EFEKTIVITAS SISTEM PENIGAMBILAN KEPUTUSAN KEPALA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA DI KOTA BOGOR.

^3

EFEKTIVITAS SI STEM PENIGAMBILAN KEPUTUSAIM
KEPALA SEKOLAH LANJUTAN TINGKAT PERTAMA Dl
KOTA BOGOR

TESIS

Diajukan untuk memenuhi sebagian dari
syarat memperoleh Magister Kependidikan
Program Studi Administrasi Pendidikan


Oleh

RAHMAT
NIM 999495

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG

2001

Disetujui oleh

Abin Svamsuidih Makmun, M.A.

Prof. Dr. H. M. Idochi Anwar
PEMBIMBING

Disetujui dan disahkan
Oleh Ketua Program Studi
Administrasi Pendidikan

Prof. Dr. H. Tb. Abi

Makmun, M.A.

PROGRAM PASCASARAJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2001

ABSTRAK

Model reformasi pendidikan melalui inmplementasi manajemen berbasis
sekolah merupakan suatu pilihan perluasan otonomi sekolah . Wujud
yang paling esensila dari otonomi sekolah dalam pengambilan keputusan
yang terfokus pada kepentingan peningkatan kemampuan siswa.
Kualitas keputusan ditingkatkan melalui pengambilan keputusan
bersama. Melalui upaya ini dapat meningkatkan pembardayaan sumber

daya manajemen sekolah yang disinergikan dengan sumber daya pada
masyarakat. Sekolah bertanggungjawab pada publik dalam bentuk
meningkatkan kualitas pelayanan pendidikan dalam meningkatkan
kecerdasa siswa.

Peran kepala sekolah sangat strategis. Inti dari peran itu adalah
efektifnya pengambilan keputusan. Secara empirik mengenai masalah ini

terungkap bahwa kepala sekolah telah melakukan langkah-langkah
pengambilan keputusan yang efektif. Kepala sekolah mendasarkan
keputusan pada visi, misi dan tujuan lembaganya. Langkah-langkah
mendefinisikan

masalah,

memilih

altematif yang

terbaik dalam

pengambilan keputusan dilakukakan secara sistematis. Melibatkan guru,
staf TU bahkan orang tua siswa untuk meningkatkan kualitas Keputusan.

Keputusan stratejik yang ditetapkan dapat diterima staf, dapat
diimplementasikan sehingga program stratejik dapat dilakukan sesuai
tujuan. Hanya saja, keputusan yang telah ditetapakan tidak didukung
dengan sistem informasi yang baik. Informasi yang digunakan kepala

sekolah lebih banyak yang bersumber dari pengelolaan yang ditangani
secara

manual

dengan

dukungan

informasi

yang

tidak

didokumentasikan.

Secara empirik kepala sekolah sangat mementingkan
pangambilan keputusan bersama. Proses pengambilan keputusan
dengan cara ini temyata sangat kuat digunakan untuk mendapatkan

keputusan yang dapat diterma. Altematif yang dipilih dan kejernihan
informasi yang diperoleh dalam dialog tidak terpentingkan benar. Oleh
karena itu, kualitas keputusan tidak tertingkatkan melalui pengambilan
keputusan bersama, namun hanya menghasilkan keputusan yang dapat
diterima bersama.

Di sisi lain, meskipun pengambilan keputusan bersama itu telah

mendapat makna yang amat penting di sekolah, efektivitasnya masih

belum teropiimalkan akibat dari masih tetap dominannya kepala

sekolah dalam menentukan altematif yang akan diseleksi dalam
pengambilan keputusan.

DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRAK


j

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

VII

DAFTAR GAMBAR

BAB I

viii

PENDAHULUAN

1

A.
B.

C.

Latar Belakang
Permasalahan
Tujuan penelitian

1
18
18

D.
E.

1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Manfaat Penelitan
Paradigma Penelitian

18
19

19
20

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

24

A.

Hakikat dan Dasar Pengambilan Keputusan

B.

Definisi, Proses, dan Model
Pengambilan Keputusan

1. Definisi Pengambilan Keputusan
2. Langkah-langkah dan Strategi Pengambilan

36

36

Keputusan
Pengambilan Keputusan Individual
dan Kelompok
a. Keputusan Individual

40
40

b. Pengambilan Keputusan Kelompok
Model Pengambilan Keputusan

41
45

Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen

48


Informasi Sebagai Bahan
Pengambilan Keputusan
2. Teknologi Pendukung

48
53

3.

4.

C.

25

38

1.

D.


Konsep Tentang Efektivitas Proses Pengambilan
Keputusan

55

1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
2.

Keputusan

55

Kriteria Efektivitas Sistem Pengambilan
Keputusan Oleh Kepala Sekolah

59

iv

3. Pengukuran Efektivitas Sistem Pengambilan
E.

F.

BAB III

Keputusan
Fungsi Kepala Sekolah

61
64

1. Fungsi Pengambil Keputusan

64

2. Fungsi Kepala Sekolah sebagai Birokrat
3. Fungsi Kepala Sekolah sebagai Inovator

70
75

Kajian Terdahulu yang Relevan

81

PROSEDUR PENELITIAN

85

A.
B.

Metode Penelitian
Lokasi dan Subyek Penelitian

87
87

C.
D.
E.

1. Lokasi Penelitian
2. Subjek Penelitian
Definisi Operasional Variabel
Instrumen Penelitian
Pelaksanaan Penelitian

87
87
88
91
91

F.

Pengolahan dan Analisis Data yang Relevan

92

G.

Validasi Data Penelitian

93

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
A.
B.

C.

Pelaksanaan Penelitian
Gambaran Umum Lokasi Penelitian

95
95
97

1. Lokasi Sekolah

97

2. Deskripsi Ringkas Kepala Sekolah

97

3.
4.

98
98

Keadaan Personal
Pencapaian Prestasi Siswa

Hasil-hasil Penelitian
1. Pelaksanaan Fungsi dan Tugas
Kepala Sekolah
2. Langkah-langakah Pengambilan Keputusan

98
100

oleh Kepala SLTP
a. Langkah Mengidentifikasi dan
Mendefinisikan Masalah

107

b. Langkah Menentukan Tujuan

108

c.
d.

Langkah Menghimpun Altematif dan
Penentuan Altematif Terbaik
Langkah Menentukan Rencana
Implementasi

104

110
112

3. Pihak-pihak yang Teriibat Dalam Pengambilan
Keputusan di STP
a. Kepala sekolah
b. Guru
c. Staf Tata Usaha
d. Orang Tua Siswa
V

113
113
118
118
119

4. Kepala SLTP dalam Mengelola Sistem Informasi
Pendukung Pengambilan Keputusan
120

a. Pengelolaan Sistem Informasi Pendukung
Pengambilan Keputusan

123

b. Teknologi Pendukung Pengelolaan Sistem
Informasi

124

5. Deskripsi Model Sistem Pengambilan
Keputusan

BAB V

125

POKOK-POKOK DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN

A.

B.

C.
D.

E.

Gambaran Umum tentang Efektivitas Sistem
Pengambilan Keputusan Oleh Kepala SLTP
Masalah yang Dihadapi Kepala Sekolah
Dalam Fungsi Manajer
Langkah-langkah Pengambilan Keputusan
Oleh Kepala SLTP
Pihak-pihak yang Kepala Sekolah Libatkan dalam
Pengambilan Keputusan

136
137
140

144

Model Sistem Pengambilan Keputusan
yang Efektif.

146

BAB VI. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A.
B.
C.

130

Pengelolaan Informasi Pendukung Pengambilan
Keputusan Oleh Kepala SLTP

F.

130

Kesimpulan
Implikasi
Saran

150
150
153
156

DAFTAR PUSTAKA

158

LAMPIRAN-LAMPIRAN

161

Lampiran 1. Instrumen Pengumpulan Data

161

Lampiran 2

SK Panitia Pembibing Tesis

178

Lampiran 3

Keterangan Melaksanakan Penelitian

179

Lampiran 4

Riwayat Hidup

182

VI

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1

Deskripsi Kepala Sekolah

97

Keadaan Personalia, Siswa, dan
Rombongan Belajar

98

Tabel 3

Prestasi NEM Input dan Output

98

Tabel 4

Pokok-pokok Hasil Penelitian tentang Masalah

Tabel 2

Manajer di SLTP
Tabel 5

101

Pokok-pokok Hasil Penelitian Tentang
Langkah-Langkah Pengambilan Keputusan
Oleh Kepala SLTP

Tabel 6

104

Pokok Hasil Penelitian Tentang Yang
dilibatkan dalam Pengambilan Keputusan
Oleh Kepala SLTP

Tabel 7

113

Pokok-pokok Hasil Penelitian Tentang Sistem
Informasi Manajemen Pendukung Pengambilan
Keputusan

Tabel 8

120

Pokok-pokok Hasil Penelitian tentang Model
Pengambilan Keputusan

Tabel 9

Profil Umum Sistem Pengambilan Keputusan
Oleh Kepala

Tabel 10

126

SLTP

130

Profil Kekuatan dan Kelemahan Kepala
SLTP Dalam Pengambilan Keputusan

VI1

133

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambarl. Paradigma Penelitian

22

Vlll

BAB I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Fitzgibbons setiap masyarakat selalu menghadapi tiga
persoalan bidang pendidikan yaitu pendidikan seharusnya menghasiikan
apa, apa yang hams diajarkan, dan bagaimana hal itu harus diajarkan.
(Supandi dan Sanusi,1988:16)

Persepsi masyarakat terhadap ketiga persoalan itu selalu

berkembang

sejalan

dengan

perkembangan

peradaban,

ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sekolah sebagai salah satu jenis institusi
yang memberikan layanan kepada masyarakat dalam bidang pendidikan
dihadapkan

pada

persoalan

pemilihan

altematif

meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

tindakan

untuk

Hal tersebut relevan

dengan fungsi pendidikan nasional menurut Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989

Bab II Pasal 3 yakni

"mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indoensia dalam rangkat upaya mewujudkan tujuan
nasional."

Tujuan pendidikan berisi formulasi harapan luhur masyarakat yang
lahir dari bagaimana masyarakat itu memberi makna terhadap pendidikan
sesuai dengan tujuan dan pandangan hidupnya. Setiap masyarakat

mengembangkan gagasan tentang musia yang dicita-citakannya masing-

masing.

Pada masyarakat dan institusi politik yang berbeda akan

berlainan pula rumusan tujuan pendidikannya.

Tanggung jawab pimpinan sekolah
adalah

mewujudkan

harapan

dengan segenap jajarannya

terbaik

masyarakat

itu

yaitu

mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi manusia peserta didik
secara utuh baik itu potensi pisik, intelektual, etik, nilai sepiritual dalam

kesadaran

setiap

individu

kehidupan (Gupta, 1985: 27)

sebagai

bentuk

persipan

menghadapi

Oleh karena itu pimpinan sekolah perlu

memahami lingkungan masyarakat di tempatnya bekerja dengan baik.

Pemahaman yang mendalam terhadap manusia dengan lingkungannya
merupakan bagian penting dari pendukung keberhasilan

melaksanakan

tugasnya di sekolah. Oleh karena itu pula, maka kepala sekolah harus

memiliki kemampuan dan kemahiran untuk

mengenali, dan mampu

mempergunakan sumberdaya yang untuk mewujudkan harapan misi dan
visi institusinya.

Berkenaan dengan harapan untuk dapat mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap

Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan
dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang

mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan ( USPN No. 2 Th. 1989), Diknas menyatakan bahwa langkah
perbaikan mutu pendidikan selama ini belum

memehuhi

harapan.

Terdapat dua penyebab utama mengapa hal itu terjadi. "Pertama karena

strategi yang digunakan bersifat input oriented dan kedua pengelolaan

selama ini bersifat macro oriented, diatur oleh birokrasi tingkat pusat
secara sentralistik "(Diknas, 1999: 2). Akibat dari pengelolaan pendidikan
secara sentralistik maka kemandirian sekolah dalam memilih keputusan

untuk memberikan layanan pendidikan yang baik terhadap masyarakatnya
sangat terbatas. Akibat keterbatasan itu , proses kreatif pimpinan sekolah

selama ini kurang berkembang dengan baik. Pada ppla perkembangan
seperti ini kepala sekolah lebih menonjolkan fungsi birokratis, sebagai
aparat yang mengendalikan administrasi bawahan sebagai bentuk
pengendalian kinerja.

Meskipun pengakuan itu berguna sebagai bentuk penyadaran atas
kekurangan yang telah melatarbelakangi penetapan kebijakan bam dalam
pengembangan pendidikan khususnya pada tingkat pendidikan dasar dan
menengah, namun tentu hal tersebut belum tentu menjadi sebuah solusi

yang dapat memberikan jalan keluar terbaik dalam meningkatkan kualitas
pengelolan pendidikan saat ini.

Departemen Pendidikan Nasional

mencoba melakukan reformasi konsep pengelolaan pendidikan. Dengan

gagasan model School Base Management yang mulai populer sebagai
suatu strategi, selanjutnya secara formal menjadikannya sebagai konsep

baru pada Departemen Pendidikan Nasional dengan sebutan Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) yang lebih menekankan pada kemandirian dan
kreativitas sekolah.

MBS sebagai upaya desentralisasi dalam pengambilan keputusan

(decision-making); lebih menjanjikan karena sekolah dapat menggunakan
seluruh sumber daya secara langsung yang relevan dengan kebutuhan
siswa. Setiap keputusan diambil melalui musyawarah, tidak lahir dari

keputusan individu. MBS meningkatkan komunikasi antara pihak-pihak
yang berkepentingan, termasuk pemerintah, pengurus persatuan orang
tua, pengawas pembina, kepala sekolah, guru, orang tua siswa, serta

siswa. Pernyataan ini sejalan dengan yang diuraikan Oswald (1996 : 1)
School-based management (SBM), defined as the decentralization
of decision-making authority to the school site, is one of the most
popular strategies that came out of the 1980s school reform
movement. ... SBM provides better programs for students because

resources will be available to directly match student needs. Also,

advocates assert SBM ensures higher quality decisions because they
are made by groups instead of individuals. Finally, proponents argue
that it increases communication among the stakeholders, including
school boards, Superintendents, principals, teachers,
parents,
community members, and students.

Dari uraian di atas kita dapat menangkap suatu konsekuensi baru
apabila hal tersebut hendak diimplementasikan pada sekolah-sekolah di
Indonesia. Implementasi SBM yang dalam teminologi Depdiknas MBS

itu pertama-tama memerlukan dukungan kualitas pimpinan sekolah yang
memiliki kualifikasi profesional. Tenaga pendidikan yang profesional
menurut Benveniste, 1987, yang dikutif Sherry Keith dan Robert
Henriiques Girling (1991:40) memiliki enam karakteristik dasar berikut:

1. aplikasi keterampilan berdasar pada pengetahuan teknis;
2. dipersiapkan melalui pendidikan dan pelatihan khusus;
3. terkontrol secara formal dari kelompok profesi;
4. memiliki organisasi profesi atau asosiasi;

5. memiliki kode etik profesi;

6. bertanggung jawab pada pelayanan publik.

American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE)
menandai status profesi seperti ciri-ciri di bawah ini.

(1)

Profesi adalah pekerjaan yang berkaitan dengan kelengkapan
keberadaan institusi sosial yang berusaha memberikan layanan
terhadap individu dan sosial.

(2)

Tiap profesi memiliki ciri kebutuhan fungsi khusus (seperti
layanan bidang kesehatan fisik, mental, layanan peningkatan
prestasi belajar)

(3)

Tiap profesi dapat bersifat kolektif maupun individual dengan
dilandasi ilmu pengetahuan dalam melakukan keterampilan

(4)

Tiap anggota profesi turut serta dalam pengambilan keputusan

khasnya.

untuk pelayanan kepada pelanggan,
dilandasi ilmu
pengetahuan yang valid, berdasarkan prinsip-prinsip teoritis
dalam konteks kebermaknaan.

(5)

(7)

Berorganisasi khusus serta memiliki tanggung jawab sosial,
otonominya berada dalam pengendalian organisasi profesi (
meliputi ijin, standardisasi pendidikan, lisensi dan pengujian,
jalur karir, standar etika dan disiplin profesi)
Mengakui sandar kinerja yang ditetapkan.
Pelakunya harus dipersiapkan melalui pendidikan dan pelatihan

(8)

Mendapat kepercayaan publik yang tinggi serta memiliki

(9)

Memiliki motivasi yang kuat untuk memberikan pelayanan dan
bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas setiap waktu.
Terdapat hubungan yang bebas antara evaluasi publik dengan
praktek secara individual (Sergiovanni, at at. 1987: 83).

(6)

khusus.

percaya diri dalam melaksanakan tugas.

(10)

Formulasi teoritis
Republik

Indonesia

di atas relevan dengan kebijakan pemerintah

yang

tertuang

dalam

Surat Edaran

bersama

Mendikbud dan Kepala BAKN No 57686/MPK/1989 No. 38/SE/1989 butir
11 tentang pengertian bahwa

pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam rangka
pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk
meningkatkan mutu baik bagi proses belajar mengajar dan
profesionalisme tenaga kependidikan lainnya maupun dalam rangka

menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi pendidikan dan
kebudayaan.

Selanjutnya Keputusan Menpan No. 26 tahun 1989 tentang angka
kredit jabatan guru dalam lingkungan Depdikbud memilah tugas profesi
guru dalam kelompok (1) mengikuti pendidikan (2) tugas pokok mengajar

dan bimbingan dan penyuluhan (3) pengembangan profesi seperti
mebuat karya tulis (4) melakukan kegiatan yang menunjang kegiatan
belajar mengajar.

Yang terkait dengan pengembangan profesi tenaga kependidikan

tercantum dalam PP 38 th 1992 tentang Tenaga Kependidikan pada
pasal 21 ayat 1 bahwa "Tenaga kependidikan yang akan ditugaskan untuk

bekerja sebagai pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar
dipersiapkan melalui pendidikan khusus". Lebih lanjut dinyatakan pada
pasal 30 bahwa "...pengelola satuan pendidikan bertanggung jawab atas

pemberian kesempatan kepada tenaga kependidikan yang bekerja di
satuan

pendidikan

yang

bersangkutan

untuk

mengembangkan

kemampuan profesional ". Pada pasal 31 dinyatakan bahwa "... tenaga

kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan

profesionalnya sesuai dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta pembangunan bangsa".

Kepala sekolah yang memahami cara bertindak efektif dalam

memanfaatkan otonomi yang ada pada pundaknya. Memiliki kemampuan

bekerja sama yang baik, memiliki kemampuan mengambil keputusan yang

baik, memiliki kemampuan mengerahkan segenap sumberdaya yang

7

tersedia maupun yang perlu tersedia, pendeknya kepala sekolah yang
mandiri yang tidak bergatung serta mengandalkan pihak-pihak lain yang
dapat menunjangnya.

Pemahaman tersebut sejalan dengan uraian Gupta (1985: 151)
menyatakan bahwa secara filosofis kepala sekolah dasar dan sekolah

menengah merupakan orang terpenting terpenting di sekolahnya, dia
menjadi sumbu dari seluruh lingkar kerja organisasi, sebagai mitra dalam

kerja. Filosofi hidupnya, edealisme dan norma yang dimilikinya, filisofi
mengenai pendidikan dan konsep hubungan antarmanusia memegang
peran yang amat besar dalam mengatur peran pada pengembangan
institusinya.

Dengan berubahnya tantangan ideal maupun tantangan faktual

saat ini tidak dengan sendirinya dapat mengubah kemampuan profesional
kepala sekolah sesuai dengan yang diharapkan. Mengubah kebiasaan
berpikir dan bertindak sesuai dengan instruksi menjadi tindakan mandiri
adalah sebuah pembaharuan. Proses itu memerlukan waktu memerlukan

informasi,

memerlukan

sumberdaya

kekukatan

yang

dapat

mengkondisikan agar pola kerja kepala sekolah dapat menggunakan
paradigma baru yang lebih sesuai dengan kondisi objektifnya.

Idealnya kepala sekolah menjadi pengendali yang handal seperti
yang ditemukan dalam penelitian Benyamin (1980: 1) temyata kepala
sekolah yang

baik bagaikan

nahoda sebuah

kapal.

Mereka

mengendalikan harapannya dengan penuh kecintaan dan kerja keras

untuk memonitor kemajuan siswa. Mereka merumuskan prestas

ingin dicapai siswanya, dan memutuskan tujuan itu bersama dengan guruguru dan siswa secara bersama-sama

Penelitian Comer,(1980) menyimpulkan bahwa inti program
pengembangan sekolah itu adalah tercurahnya tanggungjawab dan
partisipasi orang tua bersama staf dalam pengambilan keputusan.

Kini semakin disadari bahwa makna ungkapan pendidikan menjadi
tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah memerlukan

perumusan baru. Selama ini tanggung jawab keluarga, masyarakat, dan

pemerintah baru tertuang dalam dokumen-dokumen resmi atau legalitas
pendidikan. Setiap komponen itu masih berjalan sendiri-sendiri, tidak

berkembang sebagai suatu sistem yang terkelola dengan penuh
keterukuran. Bahkan terdapat kecendrungan bahwa pemerintah memikul
tanggung jawab yang sangat besar dalam menyediakan jasa pendidikan
untuk anak bangsa. Gejala ini sangat terlihat gamblang pada saat
pemerintah mengambil alih pembiayaan pendidikan dengan cara secara

bertahap

mengurangi

partisipasi

masyarakat

dalam

membiayai

pendidikan. Jika dulu untuk membangun fisik sekolah negeri sekali pun

dilakukan secara bergotong royong, maka pada tahap berikutnya semua
tanggung jawab itu secar bertahap diambil alih oleh pemeritah. Hanya
dengan menyadari keterbatasan dan memang secara faktual pemerintah
tidak mungkin menanggung seluruh tanggung jawab pendidikan, maka
pola kolaborasi dalam penanganan berbagai aspek pendidikan berubah

ke arah kolaborasi memang disadari semakin diperlukan. Kolaborasi itu

secara operasional dilaksanakan pada tingkat sekolah sebagai

pengejawantahan dari prinsip pemanfaatan sumberdaya managemen
secara kreatif dengan sasaran tugas pokok yang digariskan peraturan
dapat tercapai sekaligus juga memperoleh kepuasan lebih atas nilai
tambah sebuah kreativitas.

Tugas pokok Kepala sekolah adalah mewujudkan tujuan seperti
yang tertuang dalam USPN NO. 2 tahun 1989 pada pasal 13 yang
menyatakan,

Pendidikan

Dasar,

meliputi

SD

maupun

SLTP,

diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta
mengembangkan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam
masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.

Tujuan institusional tersebut sebenarnya masih sangat umum.

Uraian detilnya membuka lebar kreativitas setiap pimpinan untuk
menjabarkannya. Namun demikian dimensi pengembangan secara

oprasional membatasi tugas dalam dimensi yang penuh dengan
pelaksanaan tugas administrasif sebagai kepala SLTP seperti yang terurai
pada produk SK Dirjen Dikdasmen No. 260/C/Kep/KP/1996 tanggal 2

Oktober 1996 tentang penyusunan Pedoman Umum Pengelolaan

Administrasi Sekolah Lanjutan Tingkat pertama diuraikan bahwa tugas
pokok Kepala SLTP diurai seperti di bawah ini.

Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai edukator,
administrator dan supervisor
a. Kepala Sekolah selaku edukator

Kepala Sekolah selaku edukator bertugas melaksanakan proses
belajar mengajar secara efektif dan efisien

b. Kepala Sekolah selaku manajer mempunyai tugas
1) menyusun perencanaan;

2)
3)
4)
5)

mengorganisasikan kegiatan
mengarahkan kegiatan;
mengkoordinasikan kegiatan;
melaksanakan pengawasan;

6) melakukan evaluasi terhadap kegiatan;
7) menentukan kebijaksanaan;
8) mengadakan rapat;
9) mengambil keputusan;

10) mengatur proses belajar mengajar;
11) mengatur administrasi;
> ketatausahaan;
>

siswa

> ketenagaan
> sarana dan prasarana
> keuangan/RAPBS

12) mengatur Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS)
13) mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan instansi
terkait.

c. Kepala sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan
administrasi

1) perencanaan;
2) pengorganisasian;
3)

pengarahan;

4) pengkoordinasian;
5) pengawasan;
6) kurikulum;
7) kesiswaan;
8) ketatausahaan;
9) ketenagaan;
10) kantor;
11) keuangan;
12)perpustakaan;
13)labolatorium;

14) ruang keterampilan/kesenian;
15) bimbingan konseling;
16)UKS
17) OSIS

11

18)serbaguna
19) media
20)gudang
21)6K

d. Kepala Sekolah selaku Supervisor bertugas menyelenggarakan
supervisi mengenai:
1) proses belajar mengajar;

2) kegiatan bimbingan dan konseling
3) kegiatan ekstra kurikuler;
4) kegiatan ketatausahaan;

5) kegiatan kerjasama dengan masyarakat dan instansi terkait;
6) sarana dan prasarana;
7) kegiatan OSIS;
8) kegiatan 6 K

Dalam

melaksanakan

tugasnya

kepala

sekolah

dapat

mendelegasikan kepada wakil kepala sekolah.

Dalam implementasinya pedoman di atas sangat kuat mengarah
pada bagaimana kepala sekolah dapat memenuhi tugas administratif
maupun mewujudkan kinerja fisik yang tercermin dalam penampilan

sekolah. Penilaian keberhasilan penunaian tugasnya lebih banyak
ditentukan oleh seberapa banyak standar persyaratan administratif itu
tercapai untuk melihat seberapa efektif fungsi administrasi itu menentukan

efektivitas kepemimpinannya. Lebih parah lagi

tatkala keberhasilan

pendidikan ditentukan hanya oleh seberapa baik NEM yang diperoleh

siswa. NEM telah menjadi simbol keberhasislan kepemimpinan dari

berbagai jenjang hirarkis. Akibat dari itu orientasi pengembangan
pengajaran menjadi terkonsentrasi pada usaha agar siswa memperoleh
NEM yang sebaik-baiknya.

Secara empirik dalam setiap forum pertemuan kepala sekolah di

tingkat mana pun, sasaran perolehan NEM selalu menjadi fokus
perhatian. Namun demikian, usaha untuk meningkatkan NEM ini pun tidak

12

disertai dengan sistem

pembaharuan

pada

manajemen sistem

pembelajaran maupun manajemen sistem pengelolaan kelas. "sekolah

cenderung hanya sebagai pelaksana kebijakan, meskipun belum tentu

sesuai dengan kondisi kebutuhan sekolah serta lingkungannya... akhirnya
menghalangi tumbuhnya inisiatif untuk mengem-bangkan diri" (Depdiknas,

1999: 1). Akibat dari itu, ke dua bidang ini pun relatif tidak mengalami

perubahan yang mencolok. Kita dapat menyaksikan bahwa strategi
mengajar, sistem pengelolaan kelas, sistem pembinanaan siswa belum
banyak berubah.

Berangkat dari gambaran tentang kesenjangan antara harapan dan

kenyataan maka pembaharuan merupakan tantangan yang besar bagi
semua pihak. Persoalan dalam milih dan menempatkan kepala sekolah

pada saat ini ke depan akan berkaitan dengan realitas tantangan yang
besar karena terdapat harapan yang kuat bahwa kepala sekolah harus

lebih dari seorang manajer, kepala sekolah harus bertindak sebagai
pemimpin pembaharu yang dapat mengambil keputusan yang tepat yang
paling sesuai dengan kebutuhan pengembangan siswa. Dengan kata lain,
seorang kepala sekolah haruslah seorang yang profesional.

Mengubah pola pikir dari yang dominan mengarah pada

pemenuhan standar administrasi dan dalam implementasinya mengacu
pada petunjuk pelaksanaan kepada pengambilan keputusan dalam

pengembangan sekolah secara mandiri

tentu bukan persoalan yang

mudah dikembangkan. Meskipun dalam berbagai kesempatan para

13

pembina

pendidikan

pengembangan

selalu

kreativitas

menekankan

selalu

terbuka

bahwa
lebar,

lahan
namun

buat
dalam

kenyataannya pola berpikir yang terbelenggu dengan menunggu petunjuk
atasan masih tetap dominan.

Untuk mengubah kondisi tersebut diperlukan banyak hal yang

dapat menjadi syarat agar perubahan itu dapat terjadi. Salah satu syarat
itu adalah efektivitas

kinerja kepala sekolah dalam pengambilan

keputusan.

Untuk

menunjang

terwujudnya

efektivitas

kinerja

sistem

pengambilan keputusan terdapat tantangan lain yang cukup mendesak.

Salah satu yang amat penting adalah pengembangan pengelolaan sistem
informasi pendukung pengambilan keputusan di sekolah.

Secara garis besar sistem informasi menurut Davis (Supandi dan
Achmad Sanusi, 1988:33) mengacu pada hal berikut:

1) Sistem informasi manajemen (SIM) harus mampu menampung
proses pencarian atau kepenasaranan memeriksa data sebelum

diputuskan atau dengan cara adhoc. Oleh karena itu sistem

harus mampu merangsang yang berkepentingan untuk
memeriksa situasi yang nampaknya perlu menjadi perhatian.

2) SIM harus didesain sedemikian rupa sehingga mengandung
model keputusan yang memproses data dalam mengahasilkan
altematif penyelesaian. Model ini harus mampu membantu
melancarkan analisis alternatif-alternatif ini.

3) Hasil dari desain model ini hendaknya dimuat dalam suatu
format yang mendorong pengambilan keputusan. Bila

keputusan itu telah diambil maka format itu harus mampu
menjadi bahan koleksi umpan balik di masa mendatang.

Kepala sekolah dalam melaksanakan tugas pokoknya maupun
melaksanakan pembaharuan yang bersifat inovatif

memerlukan

14

dukungan data dan infomasi. Setiap pengambilan keputusan yang logis
membutuhkan pemahaman dan pengetahuan mengenai altematif
pemecahan masalah dengan dukungan data dan informasi. Data dan

Informasi di sekolah perlu disusun dan disimpan secara sistematis agar
mudah ditemukan dengan cepat dan digunakan sebagai bahan
pengambilan keputusan.

"Melalui pendekatan yang sistematis dalam mempergunakan
informasi, maka pengambilan keputusan pada dasarnya adalah suatu
pendekatan pada hakekat suatu masalah, pengumpulan fakta-fakta
penentuan yang matang dari altematif yang dihadapi dan
pengambilan tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan

yang paling tepat." (Suryadi &Ramdhani, 2000 :1)

Pernyataan tersebut memberikan pemahaman yang lebih tegas lagi
bahwa sekolah perlu memperhatikan sistem pengelolaan data.
Kemampuan dalam bidang ini pada dasarnya dapat menjadi dasar dari

sukses pengembangan. Membandingkan anatara realita yang dapat
dilihat di lapangan dengan idealisme yang berkembang, terdapat jarak
yang cukup jauh. Sejauh yang dapat diketahui penulis di Kota Bogor,
sistem pengarsipan sebagai pendukung data sekolah belum dapat

dikatakan dapat menunjang pembaharuan sekolah. Contoh lain yang
terungkap temuan pengawas pembina, sistem pendataan siswa melalui

pemanfaatan buku induk masih lemah. Itu hanya merupakan beberapa
contoh lemahnya daya dukung data dan informasi.

Apabila dikaitkan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, khususnya dalam pengelolaan informasi dengan menggunakan

komputer, maka ceritanya akan lain lagi. Sudah banyak diungkapkan

15

bahwa penggunaan komputer selama ini di sekolah baru sampai pada
tahap pengganti mesin ketik. Dalam

menghadapi

dinamika

perkembangan teknologi informasi yang ditandai dengan setiap

keunggulannya semakin cepat tergantikan dengan keunggulan lain yang
lebih baru dalam kurun waktu yang singkat, sekolah saat ini dihadapkan
pada tantangan yang besar yaitu tantangan untuk keluar dari lingkar
ketertinggalan informasi dan bagi sebagiannya yang kuat tertinggal dalam
mengelola sistem informasi yang efisien dengan menggunakan komputer.

Tantangan di atas terumuskan dalam pernyataan yang diungkapkan
Syamsi, (1999: 102) sebagai berikut:

1.

Kemampuan untuk memberikan macam dan jumlah informasi yang
benar-benar dibutuhkan

2.

Menyampaikan informasi yang memenuhi persyaratan dan mudah
dimengerti pimpinan."

Diletakan dalam dinamika kehidupan dan berbagai perubahan baik

yang dirancang maupun perubahan-perubahan yang mungkin belum
teramalkan,

kepala sekolah dihadapkan tugas kepala SLTP selalu

berkembang dinamis dan semakin lama semakin tidak mudah karena

semakin banyak ketidakpastian yang bakal muncul. Dimensi lain yang
perlu dikembangkan adalah pemenuhan kebutuhan

pelayanan

masyarakat yang semakin kritis, tuntutan kemandirian sekolah menjelang
otonomi, maupun tantangan global dalam menempatkan sumberdaya
manusia yang kompetitif. Dalam menghadapi berbagai dilema, tidak ada

16

pilihan lain bagi kepala sekolah selain harus selalu meningkatkan
produktivitas sekolah, mampu melakukan pembinaan siswa yang dapat
memenuhi harapan hidup pada jamannya. Untuk dapat mewujudkan itu

kepala sekolah harus memiliki daya predisi, daya proyeksi, bahkan daya
konjeksi yang kuat untuk meningkatkan efektivitas setiap keputusan yang
diambilnya.

Kembali pada fokus bahwa dunia pendidikan kita dihadapkan pada

tantangan perubahan. Setiap sekolah diharapkan dapat bersiap
mengimplementasikan MBS. Menyadari berbagai kekurangan yang

dikemukakan di atas sepertinya kita masih dibayangi dengan berbagai
kelemahan. Syarat kemandirian sekolah yang lebih ditandai dengan
kreativitas dan kekuatan dalam pengambilan keputusan masih perlu
pengembangan lebih serius.

Untuk melengkapi uraian di atas, agaknya beberapa indikator lain

tentang

rendahnya efektivitas

pengambilan

keputusan.

Menurut

pengamatan sepintas di Kota Bogor yang dapat diungkapkan adalah
sebagai berikut:

a. Pemahaman

kepala

SLTP

mengenai

langkah-langkah

pengambilan keputusan yang efektif masih lemah..

b. Dominasi peran kepala sekolah yang yang mendominasi dalam
pengambilan keputusan masih sangat kuat, secara empirik hal

ini dapat diketahui dari visi dan misi sekolah yang disusun oleh

kepala sekolah atau guru tertentu yang ditunjuk atau pada

17

proses penyusunan program tahunan sekolah yang

belum

melalui pengkajian yang melibatkan banyak pihak.

c. Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen (SIM) di sekolah

belum efektif dalam mendukung pengambilan keputusan kepala
sekolah, hal ini ditandai dengan lemahnya pengelolaan

informasi di sekolah sehingga informasi yang dapat
dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan sangat terbatas.

d. Penentuan ukuran penilaian efektivitas pengambilan keputusan
baik dari sisi tujuannya maupun dari sisi harapannya masih
lemah, hal ini dapat diketahui bahwa sekolah belum

memberdayakan program yang telah diputuskannya menjadi
alat pengukuran bersama, sebagai bahan evaluasi, bahkan

sebagai input untuk penyusunan program berikutnya.

Pokok-pokok persoalan yang menyebabkan rendahnya efektivitas

pengambilan keputusan kepala SLTP di atas, dijadikan alasan pentingnya

masalah ini diteliti. Pada sisi lain materi pengambilan keputusan sangat
relevan dengan program studi administrasi pendidikan yang penulis

tekuni, di samping pengambilan keputusan sebagai komponen
manajemen yang strategis, menantang, dilematis, dalam mengembangkan

sekolah sesuai dengan tantangan perubahan kebutuhan hidup baik dalam
meraih persaingan komparatif mapun kompetitif bangsa dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas.

18

B.

Permasalahan

Pokok permasalahan yang akan menjadi fokus kajian adalah:

Sejauh mana tingkat efektivitas sistem pengambilan keputusan
yang dilakukan kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di
lingkungan Kota Bogor dalam mencapai tujuan lembaganya.
Pokok permasalahan tersebut dijabarkan ke dalam pertanyaan berikut ini:
1. Langkah-langkah apakah yang Kepala SLTP lakukan dalam
proses pengambilan keputusan ?

2. Bagaimana kepala sekolah melibatkan berbagai pihak dalam
menentukan altematif terpilih dalam mengambil keputusan?

3. Bagaimana kepala SLTP mengelola informasi pendukung
pengambilan keputusan?

4. Model Sistem pengambilan keputusan yang bagaimana yang
paling efektif dilaksanakan kepala SLTP dalam mencapai tujuan
lembaganya?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini untuk memperoleh model pengambilan
keputusan yang diangkat dari deskripsi empirik mengenai efektivitas
pengambilan keputusan yang dilakukan Kepala SLTP dalam usaha
untuk mencapai tujuan lembaganya.

19

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus kajian ini untuk menghimpun data empirik tentang
efektivitas sistem pengambilan keputusan yang dilakukan kepala
SLTP dan menganalisis data yang diperoleh yang terfokus pada
upaya :

1 Memperoleh gambaran tentang langkah-langkah kepala SLTP
dalam pengambilan keputusan.

2 Memperoleh gambaran tentang bagaimana kepala sekolah

melibatkan berbagai pihak dalam menentukan altematif terpilih
pada pengambilan keputusan.

3 Memperoleh gambaran tentang efektivitas kepala SLTP
mengelola sistem informasi pendukung pengambilan keputusan

4 Menperoleh gambaran tentang model sistem

pengambilan

keputusan yang efektif digunakan kepala SLTP

dalam

mencapai tujuan lembaganya.

D. Manfaat Penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebaqai

berikut:

a

Secara teoritis akan dikaji dan dianalisis efektivitas proses pengambilan
keputusan yang dilakukan kepala SLTP sehingga dapat menghasiikan

keputsan yang dapat mencapai tujuan yang ditetapakan lembaganya serta
dapat diterima oleh stafnya.

Melalui pemahaman yang mendalam

20

terhadap

pola identifikasi masalah, pengelolaan sistem informs!

pendukung, menetukan altematif, relevansi dengan visi.

Dari penelitian ini diharapakan dapat diperoleh pengetahuan

tentang pola pengambilan keputusan oleh kepala sekolah, seberapa
banyak pihak yang teriibat dalam menentukan keputusannnya.

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan berguna (1) sebagai
masukan bagi para kepala SLTP di Bogor sebagai bagian yang dapat
dipertimbangkan

dalam

rangka

meningkatkan

efektivitas

kepemimpinannya untuk meningkatkan produktivitas sekolah. (2)
informasi ini diharapkan pula menjadi bahan masukan dalam mendorong
terjadinya reformasi pendidikan. (3) melalui penelitian ini pun diharapkan
memperoleh sistem pengambilan keputusan yang efektif yang digunakan

kepala SLTP sehingga dapat digunakan sebagai kesiapan menyongsong
reformasi pendidikan dengan menggunakan model manajemen
peningkatan mutu berbsis sekolah

E. Paradigma Penelitian

Dalam

melaksanakan

tugasnya

Kepala

Sekolah

selalu

diahadapkan pada berbagai masalah yang harus dipecahkan. Yang
dimaksud dengan masalah adalah ketidaksesuaian antara situasi yang
ada dengan keadaan yang diharapkan (Sherry Keith, hal 121, 191). Lebih

lanjut dijelaskannya bahwa masalah dapat dibagi dalam beberapa
klasifikasi. Masalah oprasional adalah masalah yang perlu mendapat

penanganan segera dalam jangka pendek, dan masalah stratejil
masalah yang perlu pengelolaan dalam jangka panjang yang menyangkut
pencapaian tujuan organisasi. Masalah juga dapat dilihat dari strukturnya
yang mudah, rutin, dan sederhana ; namun terdapat pula masalah yang
kompleks dan sangat sedikit sekali dipahami.

Kepala sekolah selalu menghadapi berbagai masalah yang harus

dipecahkan. Pemecahan masalah sesungguhnya merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari proses pengambilan keputusan. Untuk dapat
mengambil keputusan yang tepat kepala sekolah perlu memahami dengan
baik masalah

sebagaimana adanya, serta memahmi asas normatif

sebagai pembenaran atas setiap tindakan yang dilakukan dalam
pengambilan keputusan.

Secara normatif langkah-langkah keputusan itu perlu dilakukan

secara bersistem, berfokus pada kepentingan siswa, serta didukung

dengan informasi yang efektif. Di samping itu visi yang jelas juga menjadi

dasar untuk pengambilan keputusan. Hal yang tidak kalah pentingnya,
efektivitas pengambilan keputusan juga memerlukan pendudung gaya
kepemimpinan yang fasilitatif dan demokratis.

Untuk dapat memahami setiap masalah yang dihadapi kepala

sekolah memerlukan informasi. Oleh karena itu, pengambilan keputusan

yang efektif perlu didukung dengan sistem manajemen informasi yang

efektif pula. Pengelolan informasi merupakan tugas yang amat penting
dan amat mendasar. (Turney hal 82)

22

Pimpinan sekolah memerlukan jaringan informasi dalam rangka
mempermudah dan memperlancar tugas-tugas perencanaan, tugas-tugas
pengaturan pelaksanaan dan tugas-tugas pengendalian. Secara khusus

informasi diperlukan untuk mempermudah pimpinan sekolah dalam
pengambilan keputusan.

Dalam melaksanakan tugas manajerial kepala sekolah mengontrol
teknis administrasi bawahannya sebagai bentuk pengendalian kinerja,
mengendalikan kinerja guru serta memberdayakan sarana prasarana.

Pada sisi ini kepala sekolah perlu memahami dengan baik apa yang
menjadi kekuatan dan kelemahan yang melekat pada sekolahnya.
Dalam

mewujudkan

tujuan

organisasinya

kepala

sekolah

melakukan perja sama dengan orang-orang. Dalam hal ini, kepala sekolah

perlu memahami dengan baik sumber daya manajemen yang ada pada

lembaganya.

Sehingga kepala sekolah memiliki pemahaman tentang

peluang yang dimiliki serta ancaman bagi sekolahnya. Menjadi bagian
penting

dari lembaganya untuk dapat mengambil keputusan secara

efeiktif sebagai bentuk pertanggung jawaban melalui pencapaian tujuan
kelembagaan; mewujudkan visi dan misi sekolah; melalui pengendalian
proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi; yang keseluruhannya

bermuara pada pelayanan sekolah yang baik bagi peningkatan kualitas
kinerja belajar siswa.

SUMBERDAYA EKSTERNAL

|

PEMECAHAN MASALAH

LANGKAH PENGAMBILAN
KEPUTUSAN

Mendefinisikan masalah.

Menentukan tujuan
Menghimpun altematif.

KEPALA

Tes altematif

SEKOLAH

Menentukan rencana implementasi

Menentukan altematif terbaik

KEPU
KRITERIA PENGAMBILAN

TUSAN

KEPUTUSAN

SISTEM

INFORMASI

Langkah pengambilan keputusan
sistematis

EFEKTIF

Ketepatan informasi

Berdasarkan visi dan misi yang jelas.
Mengarah pada tujuan
Berpusatpada kepentingan siswa
Kepemimpinan fasilitatif dan demokratis
BALKAN

ISO

SUMBERDAYA INTERNAL

Gambar 1

BAB III.

PROSEDUR PENELITIAN
A.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan

kualitatif. Menurut Lexy Moleong (1990) penelitian kualitatif berakar pada
latar alamiah sebagai keutuhan, mengandalkan manusia sebagai alat
penelitian, mamanfaatkan metode kualitatif dan mengadakan analisis

data secara induktif. Penelitian kualitatif lebih mementingkan proses
daripada hasil . Menghendaki adanya batas penelitian atas dasar fokus

yang timbul sebagi masalah, memiliki seperangkat kriteria untuk mengukur

keabsahan data melalui kesepakatan antara peneliti dengan subyek yang
diteiiti.

Studi deskriptif berusaha mendeskripsi dan menginterpretasi apa
yang ada. la bisa mengenai kondisi atau hubungan yang ada, pendapat
yang sedang tumbuh, proses yang sedang berlangsung, akibat efek yang
terjadi, atau kecendrungan yang tengah berkembang. Studi deskriptif

terutama berkenaan dengan masa kini, meskipun tidak jarang juga
memperhitungkan peristiwa masa lampau dan pengaruhnya terhadap
kondisi masa kini.(Sanafiah Faisal, 1982: 119)

S. Nasution (Sukarti, 1999:85) mengemukakan bahwa penelitian

kualitatif pada hakekatnya mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran

mereka tentang dunia sekitamya. Pengertian itu membuat kerangka
85

86

aktivitas bahwa seseorang peneliti akan berfungsi sebagai instrumen
yang terjun ke lapangan dalam waktu tertentu, mengumpulkan informasi
yang relevan dengan masalah dan tujuan penelitian.'

Menyangkut karakteristik metode penelitian kualitatif lebih lanjut
Nasution mengemukakan (Nasution, 1992 : 9-12) : (1) Sumber data ialah

situasi yang wajar atau natural setting (2) Peneliti sebagai instrumen
penelitian. (3) Sangat deskriptif (4) Mementingkan proses maupun produk

(5). Mencari makna . (6) Mengutamakan data langsung. (7) Triangulasi.

(8) Me-nonjolkan rincian kontekstual. (9) Subyek yang diteiiti dipandang
berkedudukan sama dengan peneliti. (10) Mengutamakan perspektif emic.
(11) Verivikasi. (12) Sampling yang purposif. (13) Menggunakan audit trail

(14) Partisipasi tanpa mengganggu (15) Mengadakan analisis sejak awal
penelitian. (16) Disain penelitian tampil dalam proses penelitian
Dengan demikian metode penelitian kualitatif berkarakteristik

(1) Pengambilan data dilaksanakan dalam suasana yang naturalistik, yang
wajar.

(2) Sampel bersifat purposif dengan tidak mementingkan jumlah.
(3) Hasil penelitian berupa deskripsi, tidak mementingkan jumlah.
(4) Analisis data dilakukan secara terus menerus untuk mencari makna
kontekstual.

(5) Kesimpulan ditarik melalui proses verifikasi dan triangulasi.

87

B. Lokasi dan Subyek Penelitian
1. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian di Kota Bogor, secara khusus beriokasi di

SLTP Negeri 1, SLTP Negeri 6 dan SLTP Negeri 13.

SLTP Negeri 1 sekolah paling diminati masyarakat Kota Bogor,
Sementara itu, SLTP 6 merupakan sekolah yang sedang mengalami
berbagai perubahan yang cukup menarik minat masyarakat sehingga
berada pada kelompok tengah, SLTP Negeri 13 yang baru berdiri
pada tahun 1992 termasuk sekolah yang belum lama berdiri, berada di

pinggiran Kota Bogor, dengan standar NEM masuk yang rendah.

2. Subjek Penelitian

Yang dimaksud dengan subyek penelitian dalam hal ini

merujuk pada populasi, sampel sebagai sumber data penelitian,
misalnya, dokumen arsip keputusan kepala sekolah,

dokumen

program sekolah, dan perangkat teknologi yang digunakan di sekolah
dalam menunjang pengambilan keputusan.

Studi dokumentasi ini sangat penting sebagai langkah
mendeskrip-sikan atau menggambarkan hal-hal yang berkenaan

dengan masalah penelitian yang berkenaan dengan efektivitas

pengambilan keputusan. Dokumen juga dapat digunakan sebagai
bahan triangulasi dan member check terhadap kebenaran keterangan
responden.

88

Pendapat Lofland dan Lofland (Maleong, 1988:112) bahwa
sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan.

Kata-kata dan tindakan orang diamati atau diwawancarai
menjadi sumber utama. Pencatatan sumber data melalui wawancara

dipadukan dengan kegiatan melihat, mendengardan bertanya.
Untuk memenuhi hal tersebut, maka subjek penelitian sebagai

sumber data diambil

3 orang kepala sekolah sebagai pimpinan

organisasi, 3 wakil kepala sekolah yang terbagi 1 orang pada tiaptiap sekolah, 3 orang guru yang terbagi 1orang dari tiap sekolah.

Sesuai dengan pendekatan yang dilakukan dalam penelitian

kualitatif, maka dalam upaya melengkapi data subyek tersebut dapat
berubah atau tidak permanen. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan
wawancara dapat dilakukan terhadap sejumlah orang tersebut di atas

atau dapat berkembang lebih luas dari yang ditetapkan dengan batas
keluasan untuk memperoleh data yang sesuai dengan permasalahan
yang diteiiti.

C. Definisi Operasional Variabel

Beberapa variabel yang dalam penelitian ini menggunakan
batasan-batasan berikut:

Pengambilan keputusan "decision making" ialah menetapkan atau
menentukan pilihan-pilihan berdasarkan bukti, informasi, kepercayaan

89

yang masuk akal, lugas, dan relevan dengan tujuan yang ditetapkan
semula. (Supandi &Ahmad Sanusi, 1988 : 60).

Pengambilan keputusan Pengambilan keputusan biasanya

digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan proses tentang
bagaimana keputusan itu dibuat. Proses itu sendiri dilakukan secara sadar

dan sengaja untuk memilih satu pilihan terbaik dari beberapa aiternatif.
(Turney, hal 69).

Aktivitas pengambilan keputusan tidak hanya menentukan pilihan
untuk melakukan suatu aktivitas, namun meliputi pilihan untuk tidak
melakukan apa pun (Sargent, 1976, Turney hal 70)

Pengambilan keputusan juga merupakan proses penyelesaian
masalah dengan mempertimbangkan berbagai pilihan. Sebagai suatu
proses memilih suatu aiternatif cara bertindak dengan metode yang
efisien sesuai dengan situasi. Proses itu untuk menemukan dan
menyelesaian masalah organisasi. (Salusu, 1996: 44)
Batasan lain menyatakan bahwa Pengambilan keputusan adalah

penciptaan kejadian-kejadian dan pembentukan masa depan. (Drummond
,1991: xvii)

Dalam setiap pengambilan keputusan diperlukan informasi.

Informasi is data that have been put into meaningful and useful context

and communicated to a recipient who uses it to make decisions. (John
Burch &Gary Grudnitski, 1989 : 5) Informasi adalah data yang telah
diproses sehingga bermakna dan dapat bermanfaat serta dapat
dipergunakan sebagai bahan pengambilan keputusan.

Keputusan efektif adalah yang dapat direalisasikan sehingga dapat
mendorong tercapainya tujuan organisasi. Keputusan yang efektif adalah

90

yang dapat diterima oleh staf. Keputusan yang keseluruhan nilai yang
terkandungnya merupakan pengejawantahan visi dan misi adalah esensi
untuk mencapai prestasi yang tinggi serta akan menentukan strategi
dalam pekerjaannya maupun dalam pengambilan keputusanfTurney,
1992:21)
Keputusan yang efektif lahir dari kepemimpinan kepala sekolah yang

efektif adalah yang
kebijakan

dan

melibatkan seluruh guru dalam pengambilan

penyusunan

kurikulum.

Mempromosikan

staf secara

konsisten, berkolaborasi dalam penetapan tujuan organisasi, dan guru
memainkan peran dan bersikap positif terhadap siswa.Turney, 1992;
129)
Pengambilan keputusan yang efektif sangat bergantung

pada

tingkat kualitas pemrosesan informasi dan manajemen. (Evans, 1981)

Bagaimana informasi itu diberi makna dan diinterpretasikan dalam
konteksnya merupakan bagian penting dalam pengambilan keputusan.
Efektivitas penanganan informasi adalah

dalam

peran

kepala sekolah sebagai

unsur yang terpenting

pengambil keputusan.

Tidak

terorganisirnya akses informasi akan menjadi kendala utuma efektivitas
dalam pengambilan keputusan(Tumey, 1992 ;82)
Proses

pengelolaan

informasi

juga

sangat

bergantung

pada

teknologi yang digunakan, dan efektivitas teknologi juga bergantung pada

tingkat kesadaran , pengetahuan, dan keterampilan staf.
Kita ketahui bahwa dalam sekolah yang efektif terdapat kepuasan

seluruh kelompok yang bekerja di sekolah terhadap outcomes yang
mereka kelola.(Turney, 1992).

91

D. Instrumen Penelitian

Sebagai mana yang telah dipaparkan dalam teknik pengumpulan
data bahwa instrumen yang digunakan antara lain: (1) pedoman
wawancara (2) pedoman penilaian dokumen.

Instrumen penelitian

terlampir.
E.

Pelaksanaan Penelitian

Pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara, dan penilaian dokumen. Kegiatan itu akan dilakukan setelah

melengkapi semua perangkat penelitian, pedoman penilaian dokumen,
maupun alat bantu lainnya. Suatu hal yang amat penting yaitu
mempelajari situasi lokasi dan kondisi subjek dan lokasi penelitian.

Pengumpulan data akan dilaksanakan dengan menempuh
langkah-langkah seperti berikut.

(1)

Mengurus perijinan dari sekolah tempat penelitian. Hal ini dilakukan

dengan maksud agar pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan
penelitian dapat menerima kegiatan ini.

(2) Melakukan survey dalam rangka mengumpulkan data dan
memperoleh

gambaran

permasalahan

tentang

efektivitas

pengambilan keputusan kepala SLTP.

(3) Melakukan wawancara dengan menggunakan alat bantu yang telah
disediakan. Wawancara lebih ditekankan pada prinsip snowball
samping

yang artinya tidak bergantung pada besarnya jumlah

responden, akan tetapi bergantung pada pemenuhan data, berapa

92

pun jumlah yang diwawancara, apabila dipandang data lengkap
penelitian akan dipandang cukup.

(4) Materi wawancara akan mengacu pada pedoman yang telah dibuat
sebelumnya, serta diupayakan dalam suasana kekeluargaan, santai,
dengan dialog terstruktur.

(5) Melihat dan menilai dokumen-dokumen yang berhubungan dengan
efektivitas pengambilan keputusan kepala SLTP dan dapat
difotocopy sebagai kelengkapan dokumen otentik.

F. Pengolahan dan Analisis Data yang Relevan

Data yang sudah dikumpulkan akan diolah dengan teknik kualitatif.

Pada prinsipkan pengolahan data akan dilakukan melalui tiga tahap, yaitu
: reduksi, display, dan verifikasi. Pada tahap reduksi akan diupayakan
untuk menemukan hal-hal pokok tentang objek penelitian, yaitu tentang
efektivitas pengambilan keputusan Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama.

Pada tahap display akan dilakukan perangkuman informasi secara

sistematis sehingga tema sentral yang berhubungan dengan efektivitas

pengambilan keputusan Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dapat
diketahui secara jelas.

Pada tahap verifikasi dilakukan pemaknaan yang relevan atas

kesimpulan sesuai dengan tema penelitian yaitu Efektivitas Pengambilan
Keputusan Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Kota Bogor.

93

Pengolahan dan pelaksanaan analisis data akan melalui tahap-tahap
kegiatan di bawah ini.

(a) Memeriksa kelengkapan catatan berdasarkan pertanyaan
wawancara, observasi dan studi dokumenter. Seandainya catatan

dan lembaran jawaban belum berisi, maka responden akan

dihubungi kembali untuk membantu melengkapi data yang
diperlukan.

(b) Memberi skor dengan angka yang kemudian diterjemahkan ke
dalam pernyataan kualitatif yang dihimpun melalui penelitian
lapangan tersebut.

(c) Mentabulasi semua data kualitatif yang masuk dengan merinci
setiap aspek berdasarkan temuan penelitian.

(d) Menganalisis,