PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS BAHAN AJAR PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV) PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS
BAHAN AJAR PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV)
PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
Krisna Satrio Perbowo
1007190
SEKOLAH PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2012
(2)
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu PENGEMBANGAN DESAIN DIDAKTIS
BAHAN AJAR PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL (SPLDV)
PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LEMBAR PENGESAHAN
TESIS
Disetujui dan Disahkan Oleh Pembimbing I
Prof. H. Didi Suryadi, M.Ed. NIP. 1958020111984031001
Pembimbing II
Dr. Kusnandi, M.Si. NIP. 132052370
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia
Drs. Turmudi, M.Ed., M.Sc., Ph.D. NIP. 19640117 1992021001
(3)
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Pengembangan Desain Dikdaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama” beserta seluruh isinya adalah benar merupakan karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Jakarta, Oktober 2012 Yang membuat pernyataan
(4)
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu ABSTRAK
Krisna (2012). “Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah
Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada
Sekolah Menengah Pertama”, SPs UPI, Bandung.
Kemampuan pemecahan masalah matematik perlu dikembangkan melalui proses pembelajaran. Karena kebanyakan siswa SMP masih mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada permasalahan yang menuntut kemampuan pemecahan masalah, sehingga mereka tidak menyukai matematika. Selain itu, terdapat hambatan-hambatan belajar yang muncul dari siswa terkait materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) sehingga perlu suatu desain bahan ajar untuk mengatasi hambatan belajar yang muncul. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menelaah dan mengembangkan desain didaktis bahan ajar pemecahan masalah matematis terkait materi SPLDV. Penelitian pendahuluan bertujuan untuk memperoleh data hambatan belajar dan strategi yang digunakan siswa, untuk mendapatkan data penelitian digunakan instrumen berupa tes kemampuan pemecahan masalah matematik yang telah diujicobakan dan wawancara untuk memperdalam hasil tes siswa. Data yang diperoleh digunakan sebagai dasar pengembangan desain bahan ajar yang kemudian diimplementasikan untuk melihat respon siswa serta sebagai acuan mendisain desain revisi bahan ajar. Populasi penelitian ini adalah siswa SMP dengan sampel penelitian adalah siswa kelas VIII di salah satu MTs di Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa desain bahan ajar pemecahan masalah matematik terkait SPLDV yang dibuat dapat mengurangi kecenderungan munculnya hambatan belajar siswa. Skala pendapat siswa memperlihatkan bahwa sebagian besar siswa memberikan pendapat positif tentang pembelajaran matematika menggunakan desain bahan ajar yang dihasilkan pada penelitian ini. Aktivitas siswa kelas implementasi berada pada kategori baik.
(5)
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI
hal
LEMBAR PERSETUJUAN... i
PERNYATAAN ... ii
ABSTRAK ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
LEMBAR PERSEMBAHAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Operasional... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 10
A. Pembelajaran Matematika ... 10
B. Bahan Ajar Problem Solving ... 13
C. Desain Didaktis ... 18
D. Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) ... 24
BAB III METODE PENELITIAN... 27
A. Pendekatan Penelitian ... 27
B. Teknik Pengumpulan Data ... 28
C. Subjek Penelitian ... 33
D. Sumber Data ... 33
E. Teknik Analisis Data ... 34
F. Kriteria Keabsahan Data ... 37
G. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil Penelitian ... 41
B. Pembahasan ... 88
(6)
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
A. Kesimpulan ... 106
B. Rekomendasi ... 108
DAFTAR PUSTAKA ... 109
LAMPIRAN ... 112
(7)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Matematika merupakan ilmu dasar yang sangat penting untuk dipelajari. Bahkan bila diperhatikan, pelajaran matematika diajarkan di seluruh penjuru dunia. Khususnya di Indonesia matematika sudah diajarkan sejak dalam pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah.
Banyak cara dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan matematika di Indonesia, diantaranya dengan melakukan pembaharuan kurikulum dan penyediaan perangkat pendukungnya, penyediaan alat peraga, dan memberikan pelatihan bagi guru-guru matematika. Namun berbagai upaya tersebut belum memberikan hasil yang menggembirakan terhadap peningkatan kualitas pendidikan matematika di negeri ini. Berbagai penelitian dan hasil survey mengungkapkan bahwa siswa-siswa sekolah menengah mempunyai kinerja yang buruk dalam matematika (Hadi, 2005).
Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di kelas, banyak kita temukan bahwa guru masih mendominasi sebagai subyek belajar sehingga siswa hanya mendapat sedikit peran dalam pembelajaran atau hanya sebagai obyek saja. Hal itu disebabkan karena guru merasa bahwa tidak adanya cukup waktu untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkreasi dan target kurikulum yang begitu ketat untuk segera menghadapi tes standar atau ujian nasional, sehingga
(8)
wajar kalau pilihan favorit guru dalam mengajar adalah menggunakan metode ekspositori (Turmudi dalam FPMIPA, 2010).
Pembelajaran matematika di sekolah yang umumnya menggunakan metode ekspositori dan media chalk and talk menjadi penyebab hilangnya moment pembelajaran matematika yang seharusnya menghasilkan meaningful learning (pembelajaran bermakna) bagi siswa menjadi meaningless learning. Siswa tidak lagi merasakan manfaat dan keindahan dari matematika yang seharusnya matematika itu berperan penting dalam kehidupan manusia di banyak bidang.
Sebagaimana munculnya matematika sebagai alat untuk memecahkan masalah bagi manusia, matematika menjadi ilmu yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Namun yang terjadi adalah dengan makin mempelajari matematika, siswa makin merasa bermasalah dengan matematika. Akan kita dapati salah satu anekdot bahwa matematika itu merupakan akronim dari “Makin Tekun Makin Tidak Karuan”. Hal ini adalah akibat dari kesulitan siswa dalam mempelajari matematika.
Bukan hanya siswa saja yang mengalami kesulitan, namun ternyata guru juga mengalami kesulitan dalam mengajarkannya. Terutama dalam hal pembuktian, penyelesaian masalah yang memerlukan penalaran matematis dalam menemukan koneksi antara data-data atau fakta yang ada (Suryadi, 2008). Selain itu siswa jarang sekali untuk dibawa dalam kegiatan bermatematika yang memerlukan kemampuan berpikit tingkat tinggi. Kenyataan ini telah memperkuat posisi pelajaran matematika sebagai pelajaran yang kurang difavoritkan.
(9)
Berdasarkan laporan The Third International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007, Indonesia menempati ranking ke 36 dari 49 negara yang berpartisipasi dengan skor 397, sedangkan standar skala TIMSS yang ditetapkan adalah 500. Sedangkan laporan The Programme for International Student Assessment (PISA) 2009, Indonesia menempati rangking 61 dari 65 negara peserta dengan skor 371.
National Council of Teachers Mathematics (NCTM) tahun 2000, menetapkan standar-standar kemampuan matematis seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan representasi sebagai tujuan pembelajaran matematika sekolah yang harus dicapai oleh siswa. Kemampuan-kemampuan ini harus tercermin dalam standar isi pembelajaran matematika dengan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran matematika.
Kurikulum di Indonesia saat ini telah cukup memadai untuk mencapai kemampuan matematis di atas, namun tetap guru memegang peranan kunci dalam ketercapaian hal ini. Sebagaimana yang dikatakan oleh Suryadi (2008) untuk tercapainya kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum, guru dituntut untuk menjabarkan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk perencanaan mengajar.
Bahan ajar merupakan perangkat penting lainnya yang berperan dalam aktivitas belajar dan berpikir, kurangnya kebermaknaan bahan ajar yang digunakan oleh guru menjadi permasalahan dalam pembelajaran di kelas. Sebagaimana telah diketahui bahwa matematika merupakan ilmu yang bersifat deduktif di mana suatu konsep dibangun di atas konsep yang lain, maka bahan
(10)
ajar yang digunakan hendaknya dapat mengintegritasi konsep-konsep yang ada di matematika, sehingga pembelajaran matematika tidak menjadi pembelajaran yang sifatnya parsial dan monoton.
Selain itu bahan ajar juga harus mampu membantu siswa dalam membangun kompetensi/kemampuan matematis terutama kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika, sebagaimana yang dinyatakan oleh Suryadi (2008) bahwa kemampuan pemecahan masalah serta penalaran dan komunikasi merupakan kemampuan yang harus dicapai melalui kegiatan belajar matematika.
Salah satu materi dalam matematika yang secara simultan terbangun terutama sejak awal pembelajaran matematika di sekolah menengah pertama adalah sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV). Materi ini juga berperan dalam kajian aljabar di tingkat SMA. Terutama bagi mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FKIP (dalam hal ini UHAMKA), SPLDV merupakan materi yang dikaji dalam matakuliah Pengantar Aljabar di semester 2. Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengajar, mahasiswa tidak memiliki pemahaman yang kuat terkait konsep SPLDV. Dengan keadaan mahasiswa yang heterogen dan berasal dari berbagai latar belakang sekolah, perlu untuk bercermin terhadap pengajaran SPLDV yang berawal dari SMP.
Sistem persamaan linier dua variabel merupakan bagian dari aljabar. Manusia sering mengalami suatu kegiatan aljabar diantaranya persamaan linier dua variabel dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam permasalahan yang berhubungan dengan perniagaan atau jual beli. Dua baju dan dua celana harganya
(11)
Rp 88,000,-. Satu baju dan tiga celana harganya Rp 84,000,-. Berapa harga satu baju dan berapa harga satu celana? Saat akan mencari penyelesaian dari permasalahan tersebut, maka digunakan perhitungan dengan konsep persamaan linier dua variabel.
Agar terbangunnya kebermaknaan dalam materi persamaan linier dua variabel maka aspek pemecahan masalah terutama dari konteks yang ada di sekitar siswa perlu dijadikan sebagai acuan. Dengan demikian, untuk mengkonstruksi pemahaman matematis yang kokoh, diperlukan pengembangan bahan ajar dan soal-soal aljabar yang tidak rutin, menantang, berangkat dari masalah sehari-hari yang memerlukan analisis, tidak hanya bisa diselesaikan dengan langkah-langkah baku yang prosedural dan mekanistis. Karena hal ini seringkali menghilangkan kebermaknaan dan keindahan matematika sehingga matematika dianggap sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.
Desain didaktis merupakan suatu rancangan bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran yang disusun berdasarkan penelitian terhadap learning obstacle (hambatan belajar) siswa dalam suatu materi pembelajaran matematika. Terutama dalam menghadapi materi persamaan linier dua variabel terkadang siswa mengalami hambatan dalam merangkai heuristic sebagai strategi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi, hal ini dipengaruhi oleh kemampuan siswa dalam merepresentasikan maupun memodelkan masalah bentuk cerita. Hambatan siswa yang berkaitan dengan aspek metakognisi juga dapat terjadi, sehingga diperlukan scaffolding yang tepat untuk membantu siswa dalam mengatasi pemecahan masalah dalam materi sistem persamaan linier dua variabel. Masih
(12)
banyak hambatan belajar yang berkaitan dengan epistemological obstacle lainnya yang perlu untuk diidentifikasi guna merancang suatu desain didaktis. Desain didaktis yang dihasilkan dari penelitian terhadap learning obstacle yang dialami siswa diharapkan dapat digunakan oleh guru sehingga siswa tidak lagi mengalami hambatan belajar agar memudahkan siswa dalam membangun pemahaman konsep dan kemampuan matematis dari materi yang dipelajarinya. Dengan demikian pelajaran matematika tidak lagi membosankan dan menjadi lebih menyenangkan.
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai “Desain Didaktis Bahan Ajar Problem Solving Konsep Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Pembelajaran Matematika SMP”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di awal, sebagai rumusan masalah utama pada penelitian ini adalah bagaimana desain didaktis bahan ajar problem solving pada konsep persamaan linier dua variabel? Dari rumusan masalah utama tersebut dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi yang digunakan responden dalam problem solving konsep persamaan linier dua variabel?
2. Bagaimana karakteristik learning obstacle yang dapat diidentifikasi dalam problem solving pada konsep persamaan linier dua variabel?
3. Bagaimana bentuk desain didaktis awal yang mampu mengakomodir temuan pada poin 1 dan 2?
(13)
4. Apakah desain didaktis yang dihasilkan pada poin 3 dapat mengatasi learning obstacle yang ditemukan pada poin 2?
5. Bagaimana desain didaktis revisi yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil temuan penelitian ini?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pertanyaan penelitian yang telah diuraikan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui strategi-strategi yang digunakan responden dalam problem solving konsep persamaan linier dua variabel.
2. Mengetahui karakteristik learning obstacle yang dapat diidentifikasi dalam problem solving pada konsep persamaan linier dua variabel.
3. Mengetahui desain bahan ajar awal yang dapat dirancang berdasarkan hasil temuan pada poin 1 dan 2.
4. Mengetahui peran desain didaktis bahan ajar yang dihasilkan pada poin 3 dalam mengatasi learning obstacle yang didapat pada poin 2.
5. Mengetahui desain didaktis bahan ajar revisi yang dapat dikembangkan berdasarkan hasil temuan penelitian ini terkait respon yang telah didapat dari responden.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang berkecimpung dalam dunia pendidikan khususnya di Indonesia, antara lain:
(14)
1. Bagi siswa. Diharapkan dapat lebih menguasai konsep persamaan linier dua variabel tanpa mengalami hambatan maupun kesalahan konsep yang sama dari yang ditemukan dalam penelitian ini sehingga tidak berdampak pada pembelajaran matematika selanjutnya. Serta agar siswa tertantang dan mengalami proses berpikir matematik yang lebih tinggi akibat dari soal-soal problem solving yang dialami.
2. Bagi guru (praktisi pendidikan). Penelitian desain didaktis ini dapat menjadi penelitian alternatif untuk mengembangkan kemampuan metapedadidaktis dalam rangka pengembangan diri menuju guru matematika yang profesional. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam rangka mengembangkan desain didaktis yang kreatif dan inovatif untuk menyempurnakan dan menyesuaikan perkembangan jaman yang terus berubah.
3. Bagi peneliti selanjutnya. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan pengkajian yang lebih mendalam oleh peneliti selanjutnya. Serta menyebarluaskan penelitian desain didaktis sebagai salah satu alternatif penelitian pembelajaran khususnya matematika.
4. Bagi penulis. Melalui penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu yang dimiliki dan wawasan penulis dalam merancang dan menerapkan suatu desain didaktis yang dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa serta kemampuan berpikir matematis tingkat tinggi. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sedikit sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pendidikan
(15)
khususnya dalam desain didaktis pembelajaran matematika pada konsep persamaan linier dua variabel.
E. Definisi Operasional
1. Learning Obstacle
Learning Obstacle adalah hambatan atau kesulitan yang terjadi dalam pembelajaran atau suatu milieu. Learning obstacle dalam tulisan ini adalah hambatan belajar yang bersifat epistimological obstacle (pengetahuan konsep yang terbatas pada konteks tertentu).
2. Epistemological Obstacle
Epistemological obstacle merupakan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu saja, sehingga concept image yang dimiliki tidak dapat diterapkan pada sembarang konteks. Dengan kata lain orang tersebut akan mengalami kesulitan menerapkan concept image yang dimiliki bila dihadapkan pada konteks yang berbeda.
3. Desain Didaktis
Desain didaktis adalah seting aktivitas belajar yang dirancang oleh guru. Desain didaktis dirancang, diimplikasikan, dan dikembangkan untuk mengurangi munculnya learning obstacle.
4. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan meliputi: mengidentifikasi kecukupan unsur dari suatu masalah persamaan linier dua variabel dan menyelesaikan masalah matematis.
(16)
27
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan membutuhkan data yang bersifat kualitatif, namun tidak tertutup kemungkinan dalam hal tertentu akan disajikan secara deskriptif kuantitatif. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan dalam mengolah data mulai dari mereduksi, menyajikan, memverifikasi, dan menyimpulkan data, dengan tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif. Sebagaimana Moleong (2007:6) menjelaskan bahwa:
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.
Memaknai definisi di atas, penelitian kualitatif dimaksudkan untuk menemukan pemahaman yang mendalam dan tuntas dari makna suatu subjek penelitian. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganlisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian pada suatu konteks khusus yang alamiah.
Penelitian kualitatif juga memiliki sebutan lain, Irawan (2007)
menyebutkan “penelitian kualitatif disebut juga studi kasus”. Hal ini dikarenakan
yang menjadi objek penelitiannya seringkali bersifat unik, kasuistis, dan tidak ada
(17)
28
duanya. Untuk memperoleh pemahaman mendalam dari fenomena/kasus yang terjadi secara ilmiah yang berkaitan dengan kajian di atas, maka peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data dengan cara mengobservasi langsung subjek yang diteliti (Irawan, 2007:4); pandangan peneliti berperan sebagai instrumen untuk memahami dan menjelaskan situasi hambatan belajar (learning obstacle) siswa SMP, siswa SMA, dan mahasiswa FKIP dalam melakukan pemecahan masalah matematik terkait persamaan linier dua variabel (SPLDV) dengan pendekatan emik. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Moleong (2007:9) bahwa hanya manusia sajalah yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya, dan hanya manusia sajalah yang mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan.
B. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian pendahuluan meliputi identifikasi kesulitan/hambatan belajar siswa dan pengkategorian kesulitan/hambatan belajar siswa. Kesulitan-kesulitan siswa pada pemecahan masalah yang diajukan dilihat dari sudut pandang karakteristik kesulitan siswa. Data kesulitan-kesulitan siswa diperoleh melalui tes diagnostik terkait materi persamaan linier dua variabel. Instrumen tes diagnostik kemampuan pemecahan masalah telah melalui tahap uji coba agar mendapatkan instrumen yang memenuhi kriteria valid dan reliabel. Uji coba instrumen dilakukan di SMPN 13 Jakarta pada kelas VIII dengan jumlah sampel 36 orang. Instrumen uji coba terdiri dari 7 soal yang mencakup indikator pemecahan
(18)
29
masalah matematis pada materi SPLDV. Berdasarkan analisis uji coba instrumen menggunakan Anates V4 diperoleh:
1. 2 soal tidak valid yaitu soal nomor 6 dan 7. 2. Instrumen reliabel.
3. Tingkat kesukaran meliputi sedang dan sukar.
4. Daya pembeda soal nomor 1 dan 4 signifikan sedangkan soal nomor 2, 3, dan 5 sangat signifikan.
Instrumen yang telah diujicobakan selanjutnya digunakan sebagai instrumen dalam studi pendahuluan untuk mengidentifikasi hambatan belajar (Learning obstacle) dalam pemecahan masalah matematis terkait materi SPLDV. Hasil tes kemampuan siswa (SMP/MTs, SMA/MA, dan Universitas/FKIP) dalam menyelesaikan masalah terkait kemampuan siswa dalam:
1. membedakan antara PLDV dengan SPLDV yang dikoneksikan dengan sifat persamaan dua buah garis lurus yang saling sejajar.
2. menentukan solusi dari sebuah PLDV yang dikoneksikan dengan nilai tukar uang.
3. menentukan solusi dari suatu SPLDV yang dikoneksikan dengan bangun datar persegi panjang.
4. menentukan solusi dari suatu SPLDV yang dikoneksikan dengan konsep bilangan terutama nilai tempat.
5. menentukan solusi dari suatu sistem persamaan non-linier dua variabel dengan menggunakan konsep SPLDV.
(19)
30
Jawaban pertanyaan tes digunakan sebagai sumber data. Data yang tidak terungkap melalui tes diperdalam dengan mempergunakan:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tujuan menggali informasi lebih mendalam dari responden karena dipandang hasil jawaban pertanyaan belum bisa merepresentasikan kesulitan siswa, melalui wawancara peneliti dapat: (1) mengidentifikasi kesulitan siswa dalam pemecahan masalah matematis persamaan linier dua variabel; (2) mengetahui tanggapan siswa terhadap desain didaktis yang dikembangkan.
Bersandar pada klasifikasi Moleong (2007) bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ke-satu, wawancara percakapan informal (the informal conversation interview), wawancara sepenuhnya didasarkan pada susunan pertanyaan spontan ketika interaksi berlangsung khususnya pada proses observasi partisipatif di lapangan, terkadang orang yang diwawancarai tidak diberitahu bahwa mereka sedang diwawancarai.
Ke-dua, wawancara umum dengan pendekatan terarah (the general interview guide approach), jenis wawancara yang menggariskan sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai. Pertanyaan yang diajukan tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang disiapkan. Panduan wawancara memberikan checklist selama wawancara untuk meyakinkan bahwa topik-topik yang sesuai telah terakomodasi.
(20)
31
Penelitian menyesuaikan baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk responden tertentu.
Jenis wawancara yang dijelaskan di atas digunakan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari subjek penelitian, sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan. Seringkali peneliti sendiri melakukan intervensi dan melakukan probing agar informasi yang diperoleh terjamin reliabilitasnya.
2. Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data dan fakta tentang kesulitan-kesulitan responden dalam pemecahan masalah matematik terkait materi persamaan linier dua variabel dan melihat desain didaktis awal pada pembelajaran sebelumnya yang disusun guru.
Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi tidak tersetruktur dengan tujuan agar responden terbiasa, sehingga dapat berperilaku sewajarnya dalam pelaksanaan pembelajaran terkait materi persamaan linier dua variabel dan mengamati respon siswa terhadap desain didaktis yang dikembangkan. Untuk kepentingan dalam penelitian ini, maka dalam melakukan observasi dilakukan perekaman dan pemotretan yang akan digunakan sebagai bahan analisis lebih lanjut.
3. Kajian Kepustakaan
Dalam penelitian ini sumber-sumber berupa catatan dan dokumen (non human resource) digunakan untuk pengembangan content analysis. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Borg & Gall dalam Irawan (2007) bahwa penggunaan
(21)
32
content analysis adalah untuk mendapatkan informasi tentang variabel sosial dan psikologis yang kompleks.
Kajian kepustakaan difokuskan pada aspek materi yang terkait peta konsep yang berkaitan dengan pemecahan masalah persamaan linier dua variabel. Dokumen-dokumen yang digunakan adalah buku paket matematika untuk kelas VIII SMP yang dipergunakan oleh guru.
Penelitian pengembangan meliputi pengembangan desain didaktis pemecahan masalah persamaan linier dua variabel berdasarkan hasil identifikasi kesulitan siswa, dan hasil observasi desain didaktis awal pada pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Hasil pengembangan desain didaktis pemecahan masalah persamaan linier dua variabel diujicobakan pada siswa kelas VIII SMP di Jakarta, untuk mengetahui tanggapan siswa diberikan angket. Angket yang digunakan berisi sejumlah pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa, untuk memperoleh data mengenai tanggapan siswa terkait pembelajaran pemecahan masalah persamaan linier dua variabel. Siswa diminta untuk menjawab pernyataan dengan jawaban dengan pilihan: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS) (Ruseffendi, 1998).
Pedoman observasi digunakan untuk mengungkap hal-hal yang belum terangkat melalui tes dan angket, yaitu berupa aktivitas guru dan siswa pada pengembangan desain didaktis pemecahan masalah persamaan linier dua variabel. Pedoman observasi dipersiapkan oleh peneliti sebelum pelaksanaan penelitian. Observasi dilaksanakan selama uji coba terbatas pengembangan desain didaktis.
(22)
33
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dibagi ke dalam dua tahap: pertama, subjek penelitian pendahuluan untuk mengetahui hambatan/kesulitan belajar (learning obstacle) siswa adalah siswa kelas IX MTs di Jakarta, siswa kelas XI MA di Jakarta, mahasiswa tingkat II FKIP Universitas di Jakarta, dan guru matematika MTs di Jakarta adalah subjek penelitian desain didaktis awal; kedua, subjek penelitian pada pengembangan desain didaktis pemecahan masalah matematik persamaan linier dua variabel dan untuk memperoleh tanggapan siswa terhadap desain didaktis inovasi yang dikembangkan dari penelitian difokuskan pada siswa kelas VIII pada salah satu MTs di Jakarta.
D. Sumber data
Sumber data yang dipergunakan untuk kepentingan analisis dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yaitu: 1) hasil tes responden terkait pemecahan masalah persamaan linier dua variabel, buku teks matematika kelas VIII dan silabus matematika kelas VIII, 2) sumber responden, dipilih secara purposive sampling, yang didasarkan pada kriteria: memiliki peran penting pembelajaran matematika di sekolah, memiliki pengetahuan berharga sesuai dengan kajian penelitian, dan memiliki keinginan bekerja sama serta berbagi informasi tentang kajian penelitian.
Pada penelitian pendahuluan untuk mengetahui kesulitan/hambatan belajar (learning obstacle) siswa secara mendalam setelah menganalisis hasil tes, peneliti mengadakan wawancara terhadap responden dari satu kelas VIII siswa MTs
(23)
34
diambil 3 orang, satu kelas XI siswa MA diambil 3 orang dan satu kelas mahasiswa semester II FKIP diambil 3 orang yang diteliti pada penelitian pendahuluan. Sebagaimana dijabarkan pada tabel 3.1 berikut:
Tabel 3.1
Subjek Penelitian Pendahuluan
No. Subjek Penelitian Jumlah Kode
1 2 3 4
Siswa di satu SMP/MTs. di Jakarta Siswa di satu SMA/MA. di Jakarta
Mahasiswa FKIP di Universitas di Jakarta Guru SMP di Jakarta
3 3 3 1
A1, A2, A3 A4, A5, A6 A7, A8, A9
A10
Jumlah 10
E. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data verbal. Analisis data menggunakan model interaktif dari Milles dan Hubarmen (Supriatna, 2011), analisis data dilakukan mengikuti tahap-tahap berikut:
1. Pengumpulan data
Pertama, penelitian pendahuluan data kesulitan-kesulitan responden terkait pemecahan masalah persamaan linier dua variabel diperoleh dari hasil tes, data yang tidak terungkap melalui tes diperdalam dengan menggunakan teknik wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data mengenai desain didaktis awal yang dibuat oleh guru diperoleh melalui teknik observasi dan wawancara. Kedua, penelitian pengembangan, data tanggapan siswa pada pembelajaran pengembangan desain didaktis pemecahan masalah persamaan linier dua variabel diperoleh melalui angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi.
(24)
35
Selanjutnya data-data yang berupa data verbal dari wawancara diubah menjadi bentuk tulisan.
2. Reduksi data
Data yang diperoleh di lapangan selanjutnya dipilih sesuai dengan tujuan permasalahan yang ingin dicapai yaitu kedalam penelitian pendahuluan dan penelitian pengembangan. Dari hasil kegiatan mereduksi data ini, data terpilih kemudian dipisahkan dari data yang tidak perlu. Akan tetapi, data tersebut tidak dihilangkan. Maksudnya, data lain yang terungkap lewat pengambilan data tetap dipertimbangkan untuk mendukung data utama. Selanjutnya, data setiap aspek diteliti.
3. Penyajian data
Dalam tahap ini, data pendahuluan akan disajikan secara kuantitatif deskriptif yaitu dalam bentuk tabel dan presentase, adapun aspek-aspek yang diteliti sesuai identifikasi penelitian. Data penelitian pengembangan akan disajikan secara kualitatif berdasarkan hasil angket.
4. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan diperoleh setelah kegiatan mereduksi data dan menyajikan data. Kesimpulan merupakan hasil kegiatan mengaitkan pertanyaan-pertanyaan penelitian dengan data yang diperoleh di lapangan.
Pengumpulan data
Reduksi data Penarikan kesimpulan Penyajian data
(25)
36
Setelah data terkumpul, analisis akan dilakukan dengan cara induktif, mendekatkan data temuan pada teori landasan, sebagaimana yang dijabarkan oleh Miles dan Huberman (Supriatna, 2011) langkah-langkah dan analisisnya adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa (learning obstacles) pada penyelesaian masalah yang diajukan terkait materi persamaan linier dua variabel.
b. Mengidentifikasi dampak situasi didaktis pemecahan masalah siswa pada materi persamaan linier dua variabel.
c. Mengidentifikasi model antisipasi dan situasi didaktis yang dapat dikembangkan berdasarkan analisis respon siswa serta kecenderungan pola pikir mereka.
d. Mencari keterkaitan kesulitan-kesulitan siswa (learning obstacle) dengan model antisipasi dan situasi didaktis yang dapat dikembangkan berdasarkan analisis respon siswa serta kecenderungan pola pikir mereka.
e. Merancang desain didaktis pemecahan masalah matematis persamaan linier dua variabel setelah mengidentifikasi kesulitan siswa dari hasil tes, wawancara, karakteristik siswa dan kajian teori yang relevan. f. Mengadakan ujicoba terbatas desain didaktis yang dikembangkan pada
siswa kelas VIII di Jakarta.
g. Mengidentifikasi respon siswa terhadap desain didaktis yang dikembangkan.
(26)
37
h. Menarik kesimpulan.
F. Kriteria Keabsahan Data
Ada empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan keabsahan data dalam penelitian ini, seperti yang dijelaskan Moleong (2007), yaitu:
1. Kriteria kepercayaan (credibility); peneliti melakukan enam teknik pemeriksaan keabsahan data yang meliputi:
a. Perpanjangan keikutsertaan peneliti di lokasi penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai;
b. Ketekunan atau keajegan pengamatan peneliti di lapangan;
c. Triangulasi, melakukan proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya, metode , dan teori.
d. Pengecekan dengan teman sejawat, dilakukan melalui diskusi dengan rekan guru, kepala sekolah, dan praktisi pendidikan lainnya.
e. Kecukupan referensial, dengan melakukan cek terhadap referensi dan pustaka atau sumber lainnya yang relevan.
f. Kajian kasus negatif, mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.
2. Kriteria keteralihan (transferability), dilakukan dengan membuat uraian rinci yang mengacu pada fokus permasalahan penelitian.
3. Kriteria ketergantungan (dependability), dilakukan dengan audit kebergantungan.
(27)
38
4. Kriteria kepastian (confirmability), dilakukan dengan memeriksa (audit) kepastian.
G. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian
Dalam proses penelitian kualitatif, batas antara satu fase dengan fase yang lain sulit dinyatakan dengan tegas. Hal ini sejalan dengan sifat continuous yang dimiliki oleh penelitian kualitatif, dan sering kali terjadi overlapping (tumpang tindih) dan pengulangan-pengulangan (Irawan, 2007). Untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif dilakukan langkah-langkah berikut:
1. Tahap Pra-penelitian
Tahap ini meliputi berbagai studi kepustakaan, membuat desain penelitian, melaksanakan bimbingan intensif, menentukan lokasi penelitian, mengurus perizinan, dan menyiapkan kelengkapan kegiatan penelitian, mencari data yang sesuai dengan fokus penelitian, memilih sumber data yang sesuai dengan fokus penelitian, memilih sumber data yang terandalkan, menyusun pedoman wawancara untuk memperoleh data.
2. Penelitian Pendahuluan
Tahap ini meliputi identifikasi strategi dan hambatan (learning obstacle) responden pada pemecahan masalah sistem persamaan linier dua variabel. Peneliti menggali dan menjaring data di lapangan melalui tes dan wawancara yang diberikan pada siswa kelas IX SMP di Jakarta, siswa kelas XI SMA di Jakarta dan mahasiswa FKIP di universitas di Jakarta. Untuk
(28)
39
mengidentifikasi desain didaktis yang ada menggunakan teknik wawancara yang diadakan pada guru matematika kelas VIII SMP di Jakarta.
3. Tahap Penelitian Pengembangan
Pada tahap penelitian ini, peneliti menggali dan menjaring data di lapangan melalui angket, wawancara, observasi. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap penelitian adalah :
a. Membuat desain didaktis awal berdasarkan temuan dari tahap pendahuluan.
b. Melaksanakan pembelajaran desain didaktis pemecahan masalah awal. c. Mengadakan interaksi dengan siswa selama pembelajaran.
d. Mengadakan pengamatan selama pembelajaran.
e. Memberikan tes lisan dan tertulis selama pembelajaran.
f. Mengidentifikasi respon siswa dalam situasi didaktis yang berlangsung. 4. Tahap Pengolahan dan Analisis Data
Tahap pertama terdiri dari menganalisis jawaban siswa MTs, MA dan mahasiswa FKIP. Menganalisis hasil wawancara dengan guru matematika terkait desain didaktis yang ada. Tahap kedua, setelah data diperoleh dari penelitian pendahuluan maka dalam penelitian pengembangan menjawab semua identifikasi yang muncul sehingga dihasilkan desain didaktis awal untuk diujicobakan di kelas VIII dengan tujuan mengetahui tanggapan siswa terhadap desain yang dikembangkan. Tahap ketiga, merupakan penyempurnaan pada desain didaktis awal dalam rangka menghasilkan desain didaktis revisi/alternatif.
(29)
40
5. Tahap Penyajian Laporan Hasil Peneliatian
Tahap ini berbentuk kegiatan pengetikan naskah laporan, penyuntingan, penyusunan naskah akhir, pengesahan pembimbing, penggandaan dan pencetakan naskah jadi, penyerahan naskah kepada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
(30)
106
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Strategi pemecahan masalah yang banyak dimunculkan oleh siswa berupa eliminasi-substitusi dan dengan cara pengaturan data disertai trial and error (uji coba).
2. Hambatan belajar (learning obstacle) yang ditemukan terkait konsep sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dikelompokkan menjadi tipe, yaitu: Tipe 1 : Terkait konsep SPLDV dan non-SPLDV. Siswa salah menyangka
PLDV sebagai SPLDV, karena beranggapan SPLDV merupakan persamaan linier yang memuat dua variabel.
Tipe 2 : Terkait kemampuan siswa dalam merepresentasikan informasi yang terdapat pada soal cerita ke dalam bentuk matematika. Siswa salah memposisikan variabel dan koefisien variabel, sehingga menagalami kesalahan dalam membuat model matematika dari masalah yang diberikan.
Tipe 3 : Terkait kemampuan siswa memposisikan informasi yang berperan sebagai variabel atau koefisien variabel. Siswa belum memahami perbedaan antara variabel dengan koefisien.
3. Rancangan desain didaktis awal disusun berdasarkan pada temuan hambatan belajar (learning obstacle) yang didapat pada penelitian pendahuluan dan
(31)
107
berdasarkan teori yang relevan. Desain didaktis awal disusun menjadi 3 bagian, yaitu:
Bagian I : pemahaman konsep dan pemecahan masalah terkait PLDV. Bagian II : pemahaman konsep dan pemecahan masalah terkait SPLDV. Bagian III : metode aljabar penyelesaian SPLDV.
Dengan menekankan pada pemahaman definisi dan syarat SPLDV, siswa dapat membedakan antara PLDV dengan SPLDV. Selain itu, dengan memberikan pemodelan kongkrit menjadikan siswa mengingat kembali posisi/peran variabel dan koefisien variabel.
4. Hasil dari implementasi desain didaktis awal pada pembelajaran matematika terkait konsep SPLDV diantaranya:
a. Sebagian besar siswa memberikan respon sesuai yang telah diperkirakan dalam skenario pembelajaran.
b. Hasil kemampuan pemecahan masalah terkait SPLDV siswa kelas implementasi memiliki persentase lebih besar dibandingkan pada penelitian pendahuluan.
c. Strategi pemecahan masalah siswa tidak berbeda dengan yang didapat pada penelitian pendahuluan.
d. Desain didaktis berhasil mengurangi kecenderungan learning obstacle yang ditemukan.
Berdasarkan hasil di atas maka disusunlah desain didaktis revisi yang dikembangkan berdasarkan desain didaktis awal yang telah diperbaiki dan hasil dari implementasi desain didaktis awal.
(32)
108
B. REKOMENDASI
Berikut rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, yaitu:
1. Penggunaan bahasa yang sulit dimengerti oleh siswa sebaiknya diganti atau disesuaikan dengan kemampuan siswa.
2. Perlu tambahan model gambar disertai pertanyaan terbimbing untuk memudahkan siswa dalam memahami alur berpikir dari masalah yang diberikan.
3. Komunikasi dengan berbagai pihak sekolah sehingga tidak ada intervensi terhadap guru ataupun siswa dalam pembelajaran dan kesiapan fasilitas untuk digunakan dalam pembelajaran.
4. Alokasi waktu untuk pembahasan tugas mandiri perlu ditambah. Tugas mandiri dapat juga diberikan sebelum pembelajaran sebagai latihan awal maupun setelah latihan untuk mengecek pemahaman siswa dan sebagai pendalaman materi.
5. Perlunya pengembangan dan uji coba desain lebih lanjut untuk menghasilkan desain yang lebih efektif dalam mengatasi munculnya learning obstacle siswa terkait SPLDV.
6. Penelitian terpadu mengenai desain didaktis terkait SPLDV perlu dilakukan
terutama terhadap konsep yang menjadi prasyarat dari SPLDV seperti operasi aljabar, persamaan garis lurus, dan persamaan linier satu variabel agar learning obstacle siswa terekam dengan baik, sehingga tidak banyak learning obstacle yang muncul dalam pembelajaran SPLDV.
(33)
DAFTAR PUSTAKA
AME. (2009). Mathematical Problem Solving: Yearbook 2009.Singapore: World Scientific.
Artigue, M. (2008). Didactical Design in Mathematics Education. Proceeding NORMA08, Vol. 2, Copenhagen: Sense Publishers.
Bell, F. H. (1978). Teaching And Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers.
Brown, S. A. (2008). Exploring Epistemological Obstacle To The Development of Mathematics Induction. Proceeding of The 11th Conference For Research on Undergraduate Mathematics Education. San Diego.
Clark, A. (2012). Math Infocus: Singapore Math. Singapore: Masrshall Cavendish Education.
Dharmawan, S.P. (2011). Pengantar Aljabar Cepat dan Mudah Mengenal Dunia Aljabar Secara Filosofis. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. FPMIPA UPI. (2010). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran
MIPA Dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI-JICA.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
Irawan, P. (2007). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: DIA FISIP UI.
Kurtz, D. C. (1992). Foundations of Abstract Mathematics. Singapore: McGraw-Hill.
Lubis, M. (1984). Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA. Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC. Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.
(34)
2
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu OECD. (2010). PISA 2009 Results: Executive Summary.
U.S. Department of Education. (2010). Highlights From PISA 2009. Washington: IES. [Online] http://nces.ed.gov/pubs2011/2011004.pdf
Poerwadarminto, W.J.S. (1983). Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Balai Pustaka.
Polya, G. (1973). How to Solve It. New Jersey: Princeton University Press.
Posamentier, A. S. dan Krulik, S. (1998). Problem Solving Strategies for Efficient and Elegant Solutions, A Resource for The Mathematics Teacher. California: Corwin Press.
Posamentier, A. S. dan Stepelman, J. (1990). Teaching Secondary School Mathematics Techniques and Enrichment Units, Third Edition. Ohio: Merril Publishing Company.
Ruseffendi, E. T. (1998). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa Khususnya dalam Pengajaran Matematika: Untuk Calon Guru. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Simanjuntak, L. (1993). Metode Mengajar Matematika Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Supriatna, T. (2011). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Luas Daerah Segitiga Pada Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Suryadi, D. Didactical Design Research (DDR) Dalam Pengembangan Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pembelajaran MIPA pada 13 November 2010 di Universitas Muhammadiyah Malang. Suryadi, D. dan Herman, T. (2008). Eksplorasi Matematika Pembelajaran
Pemecahan Masalah. Bekasi: Karya Duta Wahana.
Spagnolo, F. (1999). A Theoretical-Experimental Model for Research of Epistemological Obstacle. Proceeding of International Conference on Mathematics Education Into The 21st Century in Cairo.
(35)
3
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
TIMSS. (2008). Rank Positions and Average Scores of Education Systems in TIMSS 2007. [Online] http://www.moe.gov.sg/media/press/files/2008 /12/tims-annex-a.pdf
Turmudi. (2009). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (2005). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahidin. (2011). Pencapaian Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga. Tesis SPs. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Widdiharto, R. (2008). Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan Alternatif Proses Remidinya. Paket Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika. Yogyakarta: P4TK Matematika
(1)
106
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Strategi pemecahan masalah yang banyak dimunculkan oleh siswa berupa eliminasi-substitusi dan dengan cara pengaturan data disertai trial and error (uji coba).
2. Hambatan belajar (learning obstacle) yang ditemukan terkait konsep sistem persamaan linier dua variabel (SPLDV) dikelompokkan menjadi tipe, yaitu: Tipe 1 : Terkait konsep SPLDV dan non-SPLDV. Siswa salah menyangka
PLDV sebagai SPLDV, karena beranggapan SPLDV merupakan persamaan linier yang memuat dua variabel.
Tipe 2 : Terkait kemampuan siswa dalam merepresentasikan informasi yang terdapat pada soal cerita ke dalam bentuk matematika. Siswa salah memposisikan variabel dan koefisien variabel, sehingga menagalami kesalahan dalam membuat model matematika dari masalah yang diberikan.
Tipe 3 : Terkait kemampuan siswa memposisikan informasi yang berperan sebagai variabel atau koefisien variabel. Siswa belum memahami perbedaan antara variabel dengan koefisien.
3. Rancangan desain didaktis awal disusun berdasarkan pada temuan hambatan belajar (learning obstacle) yang didapat pada penelitian pendahuluan dan
(2)
berdasarkan teori yang relevan. Desain didaktis awal disusun menjadi 3 bagian, yaitu:
Bagian I : pemahaman konsep dan pemecahan masalah terkait PLDV. Bagian II : pemahaman konsep dan pemecahan masalah terkait SPLDV. Bagian III : metode aljabar penyelesaian SPLDV.
Dengan menekankan pada pemahaman definisi dan syarat SPLDV, siswa dapat membedakan antara PLDV dengan SPLDV. Selain itu, dengan memberikan pemodelan kongkrit menjadikan siswa mengingat kembali posisi/peran variabel dan koefisien variabel.
4. Hasil dari implementasi desain didaktis awal pada pembelajaran matematika terkait konsep SPLDV diantaranya:
a. Sebagian besar siswa memberikan respon sesuai yang telah diperkirakan dalam skenario pembelajaran.
b. Hasil kemampuan pemecahan masalah terkait SPLDV siswa kelas implementasi memiliki persentase lebih besar dibandingkan pada penelitian pendahuluan.
c. Strategi pemecahan masalah siswa tidak berbeda dengan yang didapat pada penelitian pendahuluan.
d. Desain didaktis berhasil mengurangi kecenderungan learning obstacle yang ditemukan.
Berdasarkan hasil di atas maka disusunlah desain didaktis revisi yang dikembangkan berdasarkan desain didaktis awal yang telah diperbaiki dan hasil dari implementasi desain didaktis awal.
(3)
108
B. REKOMENDASI
Berikut rekomendasi yang dapat diberikan berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, yaitu:
1. Penggunaan bahasa yang sulit dimengerti oleh siswa sebaiknya diganti atau disesuaikan dengan kemampuan siswa.
2. Perlu tambahan model gambar disertai pertanyaan terbimbing untuk memudahkan siswa dalam memahami alur berpikir dari masalah yang diberikan.
3. Komunikasi dengan berbagai pihak sekolah sehingga tidak ada intervensi terhadap guru ataupun siswa dalam pembelajaran dan kesiapan fasilitas untuk digunakan dalam pembelajaran.
4. Alokasi waktu untuk pembahasan tugas mandiri perlu ditambah. Tugas mandiri dapat juga diberikan sebelum pembelajaran sebagai latihan awal maupun setelah latihan untuk mengecek pemahaman siswa dan sebagai pendalaman materi.
5. Perlunya pengembangan dan uji coba desain lebih lanjut untuk menghasilkan desain yang lebih efektif dalam mengatasi munculnya learning obstacle siswa terkait SPLDV.
6. Penelitian terpadu mengenai desain didaktis terkait SPLDV perlu dilakukan terutama terhadap konsep yang menjadi prasyarat dari SPLDV seperti operasi aljabar, persamaan garis lurus, dan persamaan linier satu variabel agar
learning obstacle siswa terekam dengan baik, sehingga tidak banyak learning obstacle yang muncul dalam pembelajaran SPLDV.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
AME. (2009). Mathematical Problem Solving: Yearbook 2009.Singapore: World Scientific.
Artigue, M. (2008). Didactical Design in Mathematics Education. Proceeding NORMA08, Vol. 2, Copenhagen: Sense Publishers.
Bell, F. H. (1978). Teaching And Learning Mathematics (In Secondary School). Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers.
Brown, S. A. (2008). Exploring Epistemological Obstacle To The Development of
Mathematics Induction. Proceeding of The 11th Conference For Research on Undergraduate Mathematics Education. San Diego.
Clark, A. (2012). Math Infocus: Singapore Math. Singapore: Masrshall Cavendish Education.
Dharmawan, S.P. (2011). Pengantar Aljabar Cepat dan Mudah Mengenal Dunia
Aljabar Secara Filosofis. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Dimyati dan Mudjiono. (2002). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. FPMIPA UPI. (2010). Teori, Paradigma, Prinsip, dan Pendekatan Pembelajaran
MIPA Dalam Konteks Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI-JICA.
Hadi, S. (2005). Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip.
Irawan, P. (2007). Penelitian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Depok: DIA FISIP UI.
Kurtz, D. C. (1992). Foundations of Abstract Mathematics. Singapore: McGraw-Hill.
Lubis, M. (1984). Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran. Jakarta: UHAMKA. Johnson, E. B. (2007). Contextual Teaching & Learning: Menjadikan Kegiatan
Belajar-Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna. Bandung: MLC.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston: NCTM.
(5)
2
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu OECD. (2010). PISA 2009 Results: Executive Summary.
U.S. Department of Education. (2010). Highlights From PISA 2009. Washington: IES. [Online] http://nces.ed.gov/pubs2011/2011004.pdf
Poerwadarminto, W.J.S. (1983). Kamus Bahasa Indonesia. Bandung: Balai Pustaka.
Polya, G. (1973). How to Solve It. New Jersey: Princeton University Press.
Posamentier, A. S. dan Krulik, S. (1998). Problem Solving Strategies for Efficient
and Elegant Solutions, A Resource for The Mathematics Teacher.
California: Corwin Press.
Posamentier, A. S. dan Stepelman, J. (1990). Teaching Secondary School
Mathematics Techniques and Enrichment Units, Third Edition. Ohio:
Merril Publishing Company.
Ruseffendi, E. T. (1998). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika: Untuk Calon Guru. Bandung:
Tidak Diterbitkan.
Simanjuntak, L. (1993). Metode Mengajar Matematika Jilid 1. Jakarta: Rineka Cipta.
Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. FPMIPA-JICA UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Supriatna, T. (2011). Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan
Masalah Matematis Luas Daerah Segitiga Pada Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPs. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Suryadi, D. Didactical Design Research (DDR) Dalam Pengembangan
Matematika. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Pembelajaran
MIPA pada 13 November 2010 di Universitas Muhammadiyah Malang. Suryadi, D. dan Herman, T. (2008). Eksplorasi Matematika Pembelajaran
Pemecahan Masalah. Bekasi: Karya Duta Wahana.
Spagnolo, F. (1999). A Theoretical-Experimental Model for Research of
Epistemological Obstacle. Proceeding of International Conference on
(6)
Krisna Satrio Perbowo, 2013
Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV) pada Sekolah Menengah Pertama
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
TIMSS. (2008). Rank Positions and Average Scores of Education Systems in
TIMSS 2007. [Online] http://www.moe.gov.sg/media/press/files/2008
/12/tims-annex-a.pdf
Turmudi. (2009). Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika
(Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional. (2005). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wahidin. (2011). Pencapaian Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah
Matematik Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbantuan Alat Peraga.
Tesis SPs. UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.
Widdiharto, R. (2008). Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika SMP dan
Alternatif Proses Remidinya. Paket Pemberdayaan KKG/MGMP
Matematika. Yogyakarta: P4TK Matematika