Perbandingan Aktivitas Antimikroba Infusa Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) Dengan Daun Salam (Eugenia polyantha (Wight.)Walp.) Terhadap Staphylococcus aureus Secara In Vitro.

(1)

iv Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA INFUSA

DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN DAUN

SALAM (Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) TERHADAP

Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

Jennie, 2014. Pembimbing I : Djaja Rusmana, dr., M. Si Pembimbing II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes

Latar belakang: Daun jambu biji dan daun salam mengandung zat aktif yang diduga memiliki efek antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Bakteri ini dapat menyebabkan penyakit pioderma pada manusia.

Tujuan: Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji dan daun salam, serta membandingkannya terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

Metode: Penelitian bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan metode disc diffusion. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.

Hasil: Penelitian menunjukkan diameter zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji adalah 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 7,9 mm (20%) dan infusa daun salam adalah 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 10,3 mm (20%). Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara zona inhibisi yang dihasilkan oleh infusa daun jambu biji dan daun salam (60%) (p>0,05).

Simpulan: Infusa daun jambu biji dan daun salam memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal sebesar 60% dan infusa daun salam 80%. Infusa daun salam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tidak berbeda dengan infusa daun jambu biji.


(2)

v Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

IN VITRO COMPARISON OF ANTIMICROBIAL ACTIVITY OF

GUAVA LEAVES (Psidium guajava L.) INFUSION WITH SALAM

LEAVES (Eugenia polyantha [WIGHT.] WALP.) INFUSION

AGAINST Staphylococcus aureus

Jennie, 2014. Tutor I : Djaja Rusmana, dr., M.Si Tutor II : Lusiana Darsono, dr., M.Kes

Backgound: Guava and salam leaves contain active substances having antimicrobial activity against Staphylococcus aureus. This bacteria can cause pyoderma in human.

Aim: The objective of this research is to observe and analyze the inhibition zone that is formed around infused guava and salam leaves’ disk towards Staphylococcus aureus, and compare both of disk’s inhibition zones.

Method: This research was a true laboratory experimental with disk diffusion method. The concentrations used were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%.

Result: The inhibition zones formed around the infused guava leaves were 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 7,9 (20%) and around infused salam leaves were 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 10,3 mm (20%). The result of independent t test showed that there’s no significant difference between inhibition zone of guava and salam leaves infusion (60%) (p>0,05).

Conclusion: Guava leaves and salam leaves had antimicrobial activity against Staphylococcus aureus. The optimum effectivity concentration of guava leaves infusion was 60% and salam leaves infusion was 80%. Salam leaves had the same antimicrobial activity as guava leaves infusion against Staphylococcus aureus.


(3)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 2

1.3Maksud dan Tujuan ... 2

1.4Manfaat Penelitian ... 3

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis 1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 3

1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 4

1.6Metode Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pioderma ... 5

2.2 Staphylococcus aureus 2.2.1 Klasifikasi ... 7

2.2.2 Morfologi ... 8

2.2.3 Identifikasi ... 9

2.2.4 Faktor Virulensi ... 11 2.3 Antimikroba


(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

2.3.1 Klasifikasi Antimikroba ... 13

2.3.2 Ampicillin ... 13

2.4 Jambu Biji 2.4.1 Taksonomi ... 15

2.4.2 Morfologi Tanaman ... 15

2.4.3 Penyebaran dan Pertumbuhan ... 16

2.4.4 Kandungan Kimia Daun Jambu Biji ... 17

2.4.5 Manfaat Daun Jambu Biji ... 20

2.5 Salam 2.5.1 Taksonomi ... 21

2.5.2 Morfologi Tanaman ... 21

2.5.3 Penyebaran dan Pertumbuhan ... 22

2.5.4 Kandungan Kimia Daun Salam ... 23

2.5.5 Manfaat Daun Salam ... 23

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat ... 24

3.1.2 Bahan-bahan ... 25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Desain Penelitian ... 26

3.3.2 Variabel Penelitian 3.3.2.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 26

3.3.2.2 Definisi Operasional Variabel ... 26

3.3.3 Prosedur Kerja 3.3.3.1 Sterilisasi Alat ... 27

3.3.3.2 Persiapan Mikroorganisme Uji 3.3.3.2.1 Identifikasi Mikroorganisme Uji ... 27

3.3.3.2.2 Pembuatan Suspensi Mikroba Uji ... 28 3.3.3.3 Persiapan Bahan Uji


(5)

viii Universitas Kristen Maranatha

3.3.3.3.1 Pengumpulan Bahan Uji ... 29

3.3.3.3.2 Pembuatan Infusa Daun Jambu Biji dan Daun Salam 29 3.3.3.4 Pengujian Aktivitas Antimikroba Infusa Daun Jambu Biji dan Daun Salam terhadap Staphylococcus aureus……… 30

3.4 Hipotesis statistik ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 32

4.2 Pembahasan ... 39

4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Hipotesis Penelitian ... 40

4.3.2 Hal yang Mendukung ... 40

4.3.3 Hal yang Tidak Mendukung ... 41

4.3.4 Simpulan ... 41

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 42

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN ... 46


(6)

ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Enzim dan Toksin yang Dihasilkan oleh Staphylococcus ... 11 4.1 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi Infusa Daun Jambu Biji ... 32 4.2 Uji Kruskal-Wallis pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Cakram yang Mengandung Infusa Daun Jambu Biji ... 33 4.3 Uji Mann-Whitney pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji terhadap Staphylococcus aureus ... 33 4.4 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi Infusa Daun Salam ... 35 4.5 ANAVA satu arah pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Cakram yang Mengandung Infusa Daun Salam ... 36 4.6 Uji Post Hoc LSD pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap Staphylococcus aureus ... 36 4.7 Uji t Tidak Berpasangan ... 38


(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus ... 5

2.2 Staphylococcus aureus ... 8

2.3 Pewarnaan Gram Staphylococcus aureus ... 9

2.4 Pertumbuhan Staphylococcus aureus pada LAD ... 9

2.5 Struktur Dinding Bakteri Gram Positif ... 10

2.6 Struktur Ampisilin ... 14

2.8 Daun Jambu Biji ... 16

2.9 Flavon, Flavonol, Flavonon ... 17

2.10 Guaijavarin, Quercetin ... 18

2.11 Tanin Terhidrolisis, Tanin Terkondensasi ... 18

2.12 Saponin Triterpenoid, Saponin Steroid ... 20

2.13 Daun Salam ... 22

L.5.1 Pinset, oase, cotton swab ... 55

L.5.2 Bunsen ... 55

L.5.3 Standard 0,5 McFarland ... 55

L.5.4 Mikropipet dan Tip Mikropipet ... 55

L.5.5 Autoclave ... 56

L.5.6 Inkubator ... 56

L.5.7 Penangas Air dan Cawan Petri ... 56

L.5.8 Panci Infusa ... 56

L.5.9 Daun Jambu biji ... 56

L.5.10 Daun Salam ... 56

L.5.11 Cakram Ampisilin ... 57

L.5.12 Cakram Kosong ... 57

L.6.1 Pewarnaan Gram ... 58

L.6.2 Pembiakan pada LAD ... 58

L.6.3 Pembiakan pada MSA ... 59


(8)

xi Universitas Kristen Maranatha L.6.5 Zona Inhibisi yang terbentuk pada MHA B ... 60 L.6.6 Zona Inhibisi yang terbentuk pada MHA C ... 60 L.6.7 Zona Inhibisi yang terbentuk pada MHA D ... 61


(9)

xii Universitas Kristen Maranatha

DAFTARLAMPIRAN

Halaman LAMPIRAN I` Besar Sampel ... 46 LAMPIRAN II Uji Statistik Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa

Daun Jambu Biji terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 47 LAMPRIAN III Uji Statistik Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ... 52

LAMPIRAN IV Uji T Tidak Berpasangan pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji dan Daun Salam Terhadap Bakteri

Staphylococcus aureus……... ... 54 LAMPIRAN V Gambar Alat dan Bahan ... 55 LAMPIRAN VI HasilPercobaan ... 58


(10)

1

Universitas Kristen Maranatha BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pioderma adalah penyakit kulit akibat infeksi bakteri piogenik berupa foliculitis, furunculosis, ecthyma, dan impetigo (Craft, et al, 2008). Survei di Sumatra didapatkan bahwa 1,4% dari 917 orang usia di atas 12 tahun dan 0,2% dari 433 orang usia di bawah 12 tahun menderita pioderma (WHO, 2005). Pada survei lain ditemukan bakteri pioderma primer antara lain: Staphylococcus aureus 65,6%, Streptococcus pyogenes 28,1%, dan 6,4% gabungan keduanya. Sedangkan pada pioderma sekunder didapatkan bakteri penyebab antara lain: Staphylococcus aureus 44,7%, Streptococcus pyogenes 15,8%, 18,4% gabungan keduanya, dan bakteri batang gram negatif 21,1% (Fatani, et al, 2002).

Pemberian antibiotik baik topikal maupun sistemik merupakan penanganan utama terhadap pioderma yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Namun, resistensi Staphylococcus aureus terhadap antibiotik menjadi masalah yang sulit diatasi hingga saat ini sejak tahun 1980 (Craft, et al, 2008). Refdanita, et al, 2004, melakukan survei di sebuah rumah sakit Jakarta dan ditemukan bahwa Staphylococcus aureus telah resisten (100%) terhadap antibiotik yang diuji antara lain: ampisilin, amoksisilin, amoksiklav, penicillin G, dan sulbenisilin. Oleh karena itu, diperlukan terapi lain sebagai komplemen terhadap antibiotik yang sudah ada dan relatif memiliki sedikit efek samping.

Jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat tradisional yang sudah sering digunakan oleh masyarakat Indonesia (Lucia, 2006). Daun dari tanaman ini diduga memiliki zat aktif yang berpotensi sebagai antimikroba, yaitu tanin, triterpenoid, dan saponin. Pada dasarnya semua bahan aktif tersebut bekerja mengganggu integritas sel dengan merusak membran dan atau dinding sel serta menghentikan aktivitas sel melalui inaktivasi enzim intrasel (Cowan, 1999). Sunarmo, Soemantri, Ekoputro, 2011,


(11)

2

Universitas Kristen Maranatha telah meneliti efek antimikroba ekstrak daun jambu biji memiliki Kadar Bunuh Minimum (KBM) terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 3%.

Daun salam memiliki kandungan kimia, yaitu minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin, dan flavonoid yang dapat bekerja sebagai antimikroba (Winarto, 2004). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sudewi, 1992, Kadar Bunuh Minimum (KBM) minyak atsiri dari daun salam dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus sekitar 5%.

Penelitian yang sudah dilakukan di atas dalam bentuk ekstrak, sedangkan di masyarakat penggunaan dalam bentuk infusa lebih praktis dan murah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai aktivitas antimikroba dalam bentuk infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus dan membandingkannya.

1.2.Identifikasi Masalah

1. Apakah infusa daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

2. Apakah infusa daun salam (Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

3. Apakah infusa daun salam memiliki efek antimikroba yang sama dengan infusa daun jambu biji terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.3.Maksud dan Tujuan

Maksud penelitian ini adalah untuk mengamati aktivitas antimikroba infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro. Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram pada medium yang telah diulas dengan suspensi Staphylococcus aureus, setelah ditetesi infusa daun jambu biji.


(12)

3

Universitas Kristen Maranatha 2. Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram pada medium yang telah diulas dengan suspensi Staphylococcus aureus, setelah ditetesi infusa daun salam.

3. Membandingkan zona inhibisi antara infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

1.4.Manfaat Penelitian

Manfaat akademis: memperluas wawasan ilmu pengetahuan di bidang mikrobiologi dan farmakologi tentang efek antimikroba infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus serta perbandingannya.

Manfaat praktis: sebagai dasar lebih lanjut untuk dijadikan salah satu terapi komplemen yang mudah dijangkau oleh masyarakat terhadap penyakit yang ditimbulkan oleh Staphylococcus aureus.

1.5.Kerangka pemikiran dan Hipotesis

1.5.1.Kerangka pemikiran

Antimikroba adalah suatu substansi yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan cara penghambatan pada sintesis dinding sel, sintesis protein, metabolisme asam folat dan asam nukleat, atau dengan mengganggu fungsi membran sel bakteri (Henry, 2006).

Daun jambu biji (Psidium guajava L.) memiliki zat aktif berupa tanin, triterpenoid, dan saponin yang pada dasarnya bekerja mengganggu integritas sel dengan merusak membran sel dan atau dinding sel, serta menghentikan aktifitas sel melalui inaktivasi enzim intrasel (Cowan, 1999). Penelitian lain menemukan 4 zat aktif yang diketahui sebagai antibakterial yang diisolasi dari daun jambu biji, yaitu morin-3-O-α-L-lyxopyranoside, morin-3-O-alpha-L-arabopyranoside, guaijavarin dan quercetin (Arima & Danno, 2002).


(13)

4

Universitas Kristen Maranatha Daun salam (Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) memiliki zat aktif berupa minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin, dan flavonoid (Winarto, 2004). Minyak atsiri dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan kuman dengan mengganggu proses terbentuknya membran atau dinding sel. Tanin memiliki efek antimikroba melalui reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi bakteri. Sedangkan flavonoid akan membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang akan mengganggu integritas membran sel bakteri (IndoBIC, 2005).

Dengan kerangka pemikiran di atas, diharapkan infusa daun jambu biji dan daun salam mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

1.5.2 Hipotesis Penelitian

1. Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

2. Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro.

3. Infusa daun salam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tidak berbeda dengan infusa daun jambu biji secara in vitro.

1.6Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik sungguhan. Metode yang digunakan adalah disc diffusion dengan cara mengamati dan mengukur diameter zona inhibisi pertumbuhan Staphylococcus aureus yang terbentuk pada konsentrasi tertentu infusa daun jambu biji dan daun salam.


(14)

42

Universitas Kristen Maranatha BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan simpulan sebagai berikut:

‒ Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

‒ Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

‒ Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus sama dengan infusa daun jambu biji secara in vitro. Simpulan tambahan:

‒ Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 80%.

‒ Efektivitas kadar infusa daun salam optimal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 60%.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terdapat beberapa saran sebagai berikut:

‒ Perlu dilakukan percobaan mengenai efek kombinasi antara infusa daun jambu biji dan daun salam dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

‒ Infusa daun jambu biji dan daun salam dapat digunakan sebagai terapi tambahan atau pencegahan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.


(15)

62

Universitas Kristen Maranatha RIWAYAT HIDUP

Nama : Jennie

Nomor Pokok Mahasiswa : 1110018

Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 4 Januari 1993

Alamat : Jl. Otista No. 6A, Sukabumi

Email : liang.jennie93@gmail.com

Riwayat Pendidikan

 Tahun 1999 : TK Budi Luhur, Sukabumi

 Tahun 2005 : SD Mardi Waluya, Sukabumi

 Tahun 2008 : SMP Mardi Waluya, Sukabumi

 Tahun 2011 : SMA Mardi Yuana, Sukabumi


(16)

PERBANDINGAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA INFUSA DAUN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN DAUN SALAM

(Eugenia polyantha [Wight.] Walp.) TERHADAP Staphylococcus aureus SECARA IN VITRO

Jennie*, Djaja Rusmana**, Lusiana Darsono***

*Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

**Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung ***Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha, Bandung

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Jl. Prof. Drg. Suria Sumantri No. 65, Bandung

ABSTRAK

Latar belakang: Daun jambu biji yang mengandung tanin, saponin, flavonoid, dan daun salam yang mengandung tanin, flavonoid, dan minyak atsiri diduga memiliki efek antimikroba terhadap Staphylococcus aureus.

Tujuan: Mengamati dan mengukur zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji dan daun salam, serta membandingkannya terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

Metode: Penelitian bersifat eksperimental laboratorik sungguhan dengan metode disc diffusion. Konsentrasi infusa yang digunakan adalah 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%.

Hasil: Penelitian menunjukkan diameter zona inhibisi yang terbentuk di sekeliling cakram infusa daun jambu biji adalah 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 7,9 mm (20%) dan infusa daun salam adalah 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), dan 10,3 mm (20%). Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara zona inhibisi yang dihasilkan oleh infusa daun jambu biji dan daun salam (60%) (p>0,05).

Simpulan: Infusa daun jambu biji dan daun salam memiliki aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus. Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal pada penelitian sebesar 60% dan infusa daun salam 80%. Infusa daun salam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tidak berbeda dengan infusa daun jambu biji.

Kata Kunci: Staphylococcus aureus, daun jambu biji, daun salam

ABSTRACT

Backgound: Guava leaves containing tannins, saponins, flavonoids, and salam leaves containing tannins, flavonoids, and essential oils thought to have antimicrobial activity against Staphylococcus aureus.

Aim: The objective of this research is to observe and analyze the inhibition zone that is formed around infused guava and salam leaves’ disk towards Staphylococcus aureus, and compare both of disk’s inhibition zones.

Method: This research was a true laboratory experimental with disk diffusion method. The concentrations used were 20%, 40%, 60%, 80%, and 100%.

Result: The inhibition zones formed around the infused guava leaves were 14 mm (100%), 13,3 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 7,9 (20%) and around infused salam leaves were 15,5 mm (100%), 14,2 mm (80%), 13 mm (60%), 10,9 mm (40%), 10,3 mm (20%). The result of independent t test showed that there’s no significant difference between inhibition zone of guava and salam leaves infusion (60%) (p>0,05).

Conclusion: Guava leaves and salam leaves had antimicrobial activity against Staphylococcus aureus. The optimum effectivity concentration of guava leaves infusion was 60% and salam leaves infusion was 80%. Salam leaves had the same antimicrobial activity as guava leaves infusion against Staphylococcus aureus.


(17)

PENDAHULUAN

Pioderma adalah penyakit kulit akibat infeksi bakteri piogenik berupa foliculitis,

furunculosis, ecthyma, dan impetigo 1. Survei di Sumatra didapatkan bahwa 1,4% dari 917 orang usia di atas 12 tahun dan 0,2% dari 433 orang usia di bawah 12 tahun menderita pioderma 2. Pada survei lain ditemukan bakteri pioderma primer antara lain: Staphylococcus aureus 65,6%, Streptococcus pyogenes 28,1%, dan 6,4% gabungan keduanya. Sedangkan mikroba penyebab pioderma sekunder antara lain: Staphylococcus aureus 44,7%,

Streptococcus pyogenes 15,8%, 18,4%

gabungan keduanya, dan bakteri batang gram negatif 21,1% 3.

Pemberian antibiotik baik topikal maupun sistemik merupakan terapi utama terhadap

pioderma yang disebabkan oleh

Staphylococcus aureus. Namun, resistensi

Staphylococcus aureus terhadap antibiotik menjadi masalah yang sulit diatasi hingga saat ini sejak tahun 1980 1. Survei di sebuah rumah sakit Jakarta dan ditemukan bahwa

Staphylococcus aureus telah resisten (100%) terhadap antibiotik yang diuji antara lain: ampisilin, amoksisilin, amoksiklav, penicillin G, dan sulbenisilin 4. Oleh karena itu, diperlukan terapi lain sebagai komplemen terhadap antibiotik yang sudah ada dan relatif memiliki sedikit efek samping.

Daun jambu biji diduga memiliki zat aktif yang berpotensi sebagai antimikroba, antara lain flavonoid, tanin dan saponin. Flavonoid membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler dan terlarut sehingga mengganggu intregritas membran sel bakteri

diikuti dengan keluarnya senyawa intraseluler 5

. Tanin bekerja dengan menginaktivasi enzim, salah satunya yaitu DNA topoisomerase 6. Tanin juga bereaksi dengan protein untuk membentuk ikatan hidrogen yang akan menyebabkan protein terdenaturasi sehingga membran sel bakteri rusak 7. Saponin bekerja dengan meningkatkan permeabilitas membran sel bakteri dengan menyisipkan aglikon pada membran lipid-bilayer sehingga menyebabkan terbentuknya lubang pada membran sel 8. Daun salam memiliki kandungan kimia, yaitu minyak atsiri (sitral dan eugenol), tanin, dan flavonoid yang dapat bekerja sebagai antimikroba 9. Daya antibakteri minyak atsiri disebabkan karena adanya senyawa fenol dan turunannya yang dapat mengubah sifat protein sel bakteri 10.

Penggunaan di masyarakat dalam bentuk infusa terbilang lebih praktis dan murah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai aktivitas antimikroba dalam bentuk infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus dan membandingkannya.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan rancangan penelitian

eksperimental murni laboratorik secara in vitro

dengan menggunakan Staphylococcus aureus.

Pembuatan infusa daun jambu biji dan daun salam dilakukan di Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung. Sedangkan penelitian aktivitas antimikroba infusa daun jambu biji


(18)

dan daun salam dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha Bandung, pada bulan Januari 2014 sampai dengan November 2014. Potongan daun jambu biji dan daun salam masing-masing ditimbang sampai 55 gram, ditambahkan aquades 550 ml (10%) dan dimasukkan ke dalam panci infusa. Harus dipastikan simplisisa kering terendam sepenuhnya. Kemudian dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit, terhitung mulai suhu 900C sambil sekali-kali diaduk. Konsentrasi 20% dibuat dengan mengambil 20 mL dari larutan infusa tersebut dan diuapkan hingga. Konsentrasi 40% dibuat dengan mengambil 40 mL dari larutan infusa tersebut dan diuapkan hingga 10 mL dan seterusnya dengan cara yang sama hingga didapatkan konsentrasi 100%. Larutan disaring menggunakan kain flanel dan disimpan dalam

beaker glass. Infusa daun salam yang mengandung minyak atsiri harus diserkai setelah dingin 11.

Sebelum melakukan percobaan, alat-alat yang digunakan disterilisasi dengan menggunakan autoclave. Mikroba uji yang digunakan pada penelitian ini adalah

Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus

diidentifikasi dengan pewarnaan gram, pembiakan pada Lempeng Agar Darah (LAD) dan Mannitol Salt Agar (MSA).

Pada pengujian aktivitas antimikroba,

suspensi Staphylococcus aureus yang telah

distandarisasi dengan 0.5 McFarland

diinokulasikan pada permukaan medium

Mueller-Hinton Agar (MHA) diinokulasikan dengan cara spread plate menggunakan cotton swab yang telah direndam di dalam. Cakram yang sudah diteteskan infusa daun jambu biji dan daun salam masing-masing sebanyak 15 l dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% dan 100%, cakram antibiotik (ampisilin) sebagai kontrol positif dan cakram kosong sebagai kontrol negatif diletakkan di permukaan MHA

kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 350C. Setelah diinkubasi selama 24 jam, dilakukan pengukuran diameter zona inhibisi dengan menggunakan jangka sorong dalam satuan millimeter (mm). Diameter yang diukur adalah diameter horizontal dan vertikal, kemudian diambil rata-ratanya 12.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi mikroba uji dengan menggunakan pewarnaan gram ditemukan bakteri kokus gram positif tersusun seperti anggur. Pengamatan secara makroskopis

dengan menggunakan medium LAD

didapatkan koloni konveks berwarna kuning keemasan dengan permukaan seperti porselen dan reaksi beta hemolisis di sekitar koloni dan

pada medium MSA mikroba uji

memfermentasikan manitol dengan timbulnya zona kuning disekitar koloni. Hasil identifikasi di atas menunjukkan bahwa mikroba uji adalah


(19)

Tabel 1 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji terhadap

Staphylococcus aureus

konsentrasi Percobaan rata-rata (mm) A (mm) B (mm) C (mm) D (mm)

100% 14,5 15 13,5 13 14 80% 13 14,8 12,5 13 13,3 60% 12,5 14,3 12,3 13 13 40% 10 13 8 12,5 10,9 20% 8 8,5 7,5 7,7 7,9 kontrol positif 33,5 32,5 32 32,5 32,6

Hasil pada tabel 1 menunjukkan bahwa semua konsentrasi infusa daun jambu biji

dapat menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus tetapi tidak sebaik ampisilin. Hasil uji aktivitas antimikroba

infusa daun salam dianalisa menggunakan statistik. Uji normalitas menunjukkan data normal (p>0,05), sedangkan uji homogenitas menunjukkan bahwa sebaran data tidak homogen

(p<0,05) sehingga analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis.

Pada hasil uji Kruskal-Wallis diperoleh p=0.002, hal ini menunjukkan adanya

perbedaan rerata zona inhibisi yang sangat bermakna (p<0,01) antara kelompok perlakuan. Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda, dilakukan uji Mann Whitney.

Tabel 2 Uji Mann Whitney pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Jambu Biji terhadap Staphylococcus aureus

Kelompok 20% (I) 40% (II) 60% (III) 80% (IV) 100% (V) KP (VI)

20% (I) * * * * *

40%(II) TB TB * *

60%(III) TB TB *

80% (IV) TB *

100% (V) *

KP (VI) Keterangan: TB = Tidak Bermakna * = Bermakna (p<0,05) ** = Sangat Bermakna (p<0,01)

Pada hasil uji Mann Whitney daun jambu biji, didapatkan efektivitas kadar optimal infusa daun jambu biji pada penelitian sebesar 60%.

Romasi 13 melakukan penelitian ekstrak etanol daun jambu biji terhadap

Staphylococcus aureus didapatkan zona inhibisi sebesar 7,99 mm (10%), 8,58 mm (20%), 9,52 mm (30%), 11,81 mm (40%), dan

12,95 mm (50%). Sedangkan pada penelitian oleh Biswas 14 menunjukkan diameter zona inhibisi yang terbentuk oleh ekstrak etanol daun jambu biji 20% terhadap Staphylococcus aureus sebesar 11 ± 0,52 mm. Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa zona inhibisi yang terbentuk ekstrak etanol daun jambu biji masih lebih besar dibandingkan infusa daun jambu biji. Hal ini disebabkan karena pada teknik


(20)

ekstraksi dengan etanol, zat aktif pada daun jambu biji lebih banyak tersari sehingga

aktivitas antimikroba yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan teknik infusa.

Tabel 3 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Staphylococcus aureus

Konsentrasi Percobaan rata-rata (mm) A (mm) B (mm) C (mm) D (mm)

100% 15,5 17,8 15,5 13 15,5 80% 14,5 16 13,6 12,7 14,2 60% 12 14 13,3 12,5 13 40% 11 11,7 9,3 11,5 10,9 20% 10,5 11 8,5 11 10,3 kontrol positif 33,5 32,5 32 32,5 32,6

Hasil pada tabel 3 menunjukkan bahwa semua konsentrasi infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tetapi tidak sebaik ampisilin. Hasil uji aktivitas antimikroba infusa daun salam

dianalisa menggunakan statistik. Uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan data yang digunakan normal dan homogen sehingga analisis statistik menggunakan

ANAVA satu arah.

Pada hasil uji ANAVA diperoleh F hitung sebesar 174.241 dan p sebesar 0.000, hal ini menunjukkan adanya perubahan rerata zona inhibisi yang sangat bermakna antara

kelompok perlakuan (p<0.01). Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dilakukan uji Post hoc LSD.

Tabel 4 Uji Post Hoc LSD pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Staphylococcus aureus

Kelompok 20% (I) 40% (II) 60% (III) 80% (IV) 100% (V) KP

20% (I) TB ** ** ** **

40%(II) * ** ** **

60%(III) TB * **

80% (IV) TB **

100% (V) **

KP (VI) Keterangan: TB = Tidak Bermakna * = Bermakna (p<0,05) ** = Sangat Bermakna (p<0,01)

Pada hasil uji Post Hoc LSD daun salam, didapatkan efektivitas kadar optimal infusa daun salam pada penelitian sebesar 80%. Sudirman 15 pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diameter zona inhibisi

yang terbentuk terhadap Staphylococcus aureus di sekitar cakram ekstrak etanol daun salam, yaitu 12,5% (7,29mm), 25% (7,7mm), 50% (8,75 mm), 75% (9,34mm), dan 100% (9,78mm). Hasil menunjukkan bahwa zona


(21)

inhibisi yang terbentuk pada infusa daun salam lebih besar dibandingkan dengan ekstrak daun salam. Hal ini mungkin disebabkan karena zat aktif yang tersari lebih banyak pada infusa. Untuk membandingkan aktivitas antimikroba infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus

dianalisa dengan menggunakan statistik. Uji normalitas dan homogenitas menunjukkan data yang digunakan normal dan homogen sehingga analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Pada uji t tidak berpasangan, didapatkan nilai t hitung 0.119, nilai p 0.909, nilai rerata 0.0750, dan standar deviasi sebesar 0.6296. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna (p>0.05) yang berarti tidak ada perbedaan efek antimikroba antara infusa daun jambu biji dengan daun salam.

Dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya konsentrasi infusa, meningkat pula diameter zona inhibisinya. Hal ini disebabkan karena kadar zat aktif yang tersari lebih banyak seiring dengan peningkatan konsentrasi sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri semakin besar.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1.Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

2.Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

3.Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

tidak berbeda bermakna dengan infusa daun jambu biji secara in vitro.

Simpulan tambahan:

1.Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus adalah 80%.

2.Efektivitas kadar infusa daun salam optimal

dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus adalah 60%.

SARAN

1.Perlu dilakukan percobaan mengenai efek kombinasi antara infusa daun jambu biji dan daun salam dalam menghambat pertumbuhan

Staphylococcus aureus.

2.Infusa daun jambu biji dan daun salam dapat digunakan sebagai terapi tambahan atau pencegahan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft, N., et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. s.l. : McGraw-Hill; 2008. 2. WHO. Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in Children in Developing Countries. Geneva : World Health Organization; 2005.

3. Fatani, M, et al. Pyoderma Among Hajj Pilgrims in Makah. Saudi Med J; 2002.

4. Refdanita, et al. Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotik di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan; 1999 vol 8(41-48) 5. IndoBIC. Senyawa Antimikroba Dari Tanaman.

2005.

http://indobic.or.Id/beritadetail.php?idberita =124

6. Robinson, T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB; 1995.

7. Volk, W. A., & Wheeler, M. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama; 1993.

8. Seeman, P., Cheng, D., & Iles, G. Structure of membrane holes in osmotic and saponin hemolysis. J. Cell Biol, 1973 .


(22)

9. Winarto, W.P. Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka; 2004.

10. Bone, K., & Mills, S.. Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine. Elsevier Health Science; 2013.

11. Kementrian Kesehatan RI, D.J. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan; 1995.

12. Forbes, et al. Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology. USA : Mosby, Inc.;2002. 13. Romasi, F. R. , et al. Study of Antimicrobial

Activity From Guava Leaf Extract Towards Pathogenic Microbes. Jakarta: Universitas Pelita Harapan; 2011

14. Biswas, et al. Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava on Two Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. USA: Fort Valley State University; 2013.

15. Sudirman, T. A. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Salam Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2014.


(23)

43

Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Arima, & Danno. (2002). Isolation of Antimicrobal Compunds from Guava (Psidium guajava L.) and Their Structural Elucidation. Bioscience, Biothecnology and Biochemistry.

Biswas, et al (2013). Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava on Two Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. USA: Fort Valley State University.

Bone, K., & Mills, S. (2013). Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine. Elsevier Health Science.

Cappuccino, J., & Sherman, N. (1998). Microbiology: A Laboratory Manual (Vol. 5th edition). New York: Benjamin/Cummings Science Publishing.

Corwin, E. J. (2000). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC.

Cowan, M. (1999). Clinical Microbiology Reviews. Plant Products as Antimicrobal Agents , 22.

Craft, N., Lee, K., Zipoli, M. T., Weinberg, A. N., Swartz, M., & Johnson, R. (2008). Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. McGraw-Hill. Dalimartha, S. (2000). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: Trubus

Agriwidya.

Depkes RI (1995). Farmakope Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan.

Depkes RI (2001). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Djuanda, A. (2011). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dypatra, R. (2010). Enzimologi. Retrieved 11 26, 2014, from Institut Teknologi Bandung: old.analytical.chem.itb.ac.id

Edberg, S., & Berger, S. (1983). Antibiotika dan Infeksi. Jakarta: EGC.

Fatani, M., Bukhari, S., Karima, T., & Abdulghani, M. (2002). Pyoderma Among Hajj Pilgrims in Makah. Saudi Med J .


(24)

44

Universitas Kristen Maranatha Forbes, B.A., Sahm, & Weissfeld, D. a. (2002). Bailey & Scott's Diagnostic Microbiology (Vol. 11th edition). USA, United States of America: Mosby, Inc.

Guenther, E. (1990). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: UI-Press. Harborne, J. (1996). Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan. Bandung: ITB.

Henry, F. (2006). Goodman and Gillman The Pharmacological Basis of Therapeutics. USA: McGraw-Hill.

IndoBIC. (2005). Senyawa Antimikroba Dari Tanaman.

http://indobic.or.Id/beritadetail.php?idberita=124

Jork, H. Funk, W, & Fischer, W. Wimmer, H. (1994). Thin Layer Chromatography: Reagents and Detection Methods, Volume 1b. VCH Weinheim.

Katzung, B. (2007). Basic and Clinical Pharmacology. McGraw-Hill. Kayser, F. (2005). Medical Microbiology. Thieme.

Kenneth, J. (2004). Medical Microbiology: An Introduction to Infectious Diseases. USA: McGraw-Hill.

Lowy, F. (2008). Harrison's Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill. Lucia, E. (2006). Farmakologi: Pendekatan Teoritis dan Praktis. Surabaya:

Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.

Markham, K.R. (1988). Cara Mengidentifikasi Flavonoida. Bandung: ITB. Onawunmi, GO (1989). Evaluation of the Antimicrobial Activity of Citral, Lett. Appl. Microbial, Vol. 9

Refdanita, et al (1999). Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotik di Ruang Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan, vol 8, hlm 41-48.

Robinson, T. (1995). Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB. Romasi, F. R. ,et al (2011). Study of Antimicrobial Activity From Guava Leaf

Extract Towards Pathogenic Microbes. Jakarta: Universitas Pelita Harapan. Seeman, P., Cheng, D., & Iles, G. (1973). Structure of membrane holes in osmotic


(25)

45

Universitas Kristen Maranatha Sudewi, R. (1992). Isolasi dan Uji Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam. FF

UGM.

Sudirman, T. A. (2014). Uji Efektivitas Ekstrak Daun Salam Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus secara in vitro. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Sunarmo, Soemantri, B., & Ekoputro, J. W. (2011). Efek Antibakteri Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.

Suparjo (2008). Saponin, Peran dan Pengaruhnya Bagi Ternak dan Manusia. Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Todar, K. (2012). Staphylococcus aureus and Staphylococcal Disease. http//:www.textbookofbacteriology.net/staph.html

Volk, W. A., & Wheeler, M. (1993). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.

WHO. (2005). Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in Children in Developing Countries. Geneva: World Health Organization. Winarto, W. (2004). Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka

Penyakit. Jakarta: Agromedia Pustaka.

www.farmmedica.blogspot.com/

2013/09/ternyata-daun-salam-bisa-untuk-obat.html?m=1

www.duniapewarnaalami.blogspot.com/2010/01/tentang-daun-jambu-biji.html?m=1


(1)

ekstraksi dengan etanol, zat aktif pada daun jambu biji lebih banyak tersari sehingga

aktivitas antimikroba yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan teknik infusa.

Tabel 3 Hasil Pengamatan Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Staphylococcus aureus

Konsentrasi Percobaan rata-rata (mm)

A (mm) B (mm) C (mm) D (mm)

100% 15,5 17,8 15,5 13 15,5

80% 14,5 16 13,6 12,7 14,2

60% 12 14 13,3 12,5 13

40% 11 11,7 9,3 11,5 10,9

20% 10,5 11 8,5 11 10,3

kontrol positif 33,5 32,5 32 32,5 32,6

Hasil pada tabel 3 menunjukkan bahwa semua konsentrasi infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus tetapi tidak sebaik ampisilin. Hasil uji aktivitas antimikroba infusa daun salam

dianalisa menggunakan statistik. Uji normalitas dan uji homogenitas menunjukkan data yang digunakan normal dan homogen sehingga analisis statistik menggunakan

ANAVA satu arah.

Pada hasil uji ANAVA diperoleh F hitung sebesar 174.241 dan p sebesar 0.000, hal ini menunjukkan adanya perubahan rerata zona inhibisi yang sangat bermakna antara

kelompok perlakuan (p<0.01). Untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda dilakukan uji Post hoc LSD.

Tabel 4 Uji Post Hoc LSD pada Zona Inhibisi yang Dibentuk oleh Infusa Daun Salam terhadap

Staphylococcus aureus

Kelompok 20% (I) 40% (II) 60% (III) 80% (IV) 100% (V) KP

20% (I) TB ** ** ** **

40%(II) * ** ** **

60%(III) TB * **

80% (IV) TB **

100% (V) **

KP (VI) Keterangan: TB = Tidak Bermakna * = Bermakna (p<0,05) ** = Sangat Bermakna (p<0,01)

Pada hasil uji Post Hoc LSD daun salam, didapatkan efektivitas kadar optimal infusa daun salam pada penelitian sebesar 80%. Sudirman 15 pada hasil penelitiannya menunjukkan bahwa diameter zona inhibisi

yang terbentuk terhadap Staphylococcus aureus di sekitar cakram ekstrak etanol daun salam, yaitu 12,5% (7,29mm), 25% (7,7mm), 50% (8,75 mm), 75% (9,34mm), dan 100% (9,78mm). Hasil menunjukkan bahwa zona


(2)

inhibisi yang terbentuk pada infusa daun salam lebih besar dibandingkan dengan ekstrak daun salam. Hal ini mungkin disebabkan karena zat aktif yang tersari lebih banyak pada infusa. Untuk membandingkan aktivitas antimikroba infusa daun jambu biji dan daun salam terhadap Staphylococcus aureus dianalisa dengan menggunakan statistik. Uji normalitas dan homogenitas menunjukkan data yang digunakan normal dan homogen sehingga analisis statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Pada uji t tidak berpasangan, didapatkan nilai t hitung 0.119, nilai p 0.909, nilai rerata 0.0750, dan standar deviasi sebesar 0.6296. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna (p>0.05) yang berarti tidak ada perbedaan efek antimikroba antara infusa daun jambu biji dengan daun salam.

Dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya konsentrasi infusa, meningkat pula diameter zona inhibisinya. Hal ini disebabkan karena kadar zat aktif yang tersari lebih banyak seiring dengan peningkatan konsentrasi sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri semakin besar.

SIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan simpulan sebagai berikut:

1.Infusa daun jambu biji dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin. 2.Infusa daun salam dapat menghambat

pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vitro tapi tidak sebaik ampisilin.

3.Infusa daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus tidak berbeda bermakna dengan infusa daun jambu biji secara in vitro.

Simpulan tambahan:

1.Efektivitas kadar infusa daun jambu biji optimal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 80%.

2.Efektivitas kadar infusa daun salam optimal dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 60%.

SARAN

1.Perlu dilakukan percobaan mengenai efek kombinasi antara infusa daun jambu biji dan daun salam dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.

2.Infusa daun jambu biji dan daun salam dapat digunakan sebagai terapi tambahan atau pencegahan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus.

DAFTAR PUSTAKA

1. Craft, N., et al. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine. s.l. : McGraw-Hill; 2008. 2. WHO. Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in Children in

Developing Countries. Geneva : World

Health Organization; 2005.

3. Fatani, M, et al. Pyoderma Among Hajj Pilgrims in Makah. Saudi Med J; 2002.

4. Refdanita, et al. Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotik di Ruang Intensif Rumah Sakit

Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002.

Makara Kesehatan; 1999 vol 8(41-48) 5. IndoBIC. Senyawa Antimikroba Dari Tanaman.

2005.

http://indobic.or.Id/beritadetail.php?idberita =124

6. Robinson, T. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB; 1995.

7. Volk, W. A., & Wheeler, M. Mikrobiologi

Dasar. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama;

1993.

8. Seeman, P., Cheng, D., & Iles, G. Structure of membrane holes in osmotic and saponin hemolysis. J. Cell Biol, 1973 .


(3)

9. Winarto, W.P. Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka; 2004.

10. Bone, K., & Mills, S.. Principles and Practice of Phytotherapy: Modern Herbal Medicine. Elsevier Health Science; 2013.

11. Kementrian Kesehatan RI, D.J. Farmakope Indonesia. Jakarta : Departemen Kesehatan; 1995.

12. Forbes, et al. Bailey & Scott's Diagnostic

Microbiology. USA : Mosby, Inc.;2002.

13. Romasi, F. R. , et al. Study of Antimicrobial Activity From Guava Leaf Extract Towards Pathogenic Microbes. Jakarta: Universitas Pelita Harapan; 2011

14. Biswas, et al. Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava on Two Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. USA: Fort Valley State University; 2013.

15. Sudirman, T. A. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Salam Terhadap Pertumbuhan

Staphylococcus aureus secara in vitro.


(4)

43

Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Arima, & Danno. (2002).

Isolation of Antimicrobal Compunds from Guava

(Psidium guajava L.) and Their Structural Elucidation.

Bioscience,

Biothecnology and Biochemistry.

Biswas,

et al

(2013). Antimicrobial Activities of Leaf Extracts of Guava on Two

Gram-Negative and Gram-Positive Bacteria. USA: Fort Valley State

University.

Bone, K., & Mills, S. (2013).

Principles and Practice of Phytotherapy: Modern

Herbal Medicine.

Elsevier Health Science.

Cappuccino, J., & Sherman, N. (1998).

Microbiology: A Laboratory Manual

(Vol.

5th edition). New York: Benjamin/Cummings Science Publishing.

Corwin, E. J. (2000).

Buku Saku Patofisiologi Corwin.

Jakarta: EGC.

Cowan, M. (1999). Clinical Microbiology Reviews.

Plant Products as

Antimicrobal Agents

, 22.

Craft, N., Lee, K., Zipoli, M. T., Weinberg, A. N., Swartz, M., & Johnson, R.

(2008).

Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.

McGraw-Hill.

Dalimartha, S. (2000).

Atlas Tumbuhan Obat Indonesia.

Jakarta: Trubus

Agriwidya.

Depkes RI (1995).

Farmakope Indonesia.

Jakarta: Departemen Kesehatan.

Depkes RI (2001).

Inventaris Tanaman Obat Indonesia.

Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan.

Djuanda, A. (2011).

Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.

Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Dypatra, R. (2010).

Enzimologi.

Retrieved 11 26, 2014, from Institut Teknologi

Bandung: old.analytical.chem.itb.ac.id

Edberg, S., & Berger, S. (1983).

Antibiotika dan Infeksi.

Jakarta: EGC.

Fatani, M., Bukhari, S., Karima, T., & Abdulghani, M. (2002). Pyoderma Among

Hajj Pilgrims in Makah.

Saudi Med J

.


(5)

44

Universitas Kristen Maranatha

Forbes, B.A., Sahm, & Weissfeld, D. a. (2002).

Bailey & Scott's Diagnostic

Microbiology

(Vol. 11th edition). USA, United States of America: Mosby,

Inc.

Guenther, E. (1990).

Pengantar Teknologi Minyak Atsiri.

Jakarta: UI-Press.

Harborne, J. (1996).

Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan.

Bandung: ITB.

Henry, F. (2006).

Goodman and Gillman The Pharmacological Basis of

Therapeutics.

USA: McGraw-Hill.

IndoBIC.

(2005).

Senyawa

Antimikroba

Dari

Tanaman

.

http://indobic.or.Id/beritadetail.php?idberita=124

Jork, H. Funk, W, & Fischer, W. Wimmer, H. (1994).

Thin Layer

Chromatography: Reagents and Detection Methods,

Volume 1b. VCH

Weinheim.

Katzung, B. (2007).

Basic and Clinical Pharmacology.

McGraw-Hill.

Kayser, F. (2005).

Medical Microbiology.

Thieme.

Kenneth, J. (2004).

Medical Microbiology: An Introduction to Infectious

Diseases.

USA: McGraw-Hill.

Lowy, F. (2008).

Harrison's Principles of Internal Medicine.

McGraw-Hill.

Lucia, E. (2006).

Farmakologi: Pendekatan Teoritis dan Praktis.

Surabaya:

Fakultas Farmasi Universitas Surabaya.

Markham, K.R. (1988).

Cara Mengidentifikasi Flavonoida.

Bandung: ITB.

Onawunmi, GO (1989). Evaluation of the Antimicrobial Activity of Citral,

Lett.

Appl. Microbial

, Vol. 9

Refdanita, et al (1999).

Pola Kepekaan Kuman terhadap Antibiotik di Ruang

Intensif Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002

. Makara

Kesehatan, vol 8, hlm 41-48.

Robinson, T. (1995).

Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.

Bandung: ITB.

Romasi, F. R. ,

et al

(2011). Study of Antimicrobial Activity From Guava Leaf

Extract Towards Pathogenic Microbes. Jakarta: Universitas Pelita Harapan.

Seeman, P., Cheng, D., & Iles, G. (1973).

Structure of membrane holes in osmotic


(6)

45

Universitas Kristen Maranatha

Sudewi, R. (1992). Isolasi dan Uji Antibakteri Minyak Atsiri Daun Salam. FF

UGM.

Sudirman, T. A. (2014). Uji Efektivitas Ekstrak Daun Salam Terhadap

Pertumbuhan

Staphylococcus aureus

secara

in vitro.

Makassar: Universitas

Hasanuddin.

Sunarmo, Soemantri, B., & Ekoputro, J. W. (2011). Efek Antibakteri Ekstrak

Daun Jambu Biji (Psidium guajava L.) terhadap

Staphylococcus

aureus

secara in vitro.

Suparjo (2008). Saponin, Peran dan Pengaruhnya Bagi Ternak dan Manusia.

Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi.

Todar, K. (2012).

Staphylococcus aureus

and Staphylococcal Disease.

http//:www.textbookofbacteriology.net/staph.html

Volk, W. A., & Wheeler, M. (1993).

Mikrobiologi Dasar.

Jakarta: PT. Gelora

Aksara Pratama.

WHO. (2005).

Epidemiology and Management of Common Skin Diseases in

Children in Developing Countries.

Geneva: World Health Organization.

Winarto, W. (2004).

Memanfaatkan Bumbu Dapur untuk Mengatasi Aneka

Penyakit.

Jakarta: Agromedia Pustaka.

www.farmmedica.blogspot.com/

2013/09/ternyata-daun-salam-bisa-untuk-obat.html?m=1

www.duniapewarnaalami.blogspot.com/2010/01/tentang-daun-jambu-biji.html?m=1