PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH No 561/44/2003 TENTANG PEMBERIAN DAN PENANGGUHAN UPAH MINI- MUM OLEH DINAS TENAGA KERJA KOTA SURAKARTA.

(1)

Negara Indonesia telah dilindungi dalam memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Perusahaan bagi pemerintah mempunyai arti yang sangat penting, karena merupakan bagian dari kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat merupakan salah satu sumber dan sarana yang efektif untuk menjalankan kebijaksanaan pembagian pendapatan nasional. Pengusaha, pekerja dan pemerintah merupakan komponen penting dalam hubungan ketenagakerjaan, masing-masing mempunyai peranan dan kedudukan yang sama. Dalam hubungan Industrial Pancasila, khususnya hubungan ketenagakerjaan, pengusaha tidak dapat terlepas dari pekerja. Sebaliknya, pekerja kesejahteraannya juga tergantung dari pengusaha. Selanjutnya hubungan antara pekerja dan pengusaha tidak terlepas dari kebijaksanaan pemerintah.

Pemerintah turut serta dalam membina hubungan ketenaga-kerjaan. Ada beberapa sistem pembinaan tentang ketenagakerjaan

PELAKSANAAN PENGAWASAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA TENGAH

No 561/44/2003 TENTANG PEMBERIAN DAN PENANGGUHAN UPAH

MINI-MUM OLEH DINAS TENAGA KERJA KOTA SURAKARTA

Asianto Nugroho

Abstract

The basic law principles by Section 22 the Surakarta major decree Surakarta number 23 of 2001 from implementation policy of supervision applied and deferment to minimum wage by the office of labour Surakarta. Mechanisme implementation policy of supervision applied and deferment to minimum wage by the office of labour Surakarta is use with controlled, trade marks controlling note, trade marks law suit of control and finaly processing problems to the law court industrial. Implementation policy of supervision and controlling applied and deferment to minimum wage by the office of labour Surakarta is trough there are some company which not yet executed the minimum wage, but till this reaserch done nothing that aplly the deferment of minimum wage payment.. Era local otonomy system, this is not the person PPNS to be competent in action to find, because have trade mark controlling note for three and make to the reports action matter, archives matter for process by police.The personal PPNS is not functioned by professional staff.

Keywords: Supervision, Minimum Wage, Governor Decree.

A. Pendahuluan

Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan menjamin kenyamanan dalam bekerja menuju hidup yang layak. Hal ini secara yuridis konstitusi terdapat dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Adapun Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Realisasinya pemerintah telah memberikan kesempatan yang luas untuk mendirikan industri yang dapat membuka kesempatan kerja yang luas kepada masyarakat. Pekerjaan yang akan ditawarkan kepada masyarakat harus layak bagi kemanusiaan, sehingga akan dapat meningkatkan taraf hidup pekerja. Berdasarkan alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, maka Warga


(2)

yang dilakukan pemerintah, salah satunya dengan mengeluarkan kebijak-sanaan di bidang ketenagakerjaan, diantaranya dengan mengeluarkan Undang-undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, Permenaker No. PER-01/MEN/1999 Tentang Upah Minimum. Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu cara untuk dapat mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur. Kesejahteraan pekerja dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu dengan menaikkan upah, perlindungan upah, jaminan sosial, jaminan kesehatan dan lain-lain. Dalam kenyataannya, upah tidak dapat dilepaskan dari pengusaha. Pekerja sebagai pihak yang bekerja pada pengusaha berhak menerima upah dari pengusaha. Di sisi lain, pengusaha berhak untuk menerima jasa dari hasil karya para pekerja dan berkewajiban untuk membayar upah kepada pekerjanya. Pekerja karena jasanya yang telah diberikan kepada pengusaha, maka wajar apabila pekerja menuntut upah sesuai dengan tenaga, waktu, pikiran, dan keahlian yang telah mereka tuangkan dalam bekerja dan secara khusus menuntut pelaksanaan ketentuan upah mini-mum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Permasalahan yang yang dikaji dalam penelitian ini, landasan yuridis dan pertimbangan bagi Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap pemberian dan penangguhan upah minimum di kota Surakarta mekanisme pelaksanaan pengawasan pemberian dan penangguhan upah minimum di kota Surakarta oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta

B. Tinjauan Pustaka

Upah merupakan hal yang esensial dalam hubungan kerja. Hal ini dikarenakan pekerja tidak akan bekerja tanpa imbalan berupa upah. Nurimansyah Haribuan mengatakan bahwa, upah adalah segala macam bentuk penghasilan, yang diterima buruh/ pegawai (tenaga kerja) baik berupa uang ataupun barang dalam jangka waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi (Haribuan, 1981:3).

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa upah adalah hak pekerja/ buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan bagi pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/ buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan kerja atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/ buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan sangat berperan dalam hubungan perburuhan. Berdasarkan hubungan formal ini, harus tidak dilupakan bahwa buruh adalah seorang manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan, sudah wajar kalau buruh itu mendapatkan penghargaan yang wajar dan atau perlindungan yang layak. Dalam hal ini, maka upah mini-mum sebaiknya dapat mencukupi kebutuhan-kebutuhan hidup buruh itu beserta keluarganya, walaupun dalam arti yang serba sederhana, biaya hidup (cost of living) perlulah diperhatikan dalam penentuan upah.

Beberapa jenis upah pokok minimum adalah sebagai berikut :

1. Upah Minimum Propinsi

Upah minimum propinsi adalah upah mini-mum yang berlaku untuk seluruh Kabupaten/Kota di satu Propinsi. 2. Upah Minimum Kabupaten/Kota

Upah minimum kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kota.

3. Upah Minimum Sektoral Propinsi Upah minimum sektoral propinsi adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di seluruh kabupaten/kota di satu Propinsi.

4. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota Upah minimum sektoral kabupaten/kota adalah upah minimum yang berlaku secara sektoral di dalam Kabupaten/Kota. Ketentuan mengenai upah minimum ini harus ditaati oleh pengusaha, kecuali pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum. Kebijaksanaan yang ditempuh perusahaan yakni wajib mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada Gubernur melalui Kepala


(3)

Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja/ Instansi Pemerintah yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan di Propinsi. Pengawasan perburuhan diatur didalam Undang-undang No 3 tahun 1951. Hal ini dimaksudkan agar menjadi pedoman bagi perusahaan sebagai alat perekonomian dapat berjalan dengan lancar, berkembang menjadi perusahaan bonafit tidak mengalami hambatan yang disebabkan melanggar perundang-unda-ngan yang berlaku. Pengawasan dilaksanakan agar mendidik perusahaan selalu taat menja-lankan peraturan perundangan yang berlaku, sehingga terjamin keamanan dan keserasian hubungan kerja. Pengusaha diharapkan dapat melindungi tenaga kerjanya, menghindari perselisihan, dan menjamin terjadinya persaingan tidak sehat ( unfair competition).

Pengawasan Ketenagakerjaan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga agar ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Ketenaga-kerjaan dilaksanakan untuk ketertiban hubungan antara pengusaha dengan tenaga kerjanya dan ditaati oleh senua pihak (Ariesteus, 1995: 331). Pengawasan dilakukan dalam upaya untuk mengawasi berlakunya Undang-undang tentang perburuhan, pola kebijakan pihak manajemen perusahaan sesuai digariskan oleh Undang-undang yang berlaku dan ketaatan perusahaan dalam mensejahterakan tenaga kerja (Husni, 2003: 89). Mengenai masalah perburuhan mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman yang semakin kompleksitas, sehingga peraturan perundanganpun mengalami penyesuaian keadaan. Hal ini terlihat dengan perubahan Undang-undang No. 14 tahun 1969 mengenai ketentuan-ketentuan Pokok ketenagakerjaan. Perubahan dalam Undang -undang ini adalah bahwa istilah perburuhan disempurnakan menjadi tenaga kerja, peraturan khusus mengenai tindak kecurangan dan penyalahgunaan kewenangan bidang tenaga kerja. Selanjutnya terdapat penambahan mengenai tindak pengawasan dalam mengantisipasi terjadinya tindak kecurangan dan penyalah-gunaan kewenangan bidang ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 2 Peraturan Menaker No. Per. 03/MEN/1984

tentang pengawasan ketenagakerjaan secara terpadu yakni bertujuan mengawasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang ada hubungannya antara pengusaha dan tenaga kerja.

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia, dibawah kendali Departemen Tenaga Kerja baik tingkat pusat maupun daearah dengan melakukan kunjungan ke setiap perusahaan-perusahaan diwilayahnya, untuk mengamati, mengawasi pelaksanaan hak-hak normatif pekerja. Pelaksanaan pengawasan terhadap ketaatan berlakunya ketentuan hukum bidang ketenagakerjaan (law enforcement by public policy of segmen manajement industrial) guna menjamin perlindungan pekerja, sehingga menjaga stabilitas dunia usaha. Selanjutnya diharapkan tindakan pengawasan akan mendidik pengusaha maupun pekerja untuk selalu taat menjalankan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, sehingga tercipta suasana kerja yang harmonis. Seringkali terjadi masalah perselisihan antara pekerja dengan pihak menejemen industri, disebabkan kurang memperhatikan perlindungan hukum terhadap pekerjanya sesuai Undang-undang yang berlaku, kecerobohan pengelolaan manajerial sehingga mengabaikan kepentingan pekerjanya. Hal ini mengakibatkan hak-hak pekerja tidak dipenuhi oleh pengusaha. Peran pengawasan diperlukan untuk mengantisipasi kejadian ini, sehingga pegawai pengawas dapat melakukan teguran, peringatan baik secara pribadi maupun instansi, agar hak-hak pekerja diberikan sesuai Undang-undang yang berlaku. Apabila perusahaan tidak mengindahkan hal tersebut, maka pegawai pengawas sekaligus Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang ketenagakerjaan dapat menyidik pengusaha. Selanjutnya dibuatkan berita acara pemeriksaan guna menjadikan data yang akurat dalam proses di lembaga peradilan industri.

Kenyataannya, dari tahun ke tahun upah minimum selalu disesuaikan dengan keadaan, sehingga mengalami kenaikan. Hal ini adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja. Pada prinsipnya kenaikan upah mini-mum diusahakan untuk tidak memberatkan


(4)

pihak tertentu, baik pengusaha maupun pekerja. Kenaikan upah merupakan hal yang selalu diharapkan oleh setiap pekerja, karena dengan kenaikan upah akan dapat meningkatkan semangat kerja. Dalam hal ini Gubernur Jawa Tengah telah memberikan rekomendasi untuk meminta dan menerima masukan dari para pihak, yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Pada dasarnya ketentuan mengenai upah minimum adalah untuk melindungi hak pekerja, terutama dalam hal pengupahan. Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/44/2003 yang mengatur mengenai upah minimum, sehingga para pihak mempunyai pedoman yang jelas. Pekerja mengetahui hak-haknya, dan pengusaha mengetahui batas kewajibannya. Peraturan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah mengenai upah minimum wajib ditaati oleh setiap perusahaan. Pada kenyataannya, tidak semua perusahaan mampu melaksanakan ketentuan upah mini-mum ini. Perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum dikecualikan dari kewajiban tersebut, yaitu dengan cara mengajukan permohonan penangguhan upah minimum kepada Gubernur.

Pembangunan bidang industri di kota Surakarta saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Banyak perusahaan-perusahaan baru bermunculan dengan mengembangkan berbagai produk baru. Hal ini akan menambah pendapatan daerah, membuka lapangan kerja baru, peningkatan teknologi dan menambah pendapatan masyarakat. Di sisi lain juga akan menambah kompleksitas masalah tentang

ketenaga-kerjaan, umumnya masalah hak dan kewajiban bagi pekerja dalam menerima kelayakan upah, khususnya masalah upah minimum dan permasalahannya.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, dengan pendekatan kualitatif. Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari pejabat Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, Para pengusaha di Kota Surakarta, para karyawan perusahaan, dan para pakar hukum ketenaga-kerjaan. Adapun data sekunder diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yakni: Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu, Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 231/Men/2003 tentang tata cara penangguhan pelaksanaan Upah Minimum, Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004, Keputusan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2001. dengan Perda No. 6 tahum 2001 tentang SOT Perangkat Daerah Kota Surakarta, dan Keputusan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2001. Jurnal-jurnal penelitian dan buku-buku yang mengkaji tentang aspek hukum ketenagakerjaan. Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan teknik analisis model interaktif (H.B Sutopo, 2000: 8)

Skema kerja analisis model interaktif dapat digambarkan sebagai berikut:

SAJIAN DATA PENGUMPULAN DATA

REDUKSI DATA

PENARIKAN SIMPULAN/VERIFIKASI Gambar 1 : Skema Model Analisis Interaktif


(5)

GUBERNUR JAWA TENGAH

KEPUTUSAN GUBERNUR NO.

561/44/2003

PELAKSANAAN

UPAH MINIMUM KABUPATEN/KOTA (UMK)

PENGAWASAN

PEMERIKSAAN

SUDAH MELAKSANAKAN

UMK BELUM MELAKSANAKAN

UMK

NOTA PEMERIKSAAN 1,2,3

BERITA ACARA PEMERIKSAAN (BAP)

LEMBAGA PERADILAN INDUSTRI PENANGGUHAN UPAH MINIMUM

KOTA D. Hasil dan Pembahasan

Pelaksanaan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta Dalam Implementasi Kebijakan Pengupahan Buruh Berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor: 561/44/2003 Tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.

Dinas Tenaga Kerja dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, yakni dilakukan

melalui Sub Dinas Pengawasan selalu berpedoman pada peraturan yang berlaku Pelaksanaan upah minimum pada perusahaan tidak terlepas dari pengawasan tenagakerjaan. Adapun mekanisme pengawasan ketenagakerjaan terhadap pelaksanaan upah minimum di kota Surakarta digambarkan sebagai berikut:


(6)

Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan Keputu-san Nomor: 561/44/2003 Tentang Upah Minimum Pada 35 Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah tahun 2004. Gubernur menetapkan Upah Minimum Kota/ Kabupaten berdasarkan usulan dari Komisi Peneli-tian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Kete-nagakerjaan Daerah. Dalam melaksanakan Upah Minimum Kota/ Kabupaten, maka demi ketertiban dan kecancaran Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta melakukan tindakan pengawasan terhadap semua perusahaan di Kota Surakarta. Pelaksanaan upah minimum kota/ kabupaten sesuai Permenaker No 1 tahun 1999 tidak ada kriteria maupun batasan tertentu, sehingga semua perusahaan wajib melakukan Upah Minimum.

Jumlah perusahaan yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta sesuai dengan UU No 7 Tahun 1981 sampai dengan bulan Juli 2004 tenaga kerja warga negara Indonesia sebanyak 678 perusahaan, jumlah karyawan sebanyak 37.581 orang tenaga kerja terdirti atas 19.687 orang tenaga kerja laki-laki dan 17.874 orang tenaga kerja wanita, sedangkan tenaga kerja Asing terdiri atas 18 orang tenaga kerja laki-laki dan 2 orang tenaga kerja wanita.

Tabel 1

Komposisi Perusahaan di Wilayah Kerja Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta Berdasarkan Jumlah Pekerja per Juli 2004

Sumber: Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, 2004.

Komposisi perusahaan menurut tabel tersebut di atas, antara perusahaan besar dan sedang adalah seimbang, berbeda dengan perusahaan menengah dan kecil jumlahnya lebih besar. Adapun penggolongan menurut besar kecilnya perusahaan berdasarkan jumlah tenaga kerja, perusahaan besar adalah jumlah tenaga kerjanya lebih besar dari 100 (seratus) orang, perusahaan sedang jumlah tenaga kerjanya antara 55 – 99 orang, perusahaan

menengah jumlah tenaga kerjanya antara 25 – 49 orang dan perusahaan kecil jumlah tenaga kerjanya lebih kecil dari 25 orang.

Tabel 2

Komposisi Perusahaan di Wilayah Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta

Berdasarkan Status Perusahaan per Juli 2004

Sumber: Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, 2004.

Komposisi menurut status perusahaan bahwa di Kota Surakarta perusahaan swasta perseorangan lebih dominan jumlahnya karena merupakan kota transit perniagaan transpotasi dan perdagangan Joglosemar dan perbatasan 2 propinsi sangatlah mendukung menjamurnya perusahaan perseora-ngan dan berbagai jenis lainnya seperti biro jasa pariwisata, transportasi, periklanan, penginapan, perbengkelan dan lainnya.

Selain komposisi perusahaan dilihat dari penggolongan. status perusahaan terdapat pula me-lalui KLUI (Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia).

Tabel 3.

Komposisi Perusahaan di Wilayah Kerja Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta

Berdasarkan KLUI per Juli 2004

Sumber: Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, 2004

No Perusahaan Jumlah Pekerja Jumlah

1 Besar >100 84

2 Sedang 50 – 99 86

3 Menengah 25 – 49 155

4 Kecil < 25 353

678 Jumlah Perusahaan

No. Jenis Modal Jumlah

1 Perseorangan 172

2 PMDN 27

3 PMA 4

4 Lain-lain 475

678

Jumlah Total

GOL BIDANG USAHA JUMLAH

1 Pertanian, perburuhan, peri-kanan, peternakan

_

2 Pertambangan, penggalian _

3 Industri pengolahan 243

4 Listrik, gas dan air 6

5 Bangunan 32

6 Perdagangan, rumah makan

dan hotel

256

7 Pengangkutan, perguda-ngan

dan komunikasi

28

8 Keuangan, asuransi dan

persewaan

76

9 Jasa, sosial dan perorangan 37


(7)

Berdasarkan jumlah 678 perusahaan di Kota surakarta terdiri dari perusahaan kecil hingga perusahaan besar. Perusahaan-perusahaan tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menjalankan usaha serta memenuhi hak dan kewajibannya. Salah satu kewajiban pengusaha adalah membayar upah kepada pekerja. Penetapan upah minimum ini adalah atas dasar usulan dan pembahasan dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jamsostek yang beranggotakan unsur tripartit plus, yaitu :

1. Unsur independent/perguruan tinggi 2. Unsur pekerja

3. Unsur pengusaha 4. Unsur pemerintah

Dalam pembahasan Upah Minimum Kabupaten/ Kota, komisi telah mempertimbangkan faktor sebagai berikut :

1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) 2. Indeks Harga Konsumen (IHK)

3. Kemampuan perkembangan dan kelang-sungan perusahaan

4. Upah pada umumnya yag berlaku di daerah tertentu dan antar daerah

5. Kondisi pasar kerja

6. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan perkapita.

7. Usulan Bupati/ Walikota.

8. Keseimbangan upah antar Kabupaten/ Kota. Besarnya upah minimum didasarkan pada hal-hal tersebut, dimaksudkan agar ketentuan mengenai pengupahan ini dapat mewujudkan tujuan pengupahan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta ikut melaksanakan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Pemeriksaan yang telah dilakukan Dinas Tenaga Kerja kota surakarta mulai bulan Januari 2004 sampai dengan bulan Juli 2004 telah diketahui sebanyak 24 (dua puluh empat) perusahaan yang belum melaksanakan Upah minimum Kota. Hal ini telah melanggar ketentuan SK Gubernur No 561/ 44/2003. Perusahaan – perusahaan tersebut oleh pengawas dari Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta memberikan nota pemeriksaan (nota peringatan) yang isinya agar perusahaan melaksanakan SK

gubernur tersebut. Perusahaan setelah diberi peringatan 1, kemudian sanggup untuk melaksanakan Upah Minimum Kota. Hal ini dapat diasumsikan, bahwa tidak berarti perusahaan itu tidak melaksanakan UMK secara mutlak karena hanya sebagian yang upahnya belum sesuai UMK. Misalnya perusahaan dengan jumlah karyawan 100 orang, yang belum diberikan upahnya sesuai UMK hanya 2 orang. Akhirnya belum merata secara keseluruhan, sehingga dapat peringatan.

Rincian data terhadap perusahaan yang sudah diperiksa mulai bulan Januari 2004 sampai dengan bulan Juli 2004 adalah sebagai berikut:

Tabel 4

Pengawasan Pelaksanaan UMK

dan Pelanggaran yang Dilakukan Perusahaan di kota Surakarta

Sumber: Kantor Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta, 2004

Pelaksanaan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004 pada hakekatnya sudah dilaksanakan oleh mayoritas pengusaha di Surakarta, sebab di wilayah Surakarta kenaikan upah hanya 7,7 % yaitu dari Rp 378.000,00 menjadi 407.000,00. Upah Mini-mum sebesar Rp 407.000,00 ini masih sangat jauh dari Kebutuhan Hidup Minimum (KHM).

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa hanya terdapat beberapa perusahaan yang masih melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/ Kota yang telah ditetapkan oleh Gubernur. Hal ini bukan berarti perusahaan tersebut tidak melaksanakan Upah Minimum Kabupaten/ Kota yang telah ditetapkan oleh pemerintah, karena hanya sebagian karyawan saja yang upahnya belum dibayar sesuai UMK. Dalam

Jan-Mar 165 150 15

April 72 69 3

Mei 72 70 2

Juni 72 71 1

Juli 72 69 3


(8)

hal ini Dinas tenaga Kerja kota Surakarta memberikan tindakan kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut dengan memberikan Nota Peringatan berisi hal-hal yang harus dilakukan oleh perusahaan. Nota ini diberikan dengan maksud sebagai upaya pembinaan terhadap perusahaan agar memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan.

Menurut keterangan pihak Dinas tenaga Kerja kota Surakarta, perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran ini setelah diberi nota peringatan ternyata bersedia untuk memperbaiki kesalahannya. Hal ini berarti tidak perlu lagi dikeluarkan Nota Peringatan yang kedua, ketiga dan tindakan hukum selanjutnya, kecuali apabila pihak perusahaan melanggar janji yang telah disepakati, maka akan disusul dengan Nota Peringatan yang kedua dan bila Nota Peringatan yang kedua ini tidak dihiraukan juga, maka akan dikeluarkan Nota Peringatan yang ketiga. Nota Peringatan yang ketiga ini merupakan Nota Peringatan yang terakhir.

Langkah selanjutnya yang diambil, bila Nota Peringatan ketiga ini tetap tidak dihiraukan, maka akan dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan. Selanjutnya perkara ini akan diserahkan kepada pihak Kepolisian untuk diusut lebih lanjut dan diproses di Lembaga Pengadilan.

Landasan Yuridis dan Pertimbangan Perusahaan di Surakarta untuk Mengajukan Permohonan Penangguhan Pelaksanaan Upah minimum

Upah merupakan unsur yang penting dalam suatu hubungan kerja, karena upah menyangkut kesejahteraan pekerja beserta keluarganya dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut, pekerja perlu mendapatklan perlindungan hukum, khususnya mengenai masalah upah agar tidak terjadi ketidakpuasan pekerja. Perlindungan upah terhadap pekerja terdapat dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1999 tentang GBHN bidang ekonomi point 18, yaitu :

“Mengembangkan ketenagakerjaan secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, penjaminan kesejahteraan, perlindungan kerja dan kebebasan berserikat.”

Pemerintah perlu menetapkan peraturan mengenai standar upah minimum untuk menghindari kesewenang-wenangan perusahaan dalam menentukan besarnya upah bagi para pekerja dan meningkatkan taraf hidupnya. Ketentuan mengenai upah minimum di Jawa Tengah terdapat di dalam diktum pertama Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004. Besarnya Upah Minimum Kabupaten/ Kota yang berlaku tercantum di dalam lampiran SK Gubernur Jawa Tengah ini.

Di kota Surakarta, Upah Minimum Kabupaten/ Kota yang berlaku adalah Rp 407.000,00. Ketentuan ini wajib ditaati oleh semua perusahaan di Jawa Tengah, tetapi apabila pengusaha belum mampu atau tidak mampu membayar sesuai upah minimum dapat menangguhkan pelaksanaan upah minimum. Adapun kaidah hukum positif yang menjadi dasar penangguhan pelaksanaan upah minimum oleh perusahaan di kota Surakarta adalah: Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Salah satu tindakan pemerintah atas perhatian terhadap kesejahteraan pekerja dan pengusaha dalam rangka menjalankan pembangunan ketenagakerjaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mengeluarkan Undang-Undang ini. Pembangunan ketenagakerjaan diatur agar terpenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh.

Perlindungan terhadap pekerja/ buruh merupakan salah satu hal yang dimuat dalam Undang-Undang ini, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar pekerja/ buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/ buruh perempuan, anak-anak, dan penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan sosial tenaga kerja.

Hal ini tercantum di dalam Bab X, yaitu mengenai perlindungan, pengupahan, dan kesejahteraan. Realisasi dari perlindungan upah dinyatakan dalam Pasal 88 Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 yang menetapkan bahwa setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 90 ayat (1) UU No. 13 tahun


(9)

2003 memberikan kewajiban kepada pengusaha untuk membayar upah sesuai dengan upah minimum, dalam arti dilarang membayar upah lebih rendah dari upah mini-mum yang telah ditentukan. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan :

“Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan”.

Dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perusahaan di kota Surakarta telah melaksanakan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku maka perlu diadakan suatu pengawasan ketenagakerjaan oleh pihak pemerintah, yaitu Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta. Pengawasan ketenagakerjaan ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya Undang-undang ketenagakerjaan maupun peraturan pelaksnaannya. Pengawasan ketenagakerjaan ini dalam pelaksanaannya didasarkan pada Undang-undang No 23 tahun1948 jo Undang-undang No 3 tahun1951 tentang pengawasan perburuhan.

Selanjutnya untuk mekanisme pengawasan-nya mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-03/MEN/ 1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu. Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta dalam melakukan pengawasan melalui beberapa tahap, yaitu pegawai pengawas membuat rencana kerja kemudian diajukan kepada Kepala Dinas untuk dibuatkan Surat Perintah Tugas (SPT). Berdasarkan SPT tersebut, pegawai pengawas melakukan pengawasan ke lapangan dan kemudian membuat laporan pemeriksaan yang terdiri dari nota pemeriksaan dan laporan. Pengawasan yang dilakukan mengacu pada prioritas, artinya lebih mendahulukan perusahaan yang bermasalah.

Pelaksanaan pengawasan upah minimum kota dan penangguhan pembayaran upah mini-mum kota di kota Surakarta berdasarkan Pasal 22 Keputusan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2001. Adapun tim pelaksana adalah Sub Dinas Pengawasan yang terdiri dari Seksi Norma Kerja dan Seksi Kesehatan dan

Keselamatan Kerja DEPNAKER Kota Surakarta. Selanjutnya pertimbangan bagi Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap pemberian dan penangguhan upah minimum di kota Surakarta bahwa telah melakukan sosialisasi, pembinaan, perlindungan dan pengawasan terhadap norma kerja, kesehatan dan keselamatan kerja dan pelaksanaan jaminan sosial.

E. Hambatan – Hambatan Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pemberian dan Penangguhan Upah Minimum Kota Surakarta.

Di Surakarta terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan Upah Minimum Kanbupaten/ Kota, misalnya :

1. Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan oleh Gubernur hanya berdasarkan wilayah dan tidak berdasarkan sektor usaha, sehingga kekuatan untuk membayar upah antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lain tidak sama. Hal ini tentu saja merupakan faktor penghambat bagi perusahaan tertentu untuk melaksanakan UMK.

2. Masih banyak perusahaan yang dikelola secara kekeluargaan.

3. Krisis ekonomi yang berkepanjangan di era reformasi

4. Kurangnya pemahaman terhadap pengaturan mengenai Upah Minimum, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lainnya. 5. Inflasi dan fluktuasi kurs dollar. Hal ini

mempengaruhi pelaksanaan UMK karena biasanya bahan baku yang digunakan oleh perusahaan harus import dari luar negeri, sehingga menyebabkan biaya produksi menjadi bertambah. Hal ini berpengaruh terhadap benefide and cost bagi perusahaan


(10)

Hambatan-hambatan tersebut perlu mendapat-kan penanganan yang serius agar tidak terjadi masalah dalam pelaksanaan UMK di waktu yang akan datang. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan sosialisasi sebelum ketetapan UMK ini diberlakukan di kota Surakarta. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan UMK nantinya bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pengupahan, karena dalam sosialisasi tersebut pemerintah berupaya untuk memberikan penjelasan, pengarahan, himbauandan pembinaan kepada pengusaha agar nanti melaksanakan UMK sesuai dengan ketentuan. Upah Minimum Kabupaten/ Kota ini pada dasarnya wajib dilaksanakan oleh semua perusahaan yang ada di Jawa Tengah, sebab penentuan besarnya Upah Minimum ini telah melalui musyawarah secara Tripartit dan telah disepakati bersama.

Berdasarkan hal ini, maka tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak melaksanakan ketentuan Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan, sebab pada waktu sosialisasi ini pula pemerintah telah menyarankan kepada pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai dengan Upah Mini-mum Kabupaten yang akan diberlakukan untuk mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten kepada Gubernur paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum UMK diberlakukan. Bentuk keringanan yang dapat diberikan dalam penangguhan pelaksanaan Upah Minimum mencakup :

1. Ketidakmampuan untuk membayar upah sebesar Upah Minimum Kabupaten. 2. Pembayaran upah secara bertahap untuk

memenuhi Upah Minimum Kabupaten, misalnya bagi perusahaan yang menggeser komponen tunjangan dan akan membayar Upah Minimum Kabupaten secara bertahap untuk memenuhi ketentuan besarnya Upah Minimum Kabupaten.

Menurut data dan keterangan dari pihak Dinas tenaga Kerja kota Surakarta, setelah

berlakunya otonomi daerah di kota Surakarta tidak ada perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum kabupaten kepada Gubernur, tetapi sebelum berlakunya otonomi daerah terdapat beberapa perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum, sebagai contoh misalnya perusahaan Roti Luwes Surakarta pernah mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum pada tahun 1997. Dasar hukum pengajuan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum ini adalah Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor Per-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional, yaitu Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan Upah Minimum Regional sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) dapat mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan ketetapan Upah Minimum Re-gional kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan :

1. Kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja

2. Kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja yang mewakili lebih dari 50 % (lima puluh persen) pekerja penerima Upah Minimum Regional bagi perusahaan yang belum terbentuk serikat pekerja.

Perusahaan Roti Luwes Surakarta mengajukan permohonan penangguhan pelaksa-naan upah minimum regional dengan alasan bahwa selama dua tahun terakhir produksi mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga perusahaan memngalami kerugian. Hal ini terlihat dalam laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca dan laporan rugi/ laba yang harus dilampirkan dalam permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Regional ini. Pertimbangan lainnya adalah bahwa pada tahun 1997 terjadi fluktuasi nilai dollar, sehingga perusahaan dibebani kenaikan upah yang terlalu berat.

Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Regional ini disetujui oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Persetujuan


(11)

Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Regional ini diberikan dalam bentuk penangguhan pembayaran ketetapan Upah Minimum Regional secara bertahap, dalam arti bahwa proses kenaikan/ penyesuaian upah harus dilakukan secara berkala sampai akhirnya sesuai dengan ketetapan Upah Mini-mum Regional yang telah ditetapkan.

Dampak dari disetujuinya permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Re-gional terhadap perusahaan adalah bahwa perusahaan bisa menata manajemen secara berkala dan mempunyai waktu untuk melakukan rasionalisasi. Setelah berlakunya otonomi daerah tidak ada perusahaan di kota Surakarta yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya:

1. Perusahaan di kota Surakarta sudah mampu melaksanakan Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah. Hal ini karena kenaikan Upah Minimum kabupaten di Surakarta hanya sangat kecil sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap perusahaan.

2. Penetapan Upah Minimum Kabupaten ini berdasarkan kesepakatan bersama secara tripartit yang terdiri dari pengusaha, pekerja/ serikat pekerja dan pemerintah. Berdasarkan hal ini maka sudah seharusnya perusahaan melaksanakan Upah Minimum Kabupaten yang telah disepakati bersama.

3. Sebelum Upah Minimum Kabupaten ini diberlakukan di Surakarta, pihak pemerintah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta telah melakukan sosialisasi kepada pengusaha mengenai ketentuan UMK yang akan diberlakukan. Dalam sosialisasi ini pihak Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta memberikan penjelasan, pengarahan dan himbauan kepada pengusaha untuk melaksanakan UMK sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya apabila pengusaha merasa tidak mampu melaksanakan ketentuan

UMK yang akan diberlakukan, pihak Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta menyarankan kepada pengusaha untuk mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMK kepada Gubernur pal-ing lambat 10 (sepuluh) hari sebelum UMK diberlakukan. Dalam waktu ini bila tidak ada pengusaha yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMK berarti dianggap telah mampu melaksanakan oleh pemerintah.

Pada kenyataannya tidak semua perusahaan melaksanakan UMK sesuai dengan ketentuan.. Di Surakarta terdapat beberapa perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan UMK ini. Perusahaan yang melakukan pelanggaran ini sebelumnya tidak mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMK. Hal ini dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah bahwa sebenarnya perusahaan tersebut mampu melaksanakan ketentuan UMK, tetapi karena ada sebab lain dari intern perusahaan maka pengusaha mengambil tindakan sendiri sehingga melanggar ketentuan UMK.

Proses pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan pemberian dan penangguhan upah minimum kota Surakarta tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan adanya beberapa hambatan dalam pelaksanaan di lapangan, disebabkan :

1. Dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan pegawai pengawas tidak dapat beraudiensi secara langsung dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga pelaksanaan program kerja pengawasan sering gagal dalam pendataan maupun perolehan informasi yang akurat. Hal ini memberikan peluang selalu menghindar bila ada informasi pemeriksaan, maka pihak manajemen akan beralasan banyak kesibukan maupun acara bisnis dengan koleganya. 2. Pegawai pengawas belum pernah melakukan tindakan penyelidikan secara mendadak (sidak), guna mengadakan


(12)

penekanan terhadap pihak manajemen perusahaan (preasure of control manajerial accountability). Hal ini bertujuan untuk menilai tingkat ketaatan, kepatuhan, dan ketertiban terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Berlakunya sistem otonomi daerah, tidak ada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang berwenang melakukan penyidikan, karena setelah pemberian nota pemeriksaan ke-3 kalinya dan dibuatkan LKP (Laporan Kejadian Perkara), berkas perkara tersebut dilimpahkan kepolisian untuk melakukan penyidikan. Hal ini dianggap menghambat karena dalam proses di kepolisian tidaklah mudah mekanismenya dan membuat profesi PPNS tidaklah berfungsi sebagaimana mestinya.

F. Solusi Dalam Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pengawasan Pemberian dan Penangguhan Upah Minimum Kota Surakarta.

Hambatan-hambatan tersebut di atas, dapat diatasi apabila:

1. Pelaksanaan jadwal pengawasan terlebih dahulu diperjanjikan, dalam hal ini surat perintah penugasan pengawasan diberikan kepada perusahaan dan sekaligus menentukan jadwal pertemuan yang disepakati. Antara pihak pengawasa dan majemen perusahaan.

2. Melakukan penyelidikan mendadak (sidak) agar pihak manajemen perusahaan selalu siap diperiksa, taat dan patuh akan kewajiban melaksanakan ketentuan Undang –undang yang berlaku.

3. Dinas Tenaga Kerja membuat program pendidikan dan latihan kepada perusahaan mengenai sosialisasi dan pemberlakuan UU, kesinambungan pekerja dan perusahaan, hak dan kewajiban kesejahteraan pekerja, pelaksanaan kontrak kerja, rekruitmen, dan sebagainya.

G. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat tarik simpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pengawasan upah minimum kota dan penangguhan pembayaran upah minimum kota di kota Surakarta berdasarkan Pasal 22 Keputusan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2001. Adapun tim pelaksana adalah Sub Dinas Pengawasan yang terdiri dari Seksi Norma Kerja dan Seksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja DEPNAKER Kota Surakarta. Selanjutnya pertimbangan bagi Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap pemberian dan penangguhan upah minimum di kota Surakarta bahwa telah melakukan sosialisasi, pembinaan, perlindungan dan pengawasan terhadap norma kerja, kesehatan dan keselamatan kerja dan pelaksanaan jaminan sosial. 2. Mekanisme pelaksanaan pengawasan

pemberian dan penangguhan upah mini-mum sesuai SK Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 di kota Surakarta oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, yakni dilakukan dengan pemeriksaan, penerbitan nota pemeriksaan, penerbitan Berita Acara Pemeriksaan dan pelimpahan melalui proses di Lembaga Peradilan Industri.

3. Proses pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan pemberian dan penangguhan upah minimum kota Surakarta tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan adanya beberapa hambatan dalam pelaksanaan di lapangan, disebabkan :

a. Dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan pegawai pengawas tidak dapat beraudiensi secara langsung dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga pelaksanaan program kerja pengawasan sering gagal dalam pendataan maupun perolehan informasi yang akurat. Hal ini memberikan peluang selalu


(13)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 2004. “ Pelaksanaan dan Evaluasi Penyuluhandan Pendidikan Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI) dan Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (PHK) tahun 2003”.Laporan. Surakarta : Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta.

Ariesteus, S. 1995. Hak Azasi Manusia dan Hubungan Tenaga Kerja. Jakarta : Departemen Kehakiman. As’ad, M. 1998. Psikologi Industri.Yogyakarta: Liberty.

Budiono, A.R.1999. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

PersadaEffendi, S. 1984. Hukum Perburuhan di Indonesia Kumpulan Lengkap Undang-Undang dan Peraturan-peraturan Buku : Jakarta: Departemen Tenaga Kerja.

Hadi, S, 1994. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset.

Halim, R. 1985. Hukum Perburuhan dalam Tanya Jawab. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Kansil, C.S.T, dan Kansil. 2001. Kitab Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jakarta : Pradnya Paramita. menghindar bila ada informasi

pemeriksaan, maka pihak manajemen akan beralasan banyak kesibukan maupun acara bisnis dengan koleganya.

b. Pegawai pengawas belum pernah melakukan tindakan penyelidikan secara mendadak (sidak), guna mengadakan penekanan terhadap pihak manajemen perusahaan

(preasure of control manajerial ac-countability). Hal ini bertujuan untuk menilai tingkat ketaatan, kepatuhan, dan ketertiban terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Berlakunya sistem otonomi daerah,

tidak ada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang berwenang melakukan penyidikan, karena setelah pemberian nota pemeriksaan ke-3 kalinya dan dibuatkan LKP (Laporan Kejadian Perkara), berkas perkara tersebut dilimpahkan kepolisian untuk melakukan penyidikan. Hal ini dianggap menghambat karena dalam proses di kepolisian tidaklah mudah mekanismenya dan membuat profesi

PPNS tidaklah berfungsi sebagaimana mestinya.

H. Saran

Sebagai penutup uraian di atas, maka penulis ingin menyampaikan sedikit saran, sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, masih terdapat beberapa perusahaan di Kota Surakarta yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/ Kota. Oleh karena itu, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta memberikan tindakan hukum yang tegas berdasarkan peraturan yang berlaku terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran.

2. Bagi Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta supaya lebih meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan dalam pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/ Kota yang telah ditetapkan dalam SK Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004.


(14)

Kartasaputra, G, dkk. 1994. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pencasila. Jakarta: Sinar Grafika.

Ranupandojo, H, Husnan, S. 1993. Manajemen Personalia.Yogyakarta: BPFE UGM.

Senggono, Bambang. 1996. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soekanto, S. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres..

Soepomo, I. 1994. Hukum Perburuhan: Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan Subekti, R. 1992. Kitab Ubdang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Sutopo, HB. 1991. Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Fakultas Hukum UNS. Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Peraturan Pemerintah No 8 tentang Perlindungan Upah.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.

Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 561/52/2002 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003

Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004.

Keputusan Walikota Surakarta No. 23 Tahun 2001 tentang Pedoman Uraian Tugas Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta.


(1)

2003 memberikan kewajiban kepada pengusaha untuk membayar upah sesuai dengan upah minimum, dalam arti dilarang membayar upah lebih rendah dari upah mini-mum yang telah ditentukan. Selanjutnya dalam ayat (2) dinyatakan :

“Bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 dapat dilakukan penangguhan”.

Dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perusahaan di kota Surakarta telah melaksanakan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku maka perlu diadakan suatu pengawasan ketenagakerjaan oleh pihak pemerintah, yaitu Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta. Pengawasan ketenagakerjaan ini bertujuan untuk menjamin terlaksananya Undang-undang ketenagakerjaan maupun peraturan pelaksnaannya. Pengawasan ketenagakerjaan ini dalam pelaksanaannya didasarkan pada Undang-undang No 23 tahun1948 jo Undang-undang No 3 tahun1951 tentang pengawasan perburuhan.

Selanjutnya untuk mekanisme pengawasan-nya mengacu pada Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Per-03/MEN/ 1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu. Pegawai Pengawas Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta dalam melakukan pengawasan melalui beberapa tahap, yaitu pegawai pengawas membuat rencana kerja kemudian diajukan kepada Kepala Dinas untuk dibuatkan Surat Perintah Tugas (SPT). Berdasarkan SPT tersebut, pegawai pengawas melakukan pengawasan ke lapangan dan kemudian membuat laporan pemeriksaan yang terdiri dari nota pemeriksaan dan laporan. Pengawasan yang dilakukan mengacu pada prioritas, artinya lebih mendahulukan perusahaan yang bermasalah.

Pelaksanaan pengawasan upah minimum kota dan penangguhan pembayaran upah mini-mum kota di kota Surakarta berdasarkan Pasal 22 Keputusan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2001. Adapun tim pelaksana adalah Sub Dinas Pengawasan yang terdiri dari Seksi Norma Kerja dan Seksi Kesehatan dan

Keselamatan Kerja DEPNAKER Kota Surakarta. Selanjutnya pertimbangan bagi Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap pemberian dan penangguhan upah minimum di kota Surakarta bahwa telah melakukan sosialisasi, pembinaan, perlindungan dan pengawasan terhadap norma kerja, kesehatan dan keselamatan kerja dan pelaksanaan jaminan sosial.

E. Hambatan – Hambatan Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pemberian dan Penangguhan Upah Minimum Kota Surakarta.

Di Surakarta terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaan Upah Minimum Kanbupaten/ Kota, misalnya :

1. Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan oleh Gubernur hanya berdasarkan wilayah dan tidak berdasarkan sektor usaha, sehingga kekuatan untuk membayar upah antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lain tidak sama. Hal ini tentu saja merupakan faktor penghambat bagi perusahaan tertentu untuk melaksanakan UMK.

2. Masih banyak perusahaan yang dikelola secara kekeluargaan.

3. Krisis ekonomi yang berkepanjangan di era reformasi

4. Kurangnya pemahaman terhadap pengaturan mengenai Upah Minimum, sehingga menimbulkan persepsi yang berbeda antara pengusaha yang satu dengan pengusaha yang lainnya. 5. Inflasi dan fluktuasi kurs dollar. Hal ini

mempengaruhi pelaksanaan UMK karena biasanya bahan baku yang digunakan oleh perusahaan harus import dari luar negeri, sehingga menyebabkan biaya produksi menjadi bertambah. Hal ini berpengaruh terhadap benefide and cost bagi perusahaan


(2)

Hambatan-hambatan tersebut perlu mendapat-kan penanganan yang serius agar tidak terjadi masalah dalam pelaksanaan UMK di waktu yang akan datang. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah dengan mengadakan sosialisasi sebelum ketetapan UMK ini diberlakukan di kota Surakarta. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan UMK nantinya bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pengupahan, karena dalam sosialisasi tersebut pemerintah berupaya untuk memberikan penjelasan, pengarahan, himbauandan pembinaan kepada pengusaha agar nanti melaksanakan UMK sesuai dengan ketentuan. Upah Minimum Kabupaten/ Kota ini pada dasarnya wajib dilaksanakan oleh semua perusahaan yang ada di Jawa Tengah, sebab penentuan besarnya Upah Minimum ini telah melalui musyawarah secara Tripartit dan telah disepakati bersama.

Berdasarkan hal ini, maka tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak melaksanakan ketentuan Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan, sebab pada waktu sosialisasi ini pula pemerintah telah menyarankan kepada pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai dengan Upah Mini-mum Kabupaten yang akan diberlakukan untuk mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten kepada Gubernur paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum UMK diberlakukan. Bentuk keringanan yang dapat diberikan dalam penangguhan pelaksanaan Upah Minimum mencakup :

1. Ketidakmampuan untuk membayar upah sebesar Upah Minimum Kabupaten. 2. Pembayaran upah secara bertahap untuk

memenuhi Upah Minimum Kabupaten, misalnya bagi perusahaan yang menggeser komponen tunjangan dan akan membayar Upah Minimum Kabupaten secara bertahap untuk memenuhi ketentuan besarnya Upah Minimum Kabupaten.

Menurut data dan keterangan dari pihak Dinas tenaga Kerja kota Surakarta, setelah

berlakunya otonomi daerah di kota Surakarta tidak ada perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum kabupaten kepada Gubernur, tetapi sebelum berlakunya otonomi daerah terdapat beberapa perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum, sebagai contoh misalnya perusahaan Roti Luwes Surakarta pernah mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum pada tahun 1997. Dasar hukum pengajuan permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum ini adalah Peraturan Menteri Tenaga kerja Nomor Per-03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional, yaitu Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan Upah Minimum Regional sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (1) dapat mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan ketetapan Upah Minimum Re-gional kepada Menteri Tenaga Kerja atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan :

1. Kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan serikat pekerja

2. Kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan pekerja yang mewakili lebih dari 50 % (lima puluh persen) pekerja penerima Upah Minimum Regional bagi perusahaan yang belum terbentuk serikat pekerja.

Perusahaan Roti Luwes Surakarta mengajukan permohonan penangguhan pelaksa-naan upah minimum regional dengan alasan bahwa selama dua tahun terakhir produksi mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga perusahaan memngalami kerugian. Hal ini terlihat dalam laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca dan laporan rugi/ laba yang harus dilampirkan dalam permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Regional ini. Pertimbangan lainnya adalah bahwa pada tahun 1997 terjadi fluktuasi nilai dollar, sehingga perusahaan dibebani kenaikan upah yang terlalu berat.

Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Regional ini disetujui oleh Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan. Persetujuan


(3)

Permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Regional ini diberikan dalam bentuk penangguhan pembayaran ketetapan Upah Minimum Regional secara bertahap, dalam arti bahwa proses kenaikan/ penyesuaian upah harus dilakukan secara berkala sampai akhirnya sesuai dengan ketetapan Upah Mini-mum Regional yang telah ditetapkan.

Dampak dari disetujuinya permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Re-gional terhadap perusahaan adalah bahwa perusahaan bisa menata manajemen secara berkala dan mempunyai waktu untuk melakukan rasionalisasi. Setelah berlakunya otonomi daerah tidak ada perusahaan di kota Surakarta yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya:

1. Perusahaan di kota Surakarta sudah mampu melaksanakan Upah Minimum Kabupaten yang telah ditetapkan oleh Gubernur Jawa Tengah. Hal ini karena kenaikan Upah Minimum kabupaten di Surakarta hanya sangat kecil sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap perusahaan.

2. Penetapan Upah Minimum Kabupaten ini berdasarkan kesepakatan bersama secara tripartit yang terdiri dari pengusaha, pekerja/ serikat pekerja dan pemerintah. Berdasarkan hal ini maka sudah seharusnya perusahaan melaksanakan Upah Minimum Kabupaten yang telah disepakati bersama.

3. Sebelum Upah Minimum Kabupaten ini diberlakukan di Surakarta, pihak pemerintah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta telah melakukan sosialisasi kepada pengusaha mengenai ketentuan UMK yang akan diberlakukan. Dalam sosialisasi ini pihak Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta memberikan penjelasan, pengarahan dan himbauan kepada pengusaha untuk melaksanakan UMK sesuai dengan ketentuan. Selanjutnya apabila pengusaha merasa tidak mampu melaksanakan ketentuan

UMK yang akan diberlakukan, pihak Dinas Tenaga Kerja kota Surakarta menyarankan kepada pengusaha untuk mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMK kepada Gubernur pal-ing lambat 10 (sepuluh) hari sebelum UMK diberlakukan. Dalam waktu ini bila tidak ada pengusaha yang mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMK berarti dianggap telah mampu melaksanakan oleh pemerintah.

Pada kenyataannya tidak semua perusahaan melaksanakan UMK sesuai dengan ketentuan.. Di Surakarta terdapat beberapa perusahaan yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan UMK ini. Perusahaan yang melakukan pelanggaran ini sebelumnya tidak mengajukan permohonan penangguhan pelaksanaan UMK. Hal ini dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya adalah bahwa sebenarnya perusahaan tersebut mampu melaksanakan ketentuan UMK, tetapi karena ada sebab lain dari intern perusahaan maka pengusaha mengambil tindakan sendiri sehingga melanggar ketentuan UMK.

Proses pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan pemberian dan penangguhan upah minimum kota Surakarta tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan adanya beberapa hambatan dalam pelaksanaan di lapangan, disebabkan :

1. Dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan pegawai pengawas tidak dapat beraudiensi secara langsung dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga pelaksanaan program kerja pengawasan sering gagal dalam pendataan maupun perolehan informasi yang akurat. Hal ini memberikan peluang selalu menghindar bila ada informasi pemeriksaan, maka pihak manajemen akan beralasan banyak kesibukan maupun acara bisnis dengan koleganya. 2. Pegawai pengawas belum pernah melakukan tindakan penyelidikan secara mendadak (sidak), guna mengadakan


(4)

penekanan terhadap pihak manajemen perusahaan (preasure of control manajerial accountability). Hal ini bertujuan untuk menilai tingkat ketaatan, kepatuhan, dan ketertiban terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Berlakunya sistem otonomi daerah, tidak ada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang berwenang melakukan penyidikan, karena setelah pemberian nota pemeriksaan ke-3 kalinya dan dibuatkan LKP (Laporan Kejadian Perkara), berkas perkara tersebut dilimpahkan kepolisian untuk melakukan penyidikan. Hal ini dianggap menghambat karena dalam proses di kepolisian tidaklah mudah mekanismenya dan membuat profesi PPNS tidaklah berfungsi sebagaimana mestinya.

F. Solusi Dalam Mengatasi Hambatan Pelaksanaan Pengawasan Pemberian dan Penangguhan Upah Minimum Kota Surakarta.

Hambatan-hambatan tersebut di atas, dapat diatasi apabila:

1. Pelaksanaan jadwal pengawasan terlebih dahulu diperjanjikan, dalam hal ini surat perintah penugasan pengawasan diberikan kepada perusahaan dan sekaligus menentukan jadwal pertemuan yang disepakati. Antara pihak pengawasa dan majemen perusahaan.

2. Melakukan penyelidikan mendadak (sidak) agar pihak manajemen perusahaan selalu siap diperiksa, taat dan patuh akan kewajiban melaksanakan ketentuan Undang –undang yang berlaku.

3. Dinas Tenaga Kerja membuat program pendidikan dan latihan kepada perusahaan mengenai sosialisasi dan pemberlakuan UU, kesinambungan pekerja dan perusahaan, hak dan kewajiban kesejahteraan pekerja, pelaksanaan kontrak kerja, rekruitmen, dan sebagainya.

G. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat tarik simpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan pengawasan upah minimum kota dan penangguhan pembayaran upah minimum kota di kota Surakarta berdasarkan Pasal 22 Keputusan Walikota Surakarta Nomor 23 Tahun 2001. Adapun tim pelaksana adalah Sub Dinas Pengawasan yang terdiri dari Seksi Norma Kerja dan Seksi Kesehatan dan Keselamatan Kerja DEPNAKER Kota Surakarta. Selanjutnya pertimbangan bagi Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta untuk dapat melaksanakan pengawasan terhadap pemberian dan penangguhan upah minimum di kota Surakarta bahwa telah melakukan sosialisasi, pembinaan, perlindungan dan pengawasan terhadap norma kerja, kesehatan dan keselamatan kerja dan pelaksanaan jaminan sosial. 2. Mekanisme pelaksanaan pengawasan

pemberian dan penangguhan upah mini-mum sesuai SK Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 di kota Surakarta oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, yakni dilakukan dengan pemeriksaan, penerbitan nota pemeriksaan, penerbitan Berita Acara Pemeriksaan dan pelimpahan melalui proses di Lembaga Peradilan Industri.

3. Proses pelaksanaan pengawasan dan pemeriksaan pemberian dan penangguhan upah minimum kota Surakarta tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Hal ini disebabkan adanya beberapa hambatan dalam pelaksanaan di lapangan, disebabkan :

a. Dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan pegawai pengawas tidak dapat beraudiensi secara langsung dengan pihak manajemen perusahaan, sehingga pelaksanaan program kerja pengawasan sering gagal dalam pendataan maupun perolehan informasi yang akurat. Hal ini memberikan peluang selalu


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 2004. “ Pelaksanaan dan Evaluasi Penyuluhandan Pendidikan Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI) dan Pemutusan Hubungan Tenaga Kerja (PHK) tahun 2003”.Laporan. Surakarta : Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta.

Ariesteus, S. 1995. Hak Azasi Manusia dan Hubungan Tenaga Kerja. Jakarta : Departemen Kehakiman. As’ad, M. 1998. Psikologi Industri.Yogyakarta: Liberty.

Budiono, A.R.1999. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo

PersadaEffendi, S. 1984. Hukum Perburuhan di Indonesia Kumpulan Lengkap Undang-Undang dan Peraturan-peraturan Buku : Jakarta: Departemen Tenaga Kerja.

Hadi, S, 1994. Metodologi Research Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset.

Halim, R. 1985. Hukum Perburuhan dalam Tanya Jawab. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Kansil, C.S.T, dan Kansil. 2001. Kitab Undang-Undang Ketenagakerjaan. Jakarta : Pradnya Paramita. menghindar bila ada informasi

pemeriksaan, maka pihak manajemen akan beralasan banyak kesibukan maupun acara bisnis dengan koleganya.

b. Pegawai pengawas belum pernah melakukan tindakan penyelidikan secara mendadak (sidak), guna mengadakan penekanan terhadap pihak manajemen perusahaan

(preasure of control manajerial ac-countability). Hal ini bertujuan untuk menilai tingkat ketaatan, kepatuhan, dan ketertiban terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Berlakunya sistem otonomi daerah,

tidak ada PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) yang berwenang melakukan penyidikan, karena setelah pemberian nota pemeriksaan ke-3 kalinya dan dibuatkan LKP (Laporan Kejadian Perkara), berkas perkara tersebut dilimpahkan kepolisian untuk melakukan penyidikan. Hal ini dianggap menghambat karena dalam proses di kepolisian tidaklah mudah mekanismenya dan membuat profesi

PPNS tidaklah berfungsi sebagaimana mestinya.

H. Saran

Sebagai penutup uraian di atas, maka penulis ingin menyampaikan sedikit saran, sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta, masih terdapat beberapa perusahaan di Kota Surakarta yang melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/ Kota. Oleh karena itu, sebaiknya Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta memberikan tindakan hukum yang tegas berdasarkan peraturan yang berlaku terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran.

2. Bagi Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta supaya lebih meningkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan dalam pelaksanaan Upah Minimum Kabupaten/ Kota yang telah ditetapkan dalam SK Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004.


(6)

Kartasaputra, G, dkk. 1994. Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pencasila. Jakarta: Sinar Grafika.

Ranupandojo, H, Husnan, S. 1993. Manajemen Personalia.Yogyakarta: BPFE UGM.

Senggono, Bambang. 1996. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Soekanto, S. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Pres..

Soepomo, I. 1994. Hukum Perburuhan: Bidang Hubungan Kerja. Jakarta: Djambatan Subekti, R. 1992. Kitab Ubdang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita.

Sutopo, HB. 1991. Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Fakultas Hukum UNS. Undang-Undang No. 23 Tahun 1948 tentang Pengawasan Perburuhan.

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Peraturan Pemerintah No 8 tentang Perlindungan Upah.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu.

Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-01/MEN/1999 tentang Upah Minimum.

Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 561/52/2002 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2003

Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 561/44/2003 tentang Upah Minimum pada 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah tahun 2004.

Keputusan Walikota Surakarta No. 23 Tahun 2001 tentang Pedoman Uraian Tugas Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta.