Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan T1 462012072 BAB II

(1)

15 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Persepsi

2.1.1 Definisi Persepsi

Dalam setiap melakukan suatu tindakan, seorang individu pasti didasari dengan pemikiran. Pemikiran yang dimaksud adalah persepsi seseorang dalam mengamati sesuatu yang di temukan di sekelilingya. Menurut Sunaryo (2004) persepsi adalah suatu proses akhir dari suatu pengamatan yang diawali dengan proses pengindraan, yaitu proses penerimaan stimulus oleh alat indra, setelah itu terdapat perhatian pada individu, lalu diteruskan ke otak, dan kemudian individu tersebut menyadari sesuatu yang dinamakan persepsi. Definisi lain mengatakan persepsi merupakan proses yang kompleks yang dilakukan oleh individu untuk memilih, mengatur serta memberikan makna terhadap suatu kenyataan yang telah dijumpai disekelilingnya (Hardjana, 2003). Walgito (2001) dalam Sunaryo (2004) mendefinisikan persepsi sebagai proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap suatu stimulus yang telah diterima oleh individu sehingga merupakan aktivitas yang sudah integrated dalam diri individu, serta sesuatu yang mempunyai arti bagi individu.


(2)

Dengan demikian, peneliti dapat menyimpulkan makna dari persepsi yaitu sebagai proses dimana individu menerima suatu rangsangan melalui alat indra, kemudian rangsangan tersebut memampukan individu untuk memilih, mengartikan, memutuskan dan memberi makna terhadap apa yang dijumpai di sekelilingnya. Setiap manusia tentu mempunyai proses yang sama dalam menerima suatu informasi, tetapi persepsi dari setiap individu tidak akan selalu sama ketika memaknai sesuatu, bisa saja dua individu mempunyai persepsi yang berbeda ketika memberi makna terhadap suatu masalah yang sama. Perbedaan persepsi yang demikian tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu dari dalam diri individu itu sendiri maupun dari luar. Menurut Gunarsa (2002) persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor personal yaitu pengalaman, motivasi, dan kepribadian.

Faktor pertama yang mempengaruhi persepsi yaitu pengalaman. Pengalaman yang dimasksud yaitu facial meaning sensitivity yang mempunyai arti kepekaan menafsirkan ungkapan wajah personal stimuli. Pengalaman menyebabkan orang dapat menafsirkan ekspresi wajah, ungkapan, serta pesan sacara lebih cermat. Pengalaman didalam menafsirkan diperoleh


(3)

individu dari belajar secara formal dan nonformal. Faktor lain yang mengikuti pengalaman yaitu motivasi. Motivasi seseorang akan berpengaruh pada latar belakang yang menggerakan dan mengerahkan komunikasi interpersonal, antara lain motif biologis, hukuman, ciri kepribadian, ganjaran, serta perasaan diancam personal stimuli. Perasaan yang diancam ini menyebabkan adanya perseptual defence. Dengan pembelaan perceptual inilah individu yang menghadapi stimuli/pesan yang bersifat mengancam akan bereaksi sedemikian rupa, sehingga ia tidak menyadari adanya stimuli/pesan tersebut. Dua hal pada komunikasi yang bisa menyesatkan yaitu: seseorang hanya mendengar apa yang mau didengarnya, dan kebutuhan untuk mempercayai dunia yang adil, dunia yang diatur secara adil: “Setiap individu akan memperoleh apa yang layak diperolehnya.”

Salain pengalaman dan motivasi, terdapat faktor lain yang mempengaruhi persepsi seorang individu yaitu kepribadian. Sifat-sifat kepribadian dari individu akan berpengaruh dalam komunikasi. Misalnya, individu yang mempunyai kepribadian yang bersifat otoriter adalah orang yang kepribadiannya ditandai dengan adanya keteguhan untuk berpegang pada nilai konvensional,


(4)

mempunyai hasrat ingin berkuasa yang tinggi, serta kekakuan dalam hubungan interpersonal.

2.1.2 Proses Terjadinya Persepsi

Persepsi tidak muncul seketika seseorang melihat sesuatu di sekelilingnya, tetapi juga mempunyai proses dalam mempersepsikan sesuatu. Menurut Sunaryo (2004) persepsi melewati tiga proses, yaitu:

a. Proses fisik (kealaman) – Objek → stimulus → resptor atau alat indra.

b. Proses fisiologis–Stimulus → saraf sensori → otak. c. Proses psikologis–Proses dalam otak sehingga

membuat individu mampu menyadari stimulus yang telah diterima.

Jadi, syarat untuk mengadakan persepsi perlu ada proses fisik, fisiologis, dan psikolgis. Berikut bagan proses terjadinya persepsi:

Objek Stimulus Reseptor

Saraf Sensorik Otak

Saraf Motorik


(5)

Sumber: Sunaryo (2004)

Jika melihat proses terjadinya persepsi diatas, dapat disimpulkan bahwa proses awal terbentuknya persepsi yaitu berawal dari penglihatan kita terhadap suatu objek kemudian objek tersebut di stimulus ke otak melalaui saraf sensorik, lalu kemudian diolah di otak dan menghasilkan persepsi.

2.1.2 Perbedaan Persepsi

Terjadinya suatu persepsi pada setiap individu akan melalui proses yang sama. Tetapi setiap individu tidak selalu sama ketika mempersepsikan sesuatu, hal ini dipengaruhi oleh berbagai sebab. Menurut Sarwono (1976) perbedaan persepsi dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu:

a. Perhatian

Biasanya kita tidak menangkap semua stimulus yang berada di sekitar kita secara bersamaan, tetapi kita bisa memfokuskan perhatian kita terhadap satu objek ataupun dua objek saja. Perbedaan fokus yang terjadi antara satu individu dengan individu lainnya, membuat adanya perbedaan persepsi antara kedua individu tersebut.


(6)

b. Set

Set adalah suatu harapan individu terhadap rangsang yang akan timbul. Misalnya, pada seorang atlet kri yang sudah siap di garis start terdapat set pada individu tersebut bahwa akan ada terdengar bunyi pistol di saat ia harus mulai berlari. Perbedaan set yang terjadi pada setiap diri individu dapat membuat suatu perbedaan persepsi. Misalnya, A yang biasanya membeli telur dengan harga Rp. 14,- sebutir, sedangkan B biasa membeli dengan Rp. 10,-. jika A dan B bersama-sama membeli telur di tempat yang sama dan harga telur yang ada di tempat itu sebesar Rp. 12,50,- maka bagi A garha telur itu murah, sedangkan bagi B harga tersebut terlalu mahal.

c. Kebutuhan

Kebutuhan-kebutuhan yang sesaat ataupun yang menetap pada diri seseorang, akan berpengaruh pada persepsi individu tersebut. Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan yang berbeda pada setiap orang, dapat menyebabkan pula perbedaan persepsi pada setiap orang. Misalnya, A dan B yang sedang berjalan-jalan di


(7)

pertokoan. A, yang kebutuhannya sedang lapar dan ingin makan, akan mempersepsikan pertokoan tersebut itu penuh dengan tempat makan yang terdapat banyak makanan lezat, sedangkan B yang kebutuhannya ingin membeli sebuah jam tangan, tentu akan mempersepsikan pertokoan itu sebagai toko kelontong.

d. Sistem nilai

Sistem nilai yang berlaku di dalam sistem masyarakat akan mempunyai pengaruh terhadap persepsi. Suatu penelitian di Amerika Serikat (Bruner dan Godman 1947, Carter dan Schooler 1949) didapatkan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga kurang mampu atau miskin mempersepsikan sebuah mata uang logam lebih besar nilainya dari ukuran yang sebenarnya. Hal yang demikian tidak ditemukan pada anak-anak yang mempunyai lakeluarga kaya.

e. Ciri Keperibadian

Ciri kepribadian seseorang akan mempunyai pengaruh pada persepsi seseorang tersebut. Misalnya A dan B yang bekerja di kantor yang sama yang tentunya mempunyai satu orang atasan yang


(8)

sama pula. A yang mempunyai sifat pemalu dan penakut, akan mempersepsikan atasannya tersebut sebagai orang yang menakutkan dan harus dihindari, sedangkan bagi B yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, akan mempersepsikan atasannya sebagai orang yang bisa diajak bergaul, bekerjasama seperti dengan yang lainya.

Jadi, dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa perbedaan perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, dan ciri kepribadian pada setiap individu akan mempengaruhi bagaimana individu tersebut mempersepsikan sesuatu yang ditemukan di sekelilingnya.

2.2 Tinjauan Mengenai Dukun Bayi 2.2.1 Pengertian Dukun Bayi

Berbagai konsep masyarakat dan nilai yang ada di dalamnya, tidak terlepas pula berbagai lapisan masyarakat dengan profesi/pekerjaannya masing-masing, seperti perawat, dokter, bidan, guru dan lain sebagainya. Sampai saat ini, masih terdapat satu pekerjaan yang masih diakui dan dipercaya keberadaannya di antara profesi-profesi kesehatan yang sudah banyak tersedia di


(9)

masyarakat. Pekerjaan tersebut yaitu dukun bayi, yang masih banyak diakui dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia dan sering kali menjadi pilihan alternatif untuk menyelesaikan masalah kehamilan dan persalinan. Pengertian dukun bayi itu sendiri menurut Syafrudin dan Hamidah (2009) dukun bayi adalah orang yang sudah dianggap mempunyai keterampilan dan sudah mendapatkan suatu kepercayaan dari masyarakat untuk menolong persalinan dan memberikan perawatan untuk ibu dan anak sesuai dengan masing-masing kebutuhan masyarakat, kepercayan yang sudah ada pada masyarakat terhadap berbagai ketrampilan ataupun kemampuan dukun bayi ini mempunyai keterkaitan dengan sistem nilai budaya yang ada di masyarakat tersebut. Syafrudin dan Hamidah juga menambahkan bahwa dukun bayi dipercaya sebagai tokoh masyarakat setempat sehingga dukun bayi mempunyai potensi dalam hal pelayanan kesehatan. Sedangkan menurut Wiknjosastro (2007) mendefinisikan dukun bayi sebagai seorang wanita yang sudah berusia ± 50 tahun ke atas, pekerjaan ini sudah turun temurun di dalam keluarga atau karena dukun bayi merasa telah mendapat panggilan tugas ini. Definisi lain mengatakan dukun bayi adalah


(10)

seorang wanita yang sudah tua yang sudah mempunyai banyak pengalaman dalam memberikan pertolongnan pesalinan; tetapi seorang pria tua juga dapat melakukan pertolongan pada persalinan (Ihromi, 2006).

Berdasarkan beberapa definisi mengenai dukun bayi di atas maka dapat dibuat kesimpulan bahwa dukun bayi adalah seseorang dipercayai oleh masyarakat secara turun-temurun yang mempunyai kemampuan dalam membantu persalinan, kepercayaan masyarakat ini berkaitan dengan nilai budaya yang mereka pegang. Dengan demikian, peran dan pengaruh dukun bayi juga akan beragam sesuai dengan kultur daerah mereka.

Menurut Syafrudin (2009) dukun terbagi dalam dua jenis, yaitu dukun yang terlatih dan dukun tidak terlatih. Dukun terlatih adalah dukun yang sudah mendapatkan pelatihan dari tenaga kesehatan dan sudah dinyatakan lulus dari pelatihan tersebut. Sedangkan dukun yang tidak terlatih adalah dukun yang masih belum pernah mendapat pelatihan dari tenaga kesehatan atau dukun yang sedang mengikuti pelatihan dan belum dinyatakan lulus dari pelatihan yang diikuti.


(11)

2.2.2 Peran Dukun Bayi

Kepercayaan masyarakat terhadap dukun bayi sudah menjadi suatu kebiasaan yang sulit untuk kita hilangkan, karena didalamnya terdapat unsur budaya yang kuat sehingga dukun bayi masih dipercaya oleh masyarakat. Menurut Prawirohardjo (2005) kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan dan keterampilan yang dimiliki dukun bayi dalam menolong persalinan mempunyai keterkaitan dengan sistem nilai budaya yang ada di masyarakat setempat.

Keberadaan dukun di masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh nilai budaya saja tetapi peran yang dijalankan oleh dukun bayi membuat masyarakat masih memilih dukun bayi sebagai pilihan alternatif penolong persalian. Berbagai macam peran yang dimainkan dukun bayi yang membuat dukun juga tidak kalah dari penolong persalinan oleh tenaga kesehatan (dokter/bidan). Berikut beberapa peran dukun bayi menurut Chandranita Manuaba, dkk (2009):

1. Peran Sebagai Penasihat Tentang Kewajiban

Nasihat yang diberikan dukun dalam hal kewajiban ibu hamil dan keluarganya meliputi:


(12)

1) Suami-istri dinasehati untuk tetap menjaga perilaku dalam kehidupan rumah tangganya supaya tidak menggoncangkan kejiwaannya sehingga pertumbuhandan perkembangan janin yang di dalam kandungan ibu berlangsung dengan baik.

2) Ibu hamil disuruh untuk melihat segala suatu yang bersifat baik, sehingga tumbuh kembang janin dalam kandungan dapat berlangsung dengan baik.

3) Ibu hamil dianjurkan untuk bisa membaca sebuah cerita yang mengisahkan tentang kepahlawanan, keindahan, sehingga jika bayi sudah besar nanti dapat menjadi seseorang yang suka membaca.

4) Tidak diijinkan untuk melihat semua hal yang buruk, misalnya memotong ayam.

5) Bila menjumpai hal-hal yang mengejutkan, khususnya bagi ibu-ibu yang berasal dari suku

Jawa menyebutkan “amit-amit jabang bayi”,

sambil mengelus perutnya sebanyak tiga kali, tindakan ini diharapkan tidak akan berpengaruh terhadap tumbuh-kembang janin dalam rahim.


(13)

6) Suami diharapkan agar dapat berperilaku baik dan menganggap bayinya yang masih dalam kandungan sudah bisa diajak bicara, karena bila suami pergi dianjurkan untuk berpamitan terlebih dahulu atau jika pulang membawa oleh-oleh. 7) Suami tidak diperbolehkan untuk melakukan

hubungan seks setelah usia kehamilan istrinya berumur sekitar tujuh bulan.

Semua nasihat yang diberikan dukun bayi seperti yang sudah dijelaskan diatas, semua nasihat itu mencerminkan bahwa keadaan baik/buruk dapat mempengaruhi tumbuh-kembang kejiwaan janin. 2. Peran Sebagai Penasihat Tentang Makanan Saat

Hamil.

Dukun bayi sering mengasosiasikan makanan tertentu yang dianggap bisa menganggu pertumbuhan maupun perkembangan janin di dalam rahim ibu dan pada proses persalinan. Contoh makanan yang ditabukan:

1) Ibu tidak diijinkan untuk makan buah nanas terutama buah nanas muda yang dipercayai dapat membuat kandungan keguguran


(14)

2) Ibu dilarang untuk makan kerak nasi karena dianggap dapat menyulitkan proses persalinan plasenta.

3) Ibu tidak diijinkan untuk makan jantung pisang, karena dipercayai dapat melahirkan bayi yang berwarna hitam.

4) Ibu tidak diperbolehkan makan buah pisang yang berdempetan karena dipahami dapat melahirkan bayi yang dempet.

5) Ibu tidak boleh makan hati ayam karena dapat membuat bayinya nanti bodoh dan kerdil

6) Ibu dilarang untuk makan telur karena dianggap bisa membuat bisulan pada bayinya

7) Ibu dilarang makan ikan darat dan ikan laut karena dapat membuat rasa ASI ibu menjadi asin dan ASI ibu bisa oleh ditolak bayinya.

Jika disimak secara keseluruhan, makanan yang dianjurkan dukun bayi untuk ibu hamil adalah makanan yang mengarah pada jenis makanan vegetarian. Dengan makanan vegetarian, maka sifat-sifat kebinatangan akan sirna, sehingga dapat membuat pertumbuhan kejiwaan bayi bisa lebih tenang, tawakal dan berbudi luhur.


(15)

2.2.3 Alasan-Alasan Layanan Dukun Bayi Masih Dipercaya Oleh Masyarakat

Banyak alasan-alasan yang diberikan masyarakat mengenai kepercayaan mereka terhadap dukun bayi, baik itu alasan dari segi kebudayaan, aspek biaya dan aspek lain yang terkait dengan alasan masyarakat masih mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai alasan-alasan tersebut, berikut dapat dilihat pada hasil penelitian-penelitian sebelumnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Serilaila dan Atik Triratnawati pada tahun 2010 di daerah Binuang, Kalimantan Selatan didapatkan bahwa alasan masyarakat untuk tidak meninggalkan dukun bayi atau yang biasa mereka sebut sebagai bidan kampung, mempunyai keahlian khusus seperti doa/mantra yang dilantunkan oleh dukun bayi dalam bahasa Arab pada upacara-upacara tertentu (upacara batapung tawar). Suku daerah Binaung tersebut sangat mempercayai doa/mantra berbahasa Arab karena dianggap sebagai perbuatan yang baik.

Berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ramli pada tahun 2013 di Kecamatan Balantak Utara, didapatkan bahwa alasan ibu lebih memilih ditolong oleh


(16)

dukun bayi karena mereka malu bersalin ke tenaga kesehatan, selain itu jasa dukun bayi lebih murah. Alasan lain juga yaitu karena tenaga kesehatan yang tidak selalu berada di tempat sehingga membuat ibu memilih alternatif lain (dukun bayi) untuk menolong persalinannya.

Alasan yang serupa dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Rina Anggorodi pada tahun 2009 di beberapa daerah di Indonesia yaitu di desa Tobimiita, desa Inalobu, dan desa Lapulu, Kabupaten Kendari (Sulawesi Tenggara), di desa Bode Sari, desa Karangasem dan desa Gombong Kabupaten Cirebon (Jawa Barat). Pada penelitianya didapat bahwa masih banyak masyarakat beranggapan bila persalinan yang ditolong oleh bidan biayanya lebih malah dibandingkan bila ditolong oleh dukun bayi. Pada penelitianya juga ditemukan penyebab lain yang membuat bidan tidak dipilih dalam membantu persalinan yaitu bahwa selain usia bidan yang masih relatif masih muda, bidan dinilai masih belum memiliki pengalaman melahirkan dan juga kebanyakan masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Peranan dukun bayi dalam proses kehamilan dan persalinan berkaitan erat dengan budaya setempat dan kebiasaan setempat.


(17)

Perilaku ibu hamil secara umum masih meyakini dan mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan karena dianggap aman. Hal ini ditemukan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Nuraeni dan Dewi Purnamawati pada tahun 2011 di tiga Desa di wilayah Puskesmas Kecamatan Pedes, yaitu Desa Karangjaya, Desa Puspasari, dan Desa Kertamulya, Kabupaten Karawang. Dari hasil penelitian Siti Nuraeni dan Dewi Purnamawati didapatkan juga sebagian besar informan mengatakan bahwa dukun bayi orang yang terampil, mampu dan paham dalam menolong persalinan, selain itu juga informan mengatakan bahwa kekuatan spiritual yang dimiliki dukun bayi membuat mereka merasa lebih nyaman dan aman pada saat persalinannya ditolong oleh dukun bayi.

Berdasarakan dari beberapa hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan khusus yang dimiliki dukun bayi seperti kekuatan spiritual yang mampu membuat ibu merasa nyaman dan aman, jasa dukun bayi yang lebih murah, serta faktor kebudayaan di masyarakat yang membuat dukun bayi masih dipercaya.


(18)

2.3 Persalinan

Kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan dukun bayi sering kali dapat menimbulkan berbagai persoalan di lingkup kesehatan, khususnya pada kesehatan saat proses persalinan/setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena ketidakpahaman dukun bayi mengenai konsep-konsep dasar persalinan, seperti tanda dan gelaja persalinan, tahap-tahap dalam persalian serta proses persalinan yang baik dan benar. Berikut dapat dilihat mengenai berbagai konsep dalam persalinan.

2.3.1 Pengertian Persalinan

Menurut Manuaba (1998) dalam Asrinah dkk (2010) mendefinisikan persalinan sebagai proses pengeluaran hasil konsepsi (uteri dan janin) yang cukup bulan atau bisa hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Definisi lain mengatakan persalinan adalah suatu proses fisiologi yang dapat memungkinkan terjadinya serangkaian perubahan besar pada para calon ibu untuk bisa melahirkan janinnya melalui jalan lahir (Aprilia, 2010).


(19)

Dari penjelasan di atas, maka dapat diartikan persalinan sebagai proses dalam upaya pengeluran hasil konsepsi yang sudah mampu untuk hidup di luar rahim melalui alat vital wanita atau melalui jalan lain (section caesearia).

2.3.2 Klasifikasi atau Jenis Persalinan

Persalinan mempunyai berbagai jenis, baik itu berdasarkan cara persalinan, atau berdasarkan usia kehamilan dan berat janin. Asrinah, dkk (2010) mengklasifikasikan persalinan dalam dua jenis, yaitu berdasarkan cara dan usia kehamilan.

1. Jenis persalinan berdasarkan cara persalinan. a. Persalinan Normal (spontan)

Persalinan normal adalah suatu proses dimana lahirnya bayi pada letak belakang kepala (LBK) dengan bantuan tenaga dari ibu sendiri, tanpa adanya bantuan alat-alat medis serta tidak melukai bayi dan ibu yang pada umumnya bisa berlangsung kurang dari 24 jam.

b. Persalinan Buatan

Persalinan buatan merupakan suatu proses persalinan yang dilakukan dengan adanya bantuan


(20)

dari tenaga luar seperti dilakukan tindakan pembedahan atau sectio caesaria.

c. Persalinan Anjuran

Persalinan anjuran merupakan persalinan yang membutuhkan kekuatan dari luar jalan dari jalan rangsangan, tindakan ini dilakukan untuk mendukung proses terjadinya persalinan.

2. Persalinan berdasarkan usia kandungan dan berat janin yang dilahirkan

a. Abortus (keguguran)

Abortus (keguguran) merupakan kehamilan yang berakhir sebelum usia kandungan mencapai usia 22 minggu atau janin yang masih belum mampu untuk bisa hidup di luar kandungan.

b. Persalinan Prematur

Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi ketika usia kehamilan mencapai 28-36 minggu dan berat badan janin tidak mencapai 2.499 gram.

c. Persalinan Mature (aterm)

Persalinan mature (aterm) meruapakan persalinan yang terjadi ketika usia kandungan mencapai


(21)

37-42 minggu dan berat badan janin lebih dari 2.500 gram.

d. Persalinan Serotinus

Persalinan serotinus merupakan persalinan yang terjadi ketika usia kendungan yang lebih dari 42 minggu atau lebih 2 minggu dari waktu partus yang diperkirakan.


(1)

dukun bayi karena mereka malu bersalin ke tenaga kesehatan, selain itu jasa dukun bayi lebih murah. Alasan lain juga yaitu karena tenaga kesehatan yang tidak selalu berada di tempat sehingga membuat ibu memilih alternatif lain (dukun bayi) untuk menolong persalinannya.

Alasan yang serupa dapat dilihat pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Rina Anggorodi pada tahun 2009 di beberapa daerah di Indonesia yaitu di desa Tobimiita, desa Inalobu, dan desa Lapulu, Kabupaten Kendari (Sulawesi Tenggara), di desa Bode Sari, desa Karangasem dan desa Gombong Kabupaten Cirebon (Jawa Barat). Pada penelitianya didapat bahwa masih banyak masyarakat beranggapan bila persalinan yang ditolong oleh bidan biayanya lebih malah dibandingkan bila ditolong oleh dukun bayi. Pada penelitianya juga ditemukan penyebab lain yang membuat bidan tidak dipilih dalam membantu persalinan yaitu bahwa selain usia bidan yang masih relatif masih muda, bidan dinilai masih belum memiliki pengalaman melahirkan dan juga kebanyakan masih belum terlalu dikenal oleh masyarakat. Peranan dukun bayi dalam proses kehamilan dan persalinan berkaitan erat dengan budaya setempat dan kebiasaan setempat.


(2)

Perilaku ibu hamil secara umum masih meyakini dan mempercayai dukun bayi sebagai penolong persalinan karena dianggap aman. Hal ini ditemukan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Siti Nuraeni dan Dewi Purnamawati pada tahun 2011 di tiga Desa di wilayah Puskesmas Kecamatan Pedes, yaitu Desa Karangjaya, Desa Puspasari, dan Desa Kertamulya, Kabupaten Karawang. Dari hasil penelitian Siti Nuraeni dan Dewi Purnamawati didapatkan juga sebagian besar informan mengatakan bahwa dukun bayi orang yang terampil, mampu dan paham dalam menolong persalinan, selain itu juga informan mengatakan bahwa kekuatan spiritual yang dimiliki dukun bayi membuat mereka merasa lebih nyaman dan aman pada saat persalinannya ditolong oleh dukun bayi.

Berdasarakan dari beberapa hasil penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan khusus yang dimiliki dukun bayi seperti kekuatan spiritual yang mampu membuat ibu merasa nyaman dan aman, jasa dukun bayi yang lebih murah, serta faktor kebudayaan di masyarakat yang membuat dukun bayi masih dipercaya.


(3)

2.3 Persalinan

Kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan dukun bayi sering kali dapat menimbulkan berbagai persoalan di lingkup kesehatan, khususnya pada kesehatan saat proses persalinan/setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena ketidakpahaman dukun bayi mengenai konsep-konsep dasar persalinan, seperti tanda dan gelaja persalinan, tahap-tahap dalam persalian serta proses persalinan yang baik dan benar. Berikut dapat dilihat mengenai berbagai konsep dalam persalinan.

2.3.1 Pengertian Persalinan

Menurut Manuaba (1998) dalam Asrinah dkk (2010) mendefinisikan persalinan sebagai proses pengeluaran hasil konsepsi (uteri dan janin) yang cukup bulan atau bisa hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain, dengan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Definisi lain mengatakan persalinan adalah suatu proses fisiologi yang dapat memungkinkan terjadinya serangkaian perubahan besar pada para calon ibu untuk bisa melahirkan janinnya melalui jalan lahir (Aprilia, 2010).


(4)

Dari penjelasan di atas, maka dapat diartikan persalinan sebagai proses dalam upaya pengeluran hasil konsepsi yang sudah mampu untuk hidup di luar rahim melalui alat vital wanita atau melalui jalan lain (section caesearia).

2.3.2 Klasifikasi atau Jenis Persalinan

Persalinan mempunyai berbagai jenis, baik itu berdasarkan cara persalinan, atau berdasarkan usia kehamilan dan berat janin. Asrinah, dkk (2010) mengklasifikasikan persalinan dalam dua jenis, yaitu berdasarkan cara dan usia kehamilan.

1. Jenis persalinan berdasarkan cara persalinan. a. Persalinan Normal (spontan)

Persalinan normal adalah suatu proses dimana lahirnya bayi pada letak belakang kepala (LBK) dengan bantuan tenaga dari ibu sendiri, tanpa adanya bantuan alat-alat medis serta tidak melukai bayi dan ibu yang pada umumnya bisa berlangsung kurang dari 24 jam.

b. Persalinan Buatan

Persalinan buatan merupakan suatu proses persalinan yang dilakukan dengan adanya bantuan


(5)

dari tenaga luar seperti dilakukan tindakan pembedahan atau sectio caesaria.

c. Persalinan Anjuran

Persalinan anjuran merupakan persalinan yang membutuhkan kekuatan dari luar jalan dari jalan rangsangan, tindakan ini dilakukan untuk mendukung proses terjadinya persalinan.

2. Persalinan berdasarkan usia kandungan dan berat janin yang dilahirkan

a. Abortus (keguguran)

Abortus (keguguran) merupakan kehamilan yang berakhir sebelum usia kandungan mencapai usia 22 minggu atau janin yang masih belum mampu untuk bisa hidup di luar kandungan.

b. Persalinan Prematur

Persalinan prematur merupakan persalinan yang terjadi ketika usia kehamilan mencapai 28-36 minggu dan berat badan janin tidak mencapai 2.499 gram.

c. Persalinan Mature (aterm)

Persalinan mature (aterm) meruapakan persalinan yang terjadi ketika usia kandungan mencapai


(6)

37-42 minggu dan berat badan janin lebih dari 2.500 gram.

d. Persalinan Serotinus

Persalinan serotinus merupakan persalinan yang terjadi ketika usia kendungan yang lebih dari 42 minggu atau lebih 2 minggu dari waktu partus yang diperkirakan.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan T1 462012072 BAB I

0 0 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan T1 462012072 BAB IV

0 0 38

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan T1 462012072 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Masyarakat Desa Tumbang Baringei Kalimantan Tengah tentang Pemilihan Dukun Bayi dalam Proses Persalinan

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Dukun Bayi tentang Pijat Bayi di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 462010060 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Dukun Bayi tentang Pijat Bayi di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 462010060 BAB IV

0 11 27

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Persepsi Dukun Bayi tentang Pijat Bayi di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 462010060 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Determinan Ibu Memilih Dukun Bayi Tidak Terlatih sebagai Penolong Persalinan di Wilayah Puskesmas Kebar Kabupaten Manokwari T1 462008060 BAB II

0 0 22

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tewah dan Maknanya dalam Membina Rasa Solidaritas Masyarakat di Desa Cuhai Kabupaten ndau Kalimantan Tengah T1 152009601 BAB II

0 0 20