KAJIAN POTENSI BIONUTRIEN PBAG TERHADAP PERTUMBUHAN PADI.

(1)

DAFTAR ISI

halaman ABSTRAK ... I KATA PENGANTAR ... II DAFTAR ISI ... V DAFTAR TABEL ... IX DAFTAR GAMBAR ... X DAFTAR LAMPIRAN ... XIII

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. RUMUSAN MASALAH ... 4

1.3. TUJUAN ... 4

1.4. MANFAAT ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. PUPUK ... 6

2.2 NUTRIEN MAKRO ... 7

2.3. TANAMAN PADI (ORYZA SATIVA) ... 9

2.3.1. SYARAT TUMBUH ... 10

2.3.2. TEKNIK BUDIDAYA MENGGUNAKAN METODE SRI ... 10

2.3.3. HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI ... 12


(2)

2.6. BIONUTRIEN ... 16

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1. LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL, TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ... 18

3.2. ALAT DAN BAHAN ... 18

3.3. ALUR PENELITIAN ... 19

3.3.1. OPTIMASI KONDISI EKSTRAKSI ... 20

3.3.1.1. OPTIMASI KONSENTRASI LARUTAN EKSTRAKTAN BASA ... 21

3.3.1.2. OPTIMASI WAKTU EKSTRAKSI ... 22

3.3.1.3. OPTIMASI MASSA TANAMAN PBAG YANG DIGUNAKAN ... 22

3.3.2. APLIKASI BIONUTRIEN ... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1. UJI PENDAHULUAN TANAMAN PBAG... 26

4.2. OPTIMASI EKSTRAKSI ... 26

4.2.1. HASIL OPTIMASI KONSENTRASI EKSTRAKTAN ... 27

4.2.2. HASIL OPTIMASI WAKTU EKSTRAKSI ... 28

4.2.3. HASIL OPTIMASI MASSA TANAMAN PBAG ... 29

4.3. APLIKASI BIONUTRIEN ... 31

4.3.1. PERSIAPAN MEDIA TANAM DAN PENANAMAN BIBIT ... 31

4.3.2. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI PADA MINGGU KE-0 ... 31

4.3.3. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI PADA MINGGU KE-1 ... 33


(3)

4.3.4. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-2 ... 34 4.3.5. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-3 ... 35 4.3.6. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-4 ... 37 4.3.7. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-5 ... 39 4.3.8. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-6 ... 41 4.3.9. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-7 ... 42 4.3.10. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-8 ... 45 4.3.11. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-9 ... 47 4.3.12. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-10 ... 49 4.3.13. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-11 ... 52 4.3.14. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN TANAMAN PADI

PADA MINGGU KE-12 ... 54 4.4. LAJU PERTUMBUHAN TINGGI TANAMAN PADI ... 56


(4)

4.6. PEMANENAN ... 61

4.7. HUBUNGAN ANTARA TINGGI TANAMAN, LAJU PERTUMBUHAN, JUMLAH ANAKAN DAN MALAI TERHADAP HASIL PANEN ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

5.1. KESIMPULAN ... 66

5.2. SARAN ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 68

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 71 RIWAYAT HIDUP


(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk mendukung pertumbuhan dan reproduksinya. Unsur hara dalam bentuk nutrisi dapat diserap oleh tanaman melalui akar. Nutrisi dapat diartikan sebagai proses untuk memperoleh nutrien, sedangkan nutrien dapat diartikan sebagai zat-zat yang diperlukan untuk kelangsungan hidup tanaman berupa mineral dan air (Hardjowigeno, S. 2007)

Nutrisi di dalam tanah diserap tanaman agar dapat tumbuh dengan baik. Penyediaan nutrisi bagi tanaman dapat dilakukan dengan penambahan pupuk yang merupakan kunci dari kesuburan tanah. Pupuk dapat menggantikan nutrisi yang habis diserap tanaman. Pada saat ini para petani banyak menggunakan pupuk anorganik karena nutrien dari bahan anorganik lebih mudah diserap tanah dan memiliki kandungan hara yang tinggi. Pernakaian pupuk anorganik dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus dalarn waktu yang lama telah memberikan dampak negatif terhadap tanah dan lingkungan (Lee at al. 2002). Menurut Sahiri (2003), pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia, sehingga berkembanglah alternatif untuk menggunakan pupuk organik yang sekarang sedang dikembangkan.


(6)

Keragaman sifat tanah secara alamiah adalah akibat dari faktor dan proses pembentukannya mulai dari bahan induk berkembang menjadi tanah pada berbagai kondisi lahan. Sehubungan dengan tingginya keragaman tanah tersebut maka informasi yang lebih objektif tentang kesuburan tanah sangat diperlukan untuk lebih mengarahkan pengelolaan tanahnya. Tanah yang subur akan memiliki nilai status kesuburan yang tinggi, sehingga upaya pemeliharaannya akan dapat dilakukan secara mudah, sedangkan pada tanah yang kurang subur akan memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif (Adiwiganda, 1998). Sifat kimia tanah mempunyai pH 4,0–6,0 namun yang terbaik adalah 5–5,5. Kandungan unsur hara tinggi, C/N mendekati 10 dengan C: 1% dan N: 0,1% (Lubis, 1992).

Pupuk organik adalah pupuk yang asal bahannya berasal dari makhluk hidup, sebagian besar pupuk organik berbentuk padatan seperti pupuk kandang dan kompos. Penggunaan pupuk organik dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik, hal ini disebabkan karena pupuk organik memiliki C/N tinggi sehingga berpengaruh besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan (Simanungkalit, 2006).

Kendala utama yang menjadi keengganan petani menggunakan pupuk kompos (organik) adalah masalah jumlahnya, akan diperlukan jumlah pupuk kandang yang cukup besar untuk mendapatkan nilai nutrisi yang mencukupi suatu luasan lahan pertanian tertentu, yakni sekitar 10-20 ton/ha (Djajakirana, 2001). Selain sulit dalam pengadaannya juga memerlukan biaya tenaga kerja yang


(7)

menangani proses pemupukan, transportasi pupuk tersebut dari kandang (atau tempat pengumpulan). Hal itu menyebabkan biaya pemupukan dengan kompos menjadi mahal yang akhirnya akan meningkatkan biaya produksi pertanian (Djajakirana, 2001). Namun menurut Sutanto (2002) salah satu kendala atau kelemahan dari pupuk organik padat adalah diperlukan dalam jumlah banyak, dengan demikian pupuk organik cair adalah salah satu solusi dari kendala tersebut. Dengan bantuan teknologi, pupuk organik dapat dibuat dalam bentuk cair agar lebih mudah dalam penggunaannya.

Upaya untuk menciptakan pupuk organik yang mudah diaplikasikan dan mampu memberikan pertumbuhan dan produksi tinggi telah dilakukan, salah satunya yaitu bionutrien. Bionutrien adalah pupuk cair yang terbuat dari ekstrak tanaman dengan menggunakan zat kimia yang tidak berbahaya, sehingga bionutrien ini aman bagi lingkungan sekitarnya. Hasil dari penelitian ini adalah tanaman KPD merupakan tanaman yang potensial untuk dijadikan bionutrien serta bionutrien KPD dapat mendorong pertumbuhan tanaman caisin (Juliastuti, 2007). Selanjutnya penelitian yang telah dilakukan selain binutrien KPD, yaitu tanaman MHR (Ambarwati, R, 2007) dan tanaman CAF (Sempurna, F. I, 2008). Pemberian bionutrien MHR dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman caisin menjadi 0,0680 hari-1 (Ambarwati, R, 2007). Penyiraman bionutrien CAF dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman selada bokor menjadi 0,045 hari-1 pada lahan yang diberi pupuk kandang dan 0,036 hari-1 pada lahan yang tidak diberi pupuk kandang dan Penyemprotan bionutrien CAF dengan dosis 100 mL/L air


(8)

dapat meningkatkan laju pertumbuhan tanaman kentang menjadi 0,021 hari-1 (Sempurna, F. I, 2008).

Dalam penelitian ini tanaman PBAG diduga berpotensi sebagai bionutrien. Tanaman PBAG memiliki daun yang lebat,subur, serta tidak rentan terhadap penyakit dan hama. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji potensi tanaman PBAG sebagai bionutrien yang ramah lingkungan dan dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan pada bagian latar belakang, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah tanaman PBAG berpotensi sebagai bionutrien?

2. Bagaimana kondisi optimum ekstraksi bionutrien dari tanaman PBAG terhadap kadar nitrogen yang diperoleh?

3. Bagaimana pengaruh penggunaan bionutrien PBAG terhadap laju pertumbuhan dan hasil panen padi?

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai: 1. Potensi tanaman PBAG untuk dijadikan bionutrien PBAG.

2. Kondisi optimum ekstraksi diantaranya konsentrasi ekstraktan, waktu ekstraksi serta massa tanaman PBAG terhadap kadar nitrogen yang diperoleh. 3. Pengaruh penggunaan bionutrien PBAG dengan dosis berbeda terhadap laju


(9)

1.4Manfaat

Melalui penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan nutrien alternatif yang aman, ramah lingkungan dan mudah diserap tanaman, sehingga dapat menekan penggunaan pupuk sintetis yang dapat merusak lingkungan.


(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Pengambilan Sampel, Waktu, dan Tempat Penelitian

Lokasi pengambilan sampel berada di sepanjang jalan Geger Arum-Bandung. Sampel yang diambil berupa tanaman PBAG. Penelitian ini berlangsung sekitar 10 bulan dari bulan oktober 2011 sampai bulan Juli 2012. Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap analisis, tahap optmasi, dan tahap aplikasi. Tahap analisis dan optimasi dilakukan di tiga tempat yaitu Laboratorium Riset Lingkungan (Bioflokulan) Kimia FPMIPA UPI Bandung, Laboratorium Kimia Instrumen FPMIPA UPI, dan Laboratorium Kimia tekMIRA (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara) di Jl. Jendral Sudirman 623 Bandung, sedangkan tahap aplikasi bionutrien PBAG terhadap tanaman padi dilakukan di halaman belakang Laboratorium Riset Lingkungan (Bioflokulan) Kimia FPMIPA UPI Bandung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu set alat refluks, gelas ukur (25 mL, 100 mL, 250 mL), batang pengaduk, corong kaca, corong plastik, spatula, pipet tetes, labu Erlenmeyer 250 mL, satu set alat destruksi, kertas saring, gelas kimia (100 mL, 250 mL, 600 mL, dan 1 L) jirigen 10 L. Bahan atau zat-zat kimia yang digunakan yaitu tanaman PBAG, aquades, H2O2 50%, H2SO4, dan ekstraktan basa.


(11)

3.3 Alur Penelitian

Penelitian ini diawali dengan penentuan potensi terhadap tanaman PBAG untuk dijadikan bionutrien PBAG. Tanaman PBAG tersebut dianalisis kadar N, P, dan K yang terkandung, setelah itu dilakukan proses ekstraksi dengan menggunakan ekstraktan basa terhadap tanaman PBAG.

Kondisi optimum ekstraksi diketahui dengan cara dilakukan tahapan optimasi terhadap tanaman PBAG. Tahapan-tahapan optimasi yang dilakukan yaitu optimasi konsentrasi ekstraktan basa untuk mengekstrak tanaman PBAG, optimasi waktu ekstraksi untuk mengekstrak tanaman PBAG, dan optimasi massa tanaman PBAG yang diekstrak. Setelah didapatkan kondisi yang optimum, selanjutnya bionutrien PBAG diaplikasikan terhadap tanaman padi varietas cigeulis. Secara ringkas alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(12)

3.3.1 Optimasi Kondisi Ekstraksi

Optimasi kondisi ekstraksi dilakukan dengan langkah kerjanya antara lain tanaman PBAG dirajang terlebih dahulu, selanjutnya sampel ditimbang dan dimasukan ke dalam labu dasar bulat, kemudian ditambahkan larutan ekstraktan basa. Setelah itu campuran direfluks, didinginkan, dan disaring. Filtrat yang diperoleh dianalisis kandungan nitrogennya.

Tanaman PBAG

Tanaman Potensial PBAG

Optimasi Waktu Optimasi

Konsentrasi

Optimasi Massa

Kondisi Optimum

Bionutrien PBAG

Data Pertumbuhan Tanaman Padi

Kesimpulan

- Uji Pendahuluan (N, P, dan K)

- Diaplikasikan terhadap tanaman padi

- Dianalisis


(13)

Optimasi kondisi ekstraksi dilakukan dengan cara variasi variabel tertentu terhadap variabel lain yang dibuat tetap. Bagan alur dari optimasi kondisi ekstraksi dapat dilihat pada gambar 3.2

3.3.1.1 Optimasi Konsentrasi Larutan Ekstraktan Basa

Tahapan ini dilakukan ketika saat larutan ekstraktan basa mengekstraksi bionutrien dari tanaman PBAG dengan cara memvariasikan konsentrasi larutan ekstraktan basa tersebut dan variabel lainnya dibuat tetap. Variasi konsentrasinya antara lain: 0,25; 0,5; 0,75; 1; dan 1,5 M. Adapun perbandingan massa sampel dan

Tanaman PBAG

Tanaman PBAG halus

Campuran

Filtrat Residu

Hasil

- Dianalisis Kadar N

- Direfluks - Didinginkan - Disaring - Direfluks

- Dimasukan ke dalam labu dasar bulat - Ditambahkan ekstraktan basa

- Dirajang


(14)

volume ekstraktan adalah 1 gram : 10 mL, dengan waktu ekstraksi selama 30 menit.

3.3.1.2 Optimasi Waktu Ekstraksi

Tahapan ini dilakukan ketika saat larutan ekstraktan basa mengekstraksi bionutrien dari tanaman PBAG dengan cara memvariasikan waktu ekstraksi (refluks) bionutrien dan menggunakan ekstraktan basa pada konsentrasi optimum (hasil optimasi konsentrasi ekstraktan basa). Variasi waktunya antara lain: 30, 45, 60, 90, dan 120 menit.

3.3.1.3 Optimasi Massa Tanaman PBAG yang Digunakan

Tahapan ini dilakukan ketika saat larutan ekstraktan basa mengekstraksi bionutrien dari tanaman PBAG dengan cara memvariasikan massa tanaman PBAG dengan menggunakan ekstraktan basa pada konsentrasi optimum (hasil optimasi konsentrasi ekstraktan basa) dan waktu optimum (hasil optimasi waktu ekstraksi). Variasi massanya antara lain: 15, 25, 50, 70, dan 100 gram.

3.3.2 Aplikasi Bionutrien

Aplikasi bionutrien dilakukan terhadap tanaman padi yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas dari bionutrien PBAG. Untuk mengetahui pengaruh pemberian bionutrien PBAG dilakukan dengan dosis yang berbeda, maka dibuat tujuh kelompok tanaman dengan perlakukan berbeda dan setiap kelompok terdiri dari tiga pot. Perlakuan yang diberikan terhadap tanaman padi antara lain:

1. Kelompok tanaman pertama, diberikan bionutrien PBAG dengan dosis sebanyak 1,5% dengan cara disiram.


(15)

2. Kelompok tanaman kedua, diberikan bionutrien PBAG dengan dosis sebanyak 2,5% dengan cara disiram.

3. Kelompok tanaman ketiga, diberikan bionutrien PBAG dengan dosis sebanyak 5% dengan cara disiram.

4. Kelompok tanaman keempat, diberikan bionutrien PBAG dengan dosis sebanyak 7,5% dengan cara disiram.

5. Kelompok tanaman kelima, diberikan bionutrien PBAG dengan dosis sebanyak 10% dengan cara disiram.

6. Kelompok tanaman keenam, diberikan bionutrien PBAG dengan dosis sebanyak 15% dengan cara disiram.

7. Kelompok tanaman ketujuh sebagai kontrol positif, diberi pupuk anorganik, pestisida, dan fungisida dengan dosis dan waktu yang sesuai dengan perlakuan petani.

Bionutrien mulai diaplikasikan ketika tanaman padi berumur 35 hari setelah tanam setiap tujuh hari sekali. Banyaknya bionutrien yang digunakan yaitu 415 ml untuk 18 tanaman. Pengamatan pertumbuhan dan perkembangan pada tanaman padi dilakukan secara berkala setiap tujuh hari sekali terhadap semua perlakuan sampai tanaman padi siap untuk dipanen. Hal-hal yang diamati pada saat pengamatan antara lain: tinggi tanaman dan jumlah anakan. Sedangkan pengamatan efek produktifitas tanaman akibat pemberian pupuk anorganik dan bionutrien PBAG dilakukan pada hasil panen dengan cara menimbang massa padi dan jumlah anakan produktif yang dihasilkan. Desain media tanam untuk


(16)

Gambar 3.3 Desain Media Tanam Penelitian

Gambar 3.3, menunjukan kelompok tanaman padi berdasarkan perlakuannya, yaitu P1 adalah kelompok tanaman padi yang diaplikasikan bionutrien PBAG dengan konsentrasi 1,5%, P2 adalah kelompok tanaman padi yang diaplikasikan bionutrien PBAG dengan konsentrasi 2,5%, P3 adalah kelompok tanaman padi yang diaplikasikan bionutrien PBAG dengan konsentrasi 5%, P4 adalah kelompok tanaman padi yang diaplikasikan bionutrien PBAG dengan konsentrasi 7,5%, P5 adalah kelompok tanaman padi yang diaplikasikan bionutrien PBAG dengan konsentrasi 10%, P6 adalah kelompok tanaman padi yang diaplikasikan bionutrien PBAG dengan konsentrasi 15%, P7 adalah kelompok tanaman padi sebagai kontrol positif, dimana penanaman dan perawatan terhadap kelompok tanaman ini dilakukan dengan cara yang sesuai dengan penanaman padi pada umumnya, yaitu penggunaan pupuk dasar dan pupuk susulan (pupuk sintesis) termasuk di dalamnya pemberian pestisida, dan fungisida secara berkala.

Jarak antar pot tanaman padi aplikasi bionutrien dibuat sekitar 30 cm, serta jarak antara pot tanaman yang menggunakan bionutrien dan kontrol positif sekitar 100 cm, hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko pengaruh pemberian pupuk dan bionutrien antara kelompok tanaman bionutrien dan kelompok tanaman yang menggunakan perlakuan petani pada umumnya.

P1 P1 P1 P2 P2 P2 P3 P3 P3 P4 P4 P4 P5 P5 P5 P6 P6 P6 P7 P7 P7


(17)

Pengamatan terhadap tanaman padi dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran tinggi dilakukan satu kali dari setiap minggunya. Tiap kelompok tanaman pada penelitian ini terdiri atas 3 pot tanaman padi, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan data, sehingga data yang diperoleh pada tiap dosis aplikasi bionutrien PBAG pada tanaman padi lebih akurat.


(18)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Secara umum, ekstrak tanaman PBAG memiliki potensi sebagai bionutrien dalam budidaya tanaman padi.

2. Kondisi optimum ekstraksi tanaman PBAG dengan nitrogen yang terekstrak 613 mg/L adalah sebagai berikut : konsentrasi ekstratan 0,75 M, waktu ekstraksi selama 30 menit dan massa tanaman PBAG seberat 70 gram.

3. Laju pertumbuhan tanaman padi dengan konstanta laju pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 0,1181 hari-1 pada bionutrien dosis 10 % dan hasil panen terbanyak terdapat pada padi bionutrien dosis 10 % dengan massa total kering seberat 30,6520 gram.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tanaman PBAG memiliki potensi terhadap pertumbuhan tanaman padi, namun masih ada beberapa kekurangan diantaranya:

1. Mengoptimalkan pengaruh bionutrien PBAG terhadap tanaman padi, dengan dilakukan analisis senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanaman PBAG.


(19)

2. Pemberian bionutrien PBAG dilakukan dengan penambahan unsur hara mikro, sehingga dapat memberikan pengaruh yang lebih baik ketika diaplikasikan terhadap tanaman padi.


(20)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, R. (2005). Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Ahn, P.M. 1993.Tropical Soils and Fertilizer Use. Longman Group UK Limited, Essex, England

Ambarwati, R. (2007). Ekstraksi Bionutrien dari tanaman MHR dan Aplikasinya pada tanaman caisin. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI BANDUNG: tidak diterbitkan.

Andoko, A. (2008). Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Depok Bausch, L. (1974). Analytical System Division. New York : Rochester.

Bernasconi, G, dkk, Alih Bahasa Lianda, Handojo. (1995). Teknologi Kimia Bagian 2. Jakarta:Pradnya Paramita.

Brady, N.C. and R.R. Weil. (2002). The Nature and Properties of Soils. 13th ed. Pearson Education, Inc., New Jersey, USA.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. (2011). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Pupuk Organik dan pembenah Tanah Tahun Anggaran 2011. Kementerian Pertanian. Jakarta.

Dobermann, A. and T. Fairhurst. (2000). Rice Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash and Phosphat Insitute of Canada and International Rice Research Institute. Oxford Geographic Printersn Pte Ltd. Canada.

Engelstad, O. P. (1997). Teknologi Dan Penggunaan pupuk. Edisi Ke – 3. UGM-Press. Yogyakarta.

Hanafiah, K.A. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S. (2007). Ilmu Tanah. Cetakan ke-6. Akademika Pressindo. Jakarta.

Ishaq, I. (2011). Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Bandung.


(21)

Juliastuti, D. (2007). Pembuatan Bionutrien KPD dan Aplikasinya pada Tanaman Caisin (Brassica juncea). Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI BANDUNG: tidak diterbitkan.

Kurniasih, E. (2009). Kajian Tentang Potensi Tanaman RSP-GE Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Bionutrien yang Diaplikasikan pada Tanaman Pakcoy (Brassica rapa). Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI BANDUNG: tidak diterbitkan.

Lee, J. S., H. J. Lee, S. H. Lee. (2002). Decomposition and 15 N Fate of Rice Straw in Pody Soil. Korean J. Crop Sci.

Leiwakabessy, F.M, dkk. (2003). Kesuburan Tanah. IPB, Bogor

Lingga P dan Marsono, (2008). Petunjuk Penggunaan pupuk. Bandung: Penebar Swadaya.

Lukitaningsih, D. (2008), Pupuk Kompos. [online]. Tersedia

http://luki2blog.wordpress.com/2008/05/14/pupuk-kompos/. (29

Oktober 2012)

Mutakin, J. (2008). Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification). Bandung: tidak diterbitkan.

Parman. (2007). Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kentang. Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Diponogoro.

Prihmantoro, H. (1999). Memupuk Tanaman Sayur. Penebar Swadaya.

Sahiri, N. (2003). Pertanian Organik: Prinsip Daur Ulang Hara, Konservasi Air dan Interaksi Antar Tanaman. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sain. Institut Pertanian Bogor.

Samekto, R. M. P. (2006). Pupuk Daun. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.

Sempurna, F. I. (2008). Kajian Potensi Tanaman CAF sebagai Bionutrien untuk Pertumbuhan Tanaman Selada Bokor (Lactuca sativa) dan Kentang (Solanum tuberosum). Sarjana pada FPMIPA UPI BANDUNG: tidak


(22)

Simanungkalit, R.D.M dan R. Saraswati. (2006). Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.Bandung: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Soeriaatmadja, R. E. (1979). Ilmu Lingkungan. Bandung: ITB.

Suprihatno, dkk. (2009). Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Padi.

Sutanto R. (2002). Penerapan Pertanian Organik. Kanesius. Yogyakarta Sutejo, M.M. (2002). Pupuk Dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta

Suyono, A. D. (2008). Pupuk dan Pemupukan. Bandung: Divisi Penerbitan (Unpad Press) LPM UNPAD.

Syam, M, dkk. (2011). Masalah Lapang Hama dan Penyakit pada padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bandung

Wareing, P.F. dan Philips, I.D.J.(1981). Growth and Differentiation in Plants. Pergamon Press, NY.

Zaenaldi, A. (2011). Kajian Tentang Potensi Tanaman Ama Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Bionutrien Yang Diaplikasikan Pada Cabai Merah Keriting (Capsicum Annum L). Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI BANDUNG: tidak diterbitkan


(1)

Pengamatan terhadap tanaman padi dilakukan setiap hari, sedangkan pengukuran tinggi dilakukan satu kali dari setiap minggunya. Tiap kelompok tanaman pada penelitian ini terdiri atas 3 pot tanaman padi, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan data, sehingga data yang diperoleh pada tiap dosis aplikasi bionutrien PBAG pada tanaman padi lebih akurat.


(2)

BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya :

1. Secara umum, ekstrak tanaman PBAG memiliki potensi sebagai bionutrien dalam budidaya tanaman padi.

2. Kondisi optimum ekstraksi tanaman PBAG dengan nitrogen yang terekstrak 613 mg/L adalah sebagai berikut : konsentrasi ekstratan 0,75 M, waktu ekstraksi selama 30 menit dan massa tanaman PBAG seberat 70 gram.

3. Laju pertumbuhan tanaman padi dengan konstanta laju pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 0,1181 hari-1 pada bionutrien dosis 10 % dan hasil panen terbanyak terdapat pada padi bionutrien dosis 10 % dengan massa total kering seberat 30,6520 gram.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tanaman PBAG memiliki potensi terhadap pertumbuhan tanaman padi, namun masih ada beberapa kekurangan diantaranya:

1. Mengoptimalkan pengaruh bionutrien PBAG terhadap tanaman padi, dengan dilakukan analisis senyawa-senyawa yang terkandung dalam tanaman PBAG.


(3)

2. Pemberian bionutrien PBAG dilakukan dengan penambahan unsur hara mikro, sehingga dapat memberikan pengaruh yang lebih baik ketika diaplikasikan terhadap tanaman padi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adiwiganda, R. (2005). Pertemuan Teknis Kelapa Sawit 2005. Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Medan.

Ahn, P.M. 1993.Tropical Soils and Fertilizer Use. Longman Group UK Limited, Essex, England

Ambarwati, R. (2007). Ekstraksi Bionutrien dari tanaman MHR dan Aplikasinya

pada tanaman caisin. Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI

BANDUNG: tidak diterbitkan.

Andoko, A. (2008). Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Depok Bausch, L. (1974). Analytical System Division. New York : Rochester.

Bernasconi, G, dkk, Alih Bahasa Lianda, Handojo. (1995). Teknologi Kimia

Bagian 2. Jakarta:Pradnya Paramita.

Brady, N.C. and R.R. Weil. (2002). The Nature and Properties of Soils. 13th ed. Pearson Education, Inc., New Jersey, USA.

Direktorat Pupuk dan Pestisida. (2011). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan

Pupuk Organik dan pembenah Tanah Tahun Anggaran 2011.

Kementerian Pertanian. Jakarta.

Dobermann, A. and T. Fairhurst. (2000). Rice Nutrient Disorders and Nutrient

Management. Potash and Phosphat Insitute of Canada and International Rice Research Institute. Oxford Geographic Printersn

Pte Ltd. Canada.

Engelstad, O. P. (1997). Teknologi Dan Penggunaan pupuk. Edisi Ke – 3. UGM-Press. Yogyakarta.

Hanafiah, K.A. (2005). Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S. (2007). Ilmu Tanah. Cetakan ke-6. Akademika Pressindo. Jakarta.

Ishaq, I. (2011). Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Bandung.


(5)

Juliastuti, D. (2007). Pembuatan Bionutrien KPD dan Aplikasinya pada

Tanaman Caisin (Brassica juncea). Skripsi Sarjana pada FPMIPA

UPI BANDUNG: tidak diterbitkan.

Kurniasih, E. (2009). Kajian Tentang Potensi Tanaman RSP-GE Sebagai Bahan

Dasar Pembuatan Bionutrien yang Diaplikasikan pada Tanaman Pakcoy (Brassica rapa). Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI

BANDUNG: tidak diterbitkan.

Lee, J. S., H. J. Lee, S. H. Lee. (2002). Decomposition and 15 N Fate of Rice

Straw in Pody Soil. Korean J. Crop Sci.

Leiwakabessy, F.M, dkk. (2003). Kesuburan Tanah. IPB, Bogor

Lingga P dan Marsono, (2008). Petunjuk Penggunaan pupuk. Bandung: Penebar Swadaya.

Lukitaningsih, D. (2008), Pupuk Kompos. [online]. Tersedia

http://luki2blog.wordpress.com/2008/05/14/pupuk-kompos/. (29

Oktober 2012)

Mutakin, J. (2008). Budidaya Dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System

of Rice Intensification). Bandung: tidak diterbitkan.

Parman. (2007). Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap

Pertumbuhan Dan Produksi Kentang. Laboratorium Biologi Struktur

dan Fungsi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Diponogoro.

Prihmantoro, H. (1999). Memupuk Tanaman Sayur. Penebar Swadaya.

Sahiri, N. (2003). Pertanian Organik: Prinsip Daur Ulang Hara, Konservasi Air

dan Interaksi Antar Tanaman. Makalah Individu Pengantar Falsafah

Sain. Institut Pertanian Bogor.

Samekto, R. M. P. (2006). Pupuk Daun. Yogyakarta: PT. Citra Aji Parama.

Sempurna, F. I. (2008). Kajian Potensi Tanaman CAF sebagai Bionutrien untuk

Pertumbuhan Tanaman Selada Bokor (Lactuca sativa) dan Kentang (Solanum tuberosum). Sarjana pada FPMIPA UPI BANDUNG: tidak

diterbitkan.


(6)

Simanungkalit, R.D.M dan R. Saraswati. (2006). Pupuk Organik dan Pupuk

Hayati.Bandung: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Sumberdaya Lahan Pertanian.

Soeriaatmadja, R. E. (1979). Ilmu Lingkungan. Bandung: ITB.

Suprihatno, dkk. (2009). Deskripsi Varietas Padi. Subang: Balai Besar Penelitian Padi.

Sutanto R. (2002). Penerapan Pertanian Organik. Kanesius. Yogyakarta Sutejo, M.M. (2002). Pupuk Dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta

Suyono, A. D. (2008). Pupuk dan Pemupukan. Bandung: Divisi Penerbitan (Unpad Press) LPM UNPAD.

Syam, M, dkk. (2011). Masalah Lapang Hama dan Penyakit pada padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bandung

Wareing, P.F. dan Philips, I.D.J.(1981). Growth and Differentiation in Plants. Pergamon Press, NY.

Zaenaldi, A. (2011). Kajian Tentang Potensi Tanaman Ama Sebagai Bahan

Dasar Pembuatan Bionutrien Yang Diaplikasikan Pada Cabai Merah Keriting (Capsicum Annum L). Skripsi Sarjana pada FPMIPA UPI