STUDI KELOMPOK SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI REPONG DAMAR PAHMUNGAN PESISIR BARAT
ABSTRACT
STUDY GROUPS OF SIAMANG (Hylobates syndactilus) IN REPONG DAMAR PAHMUNGAN WEST COAST
By
Erna Maya Sari
ABSTRACT
Repong Damar in Pahmungan, West Coastal District is a buffer of Bukit Barisan Selatan National Park (TNBBS). Repong Damar is one example of the success of agroforestry systems managed by local community that is still very traditional. This area was identified as a component of siamang (Hylobates syndactylus) habitat. The absence of data and the latest information about the siamang groups in Pekon Pahmungan were reasons of this research. The purpose of this research was to determine the siamang groups in Repong Damar, used concentrated area methode. The research was done on April 2015. The results showed that the existence of siamang group in Repong Damar Pahmungan were 4 individuals/group. The distribution of age classes in the individual phases of adult siamang were 2 individuals and the individual of adolescent phase were 2 individuals. The sex ratio in the adult age class phase was 1:1 and at adolescent age class phase was 1:1.
(2)
ABSTRAK
STUDI KELOMPOK SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI REPONG DAMAR PAHMUNGAN PESISIR BARAT
Oleh
Erna Maya Sari
Repong Damar di Pekon Pahmungan, Kabupaten Pesisir Barat merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Repong Damar adalah salah satu contoh keberhasilan agroforestri yang dikelola oleh masyarakat lokal yang masih sangat tradisional. Areal ini teridentifikasi sebagai habitat siamang (Hylobates syndactylus). Belum adanya data dan informasi terbaru mengenai kelompok siamang di Pekon Pahmungan menyebabkan penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelompok siamang di Repong Damar dengan menggunakan metode area terkonsentrasi. Penelitian dilakukan pada bulan April 2015. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok siamang yang dijumpai di Repong Damar Pahmungan berjumlah 4 individu/kelompok. Distribusi kelas umur pada individu fase dewasa berjumlah 2 individu dan fase remaja berjumlah 2 individu. Nilai rasio seksual pada kelas umur fase dewasa yaitu 1:1 dan pada kelas umur fase remaja 1:1.
(3)
STUDI KELOMPOK SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI REPONG DAMAR PAHMUNGAN PESISIR BARAT
Oleh
ERNA MAYA SARI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA KEHUTANAN
Pada
Jurusan Kehutanan
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(4)
STUDI KELOMPOK SIAMANG (Hylobates syndactylus) DI REPONG DAMAR PAHMUNGAN PESISIR BARAT
(Skripsi)
Oleh
ERNA MAYA SARI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Studi Kelompok Siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat ... 8
2. Peta Lokasi Penelitian Studi Kelompok Siamang di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir
Barat ... 18
3. Alur penjualan Hasil Repong Damar ... 36
4. Lokasi pengamatan di areal Repong Damar, Pekon Pahmungan pada
bulan Maret 2015 ... 40
5. Grafik ukuran kelompok siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat pada bulan Maret 2015 ... 41 6. Pohon tidur siamang (a) pohon damar (Shorea javanica), (b) pohon
beringin (Ficus benjamina) ... 46 7. Pohon pakan siamang (a) buah pohon duku, (b) buah pohon tupak,
(c) buah pohon manggis, (d) buah pohon cempedak ... 48 8. Aktivitas makan siamang pada pokon pakan (buah duku), di Repong
Damar, Pekon Pahmungan pada bulan April 2015 ... 49 9. Aktivitas menelisik yang dilakukan oleh siamang betina dewasa dengan
siamang remaja di lokasi pengamatan pada bulan April 2015 ... 50 10. Aktivitas kelompok cecah (Presbytis melalophos) yang sedang
mencari makan di areal yang sama dengan siamang (Hylobates syndactylus), yang ditemui di lokasi pengamatan pada bulan
April 2015 ... 51
11. Lutung kelabu (Fresbytis cristata) yang ditemui dilokasi pengamatan, di areal Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah,
(6)
v
12. Kelompok beruk (Macaca nemestrina) yang ditemui di lokasi pengamatan, di areal Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat pada bulan Maret 2015 ... 53
13. Kelompok cecah (Presbytis melalophos) yang ditemui di lokasi pengamatan, di areal Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat pada bulan Maret 2015 ... 53 14. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang ditemui di lokasi
pengamatan, di areal Repong Damar Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat pada bulan Maret 2015 ... 47 12. Aktivitas makan siamang pada pokon pakan (buah duku), di
Repong Damar, Pekon Pahmungan pada bulan Maret 2015 ... 54 13. Aktivitas grooming yang dilakukan oleh siamang betina dewasa
dengan siamang remaja di lokasi pengamatan pada bulan Maret
2015 ... 56 14. Aktivitas kelompok cecah (Presbytis melalophos) yang sedang
mencari makan di areal yang sama dengan siamang (Hylobates syndactylus), yang ditemui di lokasi pengamatan pada bulan
(7)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Klasifikasi Hylobates syndactylus (Napier dan Napier, 1985) ... 9
2. Lembar Kerja Pengamatan Kelompok Siamang ... 22
3. Daftar nama-nama Peratin Pekon Pahmungan ... 28
4. Sebaran penggunaan lahan masyarakat di Pekon Pahmungan ... 30
5. Jumlah penduduk Pekon Pahmungan menurut golongan usia ... 31
6. Sarana dan Prasarana di Pekon Pahmungan ... 32
7. Jenis tumbuhan pada vegetasi di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat ... 39
8. Jenis-jenis satwa lain yang ditemui di lokasi pengamatan pada bulan Maret 2015 ... 52
(8)
(9)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur Alhamdulillah, dalam kerendahan hati ini ku dedikasikan karya sederhanaku ini kepada Ayahanda dan Ibundaku tercinta yang tak pernah lelah memberikan do’a, kasih sayang, segala dukungan dan semangat yang luar biasa serta cinta kasih yang tiada terhingga. Semoga ini dapat menjadi langkah awal untuk dapat membuat kalian bahagia dan bangga.
Untuk abangku tercinta Bondan Pergola, sosok luar biasa dalam hidup yang selalu memberiku motivasi, semangat dan mengajarkanku arti hidup serta selalu menginspirasiku untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Kakak dan adik-adikku Ayu Wandira, Inda Permata Sari, Dita Selvia, Arkan Kafie El Azzam,
terimakasih atas do’a, dukungan, canda tawa dan kasih sayang yang tiada henti selama ini.
Sahabat-sahabatku tercinta Maya Adelina, Enal Kurniawan (duguk), M. Bramsah (tokek), Faizal Mahdi Syamal (tile), Dea Andhari Resphaty, Erwin (among), Julyanto (bangjul), Andry Setiyawan Aryanto (androy), dan Liana Ristiara terimakasih telah menjadi teman pelipur lara selama ini, serta keluarga
besar “FOREVER” terimakasih atas semangat dan kebersamaan yang telah
(10)
(11)
MOTO HIDUP
Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu,
Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga
(HR Muslim)
Sesungguhnya bersama kesukaran itu ada keringanan. Karena itu
bila kau sudah selesai (mengerjakan yang lain). Dan berharaplah
kepada Tuhanmu
(Q.S Al Insyirah : 6-8)
Yakinlah ada sesuatu yang menantimu selepas banyak kesabaran
yang kamu jalani, yang akan membuatmu terpana, hingga kamu
lupa pedihnya rasa sakit
(Ali Bin Abi Thalib)
Pikirkanlah semua masalah secara sederhana, maka kau akan
mudah untuk meyelesaikannya
(12)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Erna Maya Sari dilahirkan di Wonosobo, pada tanggal 22 Desember 1993 sebagai anak ke tiga dari enam bersaudara pasangan Bapak
M. Tebe’en dan Ibu Yurhayanti. Pendidikan yang ditempuh penulis yaitu pada tahun 2005 lulus dari Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Kuripan Kotaagung Tanggamus, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Kotaagung Tanggamus yang selesai pada tahun 2008, dan melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Kotaagung Tanggamus yang diselesaikan pada tahun 2011. Penulis tercatat sebagai mahasiswi Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2011 melalui jalur Penerimaan Mahasiswa Perluasan Akses Pendidikan (PMPAP) unila.
Selama menjadi mahasiswi penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa Kehutanan (HIMASYLVA), dan pernah menjadi anggota bidang pengkaderan dan penguatan organisasai periode 2012-2013, serta pernah dipercaya menjadi asisten dosen mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah tahun ajaran 2013/2014 dan mata kuliah Perilaku Satwa Liar tahun ajaran 2014/2015.
(13)
Pada Januari 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa Sritunggal, Kecamatan Buay Bahuga, Kabupaten Way Kanan, Lampung dan melaksanakan Praktik Umum (PU) Kehutanan pada Juli 2014 di Perum Perhutani Devisi Regional Jawa Tengah, dan telah menyelesaikan laporan dengan Judul
“Teknik Pengamanan Hutan Jati Terhadap Pencurian Kayu di RPH Nglobo BKPH Nglobo KPH Cepu Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah”. Pada tahun 2015 penulis melakukan penelitian dengan judul “Studi KelompokSiamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat” dan telah mempublikasikan ke dalam jurnal.
(14)
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamin sembah sujud, dan syukur kepada Allah SWT berkat karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi sederhana dengan judul ”Studi Kelompok Siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Universitas Lampung ini dapat terselesaikan. Sholawat, dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW.
Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih payah sendiri akan tetapi berkat bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materiil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan rasa hormat, dan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
(1) Bapak Prof. Dr. Ir. Sugeng P. Harianto, M.S. Selaku Rektor sekaligus Pembimbing I yang telah memberikan waktu, saran, dan semangat kepada penulis dalam penyusunan skripsi.
(2) Bapak Dr. Ir. Agus Setiawan, M.Si. Selaku Ketua Jurusan Kehutanan sekaligus sebagai Pembahas, yang telah memberikan masukan, saran, dan kritikan selama penulisan skripsi untuk menjadi lebih baik.
(15)
(3) Ibu Dr. Hj. Bainah Sari Dewi, S.Hut., M.P. Selaku sekertaris jurusan kehutanan Kehutanan Universitas Lampung.,
(4) Bapak Ir. Indriyanto, M.P. Selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi, semangat, masukan, dan nasihat selama menuntut ilmu di Jurusan Kehutanan Universitas Lampung.
(5) Seluruh dosen, dan staf Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dengan ikhlas, sehingga penulis mampu menyelesaikan perkuliahan dengan gelar S.Hut.
Serta semua pihak yang terlibat yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT mencatat, dan mengganti semuanya sebagai amal sholeh. Sangat penulis sadari bahwa berakhirnya masa studi ini adalah awal dari perjuangan panjang untuk mencapai kesuksesan. Sedikit harapan semoga karya kecil ini dapat berguna, dan bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.
Bandar Lampung, 13 Juli 2015 Penulis,
(16)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Kerangka Pemikiran ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Taksonomi ... 9
B. Morfologi ... 9
C. Komposisi Kelompok ... 10
D. Populasi ... 12
E. Perilaku ... 13
F. Penyebaran dan Habitat ... 15
G. Persaingan ... 16
III. METODE PENELITIAN ... 18
A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18
B. Alat dan Objek Penelitian ... 19
C. Batasan Penelitian ... 19
D. Jenis Data ... 19
E. Metode Pengumpulan Data ... 20
F. Analisis Data ... 22
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 25
(17)
ii
a. Keadaan Umum Wilayah ... 25
b. Keadaan Penduduk/Demografis ... 26
c. Sarana dan Prasarana ... 26
B. Pekon Pahmungan ... 27
a. Sejarah Pekon Pahmungan ... 27
b. Keadaan Umum Wilayah ... 29
c. Keadaan Penduduk ... 30
d. Sarana dan Prasarana ... 30
C. Repong Damar di Pekon Pahmungan ... 31
a. Sejarah Repong Damar di Pekon Pahmungan ... 31
b. Proses Pembentukan Repong Damar ... 33
c. Alur Penjualan Hasil Repong Damar ... 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Repong Damar Pahmungan Sebagai Habitat Siamang ... 36
B. Kelompok Siamang di Repong Damar Pahmungan ... 38
C. Aktivitas Harian Siamang di Repong Damar Pahmungan ... 44
D. Keberadaan Satwa Lain di Areal Repong Damar Pahmungan ... 50
E. Persepsi Masyarakat Terhadap Keberadaan Kelompok Siamang di Repong Damar Pahmungan ... 53
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 55
A. Kesimpulan ... 55
B. Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
(18)
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan salah satu jenis primata penghuni hutan tropis sumatera yang semakin terancam keberadaannya. Tekanan terhadap siamang terutama disebabkan oleh hilangnya tutupan hutan sebagai habitat alaminya. Hal ini terlihat dari populasi siamang yang telah kehilangan sekitar 66% habitat aslinya, yang semula seluas 340.000 km2 menjadi hanya 120.000 km2. Jumlah siamang di alam diperkirakan sekitar 31.000 ekor yang mendiami daerah seluas 20.000 km2 dari habitat yang tersisa (Supriatna dan Wahyono, 2000). Sementara penyebaran satwa langka ini terbatas di Pulau Sumatera dan beberapa wilayah semenanjung melayu, menempati hutan tropis dataran rendah dan hutan tropis pegunungan hingga ketinggian 2000 mdpl. Saat ini, populasi siamang yang tersisa di Sumatera sebagian besar hanya terdapat di kawasan lindung dan konservasi (Nijman dan Geissman, 2006).
Berdasarkan penafsiran citra satelit Forest Watch Indonesia (2014), Pulau Sumatera termasuk pulau yang mengalami deforestasi tertinggi bila dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Laju deforestasi Pulau Sumatera pada periode 2009-2013 diperkirakan sebesar 1,5 juta hektar.
(19)
2
Menurut Forest Watch Indonesia (2014), dampaknya berupa kecenderungan bentuk-bentuk ekspansi lahan bagi kepentingan pembangunan hutan tanaman industri, pemanfaatan hasil hutan kayu di hutan alam, perkebunan kelapa sawit dan pemberian lokasi-lokasi baru untuk pertambangan. Pembukaan hutan yang hingga saat ini masih terus terjadi menjadi ancaman nyata bagi keberadaan populasi siamang yang semakin terdesak pada habitat yang semakin menyempit. Selain penyusutan habitat, siamang juga menghadapi ancaman perburuan dan diperdagangkan. Kondisi ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap siamang terjadi baik secara langsung pada spesies satwa tersebut maupun pada habitatnya.
Upaya konservasi siamang melalui perlindungan spesies dan habitatnya sangat penting untuk dilakukan guna mencegah terjadinya kepunahan jenis satwa ini.
International Union on Conservation for Nature (IUCN) redlist memasukkan siamang ke dalam daftar satwa terancam punah (endangered), serta melalui CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) siamang masuk ke dalam kategori Appendix 1. Upaya perlindungan satwa ini juga diatur dalam Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta aturan turunan di antaranya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa yang memasukkan semua satwa jenis dari famili Hylobatidae dalam daftar satwa yang dilindungi. Perlindungan satwa terancam punah dan habitatnya harus dilakukan oleh semua pihak baik masyarakat maupun pemerintah sebagai pemangku kebijakan, mulai dari lokal, regional maupun global.
(20)
3
Upaya perlindungan habitat satwa liar hingga saat ini cenderung tumpang tindih dengan kepentingan manusia dalam memenuhi kebutuhan lahan khususnya untuk perkebunan maupun pertanian. Namun, tidak semua lahan yang dikelola masyarakat mengakibatkan satwa liar kehilangan tempat hidupnya. Seperti yang ditemukan pada areal Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, Propinsi Lampung. Repong Damar adalah salah satu contoh keberhasilan masyarakat dalam mengelola hutan secara berkelanjutan melalui kearifan lokal yang terus terjaga hingga saat ini. Repong Damar merupakan istilah yang digunakan oleh masyarakat lokal dalam menyebut kebun damar. Repong Damar tidak hanya terdiri dari jenis damar saja melainkan terdapat jenis tumbuhan lain seperti durian, duku, manggis, jenis kayu-kayuan, semak belukar dan tanaman obat (Winarti, 2013). Secara geografis letak pekon Pahmungan berada di tepi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), sehingga memiliki peran penting sebagai penyangga kawasan pelestarian alam tersebut.
Menurut Nainggolan (2011), ditemukan empat jenis primata di Areal Repong damar yaitu siamang (Hylobates syndactylus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), cecah (Presbytis melalophos), dan lutung kelabu (Fresbytis cristata). Siamang merupakan spesies primata yang ditemukan dengan jumlah terbesar kedua setelah Macaca fascicularis yaitu lebih kurang 21 ekor. Informasi ini menunjukkan bahwa Repong Damar seharusnya mendapat perhatian sebagai ekosistem penting yang teridentifikasi sebagai habitat siamang. Mengingat semakin menyusutnya habitat serta semakin menurunnya populasi siamang, maka studi kelompok siamang perlu dilakukan. Sehingga dapat menjadi acuan bagi
(21)
4
strategi konservasi khususnya pengelolaan habitat satwa terancam punah di wilayah penyangga kawasan TNBBS.
B.Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah ukuran kelompok siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat ?
2. Bagaimanakah susunan komposisi umur siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat ?
3. Bagaimanakah rasio seksual siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat ?
4. Bagaimanakah kondisi habitat siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat ?
C.Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui ukuran kelompok siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
(22)
5
2. Mengetahui susunan komposisi umur siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
3. Mengetahui rasio seksual siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat. 4. Mengetahui kondisi habitat siamang (Hylobates syndactylus) di Repong
Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
D.Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Sebagai sumber informasi terbaru tentang kelompok Siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat untuk bahan pertimbangan dalam upaya pelestariaan populasi siamang.
2. Sebagai dasar pertimbangan untuk rencana pengelolahan hutan dan Repong Damar di kawasan penyangga TNBBS, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
3. Sebagai informasi tambahan bagi peneliti lain yang berminat untuk meneliti masalah yang berkaitan dengan penelitian ini.
(23)
6
E.Kerangka pemikiran
Siamang merupakan primata dari famili Hylobatidae yang termasuk spesies terancam punah akibat degradasi hutan sebagai habitat alaminya dan perburuan untuk diperdagangkan. Penyebaran siamang terbatas di Pulau Sumatera dan beberapa wilayah Semenanjung Melayu, menempati hutan tropis dataran rendah dan hutan tropis pegunungan hingga ketinggian 2000 mdpl. Saat ini, populasi siamang yang tersisa di Sumatera sebagian besar hanya terdapat di kawasan lindung dan konservasi (Nijman dan Geissman, 2006). Siamang termasuk spesies yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 (serta termasuk dalam IUCN
redlist endangered spesies dan CITES appensix I). Kegiatan konservasi siamang melalui perlindungan terhadap spesies dan habitatnya sangat penting untuk dilakukan guna mencegah terjadinya kepunahan jenis satwa ini.
Areal Repong Damar yang berada di Pekon Pahmungan, Kabupaten Pesisir barat merupakan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). Areal ini teridentifikasi sebagai komponen habitat siamang (Nainggolan, 2011). Empat jenis primata ditemukan di areal repong damar yaitu siamang (Hylobates syndactylus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), cecah (Presbytis melalophos), dan lutung kelabu (Fresbytis cristata). Siamang merupakan spesies primata yang ditemukan dengan jumlah terbesar kedua setelah Macaca fascicularis yaitu lebih kurang 21 ekor. Penelitian tentang studi kelompok siamang perlu dilakukan mengingat hingga saat ini belum banyak diketahuinya kelompok siamang oleh masyarakat umum begitu juga data terbaru mengenai kelompok siamang di Repong Damar Pahmungan.
(24)
7
Penelitian mengenai studi kelompok siamang dilakukan dengan cara mencari data ukuran kelompok, komposisi umur, dan rasio seksual. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode titik terkonsentrasi (Concentration Count) (Bismark, 2009 dalam Setya, 2012), yaitu pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada titik yang diduga memiliki intensitas penjumpaan terhadap satwa tinggi pada lokasi pengamatan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi untuk bahan pertimbangan dalam upaya pelestariaan populasi siamang dan dasar pertimbangan untuk rencana pengelolahan hutan dan Repong Damar di Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat. Bagan alir kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.
(25)
8
Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Pemikiran Studi Kelompok Siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat.
Siamang (Hylobates syndactylus)
Termasuk dalam spesies terancam yang dilindungi
(PP No. 7 Tahun 1999; IUCN redlist, CITES Appendix I)
Tekanan spesies
Degradasi hutan sebagai habitat alami
Perburuan liar untuk diperdagangkan
Upaya konservasi siamang
di wilayah yang terindetifikasi sebagai habitat (Areal Repong Damar)
Diperlukan data dan informasi kelompok siamang
Penelitian
Metode penelitian
Metode Area Terkonsentrasi (Concentration Count)
Studi Kelompok Siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar Pahmungan Pesisir Barat
Ukuran Kelompok Komposisi Umur Rasio Seksual
Jantan Betina
1. Bayi (Infant)
2. Remaja
3. Dewasa (Adult) 1. Remaja
2. Dewasa 1.
Remaja 2. Dewasa Perhitungan
langsung individu yang ditemui
(26)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.Taksonomi
Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke dalam keluarga Hylobatidae. Klasifikasi siamang pada Tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi Hylobates syndactylus (Napier dan Napier, 1985).
Klasifikasi Siamang
Kingdom Animalia
Filum Chordata
Kelas Mammalia
Ordo Famili Primates Hylobatidae
Genus Hylobates
Spesies Hylobates syndactylus Gloger 1841
Nama lokal Siamang
Siamang yang hidup di Sumatera adalah H.syndactylus syndactylus yang berbeda dengan siamang yang hidup di Malaysia (Semenanjung Malaya) yakni H.syndactylus continensis (Gittins dan Raemaerkers, 1980).
B. Morfologi
Siamang memiliki ukuran fisik yang paling besar diantara jenis Hylobatidae lainnya. Siamang dapat dikenali melalui warna rambutnya yang hitam pekat dengan warna sedikit keabu-abuan diantara dagu dan mulut mereka. Selain itu
(27)
10
siamang juga memiliki kekhasan tersendiri dibanding Hylobatidae lain yaitu terdapatnya kantung suara (gular sacs) yang dapat membesar ketika mereka melakukan panggilan suara (Ankel-Simon, 2000). Siamang dapat tumbuh hingga mencapai ukuran lebih dari 1 meter ketika mereka dewasa dan bobot tubuh siamang jauh lebih berat dari pada ungko dengan berat rata-rata mencapai 10-15 kg (Palombit, 1997).
Siamang merupakan anggota keluarga Hylobatidae yang paling besar. Panjang rentang tangan mencapai 1,5 m dengan panjang badan berkisar antara 800-900 mm. Berat tubuh rata-rata siamang dewasa sekitar 11,2 kg. Rambut siamang berwarna hitam pekat baik jantan maupun betina, kecuali rambut dimuka yang berwarna kecoklatan (Supriatna dan Wahyono, 2000).
Siamang mempunyai kantong suara yang dapat membesar, dengan warna kelabu sebelum berteriak dan warna merah muda ketika berteriak. Individu jantan dibedakan dari individu betina melalui rambut skrotal yang menjuntai diantara kedua paha dari individu jantan sedangkan pada betina tidak. Betina relatif lebih kecil dari jantan, beratnya kurang lebih 92% dari berat jantan (Fedigan, 1992 dalam Baren, 2002).
C.Komposisi kelompok
Keluarga Hylobatide hidup berkelompok dalam kelompok sosial monogami. Satu kelompok Hylobatide berisi sepasang jantan-betina dewasa dengan anaknya. Satu kelompok ini dapat terdiri dari 3-5 individu. Pasangan Hylobates secara umum melahirkan anak dengan selang waktu 2-3 tahun sekali. Tingkat kelas umur dapat
(28)
11
dibagi berdasarkan ukuran tubuh dan perkembangan perilakunya, yaitu sebagai berikut (Gittins dan Raemaerkers, 1980):
1. Bayi (infant)
Individu siamang yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu yang baru dilahirkan hingga umur 2 tahun, dengan ukuran badan yang sangat kecil. Bayi siamang belum bisa beraktivitas dan selalu dalam gendongan induk betinanya pada tahun pertama. Induk jantannya selanjutnya akan mengambil alih pengasuhan bayi pada tahun kedua (paternal care).
2. Juvenile I (anak-anak)
Adalah individu yang berumur lebih dari 2 tahun hingga 4 tahun. Badannya kecil namun relatif lebih besar dari bayi. Telah bisa beraktivitas sendiri, namun cenderung lebih dekat dengan induknya.
3. Juvenil II (remaja besar)
Individu yang termasuk ke dalam kelas umur ini adalah individu-individu yang berumur lebih dari 4 tahun sampai 6 tahun. Ukuran badannya sedang dan sering melakukan aktivitas sendiri namun tidak dalam jarak yang sangat jauh dari kelompoknya.
4. Sub-adult (pra-dewasa)
Umur lebih dari 6 tahun dan mulai memisahkan diri jauh dari kelompoknya, namun masih dalam satu kesatuan kelompoknya, belum matang secara seksual dan badannya hampir sama dengan ukuran badan individu dewasa.
(29)
12
5. Adult (dewasa)
Secara seksual sudah matang dan telah memisahkan diri dari kelompoknya. Ukuran badan telah maksimal.
Jantan dan betina hampir dewasa atau mencapai dewasa kelamin akan meninggalkan kelompoknya dan hidup sendiri dengan pasangannya sebagai keluarga baru (Duma, 2007). Ukuran kelompok dengan jumlah lebih dari 4 jarang ditemukan. Adanya kelompok berjumlah 5 individu biasanya disebabkan anak umur dewasa belum keluar dari kelompok induknya untuk membentuk kelompok baru (Sultan, 2009).
D.Populasi
Populasi adalah kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang saling berinteraksi dan melakukan perkembangbiakan pada suatu tempat dan waktu tertentu (Alikodra, 1990). Menurut Alikodra (1990), populasi satwa liar berfluktuasi dari waktu ke waktu mengikuti keadaan fluktuasi lingkungannya. Fluktuasi populasi satwa liar dipengaruhi oleh beberapa parameter populasi seperti angka kelahiran, angka kematian, kepadatan populasi, struktur umur dan struktur kelamin. Populasi suatu jenis dapat berubah karena beberapa faktor, yaitu keadaan lingkungan hidup satwa, kedaan sifat hidup satwa (natalitas, mortalitas, survival) dan pergerakan satwa itu sendiri (Wiersum, 1973 dalam Alikodra, 2002).
Kepadatan populasi merupakan ukuran populai yang dinyatakan sebagai jumlah atau biomasa per satuan luas atau per satuan volume (Suin, 2003). Harianto
(30)
13
(1988), menyebutkan, kepadatan populasi tergantung kepada tipe habitat, bentuk sosial kelompok, daerah jelajah dan teritorialnya. Iskandar (2007), menjelaskan, penyebaran Hylobates tergantung pada kualitas habitatnya. Kualitas habitat yang semakin baik, semakin banyak pula jumlah kelompok yang ada di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut maka jarak antar kelompok semakin berdekatan dan angka kepadatannya juga semakin tinggi.
E.Perilaku
Aktivitas harian pada satwaliar adalah refleksi fisiologis terhadap lingkungan sekitarnya. Hylobates umumnya melakukan aktivitas harian di tajuk- tajuk pohon (arboreal) yaitu dimulai dari meninggalkan pohon tidur hingga masuk ke pohon tidur selanjutnya (Chivers, 1978). Chivers (1980) dalam Duma (2001) menyebutkan, Hylobates mulai beraktivitas sebelum matahari terbit dan mengakhirinya pada sore hari untuk beristirahat lebih awal dari jenis primata diurnal lainnya. Waktu aktivitas hariannya kurang lebih berlangsung 9,5 jam, dari pukul 06.19 hingga 15.43. Aktivitas yang dilakukan antara lain bersuara, berpindah, makan, bermain dan istirahat. Aktivitas harian kelompok Hylobates diawali dengan bersuara, hal ini dilakukan untuk menunjukkan teritorial dan pengaturan ruang antar kelompok. Aktivitas bersuara dilakukan sebagai pengaturan ruang dengan alasan suara keras dilakukan agar terdengar oleh kelompok lain sebagai komunikasi antar kelompok kemudian saling bersautan dan jarang terjadinya kontak langsung antar kelompok (Bates, 1970). Gittins dan Raemaerkers (1980), menyebutkan aktivitas bersuara Hylobates dilakukan selama ± 15 menit yang terdengar hingga 1 km. Pada Hylobates jantan hampir
(31)
14
dewasa kegiatan bersuara juga dilakukan untuk menarik lawan jenis. Aktivitas bersuara biasanya dilakukan di pohon sumber pakan atau yang berdekatan.
Makan merupakan aktivitas yang dilakukan setelah bersuara. Hylobates dapat melakukan kegiatan makan pada satu pohon yang sama selama 2-3 hari berturut-turut. Pada saat itu, satwa jenis ini melakukan perpindahan dan biasanya tidur di sekitar atau di dekat pohon pakan. Lama aktivitas makan tergantung pada jenis dan kelimpahan jenis pakan. Hylobates makan dengan cara memetik satu per satu buah atau daun muda yang dimakan (Rinaldi, 1992). Secara umum, jenis-jenis Hylobatidae (Hylobates syndactylus, Hylobates agilis, Hylobates moloch, Hylobates klosii, Hylobates lar, dll) memiliki perilaku yang sama. Iskandar (2007), menyatakan perilaku yang dilakukan siamang yaitu makan, sosial, lokomosi agresi dan istirahat.
Secara umum jenis-jenis Hylobatidae memiliki perilaku yang sama. Hasil penelitian Iskandar (2007) perilaku yang dilakukan yaitu makan, sosial, lokomosi agresi dan istirahat. Owa jawa paling banyak melaksanakan aktifitas istirahat dan makan. Hampir sama dengan hasil penelitian Duma (2007) pada klawet, aktivitasnya lebih banyak makan dan istirahat. Lebih jauh menjelaskan, klawet memulai aktivitas harian antara pukul 04.50-07.10 WIB yaitu vokalisasi (duet call). Setelah itu mulai meninggalkan pohon tidur untuk berpindah, makan dan istirahat. Setelah pukul 16.00 WIB, klawet sudah beristirahat penuh.
(32)
15
F. Penyebaran dan habitat
Habitat adalah suatu kawasan yang dapat memenuhi kebutuhan dasar populasi, yaitu tempat berlindung, pakan dan air (Alikodra , 2002). Siamang dapat hidup di hutan primer, hutan hujan dataran rendah, hutan sekunder dan hutan rawa (Supriatna dan Wahyono, 2000). Menurut Curtin & C h i v e r s ( 1979) dalam Bangun (2009), satwa ini dapat beradaptasi terhadap beberapa perubahan lingkungan habitat. Hutan primer memiliki peranan penting sebagai habitat jenis Hylobatidae karena kondisinya lebih dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Siamang jarang sekali turun ke lantai hutan dan pergerakannya berayun dari pohon ke pohon lain (brakhiasi) sehingga habitat dengan vegetasi yang memiliki tajuk kontinyu antar pohon memiliki peranan penting (Sultan, 2009). Kebutuhan air siamang dipenuhi dari buah-buahan yang dimakan, dari sisa-sisa air hujan yang ada di daun dan kulit pohon serta terkadang meminum langsung dari mata air (Napier dan Napier, 1976). Hylobatidae dapat ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara. Ada lima jenis Hylobates yang tersebar di Indonesia yaitu H. agilis, H. lar, H. klosii, H. moloch dan H. muelleri. Ada 2 spesies Hylobates yang hidup simpatrik dengan siamang yaitu H. agilis dan H. lar. H. agilis simpatrik di Pulau Sumatera dari Danau Toba ke selatan hingga Lampung dan di Semenanjung Malaysia di utara Sungai Muda. H. lar simpatrik dengan siamang di Pulau Sumatera bagian utara tepatnya di utara Danau Toba dan di Malaysia tepatnya di selatan Sungai Muda.
Daerah jelajah primata merupakan area habitat yang digunakan untuk melakukan aktivitas hidup suatu kelompok satwa primata. Siamang memiliki luas daerah
(33)
16
jelajah yaitu 31 ha (Chievers, 2001). Daerah jelajah dapat berubah dari waktu ke waktu, tergantung pada ketersediaan sumber pakan, air, perubahan iklim, persaingan antar kelompok dan beberapa masalah perubahan habitat (Rowe, 1996 dalam Duma, 2007). Berdasarkan penelitian Iskandar (2007) luas daerah jelajah siamang memiliki perbedaan anatara habitat hutan primer dan hutan sekunder. Selain itu, juga terjadi perbedaan luas pada saat musim hujan dan musim kemarau. Iskandar (2007) menyebutkan luas daerah jelajah pada musim hujan lebih sempit daripada saat musim kemarau. Pada hutan primer, luas daerah siamang saat musim hujan 16,58 ha, sementara pada musim kemarau 18,91 ha. Berbeda dengan klawet, hasil penelitian Duma (2007) menunjukan luas daerah jelajah klawet sebesar 29,5 ha dengan teritori diperkirakan seluas 23,6-26,6 ha.
G. Persaingan
Hylobates adalah spesialis buah masak yang menggunakan buah ficus sebagai sumber utama (Chivers, 2001). Asumsi bahwa siamang adalah folivorous benar, namun gagasan bahwa siamang bergantung pada buah ficus ke tingkat yang sama seperti Hylobatidae lain juga ditunjukan dalam berbagai penelitian (Palombit, 1997). Chivers (1980), mengusulkan bahwa siamang lebih akurat digambarkan sebagai ''pencari ficus,'' pemikiran ini didukung juga oleh Palombit (1997). Chivers (1980), menunjukan Hylobates sebagai spesialis buah lunak, namun Palombit (1997), menemukan bahwa owa bertubuh kecil (H. lar and H. albibarbis) menekankan buah ficus pada tingkat yang sama seperti siamang. Dua spesies menempati relung ekologi yang sama dalam satu wilayah, akan menjadi sangat kompetitif (Brown et al., 1986). Spesies Hylobatidae bertubuh
(34)
17
kecil memiliki distribusi yang lebih luas (dari Cina hingga Jawa) dari siamang dan memungkin hidup dalam tempat yang sama (simpatrik) atau berbeda (allopatrik) dengan siamang (Geissmann, 1995). Jenis-jenis Hylobatidae bertubuh kecil umumnya allopatric dalam distribusinya, tersebar di Thailand, Malaysia, dan Kalimantan (Gittins, 1978). Berbeda dengan siamang yang tumpang tindih dengan spesies Hylobatidae lain (H. lar atau H. agilis) di seluruh rentang mereka (Geissmann, 1995). Oleh karena itu, siamang selalu menghadapi kompetisi intraspesifik dan persaingan dalam memperoleh sumberdaya sangat tinggi (O'Brien et al., 2004). Ukuran tubuh besar siamang menjadi peran kunci sehingga memungkinkannya hidup bersama dengan jenis yang ukurannya lebih kecil (Raemaekers, 1984). Elder (2009), berasumsi bahwa siamang mengkonsumsi lebih banyak daun untuk mengurangi persaingan langsung dengan Hylobatidae lain saat mereka hidup simpatrik.
(35)
III. METODE PENELITIAN
A.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat (Gambar 2).
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Studi Populasi Siamang di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Pesisir Barat.
(36)
19
B.Alat dan Objek Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: GPS (Global Positioning System), kamera digital, binokular, jam tangan digital, alat tulis, laptop dan lembar data/kerja. Sedangkan objek penelitian adalah siamang (Hylobates syndactylus) yang berada di areal Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
C.Batasan Penelitian
Batasan penelitian ini meliputi:
1. Pengamatan ini dilakukan selama 14 hari efektif dari pukul 06.00-18.00 WIB. 2. Objek penelitian adalah kelompok siamang yang ditemui di areal penelitian di
Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
3. Lokasi penelitian berada di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
D.Jenis Data yang Dikumpulkan
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan langsung dari kegiatan pengamatan di lapangan menggunakan metode pengambilan data yang sudah ditentukan, serta semua informasi dan keterangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek penelitian yang diperoleh di lapangan, informasi yang terkait meliputi ukuran
(37)
20
kelompok, komposisi umur, dan rasio seksual siamang di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat.
2. Data Sekunder
Data sekunder meliputi data penunjang yang terkait dengan penelitian ini berupa kondisi umum lokasi penelitian, dan peta lokasi dan gambaran umum mengenai siamang yang diperoleh melalui studi literatur dari pustaka, jurnal, dan sumber pustaka lainnya untuk melengkapi data primer yang diambil di lapangan.
E.Metode Pengumpulan Data
1. Pengumpulan Data Primer a. Survei Pendahuluan
Survei pendahuluan dilakukan untuk menentukan lokasi penelitian, mengetahui kondisi umum lokasi penelitian dan menentukan jalur dan titik yang memiliki peluang tinggi ditemukannya siamang (Hylobates syndactylus) yang akan dijadikan sebagai objek pengamatan serta untuk mengetahui kondisi habitat siamang. Berdasarkan survey pendahuluan yang telah dilakukan telah teridentifikasi 3 titik lokasi yang memiliki intensitas perjumpaan terhadap siamang tinggi. Titik pertama merupakan kebun masyarakat yang dijadikan sebagai pohon tidur oleh siamang, kebun ini didominasi oleh pohon damar (shorea javanica), pohon damar ini dijadikan pohon tidur oleh simang. Titik kedua juga berada dikebun masyarakat namun titik ini lebih didominasi oleh tanaman duku (Lansium domesticum) dan manggis (Garcinia mangostana
(38)
21
mangostama), titik ini dijadikan salah satu sumber pakan oleh siamang, dan kondisi lokasi pengamatan ketiga juga berada pada kebun milik masyarakat namun vegetasinya lebih rapat dibandingkan dengan lokasi pengamatan pertama dan kedua. Pada titik ini lebih didominasi oleh tanaman duku, manggis dan tupak.
Titik ini merupakan salah satu sumber pakan siamang. b. Observasi Langsung (Direct Observation)
Sebelum dilakukan pengamatan terlebih dahulu dilakukan habituasi selama 7 hari dengan tujuan untuk membiasakan siamang terhadap keberadaan pengamat sehingga memudahkan pengamat melakukan pengambilan data. Pengambilan data populasi siamang menggunakan metode terkonsentrasi (Concentration Count) (Bismark, 2009 dalam Setya, 2012), yaitu pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada satu titik yang diduga memiliki intensitas penjumpaan terhadap satwa tinggi. Pengamatan dilakukan selama 14 hari efektif. Pengamatan populasi siamang dimulai pukul 06.00 WIB pada saat siamang tersebut masih berada di tempat tidur hingga pukul 18.00 WIB saat siamang tersebut mencari tempat untuk tidur (Harianto, 1988). Siamang yang ditemukan di lokasi pengamatan kemudian dihitung ukuran kelompoknya kemudian mencatat komposisi umur serta rasio seksual siamang pada lembar kerja.
Ukuran kelompok siamang yang ditemui di titik pengamatan dicatat pada lembar kerja yang meliputi lokasi/titik koordinat, jumlah individu dan keterangan cuaca. Komposisi umur siamang dicatat pada lembar kerja, yang meliputi lokasi/titik koordinat, komposisi umur yang terbagi menjadi bayi, remaja, dan dewasa. Rasio seksual siamang yang ditemui dicatat pada lembar kerja yang meliputi lokasi/titik
(39)
22
koordinat, rasio seksual yang terbagi atas jantan dan betina. Lembar kerja pengamatan kelompok siamang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Lembar Kerja Pengamatan Kelompok Siamang.
No Lokasi Kel
(ke)
Bayi Jantan Betina Rm
(?) D (?)
∑ Keterang
an cuaca
Rm D Rm D
1. Titik 1
2. Titik 2
3. Titik 3
Jumlah Total
Keterangan lain (jenis satwa lain yang ditemukan di lokasi pengamatan) : Keterangan :
Rm : Remaja
D : Dewasa
Rm (?) : Remaja tidak teridentifikasi
D (?) : Dewasa tidak teridentifikasi
∑ : Jumlah individu
2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, melalui studi litetaratur dan kemudian data yang diperoleh digunakan untuk melengkapi data primer yang diambil di lapangan.
F. Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif, yaitu peneliti menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan hasil data yang di dapat di lapangan dan disusun dalam bentuk kalimat ilmiah secara sistematis. Data yang akan dianalisis meliputi:
(40)
23
1. Ukuran Kelompok
Kwatrina, Kuswanda dan Setyawati (2013), menyatakan bahwa ukuran kelompok merupakan jumlah individu dalam kelompok. Data ukuran kelompok dikumpulkan dengan mencatat jumlah individu, komposisi kelompok dan lokasi sesuai keberadaan kelompok siamang ditemukan. Ukuran kelompok siamang dapat diketahui dengan menggunakan metode area terkonsentrasi (Concentration Count). Analisis data ukuran kelompok siamang dihitung langsung pada saat pengamatan dilakukan dan jumlah individu terbesar yang ditemui dari seluruh rangkaian pengamatan d iasumsikan sebagai jumlah individu yang mewakili satu kelompok. Apabila jumlah inividu terkecil yang ditemui diasumsikan bahwa individu yang lain tidak terlihat pada saat pengamatan (Fachrul, 2007 dalam Qiptiyah dan Setiawan, 2012).
Pengamatan dilaksanakan pada satu titik yang diduga sebagai tempat dengan pluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersedianya pakan, air, untuk minum lokasi pohon tidurnya. Menurut Iskandar (2007) dalam Bungun, Mansjoer dan Bismark (2009), menyatakan bahwa jenis pohon yang digunakan sebagai pohon tempat tidur primata adalah jenis pohon yang pada umumnya juga dimanfaatkan sebagai pohon sumber pakan. Pengamatan dapat dilakukan pada tempat yang tersembunyi (tidak terlihat oleh satwa yang diamati) sehingga tidak mengggangu aktivitas satwa (Bismark, 2011).
2. Komposisi Umur Siamang
Jumlah siamang yang diamati di lapangan dikelompokkan dalam kelas umur tertentu yaitu terbagi atas: bayi, remaja, dan dewasa.
(41)
24
3. Rasio Seksual
Nilai dugaan terhadap rasio seksual populasi siamang ditentukan dengan persamaan yang menunjukkan perbandingan antara jumlah jantan dan betina (Alikodra, 1990) :
S= J
B
Keterangan : S = rasio seksual J = jumlah jantan B = jumlah betina
(42)
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.Kecamatan Pesisir Tengah
a. Keadaan Umum Wilayah
Kecamatan pesisir tengah dimekarkan pada kwartal 1 tahun 1949 berdasarkan ketetapan Gubernur/Kepala Daerah Sumatera Selatan, Palembang dengan ibukota Pasar Krui (sampai sekarang). Secara geografis Kecamatan Pesisir Tengah terletak antara 103°-104° Bujur Timur dan 5°-6° Lintang Selatan. Luas wilayah seluruhnya 110,01Km2 dengan tofografi 25% adalah daratan pantai Samudra Indonesia dan 75% adalah pegunungan pada daerah Bukit Barisan Selatan yang tersebar pada 19 pekon dan 1 kelurahan. Pesisir Tengah krui mempunyai pembagian tanah yaitu terbagi atas tanah sawah seluas 1.472 ha, tanah kering seluas 15,613 ha, tanah basah/rawa seluas 105 ha, kawasan hutan seluas 9.814 ha, tanah perkebunan seluas 1.700ha, tanah fasilitas umum seluas 170 ha, tanah fasilitas sosial seluas 80 ha, dan tanah tandus/pasir seluas 11.096 ha. Kecamatan Pesisir Tengah berjarak 297 Km menuju ibukota propinsi, 34 Km dari pusat pemerintahan kabupaten, dan 11dari pekon atau kelurahan terjauh.
Pesisir Tengah memiliki batas wilayah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Karya Penggawa 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pesisir Selatan
(43)
26
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera India
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Balik Bukit dan Batu Brak
b. Keadaan Penduduk/Demografis
Penduduk Kecamatan Pesisir Tengah terdiri dari penduduk asli (Lampung) dan penduduk pendatang dari luar daerah seperti Sunda, Jawa, Bali, Madura, Palembang, dan Bengkulu. Jumlah kepala keluarga di wilayah Kecamatan Pesisir Tengah berjumlah 6.386 kk dengan perincian 16291 orang laki-laki dan 15542 orang perempuan.
c. Sarana dan Prasarana
Sarana dan Prasarana yang terdapat di Kecamatan pesisir Tengah terdiri dari sarana dan prasarana perhubungan, pemerintahan, pemasaran, dan social pendidikan. Kecamatan Pesisir Tengah memiliki prasarana perhubungan berupa jalan aspal, jalan diperkeras dan jalan tanah yang semuanya dapat dilalui sepanjang tahun. Sarana perhubungan berupa alat transportasi yang terdiri dari bus, angkot, ojek, dan becak. Prasarana pemerintah yang ada di kecamatan ini berupa balai pekon sebanyak 17 kantor, kantor kelurahan sebanyak 1 kantor, dan 1 kantor kecamatan. Prasarana pemasaran dikecamatan ini berupa pasar yang terletak di pusat kecamatan. Prasarana sosial kecamatan berupa 38 masjid, 27 mushola, 1 kantor pos, 1 puskesmas, 2 rumah bersalin, 1 poliklinik/balai pengobatan, 1 kantor polisi, 1 kantor Telkom, 1 kantor PLN, 2 bank (bank BRI dan bank Lampung). Sedangkan srana pendidikan yang dimiliki adalah 7 TK, 25
(44)
27
SDN, 4 Madrasah, 1 SD swasta, 3 SD swasta islam, 4SLTPN, 1 SLTP swasta umum, 5 SLTP swasta islam,1 SMUN, 1 MAN, 1 SMU swasta umum, 2 SMK dan 3 SMU swasta islam.
B. Pekon Pahmungan
a. Sejarah Pekon Pahmungan
Pekon Pahmungan adalah tanah subur berbukit yang diapit oleh dua aliran sungai yaitu Way Ngison Balak dan Way Ngison Lunik dengan batas-batas sebagai berikut :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Pekon Way Ngison Balak 2. Sebelah Selatan berbatasan denganPekon Way Mahnai Lunik
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Pekon Sukanegara dan Pekon Bumi Waras 4. Sebelah Timur berbatasan dengan Hutan Kawasan dan Taman Nasional Bukit
Barisan Selatan.
Berdiri lebih kurang 1800 Tahun yang lalu, berasal dari Liba Haji Sumbagsel,di kepalai oleh Ratu Agung Kemala Jagat dan anak tertuanya Raden Mangku dan
cucu “Raden Bungkus” yang mendapat sertifikat sebagai Saibatin dari Bengkalis karena kita masih masa Keresidenan Bengkalis dan berkembang sampai sekarang manjadi tiga saibatin yaitu:
1. Dalom Zoni Ifto Galar Dalom Sangun Agung 2. Dalom Darmas Saputra Gelar Dalom
(45)
28
Pada tahun 1986 Raja Muda adalah Peratin pertama Pekon pahmungan berdiri setelah itu Raden Bungkus mendapat sertifikat Saibatin dari Bengkalis(1879). Daftar nama-nama peratin Pekon Pahmungan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Daftar nama-nama Peratin Pekon Pahmungan.
No Nama Tahun Keterangan
1. Raja Muda 1968-1888 - Krui masih keresidenan Bengkalis 2. Isa 1888-1896 - Krui masih keresidenan Bengkalis 3. Jamaludin 1896-1900 - Krui masih keresidenan Bengkalis 4. H.Zainul 1896-1900 - Krui masih keresidenan Bengkalis 5. Dahupi 1910-1911 - Krui masih keresidenan Bengkalis 6. Mat Rusdi 1911-1918 - Krui masih keresidenan Bengkalis 7. H. Muzanni 1919-1948 - Penyelesaian tapak batas bagian
selatan dengan tenumbang saksi hidup sampai sekarang pertukaran marga kepada mentri/camat Khotua 8. Bahsan 1949-1958 - Kepala negeri /camat khotua
9. Belhi 1959-3bl - Mengundurkan diri dari pertanian 10. Hi. Delmi.PJ 1959-1960 -Peratin menjadi kepala desa 11. Hi.Burdadi ZA 1960-1965 - Saksi hidup sampai sekarang
12. Rosba Toha 1996-1998 - Pahmung bagian barat pisah jadi pekon sukanegara dengan batas masjid sukanegara sekarang dan rawas diminta kp Jawa, sekarang menjadi pekon tawas Th 85 sukanegara minta penambahan wilayah pada pahmungan dengan batas SD negeri pahmungan 13. Hi.Delmi. PJ 1999-2005 - Kembali dari kades jadi peratin 14. Fahmi Haziz 1999-2005 - Tapal batas Pahmungan-Sukanegara
(46)
29
Lanjutan Tabel 3. Daftar nama-nama Peratin Pekon Pahmungan.
No Nama Tahun Keterangan
15. Herna Sanan PJ 2005-2008 - Tenumbang sampai sekarang belum ada kelanjutan dari pemda 16. Andi Komara 2008- sekarang ___________Sekarang________
Sumber: Profil Pekon Pahmungan, 2015.
b. Keadaan Umum Wilayah
Pekon atau desa pahmungan merupakan salah satu Pekon di Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat yang memiliki luas 2.600ha. Pekon Pahmungan terletak pada 5°LS dan 103°BT dan berjarak 4 Km dari pusat pemerintahan kecamatan, 32 Km dari ibukota kabupaten, dan 287 Km ke ibukota propinsi. Jenis tanah di Pekon Pahmungan umumnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dengan curah hujan berkisar 3000-3500 mm pertahun..Sebaran penggunaan lahan di Pekon Pahmungan dapat dilihat dalam Tabel 4.
Tabel 4. Sebaran penggunaan lahan masyarakat di Pekon Pahmungan.
No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Permukiman Penduduk 25 0,96
2. Hutan Lindung 500 19,23
3. Perkebunan 900 34,62
4. Sawah semi teknis 40 1,54
5. Perbukitan /pegunungan 800 30,77
6. Lain-lain 335 12,88
Jumlah 2600 100,00
Sumber: Profil Pekon pahmungan, 2015.
Berdasarkan pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pnggunaan lahansebagian besar untuk pertanian khususnya perkebunan damar (34,62 %), hutan lindung(19,23%),
(47)
30
lain-lain(12,88%), dan berupa pegunungan(30,77%), sedangkan sebagian kecil digunakan untuk sawah(1,54%) dan permukiman(0,96%).
c. Keadaan penduduk
Sebagian besar penduduk Pesisir Tengah, Lampung Barat beragama islam dengan jumlah 31.833 jiwa. Pekon Pahmungan memiliki jumlah penduduk sampai 1.176 jiwa, yang terdiri dari 558 orang laki-laki dan 618 orang perempuan dengan 281 jumlah kepala keluarga. Jumlah penduduk enurut golongan usia dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah penduduk Pekon Pahmungan menurut golongan usia.
Kelompok umur (tahun) Jumlah(orang) Persentase(%)
0-14 329 27,98
15-29 264 22,45
30-44 301 25,6
>45 282 23,98
Total 1176 100
Sumber: Profil Pekon Pahmungan, 2015.
Penduduk Pekon Pahmungan mayoritas merupakan penduduk usia produktif (berumur 15-44 tahun), yaitu sebanyak 565 orang (48,11%), dan 329 orang(27,98%) merupakan penduduk dibawah umur.
d. Sarana dan Prasarana
Secara umum, sarana dan prasarana yang ada di Pekon Pahmungan terdiri dari sarana angkutan dan komunikasi, prasarana perhubungan, pemasaran, sosial,
(48)
31
pendidikan dan agama, kemasyarakatan, kesehatan, dan olahraga. Sarana dan prsarana yang ada di Pekon Pahmungan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sarana dan Prasarana di Pekon Pahmungan.
No. Prasarana/Sarana Jenis Jumlah
1. Perhubungan Jalan aspal Jalan tanah Jembatan
2 Km 1Km 2 buah 2. Pemasaran Kios /Warung
Pasar pekon
16 buah 3 buah 3. Sosial dan pendidikan Sekolah Dasar 1 buah 4. Kemasyarakatan Masjid/musolla
Balai Pekon
3 buah 1 buah 5. Kesehatan dan olahraga Pos Kamling
Posyandu MCK umum
3 buah 1 buah 6 unit 6. Sarana angkutan Angkutan pedesaan
Sepeda motor Sepeda Becak Mobil pribadi 3 buah 23 buah 20 buah 3 buah 3 buah 7. Sarana Komunikasi Pesawat TV
Pesawat Telepon Radio Antena parabola 25 buah 15 buah 25 buah 23 buah Sumber: Profil Pekon pahmungan, 2010.
C. Repong Damar di Pekon Pahmungan
a. Sejarah Repong Damar di Pekon Pahmungan
Masyarakat Pekon Pahmungan adalah masyarakat pendatang yang berasal dari marga haji Muara Dua Sumatera Selatan. Awal dilakukannya pengelolaan repong damar di Pekon Pahmungan pada tahun 1870. Untuk menunjang hidupnya, masyarakat Pekon Pahmungan membuka lahan untuk berkebun lading dan menanam padi (sawah). Sambil menunggu waktu panen padi, m asyarakat
(49)
32
menanam padi diselingi dengan tanaman damar dan buah-buahan seperti durian (Durio zibethinus), jengkol (Pithecelobium lobatum), duku (Lancium domestica), dan petai (Parkia speciosa).
Pada tahun 1900, salah satu warga masyarakat ada yang menjadi pedagan besar yang menjual hasil bumi hingga ke Singapura. Pedagang tersebut melihat bahwa getah damar yang selama ini ditanam dan dibudidayakan oleh masyarakat Pekon Pahmungan berharga dapat menghasilkan uang. Sekembalinya ke Pekon pahmungan, pedagang tersebut memberitahukan kepada masyarakat bahwa getah damar ada harganya. Atas informasi tersebut masyarakat Pekon Pahmunga mulai tertarik dan membuka lahan lalu melakukan penyemaian bibit damar. Hingga tahun 1930 banyak masyarakat yang menyemai bibit damar dan membudidayakannya. Tahun 1950, masyarakat Pekon Pahmungan sudah dapat merasakan hasil dari penanaman damar dan buah-buahan. Akan tetapi pada tahun 1993-1997 pemerintah telah melakukan pemasangan patok Hutan Produksi Terbatas (HTP) dan hutan Lindung (HL) di kawasan repong damar milik rakyat. Adanya pemasangan patok HPT dan HL secara mendadak tanpa adanya asosiasi kepada masyarakat tersebut telah membuka masyarakat Pekon Pahmungan menjadi resah dan mempertanyakan maksud dari pemasangan patok tersebut. Hingga akhirnya pada tanggal 23 Januari 1998 Menteri Kehutanan RI menetapkan Surat Keputusan (SK) yang menunjuk sebagian wilayah Pesisir Krui yang merupakan repong damar dan diusahakan oleh masyarakat setempat ditetapkan sebagai Kawasan Dengan Tujuan Istimewa (KDTI).
(50)
33
b. Proses Pembentukan Repong Damar
Kebun damar sering disebut oleh masyarakat Lampung Krui dengan istilah Repong Damar yang adalah suatu system pengelolaan tanaman perkebunan yang ekosistemnya merupakan hamparan tanaman yang membentuk suatu hutan yang dibudidayakan dan dikelola oleh masyarakat. Pada proses awal pembentukan repong damar, dimulai dengan pembentukan lahan yang dilakukan masyarakat dengan membuka suatu areal lahan semak ataupun suatu hutan marga dengan menebangnya kemudian dibakar untuk membersihkan lahannya. Proses selanjutnya setelah lahan ini siap untuk ditanami atau sudah bersih dari rerumputan atau semak-semak dan yang tinggal adalah pohon-pohon atau tanaman kayu-kayuan terutama dari jenis buah-buahan seperti durian, petai, duku atau aren lalu ditanami dengan jenis tanaman padi ladang untuk dipanen hasilnya setelah sekitar 6 bulan tau lebih. Pada saat tanam padi ini biasanya repong juga ditanami oleh sayur-sayuran untuk dipanen hasilnya sebagai kebutuhan keluarga ataupun dijual.
Pada saat tanaman kopi mulai panen, biasanya usaha tanaman padi ini dihentikan dan hanya menanam tanaman sayuran saja serta pada masa ini mulailah masyarakat menanam tanaman dari jenis damar (Shorea javanica) dan jenis tanaman lain seperti durian, duku, manggis, dan jenis tanaman tahunan yang lain seperti cengkeh dan sebagainya sesuai dengan keingginan dan jarak tanam kopi ataupun damar yang ada serta kemampuan dan ketersediaan bibit masing-masing petani. Setelah 18-20 tahun berikutnya dimulai dari saat pertama penanaman damar, maka Damar Mata Kucing (Shorea javanica) telah dapat dipanen sehingga
(51)
34
biasanya keluarga petani akan menanam damar pertama kali tidak dapat menikmati hasil dari budidaya tanaman damar karena tanaman ini mempunyai jangka waktu mulai dari tanam sampai panen yang cukup lama . Itulah sebabnya tanaman ini biasanya ditanam oleh masyarakat sebagai warisan kepada anak atau cucunya kelak dikemudian hari. Dari proses terbentuknya repong inilah kemudian tercipta hutan buatan yang menyerupai hutan.
c. Alur Penjualan Hasil Repong Damar
Repong damar yang dimiliki oleh masyarakat desa Pahmungan tidak hanya ditanami oleh damar, tetapi juga ditanami dengan tanaman-tanaman lain seperti durian, duku, jengkol, petai, cempedak, cengkeh, dan sebagainya. Hasil repong tersebut dijual ke pasar atau padagang pengumpul atau dikomsumsi sendiri. Alur penjualan hasil dari repong damar disajikan pada (Gambar 3). Alur penjualan pada gambar menunjukkan bahwa rumah tangga petani mempunyai tenaga kerja untuk mengelola dan menggarap repong damar dan sawah.
Saat waktu panen tiba,repong damar menghasilkan getah damar, duku, durian, petai,jengkol, dan lain-laindan sawah menghasilkan beras. Hasil panen dari repong dan sawah tersebut ada yang dijual oleh rumah tangga petani kepasar atau ke penampung(pedagang pengumpul) bahkan adapula yang dikonsumsi sendiri. Penjualan panen dari repong damar dan sawah tersebut menghasilkan uang, yang kemudian oleh rumah tangga petani digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dengan membelinya dari pasar.
(52)
35
Repong Damar
Pasar Penampungan
(Pedagang Pengumpul)
Sawah
Rumah Tangga Petani
(53)
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian populasi siamang (Hylobates syndactylus) di Repong Damar, Pekon Pahmungan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Pesisir Barat, pada bulan April 2015 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Ukuran kelompok siamang yang ditemui pada bulan April 2015 di areal Repong Damar Pekon Pahmungan berjumlah 2-4 individu yang ditemukan pada 14 (empat belas) kali perjumpaan secara langsung di 3 lokasi pengamatan yang berbeda dan ukuran kelompok siamang yang terbesar dari seluruh lokasi pengamatan berjumlah 4 individu yang terdiri dari 1 individu jantan remaja, 1 individu jantan dewasa, 1 individu betina remaja.
2. Berdasarkan fase pertumbuhan siamang, pada pengamatan di areal Repong Damar Pahmungan terdapat tiga kategori umur yang diidentifikasi, yaitu bayi, remaja, dan dewasa. Proporsi perjumpaan tiap kategori dari hasil penelitian ini adalah 0% bayi, 38,10% remaja, dan 61,90% dewasa.
3. Selama pengamatan tercatat 14 kali perjumpaan terhadap satu kelompok siamang di Repong Damar, Pekon Pahmungan. Berdasarkan jenis kelamin, perbandingan jantan dan betina (sex ratio) pada kategori siamang dewasa yaitu:
(54)
57
(1:1) dan perbandingan jantan dan betina (sex ratio) pada kategori siamang remaja yaitu (1:1).
4. Struktur dan komposisi vegetasi Repong Damar mendukung siamang (Hylobates syndactylus) melakukan aktivitas harian, tempat berlindung, dan tempat berkembangbiak.
B.Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan terhadap regenerasi hutan serta pengaruh-pengaruh yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung jika primata telah hilang dari habitatnya.
2. Pemerintah sangat perlu untuk memperhatikan areal repong damar yang ada di Pekon Pahmungan, sebab areal ini sudah teridentifikasi sebagai habitat dari berbagai jenis satwa liar, dan satwa-satwa tersebut masih sangat eksis sampai saat ini. Pemerintah juga perlu ,membuat aturan mengenai pengelolaan habitat Repong Damar secara khusus sehingga dapat menjadi tempat berlindung yang nyaman dan menambah jenis-jenis vegetasi yang disukai primata sehingga populasinya semakin bertambah.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Unioversitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor.
. 2002. Pengelolaan Satwa Liar, Jilid 1. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
.2006. Populasi Primata Endemik Mentawai di Kompleks Hutan Desa Tiniti Siberut Utara. Laporan Penelitian. C.I. Jakarta.
. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Ankel-Simons F. 2000. Primates Anatomy. Academic Press. San Diego.
Bangun, T. M., S. S, Mansjoer., dan M. Bismark. 2009. Populasi dan Habitat Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Jurnal Primatologi Indonesia.1:410-373.
Baren, O. 2002. Positional mode dalam kelompok umur jenis kelamin pada siamang (Hylobates syndactylus Raffless1821) di Way Canguk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Propinsi Lampung. [Skripsi]. Fakultas MIPA, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Bashari, H. 1999. Studi populasi dan habitat siamang (Hylobates syndactylus
Raffles, 1921) di Kawasan Hutan Konservasi HTI PT. Musi Persada Sumatera Selatan. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bates, B. C. 1970. Teritorial Behavior in Primates: A Review of Recent Field Studies. Primates. 11: 271-284.
Bismark, M. 1984. Bilogi dan Konservasi Primata Indonesia. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Bismark, M. 2006. Populasi Primata Endemik Mentawai di Kompleks Hutan Desa Tiniti Siberut Utara. Laporan Penelitian. C.I. Jakarta.
(56)
59
Bismark, M. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Bismark, M. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) Untuk Survei Keragaman Jenis Pada Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Brockelman, W. Y dan R. Ali. 1987. Methods of Surveiing and Sampling Forest Primate Populations. [Eds.]. Primate Conservation in the Tropical Rain Forest: 22:23-62.
Chivers, D. J. 1977. The lesser apes. In: Primate Conservation (Ed. by Prince Rainier III of Monaco & G. H. Bourne). Academic Press. New York. Chivers, D. J. dan S. P. Gittins. 1978. Diagnostic Features of Hylobatidae Species.
J. International Zoo Yearbook 18: 57-164.
Chivers, D. J. 1980. The Siamang and The Gibbon in The Malayan Peninsula. Primate Ecology. Toronto. New York.
Chivers, D. J. 2001. The swinging singing apes: Fighting for food and family in fareast forest. The Apes: Challenges for the 21st century. Conference Proceedings; Brookfield Zoo. 2000. Brookfield: Chicago Zoological Society.
CITES. diakses pada tanggal 20 Januari 2015 dari World Wide Web: http://en.wikipedia.org/cites.
Curtin, S. H dan D. J Chivers. 1979. Leaf Eating Primate of Peninsular Malaysia, The Siamang and The Dusky Leaf Monkey. The Ecology of Arboreal Folivores. Smithsonian Institution Press. Washington, D. C.
Duma, Y. 2007. Kajian habitat, tingkah laku, dan populasi klawet (Hylobates agilis alibarbis) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Elder, A. A. 2009. Hylobatid Diets Reviaread: The Importance of Body Mass, Fruit Availability, and Interspecific Competition. [Eds.]. The Hylobatidaes: New Perspectives on Small Ape Socioecology and Population Biology. New York: Springer: 131–159.
Fachrul, M., F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Fedigan, L. M. 1992. Primate Paradigm. Sex Roles and Social Bonds With a New Introduction. The University of Chicago Press. USA.
(57)
60
Forest Watch Indonesia. 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia dan Washington D.C, Global Forest Watch, Edisi 3. Bogor. Indonesia.
Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat, 2002, Studi Kolaborasi: Pengelolaan Repong Damar Krui ± Lampung Barat, Bandar Lampung: Syafa’at Advertising bekerjasama dengan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM).
Geissmann, T. 1995. Hylobatidaes Systematic and Species Identification.
International Zoo News. 42(8): 467-501.
Geissman, T. V dan R. Nijman., dan Dallmann. 2006. The Fate of Diurnal Primates in Southern Sumatera. Hylobatidaes Journal. 2: 18-24.
Gittins, S. P dan S. J. J. Raemakers. 1980. Siamang, Lar, and Agile Hylobatidaes. [Eds.]. Malayan Forest Primates: Ten Years’ Study in Tropical Rain Forest. 3: 12-14.
Harianto, S. P. 1988. Habitat dan tingkah laku siamang (Hylobates syndactylus) di Calon Taman Nasional Way Kambas. [Tesis]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.
IUCN. 1994. IUCN Red list categories. Fourtieth Meeting of the IUCN Council. Gland. Switzerland.
Iskandar, E. 2007. Habitat dan populasi owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kwatrina, R. T., W. Kuswanda dan T. Setyawati. 2013. Sebaran dan Kepadatan Populasi Siamang (Symphalangus syndactilus Raffles, 1821) Di Cagar Alam Dolok Sipirok dan Sekitarnya. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 10: 81-91.
MacKinnon, J., dan K. MacKinnon. 1980. Niche Differentiation in A Primate Community.[Eds.]. Malayan Forest Primates: Ten Years' Study in Tropical Rain Forest. Plenum. New York & London.
McFarland, D. 1999. Animal Behavior, Psychobiology, Ethology and Evolution. Addison Wesley Longman Limited. England.
Mubarok, A. 2012. Distribusi dan kepadatan simpatrik ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) di kawasan hutan Batang Toru, Sumatera Utara. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
(58)
61
Muhammad, B. 2005. Studi populasi siamang (Hylobates syndactylus) di Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas, Lampung. Lampung.
Nainggolan, V., dan B. S. Dewi, 2011. Analisis populasi jenis primata di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir tengan Kabupaten Lampung Barat. [Skripsi]. Fakultas Pertanian,Universitas Lampung. Lampung. Napier, J. R., dan P. H. Napier. 1976. A Handbook of Living Primates. London:
Academic Press.
Napier, J. R., dan P. H. Napier. 1985. The Natural History of The Primates. London: Academic Press.
O’Brien, T. G., Kinnard, M. F., Nurcahyo, A., Iqbal., & M., Rusmanto. 2004. Abundance and distribution of sympatric Hylobatidaes in the treathened Sumatran rain forest. International Journal Primatology. 2: 267-284. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. S. Sounders Company. Toronto. Palombit, R. A. 1997. Inter and Intraspesific Variation in Diets of Sympatric
Siamang (Hylobates syndactylus) and Lar Hylobatidaes (Hylobates lar).
Folia primatol 68: 321-337.
Qiptiyah, M., dan H. Setiawan. 2012. Kepadatan Populasi dan Karakteristik Habitat Tarsius (Tarsius spectrum Pallas 1779) di Kawasan Patunuang, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4 : 363-371.
Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kementrian Kehutanan.
Jakarta.
Raemaekers, J. J. 1984. Large Versus Small Hylobatidaes: Relative Roles of Bioenergetics and Competition in Their Ecological Segregation in Sympatry.[Eds.]. The Lesser Apes: Evolutionary and Behavioral Biology. Edinburgh Edinburgh University Press: 3: 209-218.
Republik Indonesia. 1990. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990. Tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta.
Rinaldi, D. 1992. Penggunaan Metode Triangle dan Concentration Count dalam Penelitian Sebaran dan Populasi Hylobatidae (Hylobatidae). Media Konservasi. 1: 9-21.
Setya, P. 2012. Studi populasi dan perilaku harian lutung jawa di Situ Sangiang Resort Sangiang Taman Nasional Gunung Ceremai. [Skripsi]. Fakultas Pertanian,Universitas Lampung. Lampung.
(59)
62
Suin, N. M. 2003. Ekologi Populasi. Padang: Andalas Universitiy Press.
Sultan, K. 2009. Kajian habitat dan populasi Ungko (Hylobates agilis ungko) melalui pendekatan sistem informasi geografi di Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara [Tesis]. Bogor: Program Studi Mayor Primatologi, Institut Pertanian Bogor.
Supriatna, J., dan H. E. Wahyono. 2000. Panduan lapangan Primata Indonesia.
Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Suyanto, A., M., H. Sinaga & A. Saim. 2009. Mammals biodiversity in Tesso Nilo, Riau Province, Indonesia. Jurnal Zoo Indonesia. 2: 79-88.
Tenaza, R. R. 1975. Territory and Monogamy Amongkloss Gibbons (Hylobates kloosii) in Siberut Island, Indonesia. Folia Primatologica. 24: 60-80.
Tuti, H. 2012. Perjalanan Multiabad Repong Damar: Kajian Aspek Tata Guna Lahan. Puslitbang Produktivitas Hutan-Badan Litbang Kementrian Kehutanan, Bogor. Seminar Nasional Agroforestri III. 23: 3-4.
Whitten, A.J. 1980. The kloss gibon in Siberut Rain Forest. [Disertation]. Univ Cambridge. UK.
Wiersum, K. F. 1973. Wildlife Utilation and Management in Tropical Region. Syllabus. Departement of Wegwnigen Agricultur University. Netherland. Winarti, A. 2013. Kearifan lokal masyarakat pahmungan dalam pelestarian repong
damar di kawasan penyangga di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan UPI. Bandung.
(1)
57
(1:1) dan perbandingan jantan dan betina (sex ratio) pada kategori siamang remaja yaitu (1:1).
4. Struktur dan komposisi vegetasi Repong Damar mendukung siamang (Hylobates syndactylus) melakukan aktivitas harian, tempat berlindung, dan tempat berkembangbiak.
B.Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan terhadap regenerasi hutan serta pengaruh-pengaruh yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung jika primata telah hilang dari habitatnya.
2. Pemerintah sangat perlu untuk memperhatikan areal repong damar yang ada di Pekon Pahmungan, sebab areal ini sudah teridentifikasi sebagai habitat dari berbagai jenis satwa liar, dan satwa-satwa tersebut masih sangat eksis sampai saat ini. Pemerintah juga perlu ,membuat aturan mengenai pengelolaan habitat Repong Damar secara khusus sehingga dapat menjadi tempat berlindung yang nyaman dan menambah jenis-jenis vegetasi yang disukai primata sehingga populasinya semakin bertambah.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S. 1990. Pengelolaan Satwa Liar. Jilid I. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Unioversitas Ilmu Hayati. IPB. Bogor.
. 2002. Pengelolaan Satwa Liar, Jilid 1. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
.2006. Populasi Primata Endemik Mentawai di Kompleks Hutan Desa Tiniti Siberut Utara. Laporan Penelitian. C.I. Jakarta.
. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Ankel-Simons F. 2000. Primates Anatomy. Academic Press. San Diego.
Bangun, T. M., S. S, Mansjoer., dan M. Bismark. 2009. Populasi dan Habitat Ungko (Hylobates agilis) di Taman Nasional Batang Gadis, Sumatera Utara. Jurnal Primatologi Indonesia.1:410-373.
Baren, O. 2002. Positional mode dalam kelompok umur jenis kelamin pada siamang (Hylobates syndactylus Raffless1821) di Way Canguk Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Propinsi Lampung. [Skripsi]. Fakultas MIPA, Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Bashari, H. 1999. Studi populasi dan habitat siamang (Hylobates syndactylus Raffles, 1921) di Kawasan Hutan Konservasi HTI PT. Musi Persada Sumatera Selatan. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bates, B. C. 1970. Teritorial Behavior in Primates: A Review of Recent Field Studies. Primates. 11: 271-284.
Bismark, M. 1984. Bilogi dan Konservasi Primata Indonesia. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor.
Bismark, M. 2006. Populasi Primata Endemik Mentawai di Kompleks Hutan Desa Tiniti Siberut Utara. Laporan Penelitian. C.I. Jakarta.
(3)
59
Bismark, M. 2009. Biologi Konservasi Bekantan (Nasalis larvatus). Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Bismark, M. 2011. Prosedur Operasi Standar (SOP) Untuk Survei Keragaman Jenis Pada Kawasan Konservasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
Brockelman, W. Y dan R. Ali. 1987. Methods of Surveiing and Sampling Forest Primate Populations. [Eds.]. Primate Conservation in the Tropical Rain Forest: 22:23-62.
Chivers, D. J. 1977. The lesser apes. In: Primate Conservation (Ed. by Prince Rainier III of Monaco & G. H. Bourne). Academic Press. New York. Chivers, D. J. dan S. P. Gittins. 1978. Diagnostic Features of Hylobatidae Species.
J. International Zoo Yearbook 18: 57-164.
Chivers, D. J. 1980. The Siamang and The Gibbon in The Malayan Peninsula. Primate Ecology. Toronto. New York.
Chivers, D. J. 2001. The swinging singing apes: Fighting for food and family in fareast forest. The Apes: Challenges for the 21st century. Conference Proceedings; Brookfield Zoo. 2000. Brookfield: Chicago Zoological Society.
CITES. diakses pada tanggal 20 Januari 2015 dari World Wide Web: http://en.wikipedia.org/cites.
Curtin, S. H dan D. J Chivers. 1979. Leaf Eating Primate of Peninsular Malaysia, The Siamang and The Dusky Leaf Monkey. The Ecology of Arboreal Folivores. Smithsonian Institution Press. Washington, D. C.
Duma, Y. 2007. Kajian habitat, tingkah laku, dan populasi klawet (Hylobates agilis alibarbis) di Taman Nasional Sebangau Kalimantan Tengah [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Elder, A. A. 2009. Hylobatid Diets Reviaread: The Importance of Body Mass, Fruit Availability, and Interspecific Competition. [Eds.]. The Hylobatidaes: New Perspectives on Small Ape Socioecology and Population Biology. New York: Springer: 131–159.
Fachrul, M., F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Fedigan, L. M. 1992. Primate Paradigm. Sex Roles and Social Bonds With a New Introduction. The University of Chicago Press. USA.
(4)
Forest Watch Indonesia. 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia dan Washington D.C, Global Forest Watch, Edisi 3. Bogor. Indonesia.
Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat, 2002, Studi Kolaborasi: Pengelolaan Repong Damar Krui ± Lampung Barat, Bandar Lampung: Syafa’at Advertising bekerjasama dengan Forum Komunikasi Kehutanan Masyarakat (FKKM).
Geissmann, T. 1995. Hylobatidaes Systematic and Species Identification. International Zoo News. 42(8): 467-501.
Geissman, T. V dan R. Nijman., dan Dallmann. 2006. The Fate of Diurnal Primates in Southern Sumatera. Hylobatidaes Journal. 2: 18-24.
Gittins, S. P dan S. J. J. Raemakers. 1980. Siamang, Lar, and Agile Hylobatidaes. [Eds.]. Malayan Forest Primates: Ten Years’ Study in Tropical Rain Forest. 3: 12-14.
Harianto, S. P. 1988. Habitat dan tingkah laku siamang (Hylobates syndactylus) di Calon Taman Nasional Way Kambas. [Tesis]. Fakultas Pascasarjana IPB. Bogor. Tidak dipublikasikan.
IUCN. 1994. IUCN Red list categories. Fourtieth Meeting of the IUCN Council. Gland. Switzerland.
Iskandar, E. 2007. Habitat dan populasi owa jawa (Hylobates moloch) di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Jawa Barat. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kwatrina, R. T., W. Kuswanda dan T. Setyawati. 2013. Sebaran dan Kepadatan Populasi Siamang (Symphalangus syndactilus Raffles, 1821) Di Cagar Alam Dolok Sipirok dan Sekitarnya. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam 10: 81-91.
MacKinnon, J., dan K. MacKinnon. 1980. Niche Differentiation in A Primate Community.[Eds.]. Malayan Forest Primates: Ten Years' Study in Tropical Rain Forest. Plenum. New York & London.
McFarland, D. 1999. Animal Behavior, Psychobiology, Ethology and Evolution. Addison Wesley Longman Limited. England.
Mubarok, A. 2012. Distribusi dan kepadatan simpatrik ungko (Hylobates agilis) dan siamang (Symphalangus syndactylus) di kawasan hutan Batang Toru, Sumatera Utara. [Skripsi]. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
(5)
61
Muhammad, B. 2005. Studi populasi siamang (Hylobates syndactylus) di Gunung Pesawaran Taman Hutan Raya Wan Abdul Rahman Provinsi Lampung. [Skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas, Lampung. Lampung.
Nainggolan, V., dan B. S. Dewi, 2011. Analisis populasi jenis primata di Repong Damar Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir tengan Kabupaten Lampung Barat. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung. Napier, J. R., dan P. H. Napier. 1976. A Handbook of Living Primates. London:
Academic Press.
Napier, J. R., dan P. H. Napier. 1985. The Natural History of The Primates. London: Academic Press.
O’Brien, T. G., Kinnard, M. F., Nurcahyo, A., Iqbal., & M., Rusmanto. 2004. Abundance and distribution of sympatric Hylobatidaes in the treathened Sumatran rain forest. International Journal Primatology. 2: 267-284. Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. S. Sounders Company. Toronto. Palombit, R. A. 1997. Inter and Intraspesific Variation in Diets of Sympatric
Siamang (Hylobates syndactylus) and Lar Hylobatidaes (Hylobates lar). Folia primatol 68: 321-337.
Qiptiyah, M., dan H. Setiawan. 2012. Kepadatan Populasi dan Karakteristik Habitat Tarsius (Tarsius spectrum Pallas 1779) di Kawasan Patunuang, Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam. 4 : 363-371.
Presiden Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kementrian Kehutanan. Jakarta.
Raemaekers, J. J. 1984. Large Versus Small Hylobatidaes: Relative Roles of Bioenergetics and Competition in Their Ecological Segregation in Sympatry.[Eds.]. The Lesser Apes: Evolutionary and Behavioral Biology. Edinburgh Edinburgh University Press: 3: 209-218.
Republik Indonesia. 1990. Undang-undang Nomor 5 tahun 1990. Tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. Jakarta.
Rinaldi, D. 1992. Penggunaan Metode Triangle dan Concentration Count dalam Penelitian Sebaran dan Populasi Hylobatidae (Hylobatidae). Media Konservasi. 1: 9-21.
Setya, P. 2012. Studi populasi dan perilaku harian lutung jawa di Situ Sangiang Resort Sangiang Taman Nasional Gunung Ceremai. [Skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung.
(6)
Suin, N. M. 2003. Ekologi Populasi. Padang: Andalas Universitiy Press.
Sultan, K. 2009. Kajian habitat dan populasi Ungko (Hylobates agilis ungko) melalui pendekatan sistem informasi geografi di Taman Nasional Batang Gadis Sumatera Utara [Tesis]. Bogor: Program Studi Mayor Primatologi, Institut Pertanian Bogor.
Supriatna, J., dan H. E. Wahyono. 2000. Panduan lapangan Primata Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Suyanto, A., M., H. Sinaga & A. Saim. 2009. Mammals biodiversity in Tesso Nilo, Riau Province, Indonesia. Jurnal Zoo Indonesia. 2: 79-88.
Tenaza, R. R. 1975. Territory and Monogamy Amongkloss Gibbons (Hylobates kloosii) in Siberut Island, Indonesia. Folia Primatologica. 24: 60-80. Tuti, H. 2012. Perjalanan Multiabad Repong Damar: Kajian Aspek Tata Guna
Lahan. Puslitbang Produktivitas Hutan-Badan Litbang Kementrian Kehutanan, Bogor. Seminar Nasional Agroforestri III. 23: 3-4.
Whitten, A.J. 1980. The kloss gibon in Siberut Rain Forest. [Disertation]. Univ Cambridge. UK.
Wiersum, K. F. 1973. Wildlife Utilation and Management in Tropical Region. Syllabus. Departement of Wegwnigen Agricultur University. Netherland. Winarti, A. 2013. Kearifan lokal masyarakat pahmungan dalam pelestarian repong
damar di kawasan penyangga di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS). [Skripsi]. Fakultas Kehutanan UPI. Bandung.