IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA SUBMATERI POKOK KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN SMA KELAS XII.

(1)

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA SUBMATERI POKOK KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN

SMA KELAS XII

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Jurusan Pendidikan Kimia

Oleh:

Annisaningtyas Ardananeswari 0905669

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA SUBMATERI POKOK KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN

SMA KELAS XII

Oleh

Annisaningtyas Ardananeswari

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Annisaningtyas 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian dengan dicetak ulang, difotocopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA SUBMATERI POKOK KENAIKAN TITIK DIDIH LARUTAN

SMA KELAS XII

Disusun oleh:

Annisaningtyas Ardananeswari 0905669

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. Sri Mulyani, M.Si

NIP. 196111151986012001 Pembimbing II

Galuh Yuliani, Ph. D

NIP. 198007252001122001 Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si


(4)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

ABSTRAK

Penelitian ini yang berjudul Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan SMA Kelas XII” bertujuan untuk memperoleh gambaran dan informasi mengenai implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan serta pengaruhnya terhadap penguasaan konsep siswa. Metode yang digunakan pada penelitian ini metode pre experiment dengan bentuk One Group Pretest-Postest

Design. Subjek dalam penelitian adalah siswa kelas XII IPA pada salah satu SMA

negeri di Kota Bandung sebanyak 41 orang. Implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan mencakup keterlaksanaan kegiatan pembelajaran, tanggapan guru dan siswa, serta kendala-kendala yang dialami di dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara memunculkan level makroskopik dan mempertautkanya dengan level submikroskopik dan level simbolik pada setiap konsep. Level makroskopik dimunculkan melalui animasi pengukuran titik didih larutan. Siswa dibimbing untuk memahami konsep pada level submikroskopik dan simbolik melalui diskusi yang dibantu dengan animasi. Secara umum, pembelajaran ini mendapat respon yang positif baik dari guru maupun siswa. Kendala-kendala yang dialami dalam proses pembelajaran lebih mengarah pada pengoperasian proyektor, media pembelajaran yang kurang jelas, pengkondisian kelas dan alokasi waktu. Berdasarkan hasil analisis, strategi pembelajaran ini berdampak terhadap penguasaan konsep siswa, dengan perolehan N-Gain rata-rata sebesar 67,2%. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penguasaan konsep siswa tergolong pada peningkatan sedang.

Kata kunci: Strategi Pembelajaran, Intertekstual, Kenaikan Titik Didih Larutan,


(5)

ABSTRACT

A research entitled “The Intertextual Learning Strategy Implementation in the Main Submaterial of Grade XII Senior High School, Boiling Point Elevation of Solution, has an aim to get illustration and information about The Intertextual Learning Strategy Implementation in the Main Submaterial of Grade XII Senior High School, Boiling Point Elevation of Solution, and also to know about the influence of the learning strategy implementation to the concept mastery afterit was implemented. The method that was used in this research is Pre Experiment method with One Group Pretest – Postest Design. The subjects of this research were 41(forty one) XII grade students of one of State Senior High Schools in Bandung. The intertextual learning strategy implementation in the main submaterial, Boiling Point Elevation of Solution, covers the teaching and learning

process, teacher’s and students’ opinions, also the obstacles during the teaching

and learning process. The teaching and learning process was done by showing the macroscopic level and connecting it with the submicroscopic and simbolic level in each concept. The macroscopic level is emerged through animation of solution boiling point measurement. The students were guided to understand the concept in the submicroscopic and simbolic level through discussion, helped by the animation. Generally, this teaching and learning process has got positive response from the students and also the teacher. The obstacles occured during the teaching and learning process were more about the utilization of the projector, the unclear teaching and learning media, the conditioning of the class and the time alocation.

Based on the result of the analysis, this learning strategy impacts the students’

concept mastery. By counting the normalized Gain Points, the average N-Gain is 67,2%. This shows that the enhancement of students’ concept mastery is classified as Medium Enhancement.

keyword: learning strategy, intertextual, boiling point elevation of solution, mastery of concepts.


(6)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMAKASIH ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Penjelasan Istilah ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

A. Strategi Pembelajaran Intertekstual ... 6

B. Representasi Kimia ... 8

C. Hasil Belajar Doamin Kognitif ... 10

D. Deskripsi Materi Sifat Koligatif: Kenaikan Titik Didih Larutan ... 16

1. Kenaikan Titik Didih Larutan Nonelektrolit ... 17

2. Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit ... 18

3. Diagram Fasa Relatif Terhadap Pelarut Murni ... 20

BAB III METODE PENELITIAN... 22

A. Subjek Penelitian ... 22

B. Lokasi Penelitian ... 22


(7)

D. Alur Penelitian ... 24

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Pengujian Instrumen Penelitian ... 27

G. Teknik Pengumpulan Data ... 28

H. Teknik analisis Data ... 28

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Uraian Indikator Dan Konsep yang Digunakan dalam Pembelajaran ... 32

B. Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan ... 34

C. Tanggapan Siswa dan Guru Terhadap Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan ... 57

D. Kendala-kendala Selama Proses Pembelajaran ... 66

E. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa Pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan ... 68

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86

A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA ... 89

LAMPIRAN ... 91


(8)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

DAFTAR TABEL

Tabel

3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.2 Pengelompokan Siswa Berdasarkan Nilai Siswa ... 29

3.3 Skala Katagori Kemampuan ... 30

3.4 Peningkatan Penguasaan Konsep Menurut Hake ... 30

3.5 Kriteria Angket Tanggapan Siswa ... 31

4.1 Rincian Indikator dan Konsep Setelah Direvisi ... 33

4.2 Representasi Kimia pada Konsep Mendidih ... 37

4.3 Representasi Kimia pada Konsep Titik Didih ... 40

4.4. Tabel Pengaruh Tekanan Terhadap Titik Didih Air ... 41

4.5 Representasi Kimia Pada Konsep Titik Didih Zat Terlarut Nonvolatil Lebih Tinggi Dari Pelarut Murninya ... 43

4.6 Representasi Kimia pada Konsep Kenaikan Titik Didih Larutan ... 44

4.7 Representasi Kimia pada Konsep Keberadaan Zat Terlarut Nonvolatil Menurunkan Tekanan Uap Larutan ... 46

4.8 Representasi Kimia pada Konsep Diagram Fasa Larutan Relatif Terhadap Pelarut Air ... 48

4.9. Kenaikan titik didih berbagai larutan nonvolatil pada berbagai konsentrasi ... 49

4.10 Representasi Kimia pada Konsep Kenaikan Titik Didih Larutan Merupakan Salah Satu Sifat Koligatif Larutan ... 50

4.11 Representasi Kimia pada Konsep Pengaruh Zat Terlarut Elektrolit Pada Kenaikan Titik Didih Larutan ... 52

4.12 Representasi Kimia pada Konsep Pengaruh Kemampuan Ionisasi Larutan Elektrolit Terhadap Kenaikan Titik Didih Larutan ... 53

4.13 Representasi Kimia pada Konsep Perhitungan Sifat Koligatif Kenaikan Titik Didih Larutan ... 55


(9)

4.15 Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Konsep Secara

Keseluruhan ... 74

4.16. Tabel penguasaan konsep setiap kelompok siswa sebelum dan sesudah pembelajaran ... 75

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tiga Level Representasi dalam Kimia ... 9

2.2 (a)Perbatasan Fasa pada Air Murni saat mendidih, (b)Perbatasan Fasa pada Larutan Gula 0,02 M pada Suhu yang Sama ... 17

2.3 Perbatasan Fasa Larutan Gula pada Suhu yang Sama namun pada Konsentrasi Yang Berbeda ... 18

2.4 (a) Perbatasan fasa larutan gula, (b) Perbatasan fasa larutan NaCl pada konsentrasi yang sama ... 19

2.5 Diagram Fasa Larutan Relatif Terhadap Pelarut Air ... 21

3.1 Model One Group Pretest-Postest Design ... 22

3.2 Bagan alur Penelitian ... 24

4.1 Video Proses Pendidihan Air ... 35

4.2 Animasi Proses Pendidihan Air Dalam Sistem Tertutup ... 39

4.3 Simulasi Percobaan Pengukuran Titik Didih Larutan Volatil Dan Nonvolatil ... 42

4.4 Grafik Persentase Tanggapan Terhadap Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Tiga Kelompok Siswa Secara Keseluruhan ... 57

4.5 Grafik Respon Siswa terhadap Ketertarikan pada Pembelajaran Menggunakan Strategi Pembelajaran Intertekstual. ... 58

4.6 Grafik Respon Siswa terhadap Kemudahan pada Pembelajaran Menggunakan Strategi Pembelajaran Intertekstual ... 59

4.7 Grafik Respon Siswa terhadap Media pada Pembelajaran Menggunakan Strategi Pembelajaran Intertekstual ... 60

4.8 Grafik Respon Siswa Mengenai Penerapan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi Kimia Lainnya. ... 62


(10)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

4.9 Penguasaan Konsep Siswa Sebelum dan Sesudah Proses

Pembelajaran ... 69 4.10 Peningkatan Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen ... 70 4.11 Peningkatan Penguasaan Konsep pada Tiap Kelompok ... 70 4.12 Penguasaan Konsep Siswa Sebelum dan Sesudah Proses

Pembelajaran pada Kelompok Tinggi ... 71 4.13 Penguasaan Konsep Siswa Sebelum dan Sesudah Proses

Pembelajaran pada Kelompok Sedang ... 72 4.14 Penguasaan Konsep Siswa Sebelum dan Sesudah Proses

Pembelajaran pada Kelompok Rendah... 73 4.15 Jawaban Kebanyakan Siswa untuk Gambar Molekul Air pada Fasa


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Hasil Validasi Tes Tertulis ...91

2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ...106

3 Instrumen Penelitian ...142

3.1.Soal Pretest-Posttest ...142

3.2.Angket ...150

3.3.Format Pedoman Observasi ...152

3.4.Format Wawancara Guru...156

3.5.Format wawancara Siswa ...157

4 Tabulasi Pengolahan Data ...158

4.1.Pengelompokan Kelompok Tinggi, Sedang dan Rendah ...158

4.2.Pengolahan Skor Pretest dan Posttest ...159

4.3.Pengolahan Skor Angket ...165

5 Representasi Kimia ...173

6 Hasil Observasi dan Wawancara ...183

6.1. Hasil Observasi Guru ...183

6.2.Transkrip Wawancara Guru...187

6.3.Transkrip Wawancara Siswa ...189

7 Media Pembelajaran ...192


(12)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu kimia merupakan ilmu yang mempelajari tentang struktur, sifat, dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi. Fenomena perubahan ini dapat diamati melalui penjelasan teoritis dan deskripsi secara matematis atau perhitungan (Depdiknas, 2006).

Sampai saat ini, pelajaran kimia sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipahami oleh sebagian siswa. Hal ini disebabkan oleh konsep-konsep yang dimiliki ilmu kimia memiliki keabstrakan yang tinggi. Gabel (Chittleborough, 2002) pun menyatakan bahwa kimia merupakan materi yang abstrak dan sulit untuk dipelajari. Sejalan dengan pernyataan yang lain, berdasarkan hasil penelitian empiris (Ben-Zvi et al., 1987, 1988; Johnstone, 1991, 1993; Nakhleh, 1992; Gabel, 1998, 1999; Chittleborough, 2001 dalam Chandrasegaran, 2007) bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep kimia, hal tersebut dikarenakan ilmu kimia bersifat abstrak. Selain karena ilmu kimia memiliki tingkat keabstrakan yang tinggi, kesulitan yang dialami siswa dalam memahami ilmu kimia pun disebabkan karena siswa tidak dihadapkan pada pengalaman sehari-hari yang dialaminya.

Untuk mempermudah siswa memahami suatu konsep dalam kehidupan sehari-hari, siswa perlu bekerja dengan objek-objek yang kongkret, memperoleh fakta-fakta yang ada, tidak sekedar menghafalkan. Sehingga menurut Gabel (Chittleborough, 2002) tugas gurulah untuk membantu siswa dalam memahami konsep-konsep dan istilah baru yang dianggap abstrak menjadi lebih konkret dengan menggunakan media pengajaran visual, deskripsi baik oral maupun verbal, dan penjabaran secara simbolis. Menurut Sirhan (2007) untuk lebih mudah memahami dan membangun konsep-konsep kimia secara utuh maka ketiga level representasi kimia haruslah dikaitkan satu sama lain. Ketiga level representasi


(13)

2

tersebut meliputi level makroskopik, level submikroskopik dan level simbolik. Pertautan di antara representasi pada level yang berbeda-beda tersebut (makroskopik, submikroskopik dan simbolik) dipandang sebagai salah satu hubungan intertekstual (Wu, 2003).

Pada umumnya proses pembelajaran kimia tidak dilandasi oleh ketiga level tersebut. Proses pembelajaran kimia hanya terfokus pada penyelesaian soal yang hanya melibatkan level simbolik, tidak dikorelasikan dengan fenomena alam sebagai level makroskopik dan pengalaman sehari-hari siswa. Ditambah lagi fakta bahwa ilmu kimia yang disampaikan guru pada umumnya didominasi oleh level simbolik (Winiati, 2008). Hal ini mengindikasikan kurangnya hubungan antara fenomena kimia, representasi kimia (level makroskopik, mikroskopik dan simbolik) dan konsep yang relevan (Kozma, 2000 dalam Wu, 2002) sehingga siswa sulit memahami kimia. Adanya pengetahuan siswa tentang ilmu kimia tanpa pemahaman yang jelas akan menyebabkan kebingungan yang dikarenakan tidak adanya hubungan yang simultan antara level makroskopik, submikroskopik dan simbolik yang ada di dalam ilmu kimia (Treagust, 2003).

Untuk mencapai pemahaman yang memadai dalam ilmu kimia maka dilakukan dengan meningkatkan kemampuan menjelaskan dan mendeskripsikan level makroskopik (salah satunya berupa eksperimen), submikroskopik (contohnya menjelaskan mengenai atom, molekul dan ion), dan simbolik (contohnya berupa lambang, rumus, persamaan, pemodelan) serta kemampuan menghubungkan diantara ketiganya secara tepat. Berdasarkan hal tersebut maka harus diterapkan suatu strategi pembelajaran yang dapat mempertautkan ketiga level representasi dan juga dapat menghubungkan ketiga level representasi tersebut secara utuh. Strategi pembelajaran yang dimaksud adalah strategi pembelajaran intertekstual.

Bersandar pada makna intertekstualitas dan masalah masalah yang diuraikan di atas maka pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan suatu strategi pembelajaran intertekstual khususnya pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan. Materi kenaikan titik didih larutan diambil dalam pengembangan strategi pembelajaran ini dengan dasar bahwa selama ini pembelajaran kenaikan


(14)

3

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

titik didih lebih ditekankan pada level makroskopik dan simbolik. Sebagai contoh, praktikum digunakan sebagai representasi dari level makroskopik, dan perhitungan matematis dari persamaan kenaikan titik didih larutan digunakan sebagai representasi level simbolik. Akibatnya, siswa sulit memahami level submikroskopik pada materi kenaikan titik didih mengenai alasan mengapa terjadi kenaikan titik didih (Ulfah, 2009).

Meskipun strategi pembelajaran intertektual mengenai sifat koligatif larutan pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan telah dikembangkan sebelumnya oleh Ulfah (2009) namun, strategi tersebut belum diimplementasikan dalam pembelajaran di kelas maka untuk memperoleh gambaran dan informasi mengenai implementasi strategi pembelajaran intertektual mengenai sifat koligatif larutan pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan tersebut maka strategi pembelajaran ini haruslah diimplementasikan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan

SMA Kelas XII?”. Rumusan masalah dalam penelitian ini dirinci melalui pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Bagaimana keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan?

2. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap strategi pembelajaran intertektual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan?

3. Bagaimana pengaruh dari implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan terhadap penguasaan konsep siswa?


(15)

4

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh gambaran dan informasi mengenai implementasi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan yang akan digunakan sebagai bahan evaluasi untuk perbaikan dalam rangka memperoleh pembelajaran intertekstual yang lebih baik.

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi beberapa pihak terkait.

1. Bagi siswa:

a. Dapat memberikan kemudahan dalam memahami ilmu kimia yang secara umum yang dianggap sulit dengan cara mempelajari kimia melalui penggunaan ketiga level representasi terutama pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

b. Meningkatkan pemahaman konsep pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

2. Bagi guru:

a. Memberikan alternatif strategi pembelajaran untuk pembelajaran kimia pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

b. Memberikan acuan untuk penggunaan strategi pembelajaran intertekstual pada materi kimia yang lain.

3. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam menganalisis strategi pembelajaran intertekstual khususnya pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

4. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang dapat dijadikan acuan perbaikan pengembangan strategi pembelajaran intertekstual selanjutnya.


(16)

5

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

E. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman terhadap istilah yang terdapat dalam penelitian ini maka diberikan definisi operasional dari istilah-istilah sebagai berikut:

a. Strategi pembelajaran yaitu perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (David dalam Sanjaya, 2006)

b. Level makroskopik adalah representasi dari fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laboratorium yang dapat diamati langsung (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough, Treagust, dan Mocerino, 2003).

c. Level submikroskopik adalah representasi mengenai partikel nyata yang tidak dapat dilihat secara langsung seperti elektron, molekul dan atom (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough, Treagust, dan Mocerino, 2003). d. Level Simbolik adalah representasi dari fenomena kimia yang

menggunakan berbagai model seperti tanda, gambar, aljabar, dan bentuk perhitungan (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough, Treagust, dan Mocerino, 2003).

e. Representasi kimia terdiri dari level makroskopik, submikroskopik dan simbolik (Gabel, 1998 dalam Wu, 2002).


(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Subyek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XII di salah satu SMA Negeri di Bandung yang sedang mempelajari materi sifat koligatif larutan pada submateri pokok kenaikan titih didih larutan. Dalam penelitian ini digunakan satu kelas sebagai kelas eksperimen.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang ada di Kota Bandung.

C. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode pre

experiment. Metode pre experiment menurut Sukmadinata (2008) adalah

penelitian yang tidak menggunakan sama sekali penyamaan karakteristik (random) dan tidak ada pengontrol variabel. Dalam desain penelitian ini, kelompok tidak diambil secara acak atau berpasangan dan tidak ada kelompok pembanding.

Metode pre experiment digunakan karena penelitian ini merupakan penelitian uji coba sehingga pada penelitian ini tidak ada kelas kontrol sebagai pembanding. Metode pre experiment yang digunakan adalah One Group

Pretest-Posttest Design.

Gambar 3.1. One Group Pretest-Posttest Design


(18)

23

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

Keterangan:

O1 : Tes yang dilakukan sebelum pembelajaran (pretest)

X : Perlakuan berupa pembelajaran melalui strategi pembelajaran intertekstual


(19)

24

D. Alur Penelitian

Bagan alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.2 dibawah ini.

Analisis Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok

Kenaikan Titik Didih Larutan (Ulfah,2009)

Pembuatan perangkat Pembelajaran

Pembuatan Instrumen Penelitian

Uji Coba Implementasi Validasi

Revisi Revisi

Pretest

Implementasi Observasi

Posttest

Pengumpulan data

Analisis data

Temuan dan Pembahasan

Penarikan Kesimpulan Angket

Wawancara

Gambar 3.2. Bagan alur Penelitian penelitian

Tahap Pelaksanaan

Tahap Penyelesaian Tahap Persiapan


(20)

25

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

Berdasarkan alur penelitian yang telah dibuat, penelitian yang dilakukan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyelesaian.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan diawali dengan menganalisis strategi pembelajaran intertekstual yang sudah dikembangkan oleh peneliti sebelumnya yaitu oleh Ulfah (2009), kemudian dianalisis kesesuaikan dengan standar isi untuk submateri kenaikan titik didih larutan yang selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan sesuai dengan pertimbangan dosen pembimbing.

Langkah selanjutnya adalah pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berdasarkan langkah pembelajaran yang telah direvisi, revisi media yang akan digunakan dalam penelitian dan pembuatan instrumen penelitian. Media dan RPP yang telah dibuat lalu diuji cobakan kepada beberapa siswa kemudian dilakukan revisi sesuai dengan uji coba. Instrumen penelitian yang berupa tes tertulis, angket, lembar observasi dan pedoman wawancara divalidasi oleh dosen jurusan pendidikan kimia FPMIPA UPI.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian merupakan tahap implementasi pembelajaran di sekolah. Langkah pertama yang dilakukan adalah pemberian pretest kepada siswa sebagai acuan awal dalam menentukan seberapa besar peranan strategi pembelajaran intertekstual dilakukan. Setelah itu pembelajaran dengan strategi pembelajaran intertekstual dilakukan dikelas eksperimen berdasarkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah disusun dan diobservasi oleh guru mata pelajaran kimia. Langkah selanjutnya adalah pemberian posttest setelah pembelajaran selesai dilakukan.


(21)

26

Pemberian angket pada siswa juga dilakukan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan kelas XII. Untuk data tambahan dilakukan wawancara dengan siswa dan guru untuk mengetahui tanggapan dan kritik juga saran terhadap keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

3. Tahap Penyelesaian

Tahap penyelesaian meliputi analisis data hasil penelitian yang diolah secara deskriptif. Berdasarkan analisis secara keseluruhan maka didapat kesimpulan penelitian.

E. Instrumen penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar, angket, pedoman wawancara siswa dan guru dan pedoman observasi. Secara rinci instrumen tersebut sebagai berikut:

1. Tes Hasil Belajar

Perangkat tes yang digunakan adalah tes hasil belajar, perangkat tes yang digunakan ini berupa soal pilihan ganda dan essay. Tes ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman konsep siswa tentang kenaikan titik didih larutan. Tes diberikan sebelum pembelajaran (pretest) dan setelah pembelajaran (posttest), lalu hasilnya dibandingkan.

2. Angket

Angket digunakan untuk mengukur tanggapan siswa terhadap pembelajaran kenaikan titik didih larutan menggunakan strategi pembelajaran intertekstual.


(22)

27

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

3. Pedoman Wawancara

Wawancara dilakukan untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa dan guru secara lebih mendalam mengenai keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

Wawancara dengan siswa meliputi tanggapan siswa terhadap proses pembelajaran, media yang digunakan, kesulitan yang dialami dan saran untuk perbaikan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan yang lebih baik.

Wawancara dengan guru meliputi tanggapan guru mengenai implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan. Tanggapan tersebut meliputi kelebihan dan kekurangan strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan, serta saran untuk perbaikan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan yang lebih baik.

4. Format Observasi

Format observasi berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai proses implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan yang meliputi keterlaksanaan langkah-langkah pembelajaran, ketepatan konsep, dan saran. Format observasi diisi oleh guru yang mengamati implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan.

F. Pengujian Instrumen

Sebelum soal-soal pretest dan posttest yang dibuat diujikan dalam penelitian, maka perlu dilakukan validasi butir soal. Validasi dilakukan dengan tujuan untuk mengukur apakah instrumen soal pilihan ganda dan essay yang akan dikembangkan sudah tepat dan sesuai dengan indikator dan konsep yang telah disusun. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut mampu


(23)

28

mengukur apa yang seharusnya diukur. Untuk menjaga agar instrumen yang digunakan mempunyai validitas yang tinggi, maka dalam penelitian ini dilakukan konsultasi dengan dosen pembimbing.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui tes tertulis, angket, dan wawancara, dan format observasi. Teknik pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut ini.

Tabel 3.1. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan

Data Jenis Data

Sumber

data Keterangan Tes tertulis Pemahaman Konsep Siswa Dilakukan sebelum

dan sesudah pembelajaran Angket Tanggapan terhadap

Pembelajaran

Siswa Dilakukan setelah pembelajaran Observasi Deskripsi proses

pembelajaran Observer (Guru mata pelajaran kimia) Dilakukan saat pembelajaran berlangsung Wawancara Tanggapan terhadap

pembelajaran

Siswa dan guru

Dilakukan sesudah pembelajaran

H. Teknik Analisis Data

1. Tes hasil Belajar

Instrumen tes tertulis yang telah divalidasi dan diujikan kepada siswa, dan akan didapat data skor pretest dan skor posttest. Sebelumnya siswa dikelompokan menjadi 3 kelompok yaitu, kelompok tinggi, kelompok sedang dan kelompok rendah. Langkah-langkah pengelompokan siswa adalah sebagai berikut.

a. Menjumlahkan skor semua siswa. Untuk menghitung rata-rata dan strandar deviasi menggunakan Microsoft Excel


(24)

29

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

1) Kelompok tinggi yaitu siswa yang mempunyai skor sebanyak skore rata-rata ditambah standar deviasi

2) Kelompok sedang yaitu siswa yang mempunyai skros sebanyak skor antara -1 SD dan +1 SD

3) Kelompok rendah yaitu siswa yang mempunyai skor -1 SD dan yang kurang dari nilai tersebut

Secara umum penentuan batas-batas kelompok dapat dilihat dari Tabel berikut,

Tabel 3.2. Pengelompokan Siswa Berdasarkan Nilai Siswa (Arikunto, 2012)

Batas Nilai Keterangan

x ( ̅ + SD) Kelompok Tinggi

( ̅ - SD) < x < ( ̅ + SD) Kelompok Sedang

x ( ̅ - SD) Kelompok Rendah

Keterangan:

x = nilai siswa

̅ = nilai rata-rata

= Standar Deviasi

Setelah mendapatkan kelompok siswa. Skor pretest dan posttest siswa diubah menjadi sebuah nilai dengan rumus:

Nilai Siswa =

×100

Menurut Arikunto (2009) nilai siswa dikelompokan berdasarkan penguasaan konsep terhadap materi yang dipelajari yang terdiri dari kriteria sangat kurang, kurang, cukup, baik, dan sangat baik seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 berikut ini:


(25)

30

Tabel 3.3. Skala Katagori Kemampuan

Nilai Katagori

81-100 Sangat baik

61-80 Baik

41-60 Cukup

21-40 Kurang

0-20 Sangat Kurang

2. Menghitung peningkatan hasil Belajar Siswa dengan N-Gain (Normalitas Gain)

N-Gain =

Pengelompokan peningkatan penguasaan konsep siswa sesuai kriteria (Hake, 1998),seperti yang tertera pada Tabel 3.4 berikut ini:

Tabel 3.4. Peningkatan Penguasaan Konsep Menurut Hake (Hake, 1998)

Nilai Gain (g) Katagori

>0,71 Peningkatan Tinggi

0,7 > g > 0,3 Peningkatan sedang

< 0,30 Peningkatan rendah

3. Angket

Data angket yang diperoleh diolah dengan skala Likert. Setiap pilihan jawaban diberi skor tertentu dengan ketentuan sebagai berikut:

Penyataan positif :

Sangat setuju : 5

Setuju : 4

Ragu-ragu : 3

Tidak setuju : 2 Sangat Tidak Setuju : 1


(26)

31

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014 Pernyataan negatif:

Sangat setuju : 1

Setuju : 2

Ragu-ragu : 3

Tidak setuju : 4 Sangat Tidak Setuju : 5

Setelah data diperoleh, selanjutnya dikatagorikan dengan ketentuan skor rata-rata (Keller, 1987) seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Kriteria Angket Tanggapan Siswa (Keller, 1987)

Skor Rata-Rata Kriteria

1,00 – 1,49 Tidak Baik

1,50 – 2,49 Kurang Baik

2,50 – 3,49 Cukup Baik

3,50 – 4,49 Baik

4,50 – 5,00 Sangat Baik

4. Data Observasi dan Hasil Wawancara

Data-data ini digunakan sebagai data pendukung yang digunakan untuk mendeskripsikan data yang dihasilkan selama penelitian berlangsung.


(27)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap konsep dalam submateri pokok kenaikan titik didih larutan disampaikan oleh peneliti dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri hal ini diharapkan agar siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep yang terdapat dalam submateri pokok kenaikan titik didih larutan dan metode diskusi diharapkan cocok untuk pembelajaran ini. Proses pembelajaran kenaikan titik didih ini disampaikan dengan mempertautkan level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik serta dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Level makroskopik dimunculkan dengan cara animasi percobaan pengukuran titik didih sehingga siswa dapat menggali fenomena-fenomena kimia melalui pengalamannya sendiri juga dengan menampilkan video atau gambar-gambar yang sesuai. Level submikroskopik dimunculkan dengan cara memberikan pertanyaan yang mengajak siswa berpikir tentang fenomena yang dilihatnya. Dengan diberikannya gambaran submikroskopik melalui simbol-simbol dan animasi sebagai level simbolik dapat membuat sesuatu yang abstrak menjadi terlihat nyata, siswa pun lebih mudah memahami setiap konsep. Hanya saja dalam implementasi masih terdapat kendala-kendala seperti konten yang terlalu banyak sehingga pada akhir pembelajaran siswa mulai jenuh dengan pembelajaran. Kendala-kendala lain yang dialami dalam proses pembelajaran lebih mengarah pada pengkondisian/penguasaan kelas oleh peneliti yang kurang optimal.

2. Secara keseluruhan siswa dan guru merespon baik terhadap implementasi strategi pembelajaran intertekstual ini, karena pembelajaran ini selain sudah


(28)

87

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

mempertautkan ketiga level representasi tetapi juga menggunakan gambar-gambar dan video yang menarik bagi siswa dan strategi pembelajaran intertekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.

3. Penguasaan konsep siswa terhadap submateri pokok kenaikan titik didih larutan dengan menggunakan strategi pembelajaran intertekstual setelah mengalami peningkatan. Nilai rata postes sebesar 72,07% dibandingkan dengan nilai rata pretes sebesar 14,51%. Berdasarkan perhitungan N-Gain, diperoleh N-Gain rata-rata sebesar 67,2% sehingga termasuk peningkatan sedang.

B. Saran

Secara garis besar, rekomendasi perbaikan untuk pengembangan dan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan terbagi menjadi empat katagori yaitu:

a. Konten/ isi materi

Konten/ isi materi yang menjadi sektor penelitian terlalu banyak dan kompleks. Oleh karena itu sebaiknya penelitian ini terfokus pada kenaikan titik didih larutan agar konsep esensial pada submateri ini tersampaikan dengan baik. Selain itu, diharapkan dengan pembagian konsep esensial yang diperlukan dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan baik. Adapun media yang harus direvisi seperti video yang tidak terlihat jelas terlihat oleh siswa dan gambar yang kurang sesuai dengan konsep yang disampaikan.

b. Metode Penyampaian Materi

Pada penyampaian submateri pokok kenaikan titik didih ini menggunakan model pembelajaran inkuiri dan menggunakan metode diskusi sudah baik tetapi dengan menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang


(29)

88

lebih banyak untuk siswa berdiskusi. Agar semua konsep tersampaikan dengan baik sebaiknya guru lebih memperhatikan waktu yang tersedia agar pembelajaran tidak terkesan terburu-buru.

c. Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan sudah cukup baik tetapi ada beberapa bagian yang tidak terlihat jelas oleh siswa seperti video pendidihan air. Animasi pengukuran titik didih pada level submikroskopik tidak menggunakan perumapamaan jumlah partikel zat terlarut sehingga siswa bingung melihat perbandingan dan pengaruh banyaknya partikel zat terlarut berbagai konsentrasi terhadap kenaikan titik didih. Sehingga harus adanya perbaikan agar siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang terdapat pada submatri pokok kenaikan titik didih larutan.

d. Pengelolaan Pembelajaran

Sebagai seorang guru harus pandai mengelola pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan waktu dan pengkondisian kelas sebelum dilaksanakan pembelajaran agar siswa siap untuk menerima materi yang akan disampaikan. Sehingga persiapan pembelajaran harus disiapkan lebih cepat agar tidak ada waktu yang terbuang untuk menunggu alat operasional disiapkan untuk proses pembelajaran. Untuk mengoptimalisasi penggunaan media sehingga pembelajaran akan jauh lebih baik. Dapat digunakan pointer sehingga guru tidak terfokus pada layar laptop.


(30)

89

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. dkk. (2003). Standar Belajar Mengajar.Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Edisi revisi V.

Jakarta : Rineka Cipta

Chandrasegaran, A. L. et al. (2007). “The Development of A Two-Tier Multiple- Choise Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Abiliti To Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation”. Chemistry Education Research and Practice.8, (3), 293-307

Chittleborough, G., Treagust, D., and Mecerino, M. (2002). “Contraints to the development of first year university chemistry student’ mental model of chemical phenomena”. International journal of science education.

Depdiknas. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Davidowitz, B. dan Chittleborough, G. (2009). “Linking the microscopic and sub -microscopic levels: Diagram” dalam Model and Modeling in Science Education, Multiple Representations in chemical education. United Kingdom: Springer

Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalan Pengajaran Kimia. Bandung Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.

Jufri, A. W. (2013). Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung : Pustaka Reka Cipta

Keller, J.M. (1987). “Development and Use of the ARCS Model of Instructional Design”. Journal of Instructional Development. 10, (3) 2-10

Nabar, D. (2002). Kualitas Pendidikan dan Tunjangan Fungsional Guru. [Online]. Available:


(31)

90

bp=&pver=5.0&pid=&ID=404&cat=web&os=&over=&hrd=&Opt1=&O pt2=&Opt3. [20/10/05].

Nashar,H. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan

Pembelajaran. Jakarta: Delia Press

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Purba, M. (2007). Kimia untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Silberberg, M.S. (2007). Principles of General Chemistry (First Ed.). New York: McGraw-Hill

Sirhan, G. (2007). “Learning Difficulties in Chemistry: An Overview”. Journal of Turkish Science Education. 4, (2), pp 2-20.

Tim penyusun KBBI. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai pustaka.

Ulfah, M. (2009). Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan SMA Kelas XII. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Winiati. (2008). Analisis Pengajaran Guru Kimia Kelas XI pada Materi

Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Berdasarkan Intertekstualitas Ilmu Kimia. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Wu, K.H. (2002). Linking the Microscopic View of Chemistry to Real Life Experience: Intertextual in a High-school Science Classroom. School of

Education.

Wu, K.H, Krajcik J.S, and Soloway, E. (2000). Promoting Conceptual Understanding of Chemical Representasions : Students’ Use of a Visualization Tool in the Classroom. Makalah pada pertemuan Tahunan

The National Association of Research in Science Teaching. New Orleans, LA.


(1)

31

Pernyataan negatif:

Sangat setuju : 1

Setuju : 2

Ragu-ragu : 3

Tidak setuju : 4 Sangat Tidak Setuju : 5

Setelah data diperoleh, selanjutnya dikatagorikan dengan ketentuan skor rata-rata (Keller, 1987) seperti pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5. Kriteria Angket Tanggapan Siswa (Keller, 1987)

Skor Rata-Rata Kriteria

1,00 – 1,49 Tidak Baik

1,50 – 2,49 Kurang Baik

2,50 – 3,49 Cukup Baik

3,50 – 4,49 Baik

4,50 – 5,00 Sangat Baik

4. Data Observasi dan Hasil Wawancara

Data-data ini digunakan sebagai data pendukung yang digunakan untuk mendeskripsikan data yang dihasilkan selama penelitian berlangsung.


(2)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap konsep dalam submateri pokok kenaikan titik didih larutan disampaikan oleh peneliti dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri hal ini diharapkan agar siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep yang terdapat dalam submateri pokok kenaikan titik didih larutan dan metode diskusi diharapkan cocok untuk pembelajaran ini. Proses pembelajaran kenaikan titik didih ini disampaikan dengan mempertautkan level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik serta dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Level makroskopik dimunculkan dengan cara animasi percobaan pengukuran titik didih sehingga siswa dapat menggali fenomena-fenomena kimia melalui pengalamannya sendiri juga dengan menampilkan video atau gambar-gambar yang sesuai. Level submikroskopik dimunculkan dengan cara memberikan pertanyaan yang mengajak siswa berpikir tentang fenomena yang dilihatnya. Dengan diberikannya gambaran submikroskopik melalui simbol-simbol dan animasi sebagai level simbolik dapat membuat sesuatu yang abstrak menjadi terlihat nyata, siswa pun lebih mudah memahami setiap konsep. Hanya saja dalam implementasi masih terdapat kendala-kendala seperti konten yang terlalu banyak sehingga pada akhir pembelajaran siswa mulai jenuh dengan pembelajaran. Kendala-kendala lain yang dialami dalam proses pembelajaran lebih mengarah pada pengkondisian/penguasaan kelas oleh peneliti yang kurang optimal.

2. Secara keseluruhan siswa dan guru merespon baik terhadap implementasi strategi pembelajaran intertekstual ini, karena pembelajaran ini selain sudah


(3)

87

mempertautkan ketiga level representasi tetapi juga menggunakan gambar-gambar dan video yang menarik bagi siswa dan strategi pembelajaran intertekstual dapat meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga mendapatkan hasil belajar yang lebih baik.

3. Penguasaan konsep siswa terhadap submateri pokok kenaikan titik didih larutan dengan menggunakan strategi pembelajaran intertekstual setelah mengalami peningkatan. Nilai rata postes sebesar 72,07% dibandingkan dengan nilai rata pretes sebesar 14,51%. Berdasarkan perhitungan N-Gain, diperoleh N-Gain rata-rata sebesar 67,2% sehingga termasuk peningkatan sedang.

B. Saran

Secara garis besar, rekomendasi perbaikan untuk pengembangan dan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada submateri pokok kenaikan titik didih larutan terbagi menjadi empat katagori yaitu:

a. Konten/ isi materi

Konten/ isi materi yang menjadi sektor penelitian terlalu banyak dan kompleks. Oleh karena itu sebaiknya penelitian ini terfokus pada kenaikan titik didih larutan agar konsep esensial pada submateri ini tersampaikan dengan baik. Selain itu, diharapkan dengan pembagian konsep esensial yang diperlukan dalam pembelajaran dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan baik. Adapun media yang harus direvisi seperti video yang tidak terlihat jelas terlihat oleh siswa dan gambar yang kurang sesuai dengan konsep yang disampaikan.

b. Metode Penyampaian Materi

Pada penyampaian submateri pokok kenaikan titik didih ini menggunakan model pembelajaran inkuiri dan menggunakan metode diskusi sudah baik tetapi dengan menggunakan metode ini membutuhkan waktu yang


(4)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

lebih banyak untuk siswa berdiskusi. Agar semua konsep tersampaikan dengan baik sebaiknya guru lebih memperhatikan waktu yang tersedia agar pembelajaran tidak terkesan terburu-buru.

c. Media Pembelajaran

Media pembelajaran yang digunakan sudah cukup baik tetapi ada beberapa bagian yang tidak terlihat jelas oleh siswa seperti video pendidihan air. Animasi pengukuran titik didih pada level submikroskopik tidak menggunakan perumapamaan jumlah partikel zat terlarut sehingga siswa bingung melihat perbandingan dan pengaruh banyaknya partikel zat terlarut berbagai konsentrasi terhadap kenaikan titik didih. Sehingga harus adanya perbaikan agar siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang terdapat pada submatri pokok kenaikan titik didih larutan.

d. Pengelolaan Pembelajaran

Sebagai seorang guru harus pandai mengelola pembelajaran, terutama yang berkaitan dengan waktu dan pengkondisian kelas sebelum dilaksanakan pembelajaran agar siswa siap untuk menerima materi yang akan disampaikan. Sehingga persiapan pembelajaran harus disiapkan lebih cepat agar tidak ada waktu yang terbuang untuk menunggu alat operasional disiapkan untuk proses pembelajaran. Untuk mengoptimalisasi penggunaan media sehingga pembelajaran akan jauh lebih baik. Dapat digunakan pointer sehingga guru tidak terfokus pada layar laptop.


(5)

89

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M. dkk. (2003). Standar Belajar Mengajar.Bandung : Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Arikunto, S. (2009). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Edisi revisi V.

Jakarta : Rineka Cipta

Chandrasegaran, A. L. et al. (2007). “The Development of A Two-Tier Multiple- Choise Diagnostic Instrument for Evaluating Secondary School Students’ Abiliti To Describe and Explain Chemical Reactions Using Multiple Levels of Representation”. Chemistry Education Research and Practice.8, (3), 293-307

Chittleborough, G., Treagust, D., and Mecerino, M. (2002). “Contraints to the development of first year university chemistry student’ mental model of chemical phenomena”. International journal of science education.

Depdiknas. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Davidowitz, B. dan Chittleborough, G. (2009). “Linking the microscopic and sub -microscopic levels: Diagram” dalam Model and Modeling in Science Education, Multiple Representations in chemical education. United Kingdom: Springer

Firman, H. (2000). Penilaian Hasil Belajar dalan Pengajaran Kimia. Bandung Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI

Gulo, W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.

Jufri, A. W. (2013). Belajar dan Pembelajaran Sains. Bandung : Pustaka Reka Cipta

Keller, J.M. (1987). “Development and Use of the ARCS Model of Instructional Design”. Journal of Instructional Development. 10, (3) 2-10

Nabar, D. (2002). Kualitas Pendidikan dan Tunjangan Fungsional Guru. [Online]. Available:


(6)

Annisaningtyas Ardananeswari, 2014

bp=&pver=5.0&pid=&ID=404&cat=web&os=&over=&hrd=&Opt1=&O pt2=&Opt3. [20/10/05].

Nashar,H. (2004). Peranan Motivasi dan Kemampuan Awal Dalam Kegiatan Pembelajaran. Jakarta: Delia Press

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.

Purba, M. (2007). Kimia untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga.

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Silberberg, M.S. (2007). Principles of General Chemistry (First Ed.). New York: McGraw-Hill

Sirhan, G. (2007). “Learning Difficulties in Chemistry: An Overview”. Journal of Turkish Science Education. 4, (2), pp 2-20.

Tim penyusun KBBI. (2003). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai pustaka.

Ulfah, M. (2009). Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Submateri Pokok Kenaikan Titik Didih Larutan SMA Kelas XII. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan

Winiati. (2008). Analisis Pengajaran Guru Kimia Kelas XI pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Berdasarkan Intertekstualitas Ilmu Kimia. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan. Wu, K.H. (2002). Linking the Microscopic View of Chemistry to Real Life

Experience: Intertextual in a High-school Science Classroom. School of Education.

Wu, K.H, Krajcik J.S, and Soloway, E. (2000). Promoting Conceptual Understanding of Chemical Representasions : Students’ Use of a Visualization Tool in the Classroom. Makalah pada pertemuan Tahunan The National Association of Research in Science Teaching. New Orleans, LA.