruslah sedemikian rupa sehingga paparan radiasi yang ditimbulkan sekecil mungkin yang dapat dicapai dengan memperhatikan kelayakan teknis, ekonomi dan sosial.


(4)

commit to user

60

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan.

1. Alat Protektif dan Proteksi Radiasi

Alat protektif dan proteksi radiasi di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi dalam hal ini sudah sesuai dengan Kepmenkes 1014/MENKES/SK/XI/2008 yaitu dalam hal shielding, lead apron, gloves, film badge, surveymeter, apron thyroid. Namun ada yang belum sesuai yaitu goggles dan apron gonad dikarenakan rusak dan tidak layak pakai. Pengadaan program dalam hal proteksi radiasi sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion pasal 18 tentang Peralatan Proteksi Radiasi dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1969 tentang Pemakaian Isotop Radioaktip Radiasi pasal 6 yang berbunyi mempunyai peralatan teknis yang diperlukan untuk melakukan penyimpanan isotop dengan baik, untuk menjamin perlindungan terhadap radiasi

2. Nilai Batas Dosis

Nilai Batas Dosis (NBD) untuk petugas atau pekerja radiasi di Instalasi Radiodiagnostik sudah memenuhi standard internasional ICRP No. 60 tahun 1990, yaitu untuk petugas atau pekerja radiasi adalah 5 mSv per tahun dengan syarat bahwa dosis rata-rata selama lima tahun


(5)

berturut-commit to user

turut tidak melebihi dari 1 mSv dalam satu tahun dan menurut Bapeten no 01/Ka-Bapeten/V-99 tentang Nilai Batas Dosis serta Peraturan Pemerintah no 63 tahun 2000 tentang Keselamatan dan Kesehatan terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Bab III mengenai Sistem Pembatasan Dosis Pasal 3 sampai dengan Pasal 6.

3. Prosedur Proteksi Paparan Radiasi

Prosedur proteksi terhadap petugas dan atau pekerja radiasi ketika penyinaran sedang berlangsung sudah sesuai dengan Program RSUD Dr. Moewardi itu sendiri yaitu dengan memprogram proteksi radiasi sebagai program kerja Instalasi Radiodiagnostik dan Prosedur Tetap (Protap) di Instalasi Radiodiagnostik mengenai Penggunaan Alat Proteksi Radiasi dan Program Proteksi Radiasi RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Sedangkan prosedur proteksi terhadap pasien maupun lingkungan sudah berdasarkan Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Pasien, Prosedur Tetap RSUD Dr. Moewardi tentang Proteksi Radiasi Terhadap Lingkungan, serta prinsip Alara (as low as

reasonably achievable) adalah konsep dalam teknologi nuklir yang

mempersyaratkan bahwa rancangan, penggunaan sumber radiasi dan kegiatan yang berhubungan dengan radiasi pengion, haruslah sedemikian rupa sehingga paparan radiasi yang ditimbulkan sekecil mungkin yang dapat dicapai dengan memperhatikan kelayakan teknis, ekonomi dan sosial.


(6)

commit to user

62

Di Instalasi Radiodiagnostik RSUD Dr. Moewardi Surakarta dilakukan oleh pihak Radiodiagnostik sendiri dimana mereka adalah salah satu anggota K3RS. Sehingga membahayakan bagi pekerja radiasi yang bisa terpapar lebih dari Nilai Batas Dosis. Secara keseluruhan RSUD Dr. Moewardi terutama di bagian Radiodiagnostik sudah memenuhi standard dalam hal Proteksi Radiasi.

B. Saran

Dari hasil penelitian penulis ingin memberikan saran yang mungkin bermanfaat dan dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi pihak RSUD Dr. Moewardi.

1. Memberikan penyuluhan khusus bagi pekerja radiasi untuk lebih

memperhatikan kesehatan pribadi pada saat kontak langsung paparan sumber radiasi yaitu sinar-X dan perlunya peggunaan APD sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit akibat kerja.

2. Memberikan penyuluhan khusus bagi pekerja radiasi untuk memakai alat pelindung diri dalam bekerja sebagai upaya proteksi terhadap paparan radiasi yang akan menyebabkan penyakit akibat kerja.

3. Perlunya penanganan segera pada ruang sinar-X yang didapati mengalami kebocoran pada dinding ruang radiasi sinar-X sehingga mampu menjamin keselamatan pekerja radiasi itu sendiri dalam pekerjaannya.

4. Perlunya penanganan segera dalam hal alat pelindung diri yang rusak untuk diganti dengan yang baru agar dapat digunakan untuk proteksi radiasi itu di Radiodiagnostik.