PENILAIAN DIRI DAN INTERAKSI NEGATIF SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB KETIDAKBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH : Studi pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

(1)

PENILAIAN DIRI DAN INTERAKSI NEGATIF SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB KETIDAKBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH (Studi pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai

Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

OLEH

WINA DESI FITRIANA WITARSA 0800887

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

PENILAIAN DIRI DAN INTERAKSI NEGATIF SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB KETIDAKBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH (Studi pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai

Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat)

Oleh

Wina Desi Fitriana Witarsa

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Wina Desi Fitriana Witarsa2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

WINA DESI FITRIANA W 0800887

Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah

(Studi pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat)

Disetujui dan Disahkan oleh Pembimbing:

Pembimbing I

Dr. H. Uyu Wahyudin, M.Pd. NIP. 19600926 198503 1 003

Pembimbing II

Drs. Nunu Heriyanto, M.Si. NIP. 19560810 198101 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan

Universitas Pendidikan Indonesia

Dr. Jajat S. Ardiwinata, M.Pd NIP. 19590826 198603 1 003


(4)

PENILAIAN DIRI DAN INTERAKSI NEGATIF SEBAGAI FAKTOR PENYEBAB KETIDAKBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH

(Studi pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja)

Wina Desi Fitriana W1

Abstrak

Penelitian ini dilakukan terhadap faktor penyebab ketidakberdayaan pada remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja (BPSBR) Provinsi Jawa Barat. Adapun tujuan dari penelitian yang dirumuskan ini yaitu untuk: 1) Mengungkap data tentang gambaran penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya. 2) Mengetahui apakah penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah. 3) Mengungkap data tentang harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

Kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari konsep diri, penilaian diri, konsep interaksi sosial, konsep pemberdayaan dan ketidakberdayaan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode studi deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan berupa angket yang diberikan kepada 115 remaja putus sekolah, wawancara kepada pengelola program pemberdayaan dan observasi sedangkan teknik analisis data yang digunakan yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperkuat dengan persentase dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil analisis data disimpulkan 1) gambaran penilaian diri negatif terutama penilaian diri pada daya tarik fisik yang membuat ketidakberdayaan pada diri remaja putus sekolah dan interaksi negatif melalui penilaian sosial terhadap diri remaja putus sekolah yaitu ketidakberdayaan karena sulit untuk mengungkapkan perasaan yang sedang dirasakan. 2) Benar bahwa penilaian diri dan interaksi negatif sebagai salah satu faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di BPSBR. 3) Harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti adalah tingginya harapan keberdayaan dalam berbagai aspek terutama harapan keberdayaan pada keterlibatan dalam keputusan-keputusan rumah tangga dan harapan keberdayaan pada kesadaran hukum dan politik merupakan harapan para remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.


(5)

SELF ASSESSMENT AND NEGATIVE INTERACTIONS AS A FACTORS OF CAUSES POWERLESSNESS YOUTH DROP OUT OF SCHOOL

(Study On Social Empowerment Through Nursing Systems at the Center of Social Development Youth Empowerment )

Wina Desi Fitriana W1

Abstract

This research was conducted on the causes of powerlessness on youth drop out of school that following empowerment program through a system of social institutions in Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja ( BPSBR ) of West Java Province. The purpose of this research is formulated to : 1 ) Uncover the data about the image of self-assessment and negative interactions as factors causing dropout helplessness on the environment. 2) Determine whether the self-assessment and negative interactions as factors causing dropout helplessness. 3) Revealing data on adolescents’s hope after participating in the program through a system of social empowerment parlors in Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

The theory that used in this study consisted of a self-concept, self-assessment, the concept of social interaction, the concept of empowerment and powerlessness. This research method is used a descriptive method with a qualitative approach. The collected data techniques is used in the form of a questionnaire that given to 115 adolescents drop out of school, interviews with program managers while empowering and observation, data analysis techniques that used to describe data that is reinforced by the percentage and conclusion.

Based on the results of the data analysis is concluded 1) picture of the negative self-assessment, self-assessment primarily on physical attraction that makes powerlessness to self dropout and negative interactions through self- assessment of the social dropout is powerlessness because it is difficult to express the feelings that are being felt. 2) It is true that self-assessment and negative interactions as one of the causes of powerlessness dropout on social empowerment programs through homes system in BPSBR. 3) After following social empowerment through home system, be expected that adolescents drop out of school is have a high expectations in many aspects, especially empowerment expectations on involvement in household decision - making and empowerment expectations on legal and political. That is adolescents drop out’s hope after completing empowerment social programs through homes system in Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.


(6)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 6

1. Identifikasi Masalah ... 6

2. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritik... 7

2. Manfaat Praktis ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri ... 9

1. Pengertian Konsep Diri ... 9

2. Konsep Diri Positif dan Negatif ... 10

3. Komponen-Komponen dalam Konsep Diri ... 12

4. Proses Pembentukan Konsep Diri ... 13

5. Unsur-Unsur dalam Konsep Diri ... 14


(7)

B. Konsep Interaksi... 16

1. Pengertian Interaksi ... 16

2. Syarat-Syarat Terjadinya Interaksi ... 16

3. Ciri-Ciri Interaksi Sosial ... 18

4. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial ... 18

5. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Sosial ... 20

6. Penilaian sebagai Hasil dari Interaksi Sosial ... 22

C. Konsep Pemberdayaan ... 23

1. Pengertian Pemberdayaan ... 23

2. Pemberdayaan Pada Pendidikan Luar Sekolah ... 24

3. Kelompok Lemah dan Ketidakberdayaan ... 26

4. Indikator Keberdayaan ... 27

5. Strategi Pemberdayaan ... 28

6. Pendekatan Pemberdayaan ... 29

7. Prinsip Pemberdayaan ... 30

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Populasi Penelitian ... 31

1. Lokasi Penelitian ... 31

2. Subjek Penelitian ... 31

B. Desain Penelitian ... 32

C. Metode Penelitian... 34

D. Definisi Operasional... 37

E. Instrumen Penelitian... 38

F. Proses Pengembangan Instrumen ... 38

G. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Angket/kuesioner ... 40

2. Wawancara ... 41

3. Observasi ... 42

H. Analisis Data ... 43


(8)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48

B. Profil Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja ... 48

1. Sejarah Berdirinya ... 48

2. Motto Lembaga ... 49

3. Visi dan Misi ... 49

4. Sasaran ... 49

5. Program ... 50

6. Tahapan Pelayanan... 50

7. Jadwal Kegiatan ... 51

8. Sumber Daya Pendukung ... 53

9. Struktur Organisasi ... 54

C. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54

1. Identitas Responden ... 54

2. Penilaian Diri dan Interaksi Negatif Remaja Putus Sekolah ... 57

a) Penilaian Diri Terhadap Dirinya ... 57

b) Interaksi Negatif pada Penilaian Sosial Terhadap Dirinya ... 64

3. Harapan Remaja Putus Sekolah ... 70

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 80

1. Gambaran Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah pada Lingkungannya ... 80

a) Gambaran Penilaian Diri Terhadap Dirinya Sendiri ... 80

b) Gambaran Interaksi Negatif pada Penilaian Sosial Terhadap Diri Remaja Putus Sekolah ... 87

2. Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah ... 90

a) Penilaian Diri Terhadap Dirinya ... 91

b) Interaksi Negatif pada Penilaian Sosial Terhadap Diri Remaja Putus Sekolah ... 95


(9)

3. Harapan Remaja Putus Sekolah Setelah Menggikuti Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti ... 100

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 107 B. Saran ... 111


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Sarana/Fasilitas BPSBR ... 53

4.2 SDM yang Mendukung ... 53

4.3 Penggolongan Usia Responden ... 55

4.4 Penggolongan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.5 Penggolongan Berdasarkan Asal Daerah ... 56

4.6 Penggolongan Berdasarkan Drop Out ... 57

4.7 Penilaian Diri Terhadap Kepercayaan Diri menghadapi tantangan ... 57

4.8 Penilaian Diri Terhadap Kepercayaan Diri untuk Tampil Dihadapan Umum ... 58

4.9 Penilaian Diri Terhadap Kepercayaan Diri untuk Tidak Bergantung kepada bantuan orang lain ... 59

4.10 Penilaian Diri Terhadap Daya Tarik Fisik yang Dimiliki ... 59

4.11 Penilaian Diri Terhadap Daya Tarik Fisik Berpenampilan ... 60

4.12 Penilaian Diri Terhadap Daya Tarik Fisik Tubuh ... 60

4.13 Penilaian Diri Terhadap Kesukaan Orang Lain Pada Prilaku Remaja Putus Sekolah ... 61

4.14 Penilaian Diri Terhadap Kesukaan Orang Lain pada Pendapat Remaja Putus Sekolah ... 61

4.15 Penilaian Diri Terhadap Pengendalian Keinginan dan Dorongan untuk Membeli Barang ... 62

4.16 Penilaian Diri Terhadap Pengendalian Keinginan dan Dorongan untuk Dibelikan Barang ... 63

4.17 Penilaian Diri Terhadap Suasana Hati Bahagia yang Dialami... 63

4.18 Penilaian Diri Terhadap Suasana Hati Kesal yang Dialami... 64

4.19 Penilaian Sosial Terhadap Kepercayaan Diri dalam Menghadapi Tantangan ... 64


(11)

4.21 Penilaian Sosial Terhadap Daya Tarik Fisik Berpakaian ... 66

4.22 Penilaian Sosial Terhadap Daya Tarik Fisik ... 66

4.23 Penilaian Sosial Terhadap Kesukaan Orang Lain pada Dirinya Saat Berinteraksi ... 66

4.24 Penilaian Sosial Terhadap Kesukaan Orang Lain pada Dirinya ... 67

4.25 Penilaian Sosial Terhadap Pengendalian Keinginan dan Dorongan dalam Diri ... 67

4.26 Penilaian Sosial Terhadap Pengendalian Keinginan dan Dorongan Emosional pada Orang yang Berusia Lebih Tua ... 68

4.27 Penilaian Sosial Terhadap Pengendalian Keinginan dan Dorongan Emosional pada Orang yang Berusia Lebih Muda ... 69

4.28 Penilaian Sosial Terhadap Suasana Hati Bahagia yang Dialami ... 69

4.29 Penilaian Sosial Terhadap Suasana Hati Sedih yang Dialami ... 70

4.30 Keberdayaan pada Kebebasan Mobilitas Bepergian Keluar Rumah ... 70

4.31 Keberdayaan pada Kebebasan Mobilitas Mencari Pekerjaan ... 71

4.32 Keberdayaan pada Kemampuan Membuat Keputusan untuk Membeli Komoditas Kecil... 72

4.33 Keberdayaan pada Kemampuan Membeli Komoditas Kecil dengan Menggunakan Uang Sendiri ... 72

4.34 Keberdayaan pada Kemampuan Membuat Keputusan untuk Membeli Komoditas Besar ... 73

4.35 Keberdayaan pada Kemampuan Membeli Komoditas Besar dengan Menggunakan Uang Sendiri ... 74

4.36 Keberdayaan pada Keterlibatan Keputusan Rumah Tangga ... 75

4.37 Keberdayaan pada Keterlibatan Keputusan Rumah Tangga Mengenai Kredit Usaha... 75

4.38 Keberdayaan pada Kebebasan Dominasi Keluarga dalam Mencari Pekerjaan ... 76

4.39 Keberdayaan pada Kebebasan Dominasi Keluarga Mengenai Keturunan . 76 4.40 Keberdayaan pada Kesadaran Hukum dan Politik dengan Mengetahui Pegawai Pemerintahan ... 77


(12)

4.41 Keberdayaan pada Keterlibatan dalam Kampanye-Kampanye Masalah Penyalahgunaan Bantuan Sosial ... 77 4.42 Keberdayaan pada Keterlibatan dalam Kampanye-Kampanye Masalah KDRT ... 78 4.43 Keberdayaan pada Keterlibatan dalam Kampanye-Kampanye Masalah Penyalahgunaan Kekuasaan ... 78 4.44 Keberdayaan pada Jaminan Ekonomi dan Kontribusi Keluarga Berupa Tabungan, Rumah dan Tanah ... 79


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 4.1 Struktur Organisasi ... 54


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lamp

Usulan Pengangkatan Pembimbing... 1

SK Pengangkatan Pembimbing ... 2

Permohonan Mengadakan Penelitian ... 3

Permohonan Izin Mengadakan Penelitian ... 4

Permohonan Izin Penelitian ... 5

Surat Keterangan dari BAKESBANGPOLINMAS Daerah ... 6

Surat Izin Penelitian dari Dinas Sosial ... 7

Surat Keterangan Penelitian dari BPSBR ... 8

Lembar Frekuensi Bimbingan ... 9

Kisi – Kisi Penelitian ... 10

Angket bagi Responden ... 11

Hasil Wawancara ... 12

Hasil Observasi ... 13

Jadwal Bimbingan Fisik, Mental dan Kesenian ... 14

Jadwal Bimbingan Classical ... 15

Intruktur Bimbingan Classical ... 16


(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, masa ini merupakan masa yang amat baik untuk mengembangkan segala potensi positif yang mereka miliki. Potensi-potensi tersebut dapat berupa bakat, kemampuan, dan minat. Setiap remaja memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing. Walaupun remaja sudah bukan lagi anak-anak akan tetapi mereka belum bisa dikatakan sebagai orang dewasa. Sehingga masih sangat membutuhkan orang tua untuk membuat mereka menjadi lebih baik lagi. Mereka masih bergantung kepada orang tua untuk tumbuh dan berkembang menjadi individu yang sempurna.

Remaja bukan hanya bagian dari keluarga, mereka juga merupakan bagian dari masyarakat. Masyarakat akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan remaja. Dalam kehidupan masyarakat remaja akan berinteraksi dengan orang dewasa ataupun teman sebayanya. Interaksi dalam masyarakat itu disebut interaksi sosial. Menurut H. Bonner dalam Gerungan (2004: 62), “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.

Remaja yang melakukan interaksi sosial dengan orang dewasa atau teman sebayanya didalam masyarakat, maka segala perlakuan remaja akan mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan orang lain yang berinteraksi dengannya begitu pula sebaliknya, orang lain baik itu orang dewasa atau teman sebaya yang berinteraksi dengan remaja, maka dapat mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan remaja. Dengan kata lain interaksi sosial dapat memberikan pengaruh yang positif dan pengaruh negatif kepada remaja. Interaksi sosial dapat memperbaiki kelakuan remaja atau mengubah diri remaja menjadi lebih baik akan tetapi interaksi sosial pun dapat mengubah diri remaja menjadi tidak baik.


(16)

2

Masa remaja juga merupakan masa pencarian nilai-nilai hidup. Dengan adanya interaksi diharapkan remaja dapat menemukan nilai-nilai hidup yang dapat membentuk konsep diri remaja yang positif.

Konsep diri menurut Brehm & Kassin (1993) dalam Nina W Syam (2012: 55) bahwa: “konsep diri adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri, sifat) yang dimiliki”. Konsep diri yang positif membuat remaja akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialaminya. Sedangkan konsep diri yang negatif, yang meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, malang, gagal, tidak menarik, tidak disukai, bahkan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Dengan konsep diri yang positif remaja mampu melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan dimasa yang akan datang.

Mengingat bahwa remaja merupakan generasi penerus dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu untuk mendapatkan konsep diri remaja yang positif, mereka memerlukan bimbingan dalam perkembangannya. Menurut Sofyan S. Willis (2010: 1) bahwa: “Perkembangan menuju kedewasaan memerlukan perhatian kaum pendidik secara bersungguh-sungguh”. Dalam hal ini peranan orang tua dan sekolah sangat penting sebab remaja belum siap untuk bermasyarakat. Bimbingan guru dan orang tua amat dibutuhkan agar remaja tidak salah arah, karena dimasyarakat amat banyak pengaruh negatif yang bisa menyengsarakan masa depan remaja.

Kondisi di atas tidak akan tercipta pada remaja-remaja yang mengalami putus sekolah atau drop out. Menurut Nazili Shaleh Ahmad (2011: 134) bahwa: “drop out yaitu berhentinya belajar seorang murid baik ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti sekolah”. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Artinya putus sekolah dapat terjadi pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, ataupun pendidikan tinggi. Berhenti atau tidak selesainya seorang remaja dalam


(17)

3

menempuh jenjang pendidikan yang seharusnya maka perkembangan remaja menuju kedewasaan tidaklah berjalan lancar, hal ini dikarenakan bimbingan yang diberikan oleh guru di sekolah tidak akan ada lagi.

Adanya kondisi putus sekolah, remaja dalam perkembangannya hanya mendapatkan bimbingan dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Dalam proses perkembangannya itulah konsep diri remaja putus sekolah terbentuk. Lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang tua turut memberikan pengaruh terhadap konsep diri yang terbentuk. Respon orang tua dan lingkungan akan menjadi informasi bagi remaja putus sekolah untuk menilai siapa dirinya. Menurut Nina W Syam (2012: 56-57) bahwa: “anak-anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru dan negatif atau lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif”. Pola asuh yang keliru atau lingkungan yang kurang mendukung seperti melecehkan, menghina, bersikap tidak adil, tidak dihargai, dan lain sebagainya kepada remaja putus sekolah yang akan membuat konsep negatif dalam dirinya. Remaja putus sekolah menilai dirinya berdasarkan apa yang dialami dan didapatkan dari lingkungan

Remaja putus sekolah menilai dirinya berdasarkan apa yang dialami dan didapatkan dari lingkungan yang akan berpengaruh terhadap kehidupannya dimasa yang akan datang maka pendidikan dirasa sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya pembentukan konsep diri yang negatif dalam diri remaja putus sekolah. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 31 tentang hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan tercantum sebagai berikut: “hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang layak sepenuhnya dijamin pemerintah”. Berdasarkan pasal di atas dapat diketahui bahwa pemerintah harus memberikan pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya tidak terkecuali bagi remaja yang telah putus sekolah.

Pendidikan yang layak bagi setiap warga negaranya, pemerintah tidak hanya menyelenggarakan jalur pendidikan formal, akan tetapi ada pula jalur pendidikan non formal dan informal. Pada pasal 26 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: “Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang


(18)

4

berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat”. Pendidikan non formal ini dapat menjadi pilihan bagi remaja putus sekolah, karena berdasarkan pasal yang telah disebutkan diatas bahwa pendidikan non formal dapat berfungsi sebagai pengganti pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat termasuk bagi remaja putus sekolah.

Dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, terdapat beberapa macam pendidikan yang termasuk kedalam pendidikan non formal, diantaranya pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Pendidikan luar sekolah menurut Philips H. Coombs (Sudjana, 2001: 22-23) bahwa:

Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kegiatan yang terorganisir dan sistematis diluar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari suatu kegiatan yang lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu didalam mencapai tujuan belajarnya.

Salah satu program pendidikan luar sekolah adalah program pemberdayaan masyarakat, yaitu program yang diselenggarakan sebagai upaya pembekalan bagi masyarakat dalam kehidupannya, dimana tujuan pemberdayaan masyarakat ini dimaksudkan agar setiap orang yang telah mengikuti proses pemberdayaan mampu untuk berdaya, baik berdaya bagi dirinya sendiri maupun berdaya bagi orang-orang yang berada disekitarnya.

Pemberdayaan merupakan sarana perbaikan dan peningkatan pengetahuan, mental, fisik, serta keterampilan yang menjadi tuntutan dalam kehidupan. Banyaknya lembaga yang menyelenggarakan program pemberdayaan semakin membuka kesempatan bagi masyarakat khususnya bagi remaja putus sekolah dalam memperbaiki dirinya dan mengembangkan potensi yang dimilikinya.

Salah satu lembaga yang menyelenggarakan pemberdayaan bagi remaja adalah Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja. Lembaga ini menyelenggarakan


(19)

5

pemberdayaan bagi remaja putus sekolah dan remaja berkebutuhan khusus secara fisik. Lembaga ini memberikan pemberdayaan setidaknya kepada 240 orang remaja putus sekolah dan 120 orang remaja berkebutuhan khusus secara fisik pada setiap tahunnya. Banyaknya remaja putus sekolah di Jawa Barat yang berminat mengikuti program pemberdayaan, hal ini dapat terlihat dari kuota peserta program pemberdayaan yang selalu terpenuhi.

Pemberdayaan yang dilakukan oleh lembaga ini merupakan serangkaian kegiatan yang terdiri dari bimbingan fisik, bimbingan mental, bimbingan klasikal dan bimbingan kesenian. Selain itu ada pula beberapa keterampilan yang dapat dipilih sesuai dengan minat dan bakat remaja putus sekolah diantaranya modiste, tatarias, montir motor, elektronika, tata boga dan perhotelan. Keterampilan-keterampilan tersebut dimaksudkan untuk menunjang keberdayaan remaja putus sekolah di dunia kerja.

Pemberdayaan ditujukan bagi masyarakat lemah yang memiliki ketidakberdayaan, oleh karena itu remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan termasuk ke dalam masyarakat yang memiliki ketidakberdayaan. Remaja putus sekolah memang tidak mendapatkan bimbingan dari sekolah dalam perkembangannya, mereka hanya mendapatkan bimbingan dari keluarga dan lingkungan saja, sehingga konsep dirinya terbentuk berdasarkan apa yang dialami dan dirasakan dikeluarga dan lingkungan saja. Menurut Solomon (Suharto, 2010: 62) melihat bahwa ketidakberdayaan dapat bersumber dari faktor internal maupun eksternal. Menurutnya ketidakberdayaan dapat berasal dari : 1) penilaian diri yang negatif, 2) Interaksi negatif dengan orang lain.

Berdasarkan pendapat tersebut, tidak menutup kemungkinan lingkungan, pengalaman, dan pola asuh orang tua yang mempengaruhi konsep diri yang terbentuk. Remaja putus sekolah tidak mendapatkan bimbingan dari sekolah seperti remaja pada umumnya sehingga hanya respon orang tua dan lingkungan yang akan menjadi informasi bagi remaja putus sekolah untuk menilai siapa dirinya. Hanya orang tua atau keluarga dan lingkunganlah yang membentuk penilaian remaja putus sekolah terhadap dirinya. Akan tetapi yang membuat remaja putus sekolah menjadi memiliki ketidakberdayaan adalah penilaian diri


(20)

6

yang negatif dan interaksi yang negatif, apakah benar penilaian diri yang negatif dan interaksi yang negatif yang menjadi faktor penyebab ketidakberdayaan pada remaja putus sekolah?. Mengingat begitu pentingnya penilaian diri yang merupakan konsep diri seseorang untuk dinilai oleh orang lain dan untuk kehidupannya dimasa yang akan datang.

Maka dari permasalahan diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang “Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan, diantaranya:

a. Remaja putus sekolah hanya mendapatkan bimbingan dari keluarga dan lingkungannya dalam pembentukan konsep dirinya

b. Remaja putus sekolah memerlukan bimbingan dari pihak lain dalam pembentukan konsep dirinya selain bimbingan dari keluarga dan lingkungannya

c. Remaja putus sekolah menilai dirinya berdasarkan apa yang dialami dan didapatkan dari lingkungannya

d. Banyaknya remaja putus sekolah yang berminat mengikuti Program Pemberdayaan melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja

e. Adanya pelaksanaan program pemberdayaan remaja putus sekolah melalui sistem panti bagi remaja putus sekolah di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan dan identifikasi masalah diatas maka peneliti mencoba merumuskan masalah penelitian yaitu “ Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidak-berdayaan remaja putus sekolah pada remaja putus sekolah yang mengikuti Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Propinsi Jawa Barat”


(21)

7

Berdasarkan perumusan masalah diatas, dijabarkan ke dalam pertanyaan penelitian yang menjadi titik fokus yang penulis teliti diantaranya:

a. Bagaimana gambaran penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidak-berdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya? b. Apakah penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab

ketidak-berdayaan remaja putus sekolah yang mengikuti Program Pemketidak-berdayaan Sosial melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Propinsi Jawa Barat?

c. Bagaimana harapan para remaja putus sekolah setelah mengikuti Program Pemberdayaan Sosial melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Propinsi Jawa Barat?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: 1. Mengungkap data tentang gambaran penilaian diri dan interaksi negatif

sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya

2. Mengetahui apakah penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah yang mengikuti Program Pemberdayaan Sosial melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Propinsi Jawa Barat

3. Mengungkap data tentang harapan para remaja putus sekolah setelah mengikuti program Pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Propinsi Jawa Barat

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu: 1. Manfaat Teoritik

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang menyebabkan ketidakberdayaan pada remaja putus sekolah baik itu faktor internal maupun faktor eksternal, khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Penelitian ini merupakan pengembangan mengenai pemberdayaan remaja putus sekolah.


(22)

8

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai bahan informasi dan masukan dalam melakukan pengkajian lebih lanjut yang berhubungan dengan ketidakberdayaan remaja putus sekolah dan cara pemberdayaan bagi remaja putus sekolah.

b. Sebagai bahan kajian antara penelitian yang telah ada dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti selanjutnya terhadap aspek yang sama dengan kajian yang berbeda.

E. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penyusunan selanjutnya, penulis akan memberikan gambaran umum tentang isi dan materi yang akan dibahas yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Terdiri dari Latar Belakang Penelitian, Idetifikasi dan Perumusan Masalah, Tujuan penelitian dan Manfaat Penelitian.

Bab II Kajian Pustaka

Berisi teori-teori yang mendukung penelitian tentang penilaian diri, interaksi sosial, pemberdayaan dan ketidakberdayaan.

Bab III Metode Penelitian

Berisi tentang penjabaran mengenai metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian, termasuk komponen-komponennya.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Berisi tentang pemaparan gambaran dan pembahasan data hasil penelitian Bab V Kesimpulan Dan Saran

Berisi kesimpulan hasil penelitian dan saran penelitian. Daftar Pustaka


(23)

31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah ini adalah Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat. Lembaga ini berada dijalan Jendral H. Amir Machmud Nomor 331 Kelurahan Cigugur Tengah Kecamatan Cimahi Tengah Kota Cimahi. Peneliti memilih lokasi ini karena di lembaga ini setiap tahunnya rutin dilaksanakan program pemberdayaan sosial melalui sistem panti bagi remaja putus sekolah se-Provinsi Jawa Barat. Di lembaga ini remaja putus sekolah dari kota/kabupaten se-Provinsi Jawa Barat yang telah lolos seleksi dikumpulkan untuk mengikuti program pemberdayaan sosial selama tiga bulan. Selama pelaksanaan program tersebut, remaja putus sekolah diasramakan di lingkungan Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja. 2. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja

Provinsi Jawa Barat. Menurut Prof. Dr. Djam’an Satori, M.A dan Dr. Aan Komariah, M.Pd (2012: 45) bahwa: “pada penelitian kualitatif konsep populasi dan sempel disebut sebagai subjek penelitian atau unit analisis”. Subjek penelitian ini berhubungan dengan apa atau siapa yang diteliti.

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi narasumber, atau partisipan, informan, teman, guru atau konsultan dalam

penelitian (Djam’an dan Komariah,2012: 48). Penentuan sumber data para orang yang diwawancarai dilakukan secara purposive, yaitu dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu, karena peneliti menganggap bahwa informan tersebut dapat lebih dipercaya untuk menjadi sumber data.

Sumber data yang dipilih juga mempertimbangkan beberapa persyaratan. Sebagaimana yang dikemukakan Faisal (Sugiyono, 2012:303), sampel sebagai sumber data atau informan sebaiknya memenuhi kriteria sebagai berikut:


(24)

32

1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.

2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.

3. Mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk diminta informasi. 4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya”

sendiri.

5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti sehingga lebih menggarahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Berdasarkan kriteria sumber data tersebut maka yang menjadi subjek penelitian adalah remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di BPSBR. Informan dalam penelitian ini adalah pengelola program pemberdayaan di BPSBR. Remaja putus sekolah yang menjadi sasaran dalam program tersebut sebanyak 115 orang yang akan diberikan angket. B. Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan dalam melakukan penelitian mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi hasil penelitian.

Desain penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu: 1. Menentukan fokus penelitian

Latar belakang dalam penelitian ini adalah mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti, tempat penelitian yaitu Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat. Setelah itu peneliti mengidentifikasi masalah di lapangan, peneliti menemukan masalah-masalah yaitu remaja putus sekolah membutuhkan bimbingan selain dari keluarga dan lingkungannya dalam pembentukan konsep diri, selalu banyaknya remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan, remaja putus sekolah berada pada kondisi tidak berdaya. Oleh karena itu peneliti memfokuskan penelitian ini pada Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab


(25)

33

Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah Pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

2. Menentukan teori yang sesuai dengan keadaan lapangan

Teori-teori yang mendukung penelitian yang dilakukan yakni mengenai konsep diri, interaksi sosial, pemberdayaan dan ketidakberdayaan yang dimasukan pada BAB II Kajian Pustaka sesuai dengan konteks dan komponen penelitian 3. Menentukan sumber data

Dalam penelitian penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah, peneliti menentukan sumber data dalam penelitian yaitu remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti dan pengelola program pemberdayaan di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

4. Menentukan instrumen penelitian dan teknik pengumpulan data

Menyiapkan instrumen penelitian berdasarkan hasil pra lapangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan informasi yang akan digali serta pengumpulan data melalui angket, wawancara dan observasi mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di BPSBR. 5. Rencana analisis data

Analisis data dilakukan setelah peneliti memperoleh data tentang penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah. Kemudian data tersebut dianalisis dengan teori-teori yang berkaitan. 6. Rencana mencapai tingkat kebenaran penelitian

Peneliti melakukan pengumpulan data mengenai penilaian diri dan interaksi negatif pada remaja putus sekolah agar memperoleh data yang valid dengan permasalahan yang akan diteliti.

7. Mempersiapkan laporan penulisan dan penyelesaian penelitian

Peneliti mengerjakan laporan penulisan dari hasil penyebaran angket kepada remaja putus sekolah dilapangan yang didukung oleh hasil wawancara dan observasi yang kemudian menganalisis data mengenai penilaian diri dan interaksi negatif remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem


(26)

34

panti di balai pemberdayaan sosial bina remaja sesuai dengan teori-teori yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan data tentang penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah. Data yang diungkap sesuai dengan temuan yang ada dilapangan dengan masalah dan tujuan dari penelitian ini. Menurut pendapat Sekaran (2003) dalam (Raco, 2010: 5) menjelaskan bahwa “Penelitian adalah suatu kegiatan yang terorganisir, sistematis, berdasarkan data, dilakukan secara kritis, objektif, ilmiah untuk mendapatkan jawaban atau pemahaman yang lebih mendalam atas suatu

masalah”. Sebagaimana dikemukakan oleh Sugiyono (2009: 5) bahwa:

Secara umum data yang telah diperoleh dari penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah. Memahami berarti memperjelas suatu masalah atau informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tahu, memecahkan berarti meminimalkan atau menghilangkan masalah, dan mengantisipasi berarti mengupayakan agar masalah tidak terjadi.

Sejalan dengan pendapat diatas, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah, pemahaman tersebut untuk memperjelas sebagai informasi yang tidak diketahui dan selanjutnya menjadi tahu.

Sedangkan definisi metode penelitian menurut J. R. Raco (2010:5) adalah sebagai berikut:

Metode penelitian adalah kegiatan ilmiah yang terencana, terstruktur, sistematis dan memiliki tujuan tertentu baik praktis maupun teoritis, dikatakan sebagai kegiatan ilmiah karena penelitian dengan aspek ilmu pengetahuan dan teori, terencana karena penelitian harus direncanakan dengan memperhatikan waktu, dana, dan aksesibilitas terhadap tempat dan data.

Berdasarkan kecenderungan yang didapat dari studi dilapangan dan kesesuaian dengan tujuan penelitian, maka metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan penguatan persentase. Metode yang


(27)

35

digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yang berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual.

Peneliti menggunakan metode deskriptif karena dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran secara khusus mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan, Hal ini dikarenakan kenyataan-kenyataan yang ada dilapangan tidak dapat diramalkan. Oleh karena itu, peneliti berupaya menggali informasi berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada dengan berinteraksi langsung dengan sasaran penelitian.

Arikunto (2010: 3) mengemukakan bahwa: “metode deskriptif adalah

metode yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi, situasi, peristiwa, kegiatam, dan lain-lain yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan

penelitian”

Berdasarkan pendapat tersebut metode deskriptif merupakan metode yang memaparkan sesuatu hal dan hasilnya dibuat dalam bentuk laporan penelitian. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2011: 6) bahwa:

Pendekatan penelitian kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll. Secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Miles dan Huberman (1992:1-2) mengemukakan:

Dengan data kualitatif kita dapat mengikuti dan memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab-akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.

Sugiyono (2012:35-36) mengemukakan kapan metode kualitatif digunakan, yaitu:

1. Bila masalah penelitian belum jelas, masih remang-remang atau mungkin malah masih gelap.

Kondisi semacam ini cocok diteliti dengan menggunakan metode kualitatif, karena peneliti kualitatif akan langsung masuk ke objek.


(28)

36

2. Untuk memahami makna di balik data yang nampak.

Gejala sosial sering tidak bisa dipahami berdasarkan apa yang diucapkan dan dilakukan orang. Setiap ucapan dan tindakan orang sering mempunyai makna tertentu.

3. Untuk memahami interaksi sosial.

Interaksi sosial yang kompleks hanya dapat diurai kalau peneliti melakukan penelitian dengan metode kualitatif dengan cara ikut berperan serta, wawancara mendalam terhadap interaksi sosial tersebut.

4. Memahami perasaan orang.

Perasaan orang sulit dimengerti kalau diteliti dengan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam, dan observasi berperan serta untuk ikut merasakan apa yang dirasakan orang tersebut.

5. Untuk mengembangkan teori.

Metode kualitatif paling cocok digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data yang diperoleh melalui lapangan.

6. Untuk memastikan kebenaran.

Data sosial sering sulit dipastikan kebenarannya. Dengan metode kualitatif, melalui teknik penggumpulan data secara trianggulasi/gabungan, maka kepastian data akan lebih terjamin.

7. Meneliti sejarah perkembangan.

Dengan menggunakan data dokumentasi, wawancara mendalam kepada pelaku atau orang yang dipandang tahu, maka sejarah perkembangan kehidupan seseorang.

Mengacu pada berbagai pendapat di atas, alasan penggunaan pendekatan kualitatif didasarkan pada permasalahan dalam penelitian ini dan dengan pertimbangan-pertimbangan yang memusatkan pada remaja putus sekolah, sebagai sasaran program pemberdayaan sosial melalui sistem panti dan salah seorang pengelola program pemberdayaan sosial melalui sistem panti.


(29)

37

D. Definisi Oprasional

Untuk menghindari terjadinya kekeliruan dalam menafsirkan istilah-istilah yang terdapat dalam penulisan, maka penulis memberikan penjelasan umum maupun definisi oprasional, yaitu sebagai berikut:

1. Penilaian diri

Penilaian diri menurut Syam (2012, 57) bahwa: “pandangan diri terhadap pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri, suasana hati yang sedang dihayati, dan bayangan subjektif terhadap kondisi tubuh”.

Penilaian diri dalam penelitian ini adalah pandangan remaja putus sekolah terhadap dirinya sendiri yang menyebabkan dirinya tidak berdaya.

2. Interaksi

H. Bonner dalam Gerungan (2004: 62) berpendapaat mengenai pengertian

interaksi sosial yaitu: “interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain, atau sebaliknya”.

Interaksi sosial dalam penelitian ini adalah hubungan antara individu remaja putus sekolah dengan orang lain disekitar mereka yang menimbulkan pengalaman negatif ataupun yang mempengaruhi diri remaja putus sekolah sehingga membuat ketidakberdayaan pada diri remaja putus sekolah yang salah satunya yaitu melalui penilaian sosial.

3. Ketidakberdayaan

Solomon (1979) dalam Edi Suharto (2010: 62) mengemukakan bahwa:

“ketidakberdayaan adalah keadaan tidak berdaya yang berasal dari penilaian diri yang negatif, interaksi yang negatif dengan lingkungan atau berasal dari blockade dan hambatan yang berasal dari lingkungan yang lebih besar”.

Ketidakberdayaan dalam penelitian ini adalah ketidakberdayaan yang dirasakan oleh remaja putus sekolah sebelum mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja baik itu ketidakberdayaan yang disebabkan oleh faktor internal seperti penilaian diri yang negatif maupun eksternal seperti penilaian sosial yang berasal dari interaksi negatif.


(30)

38

4. Pemberdayaan

Pengertian pemberdayaan menurut pendapat Edi Suharto (2010: 59) yaitu:

“pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau

keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat”.

Pemberdayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah serangkaian kegiatan yang berupa pemberian pengetahuan dan keterampilan yang diperuntukan bagi remaja putus sekolah agar berdaya. Selama proses pemberdayaan, remaja putus sekolah diasramakan di lingkungan Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian atau alat penelitian digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 102) bahwa:

pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik, alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen penelitian, jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.

Pendapat Arikunto (2006: 149-150) mengenai beberapa metode yang instrumennya memang sama dengan nama metodenya, yaitu:

1. Instrumen untuk metode tes adalah tes atau soal tes.

2. Instrumen untuk metode angket atau kuesioner adalah angket atau kuesioner.

3. Instrumen untuk metode observasi adalah check-list.

4. Instrumen untuk metode dokumentasi adalah pedoman dokumentasi atau dapat juga check-list.

5. Instrumen untuk metode wawancara adalah pedoman wawancara.

Melihat dari konsep diatas maka peneliti dalam melakukan penelitian Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah pada Program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem Panti menggunakan instrumen angket, pedoman wawancara dan pedoman observasi. F. Proses Pengembangan Instrumen

Proses pengembangan instrumen yaitu pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan praktik pengembangan instrumen dan tahapan pengambilan data dilapangan, yang terdiri dari beberapa hal berikut ini:


(31)

39

1. Penyusunan kisi-kisi

Penyusunan kisi-kisi penelitian merupakan pedoman dalam pembuatan alat pengumpul data. Kisi-kisi disusun secara sistematik dan relevan dengan kebutuhan dari permasalahan yang diajukan oleh peneliti. Kisi-kisi penelitian mengenai Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah pada Program Pemberdayaan Sosial melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat. Adapun kegiatan dalam penyusunannya adalah:

a. Merumuskan permasalahan penelitian dengan indikator-indikator dan sub-indikator yang akan dijadikan sebagai pertanyaan-pertanyaan;

b. Menyusun pertanyaan-pertanyaan yang dirumuskan secara jelas dan mudah dimengerti oleh remaja putus sekolah (narasumber) serta kemungkinan-kemungkinan jawaban yang telah disediakan;

c. Menyusun kembali kedalam bentuk pertanyaan dan kemungkinan jawaban yang sebenarnya dengan disertai pengantar serta petunjuk pengisian.

2. Revisi Instrumen Penelitian

Diadakannya revisi instrument penelitian ini adalah untuk memperbaiki instrumen penelitian yang sudah dibuat sebelumnya yang kemudian diserahkan kepada dosen pembimbing, jika terdapat kelemahan atau kekurangan dari instrument penelitian tersebut. Pada tahap revisi ini, diadakan perbaikan dan penyempurnaan kembali pada instrument penelitian yang berupa angket, pedoman wawancara dan pedoman observasi yang siap dipergunakan.

3. Memperbanyak Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang sudah direvisi dan siap dipergunakan selanjutnya diperbanyak sesuai dengan jumlah narasumber dalam penelitian Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah pada Program Pemberdayaaan Sosial Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

4. Penyebaran Instrumen Penelitian

Setelah instrumen penelitian diperbanyak, maka langkah selanjutnya adalah penyebaran angket kepada narasumber yang telah ditentukan yaitu para


(32)

40

remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat. G. Teknik Pengumpulan Data

Tujuan dilakukannya penelitian ke lapangan adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang diinginkan tentunya data dan informasi yang sesuai dengan masalah yang diteliti, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data untuk memperoleh data dan informasi tersebut.

Menurut Nurul Zuriah (2006:171) penggunaan teknik dan alat pengumpul data yang tepat memungkinkan diperolehnya data yang objektif. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Beberapa teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu:

1. Angket/Kuesioner

Angket atau kuesioner merupakan salah satu dari teknik pengumpulan data yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri narasumber. Menurut Nurul Zuriah (2006: 182) bahwa: “angket atau kuesioner adalah alat pengumpul informasi dengan cara menyampaikan pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh narasumber”.

Metode angket dapat digunakan dalam metode kualitatif. Sebagaimana Kartono (1996:217) kemukakan, “…Metode angket juga dipakai untuk memperoleh informasi-informasi yang kualitatif”. Angket ditujukan untuk sasaran melalui sejumlah pertanyaan-pertanyaan mendalam mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah.

Menurut S. Margono (1997) dalam Nurul Zuriah (2006: 182) kuesioner diklasifikasikan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut:

a. Kuesioner berstruktur: kuesioner ini disebut juga kuesioner tertutup, berisi pertanyaan-pertanyaan yang disertai sejumlah alternative jawaban yang disediakan. Responden dalam menjawab terkait pada sejumlah kemungkinan jawaban yang sudah disediakan.


(33)

41

b. Kuesioner tak berstruktur: kuesioner ini disebut juga kuesioner terbuka, dimana jawaban responden terhadap setiap pertanyaan kuesioner bentuk ini dapat diberikan secara bebas menurut pendapat sendiri.

c. Kuesioner kombinasi berstruktur dan tak berstruktur

Sesuai dengan namanya, pertanyaan ini satu pihak memberi alternatif jawaban yang harus dipilih, di lain pihak member kebebasan kepada responden untuk menjawab secara lanjutan dari jawaban pertanyaan sebelumnya.

d. Kuesioner semi terbuka

Kuesioner yang memberi kebebasan kemungkinan menjawab, selain dari alternatif jawaban yang sudah tersedia.

Jenis angket atau kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner berstruktur, karena kuesioner yang dibuat oleh peneliti dalam penelitian ini merupakan kuesioner tertutup yang berupa pertanyaan-pertanyaan disertai dengan beberapa alternatif jawaban yang disediakan sehingga narasumber dapat memilih alternatif jawaban yang paling sesuai dengan kondisi atau situasi yang dirasakan.

2. Wawancara

Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari informan yang lebih mendalam. Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi penting yang diinginkan. Dalam kegiatan wawancara terjadi hubungan antara dua orang atau lebih, dimana keduanya berprilaku sesuai dengan status dan peranan mereka masing-masing. Menurut Nurul Zuriah (2006: 179) menyatakan bahwa: “wawancara ialah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula”.

Ciri utama dari wawancara adalah adanya kontak langsung antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewee). Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara.


(34)

42

Wawancara yang dilakukan adalah untuk mendapatkan informasi mengenai penilaian diri dan interaksi negatif pada remaja putus sekolah serta mengenai pemberdayaan sosial melalui sistem panti bagi remaja putus sekolah di BPSBR, peneliti berperan sebagai pencari informasi (interviewer) dan yang berperan sebagai sumber informasi (interviewee) adalah seorang orang pegawai di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja.

Sugiyono (2009: 194) mengemukakan beberapa macam wawancara yang dapat dilakukan melalui tatap muka maupun dengan menggunakan telepon, yaitu sebagai berikut:

a. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh.

b. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya, pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.

Merujuk dari pendapat Sugiyono diatas, jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstruktur, karena wawancara yang penulis lakukan merupakan pengumpulan data pendahuluan dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui kegiatan pemberdayaan sosial melalui sistem panti bagi remaja putus sekolah. Selain sebagai pengumpulan data pendahuluan, wawancarapun digunakan untuk penelitian yang lebih mendalam mengenai penilaian diri dan interaksi negatif pada remaja putus sekolah.

3. Observasi

Kartono (1996:157) menyebutkan bahwa, “Observasi adalah studi yang

disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala alam dengan

jalan pengamatan dan pencatatan”. Di sini peneliti mencoba mengobservasi ketidakberdayaan remaja putus sekolah yang mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti.

Bentuk observasi yang dilakukan adalah observasi partisipatif. Sebagaimana Sugiyono (2012:310) kemukakan:


(35)

43

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh nara sumber, dan ikut merasakan suka dukanya.

Peneliti mencoba untuk mengobservasi hasil wawancara dengan kenyataan kondisi remaja putus sekolah ketika program pemberdayaan sosial melalui sistem panti sedang berlangsung.

H. Analisis Data

Analisis data dilakukan untuk menyusun data yang diperoleh secara sistematis. Teknik analisis data yang dilakukan berasal dari hasil angket yang telah diisi oleh responden yang berjumlah 115 orang remaja putus sekolah, hasil wawancara kepada seorang pengelola program, dan hasil observasi yang peneliti amati selama penelitian dilaksanakan.

Miles and Huberman (1992:21) mengemukakan hal-hal yang terdapat dalam analisis kualitatif. Analisis tersebut terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Langkah-langkah tersebut digambarkan sebagai berikut: 1. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian Data (data display)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian-penyajian ini meliputi berbagai jenis matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Dengan melihat penyajian-penyajian kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan lebih jauh menganalisis ataukah mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut.


(36)

44

3. Kesimpulan (conclusion)/verifikasi.

Kesimpulan-kesimpulan “final” mungkin tidak akan muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan. Kesimpulan-kesimpulan juga diversifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan serta tukar pikiran.

Analisa data dalam penelitian ini adalah untuk mengolah data dari hasil penelitian yang berupa angket yang selanjutnya dideskripsikan yang diperkuat dengan persentase guna mengetahui besar kecilnya frekuensi dari setiap alternatif jawaban mengenai penilaian diri dan interaksi negatif pada remaja putus sekolah serta harapan-harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti. Sebagai pedoman perhitungan persentase adalah sebagai berikut:

1. Membuat tabel dengan kolom-kolom nomor, alternatif jawaban, frekuensi jawaban dan persentasenya,

2. Mencari frekuensi jawaban (f) dengan cara menjumlahkan tally-nya dari setiap alternatif jawaban,

3. Mencari frekuensi keseluruhan dengan cara menjumlahkan frekuensi-frekuensi dari setiap alternatif jawaban,

4. Mencari perhitungan prosentase dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

P = x 100%

Rumus mendapatkan persentase Keterangan:

P = Persentase Jawaban

f = Frekuensi Jawaban

n = Jumlah Seluruh Responden 100% = Bilangan tetap


(37)

45

5. Melakukan analisa sesuai dengan hasil perhitungan persentase penelitian, selanjutnya untuk mempermudah melakukan analisa data, maka digunakan kategori persentase sebagai berikut:

0 % = tak seorangpun

0,01 % - 0,99% = sedikit yang memberikan jawaban 1 % - 25% = sebagian kecil memberikan jawaban 26 % - 49 % = hampir setengahnya memberikan jawaban 50 % = setengahnya memberikan jawaban

51 % - 74 % = lebih dari setengahnya

75 % - 99 % = sebagian besar memberikan jawaban 100 % = seluruhnya memberikan jawaban (Arikunto, 1989: 115)

Berpedoman pada perhitungan tersebut, maka setiap jawaban yang diperoleh dari angket yang telah disebarkan dapat diketahui persentasenya. Selanjutnya akan mempermudah dalam menafsirkan data penelitian ini. Adapun penafsiran persentasenya kemudian dianalisis dan dideskripsikan bersama hasil wawancara dan observasi berdasarkan teori dan konsep yang berkaitan dengan penelitian ini.

I. Validitas Hasil Penelitian

Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik pemeriksaan. Moleong (2011:324-343) mengungkapkan uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi: derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependability), dan kepastian (confirmability).

1. Derajat kepercayaan (credibility)

Kriteria ini berfungsi: pertama melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai, kedua mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Hal ini mencakup:

a) Perpanjangan keikutsertaan. Peneliti dalam penelitian kualitatif adalah instrumen itu sendiri. Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam


(38)

46

pengumpulan data. Kelikutsertaan terebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.

b)Ketekunan/keajegan pengamatan. Hal ini bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang di cari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

c) Triangulasi. Yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dezin (Moleong, 2011: 330332) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Penelitian ini menggunakan triangulasi metode, menurut Patton (Moleong, 2011: 331) terdapat dua strategi, yaitu: pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

d)Pemeriksaan sejawat melalui diskusi. Maksud dari teknik ini yaitu: 1) untuk membuat peneliti tetap mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, 2) diskusi dengan sejawat ini memberikan suatu kesempatan awal yang baik untuk menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari pemikiran peneliti.

e) Kecukupan referensial. Bahan-bahan yang tercatat atau terekam dapat digunakan sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data, seperti alat perekam.

f) Analisis kasus negatif. Teknik analisis kasus negatif dilakukan dengan jalan mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

g)Pengecekan anggota. Para anggota yang terlibat yang mewakili rekan-rekan mereka dimanfaatkan untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.


(39)

47

2. Keteralihan (transfersiblity)

Generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili populasi itu. Hal ini mencakup uraian rinci (thick description). Keteralihan bergantung pada pengetahuan seorang peneliti tentang konteks pengirim dan penerima. Dengan demikian peneliti bertanggung jawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya jika ia ingin membuat keputusan tentang pengalihan tersebut.

3. Kebergantungan (dependability)

Peninjauan dalam kualitatif memperhitungkan segalanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lainnya yang bersangkutan. Hal ini mencakup audit, yaitu pencatatan pelaksanaan secara klasifikasi, seperti data mentah, data yang direduksi dan hasil kajian, catatan tentang proses penyelenggaraan, dan lain-lain.

4. Kepastian (conformability)

Pengalaman seseorang itu subjektif sedangkan jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang, barulah dikatakan objektif. Jika sesuatu itu objektif, berati dapat dipercaya, faktual, dan dapat dipastikan. Hal ini dilakukan dengan teknik audit kepastian.


(40)

107

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan dan saran berdasarkan atas temuan hasil penelitian dan uraian bab-bab sebelumnya mengenai masalah yang diteliti, yaitu : “Penilaian Diri dan Interaksi Negatif sebagai Faktor Penyebab Ketidakberdayaan Remaja Putus Sekolah pada Program Pemberdayaan Melalui Sistem Panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat.”

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikemukakan pada bab IV, peneliti dapat menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:

1. Gambaran penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidak-berdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya

a. Penilaian diri yang negatif pada diri remaja putus sekolah dapat dilihat pada pernyataan remaja putus sekolah terhadap instrument yang dijadikan alat ukur dalam memperoleh data mengenai ketidakberdayaan remaja putus sekolah sebelum mereka mengikuti program Pemberdayaan Sosial Melalui Sistem panti yaitu penilaian diri terhadap kepercayaan diri remaja putus sekolah, tingginya rasa kurang percaya diri yang menyebabkan remaja putus sekolah tidak menganggap tantangan sebagai peluang, karena mereka akan mengelak jika diberikan tantangan oleh orang lain. Remaja putus sekolah merasa minder dengan keadaan fisik yang dimiliki, hal tersebut menggambarkan adanya penilaian yang rendah terhadap daya tarik fisik yang dimiliki dirinya. Lebih dari setengah remaja putus sekolah menilai bahwa dirinya tidak selalu disukai oleh orang lain karena prilaku mereka yang masih cenderung berubah-ubah dalam masyarakat, sedangkan pada penilaian diri terhadap keinginan dan dorongan-dorongan untuk membeli barang, remaja putus sekolah menilai bahwa mereka belum dapat mengendalikan keinginan dan dorongan-dorongan yang timbul dalam diri mereka, termasuk sulitnya mengendalikan keinginan dan dorongan untuk tidak membeli barang-barang yang diinginkan tanpa


(41)

108

memikirkan kebutuhan lainnya. Pada penilaian diri terhadap suasana hati yang sedang dialami, banyaknya remaja putus sekolah menilai bahwa dirinya tidak dapat berbagi perasaan yang ia alami kepada orang lain disekitarnya termasuk keluarga dan teman sebayanya, karena mereka merasa malu dan takut mendapat ledekan jika berbagi perasaan yang sedang dirasakan. Hal diatas menggambarkan penilaian yang rendah dari remaja putus sekolah terhadap dirinya sendiri, hal ini menunjukan bahwa penilaian-penilaian yang mereka beri terhadap dirinya sendiri menyebabkan dirinya lemah, merasa tidak pantas, tidak dapat mengontrol diri, tidak mau berbagi, dan malu, hal-hal tersebut merupakan ketidakberdayaan yang terdapat didalam diri remaja putus sekolah. b. Interaksi negatif yang terjadi salah satunya yaitu melalui penilaian sosial, penilaian sosial yang negatif akan membentuk penilaian yang negatif pada diri remaja putus sekolah, penilaian itulah yang membuat ketidakberdayaan pada diri remaja putus sekolah. Penilaian sosial ini merupakan hasil dari adanya interaksi sosial antara individu remaja putus sekolah dengan orang lain baik itu keluarga, teman sebaya, ataupun masyarakat lingkungannya. Hampir setengah dari remaja putus sekolah menyatakan dinilai sebagai pribadi yang pemalu, kurang berani dalam menghadapi tantangan oleh orang disekeliling mereka. Hal tersebut muncul sebagai ketidakberdayaan diri remaja putus sekolah akibat dari kurangnya rasa percaya diri yang dimiliki. Penilaian sosial terhadap daya tarik fisik remaja putus sekolah, remaja putus sekolah merasa acuh terhadap cara berpakaian dan penilaian orang lain. Selain itu adanya interaksi kurang baik, meledek, dan merendahkan remaja putus sekolah oleh orang lain disekeliling remaja putus sekolah. Kondisi-kondisi tersebut membuat remaja putus sekolah merasa kurang dihargai keberadaannya didalam masyarakat khususnya saat berinteraksi, ini yang membuat remaja putus sekolah merasa rendah diri berada dimasyarakat. Penilaian sosial terhadap pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri, remaja putus sekolah menyatakan bahwa orang lain menilai mereka sebagai orang yang harus segera dipenuhi jika memiliki keinginan. Itu berarti orang lain menilai remaja putus sekolah sebagai orang yang belum dapat mengendalikan


(42)

109

keinginan dan dorongan yang ada didalam dirinya. Sedangkan pada penilaian sosial terhadap suasana hati yang sedang dialami oleh remaja putus sekolah, remaja putus sekolah menyatakan bahwa orang lain menilai mereka sebagai orang yang sulit mengungkapkan perasaan walaupun itu perasaan bahagia yang sedang mereka rasakan. Remaja putus sekolah tidak berdaya karena tidak mampu mengungkapkan atau berbagi perasaan yang sedang mereka rasakan kepada siapapun, keluarga, teman sebagaya dan orang dewasa lainnya. 2. Penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab

ketidak-berdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya

Berdasarkan gambaran pada pembahasan diatas dan pembahasan pada bab sebelumnya, sebetulnya sudah dapat terjawab bahwa penilaian diri dan interaksi negatif merupakan faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya. Akan tetapi untuk lebih memberikan keyakinan bahwa hal tersebut benar, dapat dilihat sebagai berikut:

a. Penilaian diri yang negatif disini sebagai tambahan untuk lebih memperjelas gambaran mengenai penilaian diri pada diri remaja putus sekolah. Berdasarkan indikator yang sama akan tetapi dengan instrument pertanyaan yang berbeda mengenai penilaian diri terhadap kepercayaan diri remaja putus sekolah, penilaian diri yang sangat menunjukan bahwa remaja putus sekolah mengalami ketidakberdayaan adalah penilaian diri terhadap kepercayaan diri untuk tidak bergantung kepada bantuan orang lain, remaja putus sekolah masih sangat bergantung kepada orang lain ketika harus menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh masyarakat di lingkungannya. Sangat bergantung kepada orang lain merupakan gambaran adanya rasa tidak percaya diri kepada kemampuan yang dimiliki diri sendiri.

b. Interaksi negatif dalam penelitian ini, interaksi sosial yang terjadi pada remaja putus sekolah dengan orang lain yang dekat dengan mereka yang sehingga menumbuhkan penilaian sosial. Penilaian-penilaian sosial yang kurang baik atau negatif yang dapat membuat remaja putus sekolah menilai negatif dirinya. Adapun penilaian sosial yang menunjukan angka paling tinggi adalah


(43)

110

penilaian sosial terhadap kesukaan orang lain pada dirinya, remaja putus sekolah menyatakan orang disekitar mereka minoritas menyukai mereka.

Berdasarkan gambaran penilaian remaja putus sekolah diatas, dapat diketahui bahwa benar penilaian diri dan interaksi negatif merupakan salah satu faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat.

3. Harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti

Harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti yaitu keberdayaan karena tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, sehingga harapan dari mengikuti program pemberdayaan adalah keberdayaan. Keberdayaan terbagi atas beberapa indikator, berikut keberdayaan yang merupakan harapan tertinggi remaja putus sekolah diantaranya adalah keberdayaan pada kemampuan membeli barang-barang komoditas besar, remaja putus sekolah memiliki harapan untuk dapat berusaha mencari pekerjaan agar dapat membeli barang-barang komoditas besar (Koran, majalah, pakaian, pakaian keluarga, tv, radio, dll) dengan menggunakan uang yang dihasilkan sendiri, tidak meminta lagi uang kepada pasangan atau keluarga untuk membeli barang-barang tersebut. Keberdayaan pada keterlibatan dalam keputusan-keputusan rumah tangga seperti mengenai kredit usaha, remaja putus sekolah memiliki harapan untuk dapat turut serta membentu keluarga dalam memperoleh kredit usaha. Keberdayaan pada kesadaran hukum dan politik dengan mengetahui pegawai pemerintahan, remaja putus sekolah memiliki harapan untuk mengetahui pegawai pemerintahan ditempat tinggalnya. Berdasarkan kesimpulan harapan-harapan diatas, harapan terbesar remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti adalah keberdayaan pada keterlibatan keputusan-keputusan rumah tangga, dilibatkannya remaja putus sekolah pada keputusan-keputusan yang akan diambil didalam keluarganya.


(44)

111

B. Saran

Setelah mengkaji hasil penelitian mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja maka perlu kiranya penulis kemukakan saran yang dapat berguna bagi semua pihak, diantaranya:

1. Bagi Lembaga Pemberdayaan BPSBR

a. Lembaga hendaknya dapat menambah materi atau jadwal bimbingan mengenai penilaian diri serta penilaian sosial bagi remaja putus sekolah. Agar remaja putus sekolah dapat lebih mengerti akan pentingnya penilaian diri yang positif di dalam dirinya dan di dalam lingkungannya serta pentingnya penilaian sosial yang terbentuk dari proses interaksi sosial. Sehingga hal tersebut dapat menjadi salah satu upaya pemberdayaan yang dilakukan remaja putus sekolah kepada dirinya sendiri.

b. Memilih instruktur/pengajar yang dapat menyiapkan perencanaan pembelajaran yang lebih matang sehingga tujuan pembelajarannya yaitu keberdayaan remaja putus sekolah dapat tercapai lebih maksimal.

2. Bagi Praktisi

Menelaah kembali kegiatan remaja putus sekolah disekitar lingkungan masyarakat sebagai suatu gambaran kehidupan remaja putus sekolah, sehingga remaja putus sekolah dapat dibelajarkan dan mampu mempertahankan keberdayaan yang dimilikinya.

3. Bagi Masyarakat Sekitar BPSBR

Apabila sedang terlaksananya program pemberdayaan remaja putus sekolah di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja hendaknya masyarakat, lembaga-lembaga dan pemerintah setempat dapat bekerjasama mendukung kegiatan pemberdayaan agar remaja putus sekolah dapat berdaya dan merasa dihargai keberadaannya dalam lingkungan tersebut.

4. Bagi Keluarga Remaja Putus Sekolah

Apabila keluarga memiliki remaja yang putus sekolah hendaknya didukung dan dihargai keberadaannya agar remaja putus sekolah memiliki


(45)

112

penilaian diri yang positif, hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keberdayaan remaja putus sekolah.

5. Bagi Remaja Putus Sekolah di BPSBR

Hendaknya mengikuti serangkaian kegiatan pemberdayaan melalui sistem panti dengan tekun karena kegiatan tersebut bermanfaat sebagai bekal dalam dunia kerja untuk mencapai kesejahteraan hidup remaja putus sekolah.

6. Bagi Peneliti selanjutnya

Dibutuhkan adanya kajian lebih lanjut mengenai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah lainnya, dengan menggali aspek-aspek yang dinilai berhubungan dengan ketidakberdayaan remaja putus sekolah sehingga diharapkan dapat mengurangi adanya ketidakberdayaan pada remaja putus sekolah di masyarakat.


(1)

keinginan dan dorongan yang ada didalam dirinya. Sedangkan pada penilaian sosial terhadap suasana hati yang sedang dialami oleh remaja putus sekolah, remaja putus sekolah menyatakan bahwa orang lain menilai mereka sebagai orang yang sulit mengungkapkan perasaan walaupun itu perasaan bahagia yang sedang mereka rasakan. Remaja putus sekolah tidak berdaya karena tidak mampu mengungkapkan atau berbagi perasaan yang sedang mereka rasakan kepada siapapun, keluarga, teman sebagaya dan orang dewasa lainnya.

2. Penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidak-berdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya

Berdasarkan gambaran pada pembahasan diatas dan pembahasan pada bab sebelumnya, sebetulnya sudah dapat terjawab bahwa penilaian diri dan interaksi negatif merupakan faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada lingkungannya. Akan tetapi untuk lebih memberikan keyakinan bahwa hal tersebut benar, dapat dilihat sebagai berikut:

a. Penilaian diri yang negatif disini sebagai tambahan untuk lebih memperjelas gambaran mengenai penilaian diri pada diri remaja putus sekolah. Berdasarkan indikator yang sama akan tetapi dengan instrument pertanyaan yang berbeda mengenai penilaian diri terhadap kepercayaan diri remaja putus sekolah, penilaian diri yang sangat menunjukan bahwa remaja putus sekolah mengalami ketidakberdayaan adalah penilaian diri terhadap kepercayaan diri untuk tidak bergantung kepada bantuan orang lain, remaja putus sekolah masih sangat bergantung kepada orang lain ketika harus menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh masyarakat di lingkungannya. Sangat bergantung kepada orang lain merupakan gambaran adanya rasa tidak percaya diri kepada kemampuan yang dimiliki diri sendiri.

b. Interaksi negatif dalam penelitian ini, interaksi sosial yang terjadi pada remaja putus sekolah dengan orang lain yang dekat dengan mereka yang sehingga menumbuhkan penilaian sosial. Penilaian-penilaian sosial yang kurang baik atau negatif yang dapat membuat remaja putus sekolah menilai negatif dirinya. Adapun penilaian sosial yang menunjukan angka paling tinggi adalah


(2)

110

penilaian sosial terhadap kesukaan orang lain pada dirinya, remaja putus sekolah menyatakan orang disekitar mereka minoritas menyukai mereka.

Berdasarkan gambaran penilaian remaja putus sekolah diatas, dapat diketahui bahwa benar penilaian diri dan interaksi negatif merupakan salah satu faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Provinsi Jawa Barat.

3. Harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti

Harapan remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti yaitu keberdayaan karena tujuan utama pemberdayaan adalah memperkuat kekuasaan masyarakat khususnya kelompok lemah yang memiliki ketidakberdayaan, sehingga harapan dari mengikuti program pemberdayaan adalah keberdayaan. Keberdayaan terbagi atas beberapa indikator, berikut keberdayaan yang merupakan harapan tertinggi remaja putus sekolah diantaranya adalah keberdayaan pada kemampuan membeli barang-barang komoditas besar, remaja putus sekolah memiliki harapan untuk dapat berusaha mencari pekerjaan agar dapat membeli barang-barang komoditas besar (Koran, majalah, pakaian, pakaian keluarga, tv, radio, dll) dengan menggunakan uang yang dihasilkan sendiri, tidak meminta lagi uang kepada pasangan atau keluarga untuk membeli barang-barang tersebut. Keberdayaan pada keterlibatan dalam keputusan-keputusan rumah tangga seperti mengenai kredit usaha, remaja putus sekolah memiliki harapan untuk dapat turut serta membentu keluarga dalam memperoleh kredit usaha. Keberdayaan pada kesadaran hukum dan politik dengan mengetahui pegawai pemerintahan, remaja putus sekolah memiliki harapan untuk mengetahui pegawai pemerintahan ditempat tinggalnya. Berdasarkan kesimpulan harapan-harapan diatas, harapan terbesar remaja putus sekolah setelah mengikuti program pemberdayaan sosial melalui sistem panti adalah keberdayaan pada keterlibatan keputusan-keputusan rumah tangga, dilibatkannya remaja putus sekolah pada keputusan-keputusan yang akan diambil didalam keluarganya.


(3)

B. Saran

Setelah mengkaji hasil penelitian mengenai penilaian diri dan interaksi negatif sebagai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah pada program pemberdayaan sosial melalui sistem panti di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja maka perlu kiranya penulis kemukakan saran yang dapat berguna bagi semua pihak, diantaranya:

1. Bagi Lembaga Pemberdayaan BPSBR

a. Lembaga hendaknya dapat menambah materi atau jadwal bimbingan mengenai penilaian diri serta penilaian sosial bagi remaja putus sekolah. Agar remaja putus sekolah dapat lebih mengerti akan pentingnya penilaian diri yang positif di dalam dirinya dan di dalam lingkungannya serta pentingnya penilaian sosial yang terbentuk dari proses interaksi sosial. Sehingga hal tersebut dapat menjadi salah satu upaya pemberdayaan yang dilakukan remaja putus sekolah kepada dirinya sendiri.

b. Memilih instruktur/pengajar yang dapat menyiapkan perencanaan pembelajaran yang lebih matang sehingga tujuan pembelajarannya yaitu keberdayaan remaja putus sekolah dapat tercapai lebih maksimal.

2. Bagi Praktisi

Menelaah kembali kegiatan remaja putus sekolah disekitar lingkungan masyarakat sebagai suatu gambaran kehidupan remaja putus sekolah, sehingga remaja putus sekolah dapat dibelajarkan dan mampu mempertahankan keberdayaan yang dimilikinya.

3. Bagi Masyarakat Sekitar BPSBR

Apabila sedang terlaksananya program pemberdayaan remaja putus sekolah di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja hendaknya masyarakat, lembaga-lembaga dan pemerintah setempat dapat bekerjasama mendukung kegiatan pemberdayaan agar remaja putus sekolah dapat berdaya dan merasa dihargai keberadaannya dalam lingkungan tersebut.

4. Bagi Keluarga Remaja Putus Sekolah


(4)

112

penilaian diri yang positif, hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keberdayaan remaja putus sekolah.

5. Bagi Remaja Putus Sekolah di BPSBR

Hendaknya mengikuti serangkaian kegiatan pemberdayaan melalui sistem panti dengan tekun karena kegiatan tersebut bermanfaat sebagai bekal dalam dunia kerja untuk mencapai kesejahteraan hidup remaja putus sekolah.

6. Bagi Peneliti selanjutnya

Dibutuhkan adanya kajian lebih lanjut mengenai faktor penyebab ketidakberdayaan remaja putus sekolah lainnya, dengan menggali aspek-aspek yang dinilai berhubungan dengan ketidakberdayaan remaja putus sekolah sehingga diharapkan dapat mengurangi adanya ketidakberdayaan pada remaja putus sekolah di masyarakat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan. Bandung: Refika Aditama. Ahmad, N. S. (2011). Pendidikan dan Masyarakat. Yogyakarta: Sabda Media. Anwar. (2007). Manajemen Pemberdayaan Perempuan. Bandung: Alfabeta. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

. (2010). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

. (1989). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Bina Aksara.

Baron, R. A. (2003). Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.

Elfiky, I. (2012). Dahsyatnya Berperasaan Positif. Jakarta: Zaman.

Fitria, N. (2013). Laporan Pendahuluan Tentang Masalah Psikososial. Jakarta: Salemba Medika.

Gerungan. (2004). Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama.

Heukeun, A. (1983). Tantangan Membina Kepribadian. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.

Hikmat, H. (2010). Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora. Hurlock, E. B. (1978). Perkembangan Anak. Erlangga.

Kartono, K. (1996). Pengantar Riset Sosial. Bandung: Mandar Maju.

Moleong, L. J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Myers, D. G. (2012). Psikologi Sosial. Newyork: Mc Graw Hill. Nasrullah, N. (2008). Sosiologi. Bandung: Widya Padjadjaran. Raco, J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Grasindo. Rakhmat, J. (1986). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya.


(6)

Sudjana, D. (2001). Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Falah Production.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

. (2009). Metode Penelitian Pendidikan . Bandung: Alfabeta.

. (2012). Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharto, E. (2010). Membangun Masyarakat dan Memberdayakan Rakyat.

Bandung: Refika Aditama.

Supardan, D. (2011). Pengantar Ilmu Sosial Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Jakarta: Bumi Aksara.

Syam, N. W. (2012). Psikologi Sosial Sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

. (2012). Sosiologi sebagai Akar Ilmu Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

UPI. (2012). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Wahyuni, E. (2001). Remaja Apakah Hakmu. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Walgito, B. (2011). Teori-Teori Psikologi sosial. Yogyakarta: CV. Andi. Willis, S. S. (2010). Remaja & Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Yusuf, S. (2008). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Zuriah, N. (2006). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN INTERAKSI SOSIAL PADA REMAJA Hubungan Antara Penerimaan Diri Dengan Interaksi Sosial Pada Remaja.

0 0 15

STUDI TENTANG PENYELENGGARAAN PELATIHAN KETERAMPILAN MODISTE BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH : Studi Deskriptif Pelatihan Keterampilan Modiste di Balai Pemberdayaan Sosial Bina Remaja Cimahi.

1 6 34

PENYELENGGARAAN PELATIHAN TATA RIAS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMANGKASAN RAMBUT BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI PEMBERDAYAAN SOSIAL BINA REMAJA CIBABAT-CIMAHI.

1 2 36

PEMBERDAYAAN REMAJA PUTUS SEKOLAH MELALUI PELATIHAN KETERAMPILAN TATA RIAS DALAM UPAYA MENDORONG KEMANDIRIAN REMAJA BINAAN DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA YOGYAKARTA.

2 26 202

KEMAMPUAN BERINTERAKSI SOSIAL REMAJA PUTUS SEKOLAH (STUDI KASUS DI BALAI PERLINDUNGAN DAN REHABILITASI SOSIAL REMAJA YOGYAKARTA).

3 25 263

PROGRAM PEMBERDAYAAN GELANDANGAN DAN PENGEMIS MELALUI PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DI PANTI SOSIAL BINA KARYA YOGYAKARTA.

0 2 162

PELAKSANAAN PROGRAM PANTI SOSIAL BINA REMAJA DALAM MEMBANTU REMAJA PUTUS SEKOLAH MENJADI TENAGA KERJA TERAMPIL DI TRIDADI SLEMAN YOGYAKARTA.

0 0 143

(511 Kali)

0 0 189

PENYELENGGARAAN PELATIHAN TATA RIAS DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN PEMANGKASAN RAMBUT BAGI REMAJA PUTUS SEKOLAH DI BALAI PEMBERDAYAAN SOSIAL BINA REMAJA CIBABAT-CIMAHI - repository UPI S PLS 0906590 Title

0 0 3

PERANCANGAN PROGRAM PELATIHAN KERAJINAN MAKRAME DI BALAI PEMBERDAYAAN SOSIAL BINA REMAJA (BPSBR) CIMAHI - repository UPI S PKK 1206527 Title

0 3 3