IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI.

(1)

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL

PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Kimia

Oleh : Lia Apriani

0905717

JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(2)

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL

PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI

Oleh Lia Apriani

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam

©Lia Apriani 2014

Universitas Pendidikan Indonesia Januari 2014

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difotokopi, atau cara lainnya tanpa izin dari penulis.


(3)

LIA APRIANI

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN INTERTEKSTUAL PADA MATERI SISTEM KOLOID SMA KELAS XI

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I

Dr. Sri Mulyani M.Si NIP. 196111151986012001

Pembimbing II

Galuh Yuliani Ph.D NIP. 198007252001122001

Mengetahui

Ketua Jurusan Pendidikan Kimia

Dr. rer. nat. H. Ahmad Mudzakir, M.Si NIP. 196611211991031002


(4)

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul “Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid SMA Kelas XI”, bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keterlaksanaan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid serta mengetahui pengaruhnya pada peningkatan penguasaan konsep siswa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pra-eksperimen dengan desain one-group pretest and posttest design. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA sebanyak 28 orang pada salah satu SMA Negeri di Kota Bandung. Implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid mencakup kegiatan pembelajaran, tanggapan guru dan siswa, serta kendala-kendala yang dialami selama proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan mempertautkan tiga level representasi kimia, yaitu level makroskopik, sub-mikroskopik, dan simbolik pada setiap konsep materi. Level makroskopik dimunculkan melalui demonstrasi, video, atau gambar. Siswa dibimbing untuk memahami konsep pada level sub-mikroskopik melalui tanya jawab dan diskusi yang dibantu dengan animasi yang ditampilkan pada level simbolik. Secara umum pembelajaran ini mendapat respon positif, baik dari guru maupun dari siswa. Kendala-kendala yang dialami dalam proses pembelajaran lebih mengarah pada kecilnya ukuran gambar, animasi, atau video yang ditampilkan dalam media serta pengkondisian/penguasaan kelas yang kurang optimal oleh peneliti. Berdasarkan hasil analisis data, pembelajaran ini berdampak pada peningkatan penguasaan konsep. Peningkatan penguasaan konsep siswa tergolong pada peningkatan tinggi dengan nilai rata-rata N-Gain sebesar 72,77%.

Kata Kunci:Strategi Pembelajaran Intertekstual, Representasi Kimia, Sistem Koloid

ABSTRACT

This research has an aims to get information about The Intertextual Learning Strategy Implementation in The Material of Grade XI Senior High School, Colloidal System, and also to know about the influence of the learning strategy implementation to the concept mastery after it was implemened. The method that was used in this research is Pre-Experiment method with One Group Pretest-Postest Design. The subjects of this research were 28 (twenty eight) XI grade students of one State Senior High school in Bandung. The intertextual learning strategy implementation in the colloidal system material, covers the teaching and learning process, teacher’s and student’s opinions, also the obstacles during the teaching and learning process. The teaching and learning process was done by connecting three levels of chemical representations i.e macroscopic, sub-microscopic, and symbolic level on each concept. The macroscopic level emerged through demonstration, video experiment, or pictures. The students were guided to understand the concept in the submicroscopic level through questioning and discussion, helped by the animation that shown at the simbolyc level. Generally, this teaching and learning process has got positive response from the students and also teacher. The obstacles occured during the teaching and learning process were more about the unclear teaching and learning media, and conditioning of a class. Based on the results of the analysis, this teaching and learning process impacts the students’ concept mastery. The enhancement of student’ concept mastery is classified as high enhancement with the average N-Gain is 72,77%.


(5)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3

C. Pembatasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

F. Penjelasan Istilah ... 4

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 6

A. Strategi Pembelajaran ... 6

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ... 6

2. Pengertian Strategi Pembelajaran ... 7

3. Strategi Pembelajaran Intertekstual ... 8

B. Penguasaan Konsep ... 10

C. Deskripsi Materi Sistem Koloid ... 13

1. Definisi Koloid ... 13

2. Jenis-jenis Koloid ... 14

3. Sifat-sifat Koloid ... 16

4. Pemurnian Koloid ... 20

5. Destabilisasi Koloid... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 23

A. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 23

B. Metode Penelitian ... 23

C. Desain Penelitian ... 23

D. Alur Penelitian ... 23

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 27

G. Teknik Pengumpulan Data ... 27


(6)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Keterlaksanaan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 34

1. Kegiatan Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 34

2. Tanggapan Guru dan Siswa terhadap Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 55

3. Kendala-kendala Selama Proses Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid ... 59

B. Pengaruh Strategi Pembelajaran Intertekstual terhadap Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Materi Sistem Koloid ... 60

1. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa secara Keseluruhan ... 60

2. Analisis Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Konsep ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73

A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 76


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel

2.1. Taksonomi Bloom (yang telah direvisi)... 12

2.2. Perkiraan Ukuran Partikel Terdispersi dalam Campuran ... 13

2.3. Jenis-jenis Koloid ... 15

3.1. Teknik Pengumpulan Data ... 27

3.2. Kriteria Kemampuan ... 28

3.3. Kategori Peningkatan Penguasaan Konsep ... 29

3.4. Penentuan Skor Jawaban Angket ... 29

3.5. Penentuan Kategori Jawaban Angket ... 29

4.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Materi Sistem Koloid ... 30

4.2. Rincian Indikator dan Konsep pada Materi Sistem Koloid (Andini, 2010) ... 31

4.3. Rincian Indikator dan Konsep pada Materi Sistem Koloid (Revisi) ... 32

4.4. Representasi Kimia pada Konsep Definisi Koloid ... 36

4.5. Representasi Kimia pada Konsep Fase Terdispersi dan Medium Pendispersi 38 4.6. Representasi Kimia pada Konsep Koloid Sol ... 40

4.7. Fasa Terdispersi dan Medium Pendispersi dalam Jenis-jenis Koloid ... 42

4.8. Representasi Kimia pada Konsep Koloid Liofil ... 43

4.9. Representasi Kimia pada Konsep Koloid Liofob ... 43

4.10. Representasi Kimia pada Konsep Efek Tyndall ... 45

4.11. Representasi Kimia pada Konsep Gerak Brown ... 47

4.12. Representasi Kimia pada Konsep Adsorpsi ... 49

4.13. Representasi Kimia pada Konsep Elektroforesis ... 51

4.14. Representasi Kimia pada Konsep Dialisis ... 53

4.15. Representasi Kimia pada Konsep Koagulasi ... 54

4.16. Nilai Rata-rata Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa ... 61

4.17. Indikator dan Konsep pada Sub-materi Definisi Koloid ... 66

4.18. Indikator dan Konsep pada Sub-materi Jenis-jenis Koloid ... 69


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1. Hubungan antar Tiga Level Representasi Kimia ... 9

2.2. Visualisasi Molekuler pada Larutan, Koloid, dan Suspensi ... 14

2.3. Visualisasi Molekuler pada Koloid Liofil (kiri) dan Koloid Liofob (kanan) .. 16

2.4. Visualisasi Efek Tyndall pada Partikel Koloid ... 17

2.5. Visualisasi Gerak Brown oleh Partikel Koloid ... 18

2.6. Visualisasi Adsorpsi pada partikel Koloid ... 19

2.7. Visualisasi Percobaan Elektroforesis ... 20

2.8. Visualisasi Proses Dialisis ... 21

2.9. Visualisasi Proses Koagulasi (kiri: pencampuran koloid bermuatan dengan elektrolit/koloid lainyang berbedamuatan, kanan: koloid menjadi tidak stabil dan mengendap) ... 22

3.1. Bagan Alur Penelitian ... 24

4.1. Diagram Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran ... 57

4.2. Diagram Tanggapan Siswa terhadap Pembelajaran pada Tiap Kelompok ... 58

4.3. Diagram Kriteria Kemampuan Siswa Sebelum dan Setelah Proses Pembelajaran ... 61

4.4. Diagram Nilai N-Gain Rata-rata pada Tiap Kelompok ... 62

4.5. Diagram Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Tiap Kelompok ... 63

4.6. Diagram Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Sub-materi ... 65

4.7. Diagram Kategori Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa pada Setiap Sub-materi ... 65

4.8. Persentase Nilai Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa pada Sub-materi Definisi Koloid ... 67

4.9 Persentase Nilai Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa pada Sub-materi Jenis-jenis Koloid ... 70

4.10 Persentase Nilai Pretes dan Postes Tiap Kelompok Siswa pada Sub-materi Sifat-sifat Koloid ... 71


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Hasil Validasi Soal Tes ... 80

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)... 86

3. Instrumen Penelitian 3.1. Soal Pretes dan Postes ... 121

3.2. Angket Tanggapan Siswa ... 124

3.3. Format Pedoman Observasi ... 126

3.4. Format Pedoman Wawancara ... 129

4. Tabulasi Pengolahan Data 4.1. Pengelompokkan Siswa Kelas Tinggi, Sedang, dan Rendah ... 130

4.2. Rekap Nilai Pretes dan Postes ... 131

4.3. Pengelompokkan Siswa berdasarkan Kriteria Kemampuan pada Nilai Pretes dan Postes ... 133

4.4. Peningkatan Penguasaan Konsep Siswa berdasarkan Nilai N-Gain ... 134

4.5. Pengolahan Angket Tanggapan Siswa ... 135

5. Representasi Kimia pada Materi Sistem Koloid ... 136

6. Hasil Observasi Guru ... 148

7. Transkrip Wawancara 7.1 Transkrip Wawancara Guru ... 154


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kimia adalah salah satu cabang ilmu dalam pengetahuan alam (sains). Banyak siswa menganggap kimia sebagai pelajaran yang sulit. Pelajaran kimia sering dirasa tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa (Sirhan, 2007: 2). Adams dan Sewry (2010: 3) menyatakan bahwa alasan utama mengapa siswa tidak mampu memecahkan masalah dalam kimia adalah karena banyak konsep kimia yang tidak masuk akal bagi siswa.

Konsep-konsep yang terdapat dalam kimia pada umumnya merupakan konsep-konsep yang abstrak. Konsep-konsep tersebut penting dipahami oleh siswa untuk mempelajari materi kimia selanjutnya atau untuk mempelajari ilmu pengetahuan lainnya (Taber, 2002 dalam Sirhan, 2007: 2). Miskonsepsi dan masalah dengan model/pemodelan merupakan hambatan bagi siswa dalam memahami suatu konsep. Banyak siswa bahkan hanya menghafalkan konsep kimia tanpa benar-benar memahami konsep tersebut (Haidar, 1997; Niaz dan Rodriguez, 2000 dalam Pekdag, 2010: 112).

Karakteristik ilmu kimia dipelajari dalam tiga level representasi, yaitu level makroskopis, level sub-mikroskopis, dan level simbolik (Johnstone, 1982 dalam Chittelborough, 2007: 274). Level makroskopik merupakan fenomena nyata dan dapat dilihat, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman siswa sehari-hari. Level sub-mikroskopik merupakan fenomena nyata dalam level partikulat, yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gerak elektron, molekul, partikel, atau atom (Johnstone, 1982 dalam Chittelborough, 2007: 274). Sedangkan level simbolik merupakan ekspresi nyata, visualisasi, matematis dan/atau model verbal dari level makroskopis dan level sub-mikroskopis, biasanya menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa kimia seperti rumus senyawa (Justi dan Gilbert, 2002: 47).


(11)

Penelitian menunjukkan bahwa banyak siswa sekolah menengah, mahasiswa, dan bahkan beberapa guru, mengalami kesulitan untuk mentransfer dari satu level representasi ke level representasi yang lain (Gabel, 1998 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 275). Baik guru maupun buku teks tidak menekankan perbedaan dan keterkaitan ketiga level representasi dalam memahami fenomena kimia. Hal ini karena siswa dianggap sudah dapat membedakan dan mengaitkan ketiga level representasi tersebut (Chittleborough dan Treagust, 2007: 275). Faktanya menurut hasil penelitian (Ben-Zvi, Eylon, dan Silberstein, 1987; Ben-Zvi, Eylon, dan Silberstein, 1988; Griffiths dan Preston, 1992 dalam Wu et al., 2001: 821), siswa mengalami kesulitan dalam belajar sub-mikroskopis dan simbolis karena representasi ini tidak terlihat dan abstrak, sementara siswa memahami kimia bergantung pada apa yang dilihat (makroskopik).

Hubungan antar ketiga level representasi harus secara eksplisit diajarkan (Johnstone, 1991; Gabel, 1992; Harrison dan Treagust, 2000; Ebenezer, 2001; Ravialo, 2001; Treagust et al., 2003 dalam Sirhan, 2007: 5). Jika siswa memiliki kesulitan di salah satu level maka dapat mempengaruhi pemahamannya pada level yang lain. Interaksi dan perbedaan di antara ketiga level tersebut diperlukan untuk pencapaian dalam memahami konsep-konsep kimia (Sirhan, 2007: 5). Ketika hubungan terbentuk antar ketiga level representasi, siswa dapat memahami dan mempelajari lebih dalam tentang kimia.

Pemahaman tentang bagaimana cara siswa belajar dapat membantu guru untuk merencanakan strategi yang efektif dalam mengajar. Menurut Wena (2010: 14-17), keberhasilan guru dalam mengimplementasikan suatu strategi pembelajaran bergantung pada kemampuan guru menganalisis kondisi pembelajaran yang ada, seperti tujuan pembelajaran, karakteristik siswa, kendala sumber/media belajar, dan karakteristik bidang studi. Suatu strategi pembelajaran dalam kimia yang dapat mengakomodasi ketiga level representasi dan juga dapat mengaitkan hubungan antara ketiganya diperlukan untuk dapat memahami konsep kimia secara utuh. Strategi pembelajaran yang dimaksudkan adalah strategi pembelajaran intertekstual.


(12)

Pada penelitian sebelumnya telah dikembangkan suatu strategi pembelajaran intertekstual yang membangun ketiga level representasi kimia secara utuh pada materi sistem koloid. Berdasarkan masalah-masalah yang dipaparkan di atas, untuk mengetahui bagaimana strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid dilaksanakan dalam proses pembelajaran maka strategi pembelajaran tersebut perlu untuk diimplementasikan.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian diungkapkan sebagai berikut: “Bagaimana implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid SMA kelas XI”. Secara khusus masalah penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid?

2. Bagaimana pengaruh strategi pembelajaran intertekstual terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid?

C. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, materi sistem koloid yang diimplementasikan adalah definisi koloid, jenis-jenis koloid, dan sifat-sifat koloid. Penelitian ini hanya menjelaskan hasil belajar siswa dalam domain kognitif, dan metode pengambilan data dalam penelitian ini hanya melibatkan siswa dalam satu kelas. Deskripsi keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual mencakup kegiatan pembelajaran, tanggapan guru dan siswa, serta kendala-kendala selama proses pembelajaran.


(13)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang keterlaksanaan implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid dan pengaruhnya terhadap peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid dalam rangka mengevaluasi strategi pembelajaran intertekstual yang telah dikembangkan oleh Andini (2010) melalui implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid SMA kelas XI.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam dunia pendidikan, diantaranya:

1. Bagi siswa, penelitian ini dapat memberikan pengalaman belajar intertekstual dan diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid.

2. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif strategi pembelajaran kimia, yaitu strategi pembelajaran intertekstual khususnya pada materi sistem koloid.

3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai implementasi strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid. 4. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan mengenai pengalaman

belajar dan mengajar kimia menggunakan strategi pembelajaran intertekstual, khususnya pada materi sistem koloid.

F. Penjelasan Istilah

1. Strategi pembelajaran adalah rangkaian rencana dalam kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai hasil pembelajaran yang telah ditentukan (Costa, et al., 1988: 141).

2. Intertekstual adalah cara untuk membuat suatu makna melalui teks-teks. Makna yang terbentuk tersebut bergantung pada teks-teks lain yang memiliki arti


(14)

tertentu serta memiliki hubungan antar satu teks dengan teks yang lain (Lemke, 2004: 3). Dalam kimia, intertekstual dipandang sebagai proses pertautan antar representasi kimia, pengalaman siswa sehari-hari, dan keadaan di dalam kelas (Santa Barbara Classroom Discourse Group, dalam Wu, 2003: 869).

3. Strategi pembelajaran intertekstual adalah strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi ketiga level representasi kimia serta mempertautkan hubungan antar ketiganya.

4. Representasi kimia dapat diartikan sebagai kiasan, model, dan konsep teoritis yang digunakan untuk menginterpretasikan alam dan kenyataan (Hoffman dan Laszlo, 1991 dalam Wu et al., 2001: 823). Representasi kimia terdiri dari tiga level yaitu level makroskopis, level sub-mikroskopis, dan level simbolik (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).

5. Level makroskopis adalah fenomena nyata dan dapat dilihat, yang mungkin menjadi bagian dari pengalaman siswa sehari-hari (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).

6. Level sub-mikroskopis adalah fenomena nyata dalam tingkat partikulat, yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan gerak elektron, molekul, partikel, atau atom (Johnstone, 1982 dalam Chittleborough dan Treagust, 2007: 274).

7. Level simbolik adalah ekspresi nyata, visualisasi, ungkapan matematis dan/atau model verbal dari level makroskopis dan level sub-mikroskopis, biasanya menggunakan simbol-simbol yang merupakan bahasa kimia seperti rumus senyawa (Justi dan Gilbert, 2002: 47).


(15)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian dilaksanakan di salah satu SMA Negeri di kota Bandung. Subjek penelitian adalah siswa-siswi dalam satu kelas XI IPA dengan jumlah 28 orang.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Eksperimen merupakan cara praktis untuk mempelajari sesuatu dengan mengubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lain. Jenis penelitian eksperimen yang digunakan adalah pra eksperimen (pre experimental). Pada metode pra eksperimen tidak ada penyamaan karakteristik/random dan tidak ada kelas kontrol (Arifin, 2012: 68-74).

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah one-group pretest and posttest design. Desain ini dikenal juga sebagai desain sebelum dan sesudah dengan struktur desain sebagai berikut:

X adalah perlakuan yang diberikan dan dilihat pengaruhnya dalam eksperimen.

Perlakuan yang dimaksud adalah penggunaan strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid. O1 adalah tes yang diberikan sebelum perlakuan (pretes), sedangkan O2 adalah tes yang diberikan setelah perlakuan (postes). Pengaruh perlakuan X dapat diketahui dengan membandingkan antara hasil O1 dan O2 dalam situasi yang terkontrol (Arifin, 2012: 77).


(16)

D. Alur Penelitian

Prosedur penelitian dalam penelitian ini mengikuti alur penelitian seperti bagan berikut.

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian

Berdasarkan alur penelitian tersebut, maka prosedur penelitian dijelaskan sebagai berikut.

Tahap I: Perencanaan

1. Menentukan materi yang akan dikaji. Materi yang dipilih peneliti adalah “Sistem Koloid”. Materi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa banyak siswa dan guru menganggap materi sistem koloid adalah materi hafalan sehingga siswa kurang tertarik dengan materi sistem koloid.


(17)

2. Mengkaji strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid yang telah dibuat oleh peneliti sebelumnya (Andini, 2010). Beberapa indikator dan konsep pembelajaran mengalami revisi dari yang sudah dikembangkan.

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang mengacu pada deskripsi pembelajaran intertekstual yang telah dikembangkan.

4. Membuat instrumen penelitian berupa soal tes. Instrumen penelitian berupa angket, pedoman wawancara dan pedoman observasi mengadopsi dari penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi. 5. Melakukan revisi instrumen penelitian soal tes dengan cara validasi isi

oleh ahli (dosen dan guru mata pelajaran kimia).

6. Melakukan uji coba implementasi di depan sekelompok siswa sebagai tahapan persiapan dan perbaikan sebelum pelaksanaan penelitian.

Tahap II: Pelaksanaan

1. Memberikan pretes kepada siswa.

2. Implementasi strategi pembelajaran intertekstual. Ketika implementasi pembelajaran, dilakukan observasi oleh observer yaitu guru mata pelajaran kimia.

3. Memberikan postes kepada siswa. 4. Menyebarkan angket kepada siswa.

5. Melakukan wawancara kepada guru dan beberapa siswa mengenai proses pembelajaran intertekstual.

Tahap III: Penyelesaian

Setelah tahap perencanaan dan pelaksanaan penelitian, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Data kuantitatif dianalisis secara statistik, sedangkan data kualitatif dianalisis secara deskriptif. Dari hasil analisis data tersebut, kemudian dilakukan pembahasan sehingga didapat kesimpulan penelitian.


(18)

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes, angket, format wawancara, dan format observasi. Berikut dijelaskan masing-masing instrumen penelitian tersebut.

1. Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang kemampuan subjek penelitian. Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah untuk mengukur domain kognitif siswa dalam materi sistem koloid. Bentuk tes yang digunakan adalah pilihan berganda (PG) dan uraian (essay). Tes diberikan kepada siswa sebelum dan setelah pembelajaran (pretes dan postes) untuk mengukur peningkatan penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid. 2. Angket adalah instrumen penelitian berupa daftar pertanyaan atau pernyataan

secara tertulis yang harus dijawab oleh responden sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Jenis angket yang digunakan adalah angket berstruktur (angket tertutup) yaitu angket yang setiap pertanyaan atau pernyataan angket sudah ditetapkan jawabannya, sehingga responden hanya membubuhkan tanda tertentu sesuai dengan petunjuk pengisiannya. Dalam penelitian ini, angket digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid. Pertanyaan-pertanyaan yang dibuat mencakup tanggapan positif dan negatif terhadap strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid. Angket yang digunakan diadopsi dari penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi.

3. Format wawancara digunakan untuk mengumpulkan data/informasi mengenai pendapat, sikap, ataupun persepsi seseorang. Wawancara dilakukan kepada guru mata pelajaran (observer) dan juga beberapa siswa mengenai pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid yang sudah dilaksanakan. Format wawancara yang digunakan diadopsi dari penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi.

4. Format observasi digunakan untuk pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu (Arifin, 2013: 153). Tujuan observasi dalam penelitian ini adalah untuk


(19)

mengetahui perilaku kelas (baik perilaku guru maupun perilaku siswa), interaksi antara siswa dan guru, serta mengetahui keterlaksanaan strategi pembelajaran intertekstual dalam kelas. Format observasi yang digunakan diadopsi dari penelitian sebelumnya (Handayani, 2010) dengan beberapa revisi.

F. Proses Pengembangan Instrumen

Soal tes sebagai instrumen untuk mengumpulkan data terlebih dulu divalidasi. Tes dikatakan valid jika soal-soal tes mampu mengukur apa yang hendak diukur atau dapat mengungkapkan apa yang hendak dikaji (Sanjaya, 2013: 254). Validitas soal tes yang digunakan adalah validitas isi yang diperoleh dengan cara judgment ahli yang kompeten sehingga dapat ditentukan apakah tes memiliki validitas yang tinggi atau tidak. Validasi soal tes dilakukan oleh dosen dan guru mata pelajaran kimia.

G. Teknik Pengumpulan Data

Keseluruhan teknik pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1. Teknik Pengumpulan Data

No. Instrumen Jenis Data Sumber

Data

Pengumpulan Data

1. Tes Penguasaan konsep siswa

Siswa Dilakukan sebelum dan setelah proses

pembelajaran 2. Angket Tanggapan terhadap

pembelajaran

Siswa Dilakukan setelah proses pembelajaran 3. Format

Wawancara

Tanggapan terhadap pembelajaran

Siswa dan Guru

Dilakukan setelah proses pembelajaran

4. Format Observasi

Observasi keterlaksanaan strategi pembelajaran

Guru Dilakukan selama proses pembelajaran

Deskripsi keterlaksanaan pembelajaran intertekstual diperoleh dari hasil observasi guru, wawancara terhadap guru dan siswa, serta angket yang disebarkan kepada


(20)

siswa setelah proses pembelajaran. Peningkatan penguasaan konsep siswa diketahui dari hasil pretes dan postes yang diberikan. Keseluruhan data tersebut dijadikan bahan evaluasi dan perbaikan strategi pembelajaran intertekstual pada materi sistem koloid.

H. Analisis Data

Sesuai dengan instrumen yang digunakan, maka teknik analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Menggelompokkan siswa menjadi tiga kelompok (kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah). Langkah-langkah pengelompokkan sebagai berikut:

- Mengumpulkan nilai-nilai siswa pada materi sebelumnya.

- Mencari nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standar deviasi) - Menentukan batas-batas kelompok. Kelompok tinggi yaitu semua siswa

yang mempunyai nilai sebanyak nilai rata-rata +1 SD dan yang lebih dari nilai tersebut. Kelompok sedang yaitu semua siswa yang mempunyai nilai antara -1 SD dan +1 SD. Kelompok rendah yaitu semua siswa yang mempunyai nilai -1 SD dan yang kurang dari nilai tersebut (Arikunto, 2012: 299).

2. Menentukan nilai Pretes dan Postes. nilai =

× 100%

3. Mengelompokkan nilai siswa berdasarkan kriteria kemampuan. Tabel 3.2. Kriteria Kemampuan

Nilai (%) Kriteria Kemampuan

81 – 100 Sangat baik 61 – 80 Baik 41 – 60 Cukup baik 21 – 40 Kurang 0 – 20 Sangat kurang


(21)

4. Menghitung peningkatan hasil belajar siswa dengan N-Gain (Normalitas Gain)

N-Gain =

x 100%

5. Mengelompokkan peningkatan penguasaan konsep siswa berdasarkan kategori menurut Hake (1998: 65), sebagai berikut.

Tabel 3.3. Kategori Peningkatan Penguasaan Konsep

Nilai N-Gain (%) Kategori

≥ 70 Tinggi

70 > N-Gain ≥ 30 Sedang

< 30 Rendah

6. Mengolah data hasil angket menggunakan skala Likert dengan ketentuan sebagai berikut.

Tabel 3.4. Penentuan Skor Jawaban Angket

Jawaban Kriteria Positif Kriteria Negatif

Sangat setuju 5 1

Setuju 4 2

Ragu-ragu 3 3

Tidak setuju 2 4

Sangat tidak setuju 1 5

7. Menghitung skor rata-rata gabungan dari kriteria positif dan negatif pada angket kemudian menentukan kategorinya dengan ketentuan sebagai berikut.

Tabel 3.5. Penentuan Kategori Jawaban Angket

Skor Rata-rata Jawaban Kategori

4,21-5,00 Sangat baik

3,41-4,20 Baik

2,61-3,40 Cukup baik 1,81-2,60 Kurang baik 1,00-1,80 Tidak baik (Widoyoko, 2012: 112).


(22)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Materi Sistem Koloid, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Setiap konsep dalam materi sistem koloid disampaikan dengan mempertautkan level makroskopik, submikroskopik, dan simbolik serta dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Level makroskopik dimunculkan dengan cara demonstrasi sehingga siswa dapat menggali fenomena-fenomena kimia melalui pengalamannya sendiri juga dengan menampilkan video atau gambar-gambar yang sesuai. Level sub-mikroskopik dimunculkan dengan cara memberikan pertanyaan yang mengajak siswa berpikir tentang fenomena yang dilihatnya. Dengan diberikannya gambaran mikroskopik melalui simbol-simbol dan animasi sebagai level simbolik dapat membuat sesuatu yang abstrak menjadi terlihat nyata, siswa pun lebih mudah memahami setiap konsep. Pembelajaran ini mendapat respon yang positif baik dari guru maupun siswa. Guru menilai bahwa strategi pembelajaran yang dibuat sudah dirancang dengan baik. Menurut siswa, terdapat hubungan yang jelas antara materi pembelajaran ini dengan apa yang telah diketahuinya. Siswa juga merasa senang mempelajari materi sistem koloid dan berkeyakinan akan berhasil dalam tes. Kendala-kendala yang dialami dalam proses pembelajaran lebih mengarah pada kecilnya ukuran gambar, animasi, atau video yang ditampilkan dalam media serta pengkondisian/penguasaan kelas yang kurang optimal oleh peneliti.

2. Penguasaan konsep siswa pada materi sistem koloid dengan menggunakan strategi pembelajaran intertekstual mengalami peningkatan. Nilai rata-rata postes sebesar 75,94% dibandingkan dengan nilai rata-rata pretes sebesar


(23)

11,83%. Berdasarkan perhitungan nilai N-Gain, diperoleh nilai N-Gain rata-rata sebesar 72,77% sehingga tergolong pada peningkatan tinggi.

B. Saran

Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Optimalisasi penggunaan media sehingga pembelajaran akan jauh lebih baik. Dapat digunakan pointer sehingga guru tidak terfokus pada layar laptop. 2. Penggunaan alat dan bahan untuk demonstrasi/praktikum disesuaikan dengan

kebutuhan kelas. Juga pengkondisian siswa sebelum demonstrasi sehingga seluruh siswa dapat melihat demonstrasi dengan jelas (jika demonstrasi dilakukan di dalam ruang kelas).

3. Penggunaan campuran pasir dengan air sebagai contoh suspensi lainnya, selain campuran serbuk kopi non-instan dengan air. Hal ini dimaksudkan agar saat penyaringan dapat dipisahkan kembali antara air dengan pasirnya.

4. Revisi media pembelajaran dalam hal animasi/visualisasi molekuler. Beberapa animasi/visualisasi molekuler sebaiknya diperbaiki, seperti animasi partikel dalam larutan, visualisasi molekuler pada koloid liofil dan koloid liofob, animasi adsorpsi, dan animasi proses dialisis. Juga sebaiknya ditambahkan animasi berkas cahaya pada suspensi.

5. Revisi media pembelajaran dalam hal penulisan kata. Terdapat salah penulisan pada slide pendahuluan (ukuran partikel larutan, koloid, dan suspensi), jenis koloid sol padat, aerosol padat, aerosol cair, tabel fasa terdispersi dan medium pendispersi, koloid liofil dan liofob, dan slide elektroforesis.

6. Revisi media pembelajaran dalam hal video/animasi diperbesar, dan warna tulisan yang disesuaikan dengan warna latar media sehingga apa yang ditampilkan dalam media dapat tetap terlihat jelas oleh siswa yang duduk di belakang.


(24)

7. Revisi media pembelajaran pada sub-materi jenis-jenis koloid. Pada media tersebut, jenis-jenis koloid hanya bisa ditampilkan secara berurutan. Lebih baik jenis-jenis koloid dapat ditampilkan secara acak sehingga guru tidak harus membuka slide dari awal kembali.

8. Penggunaan kata/istilah ‘penjerapan’ untuk adsorpsi sehingga dapat

dibedakan dengan absorpsi yaitu ‘penyerapan’.

9. Metode pembelajaran dibuat kelompok agar terjadi interaksi antar siswa dan siswa menjadi lebih aktif.


(25)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, V.J. dan Sewry, J. (2010). “The challenges of communicating chemistry concepts to learners in Grahamstown schools”. Presented at the Southern African Association of Science and Technology Centres (SAASTEC), Vredenburg (Western Cape).

Anderson, L.W. et al. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing: A

Revision of Bloom’s Taxonomy of educational Objectives. New York: Addison Wesley Longman, Inc.

Andini, T. (2010). Pengembangan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Pokok Materi Sistem Koloid. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Broman, K., Ekborg, M. dan Johnels, D. (2011). “Chemistry in crisis? Perspectives on teaching and learning chemistry in Swedish upper secondary schools”.

NorDiNa, 7, (1), 43-60.

Chittleborough, G. dan Treagust, D.V. (2007). The modelling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level. Chemistry Education Research and Practice, 8, (3), 274-292.

Costa, A.L. et al. (1988). “Building a Repertoire of Strategies”, dalam Developing Minds. United States of America: Association for Supervision and Curriculum Development.


(26)

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Firman, H. (2007). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Hake, R.R. (1998). Interactive Engagement vs Traditional Methods; A Six-Thousand-Student Survey of Mechanic Test Data for Introductory Physic Courses. American Journal of Physic, 66, 64-74.

Handayani, M.D. (2010). Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Tetapan Hasil Kali Kelarutan. Skripsi Sarjana pada pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Justi, R. dan Gilbert, J. (2002). "Models and Modelling in Chemical Education", dalam Chemical Education: Towards Research-based Practice. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

Kalsum, S. et al. (2009). Kimia 2: Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Kuswana, W.S. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Lemke, J.L. (2004). “Intertextuality and Educational Research”, dalam Uses of Intertextuality in Classroom and Educational Research, 3-16. University of Michigan: Information Age Publishing.

Lewis, R. dan Evans, W. (2006). Chemistry (Third Ed.). New York: Palgrave Macmillan.

Pekdag, B. (2010). Alternative Methods in Learning Chemistry: Learning with Animation, Simulation, Video and Multimedia. Journal of Turkish Science Education, 7, (2), 111-118.


(27)

Presseisen, B.Z. (1988). “Thinking Skills: Meanings and Models”, dalam Developing Minds. United States of America: Association for Supervision and Curriculum Development.

Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. (2012). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sirhan, G. (2007). Learning Difficulties in Chemistry: An Overview. Journal of Turkish Science Education, 4, (2), 2-20.

Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia 2: Untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Utami, B. et al. (2009). Kimia untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Wahyu, W. et al. (2007). Belajar dan Pembelajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Whitten, et al. (2004). General Chemistry (Seventh ed.). [ebook] Broadscole ISBN : 0534408605. Tersedia: http://www.ebook300.com.


(28)

Widoyoko, E.P. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wu, H.K. (2003). Linking the Microscopic View of Chemistry to Real-Life Experiences: Intertextuality in a High-School Science Classroom. Science Education, 87, 868-891.

Wu, H.K., Krajcik, J.S. dan Soloway, E. (2001). Promoting Understanding of

Chemical Representations: Students’ Use of a Visualization Tool in the


(1)

11,83%. Berdasarkan perhitungan nilai N-Gain, diperoleh nilai N-Gain rata-rata sebesar 72,77% sehingga tergolong pada peningkatan tinggi.

B. Saran

Saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah:

1. Optimalisasi penggunaan media sehingga pembelajaran akan jauh lebih baik. Dapat digunakan pointer sehingga guru tidak terfokus pada layar laptop. 2. Penggunaan alat dan bahan untuk demonstrasi/praktikum disesuaikan dengan

kebutuhan kelas. Juga pengkondisian siswa sebelum demonstrasi sehingga seluruh siswa dapat melihat demonstrasi dengan jelas (jika demonstrasi dilakukan di dalam ruang kelas).

3. Penggunaan campuran pasir dengan air sebagai contoh suspensi lainnya, selain campuran serbuk kopi non-instan dengan air. Hal ini dimaksudkan agar saat penyaringan dapat dipisahkan kembali antara air dengan pasirnya.

4. Revisi media pembelajaran dalam hal animasi/visualisasi molekuler. Beberapa animasi/visualisasi molekuler sebaiknya diperbaiki, seperti animasi partikel dalam larutan, visualisasi molekuler pada koloid liofil dan koloid liofob, animasi adsorpsi, dan animasi proses dialisis. Juga sebaiknya ditambahkan animasi berkas cahaya pada suspensi.

5. Revisi media pembelajaran dalam hal penulisan kata. Terdapat salah penulisan pada slide pendahuluan (ukuran partikel larutan, koloid, dan suspensi), jenis koloid sol padat, aerosol padat, aerosol cair, tabel fasa terdispersi dan medium pendispersi, koloid liofil dan liofob, dan slide elektroforesis.

6. Revisi media pembelajaran dalam hal video/animasi diperbesar, dan warna tulisan yang disesuaikan dengan warna latar media sehingga apa yang ditampilkan dalam media dapat tetap terlihat jelas oleh siswa yang duduk di belakang.


(2)

7. Revisi media pembelajaran pada sub-materi jenis-jenis koloid. Pada media tersebut, jenis-jenis koloid hanya bisa ditampilkan secara berurutan. Lebih baik jenis-jenis koloid dapat ditampilkan secara acak sehingga guru tidak harus membuka slide dari awal kembali.

8. Penggunaan kata/istilah ‘penjerapan’ untuk adsorpsi sehingga dapat dibedakan dengan absorpsi yaitu ‘penyerapan’.

9. Metode pembelajaran dibuat kelompok agar terjadi interaksi antar siswa dan siswa menjadi lebih aktif.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Adams, V.J. dan Sewry, J. (2010). “The challenges of communicating chemistry

concepts to learners in Grahamstown schools”. Presented at the Southern African Association of Science and Technology Centres (SAASTEC), Vredenburg (Western Cape).

Anderson, L.W. et al. (2001). A Taxonomy For Learning, Teaching, and Assessing: A

Revision of Bloom’s Taxonomy of educational Objectives. New York: Addison

Wesley Longman, Inc.

Andini, T. (2010). Pengembangan Strategi Pembelajaran Intertekstual pada Pokok

Materi Sistem Koloid. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Arifin, Z. (2012). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arifin, Z. (2013). Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Broman, K., Ekborg, M. dan Johnels, D. (2011). “Chemistry in crisis? Perspectives on teaching and learning chemistry in Swedish upper secondary schools”. NorDiNa, 7, (1), 43-60.

Chittleborough, G. dan Treagust, D.V. (2007). The modelling ability of non-major chemistry students and their understanding of the sub-microscopic level.

Chemistry Education Research and Practice, 8, (3), 274-292.

Costa, A.L. et al. (1988). “Building a Repertoire of Strategies”, dalam Developing Minds. United States of America: Association for Supervision and Curriculum


(4)

Dahar, R.W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Firman, H. (2007). Penilaian Hasil Belajar dalam Pengajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Hake, R.R. (1998). Interactive Engagement vs Traditional Methods; A Six-Thousand-Student Survey of Mechanic Test Data for Introductory Physic Courses.

American Journal of Physic, 66, 64-74.

Handayani, M.D. (2010). Implementasi Strategi Pembelajaran Intertekstual pada

Pokok Bahasan Kelarutan dan Tetapan Hasil Kali Kelarutan. Skripsi Sarjana

pada pada FPMIPA UPI: tidak diterbitkan.

Justi, R. dan Gilbert, J. (2002). "Models and Modelling in Chemical Education", dalam Chemical Education: Towards Research-based Practice. Netherlands: Kluwer Academic Publisher.

Kalsum, S. et al. (2009). Kimia 2: Kelas XI SMA dan MA. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Kuswana, W.S. (2011). Taksonomi Berpikir. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset.

Lemke, J.L. (2004). “Intertextuality and Educational Research”, dalam Uses of

Intertextuality in Classroom and Educational Research, 3-16. University of

Michigan: Information Age Publishing.

Lewis, R. dan Evans, W. (2006). Chemistry (Third Ed.). New York: Palgrave Macmillan.

Pekdag, B. (2010). Alternative Methods in Learning Chemistry: Learning with Animation, Simulation, Video and Multimedia. Journal of Turkish Science


(5)

Presseisen, B.Z. (1988). “Thinking Skills: Meanings and Models”, dalam Developing Minds. United States of America: Association for Supervision and Curriculum

Development.

Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi

Guru/Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas. Jakarta: Kencana.

Sanjaya, W. (2012). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sirhan, G. (2007). Learning Difficulties in Chemistry: An Overview. Journal of

Turkish Science Education, 4, (2), 2-20.

Sunarya, Y. dan Setiabudi, A. (2009). Mudah dan Aktif Belajar Kimia 2: Untuk Kelas

XI Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Utami, B. et al. (2009). Kimia untuk SMA dan MA Kelas XI Program Ilmu Alam. Jakarta: Pusat Perbukuan Depdiknas.

Wahyu, W. et al. (2007). Belajar dan Pembelajaran Kimia. Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI.

Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan

Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.

Whitten, et al. (2004). General Chemistry (Seventh ed.). [ebook] Broadscole ISBN : 0534408605. Tersedia: http://www.ebook300.com.


(6)

Widoyoko, E.P. (2012). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wu, H.K. (2003). Linking the Microscopic View of Chemistry to Real-Life Experiences: Intertextuality in a High-School Science Classroom. Science

Education, 87, 868-891.

Wu, H.K., Krajcik, J.S. dan Soloway, E. (2001). Promoting Understanding of

Chemical Representations: Students’ Use of a Visualization Tool in the