PENGEMBANGAN DISAIN DIDAKTIS BAHAN AJAR PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS LUAS DAERAH SEGITIGA PADA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

(1)

DAFTAR ISI

hal LEMBAR PERSETUJUAN

LEMBAR PERNYATAAN

PERNYATAAN . . . KATA PENGANTAR . . . UCAPAN TERIMA KASIH . . . ABSTRAK . . . DAFTAR ISI . . . DAFTAR TABEL . . . DAFTAR GAMBAR . . . DAFTAR LAMPIRAN . . . BAB I PENDAHULUAN . . . . . .

A.Latar Belakang Masalah . . . . . . B. Identifikasi Masalah penelitian . . . C. Pertanyaan-pertanyaan Penelitian . . . D. Tujuan Penelitian . . .. . . E. Manfaat penelitian . . . . . . BAB II BELAJAR DAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA . . .

A.Dari Sudut Pandang Teori Belajar . . . 1. Siswa Terlibat Secara Aktif . . . 2. Menggunakan Pengetahuan Awal Siswa. . . 3. Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Siswa. . . 4. Mengembangkan Kemampuan Metakognisi Siswa . . . B. Dari Sudut Pandang Teori Didaktis .. . .

Metapedadidaktik . . . . C. Pemecahan Masalah Matematis . . .

Pengertian Problem Solving . . . D. Peta Konsep . . . E. Teori Belajar Pendukung . . . BAB III METODE PENELITIAN . . .

A.Pendekatan Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data . . . 1. Pendekatan Penelitian. . . 2. Teknik Pengumpulan Data. . .

i ii iii vii viii xi xii xv 1 1 7 7 8 9 10 10 17 18 19 20 20 24 37 37 47 48 51 51 51 52


(2)

B.Subjek Penelitian dan Sumber Data Penelitian. . . 1. Subjek Penelitian . . . 2. Sumber Data . . . . . . C. Teknik Analisis Data . . . D. Kriteria Keabsahan Data . . .

Tahap-tahap Penelitian . . .. . . BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . . .

A. Hasil Penelitian . . . 1. Kesulitan Responden dalam Pemecahan masalah Luas

Daerah Segitiga . . . 2. Peta Konsep . . . .. . . . . . 3. Disain Didaktis Awal yang Disusun Guru . . . .. . . 4. Pengembangan Disain Didaktis Pemecahan Masalah Luas Daerah Segitiga . . . . . . 5. Tanggapan Siswa Terhadap Disain Didaktis yang

Dikembangkan . . . . . . B. Pembahasan . . .

1. Kesulitan Responden . . . 2. Peta Konsep . . . 3. Disan Didaktis yang Disusun Guru . . . 4. Penelitian Pengembangan . . . . . . C. Temuan Hasil Penelitian . . . BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI . . .

A.Kesimpulan . . . B. Rekomendasi . . . DAFTAR PUSTAKA . . . LAMPIRAN-LAMPIRAN . . .

56 56 56 57 60 61 64 64 64 75 75 77 95 97 97 99 101 103 111 114 114 116 117 121


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Subjek Penelitian . . . 56


(4)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Segitiga Didaktis yang Dimodifikasi . . . 26

2.2 Ilustrasi Masalah Pertama . . . 27

2.3 Ilustrasi Masalah Kedua . . . 29

2.4 Ilustrasi Masalah Ketiga . . . 30

3.1 Komponen-komponen Analisis Data . . . 58

4.1 Persentase hasil kemampuan siswa dalam menyelesaikan pertanyaan pemecahan masalah luas daerah segitiga yang dikaitkan dengan dua buah persegi. . . 65

4.2 Persentase hasil kemampuan responden dalam menyelesaikan pertanyaan pemecahan masalah dalam menentukan perbandingan luas daerah segitiga . . . 66

4.3 Hasil kemampuan responden dalam menentukan luas daerah segitiga yang merupakan bagian dari segitiga sama kaki . . . 67

4.4 Hasil kemampuan responden dalam menghitung dua segitiga . . . 69

4.5 Persentase hasil kemampuan responden dalam menyelesaikan perbandingan luas daerah segitiga . . . . . . 70

4.6 Hasil kemampuan responden dalam menyelesaikan pertanyaan pemecahan masalah luas daerah segitiga yang dikoneksikan dengan tiga segitiga lainnya. . . . . . 71

4.7 Persentase hasil kemampuan responden dalam menyelesaikan kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga dengan mengganakan perbandingan (single context).. . . 73

4.8 Persentase hasil kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga yang dikaitkan dengan persegi panjang. . . 74

4.9 Segitiga Lancip . . . . . . . . . 76

4.10 Segitiga tumpul . . . . 77

4.11 Berbagai macam bentuk segitiga . . . 79

4.12 Menentukan alas dan tinggi Segitiga Siku-siku . . . 81

4.13 Segitiga sama kaki ABC . . . 82

4.14 Menentukan alas dan tinggi segitiga sama kaki ABC . . . 82 v


(5)

4.15 Memilih Alas dan Tinggi Segitiga sama kaki ABC . . . 82

4.16 Menentukan Alas dan Tinggi Segitiga sama kaki ABC . . . 83

4.17 Menentukan Alas dan tinggi segitiga sama sisi . . . 83

4.18 Menentukan alas dan tinggi segitiga sama sisi . . . 83

4.19 Menentukan alas dan tinggi segitiga sama sisi . . . 84

4.20 Segitiga sembarang ABC . . . 84

4.21 Menentukan alas dan tinggi segitiga sembarang ABC . . . 84

4.22 Menentukan alas dan tinggi segitiga sembarang ABC . . . 85

4.23 Menentukan alas dan tinggi segitiga sembarang ABC . . . 85

4.24 Segitiga ABC yang Diubah Menjadi Persegipanjang ABCD . . . . 86

4.25 Segitiga ABC yang Diubah Menjadi Persegipanjang BDCF . . . . 87

4.26 Segitiga Lancip. . . 87

4.27 Segitiga ABC yang Diubah Menjadi Persegi panjang ABDE . . . 88

4.28 Segitiga Tumpul . . . 89

4.29 Segitiga ABC yang Diubah Menjadi Persegipanjang ABDE . . . 90

4.30 Segitiga Sama sisi . . . 91

4.31 Segitiga ABC yang Diubah Menjadi Persegipanjang ACEF . . . 91

4.32 Persegi ABCD . . . 92

4.33 Peta Konsep Luas Daerah Segitiga . . . 101


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Hasil kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga siswa kelas IX A SMPN di Sumedang . . .

Hasil kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga siswa kelas XII IPA 2 SMA di Sumedang . . .

Hasil kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga mahasiswa Semester 2 STKIP di Jawa Barat . . .

Hasil kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga siswa kelas VII SMP di Sumedang . . .

Kisi-kisi soal pemecahan masalah . . .

124

125

126

127 128 Soal tes kemampuan pemecahan masalah . . . 129 Hasil wawancara . . . .. . . 135 Matrik hasil penelitian . . . 187 Tempat penelitian . . .

vii


(7)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional dilaksanakan melalui tiga jalur yaitu jalur formal, non formal dan informal (Depdiknas, 2003). Salah satu pelajaran dalam pendidikan jalur formal (sekolah) adalah pelajaran matematika. Mata pelajaran matematika sebagai wahana pendidikan tidak hanya digunakan untuk mencapai satu tujuan yaitu mencerdaskan siswa, tetapi dapat pula membentuk kepribadian siswa untuk bersikap jujur, disiplin, tepat waktu, tanggung jawab serta mengembangkan kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif.

Berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif dapat dikembangkan melalui belajar matematika karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa berpikir rasional (Depdiknas, 2004). Implikasinya siswa perlu memiliki penguasaan matematika pada tingkat tertentu, yang merupakan penguasaan kecakapan matematis yang dapat memahami dunia dan berhasil dalam kariernya. Kecakapan matematis yang ditumbuhkan pada siswa merupakan tujuan mata pelajaran matematika kepada kecakapan hidup yang ingin dicapai melalui matematika. Menurut Wahyudin (2008:27) menyatakan bahwa “perlu memahami dan mampu menggunakan matematika di dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam dunia kerja”. Sebagai


(8)

2

contoh: matematika untuk kehidupan, matematika sebagai warisan budaya, matematika untuk dunia kerja, matematika untuk komunitas keilmuan dan teknik. Turmudi (2009) pembelajaran matematika sebagai salah satu bidang keilmuan yang tidak terlepas dari adanya guru, siswa dan materi sebagai salah satu sumber bahan ajar. Guru sebagai salah satu sumber keilmuan memberikan cara pandang terhadap matematika dan akan berpengaruh terhadap cara menyampaikan matematika kepada siswa. “strict body of knowledge”

(ilmu pengetahuan yang sangat ketat) telah meletakkan pondasi bahwa siswa adalah objek yang pasif, karena yang diutamakan di sini adalah “knowledge of mathematics” (pengetahuan matematika). Dalam kondisi seperti ini matematika dipandang dari sisi siswa sebagai hal yang statis sehingga pertumbuhan teori matematis seperti ini sangatlah lamban. Guru senantiasa menjadi pusat perhatian karena ia harus mendemonstrasikan matematika yang siap saji. Guru yang dapat mendemonstrasikan kemampuan matematis tanpa buku di depan siswa, itulah guru yang luar biasa menurut pandangan ini. Siswa diharapkan mampu menirukan perilaku guru terhadap matematika yang diberikannya. Itulah siswa yang dipandang sebagai siswa yang sukses.

Ketika siswa dihadapkan pada soal-soal yang berbeda konteks yang diajarkan, siswa menyerah dan tidak dapat melakukan proses penyelesaian matematika karena siswa mempunyai anggapan soal tersebut belum diajarkan sebelumnya (Turmudi, 2009). Perubahan yang sangat mendasar juga disebabkan pergeseran pandangan dalam memahami bagaimana pembelajaran matematika yang akan berdampak terhadap kemampuan matematika. Pembelajaran tidak lagi


(9)

3

dipandang sebagai proses menerima informasi untuk disimpan di memori siswa, tetapi lebih menekankan latihan-latihan daripada hapalan (Herman, 2009).

Pembelajaran matematika perlu memperhatikan pemahaman apa yang siswa tahu, kemudian membuat tantangan dan dorongan agar siswa belajar. Sesuai dengan Brousseau (1997) bahwa pengetahuan tidak ditransfer dari satu orang kepada orang lain, tapi individu yang belajar membangun pengetahuan sendiri. Untuk itu guru hendaknya mengetahui dan memahami secara mendalam matematika yang akan diajarkan kepada siswa dan sanggup menggambarkan pengetahuan secara fleksibel dalam tugas pembelajarannya.

Memahami apa yang siswa ketahui dan apa yang perlu dipelajari siswa dalam matematika merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki guru dalam mengajarkan matematika. Kemudian, menantang dan mendorong siswa untuk mempelajari matematika dengan baik, dengan berbagai kompetensi dalam pembelajaran matematika. Kompetensi-kompetensi yang harus dikuasai siswa yaitu pemecahan masalah, pemahaman, penalaran, komunikasi dan koneksi matematis (Wahyudin, 2008).

Pemecahan masalah matematis merupakan suatu kemampuan yang harus dicapai dan peningkatan berpikir matematis merupakan prioritas dalam pembelajaran matematika (Sabandar, 2006). Hal tersebut sesuai dengan pendapat Delvin (2007) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah matematis merupakan unsur penting dalam setiap jenjang pendidikan, baik jenjang persekolahan maupun perguruan tinggi. Demikian pula menurut Turmudi (2009)


(10)

4

Pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika merupakan bagian tak terpisahkan dalam pembelajaran matematika.

The National Council of Teachers of Mathematics pada tahun 1989 menerbitkan Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Standar-standar ini merefleksikan penerapan teknik-teknik pemecahan masalah dalam pembuatan keputusan. Standar-standar ini dapat bermanfaat untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi program matematika dasar yang merangkap realitas masa kini serta memenuhi harapan yang akan datang.

Salah satu tujuan yang harus dikembangkan menjadi prioritas dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah matematis. Namun berdasarkan kenyataan dilapangan pendidikan menunjukkan indikasi yang berbeda, guru terbiasa melakukan pembelajaran secara konvensional menurut hasil laporan Trends in International Mathematics and Science Studi (TIMSS) tahun 1999. Sesuai yang dikemukakan Suryadi (2005) menyatakan bahwa secara umum pembelajaran matematika di Indonesia masih terdiri atas rangkaian kegiatan berikut: awal pembelajaran dimulai sajian masalah oleh guru, selanjutnya dilakukan demontrasi penyelesaian masalah tersebut, dan terakhir guru meminta siswa untuk melakukan latihan penyelesaian soal. Hasil dari pembelajaran tersebut mengakibatkan siswa mengalami kesulitan apabila dihadapkan pada soal-soal yang tidak pernah dicontohkan pada pembelajaran. Sebagian besar siswa mengalami kendala pada saat dihadapkan pada soal-soal pemecahan masalah.


(11)

5

Penelitian pendahuluan yang dilakukan Supriatna (2010), memberikan gambaran bahwa soal-soal pemecahan masalah belum dikuasai oleh responden. Terlihat dari jawaban siswa SMPN di Sumedang, siswa yang mampu menjawab soal dengan benar adalah 25,70%. Siswa SMAN di Sumedang yang mampu menjawab soal dengan benar adalah 36,6%. Jawaban mahasiswa STKIP di Jawa Barat yang mampu menjawab soal pemecahan masalah luas daerah segitiga adalah 38,4%.

Berdasarkan fakta-fakta tentang data penelitian di atas, untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah luas daerah segitiga dalam proses kegiatan pembelajaran matematika perlu adanya inovasi pembelajaran yang menekankan keterkaitan siswa, guru dan materi sehingga dapat membangun pengetahuan matematis baru lewat pemecahan masalah. Materi luas daerah segitiga berada pada kelas VII di SMP. Pengembangan pemecahan masalah luas daerah segitiga akan difokuskan pada salah satu SMPN di Sumedang pada kelas VII .

Pengembangan disain didaktis mempunyai peranan dalam belajar matematika dan pembelajaran matematika (mathematics teaching). Peranan tersebut sangat berpengaruh terhadap bagaimana mereka melakukan pembelajaran di kelas (Suryadi, 2010). Bahkan pengembangan teori-teori baru diharapkan mampu menjawab hambatan-hambatan pembelajaran, lintasan belajar siswa dan karakteristik siswa. Pengembangan disain didaktis perlu terus dilakukan baik oleh guru, maupun peneliti.


(12)

6

Dua aspek mendasar dalam proses pembelajaran matematika sebagaimana dikemukakan di atas yaitu hubungan siswa-materi dan hubungan guru-siswa, ternyata dapat menciptakan suatu situasi didaktis maupun pedagogis yang tidak sederhana bahkan seringkali terjadi sangat kompleks. Hubungan Guru-Siswa-Materi digambarkan dalam hubungan didaktis (HD) antara siswa dan materi, serta hubungan pedagogis (HP) antara guru dan siswa (Kansanen, 2003). Dengan demikian, seorang guru pada saat merancang sebuah didaktis, sekaligus juga perlu memikirkan prediksi respon siswa atas situasi tersebut serta antisipasinya sehingga terciptanya situasi didaktis baru (Suryadi, 2010).

Disain didaktis yang ada hendaknya menggunakan peta konsep untuk merancang pembelajaran dan banyak menampilkan soal-soal pemecahan masalah sehingga siswa terbiasa dalam menghadapinya, semakin banyak anak berlatih menyelesaikan soal pemecahan masalah maka akan semakin banyak pengalaman siswa dan akan berdampak pada kemampuan siswa dalam mengerjakan berbagai macam soal pemecahan masalah.

Menyimak kesenjangan antara harapan dan kenyataan di lapangan pendidikan matematika dewasa ini, serta gambaran tentang pembelajaran yang diberikan, maka model pembelajaran bervariasi khususnya penggunaan bahan ajar yang diolah dengan disain didaktis untuk meningkatkan pemecahan masalah matematis sebagai calon SDM Indonesia yang handal, dirasa cukup mendesak untuk diwujudkan. Oleh karena itu sebagai bentuk kepedulian insan pendidikan yang bertanggungjawab untuk mempercepat kemajuan pendidikan matematika, penulis termotivasi untuk meneliti pelaksanaan pembelajaran


(13)

7

dengan disain didaktis yang berjudul “Pengembangan Disain Didaktis Bahan Ajar Pemecahan Masalah Matematis Luas Daerah Segitiga pada Sekolah Menengah Pertama”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Berlandaskan latar belakang di atas, batasan masalah perlu dirumuskan sebagai identifikasi uraian masalah pada bagian sebelumnya. Dengan demikian, penelitian yang dilakukan dapat terarah dan tidak simpang siur serta tujuan penelitian dapat tercapai.

Penelitian ini adalah penelitian bidang pendidikan matematika, khususnya pemecahan masalah matematis siswa SMP pada luas daerah segitiga. Adapun masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan penelitian pada bagian berikutnya.

C. Pertanyaan-Pertanyaan Penelitian

Penelitian dibagi kedalam dua tahapan. Ke-satu penelitian pendahuluan bertujuan mengidentifikasi atas masalah penelitian, masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1. Bagaimana kesulitan-kesulitan siswa (learning obstacles) pada penyelesaian masalah yang diajukan terkait materi luas daerah segitiga?

2. Bagaimana peta konsep yang berkaitan dengan pemecahan masalah pada materi luas daerah segitiga?


(14)

8

3. Bagaimana disain didaktis awal pada pembelajaran sebelumnya?

Ke-dua penelitian pengembangan disain dikdaktis bahan ajar pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga.

1. Bagaimana disain didaktis pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga setelah dikembangkan?

2. Bagaimana tanggapan siswa terhadap disain didaktis yang di kembangkan?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab beberapa rumusan yang telah dijabarkan melalui pertanyaan-pertanyaan penelitian. Maka tujuan penelitian pendahuluan adalah sebagai berikut.

1. Mengetahui kesulitan-kesulitan siswa (learning obstacle) pada pemecahan masalah terkait materi luas daerah segitiga.

2. Mengetahui peta konsep yang berkaitan dengan pemecahan masalah siswa pada materi luas daerah segitiga.

3. Mengetahui disain didaktis awal pada pembelajaran sebelumnya.

Penelitian pengembangan disain didaktis mempunyai tujuan setelah mengidentifikasi penelitian pendahuluan maka pada penelitian ini bertujuan. 1. Mengembangkan disain didaktis pemecahan masalah matematis luas daerah

segitiga setelah dikembangkan.


(15)

9

E. Manfaat Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bersifat praktis sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan hasil belajar peserta didik, serta memberikan dampak positif terhadap peserta didik dalam mempelajari pemecahan masalah di dalam matematika. Penelitian ini juga dapat memberikan pengalaman kepada peserta didik, bahwa belajar matematika itu sesungguhnya menyenangkan.

Untuk guru matematika, penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan dalam merencanakan dan melaksanakan serta mengevaluasi pembelajaran matematika khususnya pada konsep luas daerah segitiga di SMP.

Pengembangan penelitian bagi siswa, dapat memudahkan memahami luas daerah segitiga dan menambah pengalaman dalam menyelesaikan berbagai soal pemecahan masalah. Pemecahan masalah di dalam matematika akan memberi para siswa kesempatan untuk memperkuat dan memperluas apa yang mereka ketahui dan apabila dipilih dengan baik, bisa merangsang belajar matematika. Pemecahan masalah dapat digunakan untuk membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan skil-skil khusus.


(16)

51

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Pendekatan Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

1. Pendekatan Penelitian

Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan lebih membutuhkan data kualitatif tetapi dalam hal tertentu akan disajikan secara kuantitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yakni pendekatan dalam pengolahan data mulai dari mereduksi, menyajikan dan memverifikasi serta menyimpulkan data, tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif. Sebagaimana Creswell (1988:15) memaparkan bahwa penelitian kualitatif adalah :

Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem words, report detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Memaknai paparan di atas, bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metodologi penelitian tertentu dengan cara menyelidik masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.

Pemahaman lain tentang pendekatan kualitatif, menurut Nasution (1996:18) menyebutkan “penelitian kualitatif sebagai penelitian naturalistik”. Sebab, situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, sebagaimana


(17)

52

adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen. Untuk memahami makna dari fenomena yang terjadi secara alamiah yang berkaitan dengan kajian di atas, maka peneliti berperan sebagai “key instrument”, yang harus mengumpulkan data dengan mendatangi langsung sumber data (Bogdan dan Biklen, 1990:27); perspektif emic berperan sebagai instrumen untuk memahami dan menjelaskan situasi kesulitan-kesulitan (learning obstacle)

siswa SMP, siswa SMA dan mahasiswa STKIP dalam menyelesaikan pemecahan masalah terkait materi luas daerah segitiga.

Argumentasi di atas sesuai dengan yang disampaikan oleh Lincoln dan Guba (1985:199) yaitu .... “the human–as-instrument is inclined toward methods that are extensions of normal human activities; looking, listening, speaking, reading, and the like”.Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa manusia sebagai instrumen dapat memahami makna interaksi antar manusia, membaca gerak muka, menyelami perasaan dan nilai yang terkandung dalam ucapan atau perbuatan responden (Nasution, 1996:9; Moleong, 2005:9).

2. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian pendahuluan meliputi identifikasi kesulitan siswa, identifikasi peta konsep yang berkaitan dengan pemecahan masalah materi luas daerah segitiga, mengidentifikasi disain didaktis pada pembelajaran sebelumnya.

Kesulitan-kesulitan siswa pada penyelesaian masalah yang diajukan dilihat dari sudut pandang karakteristik kesulitan siswa. Data kesulitan-kesulitan diperoleh melalui tes terkait materi luas daerah segitiga. Soal tes pemecahan masalah luas daerah segitiga terlebih dahulu di judgment oleh pembimbing.


(18)

53

Jawaban pertanyaan digunakan sebagai sumber data. Data yang tidak terungkap melalui tes diperdalam dengan mempergunakan :

a) Wawancara

Wawancara dilakukan dengan tujuan menggali informasi lebih mendalam dari responden karena dipandang hasil jawaban pertanyaan belum bisa merepresentasikan kesulitan siswa, melalui wawancara peneliti dapat: (1) mengidentifikasi kesulitan siswa dalam pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga; (2) Mengetahui tanggapan siswa terhadap disain didaktis yang dikembangkan.

Bersandar pada klasifikasi Moleong (2008) bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ke-satu, wawancara percakapan informal (the informal conversation interview), wawancara sepenuhnya didasarkan pada susunan pertanyaan spontan ketika interaksi berlangsung khususnya pada proses observasi partisipatif di lapangan, terkadang orang yang diwawancarai tidak diberitahu bahwa mereka sedang diwawancarai.

Ke-dua, wawancara umum dengan pendekatan terarah (the general interview guide approach), jenis wawancara yang menggariskan sejumlah isu yang harus digali dari setiap responden sebelum wawancara dimulai. Pertanyaan yang diajukan tidak perlu dalam urutan yang diatur terlebih dahulu atau dengan kata-kata yang disiapkan. Panduan wawancara memberikan checklist selama wawancara untuk meyakinkan bahwa topik-topik yang sesuai telah


(19)

54

terakomodasi. Penelitian menyesuaikan baik urutan pertanyaan maupun kata-kata untuk responden tertentu.

Ke-tiga, wawancara terbuka yang baku (the standadized open-ended interview), meliputi seperangkat pertanyaan yang secara seksama disusun dengan maksud untuk menjaring informasi mengenai isu-isu yang sesuai dengan urutan dan kata-kata yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Jenis wawancara yang dijelaskan di atas digunakan oleh peneliti untuk memperoleh informasi dari subjek penelitian, sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan. Seringkali peneliti sendiri melakukan intervensi dan melakukan probing agar informasi yang diperoleh terjamin reliabilitasnya.

b) Observasi

Observasi ini dilakukan untuk mendapatkan data dan fakta tentang kesulitan-kesulitan responden dalam pemecahan masalah terkait materi luas daerah segitiga dan melihat disain didaktis awal pada pembelajaran terdahulu yang disusun guru.

Dalam hal ini peneliti menggunakan observasi tidak terstruktur dengan tujuan agar responden terbiasa, sehingga dapat berperilaku sewajarnya dalam pelaksanaan pembelajaran terkait materi luas daerah segitiga dan mengamati respon siswa terhadap disain didaktis yang dikembangkan. Untuk kepentingan dalam penelitian ini, maka observasi ini dilakukan perekaman dan pemotretan yang akan dijadikan bahan analisis lebih lanjut.


(20)

55

c) Studi Dokumentasi

Peneliti memanfaatkan sumber-sumber berupa catatan dan dokumen

(non human resources) untuk pengembangan analisis kajian. Sebagaimana Lincoln dan Guba (1985:276-277) menjelaskan bahwa catatan dan dokumen ini dapat dimanfaatkan sebagai saksi dari kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban

Kajian dokumen difokuskan pada aspek materi yang terkait peta konsep yang berkaitan dengan pemecahan masalah luas daerah segitiga, Dokumen-dokumen itu adalah buku paket matematika untuk kelas VII SMP dan MTs yang berjudul Matematika konsep dan aplikasinya.

Penelitian pengembangan meliputi pengembangan disain didaktis pemecahan masalah luas daerah segitiga berdasarkan hasil identifikasi kesulitan siswa, identifikasi peta konsep, dan hasil observasi disain didaktis awal pada pembelajaran yang dikembangkan guru. Hasil pengembangan disain didaktis pemecahan masalah luas daerah segitiga diujicobakan pada siswa kelas VII SMPN di Sumedang, untuk mengetahui tanggapan siswa diberikan angket. Angket yang digunakan berisi sejumlah pertanyaan yang harus dijawab peserta didik, untuk memperoleh data mengenai tanggapan mereka terkait pembelajaran pemecahan masalah luas daerah segitiga. Siswa diminta untuk menjawab pernyataan dengan jawaban berupa: sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), dan Sangat tidak setuju (STS) (Ruseffendi, 1998:74).

Pedoman observasi digunakan untuk mengungkap hal-hal yang belum terangkat melalui tes dan angket, yaitu berupa aktivitas guru dan siswa pada


(21)

56

pengembangan disain didaktis pemecahan masalah luas daerah segitiga. Pedoman observasi dipersiapkan oleh peneliti sebelum pelaksanaan penelitian. Observasi dilaksanakan selama uji coba terbatas pengembangan disain didaktis.

B.Subjek Penelitian dan Sumber Data Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian dibagi kedalam dua tahap: pertama subjek penelitian pendahuluan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan (learning obsacles) adalah siswa kelas XI di satu SMPN di Sumedang, siswa kelas XII di satu SMAN di Sumedang dan mahasiswa tingkat II STKIP di Jawa Barat, guru matematika SMPN di sumedang adalah subjek penelitian peta konsep dan disain didaktis awal. Kedua subjek penelitian pada pengembangan disain didaktis pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga dan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap disain didaktis yang dikembangkan penelitian difokuskan pada siswa kelas VII pada salah satu SMP di Sumedang.

2. Sumber Data

Sumber data untuk kepentingan analisis dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori, yakni: pertama, hasil tes responden terkait pemecahan masalah luas daerah segitiga, buku teks matematika kelas VII dan silabus matematika kelas VII. Kedua, sumber responden, dipilih secara purposive sampling, yang didasarkan pada : (a) memainkan peran penting pembelajaran matematika di sekolah; (b) memiliki pengetahuan yang berharga sesuai dengan


(22)

57

kajian penelitian (c) memiliki keinginan bekerja sama dan berbagi infomasi tentang kajian penelitian.

Pada penelitan pendahuluan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan siswa

(learning obstacle) secara mendalam setelah menganalisis hasil tes, peneliti mengadakan wawancara terhadap responden dari satu kelas IX siswa SMP diambil 3 orang, satu kelas XII siswa SMA diambil 3 orang dan satu kelas mahasiswa semester II STKIP diambil 3 orang yang diteliti pada penelitian pendahuluan. Sebagaimana dijelaskan pada tabel 3.1

Tabel 3.1

Subjek penelitian pendahuluan

No Subjek Penelitian Jumlah Kode

1 2 3 4

Guru SMP di Sumedang

Siswa di satu SMP di Sumedang Siswa di satu SMA di Sumedang Mahasiswa STKIP di Jawa Barat

1 3 3 3

A 1 A2,A3,A4 A5,A6,A7 A8,A9,A10

Jumlah 10

C. Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data verbal. Analisis data menggunakan model interaktif dari Milles dan Hubarmen, (2007:20) Analisis data dilakukan mengikuti tahap-tahap berikut :


(23)

58

1. Pengumpulan data

Ke-satu penelitan pendahuluan data kesulitan-kesulitan responden terkait pemecahan masalah luas daerah segitiga diperoleh dari hasil tes, data yang tidak terungkap melalui tes diperdalam dengan menggunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Data mengenai disain didaktis awal yang dibuat oleh guru diperoleh melalui teknik observasi dan wawancara. Data peta konsep diperoleh melalui wawancara.

Ke-dua penelitian pengembangan, data tanggapan siswa pada pembelajaran pengembangan disain didaktis pemecahan luas daerah segitiga diperoleh melalui angket, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Selanjutnya data-data yang berupa data verbal dari wawancara diubah menjadi bentuk tulisan. 2. Reduksi data

Data yang diperoleh di lapangan selanjutnya dipilih sesuai dengan tujuan permasalahan yang ingin dicapai yaitu kedalam penelitan pendahulan dan penelitian pengembangan. Dari hasil kegiatan mereduksi data ini, data terpilih kemudian dipisahkan dari data yang tidak perlu. Akan tetapi, data tersebut tidak dihilangkan. Maksudnya, data lain yang terungkap lewat pengambilan data tetap dipertimbangkan untuk mendukung data utama. Selanjutnya, data setiap aspek diteliti.

3. Penyajian data

Dalam tahap ini, data penelitan pendahulan akan disajikan secara kuantitatif deskriptif yaitu dalam bentuk tabel dan persentase, adapun aspek-aspek yang


(24)

59

diteliti sesuai identifikasi penelitian. Data penlitian pengembangan akan disajikan secara kualitatif berdasarkan hasil angket.

4. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan diperoleh setelah kegiatan mereduksi data dan menyajikan data. Kesimpulan merupakan hasil kegiatan mengaitkan pertanyaan-pertanyaan penelitian dengan data yang diperoleh dilapangan.

Bagan 3.1 Komponen-komponen Analisis Data

Setelah data terkumpul, analisis akan dilakukan dengan cara induktif, mendekatkan data dan temuan pada teori landasan, sebagaimana yang dijabarkan oleh Miles dan Huberman (2007:20) Langkah-langkah dan analisisnya adalah sebagai berikut:

1) Mengidentifikasi kesulitan-kesulitan siswa (learning obstacles) pada penyelesaian masalah yang diajukan terkait materi luas daerah segitiga. 2) Mengidentifikasi dampak situasi didaktis pemecahan masalah siswa pada

materi luas daerah segitiga. Pengumpulan data

Reduksi data

Penyajian data


(25)

60

3) Mengidentifikasi model antisipasi dan situasi didaktis yang dapat dikembangkan berdasarkan analisis respon siswa serta kecenderungan pola pikir mereka.

4) Mencari keterkaitan kesulitan-kesulitan siswa (learning obstacles) dengan model antisipasi dan situasi didaktis yang dapat dikembangkan berdasarkan analisis respon siswa serta kecenderungan pola pikir mereka.

5) Mengidentifikasi peta konsep yang berkaitan dengan pemecahan masalah matematis pada materi luas daerah segitiga.

6) Merancang disain didaktis pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga setelah mengidentifikasi kesulitan siswa dari hasil tes, wawancara, karakteristik siswa dan kajian teori yang relevan.

7) Mengadakan ujicoba terbatas disain didaktis yang dikembangkan pada siswa kelas VII SMPN di Sumedang.

8) Mengidentifikasi respon siswa terhadap disain didaktis yang dikembangkan. 9) Menarik kesimpulan.

D. Kriteria Keabsahan Data

Ada empat kriteria yang digunakan untuk menetapkan keabsahan data dalam penelitian ini, seperti yang dijelaskan Moleong (2008), yakni :

1) Derajat kepercayaan (credibility); peneliti melakukan 6 (enam) teknik pemeriksaaan keabsahaan data yang meliputi, yakni :

a) Perpanjangan keikutsertaan peneliti di lokasi penelitian; b) Ketekunan dan keajegan pengamatan peneliti di lapangan;


(26)

61

c) Triangulasi, dilakukan dengan mencek ulang temuan antar sumber data, metode pengumpul data dan teori yang relevan dengan fokus penelitian (teori belajar dan pembelajaran);

d) Pengecekan teman sejawat dilakukan melalui diskusi dengan rekan guru, kepala sekolah dan pengawas pendidikan dinas pendidikan;

e) Kecukupan referensial; melakukan cek terhadap referensi dan pustaka dan sumber-sumber yang relevan;

f) Kajian kasus negatif, mengumpulkan contoh dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

2) Derajat Keteralihan (transferability); dilakukan dengan uraian rinci yang mengacu pada fokus permasalahan penelitian;

3) Derajat Kebergantungan (dependability); dilakukan dengan audit kebergantungan;

4) Derajat Kepastian (confirmability); dilakukan dengan memeriksa (audit) kepastian.

1. Tahap-Tahap Pelaksanaan Penelitian

Proses penelitian kualitatif batas antara satu tahapan dengan tahapan berikutnya sulit dinyatakan secara tegas. Hal itu sejalan dengan sifat

“emergent” dari penelitian kualitatif yaitu sifat yang senantiasa mengalami perubahan sepanjang penelitian dilaksanakan. Untuk memperoleh data dalam penelitian kualitatif, dilakukan langkah-langkah berikut.


(27)

62

1. Tahap Pra-penelitan

Tahap ini meliputi berbagai studi kepustakaan, membuat disain penelitian, melaksanakan bimbingan intensif, menentukan lokasi penelitian, mengurus perizinan, dan menyiapkan kelengkapan kegiatan penelitian, mencari data yang sesuai dengan fokus penelitan, memilih sumber data yang sesuai dengan fokus penelitian, memilih sumber data yang terandalkan, menyusun pedoman wawancara untuk memperoleh data.

2. Penelitian Pendahuluan.

Tahap ini meliputi identifikasi kesulitan responden pada pemecahan masalah luas daerah segitiga. Peneliti menggali dan menjaring data dilapangan melalui tes dan wawancara yang diberikan pada siswa kelas IX SMPN di Sumedang, siswa kelas XII SMAN di Sumedang dan mahasiswa STKIP di Jawa Barat. Untuk mengidentifikasi peta konsep dan disain didaktis awal menggunakan teknik wawancara yang diadakan pada guru matematika kelas VII di SMPN Sumedang.

3. Tahap Penelitian Pengembangan.

Pada tahap penelitian ini, peneliti menggali dan menjaring data di lapangan melalui angket, wawancara, observasi. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap penelitian adalah :

a) Melaksanakan pembelajaran pengembangan disain didaktis pemecahan masalah.

b) Mengadakan interaksi dengan siswa selama pembelajaran. c) Mengadakan pengamatan selama pembelajaran.


(28)

63

d) Memberikan tes lisa selama pembelajaran. 4. Tahap Pengolahan dan Analisis Data.

Tahap ke-satu, terdiri dari menganalisis jawaban siswa SMP,SMA dan mahasiswa STKIP. Setelah data terkumpul dijadikan bahan untuk mengembangkan disain didaktis. Menganalisis hasil wawancara dengan guru matematika terkaita peta konsep dan disain didaktis awal. Tahap ke-dua, Setelah data diperoleh dari penelitian pendahuluan maka penelitian pengembangkan menjawab semua identifikasi yang muncul pada disain didaktis awal sehingga pada pengembangan disain didaktis merupakan penyempurnaan pada penelitian pendahuluan. Setelah pengembangan disain selesai maka diujicobakan pada siswa kelas VII untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap disain yang dikembangkan.

5. Tahap Penyajian laporan Hasil penelitian.

Tahap ini berbentuk kegiatan pengetikan naskah laporan, penyuntingan, penyusunan naskah akhir, pengesahan pembimbing, penggandaan dan pencetakan naskah jadi, penyerahan naskah kepada Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.


(29)

114

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bagian ini akan dikemukakan kesimpulan dan rekomendasi penelitian yang dirumuskan dari deskripsi temuan penelitian dan pembahasan hasil-hasil penelitian Bab IV.

A.Kesimpulan

Merujuk pada hasil temuan dan pembahasan penelitian yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat dirumuskan beberapa kesimpulan sesuai pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1) Berdasarkan sudut pandang karakteristik kesulitan siswa, jenis kesulitan yang muncul dalam pembelajaran matematika luas daerah segitiga adalah :

a) Siswa mengalami keterbatasan kontek tentang definisi alas dan tinggi. Siswa dapat menyelesaikan soal apabila soal yang diberikan sama persis dengan contoh sebelumnya.

b) Siswa mengalami kesulitan pada saat mengerjakan soal mencari luas daerah segitiga yang terdiri dari satu kontek dan soal mencari luas daerah segitiga yang terdiri dari dua kontek.

c) Siswa mengalami kesulitan pada saat mengerjakan soal luas perbandingan segitiga.

d) Siswa mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal mengkontruksi luas daerah segitiga.

2) Peta konsep memberikan skema yang menggambarkan suatu himpunan konsep-konsep (termasuk teorema, prinsip, sifat, dan lain-lain) dengan


(30)

115

tujuan mengaitkan/menanamkan dalam suatu kerangka kerja dengan menggunakan proposisi-proposisi (kata penghubung) menjadi jelas baik bagi siswa maupun para guru untuk memahami ide-ide kunci.

3) Disain didaktis yang dikembangkan berdasarkan identifikasi kesulitan siswa yang muncul sehingga disain ini dapat memperkecil gap yang dihadapi siswa. Pemecahan masalah matematis siswa meningkat setelah siswa memahami berbagai macamkontek alas dan tinggi segitiga. Semakin banyak anak berlatih menyelesaikan soal baik dalam mencari luas daerah segitiga yang terdiri dari beberapa segitiga lainnya, mencari luas daerah segitiga yang dihubungkan dengan bangun lainnya dan mengkontruksi maka semakin banyak pengalaman siswa dan berdampak pada kemampuan siswa dalam mengerjakan berbagai macam soal pemecahan masalah.

4) Setelah disain didaktis yang dikembangkan pemecahan masalah matematis menjadi meningkat. Hasil disain diujicobakan secara terbatas menunjukkan sebagian besar siswa mampu menyelesaikan pemecahan masalah matematis terkait luas daerah segitiga. Hal tersebut dapat diperoleh setelah menggunakan disain yang dikembangkan dengan membangun concept image baru mulai dari : (1) konsep segitiga, (2) konsep alas dan tinggi, (3) konsep pembuktian luas daerah segitiga dan (4) pemecahan masalah luas daerah segitiga. Keterbatasan kontek menjadi berkurang setelah mendapat pengembangan disain didaktis.

5) Respon siswa terhadap disain didaktis yang dikembangkan, siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Berbagai kontek alas dan tinggi segitiga dipahami


(31)

116

siswa, sehingga pada saat siswa disajikan masalah luas daerah segitiga mereka dapat menjawab pertanyaan dengan beberapa cara yang berbeda.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengembangan disain didaktis pemecahan masalah luas daerah segitiga. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1) Kepada guru matematika, disain didaktis yang dirancang hendaknya dimulai dari konsep segitiga, konsep alas dan tinggi segitiga dengan berbagai kontek, model ilustrasi sangat cocok untuk menjelaskan pembuktian rumus luas daerah segitiga.

2) Guru sebaiknya menyusun peta konsep untuk memudahkan dalam pembelajaran di kelas.Disain didaktis yang dibuat hendaknya memperhatikan peta konsep untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

3) Soal-soal pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga yang terdiri dari satu kontek, soal mencari luas daerah segitiga yang terdiri dari dua kontek dan mengkonstruksi segitiga disajikan lebih bervariasi untuk lebih memperdalam pemecahan masalah matematis.


(32)

117

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin (2006). Pembelajaran dengan Startegi REACT tentang Volume Limas dan kerucut pada Siswa kelas IX . Tesis UNM tidak diterbitkan.

Barbin, E. (1992). The Epistimological Roots of Constructivist Interpretation of Teaching Mathematics. Dalam J.A. Malone dan P.C.S. Taylor (Eds),

Constructivist Interpretations of Teaching and Learning Mathematics. Perth: National Key Centre for School Science and Mathematics.

Bell,F.H (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary Schools.

Dubuque:Wm.C.Brown Company publishers.

Ben-Zeev,T.Dan Star,J. (2002). Intuitive Mathematics:Theorical and Education Implications. Michigan:University of Michigan.

Bodgan,R.C & Biklen,S.K (1990). Riset Kualitatif untuk Pendidikan:Pengantar ke Teori dan Metode. Alih bahasa oleh Munandir dari judul Qualitative Reseach for Education: An introduction to Theory and Methods.Jakarta: PAU PPAI Universitas Terbuka.

Burton, L. (1992). Implication of Constructivistm for Achievement in Mathematics. Dalam J.A. Malone dan P.C.S. Taylor (Eds), Constructivist Interpretations of Teaching and Learning Mathematics. Perth: National Key Centre for School Science and Mathematics.

Brousseau,G (1997). Theory of Didactical Situation in Mathematics.

Dordrecht:Kluwer Academic Publishers.

Crawford,L.M.(2001). Teaching Contetually,Rationale and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Scince. Waco,Texas CCI Publishibg,Inc.

Creswell,J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach.

London: Publications.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undag Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi : Depdiknas.

Delvin,K (2007). Helping Children Learn mathematics. Published by the national Academy Press. Tersedia http//www.maa.org/delvin/delvin0907.html.(Mei 2008).


(33)

118

Dienes,Z.P (1969). Mathematics in The Primary School. Macmillan and Co Ltd. Dubinsky,Z.P. (2001).Using a Theory of Learning in College Mathematics

Courses. Coventry:University of Warwick.

Ernest, (1992) Education Psychology A Clasroom Perspective .Sydney : New York Oxford.

Polya,G (1981). Mathematical Discovery on Understanding, Learning and Teaching Problem Solving. New York: John Wiley&Sons .

Herman (2009). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi SiswaSLTP. Bandung SPs UPI.

Hudoyo, H (1989). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Kansanen,P (2003). Studying –the Realistic Bridge Betwen Instruction and Learning An Attempt to a Conceptual Whole of Teaching-Studying-Learning Process. Educational Studies, Vol.29 No.2/3, 221.232.

Lincoln,Y.S. dan Guba,E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills: Sage Publications.

Marzuki, A (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperaive Learning)dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa . Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Musser, G. L. & Shaughnessy, J. M. (1980) Problem-solving Strategies in School Mathematics. In Krulik, S & Reys, R. E. (Eds) Problem-solving in School Mathematics. Virginia. NCTM.

Miles,M.B. dan Huberman,A.M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong,J.L (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :PT Remaja Rosdakarya.

National Council of Teachers of Mathematics (1989). Curriculum and Evaluation Standars for School mathematics. Reston,VA:Author.

Nasution,S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. NCTAF (1996). What matters most : teaching for America’s future .New York.


(34)

119

Novak,JD & Gowin,GB (1985). Learning How To Learn, London New York New Rochelle Melbourne Sydney : Cambridge Univercity Prees.

Orlich, D.C. (1990). Teaching Strategies, A Guide to Better Instruction.

Lexington: D.C. Health & Co.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito. Reys,R.E., Suydam,M.N., Linquist., dan Smith,N.L (1998). Helping Children

Learn Mathematics. Boston: Allyn and Bacon.

Sabandar,J (2006).”Pertanyaan Tantangan dalam Memunculkan kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam pembelajaran matematika”. Artikel Ilmiah.bandung: UPI.Jurnal Pendidikan No2 Thn XXV 2006.

Sobel,M.A & Malesky,E.M .1975 .Teaching Mathematics; A Sourcebook of Aids, Activies, and Strategies. New Jersey:Prentice Hall.

Supratman (2009). Meningkatkan Kemampuan pemecahan masalah matematia melalui pembelajaran matematika melalui pembelajaran dengan peta konsep .Laporan Penelitian UPI bandung: tidak dipublikasikan.

Suryadi, D (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP.Bandung:SPS UPI.

Suryadi, D (2010). MenciptakanProses Belajar Aktif: Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika di UNP. Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U.(1987) Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung: UPI. Sumarmo, U.(1994). Suatu Alternatif untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FMIPA IKIP: Tidak diterbitkan.

Sumarmo,U (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FMIPA UPI. Bandung.

Supriatna,T (2010). Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP,SMA dan mahasiswa STKIP .Laporan Penelitian PPs UPI. Tidak diterbitkan.


(35)

120

Syaban,M.(2008). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Investigasi.

Disertasi.Bandung:UPI.Tidak diterbitkan.

Tapilouw, F. S (1997). Kreativitas Berfikir Anak Usia Sekolah Dasar Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi PPs UPI. Tidak diterbitkan.

Tall, D. (1998). Symbols and the Bifurcation between Procedural and Conceptual Thinking. Warwick: Mathematics Education Center.

Tall, D. (1999). Reflections on APOS theory in Elementary and Advanced Mathematical Thinking. Haifa: PME23.

Toom, A. (2006). Tacit Pedagogical Knowing At the Core of Teacher’s Professionality. Helsinki: University of Helsinki.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran matematika Referensi untuk Guru SMP,Mahasiswa, dan umum.Edisi II Jakarta Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran matematika Referensi untuk

Guru SMA/MA,Mahasiswa, dan umum.Edisi II Jakarta Leuser Cita Pustaka.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran matematika Referensi untuk Guru SMK,Mahasiswa, dan umum.Edisi II Jakarta Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2009).Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika .Edisi II

Jakarta Leuser Cita Pustaka.

Vygotsky,L.S (1978). Mind in sociesty. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Wahyudin, (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran . FMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Wood,T.,Cobb,P.,& Yackel,E. (1995). Reflection on learning and reaching mathematics in elementary school. In L.P. Steffe & J. Gale (Eds.) ,Constructivism in Education, (pp.3-16). Hillsdale,New Jersey: lawrance Erlbaum Associate Publishers.


(1)

tujuan mengaitkan/menanamkan dalam suatu kerangka kerja dengan menggunakan proposisi-proposisi (kata penghubung) menjadi jelas baik bagi siswa maupun para guru untuk memahami ide-ide kunci.

3) Disain didaktis yang dikembangkan berdasarkan identifikasi kesulitan siswa yang muncul sehingga disain ini dapat memperkecil gap yang dihadapi siswa. Pemecahan masalah matematis siswa meningkat setelah siswa memahami berbagai macamkontek alas dan tinggi segitiga. Semakin banyak anak berlatih menyelesaikan soal baik dalam mencari luas daerah segitiga yang terdiri dari beberapa segitiga lainnya, mencari luas daerah segitiga yang dihubungkan dengan bangun lainnya dan mengkontruksi maka semakin banyak pengalaman siswa dan berdampak pada kemampuan siswa dalam mengerjakan berbagai macam soal pemecahan masalah.

4) Setelah disain didaktis yang dikembangkan pemecahan masalah matematis menjadi meningkat. Hasil disain diujicobakan secara terbatas menunjukkan sebagian besar siswa mampu menyelesaikan pemecahan masalah matematis terkait luas daerah segitiga. Hal tersebut dapat diperoleh setelah menggunakan disain yang dikembangkan dengan membangun concept image baru mulai dari : (1) konsep segitiga, (2) konsep alas dan tinggi, (3) konsep pembuktian luas daerah segitiga dan (4) pemecahan masalah luas daerah segitiga. Keterbatasan kontek menjadi berkurang setelah mendapat pengembangan disain didaktis.

5) Respon siswa terhadap disain didaktis yang dikembangkan, siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Berbagai kontek alas dan tinggi segitiga dipahami


(2)

siswa, sehingga pada saat siswa disajikan masalah luas daerah segitiga mereka dapat menjawab pertanyaan dengan beberapa cara yang berbeda.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di atas, penelitian ini merekomendasikan beberapa hal yang berkaitan dengan pengembangan disain didaktis pemecahan masalah luas daerah segitiga. Adapun saran yang diajukan adalah sebagai berikut: 1) Kepada guru matematika, disain didaktis yang dirancang hendaknya dimulai dari konsep segitiga, konsep alas dan tinggi segitiga dengan berbagai kontek, model ilustrasi sangat cocok untuk menjelaskan pembuktian rumus luas daerah segitiga.

2) Guru sebaiknya menyusun peta konsep untuk memudahkan dalam pembelajaran di kelas.Disain didaktis yang dibuat hendaknya memperhatikan peta konsep untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

3) Soal-soal pemecahan masalah matematis luas daerah segitiga yang terdiri dari satu kontek, soal mencari luas daerah segitiga yang terdiri dari dua kontek dan mengkonstruksi segitiga disajikan lebih bervariasi untuk lebih memperdalam pemecahan masalah matematis.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Baharudin (2006). Pembelajaran dengan Startegi REACT tentang Volume Limas dan kerucut pada Siswa kelas IX . Tesis UNM tidak diterbitkan.

Barbin, E. (1992). The Epistimological Roots of Constructivist Interpretation of Teaching Mathematics. Dalam J.A. Malone dan P.C.S. Taylor (Eds), Constructivist Interpretations of Teaching and Learning Mathematics. Perth: National Key Centre for School Science and Mathematics.

Bell,F.H (1978). Teaching and Learning Mathematics in Secondary Schools. Dubuque:Wm.C.Brown Company publishers.

Ben-Zeev,T.Dan Star,J. (2002). Intuitive Mathematics:Theorical and Education Implications. Michigan:University of Michigan.

Bodgan,R.C & Biklen,S.K (1990). Riset Kualitatif untuk Pendidikan:Pengantar ke Teori dan Metode. Alih bahasa oleh Munandir dari judul Qualitative Reseach for Education: An introduction to Theory and Methods.Jakarta: PAU PPAI Universitas Terbuka.

Burton, L. (1992). Implication of Constructivistm for Achievement in Mathematics. Dalam J.A. Malone dan P.C.S. Taylor (Eds), Constructivist Interpretations of Teaching and Learning Mathematics. Perth: National Key Centre for School Science and Mathematics.

Brousseau,G (1997). Theory of Didactical Situation in Mathematics. Dordrecht:Kluwer Academic Publishers.

Crawford,L.M.(2001). Teaching Contetually,Rationale and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Scince. Waco,Texas CCI Publishibg,Inc.

Creswell,J.W. (1994). Research Design Qualitative & Quantitative Approach. London: Publications.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undag Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional :Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi : Depdiknas.

Delvin,K (2007). Helping Children Learn mathematics. Published by the national Academy Press. Tersedia http//www.maa.org/delvin/delvin0907.html.(Mei 2008).


(4)

Dienes,Z.P (1969). Mathematics in The Primary School. Macmillan and Co Ltd. Dubinsky,Z.P. (2001).Using a Theory of Learning in College Mathematics

Courses. Coventry:University of Warwick.

Ernest, (1992) Education Psychology A Clasroom Perspective .Sydney : New York Oxford.

Polya,G (1981). Mathematical Discovery on Understanding, Learning and Teaching Problem Solving. New York: John Wiley&Sons .

Herman (2009). Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi SiswaSLTP. Bandung SPs UPI.

Hudoyo, H (1989). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya di depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional.

Kansanen,P (2003). Studying –the Realistic Bridge Betwen Instruction and Learning An Attempt to a Conceptual Whole of Teaching-Studying-Learning Process. Educational Studies, Vol.29 No.2/3, 221.232.

Lincoln,Y.S. dan Guba,E.G. (1985). Naturalistic Inquiry. Baverly Hills: Sage Publications.

Marzuki, A (2006). Implementasi Pembelajaran Kooperatif (Cooperaive Learning)dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa . Tesis PPS UPI. Tidak Diterbitkan.

Musser, G. L. & Shaughnessy, J. M. (1980) Problem-solving Strategies in School Mathematics. In Krulik, S & Reys, R. E. (Eds) Problem-solving in School Mathematics. Virginia. NCTM.

Miles,M.B. dan Huberman,A.M. (2007). Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Moleong,J.L (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung :PT Remaja Rosdakarya.

National Council of Teachers of Mathematics (1989). Curriculum and Evaluation Standars for School mathematics. Reston,VA:Author.

Nasution,S. (1996). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. NCTAF (1996). What matters most : teaching for America’s future .New York.


(5)

Novak,JD & Gowin,GB (1985). Learning How To Learn, London New York New Rochelle Melbourne Sydney : Cambridge Univercity Prees.

Orlich, D.C. (1990). Teaching Strategies, A Guide to Better Instruction. Lexington: D.C. Health & Co.

Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika CBSA. Bandung: Tarsito. Reys,R.E., Suydam,M.N., Linquist., dan Smith,N.L (1998). Helping Children

Learn Mathematics. Boston: Allyn and Bacon.

Sabandar,J (2006).”Pertanyaan Tantangan dalam Memunculkan kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam pembelajaran matematika”. Artikel Ilmiah.bandung: UPI.Jurnal Pendidikan No2 Thn XXV 2006.

Sobel,M.A & Malesky,E.M .1975 .Teaching Mathematics; A Sourcebook of Aids, Activies, and Strategies. New Jersey:Prentice Hall.

Supratman (2009). Meningkatkan Kemampuan pemecahan masalah matematia melalui pembelajaran matematika melalui pembelajaran dengan peta konsep .Laporan Penelitian UPI bandung: tidak dipublikasikan.

Suryadi, D (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SLTP.Bandung:SPS UPI.

Suryadi, D (2010). MenciptakanProses Belajar Aktif: Kajian dari Sudut Pandang Teori Belajar dan Teori Didaktik. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika di UNP. Tidak diterbitkan.

Sumarmo, U.(1987) Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematika Siswa SMA Dikaitkan dengan Kemampuan Penalaran Logik Siswa dan Beberapa Unsur Proses Belajar Mengajar. Disertasi. Bandung: UPI. Sumarmo, U.(1994). Suatu Alternatif untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika pada Guru dan Siswa SMP. Laporan Penelitian FMIPA IKIP: Tidak diterbitkan.

Sumarmo,U (2002). Alternatif Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Tingkat Nasional. FMIPA UPI. Bandung.

Supriatna,T (2010). Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMP,SMA dan mahasiswa STKIP .Laporan Penelitian PPs UPI. Tidak diterbitkan.


(6)

Syaban,M.(2008). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa

Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Investigasi.

Disertasi.Bandung:UPI.Tidak diterbitkan.

Tapilouw, F. S (1997). Kreativitas Berfikir Anak Usia Sekolah Dasar Memecahkan Masalah-Masalah IPA. Disertasi PPs UPI. Tidak diterbitkan. Tall, D. (1998). Symbols and the Bifurcation between Procedural and Conceptual

Thinking. Warwick: Mathematics Education Center.

Tall, D. (1999). Reflections on APOS theory in Elementary and Advanced Mathematical Thinking. Haifa: PME23.

Toom, A. (2006). Tacit Pedagogical Knowing At the Core of Teacher’s Professionality. Helsinki: University of Helsinki.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran matematika Referensi untuk Guru SMP,Mahasiswa, dan umum.Edisi II Jakarta Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran matematika Referensi untuk

Guru SMA/MA,Mahasiswa, dan umum.Edisi II Jakarta Leuser Cita Pustaka.

Turmudi. (2009). Taktik dan Strategi Pembelajaran matematika Referensi untuk Guru SMK,Mahasiswa, dan umum.Edisi II Jakarta Leuser Cita Pustaka. Turmudi. (2009).Landasan Filsafat dan Teori Pembelajaran Matematika .Edisi II

Jakarta Leuser Cita Pustaka.

Vygotsky,L.S (1978). Mind in sociesty. Cambridge, MA: Harvard University Press.

Wahyudin, (2008). Pembelajaran dan Model-Model Pembelajaran . FMIPA UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Wood,T.,Cobb,P.,& Yackel,E. (1995). Reflection on learning and reaching mathematics in elementary school. In L.P. Steffe & J. Gale (Eds.) ,Constructivism in Education, (pp.3-16). Hillsdale,New Jersey: lawrance Erlbaum Associate Publishers.