PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) PADA BANK DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI.

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG UANG

ELEKTRONIK (

ELECTRONIC MONEY

) PADA BANK

DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI PEMBAYARAN

NON TUNAI

MARIA MARGARETHA CHRISTI NINGRUM BLEGUR LAUMURI NIM. 120 300 5023

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(2)

Skripsi ini dibuat untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Udayana

MARIA MARGARETHA CHRISTI NINGRUM BLEGUR LAUMURI NIM. 120 300 5023

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016


(3)

(4)

(5)

rahmat dan karunia-Nya skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC MONEY) PADA BANK DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI PEMBAYARAN NON TUNAI, dapat diselesaikan sebagai tugas akhir mahasiswa sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Udayana.

Melalui kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan rasa terima kasih kepada berbagai pihak yang sangat berperan dalam proses penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Bapak Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, S.H., M.H., Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2. Bapak I Ketut Sudiarta, S.H., M.H., Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Udayana.

3. Bapak I Wayan Bela Siki Layang, S.H., M.H., Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Udayana.

4. Bapak I Wayan Suardana, S.H., M.H., Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Udayana.

5. Bapak Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH, Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana.


(6)

7. Ibu I Gst. Ayu Puspawati, SH., MH., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

8. Bapak Ida Bagus Putu Sutama, SH., M.Si., Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, pengarahan, saran, semangat, dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan ini.

9. Dewan Penguji Skripsi yang telah meluangkan waktunya untuk menguji skripsi ini.

10. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana yang telah menuntun dan memberikan ilmu pengetahuan selama kuliah sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

11. Bapak dan Ibu Staff Laboratorium, perpustakaan, dan tata usaha yang telah memberikan bantuan selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Udayana. 12. Kepada keluarga penulis Marthen Blegur Laumuri, SH., Ni Ketut Resni

Blegur Laumuri, SH., Junia Adolfina Blegur Laumuri, SH., dan Juniar Ayu Deviantary Blegur Laumuri terimakasih atas doa serta dorongan morilnya yang dengan penuh kesabaran, pengorbanan, dukungan, perhatian, dan terus menemani serta memberikan semangat selama penulisan skripsi ini.

13. Kepada keluarga besar Blegur Laumuri atas doa dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.


(7)

A.A. Ngurah Rai Suarjaya Di Putra yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini serta rekan-rekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Angkatan 2012 yang telah menemani mulai dari awal kuliah hingga menyelesaikan jenjang pendidikan sarjana ini.

15. Kepada keluarga besar Persekutuan Mahasiswa Kristen Fakultas Hukum Universitas Udayana atas doa, kasih dan dukungannya serta memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini, semoga dikemudian hari penulis dapat lebih meningkatkan lagi kemampuannya. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Denpasar, Januari 2016 Penulis


(8)

Hukum/Skripsi ini merupakan hasil karya asli penulis, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh penulis lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila Karya Ilmiah/Penulisan Hukum/Skripsi ini terbukti merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain dan/atau dengan sengaja mengajukan karya atau pendapat yang merupakan hasil karya penulis lain, maka penulis bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku. Demikian Surat Pernyataan ini saya buat sebagai pertanggungjawaban ilmiah tanpa ada paksaan maupun tekanan dari pihak manapun juga.

Denpasar, Januari 2016 Yang menyatakan,

( Maria Margaretha C.N. Blegur Laumuri ) NIM. 120 300 5023


(9)

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iv

HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... ix

HALAMAN DAFTAR ISI ... x

ABSTRAK ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah ... 6

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 6

1.5 Tujuan Penulisan ... 8

1.5.1 Tujuan umum ... 8

1.5.2 Tujuan khusus ... 8

1.6 Manfaat Penulisan ... 8

1.6.1 Manfaat teoritis ... 8

1.6.2 Manfaat praktis ... 9

1.7 Landasan Teoritis ... 9


(10)

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum ... 21

1.8.5 Teknik analisa bahan hukum ... 21

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM, DAN ELECTRONIC MONEY 2.1 Perlindungan Hukum ... 22

2.1.1 Pengertian Perlindungan Hukum ... 22

2.1.2 Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Electronic Money ... 24

2.2 Electronic Money ... 26

2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Electronic Money ... 26

2.2.2 Jenis-jenis dan Manfaat Electronic Money ... 28

2.2.3 Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran Uang Elektronik ... 30

2.2.4 Hubungan Hukum antara Bank dan Pemegang Electronic Money ... 37

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG ELECTRONIC MONEY PADA BANK DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI SECARA ELEKTRONIK 3.1 Pengaturan Terkait Transaksi Menggunakan Uang Elektronik .... 44


(11)

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA KEGIATAN ALAT PEMBAYARAN UANG ELEKTRONIK TERHADAP

KERUGIAN YANG DIALAMI OLEH PEMEGANG

ELECTRONIC MONEY

4.1 Tanggung Jawab Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran Uang Elektronik sebagai Upaya Perlindungan Hukum terhadap Kerugian yang dialami Pemegang Electronic Money ... 60 4.2 Penjatuhan Sanksi Bagi Penyelenggara Kegiatan Alat

Pembayaran Uang Elektronik yang dapat Merugikan Pemegang

Electronic Money ... 73

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 80 5.2 Saran ... 81


(12)

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan kemajuan ilmu teknologi dan informasi di era globalisasi saat ini telah mempengaruhi bahkan mengubah seluruh aspek kegiatan kehidupan manusia salah satunya pola interaksi antar anggota masyarakat. Perkembangan teknologi dan informasi saat ini, juga sedikit banyak telah diterapkan dalam dunia perbankan yang bertujuan untuk mempermudah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang nantinya diharapkan dapat berdampak pada kemakmuran masyarakat Indonesia apabila dimanfaatkan secara tepat sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (untuk selanjutnya disebut UU Perbankan).

Dalam menjalankan kegiatan perbankan yang berdampak pada kemakmuran masyarakat Indonesia sebagaimana yang diatur dalam Pasal 2 UU Perbankan maka kegiatan perbankan harus didasarkan pada demokrasi ekonomi sebagai landasan dalam menjalankan kegiatan perbankan dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian yang merupakan karakteristik perbankan di Indonesia. Perbankan yang didasarkan kepada demokrasi ekonomi ini merupakan perwujudan dari amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.


(13)

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945) ditegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga segala bidang dan tidak terkecuali perekonomian khususnya bidang perbankan di Indonesia juga harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Perbankan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian suatu negara, kemajuan suatu bank pada sebuah negara dapat juga dijadikan tolak ukur kemajuan negara yang bersangkutan, maka kemajuan suatu negara sejalan dengan peranan perbankan dalam mengendalikan perekonomian negara tersebut. Artinya keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan pemerintah dan masyarakatnya. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa dunia perbankan memiliki hubungan yang sangat erat dengan perkembangan perekonomian suatu negara. “Apabila sistem perbankan suatu negara sehat, maka ia akan menunjang pembangunan ekonomi. Sebaliknya, jika sistem perbankan suatu negara tidak sehat akan berdampak tidak baik bagi pembangunan ekonomi.”1

Dalam perkembangan kehidupan perekonomian suatu negara, peranan uang sangat penting. Dikatakan penting karena uang mempunyai beberapa fungsi, antara lain sebagai alat penukar atau alat pembayaran dan pengukur harga. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mata uang yang digunakan adalah rupiah, yang telah diterima dan digunakan sejak zaman kemerdekaan. Macam uang rupiah terdiri atas uang kertas dan uang logam konvensional yang selama

1Hermansyah, 2012, Hukum Perbankan Nasional Indonesia Edisi 2, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 174.


(14)

ini dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang (selanjutnya disebut UU Mata Uang).

Perkembangan teknologi dan informasi dalam dunia perbankan telah membawa perubahan salah satunya penggunakan sistem pembayaran dalam bentuk elektronik. Dalam dunia perbankan alat pembayaran elektronik atau non tunai dapat diklasifikasi dalam alat pembayaran menggunakan kartu yaitu kartu kredit (Credit Card), kartu ATM (Automated Teller Machines Card) atau kartu debet (Debit Card) dan kartu penyimpanan dana (Stored Value Card). Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Nomor 11/11/DASP perihal Uang Elektonik (Electronic Money) pada tanggal 13 April 2009 oleh Bank Indonesia maka berkembang alat pembayaran elektronik bentuk lainnya yang selanjutnya diatur terpisah dengan alat pembayaran menggunakan kartu yang dikenal dengan nama Uang Elektronik atau Electronic Money (yang selanjutnya disebut e-money).

Perkembangan e-money dapat digunakan sebagai alternatif alat pembayaran non tunai yang dapat dijangkau masyarakat yang selama ini belum mempunyai akses kepada sistem perbankan. Hal ini dikarenakan alat pembayaran elektronik berupa kartu hanya dapat diterbitkan oleh bank dengan melalui proses otorisasi yang berkaitan dengan rekening nasabah di bank, sedangkan e-money dapat diterbitkan oleh bank maupun lembaga selain bank tanpa harus melalui proses otorisasi yang tidak berkaitan dengan rekening nasabah di bank sehingga dapat diartikan pemegang e-money tidak harus menjadi nasabah bank penerbit, atau dengan kata lain setiap orang dapat memiliki dan menggunakan e-money.


(15)

Penggunaan e-money dalam masyarakat merupakan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat akan kecepatan, dan ketepatan dalam melakukan transaksi pembayaran yang bersifat makro (retail) yaitu pembayaran dalam jumlah sedikit, yang dapat menekan angka kriminalitas karena konsumen tidak harus membawa uang dalam jumlah yang banyak saat melakukan transaksi pembayaran yang bersifat makro (retail) tersebut. Electronic money digunakan hanya dengan menempelkan kartu pada sensor pada alat yang telah disediakan oleh penerbit pada pedagang (merchant) maka saldo yang terdapat dalam kartu akan otomatis terpotong. Electronic money juga dapat di isi ulang (top up) oleh konsumen pada tempat yang telah disediakan oleh penerbit.

Berkaitan dengan pembayaran non tunai tersebut Bank Indonesia berkepentingan untuk memastikan bahwa sistem pembayaran non tunai yang digunakan oleh masyarakat dapat berjalan aman, efisien, dan handal.2

Transaksi dengan menggunakan e-money yang dilakukan tanpa melalui proses otorisasi serta tidak berkaitan dengan rekening nasabah suatu bank sehingga menyebabkan e-money tidak memerlukan konfirmasi data atau

Personal Identification Number (PIN).3 Namun dalam penggunaannya perlu diperhatikan bahwa e-money merupakan teknologi ciptaan manusia yang mempunyai kelemahan-kelemahan. Permasalahan yang akan timbul dalam penggunaan e-money terjadi apabila penggunaan e-money dalam melakukan

2Siti Hidayati et. all., 2006, Kajian Operasional E-money, Bank Indonesia, h. 27. 3Siti Hidayati et. all, op.cit, h. 5.


(16)

transaksi pembayaran non tunai tersebut disalahgunakan oleh pihak lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi pemegang e-money.

Perlindungan terhadap pemegang e-money haruslah didasari oleh semakin majunya perkembangan uang elektronik dan teknologi guna mencapai sasaran yang diinginkan oleh lembaga perbankan dalam meningkatkan efisiensi dalam bertransaksi menggunakan layanan perbankan. Sehingga perlindungan hukum diperlukan oleh pemegang e-money untuk menjamin kepastian hukum serta persamaan kedudukan antara penerbit dan pemegang e-money, termasuk apabila kartu e-money tersebut hilang, dicuri atau adanya penyalahgunaan terhadap kartu tersebut yang dapat menyebabkan kerugian bagi pemegang kartu e-money.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas sudah menjadi keperluan yang mendesak akan adanya suatu perlindungan terhadap pemegang e-money sebagai konsumen, dengan demikian kompleksnya permasalahan yang menyangkut perlindungan hukum terhadap pemegang e-money, lebih-lebih menyongsong era perdagangan bebas yang akan datang.4 Maka penulis kemudian mengangkat permasalahan tersebut dalam tulisan yang berjudul : “PERLINDUNGAN

HUKUM BAGI PEMEGANG UANG ELEKTRONIK (ELECTRONIC

MONEY) PADA BANK DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI

PEMBAYARAN NON TUNAI.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :


(17)

1.2.1 Bagaimanakah perlindungan hukum bagi pemegang electronic money pada Bank dalam melakukan transaksi secara elektronik?

1.2.2 Bagaimanakah tanggung jawab penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik terhadap kerugian yang dialami oleh pemegang electronic money?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Untuk lebih terarahnya tulisan ini perlu kiranya diadakan pembatasan terhadap permasalahan tersebut. Hal ini untuk menghindari adanya pembahasan yang menyimpang dari permasalahan yang dikemukakan, adapun ruang lingkup dari tulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Aspek perlindungan hukum perlindungan hukum bagi pemegang electronic money pada Bank dalam melakukan transaksi secara elektronik.

2. Tanggung jawab penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik terhadap kerugian yang dialami oleh pemegang electronic money.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Perbedaan penulisan hukum ini dengan karya peneliti lain adalah : Tabel I

Nomo

r Peneliti Judul Rumusan Masalah 1. Ni Putu Sanatha

Sarathy L.

061 605 1242, Program Ekstensi

Fakultas Hukum Universitas Udayana

1. Bagaimana kewenangan Bank Indonesia terhadap pengembangan


(18)

Denpasar, Tahun 2010, judul “Electronic Money

Sebagai Alat Pembayaran Non Tunai Dalam Praktek

Perbankan”.

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap

pengguna Electronic Money dalam praktek perbankan ?

2. Junia Adolfina Blegur Laumuri

100 300 5215, Fakultas Hukum Universitas Udayana,

Tahun 2014, judul “Perlindungan Hukum

terhadap Penggunaan Data Pribadi Nasabah terkait Privacy Rights

dalam Kegiatan

Internet Banking”.

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap

penggunaan data pribadi nasabah terkait privacy rights dalam kegiatan

internet banking ? 2. Apakah sanksi hukum

terhadap bank terkait penyalahgunaan data pribadi nasabah dalam kegiatan internet banking ?


(19)

1.5 Tujuan Penulisan

Penulisan ini sudah barang tentu nantinya mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1.5.1 Tujuan umum.

Berupa upaya untuk dapat melakukan pengembangan ilmu hukum yang sejalan dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses), dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandek (final) dalam penggaliannya atas kebenaran di bidang obyeknya masing-masing. Melalui penulisan ini turut diupayakan untuk melakukan pengembangan pada ilmu hukum bisnis khususnya hukum perbankan.

1.5.2 Tujuan khusus.

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum perlindungan hukum bagi pemegang electronic money pada Bank dalam melakukan transaksi secara elektronik.

2. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik terhadap kerugian yang dialami oleh pemegang electronic money.

1.6 Manfaat Penulisan

1.6.1 Manfaat teoritis.

1. Hasil penulisan ini diharapkan memberikan manfaat bagi perkembangan Hukum khususnya mengenai perlindungan hukum perlindungan hukum bagi pemegang electronic money pada Bank dalam melakukan transaksi


(20)

secara elektronik dan tanggung jawab penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik terhadap kerugian yang dialami oleh pemegang electronic money.

2. Hasil penulisan ini dapat dipergunakan sebagai sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum yang dapat digunakan sebagai acuan bagi tulisan-tulisan yang sejenis di kemudian hari.

1.6.2 Manfaat praktis.

1. Melalui penulisan ini maka peneliti dapat mencari jawaban atas permasalahan yang diteliti, sehingga nantinya dapat memberikan kesimpulan dan saran sebagai akhir dari penulisan.

2. Dengan adanya hasil penulisan ini, penulis dapat mengembangkan pemikiran, penalaran, pemahaman, tambahan pengetahuan serta pola kritis bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam penulisan atau dalam bidang ini.

1.7 Landasan Teoritis

Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat dan peradaban manusia secara global, dimana teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi “pedang bermata dua”, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.


(21)

Perkembangan teknologi sistem informasi juga telah membawa dampak yang sangat besar kepada seluruh sektor kehidupan manusia, dimana hal ini juga dialami oleh dunia perbankan. Dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) UU Perbankan, yang dimaksud perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. “Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa sistem perbankan adalah suatu sistem tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara keseluruhan.”5 Salah satu pelaksanaan kegiatan usaha perbankan yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah penggunaan e-money sebagai pengganti uang konvensional dalam melakukan transaksi pembayaran non tunai. Electronic Money berbeda dengan kartu prabayar atau non tunai pada umumnya seperti kartu kartu kredit (Credit Card), kartu ATM (Automated Teller Machines Card) atau kartu debit (Debit Card) dan kartu penyimpanan dana (Stored Value Card).

Penggunaan e-money sebagai sistem pembayaran elektronik juga memiliki kelemahan-kelemahan. Hal ini dikarenakan penggunaan e-money dilakukan tanpa melakukan proses otoritasi dan tidak dilengkapi dengan konfirmasi data atau PIN. Sehinnga diperlukannya pengaturan berkaitan dengan perlindungan hukum bagi pemegang e-money yang didasari oleh semakin majunya perkembangan uang elektronik dan teknologi guna mencapai sasaran yang


(22)

diinginkan oleh lembaga perbankan dalam meningkatkan efisiensi dalam bertransaksi menggunakan layanan perbankan.

Guna mencapai sasaran yang diinginkan oleh Bank dalam meningkatkan efisiensi dalam bertransaksi menggunakan uang elektronik sebagai satu bagian dalam tatanan sistem sosial di dalam masyarakat dalam hal ini pemegang e-money, keadaan ini kemudian menciptakan suatu hubungan timbal balik antara perusahaan dan para stakeholder (pemangku kepentingan) yang berarti bahwa perusahaan harus melaksanakan perannya secara dua arah untuk memenuhi kebutuhan perusahaan itu sendiri maupun para stakeholder lainnya dalam sebuah sistem sosial. Pendekatan stakeholder ini muncul untuk membangun suatu kerangka kerja yang responsif terhadap masalah yang dihadapi berbagai kelompok dan hubungan yang dihasilkan dengan cara yang strategis. Teori ini dikemukakan oleh R. Edward Freeman. Menurut Freeman, stakeholder

merupakan individu, kelompok manusia, komunitas atau masyarakat baik secara keseluruhan maupun parsial, internal maupun eksternal, yang memiliki hubungan serta kepentingan terhadap perusahaan, yang dapat mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Selanjutnya asumsi Stakeholder Theory menurut Thomas dan Andrew adalah :

1. Perusahaan memiliki hubungan dengan banyak kelompok-kelompok konstituen (Stakeholder) yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keputusan perusahaan.


(23)

2. Teori ini ditekankan pada sifat alami hubungan dalam proses dan keluarah bagi perusahaan dan stakeholder.

3. Kepentingan semua legitimasi stakeholder memiliki nilai secara hakiki, dan tidak membentuk kepentingan yang di dominasi satu sama lain.

4. Teori ini memfokuskan pada pengambilan keputusan manajerial.6

Berdasarkan asumsi stakeholder theory ini, perusahaan tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial. Perusahaan perlu menjaga legitimasi

stakeholder serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan.7

Menurut James E. Post, dengan menggunakan sudut pandang yang berbeda membagi stakeholder atau para pemangku kepentingan ini ke dalam dua kategori yaitu :

1. Primary Stakeholders

Merupakan berbagai pihak yang berinteraksi langsung dalam aktifitas bisnis perusahaan serta mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melaksanakan tujuan utamanya, yakni menyediakan barang dan jasa bagi masyarakat. Kategori primary stakeholder adalah Pemegang saham (stockholder), Karyawan (employees), Pemasok (suppliers), Kreditur (creditors), Pelanggan (customer), dan Pedagang besar dan eceran (wholesalers and retailers).

6Nor Hadi, 2011, Corporate Social Responsibility, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 94.


(24)

2. Secondary Stakeholders

Merupakan orang-orang atau kelompok di dalam masyarakat yang dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung oleh berbagai aktifitas atau keputusan utama perusahaan. Kategori dari secondary stakeholder

adalah Masyarakat secara umum (the general public), Komunitas local (local community), Pemerintah pusat dan daerah (federal state and local governments), Pemerintahan asing (foreign governments), Kelompok aktivis sosial (social activist groups), Media, dan Berbagai kelompok pendukung bisnis (business support groups).8

Dalam kaitannya dengan hubungan timbal balik antara pemegang e-money

dan Bank dalam melakukan transaksi menggunakan uang elektronik, maka pemegang e-money sebagai stakeholder perlu dilindungi hak-haknya untuk mendukung tercapainya tujuan Bank dalam penyelenggaraan uang elektronik. Menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dengan cara legislation dan voluntary self regulation dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase).9

Selain perlindungan hukum diperlukan juga sanksi berupa tanggung jawab hukum terhadap setiap pihak yang merugikan pihak lainnya dengan cara membayar ganti kerugian atau pemberian kompensasi. Dikalangan para ahli hukum, tanggung jawab sering diistilahkan dengan responsibility

8Dwi Kartini, 2009, Corporate Social Responsibility Transformasi Konsep Sustainability Management dan Implementasi di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, h. 8-9

9Johanes Gunawan, 1999, Hukum Perlindungan Konsumen, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, h.3.


(25)

(verantwoordelijkeheid) atau terkadang disebut dengan istilah liability.10

Liability adalah sikap hukum untuk mempertanggungjawabkan pelanggaran-pelanggaran atas kewajiban atau pelanggaran-pelanggaran atas hak pihak lain. Terkait dengan penyalahgunaan e-money apabila kartu e-money tersebut hilang, dicuri atau disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak berhak atas kartu tersebut yang dapat menimbulkan kerugian berkaitan dengan tanggung jawab hukum (legal responsibility) sebagai keterikatan terhadap ketentuan-ketentuan hukum maka pihak yang melakukan penyalahgunaan terhadap e-money tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Bila tanggung jawab hukum hanya dibatasi pada hukum perdata saja maka orang hanya terikat pada ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan hukum diantara mereka.11

Selain itu terkait hubungan hukum antara bank penerbit dan pemegang e-money pada saat melakukan transaksi pembayaran non tunai yang diikat dengan syarat dan ketentuan yang dibuat oleh pihak bank penerbit yang sering dikenal dengan istilah klausula baku, yang didasarkan pada asas kebebasan berkontrak antara pihak bank penerbit dan pengguna kartu e-money. Kebebasan berkontrak memberikan kebebasan bagi para pihak untuk mengadakan kontrak atau perjanjian dengan siapapun, dan bebas menentukan cakupan poin-poin serta persyaratan dari suatu perjanjian dengan ketentuan bahwa perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum maupun kesusilaan. Asas kebebasan berkontrak yang dalam

10Agus M. Tobar, 1990, Tanggung Jawab Produk, Sejarah, dan Perkembangannya, Kerjasama Ilmu Hukum Belanda dengan Indonesia Proyek Hukum Perdata, Denpasar-Bali, 3-14 Januari, h. 1.

11Bernadette M. Waluyo, 1997, Hukum Perlindungan Konsumen, Bahan Kuliah Universitas Parahyangan, h. 15.


(26)

bahasa asing disebut contracts vrijheid, contracteen vrijheid, atau partij autonomie, atau dalam pustaka bahasa Inggris disebut dengan freedom of contract adalah suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak atau perjanjian yang berisi dan macam apapun asal tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum dan kesusilaan.12

Cerminan asas kebebasan berkontrak tercermin dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut dengan KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :

Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Kebebasan berkontrak juga memberikan jaminan kebebasan terhadap seseorang untuk secara bebas dalam melakukan beberapa hal yang berkaitan dengan perjanjian tersebut yaitu:

a. Bebas menentukan akan melakukan perjanjian atau tidak; b. Bebas menentukan dengan siapa ia akan melakukan perjanjian; c. Bebas menentukan isi atau klausul perjanjian;

d. Bebas menentukan bentuk perjanjian;

e. Kebebasan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

12Ridwan Syahrani, 1985, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, h. 212.


(27)

1.8 Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian bertujuan mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodelogis, dan konsisten.13 Sedangkan penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.14 Adapun metode penelitian yang digunakan pada penulisan ini adalah sebagai berikut :

1.8.1 Jenis penelitian.

Penulisan ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Menggunakan pendekatan normatif oleh karena sasaran dari penelitian ini adalah hukum atau kaedah. Pada penelitian hukum jenis ini, acapkali hukum di konsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebaga kaedah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.15

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan (disamping adanya penelitian hukum sosiologis atau empiris yang terutama meneliti data primer).16

13Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2011, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 1.

14Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, h. 35.

15Amirudin, dan H Zainal Askin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 118.


(28)

Penulis melakukan penelitian dengan cara meneliti bahan pustaka, yaitu undang-undang terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini, maupun literatur yang berkaitan dengan materi untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan dengan melihat berbagai aspek sehingga akan diketahui secara jelas tentang perlindungan hukum dan tanggung jawab penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik terhadap kerugian yang dialami oleh pemegang e-money terkait penyalahgunaan dalam melakukan transaksi pembayaran non tunai.

1.8.2 Jenis pendekatan.

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Penelitian hukum normatif umumnya mengenal 7 (tujuh) jenis pendekatan yakni :17

a Pendekatan kasus (thecase approach)

b Pendekatan perundang-undangan (thestatute approach) c Pendekatan fakta (the fact approach)

d Pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach) e Pendekatan frasa (words & phrase approach)

f Pendekatan sejarah (historical approach)

g Pendekatan perbandingan (comparative approach)

Penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih ditujukan kepada pendekatan undang-undang (the statue approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach).

17Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 80.


(29)

1. Pendekatan undang-undang (the statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani.18

2. Pendekatan analisis konsep hukum (analytical & conceptual approach) yaitu beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum. Dengan mempelajari pandangan dan doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan memikirkan ide-ide yang melahirkan pengertian, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.

1.8.3 Sumber bahan hukum.

Sumber bahan hukum yang digunakan dalam penelitian hukum normatif adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–undangan, dan putusan hakim. Bahan hukum primer yang penulis gunakan di dalam tulisan ini yakni :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.


(30)

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem Dan Transaksi Elektronik

8. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/10/PBI/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 Tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah

9. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah Bank

10. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2005 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu. 11. Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 tentang

Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu. 12. Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang


(31)

13. Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money).

14. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP Tahun 2009 tentang uang Elektronik (Electronic Money).

15. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/13/DASP Tahun 2013 tentang Seluruh Bank Pekreditan Rakyat dan Lembaga Selain Bank Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu dan Uang Elektronik (Electronic Money) di Indonesia.

16. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Uang Elektronik (Electronic Money). Maupun Peraturan Perundangan lain yang berlaku di Indonesia terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini.

b Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum dan seterusnya.19 Bahan hukum sekunder dalam penulisan ini yaitu buku-buku terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini.

c Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder; contohnya adalah kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya,20

19Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op.cit, h. 13. 20Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, loc.cit.


(32)

dan sebagainya yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini.

1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum.

Dalam Penelitian ini untuk pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi kepustakaan (library research), meliputi sumber hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini. Sumber sekunder yaitu buku terkait serta tulisan hukum yang relevan dengan permasalahan yang dibahas.

1.8.5 Teknik analisis bahan hukum.

Bahan hukum yang dikumpulkan kemudian dianalisis dengan secara deskriptif kualitatif kemudian disajikan dengan deskripsi. Deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.21


(33)

2.1 Perlindungan Hukum

2.1.1 Pengertian perlindungan hukum.

Indonesia merupakan negara hukum, mengartikan bahwa negara Indonesia segala sesuatunya berdasarkan atas hukum bukan hanya semata-mata atas kekuasaan belaka. Hal ini juga berkaitan dengan jaminan oleh negara untuk memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga negaranya. Secara umum perlindungan hukum di Indonesia dilakukan berdasarkan alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Amandemen ke IV yang menyatakan bahwa “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia . . . maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia . . . .” Rumusan tersebut mendasari prinsip pengakuan dan perlindungan hukum di Indonesia.

Hukum adalah seperangkat norma atau kaedah yang berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan kedamaian didalam masyarakat.22 Menurut Satjipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang


(34)

lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.23 Sedangkan perlindungan hukum diartikan sebagai tindakan untuk melindungi atau memberikan pertolongan kepada subyek hukum dengan atau melalui instrumen-instrumen hukum.24 Secara umum perlindungan hukum pada hakekatnya memberi perlindungan yaitu memberi kedamaian yang intinya adalah keadilan.

Sejalan dengan itu menurut Johanes Gunawan, perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dan/atau pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase).25 Perlindungan hukum terhadap konsumen yang dapat dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi (no conflict/pre purchase) dapat dilakukan dengan cara antara lain:

1. Legislation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi dengan memberikan perlindungan kepada konsumen melalui peraturan perundang-undangan yang telah dibuat. Sehingga dengan adanya peraturan perundang tersebut diharapkan konsumen memperoleh perlindungan sebelum terjadinya transaksi, karena telah ada batasan-batasan dan ketentuan yang mengatur transaksi antara konsumen dan pelaku usaha.

23I Gusti Ngurah Udra Sanjaya, 2010, “Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Kontrak Kerjasama Pemberian Kredit Terhadap Karyawan Tetap (Kretap) di PT. BRI (Persero) Tbk. Cabang Denpasar, Tesis Magister Kenotariatan, Universitas Brawijaya, Malang, h. 27.

24Phillipus M. Hadjon, 1897, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, h. 3.


(35)

2. Voluntary Self Regulation, yaitu perlindungan hukum terhadap konsumen yang dilakukan pada saat sebelum terjadinya transaksi, dimana dengan cara ini pelaku usaha diharapkan secara sukarela membuat peraturan bagi dirinya sendiri agar lebih berhati-hati dan waspada dalam menjalankan usahanya.26 Sedangkan untuk perlindungan hukum terhadap konsumen pada saat setelah terjadinya transaksi (conflict/post purchase) dapat dilakukan melalui jalur Litigasi dan Non litagasi yang didasarkan pilihan para pihak yang bersengketa.

2.1.2 Perlindungan hukum terhadap pemegang electronic money.

Alinea keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 Amandemen ke IV telah mendasari perlindungan hukum bagi segenap bangsa Indonesia disegala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk dalam bidang perbankan khususnya berkaitan dengan perlindungan terhadap pemegang e-money.

Keberadaan bank dalam kehidupan masyarakat dewasa ini, mempunyai peran yang penting, lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara,27 sehingga perbankan merupakan sektor penting untuk menjalankan kegiatan perekonomian suatu negara. Dalam bukunya Hukum Perbankan, Sentosa Sembiring memberikan definisi tentang bank, yaitu bank adalah suatu badan usaha yang berbadan hukum yang bergerak dibidang jasa keuangan.28

Dalam menjalankan kegiatan usahanya tersebut lembaga perbankan sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat karena tanpa adanya kepercayaan

26Johanes Gunawan, op.cit., h.4. 27Hermansyah, op.cit, h. 7.


(36)

dari masyarakat, bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya dengan baik. Salah satu wujud dari implementasi peran hukum dalam kegiatan usaha (perbankan) diantaranya tercermin dalam wujud perlindungan hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat didalamnya.29

Electronic Money merupakan salah satu produk lembaga perbankan yang dipengaruhi oleh kemajuan perkembangan teknologi dan pola hidup masyarakat. Pemegang e-money tidak memerlukan proses otoritasi dan tidak terkait dengan rekening nasabah pada bank penerbit, dengan demikian setiap orang dapat mempunyai dan menggunakan e-money tersebut atau yang dapat disebut sebagai konsumen pemegang e-money.

Pengaturan tentang penyelenggaran kegiatan alat pembayaran uang elektronik diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money). Secara umum pengaturan berkaitan dengan perlindungan hak-hak konsumen telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 UUPK, “Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.” Yang dimaksud dengan konsumen dalam undang-undang ini berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UUPK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia

29Johan Arifin et. al., 2010, Perlindungan Hukum Nasabah Lembaga Keuangan Mikro


(37)

dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”

Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa pemegang e-money mempunyai hak perlindungan yang telah diakui dan dijamin perlindungan hukumnya oleh negara.

2.2 ELECTRONIC MONEY

2.2.1 Pengertian dan dasar hukum e-money.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang menyatakan:

Uang Elektronik (Electronik Money) adalah alat pembayaran yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :

a. diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;

b. nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server dan

chip;

c. digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan penerbit uang elektronik tersebut; dan

d. nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan.

Pengertian e-money mengacu pada definisi yang dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS) dalam salah satu publikasinya pada bulan Oktober 1996. Dalam publikasi tersebut e-money didefinisikan sebagai

“stored-value or prepaid products in which a record of the funds or value available to a consumer is stored on an electronic device in the consumer’s


(38)

possession” (produk stored-value atau prepaid dimana sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronik yang dimiliki seseorang).30

Pada awalnya penggunaan e-money diatur dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/8/PBI/2008 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/52/PBI/2008 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu. “Uang Elektronik (E-money) pada awalnya lebih dikenal dengan sebutan kartu penyimpan dana (Stored Value Card) yaitu sebuah kartu yang berfungsi untuk menyimpan sebuah dana dengan jumlah yang telah didepositkan.”31

Fungsinya stored value card hampir sama dengan kartu debit, namun stored value card ini tidak menyimpan identitas dari pengguna atau pemegang kartu (anonymous). E-money digunakan sebagai alat pembayaran

multipurpose yaitu kartu prabayar yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari berbagai jenis transaksi ekonomi. Selanjutnya pengaturan tentang e-money disempurnakan lagi dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) sebagai payung hukum bagi penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik.

30Implications for Central Banks of the Development of Electronic Money, 1996, Bank for Internatonal Settlements, Basle, h. 1.

31Ni Nyoman Anita Candrawati, 2013, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Uang Elektronik Dalam Melakukan Transaksi E-money”, Tesis Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar, h. 76.


(39)

2.2.2 Jenis-jenis dan manfaat e-money.

Dalam Pasal 1A Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) berdasarkan pencatatan data identitas pemegang uang elektronik dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :

a. Uang elektronik yang data identitas pemegang e-money terdaftar dan tercatat pada Penerbit (registered); dan

b. Uang elektronik yang data identitas pemegang e-money tidak terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit (unregistered).

Perbedaan dan persamaan antara jenis uang elektronik yang mewajibkan adanya pendaftaran data identitas pemegang (registered), dan jenis yang tidak memerlukan pendaftaran data identitas pemegang (unregistered), dapat dilihat sebagai berikut :

PERBEDAAN

REGISTERED UNREGISTERED

Pencatatan identitas pemegang

Data identitas pemegang terdaftar dan tercatat pada penerbit

Data identitas pemegang tidak terdaftar dan titar tercatat pada penerbit Fasilitas yang diberikan

oleh penerbit

- Registrasi pemegang - Pengisian ulang (top

up)

- Pembayaran transaksi - Pembayaran tagihan - Transfer dana - Tarik tunai

-Pengisian ulang (top up)

-Pembayaran transaksi -Pembayaran tagihan -Fasilitas lain

berdasarkan


(40)

- Penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat - Fasilitas lain

berdasarkan

persetujuan Bank Indonesia

Indonesia

Batas nilai uang elektronik yang tersimpan

Batas nilai uang elektronik yang tersimpan dalam media

chip/server paling banyak sebesar Rp. 5.000.000,-

(lima juta rupiah)

Batas nilai uang elektronik yang

tersimpan dalam media

chip/server paling banyak sebesar Rp. 1.000.000,-

(satu juta rupiah). PERSAMAAN

Batas nilai transaksi Batas nilai transaksi dalam 1 (satu) bulan untuk setiap uang elektronik paling banyak sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah).

Batas nilai transaksi dalam 1 (satu) bulan untuk setiap uang elektronik paling banyak sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah). Penerbit Lembaga perbankan dan

lembaga selain bank

Lembaga perbankan dan lembaga selain bank

Dilihat dari media yang digunakan, ada dua tipe produk e-money, yaitu:32

1. Prepaid card/kartu prabayar/electronic purses, dengan karakteristik :

32R. Serfianto, dkk, 2012, Untung Dengan Kartu Kredit, Kartu ATM-Debit, & Uang Elektronik, Visi Media, Jakarta, h. 98.


(41)

a) Nilai uang dikonvensi menjadi “nilai elektronis” dan disimpan dalam suatu chip (integrated circuit) yang tertanam pada kartu. b) Mekanisme pemindahan dana dilakukan dengan cara

memasukkan kartu ke suatu alat card reader.

2. Prepaid Software (disebut juga digital cash), dengan karakteristik : a) Nilai uang dikonvensi menjadi “nilai elektronis” dan disimpan

dalam suatu hard disk komputer.

b) Mekanisme pemindahan dana dilakukan secara online melalui suatu jaringan komunikasi seperti internet, pada saat melakukan pembayaran.

Manfaat atau kelebihan dari penggunaan e-money dibandingkan dengan uang tunai adalah sebagai berikut :33

- Lebih cepat dan nyaman dibandingkan dengan uang tunai, khususnya untuk transaksi yang bernilai kecil (micro payment), disebabkan nasabah tidak perlu menyediakan sejumlah uang pas untuk suatu transaksi atau harus menyimpan uang kembalian. Selain itu, kesalahan dalam menghitung uang kembalian dari suatu transaksi tidak terjadi apabila menggunakan e-money.

- Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu transaksi dengan

e-money dapat dilakukan jauh lebih singkat dibandingkan transaksi dengan kartu kredit atau kartu debit, karena tidak harus memerlukan proses otorisasi on-line, tanda tangan maupun PIN. Selain itu, dengan transaksi off-line, maka biaya komunikasi dapat dikurangi. - Electronic value dapat diisi ulang kedalam kartu e-money melalui

berbagai sarana yang disediakan oleh issuer.

2.2.3 Penyelenggara Kegiatan Alat Pembayaran Uang Elektronik

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) maka dapat dilihat pihak-pihak yang termasuk sebagai penyelenggara kegiatan alat pembayaran uang elektronik yaitu:


(42)

1. Prinsipal (Pasal 1 angka 5)

Bank atau Lembaga Selain Bank yang bertanggung jawab atas pengelolaan sistem dan/atau jaringan antar anggotanya, baik yang berperan sebagai penerbit dan/atau acquirer, dalam transaksi uang elektronik yang kerjasama dengan anggotanya didasarkan atas suatu perjanjian tertulis.

2. Penerbit atau issuer (Pasal 1 angka 6).

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa penerbit e-money

adalah bank dan lembaga selain bank. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang menyatakan “Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan, dan bank syariah sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai perbankan syariah.” Sedangkan, yang dimaksud dengan lembaga selain bank berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) menyatakan “Lembaga Selain Bank adalah badan usaha berbadan hukum Indonesia bukan Bank.”

Lebih lanjut diatur mengenai syarat-syarat dan ketentuan sebagai penerbit

e-money sebagai berikut :

1. Bank maupun Lembaga Selain Bank yang akan bertindak sebagai penerbit wajib memperoleh izin sebagai Penerbit dari Bank Indonesia.


(43)

2. Khusus untuk Lembaga Selain Bank yang akan menerbitkan e-money

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Berbadan hukum Indonesia dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT); dan b. Memiliki pengalaman dan reputasi baik dalam penyelenggaraan kartu

prabayar single-purpose single merchant atau multi-purpose single merchant di Indonesia minimal selama dua tahun.34

Bank dan Lembaga Selain Bank untuk mendapatkan izin sebagai Penerbit dari Bank Indonesia, Bank dan Lembaga Selain Bank wajib menyampaikan permohonan tertulis kepada Bank Indonesia. Permohonan tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen sebagai berikut :

a. Bank

1. Rencana kerja Bank yang didalamnya mencantumkan rencana kegiatan Bank sebagai penerbit;

2. Hasil analisis bisnis dari kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan;

3. Bukti kesiapan perangkat hukum; 4. Bukti kesiapan manajemen risiko; dan 5. Bukti kesiapan operasional.

b. Lembaga Selain Bank

1. Rencana kerja Lembaga Selain Bank;


(44)

2. Fotokopi dari akta pendirian badan hukum yang telah disahkan oleh pihak yang berwenang. Fotokopi akta pendirian badan hukum tersebut harus pula dilegalisir oleh pihak/pejabat yang berwenang;

3. Hasil analisis bisnis dari kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu yang akan dilakukan untuk 1 (satu) tahun ke depan;

4. Bukti kesiapan perangkat hukum;

5. Bukti kesiapan penerapan manajemen risiko; dan 6. Bukti kesiapan operasional.35

Penerbit atau issuer memegang peranan yang sangat penting dalam penyelenggaraan e-money, karena issuer adalah pihak yang mengelola float

atas electronic value yang diterbitkannya. Kepercayaan terhadap e-money sangat ditentukan oleh kemampuan issuer dalam memenuhi refund atau

redemption yang dilakukan oleh customer atau merchant.36 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 11 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang menyatakan “Dana Float

adalah seluruh Nilai Uang Elektronik yang diterima Penerbit atas hasil penerbitan Uang Elektronik dan/atau Pengisian Ulang (top up) yang masih merupakan kewajiban Penerbit kepada Pemegang dan Pedagang.”

Hal-hal yang perlu dijadikan pertimbangan dalam pengaturan issuer, antara lain sebagai berikut :

35Ibid, h. 36.


(45)

a. Kepentingan untuk menjaga stabilitas sistem pembayaran dan sistem keuangan secara nasional. Berdasarkan pertimbangan ini, maka pemberian izin kepada lembaga selain bank untuk menjadi issuer e-money perlu dilakukan secara hati-hati. Dalam kaitan ini, perlu diperhatikan sejauh mana efektivitas bank sentral sebagai otoritas pengatur dan pengawas sistem pembayaran kepada lembaga non-bank yang menjadi issuer dalam penyelenggaraan e-money;

b. Potensi implikasi penggunaan e-money terhadap efektivitas kebijakan moneter. Dalam kaitan ini, maka dalam pengaturan perlu juga diperhatikan sejauh mana akses bank sentral kepada lembaga non-bank dalam rangka efektivitas penerapan kebijakan moneter oleh bank sentral;

c. Di sisi lain, perlu juga dipertimbangkan kebutuhan para pelaku ekonomi non-bank yang ingin meningkatkan efisiensi bisnis mereka melalui pengembangan e-money, sehingga pengaturan yang dibuat tidak menghambat pengembangan inovasi baru dalam instrumen pembayaran non tunai. Hal ini didasarkan pada pengalaman di beberapa negara, dimana produk-produk e-money berawal dari kebutuhan untuk efisiensi dalam pembayaran jasa transportasi (ticketing) oleh penyedia jasa transportasi. Produk stored value card

yang semula hanya untuk pembayaran tiket (single purpose) kemudian mengalami perkembangan menjadi e-money (multi purpose stored value card).37

Setiap Penerbit atau issuer e-money harus menerapkan prinsip perlindungan nasabah dalam menyelenggarakan kegiatan transaksi non tunai dan prinsip kehati-hatian yang telah diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 7/60/2008. Selain itu Penerbit atau issuer e-money wajib meningkatkan keamanan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) untuk meminimalkan tingkat kejahatan dan kriminalitas dengan APMK dan juga untuk meningkatkan keamanan serta kepercayaan masyarakat terhadap APMK, khususnya e-money.

Saat ini penerbit atau issuer di Indonesia menerbitkan dua jenis Uang elektronik (e-money) yaitu, Uang elektronik (e-money) yang berbasis chip


(46)

(chip base) seperti kartu prabayar dan ada pula yang berbasis server (server base) seperti uang elektronik yang dapat diakses melalui telepon seluler (handphone). Penerbit-penerbit uang elektronik tersebut antara lain yaitu :38

No. Issuer

1 BPD DKI JAKARTA 2 BANK MANDIRI

3 BANK CENTRAL ASIA 4 PT. TELEKOMUNIKASI

5 PT. TELEKOMUNIKASI SELULAR 6 BANK MEGA

7 PT. SKYE SAB INDONESIA 8 PT. INDOSAT

9 BANK NEGARA INDONESIA 10 BANK RAKYAT INDONESIA 11 PT. XL AXIATA

12 PT. FINNET INDONESIA

13 PT. ARTAJASA PEMBAYARAN 14 BANK PERMATA

15 BANK CIMB NIAGA

16 PT. NUSA SATU INTI ARTHA 17 PT. BANK NATIONALNOBU 18 PT. SMARTFREN TELECOM 19 PT. MVCOMMERCE INDONESIA 20 PT. WITAMI TUNAI MANDIRI

3. Acquirer (Pasal 1 angka 7)

Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan kerjasama dengan pedagang, yang dapat memproses data uang elektronik yang diterbitkan oleh pihak lain serta bertanggung jawab atas penyelesaian pembayaran kepada pedangang.

“Secara umum, acquirer atau financial acquirer dalam konteks penyelenggaraan e-money adalah institusi (umumnya bank) yang bekerjasama

38Anonim , 2013, “Instrumen Pembayaran Nontunai : Uang Elektronik”, Bank Indonesia, URL : http://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/instrumen-nontunai/unik/Contents/Default.aspx, diakses tanggal 12 November 2015.


(47)

dengan merchant yang memelihara rekening merchant untuk menampung penerimaan dana atas electronic value yang ditagihkan (redeem) oleh merchant

kepada issuer.”39

4. Pedagang (Merchant) (Pasal 1 angka 9)

Penjual barang dan/atau jasa yang menerima transaksi pembayaran dari pemegang.

5. Penyelenggara Kliring (Pasal 1 angka 13)

Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan perhitungan hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik.

6. Penyelenggara Penyelesaian Akhir (Pasal 1 angka 14)

Bank atau Lembaga Selain Bank yang melakukan dan bertanggung jawab terhadap penyelesaian akhir atas hak dan kewajiban keuangan masing-masing penerbit dan/atau acquirer dalam rangka transaksi uang elektronik berdasarkan hasil perhitungan dan penyelenggara kliring.

7. Layanan Keuangan Digital (LKD) (Pasal 1 angka 15)

Kegiatan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan yang dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga serta menggunakan sarana dan perangkat teknologi berbasis mobile maupun berbasis web dalam rangka keuangan inklusif.


(48)

8. Agen LKD (Pasal 1 angka 16)

Pihak ketiga yang bekerjasama dengan Penerbit dan bertindak untuk dan atas nama Penerbit dalam memberikan LKD.

2.2.4 Hubungan Hukum Antara Bank dan Pemegang Electronic Money

Hubungan hukum adalah hubungan yang diatur oleh hukum dilakukan oleh subjek hukum yang dapat melahirkan akibat hukum yaitu hak dan kewajiban bagi para subjek hukum.40 Berdasarkan pengertian tersebut maka hubungan antara pemegang e-money dan Bank sebagai penerbit uang elektronik merupakan hubungan hukum yang didasarkan pada jual beli, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan “Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.” Hubungan hukum jual beli antara pemegang e-money

dan Bank sebagai penerbit uang elektronik melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak dalam penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran uang elektronik. Hak dan kewajiban ini merupakan keadaan yang tercipta karena adanya hubungan timbal balik antara pemegang e-money dan Bank sebagai penerbit uang elektronik. Bank penerbit perlu menjaga legitimasi stakeholder dalam hal ini pemegang e-money serta mendudukannya dalam kerangka kebijakan


(49)

sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan alat pembayaran menggunakan uang elektronik.41

Berkaitan dengan kewajiban yang timbul setalah adanya hubungan hukum tersebut dalam hubungannya dengan proses transaksi secara elektronik, maka yang perlu diperhatikan oleh Bank penerbit adalah aspek keamanan pada saat pemegang e-money melakukan transaksi menggunakan uang elektronik pada pedagang (merchant). Hal ini dikarenakan dalam melakukan transaksi e-money

pada prinsipnya pemegang e-money melakukan transaksi pembayaran dengan pedagang (merchant) menggunakan e-money miliknya yang dalam hal ini tidak berhubungan langsung dengan otoritas Bank penerbit e-money. Dengan adanya transaksi pembayaran tersebut, nilai elektronik atau saldo pada e-money akan berkurang dan berpindah ke pedagang (merchant) melalui alat yang disebut

card reader.42 Pertukaran data elektronik pemegang e-money atau konsumen pengguna e-money ini dapat dilakukan melalui kontak langsung (contact) atau tidak langsung (contactless). Sehingga dalam proses transaksi e-money atau transaksi secara elektronik tersebut dalam penerapannya, Bank penerbit harus menerapkan mekanisme operasional uang elektronik secara aman, handal, dan dapat beroperasi sebagaimana mestinya.43

Aspek penting lainnya yang harus diperhatikan juga dalam proses transaksi e-money adalah aspek perlindungan konsumen, hal ini dikarenakan pemegang e-money merupakan konsumen pemegang e-money yang harus diperhatikan hak-haknya sebagai pengguna e-money dalam melakukan

41Nor Hadi, loc.cit.

42Ni Nyoman Anita Candrawati, op.cit, h. 90. 43Siti Hidayati et all, op.cit, h. 31.


(50)

transaksi pembayaran menggunakan e-money. Hal ini harus dilakukan oleh Bank penerbit untuk meminimalkan adanya risiko-risiko yang dapat merugikan hak-hak pemegang e-money sebagai konsumen pemegang e-money.

Secara minimum, yang harus dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik adalah :

1. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan penyelenggara sistem elektronik yang telah berlangsung;

2. Dapat melindungi otentifikasi, integrasi, rahasia, ketersediaan, dan akses dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan

4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk dengan bahasa, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggara sistem elektronik tersebut.44

Jenis-jenis transaksi dengan e-money, secara umum meliputi:

1. Penerbitan (issuance) dan pengisian nilai uang (top-up atau loading)

“Pengisian „nilai uang‟ pertama kali kedalam e-money dapat dilakukan terlebih dahulu oleh issuer sebelum dijual kepada ke konsumen. Untuk selanjutnya konsumen dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang umumnya dapat dilakukan melalui ATM dan terminal-terminal pengisian


(51)

ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh issuer.”45 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang menyatakan “Pengisian Ulang (top up) adalah penambahan Nilai Uang Elektronik pada Uang Elektronik.” Proses pengisian ulang melalui ATM/terminal pada umumnya dirancang agar dapat langsung mempengaruhi/mendebet rekening nasabah yang telah ‟link‟ dengan kartu e-money milik konsumen.

“Proses pengisian ulang pada umumnya dilakukan secara on-line dengan koneksi langsung ke komputer issuer, namun demikian dimungkinkan pula pengisian dilakukan secara offline dimana penyelesaian transaksi oleh

issuer dilakukan setelah saldo di kartu bertambah.”46 Dalam beberapa kasus, untuk produk e-money yang “reloadable” dimungkinkan pula

bersaldo negatif (overdraft) dimana pada saat ada penagihan, dana tersebut akan ditalangi dari rekening nasabah yang telah diperjanjikan sebelumnya.

2. Transaksi pembayaran

Pada saat seseorang melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu e-money, maka mekanisme yang dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut :

- Konsumen meng-insert/mengarahkan kartu ke terminal merchant;

45Siti Hidayati et all, op.cit, h. 10. 46Siti Hidayati et all, op.cit, h. 11.


(52)

- Terminal merchant memeriksa kecukupan saldo e-money terhadap nominal yang harus dibayar;

- Jika saldo pada kartu e-money lebih besar dari nominal transaksi, terminal memerintahkan kartu untuk mengurangi saldo pada kartu sejumlah nominal transaksi;

- Kartu milik konsumen kemudian memerintahkan terminal untuk menambah saldo pada terminal sebesar nominal transaksi.47

3. Deposit, Collection

a. Deposit/Refund

Pada beberapa produk, nasabah pemegang e-money dapat melakukan

refund atau penyetoran kembali dana pada e-money yang tidak terpakai/masih tersisa untuk didepositkan ke dalam rekeningnya.

b. Collection

Proses collection biasanya dilakukan oleh merchant yaitu penyetoran

electronic value yang diterima oleh merchant dari konsumen kepada

issuer untuk untung rekening merchant.48

Dalam hal pengelolaan e-money oleh issuer atau Penerbit kepada pemegang e-money maupun merchant atau pedangan, maka Bank Indonesia menerapkannya dalam bentuk yaitu :

a. Penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement)

Dalam hal penerbit adalah bank, kebijakan cadangan minimum ini dapat diterapkan sebagaimana halnya penetapan cadangan minimum untuk dana pihak ketiga. Apabila penerbit adalah non-bank maka perlu ada kebijakan yang jelas untuk pengelolaan float e-money, antara lain :

47Ibid


(53)

- Besarnya cadangan minimum yang harus dipelihara dari waktu ke waktu.

- Bentuk cadangan minimum dan lembaga penyimpan dana cadangan minimum tersebut.

- Mekanisme pengawasan oleh otoritas pengawas terkait pemenuhan

issuer non-bank atas cadangan minimum.

- Perlu tidaknya asuransi atas float yang dikelola oleh issuer bank maupun non-bank untuk mengantisipasi ketidakmampuan issuer dalam hal mengalami insolvency. 49

Selain untuk mengantisipasi pemenuhan kewajiban issuer kepada pemegang kartu dan merchant, penetapan cadangan minimum (reserve requirement) juga dapat digunakan sebagai instrumen moneter dalam pelaksanaan kebijakan moneter oleh bank sentral atau otoritas moneter. Untuk mengantisipasi perkembangan e-money yang cukup signifikan di masa yang akan datang, maka bank sentral sebagai otoritas moneter perlu diberi kewenangan yang jelas dalam menetapkan reserve requirement

kepada seluruh issuer e-money baik bank maupun non-bank.50 b. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan float

“Penerapan prinsip kehati-hatian ini dilakukan sehingga diharapkan tidak terjadi kegagalan dalam pemenuhan tagihan (credit risk). Dalam hal ini perlu diatur bentuk investasi yang diperbolehkan dalam rangka pengelolaan float.”51

49Ibid,h. 34. 50Ibid


(54)

c. Pengaturan mengenai pengakuan pendapatan terhadap kartu e-money yang tidak diklaim sampai dengan jangka waktu tertentu, misalnya karena rusak, hilang, dan lain-lain.52

Suatu produk e-money dapat didesign hanya untuk sekali penggunaan (disposable) dimana tidak dapat digunakan lagi apabila dana yang tersimpan pada e-money telah habis. Alternatif lainnya adalah produk e-money yang dapat diisi ulang setiap waktu melalui berbagai cara (reloadable), seperti transfer dari rekening, pembayaran tunai atau dengan kartu kredit.53

Produk e-money yang ada saat ini di Indonesia hanya menggunakan sistem

single currency yaitu mata uang yang berlaku di negara yang bersangkutan dalam hal ini Rupiah.

52Ibid, h.35.


(1)

sehingga dapat mendukung pencapaian tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan

alat pembayaran menggunakan uang elektronik.41

Berkaitan dengan kewajiban yang timbul setalah adanya hubungan hukum tersebut dalam hubungannya dengan proses transaksi secara elektronik, maka yang perlu diperhatikan oleh Bank penerbit adalah aspek keamanan pada saat

pemegang e-money melakukan transaksi menggunakan uang elektronik pada

pedagang (merchant). Hal ini dikarenakan dalam melakukan transaksi e-money

pada prinsipnya pemegang e-money melakukan transaksi pembayaran dengan

pedagang (merchant) menggunakan e-money miliknya yang dalam hal ini tidak

berhubungan langsung dengan otoritas Bank penerbit e-money. Dengan adanya

transaksi pembayaran tersebut, nilai elektronik atau saldo pada e-money akan

berkurang dan berpindah ke pedagang (merchant) melalui alat yang disebut

card reader.42 Pertukaran data elektronik pemegang e-money atau konsumen

pengguna e-money ini dapat dilakukan melalui kontak langsung (contact) atau

tidak langsung (contactless). Sehingga dalam proses transaksi e-money atau

transaksi secara elektronik tersebut dalam penerapannya, Bank penerbit harus menerapkan mekanisme operasional uang elektronik secara aman, handal, dan

dapat beroperasi sebagaimana mestinya.43

Aspek penting lainnya yang harus diperhatikan juga dalam proses

transaksi e-money adalah aspek perlindungan konsumen, hal ini dikarenakan

pemegang e-money merupakan konsumen pemegang e-money yang harus

diperhatikan hak-haknya sebagai pengguna e-money dalam melakukan

41Nor Hadi, loc.cit.

42Ni Nyoman Anita Candrawati, op.cit, h. 90. 43Siti Hidayati et all, op.cit, h. 31.


(2)

transaksi pembayaran menggunakan e-money. Hal ini harus dilakukan oleh Bank penerbit untuk meminimalkan adanya risiko-risiko yang dapat merugikan

hak-hak pemegang e-money sebagai konsumen pemegang e-money.

Secara minimum, yang harus dilakukan oleh penyelenggara sistem elektronik adalah :

1. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik yang berkaitan dengan

penyelenggara sistem elektronik yang telah berlangsung;

2. Dapat melindungi otentifikasi, integrasi, rahasia, ketersediaan, dan akses

dari informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut;

3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam

penyelenggaraan sistem elektronik tersebut; dan

4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk dengan bahasa, informasi, atau

simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan

penyelenggara sistem elektronik tersebut.44

Jenis-jenis transaksi dengan e-money, secara umum meliputi:

1. Penerbitan (issuance) dan pengisian nilai uang (top-up atau loading)

“Pengisian „nilai uang‟ pertama kali kedalam e-money dapat dilakukan

terlebih dahulu oleh issuer sebelum dijual kepada ke konsumen. Untuk

selanjutnya konsumen dapat melakukan pengisian ulang (top up) yang

umumnya dapat dilakukan melalui ATM dan terminal-terminal pengisian

44Ibid, h. 38.


(3)

ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh issuer.”45 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor

16/8/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor

11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronik Money) yang

menyatakan “Pengisian Ulang (top up) adalah penambahan Nilai Uang

Elektronik pada Uang Elektronik.” Proses pengisian ulang melalui

ATM/terminal pada umumnya dirancang agar dapat langsung

mempengaruhi/mendebet rekening nasabah yang telah ‟link‟ dengan kartu e-money milik konsumen.

“Proses pengisian ulang pada umumnya dilakukan secara on-line dengan

koneksi langsung ke komputer issuer, namun demikian dimungkinkan pula

pengisian dilakukan secara offline dimana penyelesaian transaksi oleh

issuer dilakukan setelah saldo di kartu bertambah.”46 Dalam beberapa

kasus, untuk produk e-money yang “reloadable” dimungkinkan pula

bersaldo negatif (overdraft) dimana pada saat ada penagihan, dana tersebut

akan ditalangi dari rekening nasabah yang telah diperjanjikan sebelumnya.

2. Transaksi pembayaran

Pada saat seseorang melakukan pembayaran dengan menggunakan kartu

e-money, maka mekanisme yang dilakukan secara garis besar adalah sebagai berikut :

- Konsumen meng-insert/mengarahkan kartu ke terminal merchant;

45Siti Hidayati et all, op.cit, h. 10. 46Siti Hidayati et all, op.cit, h. 11.


(4)

- Terminal merchant memeriksa kecukupan saldo e-money terhadap nominal yang harus dibayar;

- Jika saldo pada kartu e-money lebih besar dari nominal transaksi,

terminal memerintahkan kartu untuk mengurangi saldo pada kartu sejumlah nominal transaksi;

- Kartu milik konsumen kemudian memerintahkan terminal untuk

menambah saldo pada terminal sebesar nominal transaksi.47

3. Deposit, Collection a. Deposit/Refund

Pada beberapa produk, nasabah pemegang e-money dapat melakukan

refund atau penyetoran kembali dana pada e-money yang tidak terpakai/masih tersisa untuk didepositkan ke dalam rekeningnya.

b. Collection

Proses collection biasanya dilakukan oleh merchant yaitu penyetoran

electronic value yang diterima oleh merchant dari konsumen kepada issuer untuk untung rekening merchant.48

Dalam hal pengelolaan e-money oleh issuer atau Penerbit kepada

pemegang e-money maupun merchant atau pedangan, maka Bank Indonesia

menerapkannya dalam bentuk yaitu :

a. Penetapan cadangan minimum (minimum reserve requirement)

Dalam hal penerbit adalah bank, kebijakan cadangan minimum ini dapat diterapkan sebagaimana halnya penetapan cadangan minimum untuk dana pihak ketiga. Apabila penerbit adalah non-bank maka perlu ada kebijakan

yang jelas untuk pengelolaan float e-money, antara lain :

47Ibid


(5)

- Besarnya cadangan minimum yang harus dipelihara dari waktu ke waktu.

- Bentuk cadangan minimum dan lembaga penyimpan dana cadangan

minimum tersebut.

- Mekanisme pengawasan oleh otoritas pengawas terkait pemenuhan

issuer non-bank atas cadangan minimum.

- Perlu tidaknya asuransi atas float yang dikelola oleh issuer bank

maupun non-bank untuk mengantisipasi ketidakmampuan issuer dalam

hal mengalami insolvency. 49

Selain untuk mengantisipasi pemenuhan kewajiban issuer kepada

pemegang kartu dan merchant, penetapan cadangan minimum (reserve

requirement) juga dapat digunakan sebagai instrumen moneter dalam pelaksanaan kebijakan moneter oleh bank sentral atau otoritas moneter.

Untuk mengantisipasi perkembangan e-money yang cukup signifikan di

masa yang akan datang, maka bank sentral sebagai otoritas moneter perlu

diberi kewenangan yang jelas dalam menetapkan reserve requirement

kepada seluruh issuer e-money baik bank maupun non-bank.50

b. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan float

“Penerapan prinsip kehati-hatian ini dilakukan sehingga diharapkan tidak

terjadi kegagalan dalam pemenuhan tagihan (credit risk). Dalam hal ini

perlu diatur bentuk investasi yang diperbolehkan dalam rangka

pengelolaan float.”51

49Ibid,h. 34. 50Ibid


(6)

c. Pengaturan mengenai pengakuan pendapatan terhadap kartu e-money yang tidak diklaim sampai dengan jangka waktu tertentu, misalnya karena

rusak, hilang, dan lain-lain.52

Suatu produk e-money dapat didesign hanya untuk sekali penggunaan

(disposable) dimana tidak dapat digunakan lagi apabila dana yang tersimpan

pada e-money telah habis. Alternatif lainnya adalah produk e-money yang dapat

diisi ulang setiap waktu melalui berbagai cara (reloadable), seperti transfer dari

rekening, pembayaran tunai atau dengan kartu kredit.53

Produk e-money yang ada saat ini di Indonesia hanya menggunakan sistem

single currency yaitu mata uang yang berlaku di negara yang bersangkutan dalam hal ini Rupiah.

52Ibid, h.35.