PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING DENGAN STRATEGI KONFLIK-KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA : Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung.

(1)

(Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung)

Tesis

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

ADE SUHARTINI 1202033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2014


(2)

COOPERATIVE LEARNING

DENGAN STRATEGI

KONFLIK-KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN

KEMAMPUAN KONEKSI DAN PENALARAN

MATEMATIS SISWA

Oleh Ade Suhartini

S.Pd UPI Bandung, 2010

Sebuah tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam

© Ade Suhartini 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,


(3)

STRATEGI KONFLIK-KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

(Penelitian Kuasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung) Oleh:

ADE SUHARTINI 1202033

Disetujui dan disahkan Oleh:

Pembimbing I,

Dr. Jarnawi Afgani Dahlan, M. Kes. NIP.196805111991011001

Pembimbing II,

Dr. Kusnandi, M.Si. NIP.196903301993031002

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,

Drs. Turmudi, M. Ed., M.Sc., Ph.D. NIP.196101121987031003


(4)

LEMBAR PERSETUJUAN TESIS...i

LEMBAR PERNYATAAN ...ii

ABSTRAK ...iii

KATA PENGANTAR ...v

UCAPAN TERIMA KASIH ...vi

LEMBAR PERSEMBAHAN ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...xvi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian ...1

B.Perumusan Masalah ...10

C.Tujuan Penelitian ...11

D.Manfaat Penelitian ...12

E.Definisi Operasional ...12

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Kemampuan Penalaran Matematis ...14

B.Kemampuan Koneksi Matematis ...15

C.Sikap ...17

D.Strategi Konflik Kognitif ...20

E.Model Pembelajaran Cooperative Learning ...28

F. Pembelajaran Matematika Model Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif ... 31

G.Model Pembelajaran Konvensional...32

H.Teori Belajar yang Mendukung ...33

I. Penelitian Relevan ...35


(5)

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 42

C.Variabel Penelitian ... 44

D.Instrumen Penelitian ... 44

E.Proses Pengembangan Instrumen Penelitian ... 48

F. Kesimpulan Hasil Uji Coba ... 53

G.Rencana Analisis Data ... 59

H.Prosedur Penelitian ... 68

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Hasil Pengolahan Data... 70

1. Analisis Statistika Deskriptif ... 70

2. Analisis Statistika Inferensial ... 73

3. Klasifikasi Peningkatan (N-Gain) Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis ... 106

B.Pembahasan... 117

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 125

B.Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(6)

Tabel 1.1 Rata-rata Persentase Menjawab Benar pada Dimensi Konten dan

Kognitif ... 3

Tabel 2.1 Sintak Pembelajaran Matematika melalui Strategi Konflik-kognitif (SKK) dengan mengintegrasi Model Cooperative Learning ... 31

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 42

Tabel 3.2 Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kelas Cooperative Learning melalui Strategi Konflik Kognitif (CLSKK) dan Kelas Konvensional (KV) ... 43

Tabel 3.3 Komposisi Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... 44

Tabel 3.4 Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis ... 46

Tabel 3.5 Rubrik Penskoran Kemampuan Koneksi Matematis ... 46

Tabel 3.6 Klasifikasi Koefisien Validitas... 50

Tabel 3.7 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 51

Tabel 3.8 Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda ... 52

Tabel 3.9 Klasifikasi Koefisien Indeks Kesukaran ... 53

Tabel 3.10 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 53

Tabel 3.11 Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis 54 Tabel 3.12 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis ... 54

Tabel 3.13 Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis .. 55

Tabel 3.14 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 56

Tabel 3.15 Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kualitas Option Pengecoh ... 57

Tabel 3.16 Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 57

Tabel 3.17 Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kualitas Option Pengecoh ... 58

Tabel 3.18 Klasifikasi N-Gain ... 60

Tabel 4.1 Hasil Statistika Deskriptif Skor Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa ... 70


(7)

Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Penalaran ... 74 Tabel 4.5 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Kemampuan Penalaran ... 75 Tabel 4.6 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Pretes Kemampuan Penalaran. 76 Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Penalaran ... 77 Tabel 4.8 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan

Penalaran ... 78 Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas Data Pretes Kemampuan Koneksi ... 79 Tabel 4.10 Hasil Uji Homogenitas Data Pretes Kemampuan Koneksi ... 80 Tabel 4.11 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data Pretes Kemampuan Koneksi ... 81 Tabel 4.12 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Koneksi ... 82 Tabel 4.13 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Koneksi ... 83 Tabel 4.14 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan Koneksi . 84 Tabel 4.15 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Penalaran

KAM Tinggi ... 85 Tabel 4.16 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Penalaran

KAM Tinggi ... 86 Tabel 4.17 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan

Penalaran Siswa KAM Tinggi ... 87 Tabel 4.18 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Penalaran KAM

Sedang ... 88 Tabel 4.19 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Penalaran

KAM Sedang ... 89 Tabel 4.20 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan

Penalaran Siswa KAM Sedang ... 90 Tabel 4.21 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Penalaran

KAM Rendah ... 92 Tabel 4.22 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan Penalaran


(8)

Tabel 4.23 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan

Penalaran Siswa KAM Rendah ... 94 Tabel 4.24 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Koneksi

KAM Tinggi ... 95 Tabel 4.25 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Koneksi

KAM Tinggi ... 96 Tabel 4.26 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan Koneksi

Siswa KAM Tinggi ... 97 Tabel 4.27 Hasil Uji Normalitas Rata-rata Data N-Gain Kemampuan Koneksi

Siswa KAM Sedang... 98 Tabel 4.28 Hasil Uji Homogenitas N-Gain Kemampuan Koneksi

KAM Sedang ... 99 Tabel 4.29 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan Koneksi

Siswa KAM Sedang... 100 Tabel 4.30 Hasil Uji Normalitas Data N-Gain Kemampuan Koneksi

KAM Rendah ... 101 Tabel 4.31 Hasil Uji Homogenitas Data N-Gain Kemampuan Koneksi

Siswa KAM Rendah ... 102 Tabel 4.32 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata Data N-Gain Kemampuan Koneksi

Siswa KAM Rendah ... 103 Table 4.33 Rangkuman Pengujian Hipotesis pada Taraf Signifikansi (α) 0,05 . 104 Tabel 4.34 Komposisi Interpretasi Data N-Gain Kemampuan Koneksi ... 107 Tabel 4.35 Komposisi Interpretasi Data N-Gain Kemampuan Penalaran ... 107 Tabel 4.36 Distribusi Hasil Respon Siswa Mengenai Minat Terhadap

Pelajaran Matematika ... 108 Tabel 4.37 Distribusi Hasil Respon Siswa Terhadap Pembelajaran

Matematika... 109 Tabel 4.38 Distribusi Hasil Respon Siswa Terhadap Model Pembelajaran


(9)

Tabel 4.41 Distribusi Hasil Sikap Siswa terhadap Fase Akomodasi Kognitif ... 111 Tabel 4.42 Distribusi Hasil Respon Siswa Terhadap Bahan Ajar ... 112 Tabel 4.43 Distribusi Hasil Respon Siswa Terhadap Soal Koneksi dan

Penalaran Matematis... 113 Tabel 4.44 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru selama Pembelajaran dengan

Model CLSKK ... 114 Tabel 4.45 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa selama Pembelajaran dengan


(10)

Gambar 2.1 Model Konflik Kognitif Kwon ... 24

Gambar 2.2 Model Proses Konflik Kognitif ... 26

Gambar 2.3 Bagan Road Map Penelitian ... 37

Gambar 3.1 Bagan Uji Statistik Data Kuantitatif... 67

Gambar 3.2 Skema Penelitian ... 69

Gambar 4.1 Diagram Penilaian Aktivitas Guru ... 114


(11)

A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelas Eksperimen dan

Kontrol ... 138

A.3 Lembar Aktivitas Siswa (LAS) ... 171

A.4 Kisi-kisi Soal Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis ... 187

A.5 Soal Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis ... 191

A.6 Kunci jawaban dan pedoman penskoran pretes dan postes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis ... 194

A.7 Kisi-kisi Soal Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 201

A.8 Soal Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 206

A.9 Format Angket Skala Sikap ... 210

A.10 Format Lembar Observasi Guru ... 214

A.11 Format Lembar Observasi Siswa... 216

Lampiran B Analisis Hasil Uji Coba ... 220

B.1 Analisis Hasil Uji Coba Soal Pretes Dan Postes Kemampuan Penalaran Matematis dengan Software Anates V.4 For Windows dan Microsoft Exel 2013 ... 221

B.2 Analisis Hasil Uji Coba Soal Pretes Dan Postes Kemampuan Koneksi Matematis dengan Software Anates V.4 For Windows dan Microsoft Exel 2013 ... 227

B.3 Analisis Hasil Uji Coba Soal Keamampuan Awal Matematis (KAM) dengan Software Anates V.4 For Windows dan Microsoft Exel 2013 ... 234


(12)

C.1 Skor Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran Matematis

Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 245

C.2 Skor Pretes dan Postes Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 249

C.3 Data Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 253

C.4 Data Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 255

C.5 Data Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol berdasarkan KAM ... 257

C.6 Data Pretes, Postes dan N-Gain Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol berdasarkan KAM ... 260

C.7 Data Skala Sikap Kelas Eksperimen ... 263

C.8 Data Lembar Observasi Guru Kelas Eksperimen ... 266

C.9 Data Lembar Observasi Siswa Kelas Eksperimen ... 267

C.10 Analisis Data dan Uji Statistik Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran Matematis ... 271

C.11 Analisis Data dan Uji Statistik Pretes dan Postes Kemampuan Koneksi Matematis ... 275

C.12 Analisis Data dan Uji Statistik Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ... 278

C.13 Analisis Data dan Uji Statistik Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis ... 279

C.14 Analisis Data dan Uji Statistik Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis Berdasarkan KAM ... 281

C.15 Analisis Data dan Uji Statistik Peningkatan Kemampuan Koneksi Matematis Berdasarkan KAM ... 286


(13)

D.3 Surat Keterangan Izin Penelitian dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) ... 296 D.4 Surat Keterangan Pembimbing ... 297


(14)

iii

Ade Suhartini. (2014). Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Konflik-Kognitif untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Dan Penalaran Matematis Siswa SMP

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen yang bertujuan untuk menelaah perbedaan peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran model cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional (KV) baik secara keseluruhan maupun ditinjau dari masing-masing kemampuan awal matematis (KAM) siswa (tinggi, sedang, rendah). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung, dengan sampel dipilih dua kelas dari delapan kelas yang tersedia. Adapun desain yang digunakan adalah desain pretes-postes dan kelompok kontrol tidak acak (nonrandomized control group, pretest-posttest design). Hasil penelitian menunjukan bahwa peningkatan kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa kelas CLSKK lebih baik dibandingkan dengan siswa kelas KV. Adapun hasil penelitian berdasarkan masing-masing KAM menunjukan bahwa: (1) peningkatan kemampuan penalaran siswa kelompok KAM tinggi kelas CLSKK dan kelas KV tidak berbeda secara signifikan; (2) peningkatan kemampuan penalaran siswa kelompok KAM sedang dan rendah kelas CLSKK lebih baik dari pada kelas KV; (3) peningkatan kemampuan koneksi siswa kelompok KAM tinggi dan rendah kelas CLSKK dan KV tidak berbeda secara signifikan; dan (4) peningkatan kemampuan koneksi siswa kelompok KAM sedang kelas CLSKK lebih baik daripada kelas KV.

Kata kunci : model pembelajaran cooperative learning, strategi konflik kognitif, kemampuan penalaran matematis, kemampuan koneksi matematis


(15)

iv

School Student’s Mathematical Connection and Reasoning Abilities

This research is a quasi experimental research aiming to analyze the difference of the improvement of mathematical connection and reasoning abilities between the students receiving cooperative learning using cognitive conflict strategy (CLCC) and the students receiving conventional learning (CL). It is either observed in general or is observed based on each mathematical prior ability (MPA) of the students--high, medium, and low. The subject of the research is the 8th-grade students in Junior High School 14 in Bandung, which two classes are taken as the sample from the available eight classes. The research design used is nonrandomized control group and pretest-posttest design. The findings of the research show that the students’ improvement of mathematical reasoning and connection abilities in CLCC class is better than the students in CL. Moreover, the findings based on mathematical prior ability show that: (1) the students’ improvement of reasoning with high MPA in CLCC and in CL are not significantly different; (2) the students’ improvement of reasoning with medium and low MPA in CLCC are better than in CL; (3) the students’ improvement of connection mathematic ability with high and low MPA in CLCC and in CL are not significantly different; (4) and the students’ improvement of mathematical connection ability with medium MPA in CLCC are better than in CL.

Keywords: cooperative learning, cognitive conflict strategy, mathematical reasoning ability, mathematical connection ability


(16)

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas sehingga di masa yang akan datang dapat mengangkat Indonesia ke arah yang lebih baik dari segala aspek. Untuk mewujudkan hal tersebut banyak upaya telah dilakukan oleh pemerintah, diantaranya dengan melakukan penyempurnaan kurikulum pendidikan maupun pergantian kurikulum. Contohnya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK), yang diberlakukan secara bertahap pada tahun pelajaran 2006/2007 pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Untuk mewujudkan pendidikan yang mampu mencetak sumber daya manusia yang berkualitas tentunya memerlukan dukungan dari semua pihak baik dari pihak pemerintah, sekolah, orang tua maupun siswa, karena tujuan pendidikan tidak akan terwujud jika salah satu unsur pendidikan tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Kualitas pendidikan di Indonesia khusunya dalam mata pelajaran matematika masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain, hal ini ditunjukan dengan hasil penilaian Program for International Student Assessment (PISA)

tahun 2012 yang bertema “evaluating, school system to improve education”,

dimana penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Rata-rata skor matematika anak-anak Indonesia usia 15 tahun adalah 375 jauh di bawah rata-rata skor OECD 494. PISA merupakan suatu program penilaian tingkat dunia yang diselenggarakan tiga-tahunan, untuk menguji performa akademis anak-anak sekolah yang berusia 15 tahun. Tujuan dari studi PISA adalah menilai dan membandingkan prestasi anak-anak sekolah di seluruh dunia, dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan dunia. Soal yang diberikan dalam PISA merupakan tipe soal yang tidak rutin, jika anak tidak dapat menyelesaikan persoalan berhitung yang paling


(17)

mudah, bagaimana bisa menyelesaikan masalah-masalah non rutin yang menuntuk kemampuan berfikir tingkat tinggi.

Selain Programm for International Student Assessment (PISA), hasil dari Trends in International Mathematics Science Study (TIMSS) tahun 2011 juga menunjukan bahwa penguasaan matematika siswa Indonesia kelas delapan SMP berada di peringkat ke-38 dari 45 negara dengan perolehan rata-rata skor 386 poin yang mengalami penurunan yakni 403 poin pada tahun 1999, 411 poin pada 2003 dan anjlok menjadi 397 poin pada tahun 2007. TIMSS menampilakan empat tingkat suntuk mempresentasikan rentang kemampuan peserta didik berdasar benchmark internasional (Rosnawati, 2011), yaitu standar mahir (625), standar tinggi (550), standar menengah (475), dan standar rendah (400). Dalam TIMSS, assessment framework terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten yang menentukan materi pelajaran dan dimensi kognitif yang menentukan proses berpikir yang digunakan peserta didik saat terkait dengan konten (Mullis, et al., 2009). Pengkajian matematika di kelas delapan untuk dimensi konten meliputi Bilangan, Aljabar, Geometri, serta Data dan Peluang dengan persentase masing-masing berturut turut adalah 30%, 30%, 20%, dan 20%. Sedangkan domain kognitif adalah pengetahuan (knowing), penerapan (applying) dan penalaran (reasoning), dengan persentase masing-masing berturut-turut adalah 35%, 40% dan 25%.

Pencapaian skor rata-rata peserta Indonesia pada TIMSS 2011 adalah 386 yang berarti berada pada level rendah. Adapun persentase menjawab benar untuk dimensi konten dan kognitif setiap Negara peserta TIMSS ditampilkan pada Tabel 1.1 berikut.


(18)

Tabel 1.1

Rata-rata Persentase Menjawab Benar pada Dimensi Konten dan Kognitif

Negara

Dimensi Konten Dimensi Kognitif

Bilangan Aljabar

Geometri dan pengukuran

Data dan

Peluang Knowing Applying Reasoning

Singapura 77 (0,9) 72(1,1) 71(1,0) 72(0,9) 82(0,8) 73(1,0) 62(1,1) Korea 77 (0,5) 71(0,7) 71(0,6) 75(0,5) 80(0,5) 73(0,6) 65(0,6) Jepang 63 (0,7) 60 (0,7) 67(0,7) 68(0,6) 70(0,6) 64(0,6) 56(0,7) Malaysia 39(1,3) 28 (0,9) 33(1,1) 38(0,9) 44(1,2) 33(1,0) 23(0,9) Thailand 33(1,0) 27(0,9) 29(0,9) 38(0,8) 38(1,0) 30(0,8) 22(0,8) Indonesia 24(0,7) 22(0,5) 24(0,6) 29(0,7) 37(0,7) 23(0,6) 17(0,4) Rata-rata

Internasio nal

43 (0,1) 37(0,1) 39(0,1) 45(0,1) 49(0,1) 39(0,1) 30(0,1)

Sumber: Mullis, et. al., 2012

Dari tabel di atas terlihat bahwa Indonesia menduduki pencapaian yang paling rendah dibandingkan dengan Negara Asia lainnya yang menjadi sampel baik untuk dimensi konten maupun dimensi kognitif. Untuk dimensi kognitif, pencapaian terendah terdapat pada dimensi kognitif penalaran (reasoning). Oleh karena itu diperlukan pengkajian lebih lanjut mengenai kemampuan penalaran.

Adapun contoh soal TIMSS yang berhubungan dengan geometri dan pengukuran disajikan berikut ini:

Ryan sedang memasukkan buku-buku bekas ke dalam sebuah kotak berbentuk balok. Semua buku mempunyai ukuran yang sama.

Berapa buku yang dapat mengisi kotak tersebut? Jawab:______________


(19)

Soal pada contoh di atas melibatkan pengukuran geometris dimana item yang dikembangkan adalah menentukan berapa banyak buku dari ukuran tertentu akan termuat dalam sebuah kotak dengan ukuran tertentu. Rata-rata internasional sebesar 25% menjawab benar, sekitar 60% siswa atau lebih dalam performa terbaik lima Negara Asia Timur yaitu Taiwan, Hongkong, Korea dan Singapura dapat memecahkan masalah ini. Pencapaian tertinggi berikutnya adalah 30% di Federasi Rusia, sedangkan Indonesia mencapai 11% peserta didik yang menjawab benar. Menurut Rosnawati (2013), kekeliruan siswa umumnya terletak pada pandangan siswa terhadap ukuran buku dan ukuran balok yang tersedia. Jika siswa menguasai konsep tentang kekekalan volume maka siswa kan mampu menjawabnya. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan cepat dan cermat agar kedepannya Indonesia mampu bersaing dengan negara-negara lain di dunia internasional dengan meningkatkan kemampuan penalaran matematis.

Penelitian yang dilakukan di Indonesia juga menunjukan bahwa kemampuan penalaran siswa di sekolah menengah masih rendah, hal ini ditinjukan oleh hasil penelitian Numedal (Kurniawan (Nurhajati,2014)) dimana ditemukan secara empirik bahwa siswa-siswa di sekolah menengah (high school) dan perguruan tinggi (college) mengalami kesukaran dalam menggunakan strategi dan kekonsistenan penalaran logis (logical reasoning). Hal serupa dinyatakan oleh Sumarmo (1987: 297) bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan menurut tahap kognitifnya, skor kemampuan penalaran matematis siswa masih rendah. Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa ini akan berdampak pada rendahnya prestasi belajar. Contohnya dalam UN, pemetaan soal ujian nasional matematika SMP/MTs tahun ajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa dari 40 soal dalam UN matematika, aspek pengetahuan muncul dalam soal UN dengan persentase sebesar 62,5%, aspek penerapan 27,5% , dan aspek penalaran 10%, jika kemapuan penalaran siswa kurang maka akan mempengaruhi skor UN yang diperoleh siswa walaupun untuk kemampuan penalaran hanya 10%. Hal ini sesuai dengan temuan Wahyudin (1999: 191-192) dalam penelitiannya yang menemukan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah


(20)

siswa gagal menguasai dengan baik pokok-pokok bahasan dalam matematika akibat siswa kurang menggunakan nalar dan logis dalam menyelesaikan soal atau persoalan matematika yang diberikan.

Pada hakekatnya, matematika merupakan ilmu yang terstruktur dan sistematik, dimana konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai konsep yang paling kompleks (Suherman, 2003). Hal ini mengandung arti bahwa dalam matematika bukan hanya logis yang menjadi hal yang fundamental, tetapi konsep dan prinsip dalam matematika saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, untuk mencapai pemahaman konsep yang utuh siswa dituntut untuk memiliki kemampuan koneksi matematis yang memadai agar tidak terjadi adanya kesalahan dalam memahami suatu konsep (miskonsepsi).

Dalam pembelajaran matematika, kompetensi matematika yang harus dimiliki oleh siswa setelah memperoleh pembelajaran matematika menurut NCTM (2000) ada lima, yaitu: (1) Problem solving; (2) Reasoning and Proof; (3) Communication; (4) Connection; dan (5) Representation. Dalam hal ini, penalaran dan koneksi matematis merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Hal ini dikemukakan oleh Susanti (2012:294) bahwa kemampuan koneksi matematis siswa dapat membantu siswa dalam membuat hubungan dan mengembangkan fleksibilitas matematika dalam penalaran mereka ketika membuat skema dalam pikiran, dimana dengan memperkuat koneksi sebagai jaringan mental yang terstruktur seperti sarang laba-laba, penalaran sebagai ketrampilan dasar dari matematika dapat ditingkatkan saat merekonstruksi penyelesaian masalah matematika. Penalaran matematika dapat ditingkatkan dengan cara melibatkan pembentukan dan pengkomunikasian jalur antara satu ide atau konsep dengan konsep lain dalam matematika. Dalam proses pembentukan jalur ini, mereka dapat menikmati matematika, memahami alasan mengapa ide-ide penalaran itu bekerja pada saat mengembangkan koneksi.

Kemampuan koneksi merupakan kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh siswa. Namun demikian, fakta di lapangan menunjukan bahwa kemapuan koneksi siswa di Indonesia masih rendah. Berikut beberapa hasil penelitian yang


(21)

menunjukan bahwa kemamapuan koneksi siswa Indonesia masih rendah, dan beberapa faktor penyebab rendahnya kemampuan koneksi matematis (Nimpun, 2013):

1. Menurut studi bank dunia tahun 2005, siswa Indonesia kurang memiliki kemampuan berfikir tingkat tinggi (mencakup kemampuan koneksi) dibandingkan Jepang, Korea, Australia, Hongkong, dan Thailand.

2. Ruspiani (Nurhadyani, 20010: 2) kemampuan siswa dalam melakukan koneksi matematis masih rendah. Nilai rata-rata kemampuan koneksi siswa sekolah menengah di Indonesia sekitar 22% untuk koneksi matematis dengan pokok bahasan lain, 44,9% untuk koneksi matematis dengan bidang lain, dan 67,3% untuk ksoneksi matematis dengan kehidupan sehari-hari.

3. Penelitian Programme for International Student Assessment (Mariana, 2011: 2) menyebutkan bahwa 69% siswa Indonesia hanya mampu mengenali tema masalah tapi tidak mampu menemukan keterkaitan antar tema masalah dengan pengetahuan yang telah dimiliki.

4. Leung (Nuraaisyah, 2010:5) menyatakan bahwa rendahnya kemampuan ini disebabkan oleh mayoritas soal yang diberikan kepada siswa terlalu kaku sehingga siswa kesulitan untuk dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.

5. Menurut Jacob (Mariana, 2011:3), faktor penyebab rendahnya terletak pada faktor pemodelan pembelajarannya atau penggunaan strategi-model-teknik mengajar.

6. Penelitian yang dilakukan oleh Pujianti (Setiawan, 2009:3) terhadap siswa sekolah menengah pertama, memberikan kesimpulan bahwa kemampuan koneksi masih rendah, hal ini disebabkan oleh pembelajaran di kelas masih cenderung menggunakan paradigma lama dengan menyajikan pengetahuan matematika tanpa mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari.

Rendahnya kualitas kemampuan matematika siswa tidak terlepas dari penyelenggaraan proses pembelajaran di kelas. Banyak faktor yang mempengaruhi suksenya proses pembelajaran tersebut, diantaranya faktor guru, siswa, metode pembelajaran yang digunakan, lingkungan belajar, sarana prasarana


(22)

dan lain sebagainya. Semua faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain membentuk sistem pembelajaran yang pada akhirnya secara bersama-sama mendukung tercapainya tujuan pembelajaran. Sanjaya (2008:60) memandang bahwa pemilihan strategi pembelajaran sangatlah penting dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sehingga semua komponen dalam pembelajaran memiliki keterkaitan satu sama lain membentuk suatu sitem pembelajaran yang harus berjalan secara optimal apabila mengharapkan tujun pembelajaran yang maksimal. Paradigma mengajar telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dimana pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan tidak lagi dianggap sesuai dengan keadaan dikarenakan alasan (1) siswa bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini tetapi mereka adalah organisme yang sedang berkembang; (2) ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Abad pengetahuan, itulah yang seharunya menjadi dasar perubahan, bahwa belajar tak hanya sekedar menghafal informasi, menghafal rumus-rumus, tetapi bagaimana menggunakan informasi dan pengetahuan itu untuk mengasah kemampuan berfikir; (3) penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi mengakibatkan pemahaman baru terhadap perubahan tingkah laku manusia, dimana anggapan manusia sebagai organisme pasif yang perilakunya dapat ditentukan oleh lingkungan (aliran behavioristic) telah banyak ditinggalkan orang (Sanjaya, 2008: 100-101). Strategi konflik kognitif dipandang sebagai strategi yang mampu mendukung perubahan paradigma-paradigma di atas, karena dalam pengimplementasiannya dalam pembelajaran, siswa dituntut untuk menggunakan daya berfikirnya ketika dihadapkan dengan situasi masalah yang bertentangan dengan struktur kognitifnya, hal ini akan menjadikan siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya secara aktif. Selain itu dengan mengintegrasikan penerapan strategi konflik kognitif dengan model cooperative learning dapat meningkatkan tingkat keaktifan siswa dalam belajar karena setiap siswa dalam satu anggota kelompok akan bekerja sama untuk menyelesaikan situasi masalah tersebut, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Dahlan, dkk (2012) tentang kemampuan berfikir kritis matematik dan berfikir kreatif, dimana


(23)

peningkatan kemampuan berfikir kritis dan kreatif siswa yang pembelajarannya menggunakan strategi konflik kognitif kooperatif lebih baik dibandingkan dengan peningkatan kemampuan berfikir kritis dan kreatif siswa yang pembelajarannya menggunakan strategi konflik kognitif individual.

Dalam menerapkan strategi konflik kognitif, ketika siswa diberikan masalah yang bertentangan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah konflik dalam struktur kognitif yang pada akhirnya akan terjadi conceptual change (perubahan pemahaman) dan terbentuklah pengetahuan baru bagi siswa. Dalam kebermaknaan konflik kognitif dalam fikiran anak penalaran memiliki peranan penting, hal ini disampaikan Limon (2001: 365), bahwa:

Student’s reasoning abilities are also relevant for them to achieve a meaningful cognitive conflict. If student do not have reasoning abilities necessary to solve the conflict, to distinguish between theory and

evidence (i.e. Kuhn, Amsel, and O’Loughlin, 1988; Kuhn, 1991), to evaluate evidence or to release that there are contradictory evidence, they will be unlikely to reach a meaningful cognitive conflict.

Menurut pernyataan di atas, kemampuan penalaran siswa relevan bagi mereka untuk mencapai konflik kognitif yang bermakna. Jika siswa tidak memiliki kemampuan penalaran yang diperlukan untuk menyelesaikan konflik, untuk membedakan antara teori dan bukti, untuk mengevaluasi bukti atau untuk melepaskan bahwa ada bukti yang bertentangan, mereka tidak akan mungkin mencapai konflik kognitif yang bermakna. Dengan menerapkan strategi konflik kognitif maka kemampuan penalaran matematis siswa dapat dilatih.

Selain model dan strategi yang digunakan, sikap siswa juga memiliki peranan yeng penting dalam proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dicapai secara optimal. Oleh karena itu, pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru matematika haruslah pembelajaran yang dapat menarik minat siswa untuk belajar matematika. Crosswhite dalam Kulm (Susanti, 2013) menyebutkan bahwa hubungan antara sikap dan prestasi belajar menunjukkan korelasi yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sikap terhadap matematika tidak banyak berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika, namun demikian sikap tetap menjadi faktor penting dalam belajar matematika sesuai dengan hasil penelitian Rusgianto (2006)


(24)

yang memberikan kesimpulan bahwa sikap terhadap matematika mempunyai hubungan positif dengan hasil belajar matematika meskipun dilakukan kontrol terhadap variabel bebas yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa sikap terhadap matematika secara konsisten berhubungan langsung dengan hasil belajar matematika, dimana semakin baik sikap terhadap matematika yang dimiliki para siswa maka semakin tinggi hasil belajar matematikanya.

Belajar adalah suatu proses yang sangat relatif, apa yang para siswa pelajari bergantung pada apa yang telah mereka ketahui, semakin banyak yang diketahui dan dapat dilakukan oleh seseorang, maka akan semakin mudah dapat mempelajari materi baru, dimana belajar akan bermakna jika pengetahuan yang baru dan yang telah ada berkaitan (Wahyudin, 2008: 253). Hal serupa juga disampaikan oleh Ausebel dalam teori belajar bermaknanya, dimana belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang (Dahar, 2006: 95). Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan awal (Prior knowledge) siswa sangat penting bagi siswa dalam proses belajar konsep baru. Dalam kaitannya dengan penerapan strategi konflik kognitif dalam pembelajaran, selain kemampuan penalaran juga diperlukan kemampuan awal (prior knowledge) yang memadai untuk mencapai konflik kognitif yang bermakna, dimana kemampuan awal ini diperoleh dari pengalaman sehari-hari, sesuai pendapat Vosnadiou & Lieven (Rolka,at.all., 2007) bahwa teori perubahan konsep menggambarkan bahwa jenis pembelajaran konflik kognitif digunakan ketika informasi baru yang akan dipelajari datang dalam konflik dengan kemampuan awal pembelajar biasanya diperoleh pada pengalaman sehari-hari. Pentingnya kemampuan awal dalam pembelajaran konflik kognitif juga disampaikan oleh Alexander (Limon, 2001) mengenai peran yang sangat relevan dari kemampuan awal atau kemapuan dasar siswa dalam belajar, dimana pengetahuan dasar seseorang adalah sebuah bantuan yang mendukung kontruksi semua pembelajaran di masa depan. Selain itu, menurut pandangan faham kontruktivisme (Limon, 2001): “pentingnya menghubungkan pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengetahuan awal yang dimiliki sebelumnya adalah untuk mendukung pembelajaran bermakna”.


(25)

Kemudian Chin and Brower (Limon, 2011) menyatakan bahwa jika siswa memiliki kemapuan awal yang sedikit atau bahkan tidak memiliki kemampuan awal tentang topik yang sedang dipelajari, sangat sulit untuk berharap adanya perubahan karena pemahaman mereka terhadap informasi baru mungkin sangat minim sehingga konflik tersebut tidak bermakan sama sekali. Semua pendapat di atas menunjukan bahwa kemampuan awal sangat penting dimilki siswa agar proses belajar yang dialami siswa bermakna yang pada akhirnya konsep yang baru dipelajari siswa akan diserap secara optimal, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh perbedaan kemampuan awal matematis siswa terhadap model pembelajaran yang digunakan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Model Pembelajaran

Cooperative Learning dengan Strategi Konflik-Kognitif untuk Meningkatkan

Kemampuan Koneksi dan Penalaran Matematis Siswa SMP”.

B.

Perumusan Masalah

Berdasarkan pada pemaparan latar belakang penelitian sebelumnya, permasalahan akan dibatasi pada kajian untuk menjawab pertanyaan penelitian:

“apakah penerapan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik-kognitif dapat meningkatkan kemampuan koneksi dan penalaran matematis siswa SMP?”. Adapun rumusan masalah tersebut akan dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (KV)?

2. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (KV)?


(26)

3. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau dari masing-masing kemampuan matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)?

4. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau dari masing-masing kemampuan matematis siswa (tinggi, sedang, rendah)?

5. Bagaimana sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK)?

C.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang dijabarkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (KV).

2. Mengkaji peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran konvensional (KV).

3. Mengkaji peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yan gmendapatkan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau dari masing-masing kemampuan matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).

4. Mengkaji peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative


(27)

learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional (KV) ditinjau dari masing-masing kemampuan matematis siswa (tinggi, sedang, rendah).

5. Mengkaji sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif (CLSKK).

D.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan difusi dalam pembelajaran di kelas terutama dalam hal belajar konsep dan menyelesaikan masalah matematika melalui peningkatan kemampuan koneksi dan penalaran matematis dengan menggunakan model cooperative learning melalui strategi konflik kognitif, sehingga daya berfikir siswa dapat berkembang secara optimal.

E.

Definisi Operasional

1. Model Pembelajaran Cooperative Learning

Model Cooperative Learning yang dimaksud dalam penelitian ini adalah model kooperatif yang memiliki beberapa perspektif, yaitu perspektif motivasi, sosial, dan perkembangan kognitif. Dalam implementasinya ketika pembelajaran berlangsung, suatu kelompok kecil siswa yang bekerjasama sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas untuk mencapai tujuan bersama.

2. Strategi Konflik Kognitif

Strategi konflik kognitif adalah strategi pembelajaran yang menggunakan konflik antara struktur kognitif (struktur pengetahuan yang terorganisir di otak) dengan lingkungan (percobaan, demonstrasi, pendapat teman sebaya, buku, dll), atau konflik antara konsepsi dalam struktur kognitif sebagai alat pembelajaran. Model konflik yang digunakan dalam penelitian ini adalah konflik kognitif menurut Piaget dimana konflik terjadi karena perbedaan antara struktur kognitif seseorang dengan informasi yang berasal dari lingkungan dan model konflik kognitif Hasweh dimana konflik terjadi antara struktur kognitif 1 dengan


(28)

struktur kognitif 2. Konflik ini, tidak hanya berkaitan dengan prakonsepsi/ konsepsi baru yang dipelajari dalam suatu waktu tetapi juga kepercayaan, sub-struktur, total sub-struktur, atau sesuatu yang berada pada struktur kognitif.

3. Model Pembelajaran Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif Model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif adalah model pembelajaran dengan seting kooperatif dimana ketika proses pembelajaran berlangsung menekankan terjadinya konflik kognitif pada diri siswa.

4. Pembelajaran Konvensional

Dalam penelitian ini, pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku di sekolah tersebut, dalam hal ini adalah kurikulum 2006 yaitu KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dimana standar prosesnya terdiri dari eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

5. Kemampuan Penalaran Matematis

Kemampuan penalaran matematis adalah proses berfikir dalam penarikan kesimpulan tentang suatu masalah atau ide matematik. Kemampuan penalaran matematis dalam penelitian ini merupakan penalaran induktif yang meliputi kemampuan transduktif; analogi; generalisasi; memperkirakan jawaban dan proses solusi (interpolasi dan ekstrapolasi); memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada; menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur.

6. Kemampuan Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan mengaitkan konsep-konsep matematika baik antar konsep-konsep dalam matematika itu sendiri maupun mengaitkan konsep matematika dengan konsep dalam bidang lainnya. Kemampuan koneksi matematis dalam penelitian ini meliputi kemampuan untuk mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur, memahami hubungan antar topik matematika, menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari, memahami representasi ekuivalen suatu konsep, mencari hubungan atau prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang


(29)

ekuivalen, menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika.


(30)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilakukan untuk menguji sebuah perlakuan, yaitu penerapan model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif dengan pembelajaran konvensional. Subyek dalam penelitian ini tidak dikelompokan secara acak melainkan dipilih berdasarkan kelas yang terbentuk, maka penelitian ini termasuk kuasi eksperimen. Hal ini dilakukan karena sistem sekolah yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pemilihan subyek secara acak. Adapun desain eksperimen yang digunakan di dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes dan kelompok kontrol tidak acak (nonrandomized control group, pretest-posttest design). Secara sederhana, desain tersebut disajikan sebagai berikut:

Eksperimen : O X O Kontrol : O O

Keterangan: = pretes, postes

X = perlakuan (pembelajaran dengan model cooperative learning dengan strategi konflik kognitif)

Desain keterkaitan antara kelompok KAM (Kemampuan Awal Matematis) siswa dengan model pembelajaran yaitu model Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif (CLSKK) dan Konvensional (KV), disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut.


(31)

Tabel 3.1 Desain Penelitian Pembelajaran

KAM CLSKK KV

Tinggi (T) ET KT

Sedang (S) ES KS

Rendah (R) ER KR

Keterangan:

E : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan Model Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif

K : Kelompok siswa yang menerapkan Pembelajaaran Konvensional. ET : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan Model

Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif dan memiliki kemampuan awal matematis siswa tinggi.

KT : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Konvensional dan memiliki kemampuan awal matematis tinggi.

ES : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan Model Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif dan memiliki kemampuan awal matematis sedang.

KS : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Konvensional dan memiliki kemampuan awal matematis sedang.

ER : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran dengan Model Cooperative Learning dengan Strategi Konflik Kognitif dan memiliki kemampuan awal matematis rendah.

KR : Kelompok siswa yang menerapkan pembelajaran Konvensional dan memiliki kemampuan awal matematis rendah.

B.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung pada Tahun Pelajaran 2013/2014. Kelas VIII SMP Negeri 14 Bandung


(32)

terdiri dari delapan kelas, yaitu kelas VIII A sampai kelas VIII H dimana tidak terdapat kelas unggulan di dalamnya. Berdasarkan hasil observasi kepada pihak sekolah, dalam hal ini BK, dalam penentuan komposisi siswa di setiap kelas ditentukan oleh ranking siswa di kelas VII, dimana komposisinya merata untuk setiap kelas sehingga kelas manapun yang akan digunakan untuk penelitian dapat merepresentasikan populasinya. Adapun kelas yang digunakan untuk penelitian ini adalah kelas VIII G sebagai kelas kontrol dan VIII H sebagai kelas eksperimen. Kemudian masing-masing siswa kedua kelas tersebut diidentifikasi berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM), yakni kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah. Kemampuan awal matematis siswa tersebut dapat diketahui melalui rata-rata nilai tes kemampuan awal matematis (KAM) mengenai materi-materi prasyarat yang harus dimiliki siswa untuk mempelajari materi-materi yang akan diajarkan, nilai ulangan harian dan UTS siswa pada semester 2.

Adapun penetapan level kemampuan awal matematis (KAM) menurut Saragih (2011) didasarkan pada rataan ( ̅) dan simpangan baku (s), sebagai berikut:

KAM ̅ + s : siswa level KAM tinggi ̅ - s KAM < ̅ + s : siswa level KAM sedang KAM ̅ - s : siswa level KAM rendah.

Hasil yang diperoleh berdasarkan tes yang dilakukan kemudian dirata-ratakan dengan nilai ulangan harian dan UTS semester 2 disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2

Kriteria Pengelompokan Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kelas Cooperative Learning melalui Strategi Konflik Kognitif (CLSKK) dan

Kelas Konvensional (KV)

Formula Kriteria

skor KAM ≥ 78,59 Siswa Kelompok Tinggi 55,35 ≤ skor KAM < 78,59 Siswa Kelompok Sedang skor KAM < 55,35 Siswa Kelompok Rendah


(33)

Adapun komposisi jumlah siswa berdasarkan kriteria pengelompokkan KAM pada tabel di atas disajikan pada Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Komposisi Jumlah Siswa Berdasarkan Kategori KAM

Kelompok Pembelajaran Total

CLSKK KV

Tinggi 5 5 10

Sedang 26 24 50

Rendah 7 6 13

Total 38 35 73

C.

Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu menjadi fokus di dalam suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Variabel Bebas

Variabel bebas adalah tipe variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab terjadinya perubahan atau timbulnya variable terikat. Variabel bebas (X) pada penelitian ini adalah model pembelajaran, dimana perlakuan kelasnya sebagai berikut.

X1: pembelajaran dengan Model Cooperatif Learning melalui Strategi konflik kognitif (CLSKK)

X2: pembelajaran Konvensional (KV) 2. Variabel Terikat

Variabel terikat adalah tipe variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah kemampuan koneksi dan penalaran matematis.

D.

Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen yang dikembangkan terdiri dari enam macam instrumen yang meliputi (1) bahan ajar; (2) instrumen tes kemampuan


(34)

penalaran dan koneksi matematis; (3) instrument tes kemampuan awal matematis (KAM); (4) angket respon siswa terhadap pembelajaran dengan model cooperative learning melalui strategi konflik-kognitif; dan (5) instrumen lembar observasi guru. Berikut pemaparannya.

1. Bahan Ajar

Bahan ajar yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Aktivitas Siswa (LAS), dimana dalam penyusunannya mempertimbangkan model dan strategi yang digunakan, dalam hal ini model pembelajaran cooperative learning dengan strategi konflik kognitif.

2. Tes Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis

Tes ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data kemampuan koneksi dan penalaran matematis siswa sebelum dan setelah proses pembelajaran berlangsung yang meliputi pretes dan postes baik pada kelas eksperimen maupu kelas kontrol. Sebelum instrumen ini digunakan harus diujicobakan terlebih dahulu untuk mengkaji validitas, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran dari tiap-tiap butir soal. Apabila terdapat butir soal yang tidak valid maka soal tersebut harus diperbaiki terlebih dahulu. Setelah semua uji tersebut dilakukan maka instrumen dapat digunakan dalam penelitian.

Jumlah soal tes kemampuan penalaran dan koneksi matematis dalam penelitian ini berbentuk tes tertulis yang terdiri dari 8 soal uraian, dimana langkah-langkah dalam penyusunan instrumen tersebut adalah sebagai berikut: a. Menentukan materi pokok

b. Menentukan bentuk tes yang digunakan

c. Menentukan alokasi waktu untuk mengerjakan soal d. Menentukan jumlah butir soal

e. Membuat kisi-kisi soal

f. Membuat kunci jawaban dan pedoman pensekoran

g. Melakukan uji validitas muka, isi dan konstruk oleh ahli, dalam hal ini pembimbing.


(35)

h. Mengujicobakan instrumen.

i. Menganalisis hasil uji coba instrumen dari segi validitas, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran tiap butir soal.

j. Memilih butir soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, memiliki taraf kesukaran dan daya pembeda yang baik.

Adapun pemberian skor untuk soal-soal penalaran dan koneksi matematis mengikuti rubrik penilaian sebagai berikut:

Tabel 3.4

Rubrik Penskoran Kemampuan Penalaran Matematis

Jawaban Siswa Skala

Jawaban benar: mampu melakukan transduktif; analogi; generalisasi; interpolasi dan ekstrapolasi; memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada; atau menggunakan pola hubungan untuk menganalisis situasi dan menyusun konjektur.

4

Jawaban benar sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah

3

Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan sebagian besar kriteria 2 Jawaban ada tetapi sama sekali tidak sesuai dengan kriteria 1

Jawaban tidak ada 0

Tabel 3.5

Rubrik Penskoran Kemampuan Koneksi Matematis

Jawaban Siswa Skala

Jawaban benar: Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur; memahami hubungan antar topik matematika; menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari;


(36)

Jawaban Siswa Skala memahami representasi ekuivalen suatu konsep; mencari hubungan

atau prosedur dengan prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen; atau menerapkan hubungan antar topik matematika dan antara topik matematika dengan topik di luar matematika

Jawaban benar sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban

yang salah 3

Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan sebagian besar kriteria 2 Jawaban ada tetapi sama sekali tidak sesuai dengan kriteria 1

Jawaban tidak ada 0

3. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Instrumen tes kemampuan awal matematis dalam penelitian ini berbentuk tes tertulis yang terdiri dari 20 soal pilihan ganda dengan empat option. Adapun langkah-langkah dalam penyusunan instrumen tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menentukan materi pokok

b. Menentukan alokasi waktu untuk mengerjakan soal c. Membuat kunci jawaban

d. Membuat kisi-kisi soal

e. Melakukan uji validitas muka, isi dan konstruk oleh ahli, dalam hal ini pembimbing.

f. Mengujicobakan instrumen.

g. Menganalisis hasil uji coba instrumen dari segi validitas, reliabilitas, daya beda, dan taraf kesukaran tiap butir soal, efektivitas option.

h. Memilih butir soal yang memenuhi kriteria valid, reliabel, memiliki taraf kesukaran, daya pembeda dan efektivitas option yang baik.

4. Angket Skala Sikap

Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban atau menjawab


(37)

pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisi (Russeffendi, 1994: 107). Dalam penelitian ini, angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model coooperative learning melalui konflik kognitif. Angket ini diberikan kepada siswa kelas eksperimen ketika proses pembelajaran telah berakhir. Adapun angket yang diberikan terdiri dari 38 pernyataan berbentuk pernyataan tipe Likert, dimana responden diminta untuk menjawab suatu pernyataan dengan jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju(T) dan sangat tidak setuju (ST). Masing-masing jawaban tersebut dikaitkan dengan angka atau nilai, yaitu SS = 5, S = 4, T = 2, dan ST = 1 bagi pernyataan yang mendukung sikap positif (favorable) dan SS = 1, S = 2, T = 4, dan ST = 5 yang mendukung sikap negatif (unfavorable).

5. Lembar Observasi Guru dan Siswa

Observasi ini digunakan untuk melihat aktifitas siswa selama pembelajaran berlangsung, kemampuan guru dalam mengelola kelas ketika mengajar, dan kesesuaian pelaksanaan pembelajaran di kelas dengan tahapan-tahapan model pembelajaran cooperative learning melalui strategi kognitif yang digunakan. Ketika proses pembelajaran berlangsung, observer diminta memberikan tanda cek (√) pada kotak skala nilai sesuai dengan aktivitas yang dilakukan siswa dan guru. Skala nilai yang digunakan adalah 5 untuk sangat baik (SB), 4 untuk kriteria baik (B), 3 untuk cukup baik (CB), 2 untuk kurang (K), atau 1 untuk sangat kurang (SK).

E.

Proses Pengembangan Instrumen Penelitian

Suatu penelitian akan valid apabilah alat evaluasi yang digunakan memiliki kualitas yang baik. Untuk mendapatkan alat evaluasi yang berkualitas baik perlu diperhatikan beberapa kriteria, yaitu dari validitas, reliabilitas, derajat kesukaran dan daya pembeda serta efektivitas option untuk tipe soal objektif. Oleh karena itu sebelum digunakan dalam penelitian, instrumen harus diujicobakan terlebih dahulu kemudian dilihat validitas, reliabilitas, derajat kesukaran, daya pembeda, dan efektivitas option. Untuk instrumen bahan ajar (RPP dan LAS), angket respon


(38)

siswa terhadap pembelajaran dengan model cooperative learning melalui strategi konflik-kognitif, lembar penilaian aktivitas siswa, dan instrumen lembar pengamatan kinerja guru cukup dilakukan uji validitas oleh ahli (Uji validitas teoritik), sedangkan instrumen tes kemampuan koneksi dan penalaran matematis dan instrumen KAM selain dilakukan uji validitas teoritik oleh ahli juga dilakukan uji validitas empiris dari data hasil uji coba instrumen. Berikut uraian dari masing-masing uji empiris yang dilakukan.

1. Validitas

Suatu alat evaluasi dikatakan valid (absah atau sahih) apabila alat evaluasi tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi (Suherman, 2003: 102). Validitas alat evaluasi terdiri dari dua macam (Suherman, 2003: 104-110), yaitu:

a. Validitas teoritik (logik), yaitu validitas yang dilakukan berdasarkan pertimbangan (judgement) teoritik atau logika. Validitas ini terdiri dari validitas isi, muka, dan konstruksi.

b. Validitas empirik (kriterium), yaitu validitas yang dilakukan berdasarkan kriteria atau validitas yang ditinjau dalam hubungannya dengan kriterium tertentu. Validitas ini terdiri dari validitas banding dan validitas ramal.

Untuk instrumen bahan ajar (RPP dan LAS), lembar penilaian aktivitas siswa, dan instrumen lembar pengamatan kinerja guru cukup dilakukan uji validitas teoritik (logik) yang dilakukan oleh ahli dalam hal ini pembimbing, sedangkan untuk instrument tes kemampuan penalaran matematis dan koneksi matematis serta instrument tes kemampuan awal matematis (KAM) siswa dilakukan uji validitas teoritik (logik) dan validitas empirik (kriterium), hanya untuk validitas empirik yang dilakukan hanya uji validitas banding saja sedangkan uji validitas ramal tidak dilakukan karena tidak bertujuan untuk meramal hal yang akan datang dengan kondisi yang ada sekarang.

Rumus yang digunakan untuk mencari validitas soal uraian adalah rumus korelasi product moment memakai angka kasar (row skor) (Suherman, 2003: 120), yaitu sebagai berikut:


(39)

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

keterangan:

= koefisien korelasi tiap item

N = banyaknya subjek uji coba ∑ = jumlah skor item

∑ = jumlah skor total

∑ = jumlah kuadrat skor item ∑ = jumlah kuadrat skor total

∑ = jumlah perkalian skor item dan skor total.

Klasifikasi yang digunakan untuk melakukan analisis validitas dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi Guilford (Suherman, 2003: 113) yang ditunjukkan sebagai berikut.

Tabel 3.6

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Interpretasi

0,90 < rxy≤ 1,00 Sangat tinggi 0,70 < rxy≤ 0,90 Tinggi (baik) 0,40 < rxy≤ 0,70 Sedang (cukup) 0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah (kurang) 0,00 < rxy≤ 0,20 Sangat rendah

rxy≤ 0,00 Tidak valid

2. Reliabilitas

Suatu instrumen dikatakan reliabel jika hasil pengukuran tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subyek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berbeda dan tempat yang berbeda (Suherman, dkk. 2003: 132).

Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas soal tes uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman, 2003: 153), yaitu sebagai berikut.


(40)

keterangan:

= koefisien reliabilitas yang dicari

= banyak butir soal (item)

∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item = varians total.

menentukan nilai-nilai tersebut, baik untuk setiap item (i) atau skor total (t) dengan menggunakan rumus varians berikut:

(∑ ∑ ) dimana untuk untuk nilai tiap item (i):

∑ = jumlah item soal

∑ = jumlah kuadrat item soal = banyak item.

sedangkan untuk skor total (t): ∑ = jumlah skor soal

∑ = jumlah kuadrat skor soal = banyak item.

Klasifikasi yang digunakan untuk melakukan analisis reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi Guilford (Suherman, 2003: 139) yang ditunjukkan sebagai berikut.

Tabel 3.7

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Interpretasi

≤ 0,20 Sangat rendah

0,20 ≤ 0,40 Rendah

0,40 ≤ 0,70 Sedang

0,70 ≤ 0,90 Tinggi


(41)

3. Daya Pembeda

Daya pembeda dalam sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh butir soal tersebut mampu membedakan antara testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi menjawab salah) (Suherman, dkk. 2003: 159). Rumus yang digunakan untuk menentukan koefisien daya pembeda adalah sebagai berikut:

DP = ̅ ̅

Keterangan:

DP = Daya pembeda

̅ = Rata-rata kelompok atas ̅ = Rata-rata kelompok bawah = Skor maksimum ideal

Klasifikasi yang digunakan untuk melakukan analisis daya pembeda dalam penelitian ini menggunakan klasifikasi (Suherman, 2003: 161) sebagai berikut.

Tabel 3.8

Klasifikasi Koefisien Daya Pembeda

Koefisien Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 < DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 < DP ≤ 0,40 Sedang 0,40 < DP ≤ 0,70 Cukup 0,70 < DP ≤ 1,00 Sangat baik

4. Tingkat Kesukaran Soal

Hasil evaluasi dari suatu perangkat tes yang baik akan menghasilkan skor atau nilai yang membentuk suatu distribusi normal (Suherman, dkk. 2003: 168). Rumus yang digunkan untuk menentukan taraf kesukaran (IK) adalah sebagai berikut:

IK = ̅


(42)

Keterangan:

IK = Indeks kesukaran ̅ = Skor rata-rata butir soal = Skor maksimum ideal

Adapun klasifikasi indeks kesukaran (Suherman, dkk. 2003: 170) yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.9

Klasifikasi Koefisien Indeks Kesukaran

Koefisien Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 < IK ≤ 0,30 Soal sukar

0,30 ≤ IK < 0,70 Soal sedang

0,70 ≤ IK < 1,00 Soal mudah

IK = 1,00 Soal terlalu mudah

F.

Kesimpulan Hasil Uji Coba

Analisis data hasil uji coba tes kemampuan penalaran matematis, koneksi matematis,dan kemampuan awal matematis siswa menggunakan software Anates V.4 for Windows dengan hasil akan dijelaskan sebagai berikut.

1. Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Berikut adalah hasil uji coba tes kemampuan penalaran matematis. Tabel 3.10

Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

1 0,600

0.780

0,573 0,438 2 0,591 0,542 0,667 3 0,689 0,469 0,688 4 0,585 0,313 0,458


(43)

Butir Soal Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

5 0,760 0,250 0,417 6 0,595 0,167 0,292

Adapun interpretasi dari hasil uji coba tes kemampuan penalaran matematis yang diperoleh disajikan pada Tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11

Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Butir Soal

Validitas Reliabilitas Tingkat

Kesukaran

Daya Pembeda Interpretasi Klasifikasi Interpretasi Klasifikasi

1 Signifikan Sedang

Reliabel Tinggi

Sedang Cukup 2 Signifikan Sedang Sedang Cukup 3 Signifikan Sedang Sedang Cukup 4 Signifikan Sedang Sedang Cukup 5 Sangat

Signifikan

Tinggi Sukar Cukup

6 Signifikan Sedang Sukar Sedang

Berdasarkan hasil uji coba dan interpretasi yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa seluruh butir soal pretes dan postes kemampuan penalaran matematis dapat digunakan dalam penelitian.

2. Soal Tes Kemampuan Koneksi Matematis

Hasil uji coba tes kemampuan koneksi matematis disajikan pada Tabel 3.12 berikut:

Tabel 3.12

Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis

Butir Soal

Validitas

Reliabilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda


(44)

2 0,619 0,823 0,271 3 0,721 0,406 0,646 4 0,684 0,385 0,646 5 0,627 0,385 0,604 6 0,617 0,188 0,292

Adapun interpretasi dari hasil uji coba tes kemampuan koneksi matematis yang diperoleh disajikan pada Tabel 3.13. Berdasarkan hasil uji coba dan interpretasi yang telah dilakukan terhadap soal pretes dan postes kemampuan koneksi, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh butir soal pretes dan postes kemampuan koneksi matematis dapat digunakan dalam penelitian.

Tabel 3.13

Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Koneksi Matematis

Butir Soal

Validitas Reliabilitas Tingkat

Kesukaran

Daya Pembeda Interpretasi Klasifikasi Interpretasi Klasifikasi

1 Signifikan Sedang

Reliabel Sedang

Sedang Cukup 2 Signifikan Sedang Mudah Sedang 3 Sangat

Signifikan

Tinggi sedang Cukup 4 Signifikan Sedang Sedang Cukup 5 Signifikan Sedang Sedang Cukup 6 Signifikan Sedang Sukar Sedang

3. Soal Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Soal tes kemampuan awal matematis (KAM) berbentuk pilihan ganda, sehingga selain dilakukan uji validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran terhadap soal KAM, juga dilakukan uji kualitas option pengecoh.

Adapun hasil uji coba tes kemampuan awal matematis (KAM) disajikan pada Tabel 3.14.


(45)

Tabel 3.14

Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Butir Soal Validitas Reliabilitas Tingkat Kesukaran

Daya Pembeda

1 0,000

0,500

1,000 0,000 2 0,476 0,296 0,583 3 -0,230 0,750 -0,167 4 0.692 0,773 0,667 5 -0.197 0,546 -0,167 6 0.158 0,864 0,083 7 -0.096 0,727 -0,167 8 0.730 0,705 0,833 9 0.716 0,864 0,500 10 0.479 0,409 0,583 11 0,000 1,000 0,000 12 0.355 0,955 0,167 13 0.749 0,636 0,917 14 0.425 0,432 0,417 15 0.678 0,706 0,667 16 0.561 0,364 0,750 17 0.590 0,659 0,583 18 0.364 0,546 0,500 19 0.076 0,932 0,000 20 0.061 0,977 0,083

Hasil uji coba tes kemampuan awal matematis (KAM) untuk kulalitas option pengecoh disajikan secara terpisah pada Tabel 3.15 berikut.


(46)

Tabel 3.15

Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kualitas Option Pengecoh

Keterangan: * = kunci jawaban; Omit = tidak menjawab

Interpretasi dari hasil uji coba yang dilakukan terhadap tes kemampuan awal matematis disajikan pada Tabel 3.16 dan Tabel 3.17 berikut ini:

Tabel 3.16

Butir Soal Banyak pemilih Omit Jumlah

a b c d

1 0 0 0 44* 0 44 2 0 0 13* 31 0 44 3 33* 11 0 0 0 44 4 3 5 33* 0 3 44 5 25* 0 0 19 0 44 6 0 5 39* 0 0 44 7 10 1 0 33* 0 44 8 2 31* 2 1 0 44 9 0 1 1 38* 4 44 10 18* 22 0 2 2 44 11 44* 0 0 0 0 44 12 0 1 42* 0 1 44 13 28* 2 7 0 7 44 14 14 4 1 19 6 44 15 5 0 31* 2 6 44 16 2 25 16* 0 1 44 17 29* 5 4 1 5 44 18 4 24* 10 0 6 44 19 0 0 41* 2 2 44 20 43* 1 0 0 0 44

Butir Soal

Validitas Reliabilitas Tingkat

Kesukaran

Daya Pembeda Interpretasi Klasifikasi Interpretasi Klasifikasi

1 Tidak Signifikan

Tidak Valid

Reliabel Sedang

Sangat Mudah

Sangat Jelek 2 Signifikan Sedang Sukar Cukup 3 - Tidak

Valid

Mudah Sangat Jelek 4 Sangat

Signifikan


(47)

Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Tabel 3.17

Interpretasi Hasil Uji Coba Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM) Kualitas Option Pengecoh

Butir Soal

Interpretasi

a b C d

1 - - - Kunci 2 Buruk Buruk Kunci Sangat buruk 3 Kunci Sangat Buruk Buruk Buruk 4 Sangat Baik Baik Kunci Buruk 5 - Tidak

Valid

Sedang Sangat Jelek 6 - Sangat

Rendah

Sangat Mudah

Jelek 7 - Tidak

Valid

Mudah Sangat Jelek 8 Sangat

Signifikan

Tinggi Sangat Mudah

Sangat baik 9 Sangat

Signifikan

Tinggi Sangat Mudah

Cukup 10 Signifikan Sedang Sedang Cukup 11 Tidak

Signifikan Tidak Valid Sangat Mudah Sangat Jelek 12 - Rendah Sangat

Mudah

Jelek 13 Sangat

Signifikan

Tinggi Sedang Sangat baik 14 Signifikan Sedang Sedang Cukup 15 Sangat

Signifikan

Sedang Sangat Mudah

Cukup 16 Sangat

Signifikan

Sedang Sedang Sangat Baik 17 Sangat

Signifikan

Sedang Sedang Cukup 18 - Rendah Sedang Cukup 19 - Sangat

Rendah

Sangat Mudah

Sangat Jelek 20 - Sangat

rendah

Sangat mudah


(48)

Butir Soal

Interpretasi

a b C d

5 Kunci Buruk Buruk Sangat buruk 6 Buruk Sangat buruk Kunci Buruk 7 Sangat Buruk Kurang Baik Buruk Kunci 8 Kurang baik Kunci Kurang baik Buruk 9 Buruk Kurang baik Kunci Kurang baik 10 Kunci Sangat buruk Buruk Buruk 11 Kunci - - - 12 Buruk Baik Kunci Buruk 13 Kunci Kurang baik Baik Buruk 14 Kurang baik Kurang baik buruk Kunci 15 Sangat baik Buruk Kunci Kurang baik 16 Buruk Sangat buruk Kunci Buruk 17 Kunci Sangat baik Sangat baik Buruk 18 Baik Kunci Baik Buruk 19 Buruk Buruk Kunci Buruk

Berdasarkan interpretasi hasil uji coba tes kemampuan awal matematis (KAM) yang telah dilakukan dan hasil bimbingan dengan dosen pembimbing mengenai soal kemampuan awal matematis maka soal yang tidak digunakan dalam penelitian adalah soal no. 1, 3, 7, 11, 19 dan 20.

G.

Rencana Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan terdiri dari data kuantitatif dan data kualitatif, dimana data kuantitatif diperoleh dari skor jawaban siswa pada pretes, postes kemampuan penalaran dan koneksi matematis siswa, dan skor tes kemampuan awal matematis (KAM), sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil angket sikap siswa terhadap pembelajaran menggunakan model cooperative learning dengan strategi konflik-kognitif, data observasi aktivitas siswa dan kinerja guru selama proses pembelajaran berlangsung. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu cara manual dengan berbantukan


(49)

Microsoft Exel 2013 dan pengolahan data dengan berbantukan software SPSS 21 for windows.

Adapun tahapan dalam melakukan analisis data kuantitatif adalah sebagai berikut:

1. Memberikan skor terhadap hasil pretes, postes, dan tes KAM perdasarkan pedoman penskoran yang telah dibuat.

2. Menghitung peningkatan kemampuan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran yang dikenal dengan N-Gain (Gain ternormalisasi), dengan menggunakan rumus berikut

Hasil perhitungan N-Gain tersebut kemudian diintrepretasikan dengan menggunakan rumus klasifikasi N-Gain (Hake, 1999) sebagai berikut.

Tabel 3.18 Klasifikasi N-Gain

Besarnya Gain (g) Interpretasi

g ≥ 0,7 Tinggi

0, 3 g < 0,7 Sedang

g < 0,3 Rendah

3. Menyajikan statistik deskriptif skor pretes, skor postes, dan skor N-Gain yang meliputi skor rata-rata ( ̅), dan simpangan baku (s), skor maksimum (xmaks) dan skor minimum (xmin).

4. Melakukan uji normalitas pada skor pretes dan n-gain. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh mengikuti distribusi normal atau tidak, hal ini untuk menentukan apakah uji selanjutnya menggunakan statistik parametrik atau non-parametrik. Adapun hipotesis statistik yang diberikan sebagi berikut:


(50)

: Data yang diperoleh berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

dengan statistik uji yang digunakan dalam uji normalitas adalah tes Shapiro-Wilk karena ukuran data sampel lebih dari 30. Kriteria uji dalam pengujian hipotesis dengan bantuan Software SPSS 21 adalah sebagai berikut:

Ho ditolak jika p-value (sig.) < 0.05

Dalam penelitian ini, data yang diuji normalitasnya adalah delapan kelompok, yaitu. E, K. ET, ES, ER, KT, KS dan KR.

5. Melakukan uji homogenitas varians

Uji homogenitas dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah data mempunyai varians yang sama atau tidak, jika mempunya varians yang sama maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Pasangan yang akan dikenakan uji homogentitas yaitu 3 kelompok yang meliputi kelompok E dengan K; ET dengan KT, ES dengan KS, serta ER dengan KR.

Hipotesis statistik yang diajukan untuk dua pasang data adalah sebagai berikut:

: = ; Data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama

: ≠ ; Data yang diperoleh berasal dari populasi yang memiliki variansi yang tidak sama

Keterangan: = Variansi data pretes kemampuan penalaran siswa kelas eksperimen

= Variansi data pretes kemampuan penalaran siswa kelas eksperimen

Statistik uji yang digunakan dalam uji homogenitas adalah tes Levene dengan bantuan Software SPSS 21, adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

Ho ditolak jika p-value (sig.) < 0.05

Pada output Software SPSS 21 yang digunakan adalah hasil uji homogenitas Based on Mean, karena data yang diuji adalah rata-rata.


(51)

6. Melakukan uji hipotesis

Untuk menguji hipotesis 1 dan 2, yaitu “Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model cooperative learning dengan strategi konflik kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran model konvensional” dan “Peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran model cooperative learning dengan strategi konflik kognitif lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran model konvensional” dilakukan uji kesamaan dua rata-rata yang didasarkan pada uji normalitas dan homogenitas kelas sampel. Dalam uji hipotesis ini melibatkan dua kelompok sampel. Apabila kedua kelompok data (kelas eksperimen dan kelas kontrol) masing-masing normal dan kedua data tersebut homogen maka uji hipotesis yang dilakukan adalah uji t (Hasil yang digunakan pada output Software SPSS 21 bagian Equal variances assumed), atau jika kedua kelompok data tersebut normal tetapi tidak homogen maka uji hipotesis yang dilakukan adalah dengan uji t’ (Hasil yang digunakan pada output Software SPSS 21 bagian Equal variances not assumed), tetapi jika kedua data tersebut tidak normal (kedua kelompok data tidak normal atau salah satu kelompok data tidak normal) maka uji hipotesis dilakukan dengan uji statistic non-parametrik yakni uji Mann-Whitney U. Hipotesis statistik berdasarkan hipotesis penelitian yang diajukan adalah sebagai berikut:

Hipotesis 1

= ; Peningkatan kemampuan penalaran (N-Gain) siswa yang mendapatkan pembelajaran model cooperative learning dengan strategi konflik kognitif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional tidak berbeda secara signifikan.

: > ; Peningkatan kemampuan penalaran (N-Gain) siswa yang mendapatkan pembelajaran model cooperative learning dengan strategi konflik kognitif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.


(1)

127

strategi yang inovatif. Oleh karena itu, perlu adanya penelitian kualitatif untuk meneliti mengapa hal tersebut dapat terjadi.

8. Apabila guru akan menerapkan model CLSKK di kelas, model ini akan optimal jika diterapkan kepada siswa dengan kemampuan awal matematis (KAM) sedang dan rendah.

9. Untuk peneliti selanjutnya, perlu dikembangkan perangkat instrumen yang dapat mengidentifikasi apakah siswa mengalami konflik kognitif atau tidak, serta instrumen yang dapat mengidentifikasi jenis konflik kognitif yang dialami siswa selama pembelajaran berlangsung. Hal ini bertujuan agar penanganan terhadap koflik kognitif yang dialami setiap siswa tepat.


(2)

Balitbang. (2011). Laporan Hasil TIMMS 2011. Jakarta: Kemendikbud.

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary Schools. Dubuque: Wm.C. Brown Company Publishers.

BSNP. (2007). Peraturan Menteri Penididikan Nasional Republik Indonesia No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menegah. Jakarta: Tidak diterbitkan.

Dahar, R. W. (2006). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT. Gelora Aksara Pratama.

Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open-Ended. Disertasi. SPs UPI. Tidak diterbitkan.

Dahlan, J. A. dkk. (2012). Implementasi Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif dalam Upaya Meningkatkan High Order Mathematical Thinking siswa.

Jurnal Pendidikan [Online], Vol 13 (2), 12 halaman. Tersedia: http://www.indonesiamampu.org/unduh/file/59/implementasi-strategi- pembela%20jaran-konflik-kognitif-dalam-upaya-meningkatkan-high-order-mathematical. [Diakses 13 Juli2013].

Fahein. (2011). Pengembangan Strategi Konflik Kognitif Dengan Berbantuan Alat Peraga Dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Dan

Pemahaman Konsep Siswa SMAN. Tersedia:

http://faheipen.blogspot.com/2011/05/pengembangan-strategi-konflik-kognitif_30.html. [Diakses Desember 2013].

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/sdi/Analyzingchange-Gain.pdf. [Diakses 15 Desember 2013].

H.S. Rusgianto. 2006. Hubungan Antara Sikap Terhadap Matematika, Kecerdasan Emosional Dalam Interaksi Sosial Di Kelas Dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Smp Negeri 5 Yogyakarta. SEMNAS Matematika dan Pend. Matematika [Online]. Tersedia : http://eprints.uny.ac.id/7239/1/PM-4%20-%20Rusgianto%20H.S.pdf. [Diakses tanggal 11 September 2014] Ismaimuja (2009). Kemampuan berfikir kritis dan kreatif matematis siswa SMP


(3)

129

Disertasi doctoral: tidak dipublikasikan, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Lee, G., et all. (2001). What Do We Know about Students' Cognitive Conflict in Science Classroom: A Theoreticall Model Of Cognitive Conflict Prosess. Proceedings of the Annual Meeting of the Association for the Education of Teachers in Science [Online], 4 halaman. Tersedia: http://files.eric.ed.gov/fulltext/ED472903.pdf . [Diakses 13 Juli 2013] Lee, G., et all. (2003). Development of an instrument for measuring cognitive

conflict in secondary-level science classes. Journal of Research in Science Teaching [Online], vol 40 (6), 19 halaman. Tersedia:

http://www.rhodes.aegean.gr/ptde/labs/lab-fe/downloads/articles/cognitive_conflict.pdf . [Diakses 9 Juli 2013].

Limon, M. (2001). On the cognitive conflict as an instructional strategy for conceptual change: a critical appraisal. Learning and Instruction 11

(2001) 357–380. Dapat diunduh pada

www.elsevier.com/locate/learninstruc. [Diakses 29 Januari 2014]. Faculty of Psychology, Autonoma University of Madrid, Cantoblanco, 28049 Madrid, Spain.

Meltzer. (2002). The Relationship Between Mathematics Preparation and

Conceptual Learning Gains in Physic: A Possible “Hidden in Variable” in

Diagnostic Pretest Score. Department of Physic and Astronomy: IOWA

State University, Ames, Iowa. Tersedia:

http://www.physic.iastate.edu/per/doc/Addendum on normalized gain. [Diakses 27 Januari 2014].

Mullis, I.V.S., Martin, M.O.,Foy, P., & Arora,A. 2012. TIMSS 2011 International Result in Mathematics. Chesnut Hill, MA: TIMSS & PIRLS International Strudy Center, Boston College.

Mullis, I. Martin M.O., Ruddock, G.J., O’Sullivan, C.Y., Preuschoff, C.. 2009.

TIMSS 2011 Assesment Framework. Chesnut Hill: Boston College.

National Council of Teacher of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards for School Mathematics. USA: National Council of Teacher of Mathematics, inc.

Nimpun, S. A. 2013 Pembelajaran Menggunakan teknis Solo/ Superitem untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa. Tesis pada SPs UPI: Tidak diterbitkan.

Dahlan, J. A. dkk. (2012). Implementasi Strategi Pembelajaran Konflik Kognitif dalam Upaya Meningkatkan High Order Mathematical Thinking siswa.


(4)

http://www.indonesiamampu.org/unduh/file/59/implementasi-strategi- pembela%20jaran-konflik-kognitif-dalam-upaya-meningkatkan-high-order-mathematical. [Diakses 13 Juli2013].

Nurhajati. 2014.Pengaruh Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Program Cabri 3D Terhadap Kemampuan Penalaran Dan Koneksi Matematis Siswa SMA. Jurnal Pendidikan dan Keguruan [Online], Vol. 1 (1), 11 halaman. Tersedia : http://pasca.ut.ac.id/journal/index.php/JPK/article/download/6/6. [Diakses 10 September 2014]

Pristiyanto. (2013). Hasil PISA 2012: Posisi Indonesia Nyaris Jadi Juru Kunci.

Kompas [Online]. Tersedia:

https://groups.google.com/forum/#!msg/bencana/UGna4p6lJgQ/3LMaXL 1j1a8J. [Diakses 17 Februari 2014].

Puspasari, D. W. 2010. Meningkatkan Sikap Positif Siswa Sma Negeri 1 Muntilan Terhadap Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah .Skripsi pada FPMIPA UNY: tidak diterbitkan.

Ratumanan, T.G. (2003). Pengaruh model pembelajaran dan gaya kognitif terhadap hasil belajar matematika siswa SLTP di kota Ambon. Dalam

Jurnal pendidikan dasar [Online], 5(1), 2003: 1-10. Tersedia: http://www.google.com/. [Diakses Desember 2012].

Rolka, K. dkk. (2007). The Role Of Cognitive Conflict In Belief Changes.

Proceedings of the 31st Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education [Online], Vol. 4, 8 halaman. Tersedia: http://www.emis.de/proceedings/PME31/4/120.pdf. [Diakses 15 Juli 2013].

Rosnawati, R. 2013. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP Indonesia pada TIMSS 2011. Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Penerapan MIPA. Fakultas MIPA UNY.

Ruseffendi, E. T. (1998). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Rksakta Lainnya. Semarang: CV. IKIP Semarang Press.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran. Bandung: Fajar Interpratama Offset. Saragih, S. (2011). Penerapan Pembelajaran Pembelajaran Matematika Realistik

dan Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Kemampuan Keruangan, Berpikir Logis dan Sikap Positif Terhadap Matematika Kelas VIII.


(5)

131

Sardjoko, T. (2011). Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together dan Group Investigation Pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Motivasi Berprestasi Siswa SMA di Kabupaten Ngawi. (Tesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Shadiq, F.____. Bagaimana Cara Guru Memanfaatkan Faktor Sikap dalam

Pembelajaran Matematika? [Online]. Tersedia:

https://fadjarp3g.files.wordpress.com/2008/12/08-afektif_limas_1.pdf. [Diakses 27 Agustus 2014].

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Sumarmo, U. (1987). Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. (Desertasi). Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.Bandung.

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik serta

Pembelajarannya. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika, Universitas Pendidikan Indonesia.

Surya, E. ___. Upaya Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah dengan Strategi Konflik Kognitif. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Medan. Medan: UNIMED.

Susanti, E .(2012). Meningkatkan Penalaran Siswa melalui Koneksi Matematika.

Prosseding 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA: UNY.

S. H. Rusgianto. 2006. Hubungan Antara Sikap Terhadap Matematika, Kecerdasan Emosional Dalam Interaksi Sosial Di Kelas Dengan Hasil Belajar Matematika Siswa Smp Negeri 5 Yogyakarta. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika “Trend Penelitian dan Pembelajaran Matematika di Era ICT“ [Online]. Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/7239/. [Diakses 27 Agustus 2014].

T. Susanti. 2013. Sikap Siswa terhadap Matematika. Edu-Math [Online], Vol. 4, 9

halaman. Tersedia

:http://e-journal.iainjambi.ac.id/index.php/edumath/article/download/256/236 . [Diakses 11 September 2014].

Universitas Pendidikan Indonesia. (2012). Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah. Bandung: UPI Press.


(6)

Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan Siswa dalam Pelajajaran Matematika. Laporan Penelitian. Bandung: IKIP Bandung.

Wahyudin. (2008). Pembelajaran & Model-model Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wulandari, I. 2012. Peningkatan Kemampuan Generalisasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Metode Penemuan Terbimbing. (Tesis). Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.


Dokumen yang terkait

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI DAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMA.

0 0 41

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN METAKOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN HEURISTIK DALAM PENALARAN MATEMATIS DAN SELF-EFFICACY MATEMATIS SISWA SMP : Studi Kuasi Eksperimen di SMPNegeri Bandung.

0 3 62

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CONCEPT ATTAINMENT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DAN SELF CONCEPT SISWA SMP: Studi Kuasi Eksperimen Pada Kelas VIII di Salah Satu SMP Negeri Tarogong Kaler Garut.

4 12 46

PENERAPAN STRATEGI REACT UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP.

2 12 69

PENERAPAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN STRATEGI REACT DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP: Penelitian kuasi eksperimen terhadap siswa kelas VIII disalah satu SMP Negeri di Kabupaten Bandung Barat.

0 0 43

PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP.

0 0 39

PENERAPAN MODEL RECIPROCAL TEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIK SISWA SMP : Suatu Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII di Salah Satu SMP Negeri di Kota Bandung.

0 0 38

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF (GENERATIVE LEARNING) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KONEKSI MATEMATIS SISWA SMP.

0 2 49

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOGNITIF DAN SIKAP ILMIAH SISWA KELAS VIII E SMP NEGERI 20 SURAKARTA.

0 0 21

View of PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN STRATEGI KONFLIK KOGNITIF UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMA

0 2 12