Peranan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota (Pada Dinas Tenaga Kerja Kota Medan)

(1)

PERANAN PENGAWASAN DINAS TENAGA KERJA

DALAM PELAKSANAAN UPAH MINIMUM KOTA

(Pada Dinas Tenaga Kerja Kota Medan)

SKRIPSI

DIAJUKAN OLEH:

SAMUEL PARDOSI 030903053

GUNA MEMENUHI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

v

Halaman

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

B. Perumusan Masalah……….. 6

C. Tujuan Penelitian……….. 6

D. Manfaat Penelitian……… 7

E. Kerangka Teori ………. 7

E. 1. Pengawasan……….. 7

E. 1. 1. Pengertian Pengawasan……….. 7

E. 1. 2. Maksud dan Tujuan Pengawasan……….... 9

E. 1. 3. Jenis-jenis Pengawasan……….. 9

E. 1. 4. Fungsi Pengawasan dan kewajiban Pegawai Pengawas dalam Bidang Ketenagakerjaan……. 10

E. 2. Upah Minimum Kota (UMK)……… 13

E. 2. 1. Pengertian Upah pada umumnya dan Upah Minimum Kota (UMK)……….. 13


(3)

vi

E. 2. 3. Jenis-Jenis Upah Minimum……….. 16

E. 2. 4. Kebijakan Pemerintah terhadap Upah Minimum Kota (UMK)………. 17

E. 2. 5. Fungsi dan Peranan Upah Minimum Kota (UMK)………. 23

E. 3. Peranan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dalam Pelaksanaan UMK……… 26

F. Defenisi Konsep………. 27

G. Definisi Operasional………. 28

H. Sistematika Penulisan……… 29

BAB II METODE PENELITIAN A. Bentuk Penelitian……….. 31

B. Lokasi Penelitian………... 31

C. Populasi dan Sampel………. 31

D. Teknik Pengumpulan Data……… 32

E. Teknik Analisa Data……….. 33

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Medan……… 34

A. 1. Sejarah Ringkas……… 34

A. 2. Letak Dan Geografis………. 37

A. 3. Jumlah Dan Klasifikasi Penduduk……… 38

B. Gambaran Umum Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan… 41 B. 1. Sejarah Perkembangan Dinas Tenaga Kerja……… 41


(4)

vii

Kota Medan ………. 45

B. 4. Tugas Dan Wewenang Pegawai Pengawas

Ketenagakerjaan………. 53

BAB IV PENYAJIAN DATA

A. Pendapat Responden Tentang Peranan Pengawasan Dinas

Tenaga Kerja Dalam Pelaksanaan UMK ………..………….. 58 A. 1. Distribusi Identitas responden……….. 58 A. 2. Distribusi Pendapat Responden Tentang Variabel

Penelitian……….. 61

B. Pelaksanaan Upah Minimum Kota di Kota Medan………….. 72 C. Mekanisme Pengawasan dan Kendala-Kendala yang Dihadapi

Pengawas……….. 78

BAB V ANALISIS DATA

A. Analisis Tentang Peranan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota

Medan……….. 84

B. Analisis Tentang Pelaksanaan Upah Minimum kota (UMK)

di Kota Medan………... 87 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan………. 89

B. Saran……… 90


(5)

PERANAN PENGAWASAN DINAS TENAGA KERJA DALAM PELAKSANAAN UPAH MINIMUM KOTA (UMK)

(PADA DINAS TENAGA KERJA KOTA MEDAN)

Oleh : SAMUEL PARDOSI NIM : 030903053

Dalam peningkatan produktifitas kerja dan kesejahteraan pekerja sebagai salah satu pendukung keberhasilan pembangunan nasional, maka pemerintah telah menempuh kebijaksanaan peningkatan Upah Minimum Kota (UMK) yang setiap tahunnya mengalami peningkatan dengan memperhatikan Kebutuhan Hidup Minimum (KHM), Indeks Harga Konsumen (IHK), Kemampuan dan kesanggupan perusahaan, Kondisi pasar kerja, dan tingkat perkembangan ekonomi dan pendapatan per kapita. Pelaksanaan Upah Minimum Kota pada setiap daerah tidak akan pernah tercapai tanpa adanya pengawasan terhadap pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) tersebut, yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja masing-masing daerah. Untuk itulah peranan pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) termasuk di Kota Medan, sangat diperlukan sekali.

Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk mencoba mendeskripsikan mengenai peranan pengawasan Kantor Dinas Tenaga Kerja dalam pelaksanakan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Medan, oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif, dengan teknik analisa data kualitatif.

Setelah melalui proses penyajian dan analisis data, dapat disebutkan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan sangat menentukan atau sangat berperan dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Medan.

Mekanisme pengawasan berupa pemeriksaan, pelaporan hasil pemeriksaan, tindak lanjut atas pelanggaran seperti peringatan dan pengarahan, penyidikan serta sanksi hukuman, ada dilakukan oleh pihak Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan terhadap perusahaan-perusahaan di kota Medan. Mekanisme pengawasan yang dilakukan oleh pihak Dinas Tenaga Kerja Kota Medan adalah dengan pengawasan yang bersifat terpadu dengan menitik beratkan pada pengawasan preventif dan represif, sehingga pelaksanaan Upah Minimum kota (UMK) di Kota Medan mengalami peningkatan, hingga seluruh perusahaan yang terdaftar pada Klasifikasi Lapangan Usaha Indonesia di Dinas Tenaga Kerja Kota Medan melaksanakan Upah Minimum Kota (UMK).


(6)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ketenagakerjaan merupakan masalah ketatanegaraan yang tak henti-hentinya diperdebatkan bahkan dari hari ke hari atau bulan kebulan terus mengisi lembaran-lembaran perjalanan kehidupan bangsa Indonesia ini. Jika diperhatikan masalahnya sudah mendekati kebobrokan, yang berujung pada krisis kepercayaan sehingga pihak manapun tidak berdaya mengatasinya baru sebatas retorika belaka.

Kasus-kasus ketenagakerjaan itu merebak memenuhi tanah air ini seperti pemogokan tenaga kerja karena rendahnya upah yang diberikan oleh perusahaan, PHK yang dilakukan oleh perusahaan dengan alasan efisiensi pekerjaan tanpa adanya pesangon, penyekapan tenaga kerja sampai berhari-hari yang akan dikirim keluar negeri tanpa diberi makan atau kebutuhan sehari-hari, penipuan calon-calon tenaga kerja dengan membayar sejumlah uang administrasi jutaan rupiah oleh perusahaan fiktif. Disamping itu, ada kasus tenaga kerja yang sampai meninggal dan diperkosa bahkan dibunuh oleh majikannya dalam menuntut haknya. Tenaga kerja/buruh diperlakukan secara senonoh karena dianggap sebagai budak yang dapat diperlakukan semaunya.

Berbagai macam permasalahan ketenagakerjaan yang muncul kepermukaan dewasa ini, sebagian besar masih didominasi oleh permasalahan pelanggaran terhadap peraturan perundang–undangan ketenagakerjaan secara umum disamping permasalahan sumber daya manusia Indonesia yang minim kualitasnya.

Dalam hal ini, di berbagai media baik elektronik maupun cetak tak jarang kita saksikan permasalahan–permasalahan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan,


(7)

seperti: terjadiya pemogokan dan unjuk rasa buruh/pekerja yang bermuara dari sistem pengupahan dan imbalan kerja yang tidak layak seperti penetapan upah yang tidak memenuhi standard kebutuhan hidup minimum, penggunaan tenaga kerja secara kontrak, tidak berlakunya Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) bagi para tenaga kerja, pelanggaran terhadap ketetapan upah minimum, pemutusan kerja sepihak oleh pihak pengusaha, pendistribusian tenaga kerja yang tidak seimbang antara tenaga kerja lokal dengan tenaga kerja pendatang sering menimbulkan gejolak–gejolak, sering terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit karena pengetahuan dan kesadaran yang kurang dari pengusaha dan pekerja tentang syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dan lain sebagainya.

Kita mengetahui bahwa antara tenaga kerja dan pengusaha merupakan dua faktor yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Dengan terjadinya sinergi kedua faktor itu baru suatu perusahaan akan berjalan dengan baik. Begitu pula sebaliknya, seahli apapun tenaga kerja tanpa adanya perusahaan hanya akan melahirkan produk pengangguran.

Disisi lain, pengusaha sebagai empunya perusahaan berada pada posisi yang sangat kuat sebab didukung modal yang besar. Sedangkan tenaga kerja hanya bermodalkan keahlian, intelektual, dan tenaga kerja pada posisi yang sangat lemah. Hal ini sering digunakan oleh pengusaha-pengusaha berbuat semena-mena terhadap karyawannya dalam mendapatkan hak-haknya seperti hak upah yang layak, hak mendapatkan pesangon, hak istirahat, hak cuti seperti cuti tahunan, cuti hamil, dan lain-lain.

Salah satu masalah aktual dalam bidang ketenagakerjaan saat ini adalah masalah pelaksanaan upah minimum. Hal ini terlihat dari seringnya terjadi unjuk rasa atau pemogokan oleh para pekerja yang umumnya menuntut adanya kenaikan upah


(8)

atau peningkatan kesejahteraan mereka. Hal tersebut terjadi karena setiap perusahaan umumnya berusaha mendapat keuntungan yang sebesar–besarnya dari pekerjanya, dan sebaliknya pekerja ingin memperoleh upah yang sebesar–besarnya dari pengusaha sebagai balas jasa yang ia berikan. Sehingga antara pengusaha dan pekerja sering terjadi pertentangan, dimana masing–masing pihak berusaha memperjuangkan kepentingan masing–masing.

Dapatlah dikatakan bahwa upah adalah sejumlah uang atau barang yang diterima pekerja sebagai balas jasa atas tenaga atau pikiran yang diberikannya kepada perusahaan dimana dia bekerja. Sudah merupakan keinginan yang mendalam hendaknya upah yang diterima cukup untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Upah yang diterima pekerja merupakan faktor yang sangat penting bagi kelangsungan hidup pekerja dan keluarganya.

Begitu besarnya fungsi dan peranan upah bagi pekerja, sehingga gairah, semangat dan produktifitas kerja sangat dipengaruhi oleh besarnya tingkat upah yang diterima. Upah harus dilihat sebagai sarana pemerataan pembangunan dan jembatan untuk mengurangi kesenjangan yang ditandai dengan hubungam yang harmonis antara pekerja dan pengusaha. Pengupahan yang berdasarkan pada kebutuhan hidup layak, pengembangan diri dan keluarga tenaga kerja dalam sistem upah yang tidak menimbulkan kesenjangan sosial dengan mempertimbangkan prestasi kerja dan nilai kemanusiaan yang menumbuhkan harga diri.

Melihat kenyataan bahwa masih terdapat tingkat upah yang belum dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi pekerja, maka pemerintah telah menempuh kebijaksanaan berupa penetapan upah minimum yang jumlahnya terus mengalami kenaikan. Upah minimum adalah upah yang paling rendah yang harus diterima oleh pekerja dari majikannya yang berlaku pada suatu daerah tertentu.


(9)

Penetapan upah minimum tersebut merupakan suatu langkah kebijakan pemerintah untuk menangani lebih serius lagi permasalahan ketenagakerjaan secara umum di Indonesia dan secara khusus di Kota Medan.

Dalam kenyataannya masih banyak dijumpai permasalahan yang menyangkut pengupahan. Permasalahan itu disebabkan , antara lain:

1. Adanya tingkat upah yang masih berada dibawah standart kebutuhan hidup layak atau kebutuhan fisik minimum.

2. Adanya diskriminasi pembayaran upah antara pekerja pria dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya.

3. Adanya pembayaran upah yang tidak sesuai dengan peraturan yang menetapkan besarnya upah minimum.

4. Adanya perbedaan upah yang terlalu mencolok baik antar daerah, antar sektor maupun sub sektor dan kesenjangan yang terlalu mencolok antara besarnya upah yang tertinggi dengan upah yang terendah yang diterima oleh pekerja baik secara daerah, sektor, maupun sub sektor. Sehingga kesenjangan rasio upah muncul.

Penetapan upah minimum merupakan standar atau ukuran yang harus dijadikan pegangan pokok bagi setiap pengusaha/perusahaan terhadap upah pekerja. Namun demikian pelaksanaan ketentuan upah minimum termasuk di Kota Medan cenderung dilanggar apabila tidak diawasi oleh pemerintah, sehingga banyak perusahaan yang diajukan ke pengadilan karena masalah tersebut. Untuk itulah perlu fingsi pengawasan terhadap pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Medan sangat diperlukan sekali, karena pada hakekatnya pengawasan adalah suatu usaha untuk mengetahui kondisi suatu kegiatan yang sedang dilaksanakan apakah kegiatan itu


(10)

telah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan (UU No.13 Th. 2003).

Fungsi pengawasan memegang peranan dan pengaruh yang sangat besar dalam suatu kegiatan. Hal ini disebabkan pengawas mempunyai hubungan yang terdekat dengan kegiatan yang diawasinya. Baik buruknya hasil yang diawasi secara langsung diketahui oleh pengawas. Oleh karena itu salah satu faktor pendorong keberhasilan pengawasan ter gantung kepada keahlian dan keterampilan pengawas.

Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah, dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja di daerah, adalah penyelenggara tugas dan fungsi Departemen Tenaga Kerja dibidang pembinaan ketenagakerjaan dan pengawasan norma kerja di daerah. Salah satu diantaranya adalah pengawasan atas pelaksanaan Upah Minimum Kota Medan. Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan amat berperan dan bertanggung jawab dalam pengawasan pelaksanaan Upah Minimum Kota di Kota Medan.

Sehubungan dengan kewenangan bidang ketenagakerjaan dalam otonomi daerah sedemikian luas, maka daerah dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja untuk wilayah Kota Medan. Terutama pelaksanaan Upah Minimum Kota sangat besar dan diharapkan peranan Dinas Tenaga Kerja sesuai dengan tujuan otonomi daerah, yaitu pemberdayaan daerah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh dan pekerja/buruh secara khusus.


(11)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang peranan pengawasan dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota. Dan berdasarkan atas berbagai pertimbangan, penulis memilih judul penelitian yaitu:

“Peranan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota” (Pada Dinas Tenaga Kerja Kota Medan).

B. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah proses penelitian dan agar memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data kedalam penulisan skripsi, maka diperlukan perumusan masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis merumuskan permasalahan kedalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Peranan pengawasan Dinas Tenaga Kerja dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota yang sudah ditetapkan?

2. Apakah kendala–kendala yang dihadapi oleh Dinas Tenaga Kerja dalam pengawasan pelaksanaan Upah Minimum Kota?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian mempunyai satu atau beberapa tujuan yang hendak dicapai dan harus sejalan atau konsisten dengan judul dan permasalahan penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana Peranan pengawasan Dinas Tenaga Kerja dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota yang sudah ditetapkan.

2. Untuk mengetahui kendala–kendala yang dihadapi oleh Dinas Tenaga Kerja dalam pengawasan pelaksanaan Upah Minimum Kota.


(12)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermamfaat dan berguna dalam hal:

1. Secara Praktis, sebagai bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan maupun pihak–pihak terkait.

2. Secara Akademis, sebagai referensi bagi kepustakaan departemen Ilmu Administrasi Negara dan kalangan yang tertarik untuk melakukan kajian penelitian dimasa yang akan dating dalam bidang ini.

3. Secara Subjektif, sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah penulis serta memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan studi dan memperoleh gelar kesarjanaan dari FISIP USU. E. Kerangka Teori

E. 1. Pengawasan

Dalam setiap organisasi yang terkecil hingga yang terbesar, pelaksanaan pengawasan mutlak diperlukan. Oleh karena itu para ahli administrasi dan managemen sependapat bahwa pengawasan merupakan salah satu fungsi organik administrasi dan managemen.

E. 1. 1. Pengertian Pengawasan

Menurut Siagian (2002:169), pengawasan adalah proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan.

Sedangkan Malayu Hasibuan (2001:254), mengungkapkan bahwa pengawasan adalah pemeriksaan apakah semua itu terjadi sesuai dengan rencana yang ditentukan, instruksi yang dikeluarkan sesuai dengan prinsip yang telah ditetapkan.

Sofyan Syafri Harahap (2001:10), menyatakan bahwa secara sederhana pengawasan adalah kegiatan yang dilaksanakan dengan mulus tanpa


(13)

penyimpangan-penyimpangan yang berarti. Dalam pengertian ini pengawasan merupakan tujuan setiap organisasi.

T. Hani Handoko (2003:359), mengatakan bahwa pengawasan adalah proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan merupakan elemen tugas-tugas manajerial, dan ia mencakup tindakan pengukuran dan perbaikan (koreksi) performa pihak yang diawasi guna memastikan bahwa sasaran-sasaran, instruksi yang dikeluarkan dilaksanakan secara efisien dan berjalan lancar.

Sebagai pendukung terhadap defenisi diatas, maka Ramli (1986:1) menegaskan pengawasan diartikan sebagai usaha menentukan apa yang sedang dilaksanakan dengan cara menilai hasil/prestasi yang dicapai, dan kalau dapat penyimpangan dari standard yang ditentukan maka segera diadakan usaha perbaikan sehingga semua hasil/prestasi yang dicapai sesuai dengan rencana.

Dari kutipan diatas, ada kemungkinan timbul suatu anggapan bahwa kegiatan pengawasan tersebut bersifat negatif dan penyebab faktor penghambat terhadap penyelesaian pekerjaan dan pelaksanaan tersebut, karena sering dilihat pengawasan sebagai kegiatan mencari dan memperbaiki kesalahan yang sedang terjadi.

Mengingat pada dasarnya dalam kegiatan apapun sering terjadi kekeliruan, melemahnya usaha, ketidakefektifan petunjuk–petunjuk sehingga terjadi penyimpangan yang tidak diinginkan, maka disinilah diperlukan fungsi pengawasan yang terkendali dan terpadu.

Selanjutnya Ramli (1986:2), mengatakan pengawasan merupakan kegiatan positif, karena mengarahkan kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai tujuan atau mengarahkan kegiatan kearah rencana yang telah dibuat.


(14)

Jadi dengan demikian pengawasan dapat disimpulkan suatu kegiatan positif berupa tindakan preventif dan represif untuk meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran terhadap rencana yang sudah ditetapkan, ketentuan-ketentuan, peraturan-peraturan, dan perundang–undangan. Dalam hal ini fungsi pengawasan bersifat mendasar dan harus dilaksanakan dalam setiap aktifitas organisasi.

E. I. 2. Maksud dan Tujuan Pengawasan

Menurut Sukarna (1992:112), maksud dan tujuan pengawasan adalah: 1. Untuk mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak.

2. Untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengusahakan pencegahan agar supaya tidak terulang kesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan-kesalahan yang baru.

3. Untuk mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam perencanaan terarah pada sasarannya dan sesuai dengan yang telah ditentukan.

4. Untuk mengetahui apakah biaya sesuai dengan program (tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditetapkan dalam rencana.

5. Untuk mengetahui hasil pekerjaan dengan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam rencana.

6. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan kebijaksanaan yang telah ditetapkan.

Dengan demikian maksud dan tujuan pengawasan adalah untuk memperbaiki atau mencegah adanya kesalahan, penyimpangan-penyimpangan atau penyelewengan dalam pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dan untuk menghindari kerugian-kerugian yang dilakukan sejak suatu pekerjaan dimulai, sedang dikerjakan maupun setelah selesai pekerjaan dilakukan.

E. 1. 3. Jenis – Jenis Pengawasan

Menurut Soewarno Handayaningrat (1983:144), pada dasarnya pengawasan terdiri dari 4 (empat) macam yaitu:

1. Pengawasan dari dalam (internal control)


(15)

pengawasan yang dibentuk didalam organisasi itu sendiri. Aparat/unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi.

2. Pengawasan dari luar (external control)

Pengawasan dari luar berarti pengawasan yang dilakukan oleh apart/unit pengawasan dari luar itu adalah aparat pengawasan yang bertindak atas nama pimpinan organisasi.

3. Pengawasan Preventif

Pengawasan preventif berarti pengawasan yang dilakukan sebelum sesuatu tindakan atau rencana dilakukan. Maksud dari pengawasan preventif ini adalah untuk mencegah terjadinya kekeliruan atau kesalahan dalam pelaksanaan. Pengawasan preventif biasanya tercermin dalam tata cara ( prosedur ) yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan.

4. Pengawasan represif

Pengawasan represif merupakan pengawasan yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan kegiatan. Maksud diadakannya pengawasan represif adalah untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan kegiatan agar hasilnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

E. 1. 4. Fungsi Pengawasan dan Kewajiban Pegawai Pengawas Dalam Bidang Ketenagakerjaan

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan unsur penting dalam perlindungan tenaga kerja, sekaligus sebagai upaya penegakan hokum ketenagakerjaan secara menyeluruh. Pengawasan ditempuh dalam 2 (dua) cara, yaitu: preventif dan represif.

Pada dasarnya kedua cara itu ditempuh sangat bergantung dari tingkat kepatuhan pengusaha, pekerja/buruh, dan serikat pekerja/serikat buruh terhadap ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan. Tindakan preventif dilakukan jika


(16)

memungkinkan dan masih adanya kesadaran pengusaha dan pekerja/buruh untuk mematuhi perundang-undanganatau peraturan ketenagakerjaan. Namun jika tindakan preventif tidak diindahkan dan tidak efektif lagi, maka ditempuh tindakan represif dengan maksud agar pengusaha dan pekerja/buruh mau melaksanakan peraturan ketenagakerjan dengan keterpaksaan.

Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk menjamin pelaksanakan peraturan ketenagakerjaan (Pasal 176 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Dengan demikian, sasaran pengawasan ketenagakerjaan ialah meniadakan atau memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan harmonis.

Disamping sebagai upaya perlindungan tenaga kerja, pengawasan ketenagakerjaan memiliki tujuan social, seperi peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja/buruh, mendorong kinerja dunia usaha, serta memperbaiki kesejahteraan masyarakat pada umumnya.

Pengembangan pengawasan ketenagakerjaan ditempuh dengan memberdayakan kelembagaan yang ada, seperti LKS Bipartit di setiap perusahaan. Dalam hal ini peranan serikat pekerja/serikat buruh sangatlah strategis dalam membantu pengawasan pelaksanaan ketentuan ketenagakerjaan di semua sektor. Dengan serikat pekerja/serikat buruh maka kiranya dapat mendorong pelaksanaan pengawasan secara tidak langsung.

Dengan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja maka pelaksanaan ketentuan Perundang-undangan ketenagakerjaan akan selalu meningkat dengan sasaran terciptanya pemahaman dan kesadaran hukum bagi semua pelaku hubungan industrial. Dengan kesadaran hokum berarti pengusaha/perusahaan tahu,


(17)

kemudian mau dan mampu melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan secara benar dan konsekuen.

Sehubungan kewenangan bidang ketenagakerjaan dalam otonomi daerah sedemikian luas, maka daerah dapat lagi meningkatkan lagi kuantitas dan kualitas pengawasan ketenagakerjaan. Hal ini sangat diharafkan sesuai dengan tujuan otonomi daerah, yaitu pemberdayaan daerah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

Sebagai penegak hukum dibidang ketenagakerjaan unsur pengawasan ini harus bertindak sebagai pendeteksi dini dilapangan, sehingga diharafkan segala gejolak yang akan timbul dapat dideteksi secara awal yang pada gilirannya dapat memberikan atau dapat diciptakan suasana yang aman, stabil dan mantap dibidang ketenagakerjaan dan dengan demikian dapat memberikan andil dalam pembangunan.

Menurut Imam Soepomo (1986:141), Pada hakekatnya pengawasan dalam bidang ketenagakerjaan adalah bentuk tanggung jawab atas dilaksanakannya peraturan yang ada oleh majikan. Pengawasan itu sendri adalah bukan alat perlindungan atau syarat kesehatan kerja, melainkan merupakan suatu cara untuk menjamin pelaksanaan peraturan ketenagakerjaan. Suatu sistem sangat bermanfaat dalam usaha menaikkan volume produksi, sehingga ia berdampak ganda baik kepada pekerja/buruh dan majikan/pengusaha serta masyarakat dan Negara. Oleh karena itu, pelaksanaan pengawasan dengan semua kebijaksanaannya menjadi mutlak dan perlu.

Menurut Abdul Khakim (2003:125), pengawasan ketenagakerjaan meliputi: 1. Sosialisasi Norma Ketenagakerjaan

Sasaran kegiatan ini agar tercapai peningkatan pemahaman norma kerja bagi masyarakat industri, sehingga tumbuh persepsi positif dan mendorong kesadaran untuk melaksanakan ketentuan ketenagakerjaan secara proporsional dan bertanggungjawab.

2. Tahapan Pelaksanaan Pengawasan

a. Upaya Pembinaan (preventive educative), yang ditempuh dengan memberikan penyuluhan kepada masyarakat industri, penyebarluasan


(18)

informasi ketentuan ketenagakerjaan, pelayanan konsultasi dan lain-lain.

b. Tindakan represif nonyustisial yang ditempuh dengan memberikan peringatan tertulis melalui nota pemeriksaan kepada pimpinan perusahaan apabila ditemui pelanggaran. Disamping itu juga memberikan petunjuk secara lisan pada saat pemeriksaan.

c. Tindakan represif yustisial, sebagai alternatif terakhir dan dilakukan melalui lembaga peradilan. Upaya ini ditempuh bila pegawai pengawas sudah melakukan pembinaan dan memberikan peringatan, tetapi pengusaha tetap tidak mengindahkan maksud pembinaan tersebut. Dengan demikian Pegawai Pengawas sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berkewajiban melakukan penyidikan dan menindaklanjuti sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku (KUHP).

Sedangkan menurut Manullang dalam Abdul Khakim (2003:125), fungsi pengawasan ketenagakerjaan adalah:

1. Mengawasi pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

2. Memberi penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja agar tercapainya pelaksanaan Undang-Undang Ketenagakerjaan secara efektif. 3. Melaporkan kepada pihak berwenang atas kecurangan dan penyelewengan

Undang-Undang Ketenagakerjaan.

Dalam melaksanakan tugasnya pegawai pengawas berhak dan wajib melakukan: 1. Memasuki semua tempat dimana dijalankan atau biasa dijalankan pekerjaan

atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan pekerjaan dan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan oleh pengusahaatau wakulnya untuk perumahan atau perawatan pekerja/buruh.

2. Jika terjadi penolakan untuk memasuki tempat-tempat tersebut, Pegawai Pengawas berhak meminta bantuan Polri.

3. Mendapatkan keterangan sejelas-jelasnya dari pengusaha atau wakilnya dan pekerja/buruh mengenai kondisi hubungan kerja pada perusahaan yang bersangkutan.

4. Menanyai pekerja/buruh tanpa dihadiri pihak ketiga.

5. Harus melakukan koordinasi dengan serikat pekerja/serikat buruh.

6. Wajib merahasiakan segala keterangan yang didapat dari pemeriksaan tersebut.

7. Wajib mengusut pelanggaran (Abdul Khakim, 2003:124).

E. 2. Upah Minimum Kota

E. 2. 1. Pengertian Upah Pada umumnya dan Upah Minimum Kota Menurut pasal 1 ayat (30) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada


(19)

pekerja/buruh, yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundangan yang berlaku, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Menurut Abdul Khakim (2003:75), yang dimaksud dengan upah adalah:

a. Hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

b. Suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang teleh dilakukan atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau perturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan, baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

Dari defenisi dan pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa keseluruhannya secara jelas mengandung maksud yang sama yaitu bahwa upah merupakan pengganti dari pada jasa/tenaga yang telah diserahkan atau dikerahkan seseorang (pekerja/buruh) kepada pihak lain yakni pengusaha berupa uang atau barang (Kartasapoetra, 1992:93).

Sesuai pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-226/MEN/2000, tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah upah minimum yang berlaku didaerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa:

a. Upah adalah hak pekerja/buruh sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan diberikan.


(20)

c. Upah dibayarkan sesuai dengan perjanjian kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan.

d. Tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya merupakan komponen dari upah.

E. 2. 2. Prinsip Pengupahan

Pengupahan termasuk sebagai salah satu aspek penting dalam perlindungan pekerja/buruh. Hal ini secara tegas diamanatkan pada Pasal 88 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maksud dari penghidupan yang layak, dimana jumlah pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar, yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

Motivasi utama seorang pekerja/buruh bekerja di perusahaan adalah mendapatkan nafkah (= upah), dan upah merupakan hak bagi pekerja/buruh yang bersifat sensitive. Karenanya, tidak jarang pengupahan menimbulkan perselisihan. Jadi, prinsip pengupahan menurut Abdul Khakim (2003:74), terdiri dari:

a. Hak menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.

b. Pegusaha tidak boleh mengadakan diskriminasi upah bagi pekerja/buruh laki-laki dan wanita untukjenis pekerjaan yang sama.

c. Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan (“ No work No Pay).


(21)

d. Komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, dengan formulasi upah pokok minimal 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap.

e. Tuntutan pembayaran upah pekerja/buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kedaluarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak timbulnya hak.

Dari uraian diatas jelas upah diberikan dalam bentuk uang, namun secara normatif masih ada kelonggaran bahwa upah dapat diberikan dalam bentuk lain berdasarkan perjanjian atau peraturan perundangan, dengan batasan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai upah yang seharusnya diterima (Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981).

E. 2. 3. Jenis-Jenis Upah Minimum

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah berlakunya Upah Minimum meliputi:

a. Upah Minimum Propinsi (UMP) berlaku diseluruh kabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah propinsi.

b. Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berlaku dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.

c. Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP) berlaku secara sektoral diseluruh kabupaten/kota dalam 1 (satu) wilayah propinsi, .

d. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) berlaku secara sektoral dalam 1 (satu) wilayah kabupaten/kota.

Berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Indonesia (KLUI) disebut Upah Minimum Sektoral, yang terbagi menjadi Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP)


(22)

ditetapkan harus lebih besar sekurang-kurangnya 5% (lima persen) dari Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) ditetapkan harus lebih besar sekurang-kurangnya 5% (lima persen) dari Upah Minimum Kota (UMK).

E. 2. 4. Kebijakan Pemerintah Terhadap Upah Minimum

Kebijakan penetapan upah minimum dalam kerangka perlindungan upah masih tetap menemui banyak kendala sebagai akibat belum terwujudnya satu keseragaman upah, baik secara regional/wilayah propinsi atau kabupaten/kota, dan sektor wilayah propinsi atau kabupaten/kota.

Dalam hal hubungan industrial, antara pengusaha dengan buruh sering terjadi perdebatan yang panjang hingga sampai menimbulkan kerugian di kedua belah pihak yang kebanyakan berpangkal dari penerimaan upah yang tidak sesuai dengan standart kebutuhan hidup layak seorang pekerja atau buruh. Karena bagi pekerja atau buruh, upah merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya secara langsung. Sementara bagi pengusaha upah mempengaruhi biaya produksi dan tingkat harga, yang pada gilirannya berakibat pada pertumbuhan produksi serta perluasan dan pemerataan kesempatan kerja. Semakin tinggi biaya dikeluarkan semakin tinggi pula biaya produksi.

Bagi pemerintah, upah merupakan sarana pemeratan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu keseimbangan upah yang baik dengan kebutuhan hidup layak/minimum pekerja/buruh maupun dengan kemajuan perusahaan perlu terus diupayakan. Dengan demikian pemerataan pendapatan dan kesejahteraan pekerja/buruh dapat berjalan seiring dengan laju produktifitas perusahaan. Khususnya dalam upaya penangagulangan kemiskinan dan peningkatan pendapatan golongan yang berpenghasilan rendah.


(23)

Dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 telah diatur secara lengkap; mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengupahan dalam rangka kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja serta mengatur hak-hak dan kewajiban masing-masing pihak baik pekerja/buruh maupun pengusaha yang berlaku secara nasional. Materi pokok mengenai pengupahan yang diatur pada PP. No. 8 Tahun 1981 tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Pengusaha berkewajiban membayar upah kepada tenaga kerja pada saat terjadinya perjanjian kerja sampai perjanjian kerja berakhir. Pengusaha dalam menetapkan upah tidak boleh mengadakan diskriminasi antara tenaga kerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Maksudnya bahwa upah dan tunjangan lainnya yang diterima oleh tenaga kerja perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya harus sama dengan tenaga kerja laki-laki. Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai pengupahan tersebut tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Ketentuan tersebut merupakan pelaksanaan dari Konvensi ILO atau Organisasi Perburuhan Internasional No.100 Tahun 1951 mengenai pengpahan bagi tenaga kerja laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya dan konvensi ini telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1957 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957). Pengusaha juga dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum, jika dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum (Peraturan Menteri No. 01 Tahun 2006).

Dalam Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (Pasal 88) ditegaskan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh pengahasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam pengertian bahwa jumlah upah yang diterima oleh pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya mampu


(24)

memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh beserta keluarganya secara wajar, antara lain meliputi: sandang, pangan , papan,pendidikan, ksehatan, rekreasi, jaminan hari tua dan lain-lain. Untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, telah ditempuh kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh.

Sejalan dengan kewenangan Otonomi Daerah mekanisme penetapan upah minimum juga mengalami perubahan secara signifikan, sebagai daerah otonom, Propinsi berwenang menetapkan Upah Minimum dalam hal ini ditetapkan oleh Gubernur, yaitu:

a. Upah Minimum Propinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan usulan Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah, melalui kanwil Depnaker setempat.

b. Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP)/Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) atas kesepakatan Organisasi Pengusaha dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

Penetapan upah minimum dilakukan dengan mempertimbangkan (Pasal 6 Per Menaker Nomor PER-01/MEN/1999):

1. Kebutuhan Hidup Minimum (KHM); 2. Indeks Harga Konsumen (IHK);

3. Kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan; 4. Upah pada umumnya berlaku di daerah tertentu dan antar daerah; 5. Kondsi pasar kerja; dan

6. Tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.

Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh maka kebijakan pengupahan dan besarnya upah minimum yang diterima setiap bulan oleh


(25)

pekerja/buruh diatur dalam Ketetapan Gubernur Sumatera Utara. Artinya, Gubernur harus memperhatikan berita acara Dewan Pengupahan Kota Medan tentang perumusan Upah Minimum Kota dan surat rekomendasi walikota Medan perihal penetapan Upah Minimum Kota Medan. Upah minimum tersebut ditetapkan oleh gubernur untuk wilayah propinsi dan kabupaten/kota, dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan dan Bupati/Walikota.

Sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No.561/2048/K/Tahun 2007 tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008 maka Upah Minimum Propinsi Sumatera Utara Tahun 2008 ditetapkan sebesar Rp.822.205; (Delapan ratus dua duluh dua ribu dua ratus lima rupiah). Dalam penetapan besarnya Upah Minimum Kota, maka Dewan Pengupahan Kota Medan perlu memperhatikan besarnya jumlah Upah Minimum Propinsi sebagai acuan, artinya Upah Minimum Kota tidak boleh lebih rendah dari Upah Minimum Propinsi.

Jadi sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/034.K/Tahun 2008 tentang penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun 2008 sebesar Rp. 918.000; (Sembilan ratus delapan belas ribu rupiah).

Upah Minimum Kota Medan sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini merupakan upah terendah dan hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, Sedang untuk pekerja yang mempunyai masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara bipartit antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/buruh dengan pengusaha diperusahaan yang bersangkutan secara musyawarah dan dimuat dalam materi kesepakatan kerja.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 jo. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000, dalam pelaksanaan upah minimum perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:


(26)

1. Besarnya Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) minimal 5% (lima persen) lebih dari Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (Pasal 5); 2. Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari Upah Minimum

Propinsi (UMP)/Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMSP)/Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) (Pasal 13);

3. Upah minimu berlaku untuk semua status pekerja/buruh, baik tetap, tidak tetap maupun percobaan (Pasal 14 ayat (2));

4. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun (Pasal 14 ayat (2));

5. Peninjauan besarnya upah bagi pekerja di atas masa kerja 1 (satu) tahun dilakukan atas kesepakatan tertulis antara pekerja dan pengusaha (Pasal 14 ayat (3));

6. Bagi pekerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang dilaksanakan 1 (satu) bulan atau lebih, upah rata-rata sebulan minimal upah minimum di perusahaan yang bersangkutan (Pasal 15 ayat (1));

7. Pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah yang telah diberikan lebih tinggi dari upah minimum yang berlaku (Pasal17).

8. Bagi pengusaha yang melanggar Pasal 7, Pasal 13, dan Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per-01/MEN/1999 dikenakan sanksi sebagai berikut:

• Pidana Kurungan maksimal 3 (tiga) bulan atau denda maksimal Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah).


(27)

Bagi pengusaha/perusahaan yang karena sesuatu hal tidak atau belum mampu membayar upah minimum yang telah ditetapkan dapat dilakukan penangguhan selama batas jangka waktu tertentu.

Walaupun terdapat prinsip “No Work No Pay” dalam sistem pengupahan, namun karena alasan tertentu pekerja/buruh tetap berhak menerima upah dari pengusaha/perusahaan. Pengecualian prinsip No Work No Pay diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (PPPU), sebagai berikut:

a. Jika pekerja/buruh sakit, termasuk pekerja/buruh perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak bias melakukan pekerjaan (Pasal 93 ayat (2) huruf a Undang-Undang Ketenagakerjaan.

b. Jika pekerja/buruh sakit (maksudnya sakit biasa, bukan akibat kecelakaan kerja) terus-menerus sampai 12 (dua belas) bulan, maka upah yang dibayarkan oleh pengusaha (Pasal 93 ayat (3) Undang-Undang Ketenagakerjaan) diatur:

• 100% (seratus persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan pertama;

• 75% (tujuh puluh lima persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan kedua;

• 50% (lima puluh persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan ketiga;

• 25% (dua puluh lima persen) dari upah untuk 3 (tiga) bulan keempat. c. Jika pekerja/buruh tidak masuk kerja karena kepentingan khusus (Pasal 93

ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan):

• Pernikahan pekerja/buruh sendiri 3 hari

• Pernikahan anak 2 hari

• Khitanan atau baptis anak 2 hari


(28)

• Meninggalnya anggota keluarga (suami/istri,

orangtua/mertua,anak atau menantu) 2 hari

• Anggota keluarga dalam 1 (satu) rumah 1 hari.

d. Jika pekerja/buruh menjalankan kewajiban terhadap Negara (Pasal93 ayat (2) huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan), maksimal 1 (satu) tahun (Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Upah).

e. Jika pekerja/buruh memenuhi kewajiban agama (Pasal 93 ayat (2) huruf d Undang-Undang Ketenagakerjaan), maksimal 3 (tiga ) bulan (Pasal 6 ayat (4) Peraturan Pemerintah Pengganti Upah).

f. Jika pekerja/buruh tidak bekerja karena kesalahan pengusaha atau halangan lain (Pasal 93 ayat (2) huruf e Undang-Undang Ketenagakerjaan).

g. Jika pekerja/buruh melaksanakan hak istirahat (Pasal 93 ayat (2) huruf f Undang-Undang Ketenagakerjaan).

h. Jika pekerja/buruh melaksanakan tugas serikat pekerja/serikat buruh atas persetujuan pengusaha (Pasal 93 ayat (2) huruf g Undang-Undang Ketenagakerjaan).

i. Jika pekerja/buruh melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan (Pasal 93 ayat (2) huruf h Undang-Undang Ketenagakerjaan).

E. 2. 5. Fungsi dan Peranan Upah Minimum Kota

Upah dalam arti yuridis adalah merupakan balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerjanya atas penyerahan tenaga dan jasa-jasanya dalam waktu tertentu kepada pihak pengusaha. Dalam hal pengupahan pada suatu perusahaan terdapat beberapa pihak yang secara langsung dan tidak langsung terlibat. Pihak yang secara langsung adalah pihak tenaga kerja, dan pihak pengusaha sendiri,


(29)

sedangkan pihak yang tidak langsung terlibat dalah organisasi tenaga kerja dan pemerintah.

a. Pengusaha/Perusahaan

Bagi pihak pengusaha/perusahaan, upah merupakan unsur pokok dalam perhitungan ongkos produksi dan merupakan faktor penting yang mempengaruhi semangat dan kegairahan kerja tenaga kerja dalam perusahaan. Tingkat upah yang rendah dapat menurunkan semangat dan kegairahan kerja. Hal ini akan berakibat buruk bagi perusahaan, dan akan menderita kerugian karena produktifitas kerja juga akan menurun. Jadi upah juga dapat dikatakan sebagai indikator bagi maju mundurnya perusahaan. Semangat kerja adalah melakukan pekerjaaan secara lebih giat sehingga diharapkan pekerjaan dapat selesai dengan lebih cepat dan lebih baik. Sedangkan kegairahan kerja adalah kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan. Jadi antara semangat dan kegairahan kerja merupakan hubungan erat dan sulit dipisahkan. Dan apabila perusahaan mau meningkatkan semangat kerja dan kegairahan kerja adalah dengan memberikan upah yang cukup, yang mampu memberikan semangat dan kegairahan kerja.

b. Tenaga Kerja/buruh

Bagi tenaga kerja, upah merupakan penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya beserta dengan keluarganya. Upah juga pendorong bagi kegairahan dan semangat kerja. Besar kecilnya peranan dan sumbangan tenaga kerja pada perusahaan dapat dilihat dari tingkat jumlah upah yang diterimanya, ini berarti bahwa pekerjaan yang dilakukannya semakin berat, membutuhkan ketrampilan dan mengandung resiko atau tanggung jawab yang besar maka tingkat upah yang akan diterima akan semakin besar.


(30)

c. Organisasi Tenaga Kerja/Serikat Tenaga Kerja

Bagi organisasi, upah mencerminkan berhasil tidaknya organisasi dalam mencapai salah satu tujuannya. Lemahnya organisasi akan mempengaruhi terbentuknya tingkat upah, karena posisi”Bargaining” atau penawaran tenaga kerja juga kuat. Sebaliknya jika serikat tenaga kerja lemah maka tingkat upah yang diharapkan oleh tenaga kerja sulit untuk diperjuangkan dihadapan pengusaha karena posisi atau kekuatan menawar (Bergaining Power) organisasi tenaga kerja lemah.

d. Pemerintah

Pihak pemerintah dalam hal upah juga terlibat didalamnya. Pemerintah berkewajiban mengatur tata kehidupan dalam segala bidang dengan mengeluarkan ketentuan-ketentuan hukum, perundang-undangan, dan segala peraturan pelaksananya sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Jadi, pemerintah dengan peraturan-peraturannya juga mempengaruhi tinggi-rendahnya upah. Peraturan tentang upah merupakan batas bawah dari tingkat upah yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pihak tenaga kerja.

Seperti yang diuraikan diatas bahwa upah adalah balas jasa dari pengusaha yang diberikan kepada buruh/tenaga kerja atas dasar penyerahan jasa-jasanya dalam waktu tertentu kepada pengusaha/perusahaan. Upah yang diberikan selain harus sebanding dengan kegiatan-kegiatan yang telah dikerahkannya, juga seharusnya cukup memadai atau bermanfaat bagi pemenuhan dan pemuasan kebutuhan hidupnya dan keluaraganya dengan layak. Dalam hal ini, tingkat upah yang diberikan oleh pihak pengusaha/perusahaan berbeda-beda baik di dalam perusahaan itu sendiri maupun antara perusahaan yang satu dengan yang lain. Hal ini dikarenakan perbedaan tingkat kemampuan seseorang yang bekerja dalam perusahaan serta keadaan permodalan dan perkembangan perusahaan itu sendiri.


(31)

E. 3. Peranan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja Dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota

Pengawasan ketenagakerjaan yang dilakukan pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja Kota Medan adalah berperan sebagai upaya perlindungan tenaga kerja, peningkatan kesejahteraan dan jaminan sosial pekerja/buruh serta akan mendorong kinerja dunia usaha yang mampu membangun hubungan indusrial dengan baik dan harmonis.

Sedangkan peranan pengawasan Dinas Tenaga Kerja dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota adalah untuk menjamin pelaksanaan ketentuan tentang Upah Minimum Kota dan meniadakan serta memperkecil adanya pelanggaran Undang-Undang Ketenagakerjaan, sehingga proses hubungan industrial dapat berjalan dengan baik.

Sesuai dengan Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 561/034.K/Tahun 2008 tentang penetapan Upah Minimum Kota Medan Tahun 2008 sebesar Rp. 918.000; (Sembilan ratus delapan belas ribu rupiah) maka Dinas Tenaga Kerja sangat berperan dalam upaya pengawasan pelaksanaan Upah Minimum Kota tersebut.

Jadi dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota di Kota Medan semenjak disahkannya Upah Minimum Kota Medan maka Dinas Tenaga Kerja berperan sebagai pengawas ketenagakerjaan atas perusahaan/pengusaha yang melakukan penyimpangan atas ketentuan besar upah minimum yang sudah ditetapkan untuk periode tahun 2008. Untuk itulah peranan pengawasan Dinas Tenaga Kerja dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota membawa arti yang besar untuk mengarahkan perusahaan/pengusaha dan tenaga kerja patuh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


(32)

Keputusan Walikota Medan Nomor: 59 Tahun 2001 Tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja Kota Medan bahwa pengawasan Dinas Tenaga Kerja meliputi fungsi :

a. Mempersiapkan data dan menyusun rencana kegiatan Sub Dinas. b. Melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan.

c. Melaksanakan pengawasan dan penyidikan terhadap pelanggaran norma kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan kerja serta jaminan social tenaga kerja dan penggunaan tenaga kerja asing.

d. Memproses penerbitan izin pemakaian ketel uap, bejana tekan dan peralatan yang digunakan perusahaan.

e. Memproses penerbitan penyimpangan waktu kerja dan izin kerja malam wanita serta wajib lapor ketenagakerjaan.

f. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

F. Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah atau defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:33).

Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang akan diteliti. Oleh karena itu, untuk batasan yang lebih jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti maka penulis mengemukakan defenisi dari beberapa konsep yang digunakan, antara lain:

1. Pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh suatu organisasi atau lembaga untuk mengamati pelaksanaan suatu kegiatan tertentu agar berjalan sesuai dengan ketentuan, peraturan


(33)

perundang-undangan yang telah ditetapkan. Dimana serangkaian kegiatan itu adalah kegiatan memeriksa, pelaporan, tindak lanjut, memberikan penyuluhan, pemberitahuan tentang peraturan, pengarahan/pembinaan, peringatan, penyidikan, dan sanksi hukum.

2. Upah Minimum Kota (UMK) adalah imbalan yang paling rendah berupa upah pokok ditambah tunjangan tetap yang harus dibayarkan perusahaan/pengusaha kepada pekerja/buruh yang besarnya ditetapkan oleh pemerintah, dan berlaku sama untuk semua sektor usaha dalam suatu daerah atau kota tertentu.

G. Defenisi Opersional

Definisi operasional adalah penjabaran lebih lanjut tentang konsep dan keterkaitan konsep yang telah diterangkan. Menurut Masri Singarimbun (1995:46), definisi operasional adalah merupakan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti akan mengetahui pengukuran suatu variabel sehingga ia akan dapat mengetahui baik buruknya pengukuran tersebut.

Berikut ini akan diuraikan variabel yang diteliti beserta indikator-indikatornya yang dipakai sebagai alat pengukurnya, yang terdiri dari:

1. Pengawasan, indikatornya:

a. Pemeriksaan, yaitu kegiatan untuk mengawasi sesuatu pelaksanaan agar sesuai dengan ketentuan dengan cara inspeksi di lapangan maupun berdasarkan laporan-laporan.

• Sarana dan prasarana dalam melakukan pemeriksaan.

• Kuantitas dan kualitas dalam melakukan pemerisaan.


(34)

b. Pengarahan dan peringatan.

c. Melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan UMK.

d. Memberikan sanksi hukuman atas pelanggaran pelaksanaan upah yang sudah ditetapkan.

2. Upah Minimum Kota, indikatornya:

a. Melakukan pemberitahuan tentang ketentuan Upah Minimum Kota. b. Kesesuaian Upah Minimum Kota dengan kondisi sekarang.

c. Pelaksanaan Upah Minimum Kota secara umum.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan penjelasan awal dari penelitian ini, dimana bab ini terdiri dari; Latar Belakang masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Defenisi Konsep, Defenisi Operasional, Sistematika Penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Bab ini memuat; Bentuk Penelitian, Lokasi Penelitian, Popuasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum atau karakteristik lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

BAB IV PENYAJIAN DATA

Bab ini berisikan tentang penyajian data dan analisa data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti serta menguraikan hasil- hasilnya.


(35)

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini memuat pembahasan data-data yang disajikan pada bab sebelumnya. BAB VI PENUTUP


(36)

31

METODE PENELITIAN

A. Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang dipergunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam metode deskriptif, prosedur pemecahan masalah yang diteliti hanya dengan menggambarkan/melukiskan keadaan objek/subjek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan data-data atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1990:64)

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan, Jl. K. H. Wahid Hasyim No.14 Medan.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut Sugiyono (2005:90) menyatakan, populasi adalah generalis yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan ditarik kesimpulannya.

Maka dalam penelitian ini populasi yang dimaksud adalah seluruh pegawai di kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan yang berjumlah 75 (tujuh puluh lima) orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dijadikan sebagai objek dan sumber data serta informasi dalam penelitian yang dianggap mewakili dari suatu


(37)

penelitian. Sampel menjadi sumber data yang sebenarnya, dengan kata lain, sampel adalah bagian dari populasi untuk mewakili populasi tersebut. Jadi, untuk menentukan sampel dari penelitian ini dipergunakan teknik penarikan sampel bertujuan (purposive sampling), (Sugiyono, 2005:95). Yaitu, penentuan sampel tidak didasarkan atas strata, pedoman atau wilayah, tetapi berdasarkan atas adanya tujuan tertentu dan tetap berhubungan dengan permasalahan penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menarik jumlah sampel sebanyak 19 (sembilan belas) orang yang terlibat langsung pada pengawasan ketenagakerjaan.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi yang dapat dijadikan bahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Teknik Pengumpulan Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung

dari objek ataupun subjek penelitian yang relevan dengan masalah-masalah yang sudah dirumuskan dalam penelitian, data primer ini dapat diperoleh dengan cara:

• Observasi, yaitu dengan cara mengadakan pengamatan atau observasi biasa yang bersifat non partisipasi, dimana penulis hanya mengamati dan mencatat hal-hal yang brkaitan dengan objek penelitian.

• Kuesioner, yaitu dengan cara menyebarkan angket/kuesioner yang berisi pertanyaan berstruktur yang telah distandarisasi sebelumnya, kepada pegawai kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan.

• Wawancara, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian.


(38)

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder, adalah data yang tidak langsung diperoleh dari hasil penelitian, melainkan dari bentuk-bentuk tertulis. Perolehan data sekunder dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library research). Studi kepustakaan dikutip dari buku-buku referensi, jurnal ilmiah, peraturan perundang-undangan, peraturan menteri tenaga kerja yang relevan dengan penelitian.

E. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif, tanpa menggunakan alat Bantu rumus-rumus statistika. “ Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kata, skema, dan gambar (Sugiyono, 2005:7)”.

Data-data yang diperoleh selama masa penelitian dilapangan akan ditransformasikan dalam bentuk tabulasi tunggal (tabulasi frekuensi). Tabel tunggal ini pada hakekatnya hanya dimaksudkan untuk mengelompokkan data yang ada untuk dianalisa guna memudahkan dalam penarikan kesimpulan.


(39)

34

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Medan A. 1. Sejarah Ringkas

Kota Medan dahulunya adalah sebuah kampong kecil yang dalam masa kurang lebih 80 tahun dengan pesat berkembang menjadi kota, yang terdiri dari 21 kecamatan. Kota Medan berada di satu tanah datar atau medan, di tempat Sungai Babura bertemu dengan Sungai Deli, yang pada waktu dikenal sebagai “Medan Putri”, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang.

Dalam buku Tengku Lukman Sinar, SH berjudul “Riwayat Hamparan Perak” (1971), yang mendirikan kampung Medan adalah Raja Guru Patimpus, nenek moyang Datuk Hamparan Perak dan Datuk Sukapiring, yaitu Dua dari empat Kepala Suku Kesultanan Deli.

Pada tahun 1823 Gubernur Inggris yang berkedudukan di Pulau Penang setelah mengutus John Anderson untuk pergi ke pesisir Sumatera Timur dan dari catatannya disebutkan bahwa Medan masih merupakan satu kampong kecil yang berpenduduk sekitar 200 orang. Di pinggir sungai sampai ke tembok mesjid kampung Medan, ada dilihatnya susunan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar yang menurut dugaannya berasal dari Candi Hindu di Jawa.

Menurut legenda, di zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli Lama kira-kira 10 km dari kampung Medan, di Deli Tua sekarang, seorang Putri yang sangat cantik sekali dank arena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan Putri Hijau


(40)

tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa. Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh ditolak oleh kedua saudara lelaki Putri Hijau yang mengakibatkan perang antara Kesultanan Aceh dan Kesultanan Deli karena Sultan Aceh sanagt marah besar atas penolakan saudara lelaki Putri Hijau. Akhirnya Kesultanan Deli lama mengalami kekalahan yang membuat Putri Hijau ditawan dan dimasukkan ke dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Namun saudara Putri Hijau mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma jadi seekor ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya. Putra mahkota yang menjelma jadi meriam meledak jadi dua bagian yaitu ke Labuhan Deli telontar sebagian dan sebagian lagi terlontar di dataran tinggi Karo Kabanjahe.

Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, dekat Lhok Seumawe Aceh, Putri Hijau moho diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur. Permohonan Tuan Putri dikabulkan. Tetapi baru saja acara upacara dimulai, tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang maha dasyat disusul oleh gelombang yang sangat tinggi. Dari dalam laut muncul abangnya yang menjelma jadi ular naga itu dan menggunakan rahangnya yang besar untuk mengambil peti adiknya yang dikurung, lalu membawa masuk ke dalam laut.

Legenda ini sampai sekarang masih terkenal di kalangan orang-orang Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan benteng dan puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedang sisa meriam penjelmaan Abang Putri Hijau dapat dilihat di halaman Istana Maimoon Medan.


(41)

Deli terkenal namanya keseluruh penjuru dunia setelah dipelopori Nienhuys yang membuka perkebunan tembakau di sekitar Medan. Hal inilah yang menarik para investor asing dan menyebabkan banyak orang-orang dari daerah lain yang pindah ke daerah Deli untuk mencari nafkah.

Pada tahun 1918, Medan dijadikan kotapraja, tetapi tidak masuk di dalamnya kota Matsum dan daerah Sungai Kera yang tetap berada di bawah kekuasaan Kesultanan Deli. Pada masa itu penduduk Medan telah berjumlah 43.826 jiwa. Namun dengan Keputusan Gubernur Propinsi Sumatera Utara Nomor 66/III/PSU, terhitung mulai tanggal 21 September 1951 ditetapkan luas Kota Medan 5.130 Ha dan meliputi 4 kecamatan. Kemudian, melalui Undang-Undang Darurat No. 7 dan 8 Tahun 1956, dibentuk di Propinsi Sumatera Utara Daerah-daerah Tingkat II, antara lain Kabupaten Deli Serdang dan Kotamadya Medan.

Dan melalui Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1973, Kota Medan jadi 26.510 Ha yang terdiri dari 11 kecamatan dan 116 kelurahan. Kemudian dengan Surat Persetujuan Mendagri No. 140.2271/PUOD tanggal 5 Mei 1986 jumlah Kelurahan tambah 8 kelurahan di Kota Medan jadi 19 kecamatan setelah dimekarkan. Kemudian setelah melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 tahu 1992 tentang pembentukan beberapa kecamatan Sumatera Utara termasuk dua kecamatan pemekaran di Kotamadya daerah Tingkat II Medan, sehingga yang sebelumnya terdiri dari 19 kecamatan dimekarkan menjadi 21 kecamatan serta luas area 265,10 Ha hingga sampai saat ini.


(42)

Selengkapnya Wilayah Kota Medan saat ini terdiri dari beberapa kecamatan, yaitu TABEL 3. 1

Kecamatan Di Kota Medan

Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 1992 No. Kecamatan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Kecamatan Medan Tuntungan Kecamatan Medan Johor Kecamatan Medan Amplas Kecamatan Medan Denai Kecamatan Medan Area Kecamatan Medan Kota Kecamatan Medan Maimum Kecamatan Medan Polonia Kecamatan Medan Baru Kecamatan Medan Selayang Kecamatan Medan Sunggal

Kecamatan Medan Helvetia Kecamatan Medan Petisah Kecamatan Medan Barat Kecamatan Medan Timur Kecamatan Medan Perjuangan Kecamatan Medan Tembung Kecamatan Medan Deli Kecamatan Medan Labuhan Kecamatan Medan Marelan Kecamatan Medan Belawan

Sumber: Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara A. 2. Letak dan Geografis

Kota Medan berada pada letak 3 30' – 3 43' Lintang Utara dan 98 35' – 98 44' Bujur Timur. Untuk itu topogrsfi Kota Medan cenderung miring ke Utara dan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter diatas permukaan laut. Kota Meadan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2001 berkisar antara 23,3 C – 24,3 C dan maksimum berkisar antara 30,8 C – 33,2 C serta menurut Stasiun Sampali suhu minimumnya berkisar antara 23,3 C – 24,1 C – dan suhu maksimumnya berkisar antara 31,0 C – 33,1 C.


(43)

Denganluas wilayah 26.510 hektar (265,10 km) atau 3,6% dari luas keseluruhan Propinsi Sumatera Utara dengan jumlah penduduk 2.392.922 jiwa (data BPS 2003). Adapun yang menjadi batas-batas wilayah dari Kota Medan adalah sebagai berikut:

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang;

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang;

• Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang;

• Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Selat Malaka, yang merupakan salah satu lintas laut paling sibuk (padat) di dunia.

A. 3. Jumlah dan Klasifikasi Penduduk

Menurut data akhir tahun 2007, jumlah penduduk Kota Medan adalah 2.067.288 jiwa, dengan kepadatan penduduk 7.798 jiwa/km2 dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 0,92 %. Untuk lebih lengkapnya mengenai perincian jumlah penduduk tersebut dapat dilihat pada table berikut:

TABEL 3. 2

Jumlah Dan Kepadatan Penduduk Kota Medan Tahun 2007

No. Kecamatan Penduduk Luas (Ha) Kepadatan (Jiwa/Km2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat 68.983 113.593 111.771 137.690 107.558 82.982 48.958 52.034 43.524 48.208 108.496 142.187 67.057 77.867 14,90 15,00 13,84 8,86 3,90 5,40 3,98 8,28 4,94 19,80 15,70 11,60 4,50 6,60 4.630 7.573 8.076 15.541 27.579 15.367 12.301 6.284 8.810 2.435 6.910 12.258 14.902 11.798


(44)

15 16 17 18 19 20 21 Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 112.108 103.759 139.065 145.714 104.829 121.716 94.735 7,60 4,40 6,80 17,60 45,20 36,20 10,00 14.751 23.582 20.451 8.279 2.319 3.362 9.474

Jumlah 2.067.288 265,10 7.798

Sumber : Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara

Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk Kota Medan paling banyak berdomisili di Kecamatan Medan Deli, sedangkan kepadatan penduduk yang tertinggi di Kecamatan Medan Area.

Untuk gambaran klasifikasi penduduk Kota Medan menurut kelompok Umur dan Jenis Kelamin, dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 3. 3

Distribusi Penduduk Kota Medan

Menurut Golongan Umur Dan Jenis Kelamin Tahun 2007

Golongan Umur (Tahun) Laki - Laki Perempuan Jumlah 0 – 4

5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 – 59 60 – 64 65 Ke atas

103.340 102.827 105.245 119.440 113.386 101.445 89.145 73.317 63.581 48.506 33.019 25.985 20.879 27.492 97.231 96.394 100.405 122.706 128.253 110.684 90.830 74.296 61.408 45.644 31.761 26.041 21.031 32.998 200.572 199.221 205.650 24.216 241.638 212.128 179.976 147.613 124.989 94.150 64.780 52.026 41.911 60.490

Jumlah Total 1.027.607 1.039.681 2.067.288

Sumber : Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara

Berdasarkan data diatas, dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Medan yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak dari laki-laki. Umur jenis kelamin laki-laki


(45)

yang paling banyak adalah pada umur 15 – 19 tahun dan umur perempuan yang paling banyak adalah pada umur 20 – 24 tahun. Sedangkan golongan umur penduduk yang paling banyak adalah golongan umur 20 – 24 tahun.

Ditinjau dari sudut agama yang dianut, penduduk Kota Medan adalah cukup majemuk sebab menganut agama yang berbeda-beda. Secara lebih terperinci dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 3. 4

Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama Di Kota Medan Tahun 2007

Kecamatan Islam Katolik Protestan Budha Hindu Jumlah Total Medan Tuntungan Medan Johor Medan Amplas Medan Denai Medan Area Medan Kota Medan Maimun Medan Polonia Medan Baru Medan Selayang Medan Sunggal Medan Helvetia Medan Petisah Medan Barat Medan Timur Medan Perjuangan Medan Tembung Medan Deli Medan Labuhan Medan Marelan Medan Belawan 31.657 76.616 84.611 99.030 72.868 37.224 33.115 33.809 21.281 51.036 75.802 93.957 31.456 48.350 72.691 64.206 102.360 122.331 80.069 111.914 72.431 6.445 4.558 2.688 2.832 1.041 1.938 1.071 1.843 2.401 5.363 3.041 5.252 2.324 1.696 2.449 2.378 4.168 1.786 3.405 606 2.022 30.590 21.589 23.658 29.384 4.445 19.970 2.659 6.837 16.504 25.854 17.018 39.302 15.311 9.501 15.431 23.909 20.363 13.526 15.220 4.555 16.822 111 10.416 693 6.341 27.762 23.536 9.083 8.127 2.348 872 11.540 3.240 16.217 17.371 20.627 12.594 11.826 7.804 5.995 4.368 3.241 180 413 120 103 442 314 1.030 1.418 990 1.083 1.548 435 1.750 948 910 672 347 267 139 274 219 68.983 113.593 111.771 137.690 107.558 82.982 46.958 52.034 43.524 84.208 108.949 142.187 67.057 77.867 112.108 103.759 139.065 145.714 104.829 121.716 94.736 Jumlah Total 1.416.815 59.308 373.451 204.113 13.602 2.067.288 Sumber : Biro Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara


(46)

Berdasarkan data tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk Kota Medan sebagian besar memeluk agama Islam 1.416.815 jiwa, protestan 373.451 jiwa, Budha 204.113 jiwa, Katolik 59.308 jiwa dan terakhir agama Hindu berjumlah 13.602 jiwa.

Salah satu masalah yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah Kota Medan dari keadaan penduduknya adalah masalah pengangguran. Dari tahun ke tahun para pencari kerja yang terdaftar terus mengalami peningkatan. Untuk lebih lengkapnya mengenai perincian tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:

TABEL 3. 5

Pencari Kerja Yang Terdaftar Di Kota Medan (April 2008)

Jenjang Pendidikan Jumlah

Tamat SD SLTP SLTA D.I/D.II D.III/SM. Sarjana (S.I)

- 640 632 - 65 85

Jumlah Total 1.422

Sumber : Dinas Tenaga Kerja Kota Medan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pencari kerja yang terdaftar paling banyak adalah mereka yang berpendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) adalah 640 orang, disusul tamatan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) adalah 632 orang, Sarjana (S-I) 85 orang, Sarjana Muda/Diploma 65 orang.

B. Gambaran Umum Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan B. 1. Sejarah Perkembangan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan

Sejarah perkembangan berdirinya Dinas Tenaga Kerja secara ringkas terdiri dari 6 tahap/bagian yaitu:


(47)

a. Masa Hindia Belanda

Kantor yang khusus mengurusi soal perburuhan masa Hindia Belanda baru dibentuik pada tahun 1921 dengan nama “Kantor Van Arbeid” (Kantor Perburuhan) yang bernaung di bawah Depaertemen Kehakiman. Kantor ini terdiri dari 2 bagian yaitu:

• Untuk urusan perundang-undangan dan statistik.

• Untuk urusan pengawasan perburuhan seluruh Jawa dan Madura. b. Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)

Pada masa penjajahan Jepang, semua tenaga kerja dikerahkan untuk membantu Jepang dalam memenangkan perang, untuk keperluan itu pemerintah pendudukan Jepang membantu bagian pemerintah dari pusat ke kabupaten yang dikenal dengan nama Romokyoku atau Romusha. Hal ini berlangsung sampai Jepang Menyerah kepada Sekutu dan Indonesia memploklamirkan kemerdekaannya.

c. Masa Revolusi Fisik (1945-1950)

Pada tahun 1946 oleh pemerintah Republik Indonesia dibentuk bagian pemusatan terhadap tenaga kerja yang bernaung di bawah Kementerian Sosial. Pada tanggal 25 Juli 1947 dengan Ketetapan Presiden RI No. 3 Tahun 1947, Dibentuk Kementerian Perburuhan yang berlaku terhitung mulai tanggal 3 juli 1947, Jawatan Perburuhan bekas Kementerian Sosial dijadikan Jawatan Sosial. Jawatan Perburuhan terdiri atas:

• Kantor Pusat Jawatan Perburuhan

• Kantor Penempatan Tenaga Kerja. d. Masa Orde Lama (1950-1966)


(48)

Berdasarkan Peraturan Menteri Perburuhan Tanggal 16 Agustus 1959 Nomor 47 Jo. Peraturan Menteri Perburuhan Tahun 1955 Nomor 303, Jawatan Penempatan Tenaga Kerja diorganisir menjadi sebagai berkut:

• Kantor Pusat Jawatan Penempatan Tenaga (JPT)

• Kantor Pusat Instansi Jawatan

• Kantor Penempatan Tenaga Daerah di 37 tempat. e. Masa Orde Baru (1966-1998)

Pada tahun 1966 istilah Departemen Perburuhan diganti menjadi Departemen Tenaga Kerja. Berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera tanggal 3 November 1966 Nomor 75/U/KED/II/1966 tentang struktur organisasi dan pembagian tugas departemen, Departemen Tenaga Kerja mempunyai seorang Sekretaris Jenderal dan dua orang Direktur Jenderal. Pada tahun 1983 Direktorat Transmigrasi dipisahkan dari Departemen Tenaga Kerja dan dijadikan sebuah departemen. Dengan kata lain, Departemen Tenaga Kerja telah berdiri sendiri sebagai sebuah departemen dalam lingkungan pemerintahan, yaitu dalam Kabinet Pembangunan III dengan Menteri Tenaga Kerja pertamanya adalah Sudomo. Sedangkan menteri yang membawahi Departemen Tenaga Kerja dalam Kabinet Pembangunan VI adalah Drs. Abdul Latief.

f. Masa Reformasi (1998 - sampai sekarang)

Dinas Tenaga Kerja Kota Medan adalah perpanjangan tangan pemerintah yang menjalankan tugasnya di bidang ketenagakerjaan dengan prinsip koordinasi dan sinkronisasi secara vertikal maupun horizontal. Dinas Tenaga Kerja Kota Medan berada dibawah pimpinan seorang Kepala Dinas Tenaga Kerja dan membawahi Sub Dinas lainnya. Dan Dinas Tenaga Kerja Kota Medan berada dibawah Departemen Tenaga Kerja


(49)

yang berada juga dibawah Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Jadi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono dengan Kabinet Indonesia Bersatu adalah Fahmi Idris.

B. 2. Kedudukan, Tugas Pokok, dan Fungsi

Dinas Tenaga Kerja mempunyai Kedudukan, Tugas, dan Fungsi sebagai berikut: 1. Kedudukan.

Dinas Tenaga Kerja adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang ketenagakerjaan yang dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

2. Tugas Pokok

Dinas Tenaga Kerja mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang ketenagakerjaan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

3. Untuk melaksanakan tugas sesuai dengan bidang tugasnya, Dinas Tenaga Kerja mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis di bidang ketenagakerjaan;

b. Mengawasi kegiatan di bidang hubungan industrial, perlindungan pekerja, dan jaminan sosial pekrja;

c. Memberikan rekomendasi tenaga kerja asing bagi keperluan imigrasi dan pemberian perizinan di bidang ketenagakerjaan;


(50)

d. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;

e. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

B. 3. Susunan Organisasi

Adapun susunan organisasi Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan menurut Keputusan Walikota Medan Nomor : 59 Tahun tentang Tugas Pokok Dan Fungsi Dinas Tenaga Kerja tertanggal 15 November 2001, terdiri dari:

a. Kepala Dinas.

Kepala Dinas mempunyai tugas membantu Kepala Daerah, yaitu sebagai unsur pelaksana pemerintah Kota.

b. Bagian Tata Usaha.

Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Dinas di bidang ketatausahaan yang meliputi pengelolaan administrasi kepegawaian, keuangan, perlengkapan, kerumahtanggaan dan urusan umum lainnya.

Untuk melaksanakan tugasnya, maka Bagian Tata Usaha mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Mengelola urusan administrasi kepegawaian.

• Mengelola urusan keuangan dan perbendaharaan serta rencana penyusunan laporan keuangan Dinas.

• Melaksanakan pengelolaan urusan surat menyurat dan urusan umum lainnya.


(51)

• Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

Dengan demikian Bagian Tata Usaha terdiri dari: 1. Sub Bagian Kepegawaian

2. Sub Bagian Keuangan

3. Sub Bagian Umum dan Perlengkapan. c. Sub Dinas Bina Program.

Sub Dinas Bina Program mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas dalam mempersiapkan, menyusun rencana kegiatan dan program tahunan.

Untuk melaksanakan tugasnya, maka Sub Dinas Bina Program mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Mempersiapkan data untuk bahan penyusunan rencana kegiatan Dinas.

• Melaksanakan penyusunan rencana kegiatan dan program tahunan Dinas.

• Melaksanakan koordinasi dalam rangka pemberhasilan terhadap pelaksanaan program Dinas.

• Mengevaluasi seluruh kegiatan yang telah direncanakan sesuai dengan program Dinas.

• Melaporkan seluruh rencana kegiatan baik yang telah dilaksanakan maupun yang belum dilaksanakan sesuai dengan evaluasi yang ada.

• Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai bidang tugasnya.

Sub Dinas Bina Program terdiri dari: 1. Seksi Program Ketenagakerjaan


(52)

2. Seksi Evaluasi dan Laporan

d. Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja.

Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dalam bidang penempatan tenaga kerja dan perluasan kerja.

Untuk melaksanakan tugasnya, maka Sub Dinas Penempatan Tenaga Kerja mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Mempersiapkan data dan menyusun rencana kegiatan Sub Dinas.

• Melakukan pencatatan tenaga kerja khususnya kepada pencari kerja.

• Memberikan bimbingan pengurusan penyaluran dan penempatan tenaga kerja serta perluasan kerja dalam dan luar negeri.

• Melaksanakan administrasi perizinan penggunaan tenaga kerja asaing yang bekerja baik tenaga tenaga kerja warga Negara pendatang maupun tenaga kerja asing menetap.

• Melakukan usaha-usaha untuk menciptakan lapangan kerja bagi pencari kerja melalui system padat karya.

• Melaksanakan pendataan bagi instansi pemerintah dan swasta yang membutuhkan tenaga kerja dan memberikan informasi kepada instansi pemerintah dan swsta yang membutuhkan tenaga kerja.

• Menyelenggarakan kegiatan penyaluran tenaga, penempatan tenaga kerja dan perluasan tenaga kerja.

• Melaksanakan pembinaan terhadap tenaga kerja untuk tenaga kerja mandiri.

• Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.


(53)

Berikut ini adalah Sub Dinas Tenaga Kerja dan Perluasan Kerja yang terdiri dari: 1. Seksi Tenaga Kerja Mandiri

2. Seksi Penyaluran Tenaga Kerja 3. Seksi Penempatan Tenaga Kerja

4. Seksi Perluasan Tenaga Kerja dan Teknologi Tepat Guna e. Sub Dinas Pelatihan dan Produktifitas Tenaga Kerja.

Sub Dinas Pelatihan dan Produktifitas Tenaga Kerja mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas di bidang pelatihan dan produktifitas tenaga kerja.

Untuk melaksanakan tugasnya, maka Sub Dinas Pelatihan dan Produktifitas mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Mempersiapkan data dan menyusun rencana kegiatan Sub Dinas.

• Menyuluh dan membimbing pengusaha kecil dan menengah dalam rangka peningkatan produktifitas dan pemagangan.

• Melaksanakan pembinaan terhadap pelaksanaan latihan/kursus yang dilakukan oleh lembaga latihan swasta, pemerintah dan perusahaan dibidang ketenagakerjaan.

• Menyelenggarkan pelatihan terhadap pencari kerja dan menyiapkan standarisasi, test kualifikasi dan memberikan perizinan kepada lembaga pelatihan kerja swasta.

• Menyelenggarakan kegiatan pelatihan terhadap instruktur.

• Menyelenggarakan kegiatan pemagangan.

• Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.


(54)

1. Seksi Instruktur dan Lembaga 2. Seksi Program dan Sertifikasi 3. Seksi Pemagangan

4. Seksi Bimbingan Produktifitas Tenaga Kerja. f. Sub Dinas Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja.

Sub Dinas Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas dibidang hubungan industrial dan persyaratan kerja termasuk pembinaan, penyelesaian, perselisihan, hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Untuk melaksanakan tugasnya, maka Sub Dinas Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Mempersiapkan data dan menyusun rencana kegiatan Sub Dinas.

• Melaksanakan pembinaan Hubungan Industrial dan Persyaratan Kerja terhadap pengusaha dan pekerja.

• Melaksanakan kegiatan pemerataan dalam hal penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

• Meneliti, mensyahkan dan mendaftarkan peraturan perusahaan dan kesepakatan kerja bersama (KKB).

• Menyelenggarakan pembinaan organisasi pekerja dan pengusaha.

• Melaksanakan latihan hubungan industrial.

• Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.


(55)

1. Seksi Organisasi Pekerja dan Pengusaha 2. Seksi hubungan Industral

3. Seksi Persyaratan Kerja

4. Seksi Perselisihan Hubungan Industrial g. Sub Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan.

Sub Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas dinas dibidang pengawasan ketenagakerjaan.

Untuk melaksanakan tugasnya, maka Sub Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan mempunyai fungsi sebagai berikut:

• Mempersiapkan data dan menyusun rencana kegiatan Sub Dinas.

• Melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan di perusahaan.

• Melaksanakan pengawasan dan penyidikan terhadap pelanggaran norma kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan kerja serta jaminan social tenaga kerja dan penggunaan tenaga kerja asing.

• Memproses penerbitan izin pemakaian ketel uap, bejana tekan dan peralatan yang digunakan perusahaan.

• Memproses penerbitan penyimpangan waktu kerja dan izin kerja malam wanita serta wajib lapor ketenagakerjaan.

• Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

Sub Dinas Pengawasan Ketenagakerjaan terdiri dari: 1. Seksi Pengawasan Norma Kerja


(56)

3. Seksi Pengawasan Kesehatan Tenaga Kerja dan Lingkungan Kerja 4. Seksi Pengawasan Keselamatan Kerja.

h. Unit Pelaksana Teknis Dinas.

Unit Pelaksana Teknis Dinas Tenaga Kerja adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Balai Latihan Kerja, dipimpin oleh seorang Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.

Unit Pelaksana Teknik Dinas Tenaga Kerja (UPTD) mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pelatihan kerja dalam rangka usaha penyediaan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan dan keterampilan.

i. Kelompok Jabatan Fungsional.

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Dinas Tenaga Kerja sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

Untuk lebih jelasnya mengenai susunan organisasi pada Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan dapat dilihat pada gambar berikut ini:


(1)

89 BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan tentang Peranan Pengawasan Kantor Dinas Tenaga Kerja Dalam Pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Medan yang telah diuraikan, maka penulis menarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang harus dimiliki oleh setiap organisasi mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar termasuk Kantor Dinas tenaga Kerja Kota Medan, sebab pengawasan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sebuah organisasi untuk mengamati pelaksanaan suatu kegiatan tertentu agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 2. Pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Dinas Tenaga dalam pelaksanaan Upah

Minimum kota (UMK) di Kota Medan sudah berjalan dengan baik, hal tersebut dapat dilihat dari adanya hasil pemeriksaan, pelaporan, penyidikan, dan sanksi hukuman yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan penyimpangan dan melanggar ketentuan Upah Minimum Kota (UMK).

3. Dilihat dari mekanisme pengawasan yang dilakukan, untukkeberhasilan pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Medan, pihak Kantor Dinas Tenaga Kerja melakukan pengawasan yang bersifat terpadu dengan lebih menitik beratkan pada pengawasan preventif dan pengawasan represif.


(2)

4. Ketentuan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Medan telah terlaksana dengan baik, hal itu dapat terlihat bahwa jumlah perusahaan yang sudah melaksanakan Upah Minimum Kota (UMK) terus mengalami peningkatan.

5. Dalam pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan sangat berperan dan menentukan agar keberhasilan pelaksanaan Upah Minimum kota (UMK) sesuai dengan ketentuan Upah Minimum Kota (UMK).

B. Saran

1. Untuk menjamin pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) secara menyeluruh perlu kiranya lebih dintensifkan pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Kantor dinas Tenaga Kerja Kota Medan, baik berupa pengarahan maupun tindakan yang tegas terhadap perusahaan yang tidak lagi mematuhi ketentuan-ketentuan atau melakukan penyimpangan terhadap ketentuan-ketentuan-ketentuan-ketentuan tentang Upah Minimum Kota (UMK).

2. Untuk lebih meningkatkan efesiensi dan efektifitas pelaksanaan pengawasan, pihak Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Medan perlu menyediakan kendaraan dinas yang mampu mendukung bagi pengawas yang akan turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan.

3. Dengan makin besarnya jumlah perusahaan dan permasalahannya di Kota Medan akan semakin banyak dan kompleks juga permasalahan pada perusahaan itu, untuk itu pihak Kantor Dinas Tenaga Kerja perlu menambah kuantitas dan


(3)

91

kualitas pegawai pengawas ketenagakerjaan yang sekarang ini dianggap masih tetap kurang memadai.

4. Jumlah perusahaan dan permasalahannya di Kota Medan akan semakin banyak dan kompleks, maka sebagai Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang ada di Dinas Tenaga Kerja perlu mendapat pendidikan pegawai spesialis, untuk memudahkan para pegawai pengawas memahami kejadian-kejadian di lapangan. 5. Disamping pengawasan yang dilakukan oleh pihak Kantor Dinas Tenaga Kerja,

kelancaran pelaksanaan Upah Minimum Kota (UMK) di Kota Medan juga tidak terlepas dari pada peran serta dari lembaga/instansi lain. Untuk itu perlu lebih ditingkatkan koordinasi dengan lembaga/instansi terkait.


(4)

92

Anonim, Undang–Undang Ketenagakerjaan 2003; UU RI No. 13 Th. 2003 tentang Ketenagakerjaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2003.

Handayaningrat, Soewarno. Pengantar Ilmu Administrasi dan Manajemen, CV. Haji Masagung, Jakarta,1983.

Handoko, T. Hani. Manajemen Edisi II, BPFE, Yogyakarta, 2003.

Harahap, Sofyan Syafri. Sistem Pengawasan Manajemen, PT. Pustaka Quantum, Jakarta, 2001.

Hasibuan, Malayu. Manajemen Dasar, Pengertian dan masalah.Edisi Revisi, Bumi Aksara, Jakarta, 2001.

Kartasapoetra R. G, SH., Hukum Perburuhan di Indonesia Berdasarkan Pancasila. Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1992.

Khakim, Abdul. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia; Berdasarkan UU

No.13 Th.2003. PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian di Bidang Sosial, Gajah Madah University Press, Yogyakarta,1990.

Siagian, Sondang. P,. Fungsi-fungsi Manajerial, Bumi Aksara, Jakarta, 2001.

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. Metode Penelitian Survai, LP3S, Jakarta, 1995.

Soepomo, Imam. Pengantar Hukum Perburuhan, Djambatan, Jakarata, 1992. Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta, Bandung, 2005.

Sukarna. Dasar-dasar Manajemen, Penerbit Mandar Jaya, Bandung, 1992 Perundang-undangan

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: KEP-226/MEN/2000.

Tentang Perubahan Pasal 1,3,4,8,11,20, dan 21.Peraturan Menteri Tenaga

Kerja No.PER-01/MEN/1999. Tentang Upah Minimum.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-231/MEN/2003.Tentang

Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Keputusan Gubernur Sumatera Utara. No.561/034.K/Tahun 2008, Tentang Upah

Minimum Kota Medan Tahun 2008.

Keputusan Gubernur Sumatera Utara. No.561/2048/K/Tahun 2007, Tentang


(5)

93

93

Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: PER-01/MEN/I/2006.

Tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Peraturan Menteri Nomor : 01 Tahun 2006 Tentang Penangguhan Pelaksanaan Upah

Minimum.

Peraturan Pemerintah Nomor: 8 Tahun1981 Tentang Perlindungan Upah.

Keputusan Walikota Medan Nomor: 59 Tahun 2001. Tentang Tugas Pokok Dan


(6)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Jl. Dr. A. Sofian No. 1 Kampus USU. P. Bulan Medan -20155

Medan, Juni 2008 Kepada Yth.

Bapak/Ibu Pegawai Disnaker Di- Medan

Dengan hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Samuel Pardosi

Nim : 030903053

Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP – USU

Saat ini sedang melakukan penelitian dalam rangka menyusun skripsi dengan judul : “PERANAN PENGAWASAN DINAS TENAGA KERJA DALAM PELAKSANAAN UPAH MINIMUM KOTA (Pada Dinas Kota Medan) “.

Dengan ini datang kehadapan Bapak/Ibu untuk memohan bantuan agar sudi kiranya mengisi daftar pertanyaan yang saya lampirkan sesuai dengan petunjuk yang tertera.

Atas perhatian dan partisipasi yang Bapak/ibu berikan, saya ucapkan terimakasih

Hormat saya,