Lakip Kementerian PU 2014 upload

LAPORAN KINERJA
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM
TAHUN 2014

Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
kehendak-Nya laporan ini bisa diselesaikan pada waktunya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum ini disusun
berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis
Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan
Kinerja Instansi Pemerintah.
Penyusunan laporan ini dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban yang memuat gambaran
keberhasilan maupun kendala dalam upaya mencapai tujuan dan sasaran strategis Kementerian
PU sesuai dengan tugas dan fungsinya pada tahun 2014 yang melengkapi rangkaian
pelaksanaan RPJMN 2010-2014. Selain itu, laporan akuntabilitas ini juga berperan sebagai alat
kendali dan penilai kualitas kinerja secara terukur, serta alat untuk mendorong peningkatan
kinerja demi terwujudnya good governance di lingkungan Kementerian PU. Kinerja tersebut
diukur berdasarkan Indikator Kinerja Utama sebagaimana telah menjadi kontrak dalam
Perjanjian Kinerja dan Penetapan Kinerja tahun 2014.
Sangat disadari bahwa dalam laporan ini masih akan dijumpai sejumlah kekurangan, namun

demikian diharapkan laporan ini dapat menjadi bahan masukan bagi pemangku kepentingan
dan umpan balik bagi jajaran Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja masing-masing satuan unit kerja di masa yang akan datang.
Ungkapan terimakasih dan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah
membantu terselesaikannya penyusunan laporan kinerja ini.

Jakarta, 27 Februari 2015
MENTERI PEKERJAAN UMUM
DAN PERUMAHAN RAKYAT

M. Basoeki Hadimoeljono

Kata Pengantar

(i)

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Sumber Daya Aparatur
Ketersediaan infrastruktur memegang peranan penting dalam perkembangan dan kemajuan
suatu bangsa. Dengan hadirnya infrastruktur yang handal maka terwujudnya pemenuhan Hak

Dasar Rakyat seperti pangan, sandang, papan, rasa aman, pendidikan, kesehatan dan hak-hak
lainnya akan terdukung lebih optimal. Bahkan lebih jauh, mampu meningkatkan daya saing di
dunia internasional.
Berdasarkan pada:



Instruksi Presiden Republik Indonesia Tahun No. 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP), sebagaimana telah digantikan oleh Peraturan
Presiden Nomor 29 tahun 2014 tentng Sistem AKIP, dan
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29
Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Penyusunan LAKIP, sebagaimana telah
digantikan dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah,

maka sudah menjadi kewajiban dan sebagai wujud pertanggungjawaban instansional yang
menggambarkan tentang akuntabilitas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dari suatu
instansi pemerintah, dalam hal ini Kementerian PU. Oleh karena itu, untuk mewujudkan Visi
dan Misi Kementerian PU, maka diperlukan dasar acuan yang dapat digunakan sebagai landasan

di dalam pelaksanaan program dan kegiatan Kementerian PU dalam hal ini dokumen Renstra
(Rencana Strategis) yang mencakup rencana pembangunan jangka menengah yang disusun
secara berkala (5 tahunan). Renstra memuat tujuan, sasaran, indikator dan target yang akan
dicapai per tahun dalam kurun waktu 5 tahun termasuk penjabaran pendanaan yang
dibutuhkan untuk membiayai kegiatan Kementerian PU selama kurun waku 5 tahun.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan di dalam Renstra, Kementerian PU
memiliki tugas dan fungsi yang diberikan kepada jajaran terkait sebagaimana berikut:
1.1.1. Tugas dan Fungsi
Kementerian Pekerjaan Umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 24
tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan
Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara, mempunyai tugas
menyelenggarakan urusan di bidang pekerjaan umum dalam pemerintahan untuk membantu
Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
Adapun fungsi dari Kementerian Pekerjaan Umum yaitu:
1. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pekerjaan umum;
2. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian
Pekerjaan Umum;
3. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum;

PENDAHULUAN


Halaman 1 | 147

Berdasarkan gambar grafik tersebut diatas, terlihat bahwa hampir di semua tingkat jabatan,
terutama pada tingkat eselon III, aparatur yang menjabat masih didominasi (60%) oleh pegawai
dengan kelompok usia diatas 50 tahun dan pada tingkat eselon IV mencapai 36,41 %. Selain itu,
terlihat bahwa pemangku jabatan eselon II dan III relatif kurang proporsional dan cenderung
akan menyebabkan perubahan pejabat pada level tersebut menjadi lebih cepat dengan
regenerasi yang cenderung lambat. Hal itu merupakan dampak kebijakan zero growth oleh
Departemen Pekerjaan Umum pada masa lampau. Terjadinya kesenjangan (gap) usia pegawai
yang menjadi pejabat menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi kedepan dalam rangka
meminimalisir kesenjangan kapasitas dan kompetensi antara pejabat Eselon IV, Eselon III dan
Eselon II. Dengan demikian, manajemen sumber daya aparatur di lingkungan Kementerian PU
harus dapat dioptimalkan dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, diantaranya dengan
mengatur penempatan pejabat secara dinamis namun terpola serta peningkatan kompetensi
dan keahlian.

1.2. Aspek Strategis Organisasi
Aspek strategis organisasi mencakup peran yang harus dijalankan oleh organisasi Kementerian
PU berdasarkan mandat dan amanat peraturan perundangan yang berlaku. Adapun dalam

menjalankan peran strategis tersebut dilingkupi dengan kondisi yang ada dan tantangan yang
akan dihadapi, baik dalam skala jangka menengah maupun tahunan. Hal itu menjadi salah satu
dasar acuan yang harus dirumuskan dan dijawab melalui perencanaan pembangunan,
dilaksanakan, dan dilaporkan pencapaian terhadap sasarannya untuk kemudian dirumuskan
kembali dalam rencana dan strategi berikutnya.
1.2.1. Peran Strategis
Pembangunan nasional pada RPJMN dan rencana strategis 2010-2014 dihadapkan pada
sejumlah sasaran dengan mengedepankan triple tracks strategy+, yaitu Pro Poor, Pro Growth,
Pro Job, ditambah dengan Pro Green. Adapun pemetaan sasaran yang bersifat khusus
infrastruktur dimana Kementerian PU memiliki peran strategis adalah sebagaimana berikut:

PENDAHULUAN

Halaman 7 | 147

Adapun peran lainnya mencakup pembinaan konstruksi, penelitian dan pengembangan. Seluruh
peran tersebut kemudian didukung dengan pelaksanaan pengawasan dan dukungan
manajemen organisasi.

1.2.2. Kondisi dan Tantangan Pembangunan Jangka Menengah

Penyelenggaraan penataan ruang
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan landasan hukum yang
memayungi penyelenggaraan penataan ruang secara nasional dalam rangka mewujudkan ruang
nusantara yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Untuk merealisasikan hal tersebut,
tentunya memerlukan langkah-langkah sistematis dalam penyelenggaraan penataan ruang yang
mencakup pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Hal itu
didasari dengan pertimbangan:






ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menghadapi tantangan dan
permasalahan terutama pada: Terletak pada kawasan yang cepat berkembang (pacific
ocean rim dan indian ocean rim); Terletak pada kawasan pertemuan 3 (tiga) lempeng
tektonik; Meningkatnya intensitas kegiatan pemanfaatan ruang terkait eksploitasi
sumberdaya alam; dan Makin menurunnya kualitas permukiman, meningkatnya alih
fungsi lahan yang tidak terkendali, dan tingginya kesenjangan antar dan di dalam
wilayah.

penyelenggaraan penataan ruang masih menghadapi berbagai kendala, antara lain
pengaturan penataan ruang yang masih belum lengkap, pelaksanaan pembinaan
penataan ruang yang masih belum efektif, pelaksanaan penataan ruang yang masih
belum optimal, dan pengawasan penataan ruang yang masih lemah.
berkembangnya pemikiran dan kesadaran di tengah masyarakat untuk meningkatkan
kinerja penyelenggaraan penataan ruang yang lebih menyentuh hal-hal yang terkait
langsung dengan permasalahan kehidupan masyarakat, terutama dengan meningkatnya
banjir dan longsor, kemacetan lalu lintas, bertambahnya perumahan kumuh,
berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, kurang
memadainya kapasitas kawasan metropolitan terhadap tekanan jumlah penduduk, serta
kurang seimbangnya pembangunan kawasan perkotaan dan perdesaan.

Dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang diatur mengenai
pengaturan penataan ruang, pembinaan penataan ruang, pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan penataan ruang di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Berdasarkan kondisi penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia sebagaimana dijelaskan
sebelumnya, perhatian terhadap pelaksanaannya perlu untuk terus ditingkatkan melalui
berbagai upaya yang mendorong terselenggaranya penataan ruang yang terpadu, serasi, selaras,
seimbang, efisien, dan efektif sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Kegiatan pembangunan sendiri saat ini masih
lebih fokus pada perencanaan, sehingga terjadi inkonsistensi dengan pelaksanaan pemanfaatan

PENDAHULUAN

Halaman 9 | 147

baru. Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan konservasi waduk, embung, situ, serta
bangunan penampung air lainnya, pada kurun waktu 2010-2012, telah dilaksanakan
pembangunan 11 waduk yang 2 diantaranya telah selesai dibangun, serta pembangunan 312
embung/situ/bangunan penampung lainnya. Upaya peningkatan kapasitas lainnya dilakukan
dengan merehabilitasi 43 waduk dan 136 buah embung/situ, didukung oleh pengoperasian dan
pemeliharaan sebanyak 411 buah waduk/embung/situ/bangunan penampung air lainnya, serta
melakukan kegiatan konservasi pada 10 kawasan sumber air. Sementara itu, dalam rangka
pelaksanaan penyediaan dan pengelolaan air baku, telah dilaksanakan pembangunan/p
eningkatan sarana/ prasarana air baku dengan kapasitas 29,85 m3/dt, serta pelaksanaan
kegiatan rehabilitasi dengan kapasitas 13,02 m3/dt.
Adapun pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan terkait dengan jaringan irigasi, rawa dan
jaringan pengairan lainnya, telah dilaksanakan pembangunan/peningkatan jaringan irigasi dan

irigasi air tanah seluas 284.781 ha, serta jaringan reklamasi air rawa dan air tambak seluas
145.983 ha. Terkait dengan Operasi dan Pemeliharaan (OP) infrastruktur SDA yang telah
dibangun, OP dilaksanakan di 411 waduk/embung/situ/bangunan penampung lainnya dan juga
sarana/prasarana lainnya seperti sarana/prasarana penyediaan air baku (15,16 m /detik),
irigasi dan rawa, pengendali lahar/sedimen, pengendali banjir dan pengaman pantai. Walaupun
demikian terdapat beberapa indikator pencapaian yang optimal, diantaranya luas layanan
jaringan tata air tambak yang direhabilitasi yang baru mencapai progress 22% dari target
175.000 ha dan embung/situ yang selesai direhabilitasi baru tercapai 46% dari target 136
embung/ situ/ bangunan penampung air lainnya.
Dari kondisi tersebut diatas, tantangan jangka menengah yang dihadapi dalam hal pengelolaan
sumber daya air adalah sebagai berikut:








Penurunan daya dukung SDA, baik untuk air permukaan maupun air tanah sebagai

dampak dari laju deforestasi dan eksplorasi air tanah yang berlebihan yang telah
menyebabkan land subsidence dan intrusi air asin/laut;
Keseimbangan/neraca air antara jumlah kebutuhan air di berbagai sektor kehidupan
dan potensi kelebihan sumber daya air yang berlimpah dimusim hujan selama 5 bulan;
Laju alih fungsi lahan pertanian beririgasi yang rata-rata terjadi ±100.000 ha atau
berkisar 1,4% per tahun;
Pengelolaan resiko guna memperkecil kerugian yang diakibatkan oleh daya rusak air
seperti banjir, lahar dingin, kekeringan, serta abrasi pantai dan pengaruh menurunnya
kapasitas sumber air akibat sedimentasi;
Dampak negatif perubahan iklim global, khususnya banjir, kekeringan dan kenaikan
muka air laut; dan
Kualitas SDM dalam pengelolaan SDA terpadu berbasis teknologi informasi;
Beberapa hal yang perlu menjadi perhatian dalam pencapaian target-target Renstra
adalah: i) Operasi dan Pemeliharaan (OP) Jaringan Irigasi Air Tanah (JIAT), yang hingga
tahun 2012 baru mencapai 20,93% target; ii) Rehabilitasi Jaringan Tata Air Tambak,
yang hingga tahun 2012 baru mencapai 21,74% dari target; dan iii) Rehabilitasi Sarana
dan Prasarana Pengamanan Pantai, yang hingga tahun 2012 baru mencapai 19,82% dari
target.

PENDAHULUAN


Halaman 11 | 147












Mempertahankan perandan fungsi prasarana jaringan jalan sebagai pengungkit dan
pengunci dalam pengembangan wilayah diantara berbagai gangguan bencana alam,
maupun kesalahan penggunaan dan pemanfaatan jalan, disamping juga memenuhi
kebutuhanaksesibilitas kawasan produksi dan industri serta outlet;
Mengantisipasi pertumbuhan prosentase kendaraan dibandingkan jalan yang telah
mencapai 11:0,4 (pendekatan demand approach) yang terus akan mengalami
peningkatan, terutama pada lintas utama dan wilayah perkotaan khususnya 8 (delapan)
kota metropolitan;
Meningkatkan keterpaduan sistem jaringan transportasi dan penyelenggaraan secara
umum jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi dan otonomi daerah dan situasi
kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan terutama
dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah dan
meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan;
Mengupayakan pengarusutamaan jender dalam proses pelaksanaan kegiatan subbidang jalan, baikdari segi akses, kontrol, partisipasi maupun manfaatnya;
Mengantisipasi kompetisi global baik dari segi SDM maupun kesempatan expansi
dengan meningkatkan daya kompetisi yang terukur dalam GCI (Global Competitiveness
Index) dan LPI (Logistic Performance Index);
Meningkatkan alternatif pembiayaan dan pola investasi jalan, salah satunya melalui
pembentukan unit pengelola dana preservasi jalan sekaligus memperkenalkan insentif
pemeliharaan jalan bagi Pemda; dan
Mengupayakan penyelesaian masalah pengadaan tanah untuk pembangunan jalan
dan/atau pelebaran jalan melalui koordinasi dengan pemerintah daerah.

Pengembangan infrastruktur permukiman
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan program pembinaan dan pengembangan infrastruktur
permukiman sebagian besar indikator kinerja utamanya telah melampaui sasaran yang telah
ditetapkan. Namun apabila lebih jauh melihat indikator ouput penting dan beberapa output
perlu mendapat perhatian khusus, karena masih jauh di bawah target capaian. Selain itu dalam
hal pelayanan air minum dengan indikator Peningkatan Jumlah Pelayanan Air Minum, target
Renstra 2010-2014 adalah peningkatan kapasitas sampai dengan 8.099 l/dt, target ini ternyata
diprediksi pada akhir tahun 2012 dapat dilampaui hingga 14.710 l/dt atau lebih besar 6.600
l/dt. Hal ini dapat dicapai dengan optimalisasi kegiatan untuk meningkatkan capaian kinerja
melalui alokasi dana APBN-P pada semester ke-2 tahun 2012. Keberhasilan pencapaian IKU ini
juga diperoleh melalui pembangunan SPAM di 820 IKK selama 5 tahun, dengan capaian target
sampai dengan akhir tahun 2012 sebanyak 540 IKK sampai dengan akhir tahun 2012 atau
sebesar 66% dari total target.
Demikian halnya dengan sub bidang sanitasi, peningkatannya terjadi pada indikator
peningkatan jumlah pelayanan sanitasi yang sudah mencapai 1.032 kawasan dari total target
Renstra sebesar 517 kawasan. Namun di sisi lain jumlah kabupaten/kota yang mengembangkan
pelayanan sanitasi ini masih di bawah target yaitu 310 kabupaten/kota dari target Renstra 479
kabupaten/kota.
Untuk pembinaan terhadap PDAM, Kementerian PU telah menyelesaikan pembinaan sebanyak
644 laporan dari target sebanyak 1.045 laporan. Pencapaian kinerja ini merupakan upaya keras

PENDAHULUAN

Halaman 13 | 147










Mendorong penerapan konsep gedung ramah lingkungan (green building) untuk
mengendalikan penggunaan energi sekaligus mengurangi emisi gas dan efek rumah kaca
dalam kerangka mitigasi dan adaptasi terhadap isu pemanasan global;
Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang khususnya pemanfaatan ruang bagi
permukiman;
Menyelaraskan pertumbuhan pembangunan kota-kota metropolitan, besar, menengah
dan kecil mengacu pada sistem pembangunan perkotaan nasional;
Melanjutkan program pengembangan kawasan agropolitan;
Pada akhir tahun 2014 diperkirakan lebih dari separuh penduduk Indonesia akan
tinggal di perkotaan sebagai akibat laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun dan
secara terus menerus telah melahirkan dynamic phenomenon of urbanization. Proses
ini berakibat pada semakin besarnya suatu kawasan perkotaan, baik dalam hal jumlah
penduduk maupun besaran wilayah.
Luas kawasan permukiman kumuh yang meningkat, sementara di sisi lain, penanganan
kawasan tertinggal, pengembangan desa potensial melalui agropolitan dan perencanaan
pengembangan kawasan permukiman baik skala kawasan maupun perkotaan belum
mencapai sasaran yang diharapkan;

Pembinaan konstruksi
Implementasi kebijakan pembinaan jasa konstruksi selama 8 tahun terakhir, dalam konteks
mikro (tata kelola pemerintahan yang baik), konteks messo (usaha dan pengusahaan
konstruksi), serta konteks makro (kerjasama, persaingan global dan liberalisasi jasa konstruksi)
belum mencapai sasaran sebagaimana diamanatkan dalam UU nomor 18 tahun 1999. Dalam
konteks makro, pada tahun 2011 sektor konstruksi nasional menempati urutan ke-empat dari 9
sektor utama penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 10,2% (Rp756,5
triliun). Sementara itu, tenaga kerja yang terserap berjumlah 6.339 juta orang (5,8% dari tenaga
nasional), dengan tingkat produktivitas 13 orang per milyar rupiah (atas harga berlaku).
Di sisi lain, pengembangan sumber daya manusia (SDM) konstruksi melalui pelatihan berbasis
kompetensi masih menghadapi berbagai keterbatasan, di antaranya terkait dengan
ketersediaan sarana dan prasarana, standar kompetensi kerja, modul pelatihan, standar uji,
serta tenaga pelatih yang berkompetensi. Dari target lima tahunan yang telah ditetapkan
sebanyak 75.000 orang, hingga tahun 2011, pertumbuhan jumlah tenaga ahli dan tenaga
terampil sektor konstruksi yang telah terlatih melalui dana APBN mencapai 6.702 orang dan di
luar pencapaian APBN tersebut juga terdapat pencapaian outcome melalui dana non-APBN
sebanyak 20.080 orang tenaga kerja, sehingga total SDM jasa konstruksi yang telah terlatih
adalah 26.782 orang dari target 30.000 orang (15.000 orang per tahun).
Berdasarkan data LPJK pada tahun 2011, jumlah badan usaha jasa konstruksi mencapai 162.853
badan usaha. Secara keseluruhan, populasi badan usaha jasa konstruksi didominasi badan
usaha kualifikasi kecil, yaitu 89,97%, kualifikasi menengah 9,36%, dan kualifikasi besar hanya
sebesar 0,67%. Komposisi jumlah badan usaha jasa konstruksi nasional ini menjadi salah satu
penghambat terciptanya struktur usaha yang diamanatkan Undang-Undang Jasa Konstruksi.
Usaha jasa konstruksi saat ini juga masih menghadapi berbagai permasalahan seputar
lemahnya penguasaan teknologi, sulitnya akses ke permodalan, masih sering terjadi kegagalan
bangunan, kegagalan konstruksi dan mutu konstruksi yang belum sesuai standar.

PENDAHULUAN

Halaman 15 | 147



Menghadapi AEC 2015 perlu terus didorong pelaku Gerakan Nasional Pelatihan
Konstruksi (GNPK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja konstruksi yang kompeten
dan diakui secara internasional.

Penelitian dan pengembangan infrastruktur ke-PU-an
Rencana pembangunan jangka panjang dan jangkah menengah nasional, serta peraturan
perundangan lain di bidang IPTEK sebagai landasan operasional. RPJPN 2005–2025 memberi
arahan
dalam
upaya
menciptakan,
menguasai
dan
memanfaatkan
IPTEK
dasar/terapan/sosial/humaniora hasil litbang; Peningkatan kemampuan dan Kapasitas IPTEK;
Pengembangan sumber daya; sinergi kebijakan; agenda riset yang selaras pasar; dan
mekanisme intermediasi; penguatan sistem inovasi untuk mendorong ekonomi berbasis ilmu
pengetahuan; 6 bidang fokus (pangan, energi, ICT , transportasi, pertahanan dan kesehatan).
Dalam penyelenggaraannya, Kementerian PU memiliki peran sebagai the technostructure atau
scientific backbone. Hal ini memiliki arti bahwa litbang dapat berfungsi untuk memberikan
saran atau masukan maupun pertimbangan ilmiah dalam perumusan kebijakan-kebijakan
kementerian.
Sementara itu pencapaian outcome terkait Litbang PU hingga tahun 2011, Prosentase IPTEK
yang masuk bursa teknologi sebesar 39,69%; Prosentase Teknologi Tepat Guna yang digunakan
stakeholders sebesar 19.39%; Prosentase Penambahan SPM(K) yang diberlakukan Kementerian
PU sebesar 33,96%; dan Prosesntase pelayanan teknis yang diterima stakeholder sebesar
16,92%. Adapun tantangan yang harus dihadapi dalam pelaksanaan penelitian dan
pengembangan diantaranya adalah sebagai berikut:








Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap
upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap
bencana; (ii) meningkatkan efisiensi dan efektifitas pendayagunaan air irigasi; (iii)
mengurangi kelangkaan air baku; (iv) memperbaiki kualitas air baku (aplikasi UU SDA);
(v) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); (vii) meningkatkan
kualitas lingkungan permukiman; (viii) meningkatkan cakupan pelayanan prasarana
dasar (aplikasi UU SDA, UU Sampah); dan (ix) pemanfaatan bahan lokal dan potensi
wilayah;
Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi
semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;
Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi
bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi,
asosiasi dan media informasi dalam proses pelaksanaannya;
Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Depdiknas bukan
oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon
peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat
kebijakan zero growth;
Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka
meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak

PENDAHULUAN

Halaman 17 | 147

Tantangan yang dihadapi dalam dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
antara lain sebagai berikut:




















Masih perlu dilakukan penguatan aparatur dalam pemahaman manajemen stratejik
melalui diklat struktural atau lokakarya berkala mengenai penyusunan dan pelaksanaan
rencana stratejik. Demikian halnya penguatan kemampuan teknis pegawai, baik melalui
diklat teknis fungsional maupun penambahan aparatur teknis melalui mutasi staf untuk
memenuhi kekurangan tenaga teknis.
Mendorong terlaksananya upaya perwujudan good governance dengan penguatan
fasilitas untuk berbagai kebutuhan yang dapat meningkatkan, khususnya pada aspek
transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan upaya-upaya perwujudan pelayanan prima;
Dalam rangka Reformasi Birokrasi, dalam sistem manajemen kinerja ke depan, kinerja
individu dan kelompok akan diselaraskan dengan kinerja organisasi/unit kerja. Dalam
hal ini sistem manajemen kinerja pada level atau tingkatan Organisasi harus dapat
diturunkan ke dalam sistem manajemen kinerja individu atau kelompok;
Diperlukan perhatian khusus agar terjaga kondisi bangunan gedung kantor yang laik
fungsi, nyaman dan aman untuk kegiatan perkantoran, diantaranya melalui kerjasama
serta partisipasi pengguna;
Dengan telah terbitnya UU, PP, dan Peraturan Menteri terkait dengan pelaksanaan tata
naskah dinas dan tata naskah dinas elektronik yang berdampak kepada perubahan
peraturan-peraturan dibawahnya;
Perlunya integrasi rencana, sinkronisasi program dan koordinasi sejak perencanaan,
pemograman sampai dengan pemantauan dan evaluasi;
Upaya mewujudkan perubahan manajemen SDM yang menuntut perkembangan
pengembangan dan pengelolaan pola pikir pegawai;
Perlunya peningkatan kualitas laporan keuangan dan pengelolaan barang
milik/kekayaan negara agar memenuhi kaidah Standar Akuntansi Pemerintah (SAP)
untuk mencapai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK);
Perlunya peningkatan sinkronisasi dan harmonisasi penyusunan peraturan perundangundangan internal dan lintas sektor serta peningkatan koordinasi dan penyiapan
dokumen dalam proses bantuan hukum;
Penerapan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) menuntut siapnya
aturan dan mekanisme kerja yang baku dan mengikat bagi masing-masing Satminkal
dalam penyediaan dan penyampaian informasi publik sebagai upaya peningkatan
pelayanan prima kepada masyarakat; dan
Perkuatan dan pengamanan hak atas Barang Milik Negara (BMN), terutama tanah dan
bangunan melalui sertifikasi dan MoU antara Menteri PU dan Kepala BPN.
Diperlukan ketersediaan informasi yang cepat dan akurat melalui penerapan dan
penggunaan tata naskah dinas elektronik (TNDE) dan sistem kearsipan elektronik (SKE)
sesuai dengan tuntutan reformasi birokrasi serta perlunya peningkatan penatausahaan
dan pengamanan fisik aset Sekretariat Jenderal.
Tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta tata kelola
sistem-sistem informasi perlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi (Kepmen,
Permen dan lainnya).
Diperlukan upaya untuk melakukan inventarisasi, pencatatan dan pelaporan BMN
secara akurat, serta pengamanan dan pengelolaannya secara tertib.

PENDAHULUAN

Halaman 19 | 147

Isu yang juga sedang berkembang adalah terkait perlindungan terhadap lahan pertanian pangan
yang ada saat ini agar dapat terus dijaga dan dipertahankan keberadaannya. Sebagaimana
diamanatkan dalam UU Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan, perlindungan atas lahan pertanian pangan berkelanjutan dimaksudkan
diantaranya untuk melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan serta
menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan.
Selain itu, arus globalisasi yang semakin kuat turut mempengaruhi perkembangan kota tak
terkecuali kota-kota di Indonesia. Kota-kota di Indonesia mulai kehilangan identitas dan
karakter yang menyebabkan terjadinya fenomena pembangunan kota yang cenderung
homogen. Warisan sejarah ataupun budaya yang sebelumnya melekat dengan kehidupan kota
mulai hilang seiring dengan berjalannya waktu.
Tantangan bidang Penataan Ruang Tahun 2014 adalah sebagai berikut:












Percepatan penyelesaian penetapan RTRW Provinsi, Kabupaten, dan Kota perlu terus
didorong dalam rangka pemenuhan amanat UU Penataan Ruang yang mensyaratkan
RTRW Provinsi telah diselesaikan pada tahun 2009 dan RTRW Kab/Kota telah
diselesaikan pada tahun 2010. Hingga akhir tahun 2013, seluruh Provinsi dan
Kabupaten telah mendapatkan persetujuan substansi, sedangkan jumlah Kota yang
belum memperoleh persetujuan substansi sebanyak 3 Kota. Namu, adanya penetapan
daerah otonomi baru pada tahun 2013 menambah daerah yang perlu dibina sebanyak 1
Provinsi dan 14 Kabupaten.
Rencana Rinci yang merupakan pendetilan dari RTRWN perlu segera diselesaikan agar
dapat segera dioperasionalisasikan mengingat muatan RTRWN sendiri akan melalui
proses review 5 (lima) tahunan. Untuk RTR Pulau, masih terdapat 3 RTR Pulau masih
dalam proses penetapan Perpres di Sekretariat Kabinet (Setkab). Sementara untuk RTR
KSN, 6 RTR KSN masih belum disiapkan materi raperpresnya.
Dalam rangka menekan tingkat pelanggaran pemanfaatan ruang, perlu dilakukan upaya
pengendalian dan penegakan hukum terhadap pemanfaatan ruang sesuai aturan yang
tertuang dalam RTR secara gencar dan berkelanjutan. Salah satu perangkat yang
dibutuhkan untuk mendukung terlaksananya pengendalian pemanfaatan ruang yang
efektif adalah aparatur Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
Pemerintah Daerah perlu terus dirangsang dan dibina dalam rangka penyediaan RTH
baik Publik maupun Privat.
Perlindungan atas lahan pertanian pangan berkelanjutan menjadi perhatian bersama
untuk terus didukung dan dilaksanakan oleh baik Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah.
Kota tidak hanya dipandang sebagai mesin ekonomi, tetapi juga menyimpan potensi
yang dapat berwujud kesenian, adat istiadat, bahasa, situs, arsitektur, dan kawasan
bersejarah yang bernilai pusaka yang dapat mengisi ruang kota. Salah satu instrumen
yang kuat dalam sejarah perkotaan adalah pengaturan teritorial, ruang, dan bangunan
berdasarkan konsepsi kosmografi serta kaidah-kaidah penataannya.
Pembangunan masa depan secara berkelanjutan hendaknya mampu menyinambungkan
berbagai peninggalan yang bernilai dan dinamika zaman secara terseleksi, termasuk
menjadi alat dan modal dalam pengembangan budaya dan ekonomi kota.

PENDAHULUAN

Halaman 21 | 147







Masih kurangnya keterpaduan sistem jaringan jalan nasional dengan jalan daerah serta
masih kurangnya pendanaan penanganan jalan daerah di tengah-tengah desentralisasi
(otonomi daerah);
Situasi kelembagaan penyelenggaraan jalan yang masih memerlukan perkuatan
terutama dalam menyiapkan produk-produk pengaturan, fasilitasi jalan daerah, dan
meningkatkan akuntabilitas kinerja penyelenggaraan jalan;
Dalam hal investasi jalan tol, masih terdapat masalah pembebasan tanah, ketersediaan
pendanaan yang masih terbatas, dan belum intensnya dukungan Pemerintah Daerah;
Ketersediaan Material. Material Material Semen, Batu dan Pasir yang harus didatangkan
dari luar daerah. Dalam waktu – waktu tertentu, material tersebut susah dicari di
pasaran mengingat demand yang tinggi untuk keperluan proyek konstruksi lainnya;
Kondisi Geografis. Medan yang cukup sulit dan lokasi pekerjaan yang cukup jauh
sehingga memerlukan waktu dan peralatan khusus untuk mencapai lokasi proyek serta
rawan longsor.

Pengembangan infrastruktur permukiman
Pengembangan infrastruktur permukiman mencakup sektor air minum, sanitasi dan
permukiman, serta ditambah dengan tugas penataan bangunan dan lingkungan. Adapun
permasalahan yang meliputi pelaksanaan pengembangan infrastruktur permukiman
diantaranya adalah sebagai berikut:











Kondisi akses air minum aman nasional pada tahun 2013 adalah 67,7% dengan rincian
jaringan perpipaan sebesar 17,9% dan bukan jaringan perpipaan 48,8%, akses air
minum aman di perkotaan sebesar 79,3% dan perdesaan 56,2%, masih terdapat idle
capacity sebesar 37.900 liter/detik, keterbatasan air baku untuk air minum sebesar 128
m3/det.
Komitmen pemda untuk pendanaan air minum (DDUB) hanya 0,04% dari total APBD
(2012), selain itu masih terdapat 104 PDAM yang kurang sehat di 2013 (30%) dan 70
PDAM berstatus sakit (20%). Dalam hal kompetensi pengelola SPAM di daerah dimana
terdapat kebutuhan peningkatan kompetensi pengelola SPAM di seluruh kab/kota
mencapai 51.000 orang sementara Kapasitas Balai Teknis Air Minum dan Sanitasi ±
2.000 orang/tahun.
Akses pelayanan pengelolaan sampah baru 79,80% (2013) dengan rincian di perkotaan
sebesar 87% dan perdesaan sebesar 72,60%. Pada kawasan perkotaan, pengelolan
sampah pada sumbernya sebesar 41% dan pengelolaan akhir sampah sebesar 46%.
Pada kawasan perdesaan pengelolan sampah pada sumbernya sebesar 69,20% dan
pengelolaan akhir sampah sebesar 3,40%.
Masih rendahnya komitmen pemda dalam pengelolaan sampah yang ditunjukkan
dengan besaran anggaran untuk penanganan sampah dibawah 5% dari jumlah anggaran
APBD. Selain itu belum seluruh kab/kota memiliki kelembagaan pengelola sampah
(regulator dan operator)
Luas permukiman kumuh perkotaan seluas 37.407 Ha atau setara 3.286 kawasan, baru
215 kab/kota yang memiliki Surat Keputusan Walikota/Bupati tentang permukiman
kumuh.
Dalam hal penataan bangunan dan lingkungan baru 49% kab/kota memiliki perda BG
dan masih minimnya BG yang memiliki IMB, 3,1% kab/kota yang baru memiliki SLF, -

PENDAHULUAN

Halaman 23 | 147

Pembinaan konstruksi
Kondisi yang dihadapi dan menjadi permasalahan dalam melaksanakan program pembinaan
konstruksi diantaranya adalah sebagai berikut:
















Reformasi Birokrasi yang telah digariskan melalui Grand Design Nasional mempunyai
Visi: Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia , yaitu pemerintahan yang profesional
dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat
dan manajemen pemerintahan yang demokratis.
Pemerintah Daerah Provinsi belum seluruhnya memiliki Peraturan Daerah tentang
Pembinaan Jasa Konstruksi;
Keterbatasan SDM pembinaan jasa konstruksi di Daerah tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota untuk mendukung pelaksanaan program pembinaan jasa konstruksi;
Dinamika struktural Pemerintah Daerah yang masih belum memprioritaskan Jasa
Konstruksi, sehingga kepentingan untuk pembinaan jasa konstruksi masih sebatas ada
tidaknya alokasi dana pembinaan konstruksi ke Pemerintah Daerah;
Jumlah petugas K3 maupun Ahli K3 yang masih rendah menjadi fokus perhatian
pembinaan bidang SMK3;
Belum adanya harmonisasi kebijakan antar instansi/kementerian terkait kebijakan
investasi pembangunan infrastruktur;
Infrastruktur transportasi di wilayah Indonesia bagian timur masih menjadi kendala
utama bagi kelancaran logistic dan pasokan MPK yang mengakibatkan terjadinya
distorsi harga yang relative tinggi;
Belum adanya instrumen analisis dalam penyusunan kebijakan pengembangan sektor
konstruksi;
Industri dan investasi material dan peralatan masih terpusat di Pulau Jawa, sementara
pekerjaan konstruksi tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dilain pihak, kebijakan
investasi infrastruktur secara nasional akan lebih didominasi pengalokasian dana untuk
Indonesia bagian timur, sehingga diperlukan penataan sistem MPK yang baik untuk
terwujudnya konstruksi yang efektif dan efisien;
masih terjadi ketimpangan pengelolaan sumber daya investasi di masing-masing
wilayah, sehingga kualitas dan kuantitas pemberdayaan sumber daya investasi tidak
merata;
Undang-Undang No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik belum
diimplementasikan dengan baik di daerah;
Belum tersampaikanya informasi penjadwalan fora perundingan liberalisasi industri
konstruksi;
Dalam pelaksanaan konstruksi yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) PU, pemakaian alat berat belum diwajibkan untuk didukung dengan
sertifikasi kelayakannya, sehingga sulit untuk pendataan ketersediaan alat berat
konstruksi beserta kondisinya;

Berdasarkan kondisi dan permasalahan tersebut diatas, maka tantangan yang dihadapi pada
tahun 2014 dalam pembinaan konstruksi diantaranya adalah sebagai berikut:


Belum optimalnya kapasitas dan kompetensi SDM Badan Pembinaan Konstruksi dalam
pelaksanaan anggaran untuk mengimbangi kemungkinan peningkatan alokasi anggaran
Program Pembinaan Konstruksi setiap tahunnya.

PENDAHULUAN

Halaman 25 | 147



















Menyediakan IPTEK siap pakai untuk: (i) meningkatkan akses masyarakat terhadap
upaya upaya pengendalian pemanfaatan ruang termasuk mitigasi dan adaptasi terhadap
bencana; (ii) menurunkan Biaya Operasi Kendaraan (Aplikasi UU Jalan); dan (iii)
pemanfaatan bahan lokal dan potensi wilayah;
Mempercepat proses standardisasi untuk menambah jumlah SNI maupun pedoman di
bidang bahan konstruksi bangunan dan rekayasa sipil yang dapat mengantisipasi
semakin meningkatnya proteksi produk dan standar oleh negara lain;
Memperluas simpul-simpul pemasyarakatan IPTEK PU, Standar bahan konstruksi
bangunan dan rekayasa sipil termasuk memperluas kontribusi perguruan tinggi,
asosiasi, dan media informasi dalam proses pelaksanaannya;
Memanfaatkan peluang riset insentif (kegiatan riset yang didanai oleh Kemendiknas
bukan oleh Kementerian PU) untuk meningkatkan pengalaman dan keahlian para calon
peneliti dan perekayasa sehingga dapat mengurangi kesenjangan keahlian akibat
kebijakan zero growth;
Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga litbang internasional dalam rangka
meningkatkan kompetensi lembaga maupun SDM litbang dalam mengantisipasi dampak
pemanasan dan perubahan iklim global, khususnya terhadap penyediaan dan kualitas
pelayanan infrastruktur bidang PU dan permukiman;
Memenuhi tuntutan Reformasi Birokrasi penyelenggaraan Litbangrap IPTEK yang
meliputi: (i) perbaikan struktur organisasi agar tepat fungsi dan tepat ukuran; (ii)
perbaikan proses kerja untuk meningkatkan kinerja Litbangrap IPTEK; (iii)
memperbaiki sistem manajemen SDM untuk meningkatkan kompetensi peneliti dan
perekayasa; (iv) keseimbangan antara beban, tanggungjawab, dan insentif masih perlu
diperbaiki; dan (v) pelaksanaan pengarusutamaan gender.
Tantangan penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan pemukiman ke depan
juga erat terkait dengan pembangunan berkelanjutan yang menjadi bagian dari 3 (tiga)
pilar pembangunan (ekonomi, sosial, dan lingkungan) yang berprinsip memenuhi
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhann generasi masa
depan. Dalam rangka pencapaian program 100-0-100 (100% pelayanan air minum – 0
% bebas permukiman kumuh dan 100% pelayan air limbah) diharapkan pelayanan air
bersih pada tahun 2015 meningkat menjadi 84%, yaitu 93% di perkotaan dan 73
persen di perdesaan .
Tantangan pembangunan berkelanjutan di Indonesia ialah: bagaimana pembangunan
fisik, sosial, dan ekonomi dilakukan tanpa mengakibatkan degradasi lingkungan
(menjaga kawasan dan lingkungan hunian agar tetap aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan).
Memberikan Input kepada Direktorat Teknis, Pengembang dan Pemerintah Daerah
untuk memperluas pemanfaatan IPTEK, misalnya dalam rangka (i) mengatasi backlog
rumah, dan penyediaan fasos fasum bagi MBR, serta mempercepat rekonstruksi pasca
bencana (RISHA, Rusun Prefabrikasi, rumah bambu, dll), (ii) peningkatan cakupan
prasarana dasar dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman (PamSimas,
Plumbing hemat air, Biofilter & Biority komunal), (iii) mengurangi risiko bencana (Cplus, teralis aman kebakaran, selimut api, RISHA, dll) , (iv) perkembangan permukiman
akibat bangkitan lalu lintas (model : penataan kawasan permukiman), (v) keandalan
bangunan gedung;
Meningkatkan akses stakeholder terhadap informasi potensi dan ketersediaan bahan
bangunan lokal termasuk teknik pemanfaatannya;

PENDAHULUAN

Halaman 27 | 147

pemeliharaannya menjadi sangat penting dalam upaya mempertahankannya, terutama dengan
adanya predikat Platinum .
Sejumlah tantangan yang harus dihadapi pada tahun 2014 dalam dukungan manajemen dan
sarana prasarana diantaranya adalah sebagaimana berikut:











Mendorong penguatan aparatur dalam pemahaman manajemen stratejik melalui diklat
struktural atau lokakarya berkala mengenai penyusunan dan pelaksanaan rencana
stratejik, serta perlu lebih banyak melibatkan seluruh unsur dalam proses penyusunan
rencana stratejik. Demikian halnya penguatan kemampuan teknis pegawai, baik melalui
diklat teknis fungsional maupun penambahan aparatur teknis melalui mutasi staf untuk
memenuhi kekurangan tenaga teknis.
Mendorong terlaksananya upaya perwujudan good governance dengan penguatan
fasilitas untuk berbagai kebutuhan yang dapat meningkatkan, khususnya pada aspek
transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan upaya-upaya perwujudan pelayanan prima.
Meningkatkan kualitas pelaksanaan dan pelaporan keuangan, serta pengelolaan Barang
Milik Negara;
Menyempurnakan sistem manajemen kinerja ke depan dalam rangka reformasi
birokrasi, dimana kinerja individu dan kelompok harus diselaraskan dengan kinerja
organisasi/unit kerja.
Memberikan perhatian khusus agar terjaga kondisi bangunan gedung kantor yang laik
fungsi, nyaman dan aman untuk kegiatan perkantoran dengan didukung kerjasama serta
partisipasi pengguna dalam melakukan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung.
Menyesuaikan sejumlah perubahan menyusul terbitnya peraturan perundangan yang
terkait dengan pelaksanaan tata naskah dinas, termasuk mengembangkan tata naskah
dinas elektronik secara terintegrasi di lingkungan Kementerian PU.
Meningkatkan tata kelola infrastruktur jaringan komunikasi data dan informasi serta
tata kelola sistem-sistem informasi perlu diatur dalam bentuk kebijakan/regulasi.
Mendorong upaya-upaya dalam inventarisasi, pencatatan dan pelaporan BMN secara
akurat, serta pengamanan dan pengelolaannya secara tertib.
Meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi antar Satminkal yang lebih baik dalam
penyampaian informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan citra positif
Kementerian PU.

1.3. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Laporan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014 adalah
sebagaimana berikut:
BAB 1

PENDAHULUAN
Pada pendahuluan ini, diuraikan :
 Kementerian PU sebagai organisasi yang diberikan mandat melalui tugas dan fungsi,
berikut dengan kewenangan yang diberikan. Termasuk didalamnya struktur organisasi
yang terbentuk dan sumber daya aparatur yang menggerakkan organisasi.
 Aspek-aspek yang melingkupi organisasi, yaitu berupa peran strategisnya berdasarkan
pada kondisi dan tantangan, baik pada jangka menengah maupun tahunan.

PENDAHULUAN

Halaman 29 | 147

BAB 2 PERENCANAAN KINERJA
2.1. Perencanaan Strategis
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010-2014 telah ditetapkan
melalui Peraturan Menteri PU Nomor 02/PRT/M/2010 dan sebagaimana telah diubah terkahir
melalui Peraturan Menteri PU Nomor 20/PRT/M/2012 tentang Perubahan Kedua atas Permen
PU Nomor 02/PRT/M/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian PU 2010-2014. Renstra
tersebut merupakan bagian dari penjabaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN 2010-2014) dan RPJPN 2005-2025 sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang mewajibkan seluruh
Kementerian/Lembaga pemerintah untuk menetapkan Rencana Strategis yang di dalamnya
mencakup visi, misi, tujuan dan sasaran strategis Kementerian PU.

2.3.1. Visi dan Misi
Visi Kementerian Pekerjaan Umum merupakan sebuah gambaran yang akan diupayakan
terwujud pada tahun 2025, dimana infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman yang
terbangun telah memenuhi kualifikasi teknis sesuai perkembangan dan kemajuan teknologi
serta beroperasi secara optimal seiring dengan tuntutan kualitas kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu, untuk mendukung visi tersebut Kementerian PU Tahun 2010-2014 juga menetapkan
7 (tujuh) misi. Adapun visi dan misi Kementerian PU sebagaimana tertuang dalam Rencana
Strategis tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut:
Tersedianya Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan
Permukiman Yang Andal
Untuk Mendukung Indonesia
Sejahtera 2025

Mewujudkan Penataan Ruang sebagai acuan matra spasial dari pembangunan
nasional dan daerah serta keterpaduan pembangunan Infrastruktur
Pekerjaan Umum Dan Permukiman berbasis penataan ruang dalam rangka
pembangunan berkelanjutan.
Menyelenggarakan pengelolaan SDA secara efektif dan optimal untuk
meningkatkan kelestarian fungsi dan keberlanjutan pemanfaatan SDA serta
mengurangi resiko daya rusak air.
Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas wilayah dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi dan,meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan
penyediaan jaringan jalan yang andal, terpadu dan berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang layak huni dan
produktif melalui pembinaan dan fasilitasi pengembangan infrastruktur
permukiman yang terpadu, andal dan berkelanjutan.
Menyelenggarakan industri konstruksi yang kompetitif dengan menjamin
adanya keterpaduan pengelolaan sektor konstruksi, proses penyelenggaraan
konstruksi yang baik dan menjadikan pelaku sektor konstruksi tumbuh dan
berkembang.
Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan serta penerapan: iptek,
norma, standar, pedoman, manual dan/atau kriteria pendukung Infrastruktur
PU dan Permukiman.
Meminimalkan penyimpangan dan praktik-praktik KKN di lingkungan
Kementerian PU dengan meningkatkan kualitas pemeriksaan dan
pengawasan profesional.
Menyelenggarakan dukungan manajemen fungsional dan sumber daya yang
akuntabel dan kompeten, terintegrasi serta inovatif dengan menerapkan
prinsip-prinsip Good Governance.

PERENCANAAN KINERJA

Halaman 31 | 147

Tabel 2.1 Tujuan dan Sasaran Strategis Kementerian PU
Meningkatkan kualitas
penyelenggaraan penataan ruang
untuk terlaksananya
pengembangan wilayah dan
pembangunan nasional serta
daerah yang terpadu dan sinergis
bagi terwujudnya ruang yang
aman, nyaman, produktif dan
berkelanjutan.
Meningkatkan keandalan sistem
jaringan infrastruktur pekerjaan
umum dan pengelolaan sumber
daya air untuk meningkatkan
daya saing melalui pertumbuhan
ekonomi nasional, ketahanan
pangan, ketahanan air dan
ketahanan energi.

Meningkatkan kualitas lingkungan
permukiman dan cakupan
pelayanan infrastruktur dasar sub
bidang permukiman untuk
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Meningkatkan kapasitas
pengawasan, pengendalian
pelaksanaan, dan akuntabilitas
kinerja untuk mencapai
efektivitas dan efisiensi
pelayanan publik bidang
pekerjaan umum dan penataan
ruang.

Meningkatkan kapasitas
kelembagaan dan SDM aparatur,
pembinaan konstruksi serta
penelitian dan pengembangan
untuk meningkatkan kinerja
pelayanan bidang pekerjaan
umum dan penataan ruang.

•Terwujudnya perumusan dan pelaksanaan
kebijakan dan standarisasi teknis Bidang
Penataan Ruang.

•Meningkatnya keberlanjutan dan ketersediaan
air untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
•Berkurangnya luas kawasan yang terkena
dampak banjir.
•Meningkatnya layanan jaringan irigasi dan rawa.
•Meningkatkan kapasitas jalan nasional.
•Meningkatnya kualitas layanan jalan nasional
dan pengelolaan jalan daerah.
•Meningkatnya kualitas layanan air minum dan
sanitasi permukiman perkotaan.
•Meningkatnya kualitas kawasan permukiman
dan penataan ruang.
•Meningkatnya
kualitas
infrastruktur
permukiman perdesaan/ kumuh/ nelayan
dengan pola pemberdayaan masyarakat.
•Meningkatnya kualitas pengaturan. pembinaan
dan
pengawasan
pada
pembangunan
infrastruktur permukiman.

•Terwujudnya peningkatan kepatuhan dan
akuntabilitas kinerja penyelenggara infrastruktur
yang bebas KKN.

•Meningkatnya koordinasi, administrasi dan
kualitas perencanaan, pengaturan, pengelolaan
keuangan dan BMN.
•Meningkatnya kapasitas kelembagaan dan
sumber daya manusia (SDM) aparatur.
•Meningkatnya kualitas prasarana, pengelolaan
data, informasi dan komunikasi publik.
•Meningkatnya kapasitas dan kinerja pembina
jasa konstruksi di pusat dan daerah.
•Meningkatnya IPTEK dan NSPM (K) siap pakai.

Sumber: Rencana Strategis Kementerian PU tahun 2010-2014

Seluruh sasaran strategis tersebut kemudian diturunkan sebagai mandat yang harus dicapai
oleh Unit Organisasi Eselon I melalui program dan Unit Kerja Eselon II di bawahnya melalui
kegiatan-kegiatan.

PERENCANAAN KINERJA

Halaman 33 | 147

terluar); dan (iii) program-program pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang
berbasiskan pemberdayaan masyarakat.
Dukungan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam penyelenggaraan infrastruktur
PU dan permukiman dilaksanakan melalui upaya-upaya: peningkatan ketahanan pangan,
dukungan infrastruktur bagi peningkatan daya saing sektor riil, meningkatkan kelancaran arus
barang dan jasa, peningkatan investasi infrastruktur melalui KPS dan peningkatan pencapaian
MDG’s. Sedangkan dukungan terhadap peningkatan kualitas lingkungan dilaksanakan melalui
upaya-upaya: (i) penerapan prinsip-prinsip green construction dalam pelaksanaan seluruh
pembangunan infrastruktur PU dan permukiman; (ii) mendorong pembangunan secara umum
dan khususnya pembangunan infrastruktur PU dan permukiman yang berbasiskan penataan
ruang; dan (iii) peningkatan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim global.
Secara diagram, peran infrastruktur PU dan permukiman dalam pembangunan nasional dapat
dilihat pada Gambar
Selain kebijakan umum, Kementerian Pekerjaan Umum juga memiliki kebijakan operasional
yang pelaksanaannya ditentukan berdasarkan skenario pembangunan yang dipilih dan dapat
mengantisipasi berbagai isu dan lingkungan strategis yang berkembang. Berdasarkan tujuan,
sasaran, kebijakan dan strategi tersebut, serta dikaitkan dengan penganggaran, maka
Kementerian PU menetapkan 9 (sembilan) program yang melekat pada eselon I dimana masingmasing Eselon I memiliki 1 (satu) program (kecuali Sekretariat Jenderal dengan 2 program).
Seluruh program tersebut dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan yang melekat pada Unit Kerja
Eselon II, Balai, dan Satuan Kerja. Adapun program tersebut sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Program penyelenggaraan penataan ruang (Direktorat Jenderal Penataan Ruang),
Program pengelolaan sumber daya air (Direktorat Jenderal Sumber Daya Air),
Program penyelenggaraan jalan (Direktorat Jenderal Bina Marga),
Program pembinaan dan pengembangan infrastruktur permukiman (Direktorat
Jenderal Cipta Karya),
Program pembinaan konstruksi (Badan Pembinaan Konstruksi),
Program penelitian dan penembangan Kementerian PU (Badan Penelitian dan
Pengembangan),
Program pengawasan dan peningkatan akuntabilitas aparatur Kementerian Pekerjaan
Umum (Inspektorat Jenderal),
Program dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya Kementerian
Pekerjaan Umum (Sekretariat Jenderal), dan
Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kementerian Pekerjaan Umum
(Sekretariat Jenderal).

2.2. Perjanjian Kinerja tahun 2014
Penetapan Kinerja atau kini disebut dengan Perjanjian Kinerja adalah lembar/ dokumen yang
berisikan penugasan dari pimpinan organisasi yang lebih tinggi kepada pimpinan organisasi
yang lebih rendah atau biasa disebut juga sebagai kontrak kinerja.

PERENCANAAN KINERJA

Halaman 35 | 147

Tabel 2.1 Penetapan Kinerja Kementerian Pekerjaan Umum tahun 2014
Sasaran Strategis

1

Meningkatnya Layanan Jaringa