PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP.

(1)

PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN

MATEMATIS SISWA SMP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

INGGAR RESMITA PUTRI 0905911

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

Oleh

Inggar Resmita Putri

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada

Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Inggar Resmita Putri 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Oktober 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian,

dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.

PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

PENERAPAN MODEL COLLABORATIVE LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA

SMP

Oleh,

Inggar Resmita Putri 0905911

Disetujui dan disahkan oleh Pembimbing I

Prof. Dr. Tatang Herman, M.Ed.

NIP 196210111991011001

Pembimbing II

Drs. H. Firdaus, M. Pd.

NIP 195803231983031001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Matematika,

Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D.


(4)

(5)

ABSTRAK

Inggar Resmita Putri (0905911). Penerapan Model Collaborative Learning

untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP.

Penelitian ini mengkaji tentang “Penerapan Model Collaborative Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP”. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen. Subyek dari penelitian ini adalah kelas VIII E sebagai kelas eksperimen dan VIII C sebagai kelas kontrol. Pembelajaran di kelas eksperimen dilakukan dengan model collaborative

learning, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran secara

konvensional. Instrumen dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat tes dan angket. Seperangkat alat tes tersebut meliputi soal-soal pretes dan postes mengenai kemampuan penalaran, sedangkan angket digunakan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran dengan model collaborative learning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model collaborative learning secara signifikan memiliki peningkatan kemampuan penalaran matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran secara konvensional. Peningkatan kemampuan penalaran matematis berdasarkan rata-rata indeks gain kelas eksperimen berada pada interpretasi sedang. Sementara itu, hasil pengolahan angket menunjukkan bahwa pada umumnya siswa memberikan sikap positif terhadap pembelajaran matematika melalui model collaborative learning.


(6)

ABSTRACT

Inggar Resmita Putri (0905911). “Collaborative Learning Model was implemented to increase mathematical reasoning thinking of secondary student.”

In this research, Collaborative Learning Model was implemented to increase mathematical reasoning thinking of secondary student. It is a quasi-experimental research with non-equivalent control group design. We compared them by different learning model implementation. The experiment class was utilized collaborative learning, whereas the control use conventional. Some assignments and questioner as research instrument was used such as reasoning pretest and posttest problems, and questioner was used to evaluate the student attitude to collaborative learning. The result showed that collaborative learning student get mathematical reasoning thinking increasing more significant than the conventional. Besides that, the questioner result is most of student show the positive attitude in collaborative learning class.

Keywords: collaborative learning model, mathematical reasoning thinking,


(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

PERNYATAAN ... ii

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Definisi Operasional... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

A. Model Collaborative Learning ... 9

B. Kemampuan Penalaran Matematis ... 13

C. Hasil Penelitian yang Relevan ... 15

D. Hipotesis ... 16

BAB III METODE PENELITIAN... 17

A. Metode dan Desain Penelitian ... 17

B. Subjek Penelitian ... 18

C. Instrumen Penelitian... 18

D. Perangkat Pembelajaran ... 27

E. Prosedur Penelitian... 27

F. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Hasil Penelitian ... 37

1. Analisis Data Pretes Kemampuan Penalaran Matematis ... 37

2. Analisis Data Postes Kemampuan Penalaran Matematis ... 40

3. Analisis Data Indeks Gain Kemampuan Penalaran Matematis. 44 4. Analisis Data Kualitatif ... 49

B. Pembahasan ... 56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60


(8)

DAFTAR PUSTAKA ... 61 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 64


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Maju dan berkembangnya suatu Negara dipengaruhi oleh pendidikan. Bagaimana jika pendidikan di suatu Negara itu makin terpuruk? Maka Negara tersebut akan makin jauh tertinggal dari negara-negara lain. Sehingga pemerintah mencoba mereformasi pendidikan dengan mengubah paradigma proses pendidikan dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Pendidikan bukanlah suatu hal yang statis atau tetap, melainkan suatu hal yang dinamis sehingga menuntut adanya suatu perubahan atau perbaikan secara terus menerus. Perubahan dapat dilakukan dalam hal metode mengajar, buku-buku, alat-alat, laboratorium, maupun materi-materi pelajaran. Salah satu contoh dalam bidang materi pelajaran yakni matematika. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang sekolah. Hal ini menyatakan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari oleh siswa. Menurut Sumarmo (Yulia, 2012: 1) matematika menganut prinsip belajar sepanjang hayat, prinsip “learning how to learn”, dan prinsip siswa belajar aktif sehingga pembelajaran dengan prinsip ini menekankan pada ketercapaian kemampuan siswa dalam menghadapi tantangan global.

Matematika berasal dari bahasa latin mathanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Johnson dan Rising (Tim MKPBM, 2001: 19) mengatakan bahwa matematika itu adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Reys, dkk Rising (Tim MKPBM, 2001: 19) juga menambahkan bahwamatematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat. Menurut


(10)

Ruseffendi (Tim MKPBM, 2001: 18) mengungkapkan bahwa matematika merupakan hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Selain itu, matematika merupakan ilmu terstruktur karena mempelajari tentang pola keteraturan (Tim MKPBM, 2001: 25). Sehingga dalam hal ini, matematika sangat dekat dengan proses bernalar.

Tujuan diberikannya pendidikan matematika menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menggambarkan kompetensi matematika yang ingin dicapai sebagai berikut (BSNP,2006: 140):

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan, dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap saling menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Tujuan pembelajaran matematika di atas adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia pada pelajaran matematika. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki siswa yaitu kemampuan penalaran matematis. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran umum matematika pada National Counsil of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000, yaitu: belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication), belajar untuk bernalar (mathematical reasoning), belajar untuk memecahkan masalah


(11)

3

connection), dan pembentukan sikap positif terhadap matematika (positive attitude toward mathematics) (Hunaeni, 2013: 4).

Menurut Priatna (Yulia, 2012: 3) peran penalaran dan pembuatan konjektur dalam proses pembelajaran matematika adalah mendorong memberi pemahaman bahwa pencarian pola-pola, keteraturan-keteraturan hubungan, dan urutan merupakan inti dari matematika. Sedangkan Kilpatrick, Swafford, dan Findell (Yulia, 2012: 3) menyatakan bahwa reasoning and

sense making tidak bisa dipisahkan dari pengembangan kemampuan

matematis yang lainnya. Kemampuan penalaran sangat penting dalam pemahaman matematis, mengeksplor ide, memperkirakan solusi, dan menerapkan ekspresi matematika yang relevan, serta memahami bahwa matematika itu sesuatu hal yang logis.

Kesulitan siswa untuk melihat matematika sebagai aktifitas yang penting merupakan bagian dari lemahnya tingkat penalaran dan kolaborasi dalam kelas (Brodie, 2010: 57). Siswa yang memanfaatkan kemampuan penalaran matematis dalam belajarnya akan lebih merasakan makna keberartian matematika (Brodie, 2010: 57). Oleh karena itu, penggunaan kemampuan penalaran matematika di dalam kelas dirasa perlu mendapatkan perhatian lebih.

Namun, fakta yang terjadi di lapangan menunjukkan hal sebaliknya, kemampuan penalaran matematis siswa SMP di Indonesia masih tergolong rendah. Pada TIMSS 2003, Indonesia hanya memperoleh skor 406 dari rata-rata internasional 465 untuk kemampuan penalaran (Mullis, et al., 2005: 30). Begitu juga pada TIMSS 2007, Indonesia hanya mencapai skor 405 dari rata-rata internasional 500 (Mullis, et al., 2008: 121). Selain itu Priatna (Yulia, 2012: 3) menyatakan dalam penelitiannya bahwa masih rendahnya kemampuan penalaran siswa SMP Negeri di Kota Bandung hanya sekitar 49% dari skor ideal. Penelitian lain mengungkapkan bahwa salah satu kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal dalam menguasai pokok-pokok bahasan matematika, akibat siswa tersebut kurang


(12)

menggunakan nalar yang logis dalam menyelesaikan soal (Wahyudin, 1999: 191).

Keberhasilan siswa dalam kegiatan pembelajaran dipengaruhi oleh faktor dalam diri siswa atau dari lingkungannya. Menurut Ruseffendi (1994) faktor dari dalam siswa meliputi: kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemauan belajar, dan minat anak. Sedangkan faktor dari luar diri siswa yaitu, model penyajian materi, pribadi, sikap guru, suasana pengajaran, kompetensi guru, dan kondisi masyarakat luas.

Rendahnya kemampuan penalaran ini tidak terlepas dari masih didominasinya pembelajaran yang lebih berpusat pada guru (Yulia, 2012: 4). Pembelajaran matematika saat ini sering kali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan guru, ia mengenalkan objek, memberikan satu atau beberapa contoh, lalu menanyakan satu dua pertanyaan, dan pada umumnya meminta siswa yang tadinya pasif mendengarkan untuk menjadi aktif dengan memulai mengerjakan latihan yang ada di buku (Turmudi, 2008: 78). Sehingga kemampuan penalaran siswa tidak dapat muncul dan berkembang. Siswa hanya menonton bagaimana gurunya mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan siswa menyalin apa yang telah dituliskan oleh gurunya dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan (Turmudi, 2008: 62).

Menyikapi permasalahan rendahnya kualitas penalaran matematis siswa SMP, kita memerlukan alternatif model pembelajaran yang tidak mengandalkan pada hafalan melainkan pemaknaan dari materi pelajaran tersebut dan mampu meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Adanya suatu model pembelajaran yang mengubah pandangan mengenai cara memperoleh pengetahuan, yaitu dari menyampaikan rumus-rumus, definisi, prosedur, dan algoritma menjadi penyampaian konsep-konsep matematika melalui konteks bermakna dan berguna bagi siswa (Turmudi, 2008: 83). Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model yang memungkinkan siswa dapat menarik kesimpulan secara logis; memberikan penjelasan menggunakan gambar, fakta, sifat, dan hubungan yang ada;


(13)

5

memperkirakan jawaban dan proses solusi; melihat pola dari masalah yang disajikan dalam pembelajaran, mengajukan konjektur, mengujinya, dan membuat generalisasi; memberikan argumen yang valid dalam proses pembuktian sederhana yang merupakan indikator kemampuan penalaran.

Penyajian model yang akan diterapkan dalam pembelajaran harus bisa memberikan kenyamanan siswa. Penggunaan model yang monoton dapat mempengaruhi motivasi siswa untuk belajar matematika. Seorang guru harus dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang bervariasi, yang bisa mengubah cara belajar siswa dari pasif menjadi aktif sehingga akan membuat siswa tertarik dan paham dengan apa yang diajarkan oleh guru. Salah satu alternatif model pembelajaran yang dapat dipilih adalah model collaborative

learning.

Ball dan Bass (Brodie, 2010: 57) menyatakan bahwa penggunaan penalaran matematis memberikan kesempatan pada siswa untuk menciptakan hubungan antara pengetahuan yang ada dengan pengetahuan yang baru. Model collaborative learning sebagai sebuah proses komunikatif dapat memfasilitasi terjadinya penggabungan antara pengetahuan-pengetahuan tersebut sebagai hasil interaksi antara dua atau lebih siswa (Brodie, 2010: 57). So dan Brush (2007) juga mengatakan hal yang serupa yaitu “collaborative

learning is a form of learner and learner interaction”, collaborative learning dapat menjadi sebuah bentuk interaksi antar siswa. Model ini tidak hanya membantu terjadinya pertukaran pengetahuan, tetapi juga menjadikan proses interaksi tersebut sebagai katalis pembentuk pengetahuan yang baru dalam diri masing-masing individu siswa .

Tujuan dari model collaborative learning (Sato, 2012: 28) yaitu: (1) metode untuk meningkatkan kemampuan siswa yang kurang mengerti atau belum memahami suatu mata pelajaran secara sempurna. (2) Pertukaran dan interaksi dari sisi pikiran, pendapat dan penafsiran yang berbeda terhadap materi pembelajaran dan tugas yang diberikan. Model ini dapat memberikan peran positif yaitu meningkatkan rasa percaya diri dan harga diri, selain itu


(14)

siswa lebih menguasai pengetahuan dan keterampilan daripada melalui penjelasan yang detail oleh guru, (Sato, 2012: 31)

Pengembangan collaborative learning terdapat lima tahap menurut Reid (dalam Kurniawan, 2013), yaitu: engagement, exploration,

transformation, presentation, dan reflection. Pada tahap engagement

memungkinkan siswa mengetahui kemampuan, minat, bakat, dan kecerdasan yang dimiliki sehingga terjadilah proses pengelompokan. Tahap eksploration terdapat pemberian tugas untuk dipecahkan masalahnya oleh siswa. Tahap

transformation memungkinkan siswa untuk bertukar pemikiran dengan

melakukan diskusi kelompok. Tahap presentation siswa mempersentasikan hasil diskusinya. Sedangkan tahap reflection terjadi proses tanya-jawab antar kelompok.

Berdasarkan atas pentingnya kemampuan penalaran dalam mempersiapkan siswa menghadapi globalisasi serta kaitannya dengan pembelajaran kolaborasi seperti yang diungkapkan oleh peneliti di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian yang berjudul “ Penerapan Model Collaborative Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran

Matematis Siswa SMP”. B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang tercantum dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis melalui pembelajaran menggunakan model Collaborative Learning lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan pembelajaran matematika menggunakan model Collaborative Learning?

C. Tujuan Penelitian


(15)

7

1. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis melalui pembelajaran menggunakan model Collaborative Learning lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

2. Untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran matematika menggunakan pendekatan model Collaborative Learning.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi beberapa kalangan berikut ini :

1. Bagi peneliti

Sebagai suatu pembelajaran karena peneliti dapat mengaplikasikan segala pengetahuan yang didapatkan selama perkuliahan maupun di luar perkuliahan.

2. Bagi siswa

- Dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

- Dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran matematika baik itu dengan banyak bertanya maupun dalam berdiskusi di dalam kelas.

- Dapat meningkatkan pola pikir secara optimal, dan memberikan ketertarikan mereka dalam pembelajaran matematika.

3. Bagi guru

Membantu guru dalam meningkatkan wawasan pengetahuan siswa serta keaktifan siswa saat proses belajar mengajar.

4. Bagi peneliti lain

Diharapkan dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya yang relevan.

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda tentang istilah-istilah yang digunakan dan juga memudahkan peneliti dalam


(16)

menjelaskan apa yang sedang dibicarakan, maka ada beberapa istilah yang perlu dijelaskan, sebagai berikut:

1. Model Collaborative Learning adalah model pembelajaran kelompok yang setiap anggota menyumbangkan informasi, pengalaman, ide, sikap, pendapat, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya, untuk secara bersama-sama saling meningkatkan pemahaman seluruh anggota.

2. Kemampuan penalaran adalah suatu proses berpikir untuk menarik suatu kesimpulan logis, baik secara induktif maupun deduktif. Indikator yang digunakan yaitu (1) Menarik kesimpulan logis; (2) Memberi penjelasan menggunakan gambar, fakta, sifat, hubungan yang ada; (3) Memperkirakan jawaban dan proses solusi; (4) Menggunakan pola hubungan untuk menganalisis, membuat analogi, generalisasi, menyusun serta menguji konjektur; (5) Mengajukan lawan contoh; (6) Menyusun argument yang valid dalam pembuktikan sederhana (Sumarmo dalam Yulia, 2012: 23).

3. Pembelajaran Konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang ditandai dengan pembelajaran yang berpusat pada guru, guru menerangkan materi dan memberikan contoh soal, serta interaksi di antara siswa yang masih kurang.


(17)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Arifin (2011: 68), metode eksperimen merupakan cara praktis untuk mempelajari sesuatu dengan mengubah-ubah kondisi dan mengamati pengaruhnya terhadap hal lainnya. Tujuannya adalah untuk mengetahui pengaruh atau hubungan sebab-akibat (couse and effect

relationship) dengan cara membandingkan hasil kelas eksperimen yang

diberikan perlakuan dengan kelas kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Pengambilan sampel pada penelitian ini tidak secara acak siswa, tetapi acak kelas. Peneliti harus menerima kondisi dua kelas yang diperoleh dari sekolah tersebut.

Penelitian ini akan menguji pembelajaran matematika dengan menggunakan model collaborative learning untuk meningkatkan kemampuan penalaran siswa SMP. Penelitian ini menggunakan subjek kelas eksperimen dan kelas kontrol. Siswa yang berada pada kelas eksperimen pembelajaran yang akan diterapkan dengan menggunakan model collaborative learning, sedangkan siswa yang berapa pada kelas kontrol pembelajaran yang diberikan secara konvensional. Kedua kelas tersebut akan dibandingkan kemampuan penalaran matematisnya. Variabel bebas dari penelitian ini yaitu model

collaborative learning, sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan

penalaran matematis.

Desain penelitian pada penelitian ini disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Digunakan dua kelas yang berbeda yaitu kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

2. Kelas-kelas tersebut dipilih berdasarkan rekomendasi guru yang bersangkutan.


(18)

3. Diberikan pretes dan postes untuk kedua kelas tersebut. Adapun desain penelitian ini adalah (Ruseffendi, 1994: 50) O X O

O O Keterangan :

O = Pretes dan Postes

X = Perlakuan berupa penerapan model Collaborative Learning.

B. Subjek Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII di SMP Negeri 7 Bandung. Alasan dipilihnya siswa kelas VIII adalah karena siswa pada usia ini umumnya sudah berada pada tahap operasi formal.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara acak, yaitu mengambil dua kelas dari 9 kelas yang tersedia. Kedua kelas tersebut adalah kelas VIII-C dan kelas VIII-E. Kemudian kedua kelas tersebut dipilih secara acak untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasilnya kelas VIII-E sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai kelas kontrol.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah (Arikunto, 2002:136). Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas instrumen tes dan instrumen non tes. Instrumen tes berupa tes kemampuan penalaran matematis, sedangkan instrumen non tes berupa angket dan lembar observasi.

1) Instrumen Tes

Instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes penalaran matematis. Tes tersebut digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa, baik sebelum pembelajaran maupun sesudah


(19)

19

pembelajaran. Tes dilakukan dua kali yaitu sebelum pembelajaran (Pretes) dan sesudah pembelajaran (Postes). Tes ini diberikan kepada siswa secara individual. Pretes diberikan untuk melihat kemampuan awal siswa dalam penalaran matematis, sedangkan Postes diberikan untuk melihat kemajuan dalam kemampuan penalaran matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Bentuk tes yang dipilih adalah tes uraian. Tes uraian dipilih karena menurut Ruseffendi (1994), dengan tes uraian akan menimbulkan sikap kreatif pada siswa dan hanya siswa-siswa yang telah menguasai materi secara benar yang dapat memberikan jawaban yang baik dan benar. Selain itu dengan tes uraian, kemampuan penalaran matematis siswa dapat terlihat. Sehingga dari cara siswa menjawab soal yang diberikan dapat ditentukan sejauh mana indikator-indikator penalaran dapat dicapai. Adapun keunggulan soal bentuk uraian menurut Munaf (2001: 9) adalah sebagai berikut:

1. Dapat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam mengorganisasikan pikiran, menganalisis masalah, menafsirkan sesuatu, serta mengemukakan gagasan-gagasan secara rinci dan teratur yang dinyatakan dalam bentuk tulisan.

2. Dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menyatakan gagasan atau pendapat.

3. Dapat lebih mudah dan lebih cepat tersusun.

4. Faktor menebak jawaban yang benar dapat dihilangkan.

Adapun kriteria pemberian skor kemampuan penalaran matematis yang digunakan mengadopsi dari penskoran holistic scale dari North

Carolina Department of Public Instruction (1994) seperti yang tertera pada

tabel berikut ini:

Tabel 3.1

Pedoman pemberian skor soal kemampuan penalaran matematis

Respon Siswa terhadap Soal Skor

Tidak ada jawaban/ menjawab tidak sesuai dengan pertayaan/ tidak ada yang benar


(20)

Hanya sebagian kecil aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar

1

Hampir semua aspek dijawab dengan benar 2 Semua aspek dijawab dengan lengkap/

jelas dan benar

3

Sumber: Cai, Lane, dan Jacabcsin (Hunaeni, 2013: 25)

Sebelum penelitian ini dilakukan, instrumen diujicobakan terlebih dahulu, supaya dapat terukur validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda. Dalam pengolahan data uji instrumen ini peneliti memanfaatkan hasil perhitungan berdasarkan program Anates 4.0 tipe uraian. Adapun hasil perhitungannya disajikan pada lampiran. Dari instrumen yang dijelaskan sebagai berikut:

a) Validitas

Sebuah data ataupun informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu, suatu instrumen dikatan valid apabila dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya dan tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang diukur dalam hal ini adalah validitas butir soal. Rumus korelasi produk moment memakai angka kasar (Suherman , 2003: 119). Adapun rumusnya yaitu:

∑ ∑ ∑

√ ∑ ∑ ∑ ∑

Dengan:

: koefisien korelasi antara variabel dan N : jumlah subyek (testi)

: rata-rata nilai harian siswa : nilai tes hasil siswa


(21)

21

Menurut Guilford (Suherman,2003: 113) mengemukakan bahwa interpretasi yang lebih rinci mengenai nilai dibagi ke dalam kategori-kategori seperti berikut.

Tabel 3.2

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Validitas Interpretasi

0,90 1,00 validasi sangat tinggi 0,70 0,90 validasi tinggi 0,40 0,70 validasi sedang 0,20 0,40 validasi rendah 0,00 0,20 validasi sangat rendah

0,00 tidak valid

Berikut ini akan disajikan validitas dari soal yang telah diujikan. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates, diperoleh koefisien korelasi untuk setiap butir soal.

Tabel 3.3

Validitas Tiap Butir Soal

Nomor Soal Koefisien Validitas Kriteria

1 0,53 Sedang 2 0,21 Rendah 3 0,87 Tinggi 4 0,78 Tinggi 5 0,71 Tinggi 6 0,59 Sedang

Berdasarkan hasil perhitungan yang disajikan pada tabel di atas, nilai koefisien validitas berkisar antara 0,21 sampai 0,87. Untuk soal nomor 2 dilakukan perbaikan soal yang telah diujicobakan.


(22)

b) Reliabilitas

Reliabilitas suatu instrumen artinya instrumen tersebut dapat memberikan hasil yang tetap sama (relatif sama) jika pengukurannya dilakukan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu berbeda, ataupun tempat yang berbeda.

Untuk soal tipe subjektif dengan bentuk uraian penilaiannya tidak hanya diberikan pada hasil akhir, melainkan dilakukan pula terhadap proses pengerjaannya. Jadi skor bisa berlainan tergantung bobot yang diberikan untuk soal tersebut. Rumus yang digunakan untuk mencari koefisien reliabilitas bentuk uraian dikenal dengan rumus Alpha (Suherman, 2003: 153) seperti di bawah ini:

( ∑ )

Dengan:

n = banyak butir soal

= jumlah varians skor tiap soal = varians skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen evaluasi dapat digunakan tolak ukur oleh J.P. Guilford (Suherman, 2003: 139) sebagai berikut.

Tabel 3.4

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi

0,40 derajat reliabilitas sangat rendah

0,20 0,40 derajat reliabilitas rendah 0,40 0,70 derajat reliabilitas sedang 0,70 0,90 derajat reliabilitas tinggi 0,90 1,00 derajat reliabilitas sangat tinggi


(23)

23

Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan dengan menggunakan

software Anates,, diperoleh bahwa reliabilitas tes kemampuan penalaran

matematis adalah 0,72 dengan kriteria tinggi.

c) Daya Pembeda

Menurut Suherman (2003: 159) daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara hasil testi yang mengetahui jawabannya dengan benar dengan testi yang tidak dapat menjawab soal tersebut (atau testi yang menjawab salah). Jadi, daya pembeda adalah kemampuan butir soal dalam membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dengan sisiwa yang berkemampuan rendah.

Adapun klasifikasi interpretasi daya pembeda (Suherman, 2003: 161) yang banyak digunakan adalah:

Tabel 3.5

Klasifikasi Daya Pembeda

Daya Pembeda Interpretasi

DP 0,00 soal sangat jelek 0,00 DP 0,20 soal jelek 0,20 DP 0,40 soal cukup

0,40 DP 0,70 soal baik 0,07 DP 1,00 soal sangat baik

Rumus untuk menentukan daya pembeda untuk tipe soal subjektif:

SMI X X

DP

atas

bawah

Dengan:

: daya pembeda

∑̅ : rata-rata kelompok atas


(24)

: skor maksimal ideal

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates, untuk soal uraian diperoleh daya pembeda untuk setiap butir adalah sebagai berikut.

Tabel 3.6

Klasifikasi Nilai Daya Pembeda Tiap Butir Soal

Nomor Soal DP Kriteria 1 0,52 Baik

2 -0,06 Sangat Jelek

3 0,67 Baik

4 0,33 Cukup

5 0,67 Baik

6 0,15 Jelek

d) Indeks Kesukaran

Menurut Suherman (2003: 211) derajat kesukaran suatu butir soal dinyatakan dengan bilangan yang disebut indeks kesukaran. Bilangan tersebut adalah bilangan real pada interval 0,00 sampai 1,00 yang menyatakan tingkatan mudah atau sukarnya suatu soal.

Tabel 3.7

Klasifikasi Indeks Kesukaran Indeks Kesukaran Kriteria

0,00

IK  Terlalu sukar

0,00IK0,30 Sukar

0,30IK0,70 Sedang

0,70IK1,00 Mudah

1,00

IK  Terlalu mudah Rumus menentukan Indeks Kesukaran untuk soal subjektif:


(25)

25

Dengan ;

IK = Indeks Kesukaran

̅ = Rerata

= Skor Maksimal Ideal

= Jumlah siswa kelompok atas

= jumlah siswa kelompok bawah

= jumlah jawaban benar kelompok atas

= jumlah jawaban benar kelompok bawah

Dari hasil perhitungan dengan menggunakan software Anates, untuk soal uraian diperoleh daya pembeda untuk setiap butir adalah sebagai berikut.

Tabel 3.8

Indeks Kesukaran Tiap Butir Soal

Nomor Soal IK Kriteria

1 0,41 Sedang

2 0,42 Sedang

3 0,32 Sedang

4 0,47 Sedang

5 0,33 Sedang

6 0,07 Sukar

Berikut disajikan rekapitulasi analisis butir soal yang disajikan pada tabel.

Tabel 3.9

Rekapitulasi Analisis Butir Soal

No. Soal

Validitas Daya pembeda Indeks Kesukaran Koefisien Kriteria Nilai Kriteria Nilai Kriteria 1 0,53 Sedang 0,52 Baik 0,41 Sedang

2 0,21 Rendah -0,06 Sangat Jelek 0,42 Sedang


(26)

4 0,78 Tinggi 0,33 Cukup 0,47 Sedang

5 0,71 Tinggi 0,67 Baik 0,33 Sedang

6 0,59 Sedang 0,15 Jelek 0,07 Sukar

2) Instrumen non tes

a) Lembar Observasi

Lembar observasi adalah instrumen non tes yang digunakan untuk melihat aktivitas siswa dan guru selama pembelajaran. Lembar observasi ini diisi oleh pengamat/observer selama pembelajaran berlangsung. Setiap pernyataan pada lembar observasi untuk aktivitas siswa dan guru terdiri atas dua kategori: Ya dan Tidak. Hal ini bertujuan untuk menganalisis jalannya pembelajaran dengan menggunakan model collaborative learning, sehingga dapat dilaksanakan perbaikan-perbaikan pada pembelajaran selanjutnya.

b) Angket

Angket adalah jenis evaluasi yang berupa daftar pertanyaan atau pernyataan yang harus dijawab oleh orang yang akan dievaluasi berkenaan dengan keadaan atau data diri, pengalaman, pengetahuan, sikap, kegiatan, belajar-mengajar, sarana dan prasarana serta fasilitas lainnya (Suherman, 2003: 56). Dalam penelitian ini angket diberikan pada kelas eksperimen yang digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model Collaborative Learning. Model angket yang akan digunakan adalah model skala Likert yang terdiri dari empat pilihan jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sehingga


(27)

27

nantinya diperoleh respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung, apakah responnya positif atau negatif.

c) Jurnal Harian

Jurnal harian adalah karangan yang dibuat siswa pada setiap akhir pembelajaran matematika yang menggunakan model

collaborative learning yang berisi tentang hal-hal yang membuat

mereka tertarik atau tidak tertarik terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. Jurnal harian dalam penelitian ini juga digunakan sebagai reflektif pembelajaran yaitu mengenai apa yang telah diperoleh dalam aktivitas belajar siswa di kelas serta untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah diberikan pada saat pembelajaran.

D. Perangkat Pembelajaran

a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Sebelum melakukan proses pembelajaran di kelas maka peneliti harus menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) agar pembelajaran bisa berlangsung secara terarah dan tujuan yang diinginkan tercapai. RPP yang dibuat berdasarkan tahapan dengan menggunakan model

collaborative learning.

b) Bahan Ajar

Dalam penelitian ini, bahan ajar yang dirancang adalah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang didalamnya terdapat materi pelajaran dan masalah-masalah yang harus dikerjakan oleh siswa dengan bimbingan guru. Lembar kegiatan ini diberikan pada saat proses pembelajaran. Penggunaan LKS bertujuan agar pekerjaan siswa dalam membangun konsep-konsep matematika dapat lebih terarah. Siswa juga dilatih untuk mengembangkan kemampuan penalaran matematisnya dengan model


(28)

LKS tersebut disusun sesuai materi yang akan disampaikan. LKS ini hanya diberikan pada kelas eksperimen sedangkan kelas kontrol hanya menggunakan buku paket saja. Tetapi soal-soal yang digunakan pada kelas eksperimen digunakan pula pada kelas kontrol.

E. Prosedur Penelitian

Secara garis besar, prosedur penelitian ini dilakukan dalam tahap-tahap berikut ini:

1) Tahap Persiapan

a. Mengidentifikasi masalah, merumuskan permasalahan b. Membuat proposal penelitian

c. Menetapkan materi bahan ajar

d. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar penelitian dalam bentuk LKS

e. Menyusun instrumen penelitian

f. Penilaian instrumen penelitian oleh dosen pembimbing g. Melakukan pengujian instrumen penelitian

2) Tahap Pelaksanaan

a. Pemilihan sampel sebanyak dua kelas.

b. Pelaksanaan pretes kemampuan penalaran matematis untuk kedua kelas. c. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model collaborative learning

pada kelas eksperimen dan pembelajaran secara konvensional pada kelas kontrol. LKS serta lembar observasi siswa dan guru hanya diberikan kepada kelas eksperimen.

d. Pelaksanaan Postes untuk kedua kelas.

e. Pemberian angket skala sikap pada kelas eksperimen. 3) Tahap Analisis Data

a. Mengumpulkan hasil data kuantitatif dan data kualitatif

b. Mengolah dan menganalisis data kuantitatif berupa hasil Pretes dan Postes dari kedua kelas


(29)

29

c. Mengolah dan menganalisis data kualitatif berupa hasil angket, jurnal, dan lembar observasi.

4) Tahap Pembuatan Kesimpulan

a. Membuat kesimpulan dari data kuantitatif yang diperoleh, yaitu mengenai peningkatan kemampuan penalaran matematis.

b. Membuat kesimpulan dari data kualitatif yang diperoleh, yaitu mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model

collaborative learning.

Tabel 3.10

Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran dan Pemberian Tes

No Hari, Tanggal Waktu Materi/Kegiatan

1 Selasa, 3 September 2013 07.00 – 08.20 Pemberian pretes terhadap kelas kontrol

2 Selasa, 3 September 2013 10.10 – 11.30 Pemberian pretes terhadap kelas eksperimen

3 Rabu, 4 September 2013 07.00-08.20 Pertemuan ke-1 kelas kontrol (pembelajaran mengenai Pengertian suatu relasi) 4 Kamis, 5 September 2013 12.10 – 13.30 Pertemuan ke-1 kelas

eksperimen

(pembelajaran mengenai Pengertian suatu relasi) 5 Selasa, 10 September 2013 07.00-08.20 Pertemuan ke-2 kelas

eksperimen (pembelajaran mengenai pengertian fungsi) 6 Selasa, 10 September 2013 10.10 – 11.30 Pertemuan ke-2 kelas kontrol

(pembelajaran mengenai pengertian fungsi)

7 Rabu, 11 September 2013 07.00 – 08.20 Pertemuan ke-3 kelas kontrol (pembelajaran mengenai nilai fungsi)

8 Kamis, 12 September 2013 12.00 – 13.30 Pertemuan ke-3 kelompok eksperimen

(pembelajaran mengenai nilai fungsi)


(30)

No Hari, Tanggal Waktu Materi/Kegiatan

(pembelajaran mengenai grafik fungsi)

10 Senin, 16 September 2013 11.10 – 12.30 Pertemuan ke-4 kelas eksperimen (pembelajaran mengenai grafik fungsi) 11 Selasa, 17 September 2013 07.00 – 08.20 Pertemuan ke-5 kelas

eksperimen (pembelajaran mengenai korespondensi satu-satu)

12 Selasa, 17 September 2013 10.10 – 11.30 Pertemuan ke-5 kelas eksperimen (pembelajaran mengenai korespondensi satu-satu)

13 Senin, 23 September 2013 09.20 – 10.40 Pemberian postes untuk kelas kontrol

14 Senin, 23 September 2013 11.10 – 12.30 Pemberian postes untuk kelas eksperimen

F. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu data kuantitatif dan data kualitataf. Adapun prosedur analisis tiap data adalah sebagai berikut:

a. Analisis Data Kuantitatif

1) Analisis Data Pretes

Pengolahan data pretes pada kelas eksperimen dan kontrol bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal kedua kelas, apakah kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Untuk mengolah data tersebut penulis menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product

and Service Solution) versi 20.0 dengan langkah-angkah sebagai berikut:

a) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil pretes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. Hal ini perlu dilakukan sebagai langkah awal dalam melakukan pengujian hipotesis. b) Uji Normalitas


(31)

31

Menguji normalitas data hasil pretes kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan tujuan untuk mengetahui apakah data skor pretes sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk menggunakan taraf nyata  = 5%.

Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah sebagai berikut :

H0 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

H1 : Data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

Jika signifikansi pengujiannya  0,05, maka H0 diterima

Jika signifikansinya  0,05, maka H0 ditolak.

Karena salah satu dari kedua kelas penelitian yang dianalisis berdistribusi tidak normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas varians melainkan dilakukan uji statistika nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney untuk pengujian hipotesisnya.

c) Uji Statistika Nonparametrik

Data pretes yang dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen yang salah satu atau kedua kelas penelitian tidak memenuhi asumsi normalitas, maka pengujiannya menggunakan uji statistik nonparametrik Mann-Whitney.

d) Uji Kesamaan Dua Rata-Rata

Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata skor pretes kedua kelas sama atau tidak. Pengujian ini menggunakan uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji kesamaan dua rata-rata adalah sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat perbedaan penalaran pretes siswa antara kelas

eksperimen dengan siswa kelas kontrol

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan penalaran pretes siswa antara kelas

eksperimen dengan siswa kelas kontrol


(32)

a. Jika signifikansi pengujiannya  0,05, maka H0 diterima

b. Jika signifikansinya  0,05, maka H0 ditolak.

2) Analisis Data Postes

Pengolahan data postes pada kelas eksperimen dan kontrol bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir kedua kelas, apakah kedua kelas memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Untuk mengolah data tersebut penulis menggunakan bantuan software SPSS (Statistical Product and Service

Solution) versi 20.0 dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a) Menganalisis Data Secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil postes, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, dan nilai minimum.

b) Uji Normalitas

Menguji normalitas data hasil postes kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan tujuan untuk mengetahui apakah data skor postes berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik Shapiro-Wilk menggunakan taraf nyata  = 5%.

Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji normalitas adalah sebagai berikut :

H0 : skor postes (kelas eksperimen atau kelas kontrol) berasal dari

populasi yang berdistribusi normal.

H1 : skor postes (kelas eksperimen atau kelas kontrol) berasal dari

populasi yang berdistribusi tidak normal. Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Jika signifikansi pengujiannya  0,05, maka H0 diterima

b. Jika signifikansinya  0,05, maka H0 ditolak.

Karena salah satu dari kedua kelas penelitian yang dianalisis berdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji statistika nonparametrik yaitu uji Mann-Whitney untuk pengujian hipotesisnya.


(33)

33

c) Uji Statistika Nonparametrik

Postes yang dilakukan pada kelas kontrol dan kelas eksperimen yang salah satu atau kedua kelas penelitian tidak memenuhi asumsi normalitas, maka pengujiannya menggunakan uji statistik nonparametrik

Mann-Whitney.

d) Uji Perbedaan Dua Rata-Rata

Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata skor postes kedua kelas sama atau tidak. salah satu atau kedua kelas penelitian tidak memenuhi asumsi normalitas, maka pengujiannya menggunakan uji statistik nonparametrik Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis yang digunakan pada uji kesamaan dua rata-rata adalah sebagai berikut :

H0 : Tidak terdapat perbedaan kemampuan penalaran postes siswa antara

kelas eksperimen dengan kelas kontrol

H1 : Terdapat perbedaan kemampuan penalaran postes siswa antara kelas

eksperimen dengan kelas kontrol Kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:

a. Jika signifikansi pengujiannya  0,05, maka H0 diterima

b. Jika signifikansinya  0,05, maka H0 ditolak.

3) Analisis Data Indeks Gain

Untuk melihat kualitas peningkatan kemampuan penalaran masalah matematis siswa digunakan indeks gain. Rumus indeks gain menurut Hake adalah:

Adapun kriteria tingkat gain menurut Hake&Meltzer (Fitrianingsih, 2012:31) adalah sebagai berikut.


(34)

Kriteria Indeks Gain

Batas Kriteria

0 ≤ N-Gain < 0,30 Rendah 0,30 N-Gain 0,70 Sedang

0,7 < N-Gain ≤ 1,00 Tinggi

Berikut disajikan gambar diagram prosedur pengolahan data kuantitatif.

b. Analisis Data Kualitatif

1. Analisis Data Observasi Lembar Observasi

Data hasil observasi merupakan data pendukung yang menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan model collaborative learning. Data yang diperoleh dari hasil observasi mengenai aktivitas guru dan siswa dianalisis secara deskriptif.

2. Analisis Data Angket

Tidak homogen Homogen

Berdistribusi normal Tidak berdistribusi

normal

Data skor pretes dan indeks gain

Uji Normalitas

Uji Homogenitas Uji Perbedaan Dua Rata-rata/

uji non-parametrik (Mann-Whitney)

Uji Perbedaan Dua Rata-rata uji t Uji Perbedaan Dua Rata-rata uji t’

Gambar 3.1


(35)

35

Angket diberikan khusus untk kelas eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model collaborative learning. Untuk mengolah data angket ini dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Penskoran yang digunakan menurut Suherman (2003:191) adalah:

(1) Untuk pernyataan positif, jawaban: SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

(2) Untuk pernyataan negatif, jawaban: SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.

Pengolahan data angket diperoleh dengan menghitung rata-rata skor subjek. Jika nilainya lebih besar daripada tiga maka bersikap positif, sebaliknya jika nilainya kurang dari tiga maka nilainya negatif dan jika sama dengan tiga maka siswa bersikap netral.

Hasil angket dianalisis dengan cara mencari persentase masing-masing pernyataan untuk tiap pilihan jawaban, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Keterangan:

P : Persentase Jawaban f : Frekuensi Jawaban n : Banyaknya Responden

Setelah diperoleh persentasenya, dilakukan interpretasi data angket skala sikap siswa dengan mengadaptasi interpretasi menurut kriteria Hendro (Agustian dalam Janah, 2010) sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kriteria Angket Skala Sikap Siswa

Persentase Jawaban Interpretasi P = 0 Tak seorang pun


(36)

0 <P< 25 Sebagian kecil

25 ≤ P< 50 Hampir setengahnya

P = 50 Setengahnya

50 < P < 75 Sebagian besar

75 ≤ P ≤ 100 Hampir seluruhnya

P = 100 Seluruhnya

3. Analisis Jurnal Harian

Jurnal ini dianalisis setiap hari untuk mengetahui aktivitas siswa setelah pembelajaran. Selanjutnya, jurnal harian dianalisis secara deskriptif yang berisi pendapat tentang penerapan model pembelajaran yang telah berlangsung dan saran untuk pembelajaran berikutnya, guna untuk memperbaiki kegiatan belajar pada pertemuan berikutnya.


(37)

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis pada pokok bahasan relasi dan fungsi untuk kedua kelas penelitian seperti yang telah diuraikan pada bab IV, dimana setelah dilakukan penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Bandung diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model collaborative learning (rata-rata gain=0,51) lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (rata-rata gain=0,14). Selisih skor rata-rata gain ternormalisasi pada kedua kelompok adalah 0,37, maka perbedaan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model collaborative learning lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.

2. Siswa memberikan respon sikap yang positif terhadap model pembelajaran menggunakan model collaborative learning. Siswa pun menjadi lebih aktif dan senang berdiskusi dalam memecahkan suatu masalah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh mengenai model pembelajaran menggunakan model collaborative learning, penulis merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Model collaborative learning dapat dijadikan model pembelajaran matematika untuk materi tertentu dalam hal meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

2. Penulis merekomendasikan untuk melanjutkan penelitian terhadap model collaborative learning untuk kompetensi lain yang ingin dicapai.


(38)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek Edisi Revisi

V. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Brodie, K. (2010). Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School

Classrooms. LLC. Springer Science+Business Media

BSNP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dillenbourg, P. dan Schneider D. (1995). Collaborative Learning and The Internet.[Online].Tersedia:http://tecfa.unige.ch/tecfa/research/CMC/colla/i ccai95_1.html yang direkam pada 18Agustus 1998. [20 Maret 2013]. Fitrianingsih. (2013). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual

untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Skripsi

UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Hunaeni, Yunus. (2013). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis

Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Janah, F. W. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR) dalam Pencapaian Kemampuan Representasi Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung.

Tidak diterbitkan.

Kurniawan, B. (2013). Model Pembelajaran Kolaborasi (Collaborative

Learning).[Online].Tersedia:http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/ 05/27/collaborative-learning/ [28 Juni 2013]

Mullis, et all. (2008). TIMSS 2007 : International Mathematics Report. Boston: Boston College.

Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikandan Bidang


(39)

62

Sato, Masaaki. (2012). Dialog dan Kolaborasi di Sekolah Menengah Pertama

Praktek “Learning Community”. JICA

So and Brush. (2007). Student Preception of Collaborative Learning, Social

Presence and Satisfaction in a Blanded Learning Environment: Relationships and Critical Factors. [online]. Tersedia:

http://hjso.home.nie.edu.sg/publication/CAE_SoBrush_2008_Preprint.pdf.

[20 Maret 2013]

Suherman, dkk (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

________, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

________, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hand-Out Perkuli-ahan Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Turmudi. (2008). Landasan Filosofis dan Teoritis Pembelajaran Matematika

(Berparadigma Exploratif dan Investigatif. Jakarta: Lauser Cita Pustaka.

Wahyudin. (1999). Kompetensi Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Jurusan Pendidikan

Matematika Pendidikan Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan Widjajanti. (2010). Analisis implementasi strategi perkuliahan kolaboratif

berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan keyakinan terhadap pembelajaran matematika. Disertasi Disertasi Jurusan Pendidikan

Matematika Pendidikan Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Wulan, E.D. (2012). Penerapan pendekatan model eliciting activities (meas)

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Yulia, Winda. (2012). Implementasi Pembelajaran Matematika dengan

Pendekatan Investigasi dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan


(1)

34

Kriteria Indeks Gain

Batas Kriteria

0 ≤ N-Gain < 0,30 Rendah 0,30 N-Gain 0,70 Sedang

0,7 < N-Gain ≤ 1,00 Tinggi

Berikut disajikan gambar diagram prosedur pengolahan data kuantitatif.

b. Analisis Data Kualitatif

1. Analisis Data Observasi Lembar Observasi

Data hasil observasi merupakan data pendukung yang menggambarkan suasana pembelajaran matematika dengan menggunakan model collaborative learning. Data yang diperoleh dari hasil observasi mengenai aktivitas guru dan siswa dianalisis secara deskriptif.

2. Analisis Data Angket

Tidak homogen Homogen

Berdistribusi normal Tidak berdistribusi

normal

Data skor pretes dan indeks gain

Uji Normalitas

Uji Homogenitas Uji Perbedaan Dua Rata-rata/

uji non-parametrik (Mann-Whitney)

Uji Perbedaan Dua Rata-rata uji t

Uji Perbedaan Dua Rata-rata uji t’ Gambar 3.1


(2)

35

Angket diberikan khusus untk kelas eksperimen dengan tujuan untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan model collaborative learning. Untuk mengolah data angket ini dilakukan dengan menggunakan skala Likert. Penskoran yang digunakan menurut Suherman (2003:191) adalah:

(1) Untuk pernyataan positif, jawaban: SS diberi skor 5, S diberi skor 4, TS diberi skor 2, dan STS diberi skor 1.

(2) Untuk pernyataan negatif, jawaban: SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.

Pengolahan data angket diperoleh dengan menghitung rata-rata skor subjek. Jika nilainya lebih besar daripada tiga maka bersikap positif, sebaliknya jika nilainya kurang dari tiga maka nilainya negatif dan jika sama dengan tiga maka siswa bersikap netral.

Hasil angket dianalisis dengan cara mencari persentase masing-masing pernyataan untuk tiap pilihan jawaban, yaitu dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Keterangan:

P : Persentase Jawaban f : Frekuensi Jawaban n : Banyaknya Responden

Setelah diperoleh persentasenya, dilakukan interpretasi data angket skala sikap siswa dengan mengadaptasi interpretasi menurut kriteria Hendro (Agustian dalam Janah, 2010) sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kriteria Angket Skala Sikap Siswa

Persentase Jawaban Interpretasi


(3)

36

0 <P< 25 Sebagian kecil

25 ≤ P< 50 Hampir setengahnya

P = 50 Setengahnya

50 < P < 75 Sebagian besar

75 ≤ P ≤ 100 Hampir seluruhnya

P = 100 Seluruhnya

3. Analisis Jurnal Harian

Jurnal ini dianalisis setiap hari untuk mengetahui aktivitas siswa setelah pembelajaran. Selanjutnya, jurnal harian dianalisis secara deskriptif yang berisi pendapat tentang penerapan model pembelajaran yang telah berlangsung dan saran untuk pembelajaran berikutnya, guna untuk memperbaiki kegiatan belajar pada pertemuan berikutnya.


(4)

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis pada pokok bahasan relasi dan fungsi untuk kedua kelas penelitian seperti yang telah diuraikan pada bab IV, dimana setelah dilakukan penelitian terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Bandung diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model collaborative learning (rata-rata gain=0,51) lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (rata-rata gain=0,14). Selisih skor rata-rata gain ternormalisasi pada kedua kelompok adalah 0,37, maka perbedaan tersebut menunjukkan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa yang menggunakan model collaborative learning lebih tinggi dibandingkan siswa yang menggunakan pembelajaran secara konvensional.

2. Siswa memberikan respon sikap yang positif terhadap model pembelajaran menggunakan model collaborative learning. Siswa pun menjadi lebih aktif dan senang berdiskusi dalam memecahkan suatu masalah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh mengenai model pembelajaran menggunakan model collaborative learning, penulis merekomendasikan hal-hal berikut:

1. Model collaborative learning dapat dijadikan model pembelajaran matematika untuk materi tertentu dalam hal meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa.

2. Penulis merekomendasikan untuk melanjutkan penelitian terhadap model collaborative learning untuk kompetensi lain yang ingin dicapai.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Brodie, K. (2010). Teaching Mathematical Reasoning in Secondary School Classrooms. LLC. Springer Science+Business Media

BSNP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan.

Dillenbourg, P. dan Schneider D. (1995). Collaborative Learning and The Internet.[Online].Tersedia:http://tecfa.unige.ch/tecfa/research/CMC/colla/i ccai95_1.html yang direkam pada 18Agustus 1998. [20 Maret 2013]. Fitrianingsih. (2013). Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Kontekstual

untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Hunaeni, Yunus. (2013). Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS). Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Janah, F. W. (2010). Penerapan Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR) dalam Pencapaian Kemampuan Representasi Matematis Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung. Tidak diterbitkan.

Kurniawan, B. (2013). Model Pembelajaran Kolaborasi (Collaborative Learning).[Online].Tersedia:http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/ 05/27/collaborative-learning/ [28 Juni 2013]

Mullis, et all. (2008). TIMSS 2007 : International Mathematics Report. Boston: Boston College.

Munaf, S. (2001). Evaluasi Pendidikan Fisika. Bandung: Jurusan Pendidikan Fisika.

NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. USA: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.

Ruseffendi, E. T. (1994). Dasar-dasar Penelitian Pendidikandan Bidang Non-Eksanta Lainnya. Semarang: IKIP Semarang Press.


(6)

62

Sato, Masaaki. (2012). Dialog dan Kolaborasi di Sekolah Menengah Pertama

Praktek “Learning Community”. JICA

So and Brush. (2007). Student Preception of Collaborative Learning, Social Presence and Satisfaction in a Blanded Learning Environment: Relationships and Critical Factors. [online]. Tersedia: http://hjso.home.nie.edu.sg/publication/CAE_SoBrush_2008_Preprint.pdf. [20 Maret 2013]

Suherman, dkk (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

________, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

________, E. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hand-Out Perkuli-ahan Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.

Turmudi. (2008). Landasan Filosofis dan Teoritis Pembelajaran Matematika (Berparadigma Exploratif dan Investigatif. Jakarta: Lauser Cita Pustaka. Wahyudin. (1999). Kompetensi Guru Matematika, Calon Guru Matematika, dan

Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi Jurusan Pendidikan Matematika Pendidikan Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan Widjajanti. (2010). Analisis implementasi strategi perkuliahan kolaboratif

berbasis masalah dalam mengembangkan kemampuan masalah matematis, kemampuan komunikasi matematis, dan keyakinan terhadap pembelajaran matematika. Disertasi Disertasi Jurusan Pendidikan Matematika Pendidikan Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Wulan, E.D. (2012). Penerapan pendekatan model eliciting activities (meas)

untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa SMP. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Yulia, Winda. (2012). Implementasi Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Investigasi dalam Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa SMP. Skripsi UPI Bandung: Tidak diterbitkan