EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DENGAN METODE DONGENG MENGGUNAKAN MEDIA WAYANG GOLEK UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER PERSAHABATAN ANAK USIA DINI : Penelitian Eksperimen Semu di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN/PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Asumsi Penelitian ... 16

BAB II KONSEP KARAKTER PERSAHABATAN DAN MODEL PEMBELAJARAN METODE DONGENG A. Konsep Karakter Persahabatan ... 19

1. Pengertian Karakter ... 19

2. Unsur-unsur karakter... ... 24

3. Pengertian Karakter Persahabatan ... 35

a. Teori Perkembangan Moral Piaget ... 39

b. Filosofi Pendidikan Moral John Dewey ... 41

c. Teori Moral Kohlberg ... 42

4. Pengelompokan Karakter Persahabatan ... 52

5. Upaya Pengembangan Karakter Persahabatan ... 53

6. Hasil-Hasil Penelitian Karakter Persahabatan ... 63

B. Konsep Model Pembelajaran... ... 64

1. Pengertian Pembelajaran ... 64

2. Pengertian Model Pembelajaran ... 65

3. Klasifikasi Model Pembelajaran ... 66

4. Teoretik Model Pembelajaran... 71

5. Model Pembelajaran Anak Usia Dini ... 72

C. Mendongeng Sebagai Metode Pembelajaran... 78

1. Pengertian Dongeng... 78

2. Manfaat Dongeng Bagi Anak ... 81

3. Teknik Mendongeng ... 88


(2)

F. Penelitian yang Relevan ... 110

G. Hipotesis Penelitian ... 112

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ... 113

1. Pendekatan Penelitian ... ... 113

2. Desain ... ... 114

B. Lokasi, Populasi, dan Sampel Penelitian ... 115

1. Lokasi Penelitian ... 115

2. Populasi Penelitian... 116

3. Sampel Penelitian ... 116

C. Definisi Operasional ... 117

D. Proses Pengembangan Instrumen ... 119

E. Prosedur Penelitian ... 132

F. Teknik pengumpulan data... 139

G. Tahap Penelitian ... 145

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 146

1. Profil Karakter Persahabatan Anak Usia Dini dengan Menggunakan model pembelajaran dengan metode mendongeng memnggunakan media wayang golek ... 146

2. Rumusan model hipotetik pembelajaran dengaan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan ... 152

3. Gambaran efektivitas model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung ... 164

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 176

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A Simpulan ... 188

B Rekomendasi... 189

1. Bagi Para Pendidik TK Islam Terpadu At-Taqwa Geger Kalong Bandung ... 189

2. Bagi Pimpinan TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung ... 190

3. Bagi Peneliti Lanjutan... ... 191

DAFTAR PUSTAKA ... 191


(3)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan suatu upaya pembinaan yang dilakukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun melalui pemberian stimulus pendidikan agar membantu perkembangan, pertumbuhan baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan yang lebih lanjut. Sedangkan menurut Yusuf (2006: 24) batasan Pendidikan Usia Dini (PAUD) berdasarkan psikologi perkembangan yaitu antara 0-8 tahun.

Ungkapan tersebut sesuai dengan amanat dalam Undang-Undang NO 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa:

“Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”

Disamping istilah Pendidikan Anak Usia dini terdapat pula terminologi pengembangan anak usia dini, yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan atau pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam membangun potensinya secara holistik baik aspek pendidikan, maupun kesehatan (Direktorat PAUD, 2002: 3).


(4)

PAUD dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan atau informal. PAUD pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan nonformal berbentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat. PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Sebagaimana diketahui, bahwa setiap manusia yang lahir ke dunia ini selalu membawa keunikan dan kekhasan sendiri.

Tujuan pendidikan anak usia dini adalah membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan dan daya cipta yang diperlukan anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta untuk pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Berdasarkan hal tersebut tampak jelas bahwa tujuan pendidikan anak usia dini adalah membantu mempersiapkan anak untuk memasuki pendidikan di sekolah dasar.

Penanaman karakter pada anak usia dini merupakan salah satu tujuan pendidikan anak usia dini. Hal ini seperti di ungkapkan oleh Kemdiknas (2010) bahwa pembentukan karakter merupakan tujuan pendidikan nasional. Pasal 1 UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa diantara pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi anak didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah ini bermaksudkan agar pendidikan tidak hamya membentuk insan Indonesia yang cerdas tetapi berkepribadian atau berkarakter. Karakter merupakan wadah dari berbagai karakteristik psikologis yang


(5)

membimbing individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan variasi lingkungan yang dihadapinya. Dengan kata lain karakter akan memimpin diri untuk mengerjakan sesuatu yang benar atau diterima secara sosial dan tidak mengerjakan sesuatu yang tidak benar atau tidak diterima secara sosial (Berkowitz, 2002). Karakter individu tentu saja tidak terbentuk secara tiba-tiba, namun memerlukan proses yang berkelanjutan yang diperoleh dari pengalaman individu dengan lingkungan dimana ia berada serta pematangan organ-organ biologis. Karakter inilah yang menjadi penentu apakah individu mampu atau tidak bersosialisasi dengan keanekaragaman situasi yang dihadapinya.

Hasil penelitian neurologi yang dilakukan Bloom menunjukkan bahwa perkembangan intelektual telah mencapai 50 % ketika anak berusia 4 tahun 80% setelah berusia 8 tahun dan 100% setelah anak berusia 18 tahun (Rusdiana, 2008: 35). Pada saat lahir otak bayi membawa potensi 100 milyar neuron dan sekitar 1 triliun sel Glia yang berfungsi membentuk bertriliun-triliun sambungan antar neuron. Sinap ini akan bekerja sampai usia anak mencapai 5 sampai dengan 6 tahun (Anwar, 2007: 7).

Howard Gardner (Gordon Dryden, Terjemah Baiquni, 2000: 121) pakar psikologi dari Universitas Harvard telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk menganalisa otak manusia dan pengaruhnya terhadap pendidikan . Hasil penelitiannya menujukkan salah satu teori kecerdasan yang dikenal dengan sebutan multiple intelligence. Teori ini pada dasarnya adalah pengelompokan perilaku individu sebagai indikator dari kecerdasan yang bersumber pada otak.


(6)

Perilaku individu menurut Howard Garner:

1)Logical mathematical (Kepekaan dan kemampuan untuk mengamati pola-pola logis dan nomerik serta kemampuan untuk berfikir rasional/logis; 2) Liguistic (Kepekaan terhadap suara, ritme, makna kata-kata dan keragaman

fungsi –fungsi bahasa); 3) Musical (Kemempuan untuk menghasilkan dan

mengapresisai ritme, nada dan bentuk-bentuk apresiasi musik); 4) Spatial (Kemampuan mempresepsi dunia ruang visual secara akurat dan melakukan transpormasi persepsi tersebut; 5) Body kinesthetic (kemampuan untuk mengontrol gerakan tubuh dan menangani obyek-obyek secara trampil); 6) Interpersonal ( kemampuan untuk mengamati dan merespon suasana hati, tempramen, dan motivasi orang lain); 7) Intra personal (Kemampuan untuk memahami perasaan, kekuatan dan kelemahan secara intelegensi sendiri). (Yusuf, 2004: 109).

Hasil penelitian di Baylor College Of Medicine (Depdiknas, 2003:1) menyatakan bahwa lingkungan memberikan peran yang sangat besar dalam pembentukan sikap dan kepribadian, sosial dan pengembangan kemampuan anak secara optimal. Anak yang tidak berada pada lingkungan yang baik, untuk merangsang pertumbuhan otaknya seperti jarang disentuh, jarang diajak bermain atau jarang diajak berkomunikasi, maka perkembangan otaknya akan lebih kecil 20% hingga 30%, dari ukuran normal anak seusianya . Sebagai konsekuensi dari betapa pentingnya fase anak usia dini, maka kegiatan program pendidikan usia dini yang digunakan harus mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak termasuk didalamnya pengembangan karakter anak usia dini.

Pendidikan karakter diperlukan sebagai upaya mengatasi permasalahan-permasalahan kebangsaaan yang berkembang saat ini, seperti: disorientasi dan masih belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila, bergesernya nilai-nilai etika dan kehidupan bangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai


(7)

budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa dan melemahnya kemandirian bangsa (Megawangi, 2004: 6). Salah satu contoh yang sangat mengejutkan yaitu ketika didapatkanya data tentang penyalahgunaan narkoba pada anak-anak di Indonesia pada tahun 2004 yang tercatat sampai 800 orang anak dari 25 juta anak SD diseluruh Indonesia telah menggunakan narkoba (Pikiran Rakyat, Rabu, 03-05-2004: 6).

Menurut Thomas Lickona (Megawangi, 2004: 6) mengungkapkan bahwa terdapat sepuluh tanda jaman yang harus diwaspadai karena jika tanda-tanda ini sudah ada, berarti bangsa tersebut menuju jurang kehancuran. Menurut Megawangi (2004: 8) tanda-tanda tersebut di Indonesia sudah ada diantaranya adalah

1) Meningkatnya kekerasan dikalangan remaja ditunjukan dengan hasil

penelitian di lima SMK-TI Bogor dengan jumlah sampel 903 siswa menunjukan bahwa 66,7% terlibat tawuran, 48,7% menggunakan batu, 26% memukul dengan alat (kayu,besi,dll.), dan 1,7% menikam dengan senjata tajam.

2) Membudayanya perilaku ketidak jujuran dari hasil penelitian di lima

SMK-TI Bogor menujukan 81% sering membohongi orang tua, 30,6% pernah memalsukan tandatangan orang tua/wali, 13 % sering mencuri, dan 11% sering memalak.

3) Pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan ditujukan

dengan banyaknya geng dikalangan remaja yang mempunyai solidaritas tinggi (25% dari 203 responden di lima SMK, TI Bogor mengaku anggota gang 66% dari anak tawuran dengan alasan solidaritas).

Melihat kenyataan tersebut maka diperlukan adanya suatu terobosan untuk memberdayakan dan mensinergikan semua potensi yang telah ada di masyarakat


(8)

dalam rangka tercapainya layanan terhadap tumbuh kembang anak secara utuh, menyuluruh, dan terintegrasi.

Temuan penelitian di Sekolah Dasar yang dilakukan Ahman (1998) dan Otoy (1996), menunjukan bahwa permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada anak Sekolah Dasar kelas rendah dan kelas awal adalah ketidak mampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi. Permasalahan yang di temukan di Sekolah Dasar ini tidak bisa dibiarkan karena anak akan sulit untuk bergaul dengan temannya, mengalami kesulitan mengembangkan diri dan mengalami hambatan pula dalam pencapaian perkembangan berikutnya.

Agar permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi anak Sekolah Dasar dapat dikurangi dan anak dapat memenuhi tugas-tugas perkembangan sosialnya dengan baik, maka ketika anak di Pendidikan Usia dini atau TK, anak perlu dibantu agar memiliki perilaku-perilaku sosial yang diharapkan.

Untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan TK, Kurikulum TK 2007 dijabarkan kedalam dua kelompok bidang pengembangan atau area kurikulum yaitu (1). Bidang pengembangan pembiasaan yang meliputi pengembangan moral dan nilai-nilai agama, pengembangan sosial emosional dan kemandirian, dan (2). Bidang kemampuan dasar yang meliputi kemampuan berbahasa, kognitif, fisik/motorik dan seni.

Upaya penyiapan sumber daya manusia untuk menciptakan generasi unggul harus dilakukan sejak anak usia dini. Usia ini merupakan masa keemasan atau


(9)

(Golden age), dimana proses tumbuh kembang dari segi fisik, motorik, sosial, emosional, dan kognisi berlangsung secara pesat dan saling berhubungan erat satu sama lain (Megawangi, 2004: 20). Selanjutnya Syaodih dan Agustin, (2008:17) mengemukakan bahwa perkembangan disuatu ranah berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan ranah lainnya. Untuk itu pada masa keemasan ini diperlukan berbagai stimulasi yang mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki anak. Potensi itu tidak hanya bersifat akademis, tetapi juga non akademis. Kedua potensi ini harus dikembangkan secara simultan dan saling berkaitan dalam proses pembelajaran.

Mendidik anak usia dini ibarat mengukir di atas batu yang tidak akan pernah hilang bahkan akan melekat selamanya. Artinya, pola pengasuhan dan pendidikan yang tepat pada usia anak dini akan sangat melekat hingga dewasa. Keberhasilan pendidikan usia dini sangat berperan besar bagi keberhasilan anak dimasa selanjutnya. Sebagai generasi penerus bangsa, pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal sejak usia dini merupakan aset dan potensi sumber daya manusia yang dapat menentukan masa depan suatu bangsa. Sebagai mana diungkapkan oleh Djamarah (2005: 22), pendidikan adalah usaha sadar dan bertujuan untuk mengembangkan kualitas manusia sebagai suatu kegiatan yang sadar akan tujuan.

Pembelajaran yang dilakukan di taman kanak-kanak harus menggunakan model pembelajaran dengan metode yang sesuai dengan tujuan perkembangan karakteristik tujuan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Moeslihatoen (2004: 9)


(10)

yang dimaksud dengan karakteristik tujuan adalah pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, dan pengembangan sikap dan nilai. Untuk mengembangkan kognisi anak, dapat

dipergunakan metode-metode yang mampu menggerakkan anak agar

menumbuhkan kemampuan berpikir, menalar, menarik kesimpulan, dan membuat generalisasi.

Upaya-upaya pendidikan yang diberikan oleh pendidik hendaknya dilakukan dalam situasi yang menyenangkan. Menggunakan strategi, metode, materi/bahasan media yang menarik, serta mudah diikuti oleh anak, maka dengan sendirinya bakat akan muncul pada anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak.

Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran pada taman kanak-kanak adalah model pembelajaran dengan metode dongeng. Dongeng adalah cerita sederhana yang tidak benar-benar terjadi, misalnya kejadian-kejadian aneh di jaman dahulu. Dongeng berfungsi menyampaikan ajaran moral dan juga menghibur. Dongeng atau cerita yang dibawakan sangat mempengaruhi perkembangan. Selanjutnya Musthafa (2008) mengemukakan bahwa dongeng adalah paparan rekaan tentang kejadian atau aktivitas yang berhubungan dengan sesuatu tokoh dalam konteks tertentu. Secara keseluruhan rangkaian kejadian atau proses dapat dijadikan suatu hiburan, wahana ajaran moral, atau keduanya. Dalam dongeng terkandung sifat khayali (tak mesti


(11)

factual) dan terpadu (coheren). Dua karakteristik inilah yang membuat dongeng memiliki kekuatan magis, sehingga bisa dibilang sebagai dongeng yang baik.

Dongeng menawarkan kesempatan menginterpretasi dengan mengenali kehidupan diluar pengalaman langsung mereka. Anak-anak diperkenalkan dengan berbagai cara, pola, dan pendekatan tingkah laku manusia sehingga mereka mendapat bekal menghadapi masa depan. Kak Seto (2009: 30) berpendapat bahwa dongeng memiliki banyak manfaat diantaranya adalah mampu melatih daya pikir anak, bersosialisasi, mengasah kreatifitas, memupuk rasa keindahan dan kehalusan budi, kepekaan sosial, memicu daya kritis, jendela pengalaman bagi anak, melatih kemampuan bahasa anak, memicu multiple intelegent anak-anak, dan mengandung hiburan.

Hubungan antara dongeng dengan pendidikan karakter, dapat dilihat dari fungsi dongeng. Dongeng memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai sistem proyeksi, alat pengesahan pranata dan lembaga kebudayaan, alat pendidikan anak, alat penghibur hati, penyalur ketegangan yang ada dalam masyarakat, kendali masyarakat dan protes sosial (Danandjaja, 2007: 140). Dari beberapa fungsi tersebut tampak jelas bahwa dongeng dipercaya memiliki fungsi sebagai alat pendidikan anak, termasuk pendidikan karakter.

Sebagaimana dikemukakan dalam Grand Design Pendidikan Karakter dari kemendiknas, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang bertujuan pemberian


(12)

tuntunan anak didik agar menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa. Melalui pendidikan karakter anak didik diharapkan memiliki karakter yang baik, meliputi kejujuran, tanggung jawab, cerdas, bersih dan sehat, peduli, dan kreatif. Karakter tersebut diharapkan menjadi kepribadian utuh yang mencerminkan keselarasan dan keharmonisan dari

olah hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa (http://www.kemendiknas.go.id/).

Di Indonesia, dalam kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia sudah menempatkan empat pilar, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Namun implementasi dilapangan masih jauh dari apa yang diharapkan, terutama kaitannya dengan penanman karakter. Seperti yang di ungkapkan oleh Heni Direktur Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Media Anak (Pikiran Rakyat, 2012: 27) bahwa banyak guru yang tidak menerapkan empat pilar secara utuh, terutama pilar memahami bunyi bahasa, perintah dan dongeng yang dilisankan. Padahal dongeng dirasakan sangat perlu di implementasikan dilapangan. Karena dongeng merupakan media yang sangat efektif dan menarik untuk menanamkan berbagai nilai dan etika terhadap anak.

Menurut Heni (Pikiran Rakyat, 2012: 27) nilai-nilai yang dapat dipetik dari dongeng antara lain, nilai kejujuran, kerendahan hati, setia kawan, kerja keras, tenggang rasa, dan jika pendongeng mampu membawakan cerita dengan baik dan benar, maka karakter pendengarnya dapat terbangun dengan baik pula. Bagi anak usia dini dongeng menjadi media komunikasi menarik guna menyampaikan beberapa pelajaran atau pesan moral kepada anak didik.


(13)

Di dalam dongeng terdapat sebuah ideologi yang harus diwariskan dan diajarkan kepada anak. Ideologi tersebut berupa nilai-nilai yang berhubungan dengan akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab yang harus dimiliki oleh seorang anak. Goldmann (1997: 17) memandang ideologi sebagai sebuah pandangan dunia (world view), yang berwujud gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan yang menghubungkan secara bersama-sama anggota suatu kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan kelompok sosial lainnya. Dengan perspektif tersebut, maka karakter yang diajarkan kepada anak melalui dongeng dianggap sebagai pandangan dunia ideal yang diwariskan dan harus dimiliki oleh anak. Melalui dongeng yang dinikmati itulah anak diajarkan untuk berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berkaitan dengan karakter persahabatan, menurut Gardner (Musfiroh, 2008: 42) dalam teori kognitif melalui dongeng anak akan mendapatkan kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), yaitu kemampuan untuk melakukan hubungan antar manusia (berkawan) yang dapat dirangsang melalui bermain bersama teman, bekerjasama, bermain peran, dan memecahkan masalah, serta menyelesaikan konflik sebagai realisasi dampak positif penyampaian pesan-pesan moral yang tersirat dalam isi dongeng. Berdasarkan pendapat Gardner tersebut diketahui bahwa salah satu manfaat yang dapat diperoleh anak dari dongeng adalah kemampuan melakukan hubungan dengan sesama manusia.


(14)

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada kajian tentang efektifitas model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini.

B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Uraian di atas menggambarkan ketidak mampuan anak untuk berperilaku sosial yang diharapkan oleh kelompoknya dapat berakibat anak tersingkir dari kelompoknya. Sebaliknya bila anak sudah dapat menunjukan perilaku sosial yang diharapkan, maka anak cenderung menguatkan posisinya dan dapat menjadi anak yang popular dalam kelompoknya.

Tidak semua anak mampu menunjukan perilaku sosial yang diharapkan dan tidak semua anak mampu berinteraksi dengan kelompoknya secara baik. Ada anak yang menunjukan sikap membangkang, tidak mau berbagi dengan orang lain, tidak memiliki rasa kasihan pada orang lain, licik, cepat marah. Ketidak mampuan anak menunjukan perilaku sosial yang diharapkan bisa disebabkan karena lingkungan-lingkungan yang dimasukinya. Menurut Hurlock (1978: 372) orang yang paling penting bagi anak adalah guru, orang tua dan teman sebaya, dari merekalah anak mengenal sesuatu yang baik tau tidak baik.

Ketidak mampuan anak menunjukan perilaku sosial yang diharapkan bisa disebabkan karena lingkungan-lingkungan yang dimasukinya, terutama kaitan dengan karakter persahabatan yang dimiliki anak.


(15)

Menurut Yusuf (2007:121) pendidikan anak sejak usia dini dapat memperbaiki prestasi dan meningkatkan produktivitas kerja masa dewasanya. Dengan demikian pembelajaran pada pendidikan anak usia dini akan menentukan kemampuan anak pada jenjang pendidikan yang lebih lanjut.

Dari sudut pandangan psikologis perkembangan khususnya area perkembangan sosial menegaskan bahwa membentuk hubungan yang baik dengan teman sebaya merupakan satu dari tugas perkembangan sosial-emosional anak pada masa usia dini. Pada masa usia dini hubungan teman sebaya merupakan sarana penting bagi anak untuk belajar bersosialisasi. Pada masa ini, mempelajari beberapa kemampuan penting dalam konteks hubungan dengan teman sebayanya. Kemampuan tersebut dimulai dengan menggunakan berbagai kemampuan seperti saling berbagi, kooperatif, dan saling bergiliran. Selanjutnya kemampuan tersebut akan menuju ke hal yang lebih kompleks lagi seperti bernegosiasi dan berkompromi. Seiring dengan bertambahnya usia, waktu digunakan anak untuk bergaul dengan anak lain akan semakin banyak. Perbandingan aktivitas sosial anak melibatkan anak-anak lain meningkan dari 10% pada usia 2 tahun, sampai 20% pada usia 4 tahun, sedikitnya 40% pada usia 7 sampai 11 tahun (Hartup, 1992).

Sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah dalam kegiatan pembelajaran guru selalu menggunakan pembelajaran konvensional. Oleh karena itu peneliti bermaksud


(16)

meneliti tentang model pembelajaran dngan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini.

Masalah utama dalam penelitian ini adalah, “Seperti apa model

pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek yang

efektif untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini”. Secara lebih

rinci masalah utama tersebut diuraikan kedalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana profil karakter persahabatan anak usia dini di TK Islam Terpadu

At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung?

2. Bagaimana rumusan model pembelajaran dengaan metode dongeng

menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung, yang layak menurut ahli dan praktisi pendidikan anak usia dini ?

3. Bagaimana gambaran efektivitas model pembelajaran dengan metode

dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung?

C.Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran dengan metode dongeng dengan menggunakan media wayang golek


(17)

untuk mengembangkan karakter persahabatan pada anak usia dini di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger kalong Bandung. Secara khusus penelitian ini di tujukan untuk menemukan:

1. Profil karakter persahabatan anak usia dini di TK Terpadu At-Taqwa KPAD

Geger kalong meliputi tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, dan kemampuan berkomunikasi.

2. Model pembelajaran dengan metode dongeng untuk mengembangkan

karakter persahabatan di TK Islam Terpadu AT-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung yang layak menurut ahli.

3. Gambaran efektivitas model pembelajaran dengan metode dongeng

menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger kalong Bandung?

C. Manfaat Penelitian

Secara teoretis penelitian ini dapat bermanfaat dalam rangka pengembangan karakter persahabatan, perluasan khazanah tema penelitian serta model pembelajaran mendongeng pada pendidikan anak usia dini.

Secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh guru kepala sekolah, praktisi pendidikan, pengembang, perencana, penyelenggara dan pelaksana pendidikan, mahasiswa Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini, dan penelitian selanjutnya.


(18)

1. Bagi Kepala Sekolah dan guru dapat memberikan informasi dan kajian tentang model pembelajaran mendongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK.

2. Sebagai bahan masukan bagi praktisi dalam membuat model

pembelajaran mendongeng bagi penyelenggaraan pendidikan anak usia dini.

3. Bagi pengembang, perencana, penyelenggara dan pelaksana pendidikan,

tulisan ini sebagai masukan dalam pengembangan, perencanaan dan penyelenggaraan program pendidikan anak usia dini.

4. Sebagai tambahan referensi tentang pengembangan karakter persahabatan

khususnya bagi mahasiswa Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG PAUD). Serta dapat menjadi model pembelajaran karakter persahabatan pada pendidikan anak usia dini melalui pembelajaran dengan metode mendongeng menggunakan media wayang golek.

5. Sebagai bahan inspirasi bagi pihak yang berminat untuk melakukan

penelitian lebih lanjut mengenai pengembangaan karakter persahabatan melalui pembelajaran dengan model pembelajaran mendongeng menggunakan media wayang golek.

D. Asumsi Penelitian

Penelitian dan pengembangan model mendongeng untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini ini didasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut.


(19)

1. Model pembelajaran merupakan sebuah upaya untuk membelajarkan seseorang atau sekelompok orang melalui satu atau lebih strategi, metode dan pendekatan tertentu kearah pencapaian yang telah direncanakan (Nurfalah, 2007: 18).

2. Model pembelajaran dengan metode dongeng merupakan suatu skenario

kegiatan belajar yang sengaja dilaksanakan dan ditetapkan secara sistematis dan logis oleh pendidik program pendidikan usia dini yang mencakup pengelolaan, peran pemeran, pengemasan materi sajian, sarana APE, dan setting lingkungan yang dipersiapkan dengan menggunakan teknik dan cara penyampaian dongeng kisah nyata dari pemikiran fiktif atau kisah nyata yang mengandung pesan-pesan moral positif bagi anak sesuai karakter usia, tahap perkembangan dan indikator kemampuan yang diharapkan dapat dicapai oleh anak dalam rangka menstimulus dan menumbuh kembangkan seluruh potensi kecerdasan anak secara optimal (Kusiadi, 2007: 36).

3. Karakter persahabatan adalah keterampilan sosial yang dimiliki anak,

merujuk pada pendapat Elksnin & Elknin (Adiyanti, 1999),

mengidentifikasi keterampilan sosial dengan beberapa cirri yaitu perilaku Interpersonal, merupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang digunakan selama melakukan interaksi sosial perilaku ini berupa keterampilan menjalin persahabatan, memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau menawarkan pujian. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri. Merupakan keterampilan mengatur diri


(20)

sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan menghadapi stres, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnya. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis, merupakan perilaku yang mendukung prestasi belajar disekolah. Misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta olah guru dan semua perilaku yang mengikuti aturan kelas.

4. Peer acceptance, merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan sebaya, misalnya memberi salam, memberi dan menerima persahabatan, menerima informasi, mengajak teman dalam suatu aktivitas, dan menangkap dengan cepat emosi orang lain.

5. Keterampilan komunikasi, keterampilan komunikasi merupakan salah satu

keterampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan komunikasi dapat dilihat dalam beberapa bentuk, antara lain menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam pembicaraan dan memberikan umpan balik terhadap lawan bicara.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Desain Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Riduwan

(2005: 5) pendekatan kuantitatif mengutamakan objektivitas desain penelitian yang menghasilkan data berupa angka-angka yang diolah dengan menggunakan perhitungan statistik.

Penelitian kuantitatif dipandang sebagai sesuatu yang bersifat

konfirmasi dan deduktif. Bersifat konfirmasi disebabkan karena metode penelitian kuantitatif ini bersifat menguji hipotesis dari suatu teori yang telah ada (Jalaludin, 2009: 56).

Penelitian kuantitatif bersifat mengkonfirmasi antara teori dengan

kenyataan yang ada dengan mendasarkan pada data ilmiah dalam bentuk angka atau numerik, sehingga penelitian kuantitatif diidentikkan dengan penelitian numerik. Penarikan kesimpulan pada penelitian kuantitatif bersifat deduktif yaitu menarik kesimpulan dari sesuatu yang bersifat umum ke sesuatu yang bersifat khusus (Riduwan, 2005: 5).


(22)

2. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimen semu. Eksperimen semu adalah metode penelitian yang menyingkap hubungan antara dua variabel atau lebih untuk mencari pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain (Sudjana dan Ibrahim, 2004: 19). Pada penelitian ini metode eksperimen semu menggunakan pretest-postest control group design (desain prates-pascates kelompok kontrol), yang bertujuan untuk mengetahui efektifitas penggunaan model pembelajaran metode dongeng dengan media wayang golek pada kelas eksperimen, dan model konvensional pada kelas kontrol (Sugiono, 2007:112).

Desain penelitian pada penelitian kuantitatif ini, dapat digambarkan

pada gambar 3.1 di bawah ini (Sugiono, 2007: 116):

O1 X1 O2

O3 X2 O4

Gambar 3.1

Pretest-posttest control group design Keterangan:

O1 = pretest sebelum diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen.

O2 = posttest setelah diberikan perlakuan pada kelompok eksperimen.

X1 = pemberian perlakuan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek pada kelompok eksperimen.


(23)

O3 = pretest pada kelompok kontrol. O4 = posttest pada kelompok kontrol.

X2 = tidak diberi perlakuan.

B. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa

KPAD Geger Kalong Bandung. Alasan peneliti memilih Taman Kanak-kanak ini adalah masalah yang diteliti memang ada dan sangat esensial untuk diteliti, untuk kepentingan masa depan anak. Di Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung belum pernah ada penelitian yang serupa. Selain itu, setelah dilakukan studi pendahuluan melalui wawancara tidak terstruktur ternyata guru belum pernah menerapkan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan wayang golek, atau boneka, mereka biasanya menggunakan metode mendongeng dengan media buku cerita. Guru merasa kesulitan untuk mempersiapakan, melaksanakan, dan melakukan penilaian terhadap model pembelajaran mendongeng dengan media wayang golek, dan tidak memahami model pembelajaran mendongeng dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek.


(24)

2. Populasi Penelitian

Populasi menurut Sugiono (2010: 117) merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian, peneliti menentukan terlebih dahulu populasi yang akan diteliti sesuai dengan permasalahan yang akan di teliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh anak didik yang terdaftar di kelompok-B Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung Tahun ajaran 2012/2013 yaitu 32 anak-anak usia 5-6 tahun yang terdaftar secara administratif.

3. Sampel Penelitian

Sampel menurut Sugiono (2010: 85) merupakan bagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sedangkan teknik pengambilan sampel diantaranya adalah sampel jenuh yang merupakan penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Teknik pengambilan sampel jenuh ini biasanya di ambil jika populasi relatif kecil, kurang lebih 30 orang, atau peneliti ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil Sugiono (2010: 85).

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sampel jenuh

karena populasi di Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung relatif kecil yaitu 32 anak. Berdasarkan pendapat tersebut


(25)

di atas maka pengambilan sampel pada penelitian ini adalah sampel jenuh karena jumlahnya 32 orang, yang artinya seluruh populasi dijadikan sampel. Sebaran sampel dan populasi pada penelitian ini lebih jelas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.2

Sebaran Sampel dan Populasi Penelitian

Subjek Jumlah Anak TK

Populasi 32 orang

Sampel 16 orang

Kelompok Kontrol 16 orang

Kelompok Eksperiment 16 orang

C. Definisi Operasional

Secara operasional, terdapat dua konsep yang perlu dijelaskan dalam penelitian ini, yaitu karakter persahabatan anak usia dini dan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek.

1. Karakter persahabatan

Karakter persahabatan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keterampilan sosial yang dimiliki anak yaitu : (a). Tenggang rasa, (b). Kerjasama, (c). Bermain dengan teman sebaya, (d). Kemampuan berkomunikasi. Dimensi tenggang rasa pada penelitian ini mengacu pada indikator yang meliputi; (1). Kemampuan anak dalam menghargai teman, (2). Menunjukan rasa peduli terhadap teman, (3). Menyadari akan kelemahan dan kelebihan teman, (4). Memiliki kesadaran akan hak milik orang lain, (5). Memberikan pujian, (6).


(26)

memahami perasaan orang lain, (7). Meminta maaf bila melakukan kesalahan, (8). Mengontrol kemarahan.

Dimensi kerjasama pada penelitian ini dijabarkan dengan; (1). Kemampuan anak berperan aktif dalam berinteraksi, (2). Kesadaran anak dalam pembagian tugas, (3). menghargai pendapat orang lain, (4). Intensitas interaksi dengan temannya, (5). mengajak teman dalam suatu aktifitas.

Dimensi bermain dengan teman sebaya pada penelitian ini

dioperasionalkan sebagai berikut; (1). Banyaknya teman bergaul, (2). Luas pergaulan, (3). Kemampuan bersosialisasi, (4). Memberikan bantuan saat teman mengalami kesulitan.

Dimensi kemampuan berkomunikasi pada penelitian ini meliputi; (1). Kemampuan memperkenalkan diri, (2). Memberi salam, (3). Mengajukan pertanyaan, (4). memberikan saran kepada teman, (5). Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya.

2. Model Pembelajaran dengan Metode Dongeng Menggunakan Media Wayang Golek

Model pembelajaran dalam penelitian ini merupakan alur mengajar yang dirancang khusus dari awal sampai akhir untuk menunjang proses belajar, berkaitan dengan pemahaman siswa yang terstruktur dengan baik dan dirancang secara sistematis, terarah dan terpadu dalam mengorganisasikan


(27)

pembelajaran untuk mengembangkan karakter persahabatan siswa di TK Islam Terpadu At-Taqwa Geger Kalong Bandung.

Sintak model pembelajaran dengan metode dongeng pada penelitian ini meliputi; (1). Tahap Awal, tahapan pelaksanaan pada tahap awal ini terdiri dari pengenalan dan orientasi belajar siswa yang dialokasikan waktu pelaksanaannya selama 10 menit pada setiap tahapannya. (2) Tahap Inti/Membawakan dongeng (alokasi waktu 30 menit)), dan (3) Tahap akhir/Refleksi (alokasi waktu 10 menit).

D. Pengembangan Instrumen

1. Jenis Instrumen Penelitian

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah profil karakter persahabatan pada anak usia dini dengan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek. Data profil karakter persahabatan dijaring melalui instrumen penelitian. Instrumen penelitian adalah alat bantu yang digunakan, dan dipilih pada penelitian dalam mengumpulkan data. Berdasarkan fokusnya, instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan pada anak usia dini.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah pedoman


(28)

pengembangan karakter persahabatan anak usia dini di susun berdasarkan variabel dan indikator variabel. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman observasi yang sudah disediakan jawabannya, sehingga observer tinggal memilih dengan membubuhkan tanda silang (X) pada kolom yang sesuai dengan hasil pengamatannya (Arikunto, 2006: 152). Secara sederhana, tiap opsi alternatif respons mengandung arti dan nilai skor seperti tertera pada tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3

Pola Skor Opsi Alternatif Respons

Pernyataan Skor Opsi Alternative Respon (Likert)

SB B C K SK

Favorable (+) 5 6 3 2 1

Un-Favorable (-) 1 2 3 4 5

Pada alat ukur, setiap item diasumsikan memiliki nilai 1-5 dengan bobot tertentu. Bobotnya ialah:

1. Untuk pilihan jawaban Sangat Baik (B) memiliki skor 5 pada

pernyataan positif dan skor 1 pada pernyataan negatif.

2. Untuk pilihan jawaban Baik (B) memiliki skor 4 pada pernyataan positif

dan skor 2 pada pernyataan negatif.

3. Untuk pilihan jawaban Cukup (C) memiliki skor 3 pada pernyataan

positif atau skor 3 pada pernyataan negatif.

4. Untuk pilihan jawaban Kurang (K) memiliki skor 2 pada pernyataan


(29)

5. Untuk pilihan jawaban Sangat Kurang (SK) memiliki skor 1 pada pernyataan positif atau skor 5 pada pernyataan negatif.

Selain lembar observasi instrumen penelitian yang di gunakan adalah dokumentasi. Dokumentasi diperoleh langsung dari tempat penelitian, meliputi media/alat permainan yang digunakan diantaranya yaitu media wayang golek, panggung boneka/wayang golek, boneka-boneka penunjang lain, dan lain-lain , peraturan-peraturan permainan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumentar dan data lainnya yang relevan dengan penelitian.

2. Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen yang dikembangkan untuk mengembangkan karakter persahabatan pada anak usia dini. Kisi-kisi instrumen ini dikembangkan dari definisi operasional yang terdiri dari aspek dan indikator karakter persahabatan yang selanjutnya dijadikan pernyataan. Kisi-kisi instrumen pengembangan karakter persahabatan pada anak usia dini sebelum uji coba disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.4

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Karakter Persahabatan Anak Usia Dini (Sebelum Uji Coba)

Variabel Sub variabel Indikator No Item

(+)

No Item (-)

Karakter persahabatan

a. Tenggang rasa  Kemampuan anak dalam

menghargai teman.

1, 2 19

 Anak menunjukan rasa

peduli terhadap teman.

3, 4, 5, 6, 7

 Anak menyadari akan

kelemahan dan


(30)

kelebihan temannya.

 Anak memiliki

kesadaran akan hak milik orang lain.

10, 11

 Anak memberikan

pujian.

12,13, 14

 Anak memahami

perasaan orang lain.

14, 15

 Anak meminta maaf bila

melakukan kesalahan.

16, 17, 18

 Mengontrol kemarahan 20, 21 19

b. Kerjasama  Kemampuan anak

berperan aktif dalam berinteraksi.

22,23 16

 Kesadaran anak terhadap

pembagian tugas.

24,25

 Menghargai pendapat

orang lain.

26,27

 Intensitas interaksi anak

dengan temannya.

28,29, 30

 Mengajak teman dalam

suatu aktifitas. 31,32, 33 c. Bermain dengan teman sebaya

 Banyaknya teman 34,35 36 23

 Luas pergaulan 38 37

 Kemampuan

bersosialisasi

40,41 39

 Memberikan bantuan

saat teman mengalami kesulitan.

42,43, 44 d. Kemampuan

berkomunikasi 

Memperkenalkan diri. 45,46

 Memberi salam 48,49 47

 Mengajukan pertanyaan. 50,51

 Memberikan saran

kepada teman

52, 53, 54

 Menjawab pertanyaan

yang diajukan oleh temannya.


(31)

Sedangkan kisi-kisi instrumen pengembangan karakter persahabatan pada anak usia dini setelah judgment dan uji coba disajikan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 3.5

Kisi-kisi Instrumen Penelitian Karakter Persahabatan Anak Usia Dini (Setelah Uji Coba)

Variabel Sub variabel Indikator No Item

(+) No Item (-) Karakter persahabatan

a. Tenggang rasa  Kemampuan

anak dalam menghargai teman.

1, 2 16

 Anak

menunjukan rasa peduli terhadap teman.

3, 4

 Anak menyadari

akan kelemahan dan kelebihan temannya.

6 5

 Anak memiliki

kesadaran akan hak milik orang lain.

7 8

 Anak

memberikan pujian.

9,10

 Anak memahami

perasaan orang lain.

1,12

 Anak meminta

maaf bila melakukan kesalahan.

13,14

 Mengontrol

kemarahan


(32)

b. Kerjasama  Kemampuan anak berperan aktif dalam berinteraksi. 17,1 8 10

 Kesadaran anak

terhadap pembagian tugas. 19,2 0  Menghargai pendapat orang lain. 21,2 2

 Intensitas

interaksi anak dengan temannya.

23,2 4

 Mengajak teman

dalam suatu aktifitas. 25,2 6 c. Bermain dengan teman sebaya

 Banyaknya

teman

27 28 16

10

 Luas pergaulan 30 29

 Kemampuan

bersosialisasi

31,3 2

 Memberikan

bantuan saat teman mengalami kesulitan. 33,3 4 d. Kemampuan

berkomunikasi 

Memperkenalkan diri.

35,3 6

 Memberi salam 37,3

8

 Mengajukan

pertanyaan.

39,4 0

 Memberikan

saran kepada teman 41,4 2  Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya. 43,4 4


(33)

3. Uji Kelayakan Instrumen

Uji kelayakan instrumen bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrumen dari segi bahasa, konstruk, dan konten. Penimbang dilakukan oleh dua orang ahli dan satu orang praktisi. Ahli di sini yaitu dosen dari Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini yang mengajar di Pendidikan Dasar (SPS), dan guru kelas B di TK Islam Terpadu At-taqwa.

Penilaian oleh tiga orang ahli dilakukan dengan memberikan penilaian pada setiap item pernyataan dengan dua kualifikasi, yaitu Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang diberi nilai M menyatakan item dapat digunakan, dan item yang diberi nilai TM menyatakan dua kemungkinan yaitu item tidak dapat digunakan atau diperlukannya revisi pada item sebelum digunakan. Selanjutnya hasil judgment tersebut dijadikan bahan pertimbangan dalam penyempurnaan instrumen yang telah disusun. Berdasarkan hasil uji kelayakan instrumen oleh ahli dan praktisi, disajikan dalam Tabel 3.4 sebagai berikut.

Tabel 3.6

Hasil Uji Kelayakan Instrumen Kesimpul

an

Nomor Iem Jumlah

Dipakai 1,2,3,5,7,8,9,10,11,12,14,15,16,17,19,21,22,2

3,24,25,26,27,28,29,32,33,34,36,37,38,40,41, 43,44,45,46,47,49,50,51,52,54,55,56

44


(34)

4. Uji Keterbacaan Instrumen Penelitian

Sebelum melaksanakan penelitian, pedoman observasi tersebut terlebih dahulu di uji keterbacaannya. Uji coba tersebut dilakukan kepada 28 orang anak didik TK-Ataqwa Bandung kelas sore, untuk mengukur sejauh mana keterbacaan pedoman observsi tersebut. Setelah melakukan uji keterbacaan, untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dipahami kemudian di revisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat di mengerti oleh anak didik.

5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Setelah selesai uji coba, maka hasil ujicoba dilakukan analisis untuk diketahui validitas dan reliabilitasnya dari semua item pertanyaan. Kemudian butir item yang dinyatakan valid dan instrumen dinyatakan reliabel maka pedoman observasi tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya. Sedangkan untuk item yang dianggap tidak valid, dibuang atau diperbaiki menyesuaikan dengan tingkat validitasnya.

a. Valid adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Ketepatan instrumen harus dapat mengukur apa yang semestinya diukur, sebab derajat ketepatan identik dengan nilai validitas dan nilai validitas menunjukan kesahihan instrumen dengan materi yang akan dinyatakan baik butir soal maupun soal secara keseluruhan. Ada dua jenis validitas untuk instrumen


(35)

penelitian yaitu validitas isi yang diuji berdasarkan analisis logis dan validitas kontruk yang diuji berdasarkan analisis empiris (Akdon, 2008 : 57).

Untuk menguji alat ukur terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir, dengan menggunakan rumus Pearson Product Moment, yaiitu:

r = n  xy−  x ( y) {n x2( x)2{n y2( y)2

Keterangan:

r : koefisien korelasi

x : jumlah skor item

y : jumlah skor total (seluruh item)

n : jumlah responden

Pada penelitian ini perhitungannya digunakan bantuan program ANATESTV4. Untuk mengetahui apakah koefisien validasi setiap butir item dalam instrumen valid atau tidak, dapat diketahui dengan cara mengkorelasikan antara skor butir (X) dengan skor total (Y), dengan kriteria (Sugiono, 2009: 147):


(36)

1. Bila Rhitung ≥ Rkritis, maka butir instrumen valid

2. Bila Rhitung < Rkritis, maka butir instrumen tidak valid

Dibawah ini merupakan rekapitulasi hasil uji validitas butir pernyataan pada kelas uji coba:

Tabel 3.7

Rekapitulasi validasi instrumen

No Korelasi T hitung T tabel Keterangan Keputusan

1 0,77 6,09 1,70 Valid dipakai

2 0,75 5,78 1,70 Valid dipakai

3 0,88 9,55 1,70 Valid dipakai

4 -0.02 -0,11 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

5 0,70 5,12 1,70 Valid dipakai

6 0,01 0,07 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

7 0,59 3,73 1,70 Valid dipakai

8 0,52 3,11 1,70 Valid dipakai

9 0,73 5,47 1,70 Valid dipakai

10 0,65 4,34 1,70 Valid dipakai

11 0,38 2,05 1,70 Valid dipakai

12 0,36 1,98 1,70 Valid dipakai

13 0,14 0,71 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

14 0,76 5,92 1,70 Valid dipakai

15 0,33 1,79 1,70 Valid dipakai

16 0,78 6,54 1,70 Valid dipakai

17 0,80 6,91 1,70 Valid dipakai

18 0,13 0,71 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

19 0,76 5,92 1,70 Valid dipakai


(37)

21 0,34 1,83 1,70 Valid dipakai

22 0,46 2,70 1,70 Valid dipakai

23 0,60 3,89 1,70 Valid dipakai

24 0,53 3,16 1,70 Valid dipakai

25 0,47 2,70 1,70 Valid dipakai

26 0,40 2,19 1,70 Valid dipakai

27 0,58 3,61 1,70 Valid dipakai

28 0,63 4,09 1,70 Valid dipakai

29 0,59 3,73 1,70 Valid dipakai

30 -0,12 -0,63 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

31 0,18 0,91 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

32 0,58 3,65 1,70 Valid dipakai

33 0,76 5,97 1,70 Valid dipakai

34 0,35 1,91 1,70 Valid dipakai

35 0,09 0,44 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

36 0,54 3,31 1,70 Valid dipakai

37 0,47 2,73 1,70 Valid dipakai

38 0,45 2,31 1,70 Valid dipakai

39 0,18 0,91 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

40 0,76 5,97 1,70 Valid dipakai

41 0,46 2,69 1,70 Valid dipakai

42 0,22 1,13 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

43 0,36 1,99 1,70 Valid dipakai

44 0,35 1,88 1,70 Valid dipakai

45 0,66 4,48 1,70 Valid dipakai

46 0,62 3,99 1,70 Valid dipakai

47 0,64 4,22 1,70 Valid dipakai


(38)

49 0,32 1,74 1,70 Valid dipakai

50 0,33 1,78 1,70 Valid dipakai

51 0,44 2,50 1,70 Valid dipakai

52 0,32 1,72 1,70 Valid dipakai

53 0,04 0,20 1,70 Tidak Valid Tidak dipakai

54 0,34 1,85 1,70 Valid dipakai

55 0,44 2,51 1,70 Valid dipakai

56 0,42 2,43 1,70 Valid dipakai

Untuk lebih memperjelas tabel 3.8 dibawah ini merupakan hasil rekapitulasi hasil uji pedoman observasi model pembelajaran dengan menggunakan metode dongeng dalam mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini

Tabel 3.8

Hasil Uji Validitas Pedoman Observasi Model Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Dongeng dalam Mengembangkan Karakter

Persahabatan Anak Usia dini

Keterangan No Item Jumlah

Valid 1,2,3,5,7,8,9,10,11,12,14,15,16,17,19,21,22,2

3,24,25,26,27,28,29,32,33,34,36,37,38,40,41, 43,44,45,46,47,49,50,51,52,54,55,56

44

Tidak Valid 4, 6, 13, 18, 20, 30, 31, 35, 39, 42, 48, 53 12

Berdasarkan hasil validasi dari soal sebanyak 56 item, dinyatakan valid hanya 44, dan yang tidak valid 12 item. Untuk item soal yang valid maka soal tersebut digunakan pada penelitian, sedangkan item soal yang tidak valid di buang (tidak dipakai). (Lampiran 3.1: 214).


(39)

b. Setelah dilakukan uji validitas langkah selanjutnya dilakukan uji reliabilitas, yang berarti bahwa suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data, karena instrumen telah teruji ketepatannya. Untuk mengetahui apakah suatu tes memiliki reliabilitas tinggi, sedang atau rendah dapat dilihat dari nilai koefisien reliabilitasnya. Dalam mengukur reliabilitas digunakan rumus alpha cronbach, sebagai berikut:

ɑ = k.r

1+(k−1)r

Keterangan:

ɑ : koefisien keandalan alat ukur

r : koefisien rata-rata korelasi antar item k : jumlah item

Dalam pengujian reliabilitas pun dilakukan dengan bantuan ANATESV4. Tolok ukur untuk mempersatukan derajat reliabilitas tes adalah sebagai berikut (Suherman, 1993: 156):

Tabel 3.9

Interpretasi Indeks Derajat Reliabilitas

Harga Rii Keterangan

Rii ≤ 0,20 Sangat rendah

O,20 Rii ≤ 0,40 Rendah

0,40 Rii ≤ 0,60 Sedang

0,60 Rii ≤ 0,80 Tinggi


(40)

Berdasarkan hasil rekap analisis data, hasil reliabilitas (rii) adalah 0,92, dengan N= 28 orang, maka tergolongkan dalam reliabilitas sangat tinggi (Lampiran 3.1: 215).

E. Prosedur Penelitian

Dalam proses pendeskripsian penelitian model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini, prosedur yang ditempuh dalam penelitian ini meliputi tiga langkah yaitu persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan.

Langkah-langkah penelitian tersebut meliputi tahap persiapan, pelaksanaan, dan pelaporan setiap tahap dirinci sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

Tahap perencanaan pada penelitian ini terdiri dari:

a. Tahapan yang pertama kali dilakukan peneliti adalah penyusunan

proposal, secara garis besar, proposal penelitian ini terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi operasional, metode atau pendekatan penelitian, populasi atau objek penelitian, instrumen penelitian dan analisis data.


(41)

c. Merevisi proposal sesuai masukan penguji, kemudian mengajukan permohonan pengangkatan Dosen Pembimbing I dan dosen pembimbing II pada bagian akademik.

d. Melaksanakan bimbingan BAB I, BAB II, BAB III, serta Instrumen

penelitian.

e. Melakukan judgment instrumen kepada dosen ahli, dan

mengujicobakan instrumen.

f. Pengajuan permohonan ijin penelitian.

g. Surat dari fakultas yang telah disahkan kemudian diberikan kepada

pihak sekolah Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung yang menjadi tempat penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian terdiri dari:

a. Melakukan pengembangan instrumen yang meliputi menyusun

kisi-kisi, penimbangan instrumen penelitian, melakukan uji keterbacaan, dan melakukan revisi instrumen sesuai dengan hasil penimbangan para ahli dan hasil uji keterbacaan.

b. Melakukan uji coba instrumen kepada anak kelas sore di Taman

Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

c. Menghitung validitas dan reliabilitas instrumen yang telah


(42)

d. Melakukan pretest kepada seluruh anak di Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 yang merupakan populasi penelitian. Mengolah dan menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil pretest. Menentukan besarnya kelompok sampel penelitian yang akan diberikan intervensi. Mengembangkan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung, yang layak menurut ahli dan praktisi pendidikan anak usia dini anak di Taman Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung Tahun Ajaran 2012/2013.

e. Untuk menghasilkan model pembelajaran dengaan metode dongeng

menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung yang layak menurut ahli dan praktisi pendidikan anak usia dini, maka dilakukan beberapa kegiatan sebagai berikut:

1) Melakukan need assessment . Pada tahap ini, di Taman

Kanak-kanak terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung Tahun Ajaran 2012/2013 diobservasi oleh beberapa observer yang dijaring melalui instrumen karakter persahabatan yang diberikan oleh peneliti.


(43)

2) Menyusun model pembelajaran dengaan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung, berdasarkan hasil analisis kebutuhan.

3) Melakukan uji rasional model pembelajaran dengaan metode

dongeng menggunakan media wayang golek untuk

mengembangkan karakter persahabatan yang telah disusun kepada para ahli dan praktisi lapangan. Tahap ini bertujuan untuk menilai kelayakan model pembelajaran dengaan metode

dongeng menggunakan media wayang golek untuk

mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung.

4) Setelah dilakukan uji rasional, maka tahap selanjutnya yaitu

tahap penyempurnaan model pembelajaran dengaan metode

dongeng menggunakan media wayang golek untuk

mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung. Pada tahap ini, program tersebut disempurnakan dan dinyatakan sebagai model pembelajaran dengaan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung yang layak untuk diujicobakan kepada anak.


(44)

5) Melakukan treatment untuk mengembangkan model pembelajaran dengaan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung dengan program yang telah disusun.

f. Tahap terakhir yaitu melakukan post-test. Post-test ini bertujuan

untuk melihat perubahan karakter persahabatan yang terjadi pada anak melalui model pembelajaran dengaan metode dongeng menggunakan media wayang golek di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Gegerkalong Bandung setelah diberi treatment.

Untuk menganalisis data yang berkaitan dengan hasil pretest, posttest dan indeks gain dari penelitian ini yaitu dengan cara menguji normalitas, homogenitas, dan uji hipotesis (uji-t). Teknik analisis data dilakukan dengan 2 jenis yaitu:

1. Teknik analisis deskriptif, dengan melalui perhitungan, mean,

median, standar deviasi

2. Teknik analisis inferensial, dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Melakukan uji normalitas

Untuk melihat data berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas. Hal ini harus diketahui untuk


(45)

menentukan rumus dalam pengujian hipotesis. Langkah-langkah uji normalitas tes awal adalah sebagai berikut:

1) Menyekor hasil observasi

2) Menyusun daftar distribusi frekuensi

3) Menghitung rata-rata (X) dengan rumus.

Kedua sampel dikatakan normal jika signifikasinya > 0.05. jika sudah dipastikan data normal maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji homogenitas variansi. Apabila salah satu kelas atau keduanya tidah normal, maka dilakukan uji statistic non-parametrik. Uji normalitas pada penelitian ini menggunakan SPSS versi 17.

b. Melakukan uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kelompok sampel mempunyai varian yang homogen, atau tidak.

Langkah-langkah uji homogenitas dua varian tes awal adalah sebagai berikut:

1) Menentukan nilai F, dengan rumus (Sudjana, 1992: 250):

F=Varian besar

Varian kecil

2) Menentukan derajat kebebasan (db)


(46)

db2 = n2 - 2

3) Menentukan nilai F dari tabel atau daftar:

4) Menentukan homogenitas dua variansi, Jika F hitung lebih

kecil dari F tabel maka kedua variansi itu homogen.

Uji homogenitas pada penelitian ini menggunakan SPSS versi 17.

c. Uji Hipotesis (uji-t)

Untuk menghitung skala rata-rata tes akhir dengan uji hipotesis, maka peneliti menggunakan rumus sebagai berikut:

t= �1−�2

1 1+

1 2

(Sujana, 1992 : 239) Keterangan :

X1 = Rata-rata skor tes awal

X2 = Rata-rata skor tes akhir

n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = Jumlah sampel kelas kontrol

Jika t hitung lebih kecil dari t tabel (t hitung < t tabel), berarti hipotesis nol (Ho) diterima dan hipotesis kerja (H1) di tolak, atau tidak ada perbedaan hasil belajar antara pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang, dengan pembelajaran konvensional. Akan tetapi jika t-hitung lebih besar daripada t


(47)

tabel (t hitung > t tabel), berarti hipotesis nol (Ho) ditolak, dan hipotesis kerja (H1) diterima, artinya terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar antara pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran dengan metode dongeng

menggunakan media wayang, dengan pembelajaran

konvensional. Tingkat signifikansi pada penelitian ini adalah 5% (α=0,050).

3. Tahap Pelaporan

Tahap terakhir yaitu tahap pelaporan. Pada tahap ini, seluruh kegiatan dan hasil penelitian yang telah dilakukan selama melaksanakan penelitian diolah dan dianalisis, kemudian dilaporkan dalam bentuk tesis.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipilih dalam penelitian ini adalah observasi, demonstrasi dan studi dokumentasi.

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk dua tujuan, pertama observasi dilakukan sebelum diberi perlakuan dongeng dengan tujuan untuk mengetahui karakter

persahabatan anak-anak sebelum diberi perlakuan dongeng dengan

menggunakan media wayang golek. Kedua observasi dilakukan setelah perlakuan dongeng dengan tujuan untuk mengetahui karakter persahabatan


(48)

anak-anak setelah diberi perlakuan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek.

2. Studi dokumentasi

Teknik dokumentasi yang dilakukan peneliti adalah dengan mengambil data melalui dokumen-dokumen seperti administrasi pengajaran dan data anak.

Administrasi pengajaran meliputi catatan-catatan yang mengandung petunjuk–

petunjuk tertentu, misalnya laporan portofolio, catatan pengalaman dan evaluasi tutor sehari-hari, pedoman pemebelajaran SKM atau SKH. Adapun data anak termasuk di dalamnya segala hal yang berkaitan dengan identitas diri anak. Studi dokumentasi dilakukan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui observasi.

G. Teknik Analisis Data 1.Penyeleksian Data

Penyeleksian data yang dimaksud ialah pemeriksaan kelengkapan jumlah instrumen yang terkumpul harus sesuai dengan jumlah instrumen yang disebarkan. Tujuan dari penyeleksian data ini adalah untuk memilih data yang memadai untuk diolah dan dianalisis. Data yang diolah dan dianalisis adalah data yang memiliki kelengkapan pengisian baik identitas maupun jumlah jawaban yang terisi.


(49)

2. Penyekoran Data Hasil Penelitian

Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk setiap jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Instrumen pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan skala Likert dengan lima alternatif pilihan jawaban. Secara sederhana, tiap opsi alternatif respons mengandung arti dan nilai skor seperti tertera pada Tabel 3.2.

3. Penentuan Konversi Skor

Data hasil penelitian yang telah diperoleh dari hasil lembar observasi yang disebarkan, kemudian diolah dan dianalisis untuk mengetahui profil karakter persahabatan anak usia dini, apakah karakter persahabatan pada anak usia dini berada pada kategori alternatif penilaian untuk mengukur kemampuan yang di miliki anak, yaitu selalu SB (Sangat Baik), Baik (B), Cukup (C), Kurang (K), Sangat Kurang (SK). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007 For Window . Untuk mengetahui tingkat pencapaian karakter persahabatan pada anak usia dini, dilihat dari skor matang, skor tersebut diperoleh dengan membagi nilai rata-rata jumlah skor aktual dengan skor ideal, kemudian dikalikan 100%.

Adapun penghitungan skor aktual dan skor ideal, sebagai berikut.

Skor Matang =skor aktual

skor ideal X 100%

(Rakhmat dan Solehuddin, 2006: 61)


(50)

Keterangan:

k = Jumlah Soal pada Setiap Indikator

NMak = Nilai Maksimal jawaban pada setiap item pertanyaan

Selanjutnya, untuk menentukan alternatif penilaian untuk mengukur kemampuan yang di miliki anak, yaitu SB (Sangat Baik), Baik (B), Cukup (C), Kurang (K), Sangat Kurang (SK) pada setiap indikator, menggunakan nilai skala pengukuran terbesar yaitu 5 dan skala pengukuran terkecil adalah 1.

Untuk mengetahui nilai persentase terendah dengan persentase tertinggi adalah 100% yaitu (1/5) x 100%. Untuk mencari rentang kelas, pengkategorian persentase tertinggi dikurangi presentase terendah, yaitu 100% -20% dan nilai interval pengkategorian 80%/5 = 16% (Supranto, 2000, 72).

Berdasarkan hasil penghitungan tersebut, maka pengkategorian skor matang karakter persahabatan anak usia dini di TK Islam Terpadu At-Taqwa tahun ajaran 2012/2013 seperti Tabel 3.11 berikut.

Tabel 3.10

Kriteria Skor Matang Pengembangan Karakter Persahabatan Anak Usia Dini No Kriteria Skor Matang Kategori

1. 84 – 100 Sangat Baik

2. 67 – 83 Baik

3. 50 – 66 Cukup

4. 33 –49 Kurang

5. < 32 Sangat Kurang

Untuk lebih jelas, interpretasi dari keempat kategori tersebut dijabarkan dalam Tabel 3.12 sebagai berikut.


(51)

Tabel 3.11

Interpretasi Kategori Pengembangan Karakter Persahabatan Anak Usia Dini

Kategori Interpretasi

Sangat Baik Anak pada kategori ini pengembangan karakter persahabatannya

sangat optimal pada setiap aspek, baik aspek tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, serta komunikasi. Artinya anak mampu menghargai teman, anak menunjukan rasa peduli terhadap teman, anak menyadari akan kelemahan dan kelebihan temannya, anak memiliki kesadaran akan hak milik orang lain, anak memberikan pujian, Anak memahami perasaan orang lain, anak meminta maaf bila melakukan kesalahan, mengontrol kemarahan, kemampuan anak berperan aktif dalam berinteraksi, kesadaran anak terhadap pembagian tugas, menghargai pendapat orang lain, Intensitas interaksi anak dengan temannya, mengajak teman dalam suatu aktifitas, banyaknya teman, luas pergaulan, kemampuan bersosialisasi, memberikan bantuan saat teman mengalami kesulitan, memperkenalkan diri, memberi salam, mengajukan pertanyaan, memberikan saran kepada teman, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya. Dengan kata lain, anak pada kategori ini memiliki pengembangan karakter persahabatannya yang sangat baik.

Baik Anak pada kategori ini pengembangan karakter persahabatannya

optimal pada setiap aspek, baik aspek tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, serta komunikasi. Artinya anak mampu menghargai teman, anak menunjukan rasa peduli terhadap teman, anak menyadari akan kelemahan dan kelebihan temannya, anak memiliki kesadaran akan hak milik orang lain, anak memberikan pujian, Anak memahami perasaan orang lain, anak meminta maaf bila melakukan kesalahan, mengontrol kemarahan, kemampuan anak berperan aktif dalam berinteraksi, kesadaran anak terhadap pembagian tugas, menghargai pendapat orang lain, Intensitas interaksi anak dengan temannya, mengajak teman dalam suatu aktifitas, banyaknya teman, luas pergaulan, kemampuan bersosialisasi, memberikan bantuan saat teman mengalami kesulitan, memperkenalkan diri, memberi salam, mengajukan pertanyaan, memberikan saran kepada teman, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya,. Dengan kata lain, anak pada kategori ini memiliki pengembangan karakter persahabatannya yang baik.

Cukup Anak pada kategori ini pengembangan karakter persahabatannya

cukup optimal pada setiap aspek, baik aspek tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, serta komunikasi. Artinya anak mampu menghargai teman, anak menunjukan rasa peduli terhadap teman, anak menyadari akan kelemahan dan kelebihan temannya, anak memiliki kesadaran akan hak milik orang lain, anak memberikan pujian, Anak memahami perasaan orang lain, anak meminta maaf bila melakukan kesalahan, mengontrol kemarahan, kemampuan anak berperan


(52)

aktif dalam berinteraksi, kesadaran anak terhadap pembagian tugas, menghargai pendapat orang lain, Intensitas interaksi anak dengan temannya, mengajak teman dalam suatu aktifitas, banyaknya teman, luas pergaulan, kemampuan bersosialisasi, memberikan bantuan saat teman mengalami kesulitan, memperkenalkan diri, memberi salam, mengajukan pertanyaan, memberikan saran kepada teman, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya. Dengan kata lain, anak pada kategori ini memiliki pengembangan karakter persahabatannya yang cukup.

Kurang Anak pada kategori ini pengembangan karakter persahabatannya

kurang optimal pada setiap aspek, baik aspek tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, serta komunikasi. Artinya anak mampu menghargai teman, anak menunjukan rasa peduli terhadap teman, anak menyadari akan kelemahan dan kelebihan temannya, anak memiliki kesadaran akan hak milik orang lain, anak memberikan pujian, Anak memahami perasaan orang lain, anak meminta maaf bila melakukan kesalahan, mengontrol kemarahan, kemampuan anak berperan aktif dalam berinteraksi, kesadaran anak terhadap pembagian tugas, menghargai pendapat orang lain, Intensitas interaksi anak dengan temannya, mengajak teman dalam suatu aktifitas, banyaknya teman, luas pergaulan, kemampuan bersosialisasi, memberikan bantuan saat teman mengalami kesulitan, memperkenalkan diri, memberi salam, mengajukan pertanyaan, memberikan saran kepada teman, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya,. Dengan kata lain, anak pada kategori ini memiliki pengembangan karakter persahabatannya yang kurang.

Sangat Kurang

Anak pada kategori ini pengembangan karakter persahabatannya tidak optimal pada setiap aspek, baik aspek tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, serta komunikasi. Artinya anak mampu menghargai teman, anak menunjukan rasa peduli terhadap teman, anak menyadari akan kelemahan dan kelebihan temannya, anak memiliki kesadaran akan hak milik orang lain, anak memberikan pujian, Anak memahami perasaan orang lain, anak meminta maaf bila melakukan kesalahan, mengontrol kemarahan, kemampuan anak berperan aktif dalam berinteraksi, kesadaran anak terhadap pembagian tugas, menghargai pendapat orang lain, Intensitas interaksi anak dengan temannya, mengajak teman dalam suatu aktifitas, banyaknya teman, luas pergaulan, kemampuan bersosialisasi, memberikan bantuan saat teman mengalami kesulitan, memperkenalkan diri, memberi salam, mengajukan pertanyaan, memberikan saran kepada teman, menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya. Dengan kata lain, anak pada kategori ini memiliki pengembangan karakter persahabatannya sangat kurang.


(53)

H. Tahap Penelitian

Bagan 3.1 Alur Penelitian Studi pendahuluan

Identifikasi masalah

Kajian literatur

Penyusunan proposal

Pembuatan instrumen RKH/lembar observasi

Uji coba instrumen Diskusi/Uji ahli

Tes awal Observasi Kelas eksperimen

Metode dongeng dengan menggunakan media wayang

Tes akhir Observasi Analisis data Dan pembahasan

Kesimpulan

Kelas kontrol Pembelajaran konvensional


(54)

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

1. Hasil studi pendahuluan menunjukan bahwa secara umum profil karakter

persahabatan di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung berada pada kategori kurang baik. Dengan kata lain anak-anak di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung, belum menunjukan karakter persahabatan yang baik.

2. Model hipotetik model pembelajaran metode dongeng dengan

menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini terdiri dari: pengenalan (alokasi waktu 10 menit), orientasi belajar siswa (alokasi waktu 10 menit), membawakan dongeng (alokasi waktu 30 menit), dan refleksi (alokasi waktu 10 menit). Untuk mampu menyajikan dongeng dengan baik dibutuhkan persiapan yang baik. Selain itu keluwesan dalam mendongeng, teknik penyajian dongeng, keterampilan dan penghayatan dalam mendongeng hanya dapat

dikuasai dengan pengalaman–pengalaman dan latihan–latihan tertentu

yang rutin sangat dibutuhkan. Segalanya tidaklah mungkin sekali jadi. Dengan demikian diharapkan guru mampu menyajikan dongeng dengan menarik dan menyenangkan, tentunya akan berimbas pada perhatian anak yang mendalam sehingga berpengaruh pada pembentukan karakter


(55)

3. Model Pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek, efektif dalam mengembangkan karakter persahabatan anak usia lima tahun yang menjadi siswa di TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung. Hal ini terbukti berdasarkan hasil test akhir, karakter persahabatan anak mengalami peningkatan yang signifikan setelah diberikan perlakuan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek.

B. Rekomendasi

1. Bagi para pendidik TK Islam Terpadu At-Taqwa

a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan refleksi bahwa

model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek yang semula ditanggapi dengan keragu-raguan, penuh tanda tanya, dan kecemasan, telah menghasilkan buah kesuksesan, yaitu pola berpikir (mindset) yang baru tentang pentingnya model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek dalam mengembangkan karakter persahabatan anak.

b. Mengingat bahwa model pembelajaran dengan metode dongeng

menggunakan media wayang golek sebagai stimulasi memiliki kontribusi dalam meningkatkan perkembangan karakter persahabatan anak usia prasekolah, maka guru diharapkan menggunakan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek secara berkelanjutan untuk menyampaikan nilai-nilai moral agar perkembangan karakter persahabatan anak terus meningkat.


(1)

Yeye Sukmaya, 2013

Efektivitas Model Pembelajaran Dengan Metode Dongeng Menggunakan Media Wayang Golek Untuk Mengembangkan Karakter Persahabatan Anak Usia Dini

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

c. Agar guru dapat mengimplementasikan model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek, guru harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu.

d. Melalui penelitian ini meyakinkan para guru untuk meneruskan model pembelajaran dengan metode mendongeng menggunakan media wayang golek ini sebagai salah satu model pembelajaran yang digunakan di sekolah.

e. Guru juga harus bekerjakeras untuk menanamkan moral yang berhubungan dengan karakter persahabatan pada anak. Selain itu juga guru harus lebih proaktif dengan menambah wawasan mencari informasi baru tentang pendidikan karakter persahabatan.

2. Bagi Pimpinan TK Islam Terpadu At-Taqwa KPAD Geger Kalong Bandung

Berdasarkan hasil penelitian ini kepala sekolah dapat menindak lanjuti model pembelajaran ini sebagai bahan laporan kepada pihak yayasan atas pelaksanaan dan hasil dari model pembelajaran dengan menggunakan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini. selain itu kepala sekolah dapat memberikan informasi tentang model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan anak usia dini, kepada pelaksana pendidikan, serta praktisi pendidikan.


(2)

3. Bagi Penelitian Lanjutan

a. Model pembelajaran dengan metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengembangkan karakter persahabatan sangatlah kompleks, masih banyak yang dapat diteliti dan dianalisa untuk masing-masing aspek, serta pola pembelajarannya. Karena keterbatasan peneliti dalam mengatur waktu dan kemampuan peneliti, penelitian ini hanya dapat menyoroti sampai pada empat aspek karakter persahabatan yaitu tenggang rasa, kerjasama, bermain dengan teman sebaya, dan kemampuan berkomunikasi anak. Bagi peneliti lain yang berminat melaksanakan penelitian lanjutan diharapkan dapat mengembangkan indikator karakter persahabatan yang lain.

b. Penelitian selanjutnya diharapkan di dalam proses pemberian suatu perlakuan dilakukan dalam kurun waktu yang lebih lama, secara berkelanjutan dan di seluruh tingkatan usia. Selain itu, penelitian selanjutnya dapat diarahkan untuk mengetahui efektifitas model pembelajaran metode dongeng menggunakan media wayang golek untuk mengetahui aspek perkembangan lain.

c. Penelitian selanjutnya juga diharapkan untuk mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan karakter persahabatan anak usia prasekolah misalnya, guru, sekolah, metode pembelajaran, sarana dan prasarana, praktisi pendididikan, orang tua, kondisi anak, sosial emosional, dan lain-lain.


(3)

Yeye Sukmaya, 2013

Efektivitas Model Pembelajaran Dengan Metode Dongeng Menggunakan Media Wayang Golek Untuk Mengembangkan Karakter Persahabatan Anak Usia Dini

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Adiyanti, M.G. (1999). Skala Keterampilan Sosial, Laporan Penelitian. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.

Akdon & Hadi, S. (2005). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian untuk Administrasi dan Manajemen. Bandung: Dewa Ruchi.

Aqib, Z. (2011). Pendidikan Karakter (Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa). Bandung: Yrama Widya.

Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W.H. Freeman and Company.

Bohlin, K., dkk. (2001). Building character in schools: resources guide. California: Jalmar Press.

Cichago Tribun. (2000). People skill,not ABC,and Kindergartens,Expert say, September 6, 2000.

Colin Marsh. (1996). Handbook for beginning teachers. Sydney : Addison Wesley Longman Australia Pry Limited.

Direktorat PAUD. (2002). Pendidikan Anak Usia Dini. Depdiknas.

Dedi Suherman. (2011). Pendidikan Karakter Bangsa. [Online]. Available at:

http://history55education.wordpress.com/2011/10/19/pendidikan-karakter-bangsa/. [ 15November 2011].

Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah. (2007). Strategi Pemeblajaran Kelompok Bermain Melalui Metode Mendogeng. Bandung: Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda.

Fardhana, P. (2011). Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini. Makalah edisi 8 Tahun 2011 JPNF. [Online]. Available at: http://www.bppnfi-reg4.net/index.php/download-center/cat_view/38-jurnal-2011.html. (28 September 2012).

Furqon. (2009). Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Gershoff, E.T. (2002). Development of Moral behavior and Consciense. In M. Killen & J.G. Smetsns (eds). Hand Book Of Moral development. Mahwal, New York: Erlbaum.


(4)

Harrel, K. (2009). Attitude is everything: ubah sikap anda maka hidup anda akan berubah! Sikap anda hari ini menentukan sukses di masa depan. Jakarta: Gramedia pustaka utama.

Hetherington E. M,and Parke, R.D.(1996). Child Psychologi; A Contemporary Viewpoin, New York: MC Graw Hill. In Blackwel Handbook of Early Childhood Development. Edtr.

Jalaluddin, R. (2009). Metode Penelitian Komunikas. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2011). Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter. Jakarta.

Kusuma, D. (2010). Pendidikan Karakter: strategi mendidik anak di jaman global. Jakarta: Grasindo.

Majid, A. (2008). Mendidik dengan Cerita. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Masitoh, D. (2005). Strategi Pembelajaran di TK. Jakarta: Universitas Terbuka. Muin, F. (2011). Pendidikan karakter: konstruksi teoritik dan praktik.

Jogjakarta: Arruz media

Muslichatoen. (2003). Metode pengajaran di taman kanak-kanak. Depdikbud ditjen dikti proyek penigkatab pendidikan tenaga kependidikan.

Megawangi, R. (2004). Pendidikan karakter, Solusi Tepat Untuk membangun Bangsa. Jakarta: BP MIGAS Energi.

Musthafa. B. (2008). Dari Literasi Dini Ke Literasi Teknologi. Bandung: Yayasan CRST dan NEW CONCEPT ENGLISH EDUCATION CENTRE.

Mu’in. F. (2011). Pendidikan Karakter Konstruksi Teoretik dan Praktik. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Nurfalah, Y. 2007. Strategi pembelajaran kelompok bermain melalui dongeng. Bandung: Depdiknas.

Nuci, Larry, P. (2008). Handbook of Moral and Character Education. New York: Routledge.

Pancasariwarni. (2009). Kajian Estetik Perupaan Wayang Golek Punakawan dan denawa Giriharja.Tesis. Program Studi Pendidikan Seni Sekolah Pascasarjana UPI: Tidak diterbitkan.


(5)

Yeye Sukmaya, 2013

Efektivitas Model Pembelajaran Dengan Metode Dongeng Menggunakan Media Wayang Golek Untuk Mengembangkan Karakter Persahabatan Anak Usia Dini

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Rathus, S. A. (2007). Psicology: Concept and Connections. (8thed.). Belmont, California: Thompson Learning, Inc.

Redaksi SInar Grafika. (2010). UU Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika.

Rubin K.H, Bukowski,W, & Parker, J , (1998). Peer Interactions,Relatationship, and Group. In N, Esenberg (EdHan), Handbook Of Child Psychologi (5 edition): Social, emotional,and personality development. (pp.619-700). New York: Wiley.

Santrock, JW. (2008). Children. (10thed.). New York: Mc Graw-Hill.

Saefudin, A. (2010). Implementasi Pendidikan Karakter melalui Bidang Studi. Makalah Konferensi Pendidikan Guru ke-4 (UPI-UPSI). Tidak diterbitkan.

Solehuddin, M. (2000). Konsep dasar pendidikan prasekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Sardiman, A. M. (2004). Interaksi dan motivasi belajar-mengajar. Jakarta: Rajawali.

Sudjono dan Ibrahim. (2004). Statistika Dasar. Bandung: Tarsito.

Sujiono, Y.N. (2009). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks

Supriatna, M. (2010). Model Konseling Aktualisasi Diri untuk Mengembangkan Kecakapan Pribadi Mahasiswa. Disertasi SPs. UPI: Tidak di Terbitkan.

Suyanto. (2009). Urgensi Pendidikan Karakter. [Online]. Available at:

http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html. [20

September 2012].

Syaiful Bahri Djamarah. (2005). Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu Pendekatan Teoretis Psikologis. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Syaodih, E. & Agustin, M. (2008). Bimbingan Konseling untuk Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Susilana, R. (2008). Model-model Pembelajaran. [Online]. Available at: http://belajarpsikologi.com/pengertian-model-pembelajaran. [20 September 2012].


(6)

Undang-Undang NO 20 Tahun 2003 tantang Sistem Pendidikan Nasional.

Yusuf, S. (2006). Buku Materi Pendagogik Pendidikan Dasar. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Yudha, A. (2009). Cara Pintar Mendongeng. Bandung: PT. Mirzan Pustaka.

Yusuf, S. (2007). Buku Materi Pedagigik Pendidikan Dasar. Bandung: Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Wahyudin, U & Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung: Refika Aditama.

Zamzuri. (2012). Mari Memahami Model-Model Pembelajaran dan Sintaknya.

[Online]. Available at:

http://kkgsatubojonegoro.wordpress.com/2012/09/09/mari-memahami-model-model-pembelajaran-dan-sintaknya/. [20 September 2012].