MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP FLUIDA STATIS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 9

F. Definisi Operasional ... 10

BAB II MODEL CPS, PEMBELAJARAN KONVENSIONAL, PENGUASAAN KONSEP, PEMECAHAN MASALAH DAN KONSEP FLUIDA STATIS. ... 13

A. Model Pembelajaran CPS ... 13

B. Model Pembelajaran Konvensional ... 19

C. Penguasaan Konsep dalam Pembelajaran Fisika ... 21

D. Kemampuan Pemecahan Masalah ... 24

E. Konsep Fluida Statis ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

A. Desain dan Metode Penelitian ... 38

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

C. Prosedur Penelitian ... 39

D. Alur Penelitian ... 41

E. Instrumen Penelitian ... 42


(2)

G. Teknik Analisis Data... 45

H. Pengolahan Data Tes... 50

I. Hasil Ujicoba Instrumen ... 54

J. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Hasil Penelitian ... 57

1. Peningkatan Penguasaan Konsep Fluida Statis ... 57

2. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 65

3. Deskripsi Aktivitas Siswa dan Guru Selama Kegiatan Pembelajaran Model CPS ... 69

4. Tanggapan Guru terhadap Penerapan Model Pembelajaran CPS ... 74

5. Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran CPS ... 75

B. Pembahasan... 76

1. Karakteristik Pembelajaran Model CPS pada Materi Fluida Statis 76 2. Peningkatan Penguasaan Konsep Fluida Statis ... 78

3. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 82

4. Aktivitas Siswa dan Guru Selama Kegiatan Pembelajaran Model CPS ... 85

5. Tanggapan Siswa dan Guru terhadap Model CPS ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91


(3)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu-ilmu dasar (basic science) yang perlu diberikan pada siswa. Hal ini tak lepas dari salah satu tujuan utama yang ingin dicapai dalam mata pelajaran Fisika bagi siswa SMA yaitu mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip Fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat mengembangkan keterampilan dan sikap percaya diri (Depdiknas, 2006). Dengan tujuan tersebut, pembelajaran Fisika menjadi tumpuan kemajuan teknologi yang perlu dikuasai dan membekali siswa menjadi manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi tantangan era globalisasi dan memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari.

Pencapaian tujuan pembelajaran Fisika bergantung kepada proses pembelajaran Fisika yang diselenggarakan di sekolah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang di kembangkan masing-masing sekolah diharapkan mampu mengembangkan secara optimal seluruh potensi dan kemampuan yang dimiliki guru dan siswa. Salah satunya adalah mengembangkan kemampuan memecahkan masalah siswa. Tetapi, kenyataan di kelas, guru belum mampu mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada siswa melalui proses pembelajaran. Proses pembelajaran Fisika masih terpusat pada penguasaan konsep saja, kurang mengembangkan pada aspek-aspek lainnya


(4)

2 seperti keterampilan pemecahan masalah. Seringkali siswa dihadapkan pada kesulitan dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan konsep-konsep, baik masalah yang diberikan oleh guru maupun masalah yang berhubungan dengan pengalaman dunia nyata sehari-hari. Guru cenderung lebih sering menggunakan tes tertulis dengan soal-soal yang rutin (context-poor problem) daripada menggunakan soal-soal yang mengandung pemecahan masalah (context-rich problem). Ini berarti kemampuan pemecahan masalah masih jarang diperhatikan.

Rendahnya kemampuan pemecahan masalah terlihat dalam kemampuan Fisika siswa Indonesia pada TIMSS (Trend Of International On Mathematics And Science Study). Kemampuan Fisika siswa Indonesia pada domain kognitif pemikiran (reasoning) paling rendah dibandingkan domain kognitif penerapan (applying) dan pengetahuan (knowing) baik secara nasional maupun internasional dan tiap tahun mengalami penurunan dari tahun 2003 hingga tahun 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan fisika siswa Indonesia masih harus ditingkatkan pada semua aspek, terutama pada aspek pemikiran (reasoning). Aspek pemikiran belum optimal dilatihkan kepada siswa pada proses pembelajaran sains di Indonesia khususnya melatihkan siswa untuk menganalisis, memecahkan masalah, melakukan sintesis, membuat hipotesis, membuat rencana percobaan, merumuskan kesimpulan, membuat generalisasi, mengevaluasi dan mempertimbangkan (Ridwan, 2010).

Menurut Santyasa (2007), pentingnya pengembangan kemampuan pemecahan masalah dan penguasaan konsep dalam proses pembelajaran memiliki


(5)

3 landasan teoritis. Landasan teoretis tersebut sebagai pijakan dalam mengemas pembelajaran adalah sebagai berikut. (1) Tiga wawasan berpikir dalam pembelajaran Fisika: (a) penyajian materi pelajaran tidak diajarkan, (b) untuk menyimpan sesuatu dalam memori tidak dipelajari (c) menghafal bukanlah bukti dari pemahaman siswa. (2) Guru Fisika dianjurkan untuk mengurangi berceritera dalam pembelajaran, tetapi lebih banyak mengajak para peserta didik untuk bereksperimen dan memecahkan masalah. (3) Guru Fisika dianjurkan lebih banyak menyediakan context-rich problem dan mengurangi context-poor problem dalam pembelajaran.

Pemecahan masalah biasanya didefinisikan sebagai merumuskan jawaban baru, melampaui penerapan sederhana dari kebiasaan belajar sebelumnya untuk membuat sebuah solusi. Pemecahan masalah merupakan keterampilan yang kompleks, dan kebanyakan siswa tidak mampu mengembangkan keterampilan-keterampilan tersebut tanpa bantuan. Oleh karena itu, pembelajaran diharapkan mampu menjadikan siswa sebagai pemecah masalah yang mahir dengan mengasah keterampilan-keterampilan yang dimilikinya. (Gamze Sezgin Selçuk, dkk. 2008). Melalui langkah-langkah linier hirarkis dalam proses dasar pemecahan masalah, siswa dilatihkan cara berpikir kreatif dan berpikir kritis dalam memecahkan masalah. Dari hasil pembelajaran diharapkan siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yaitu (1) mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep sains yang telah mereka pelajari, (2) mampu mengambil keputusan yang tepat dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah, dan (3) mempunyai sikap ilmiah dalam


(6)

4 memecahkan masalah yang dihadapi sehingga memungkinkan mereka untuk berpikir dan bertindak secara ilmiah (Ndraka dalam Wirtha, 2008).

Dalam proses belajar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) khususnya Fisika, belajar seharusnya lebih dari sekedar menerima informasi, mengingat dan menghafal. Bagi siswa untuk benar-benar mengerti dan dapat menerapkan ilmu pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah dan menemukan ide-ide. Tugas guru tidak hanya menuangkan sejumlah informasi pada siswa, tetapi mengusahakan bagaimana konsep-konsep penting dan sangat berguna tertanam kuat dalam pikiran siswa. Guru sebagai orang yang terlibat secara langsung dalam pembelajaran sesungguhnya dapat mengupayakan banyak hal diantaranya adalah penggunaan model pembelajaran yang tepat, menyenangkan, membangkitkan motivasi siswa dan mendorong siswa membangun pengetahuannya sendiri.

Salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses dan produk pembelajaran Fisika adalah kurang optimalnya peranan siswa dalam proses pembelajaran. Kualitas proses pembelajaran Fisika dewasa ini dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran yang bersifat reguler, artinya pemilihan pendekatan, strategi, metode kurang bervariasi. Proses belajar-mengajar cenderung dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari siswa, pemberian contoh soal, dilanjutkan dengan memberikan tes yang umumnya pilihan ganda, ini yang menyebabkan aktivitas belajar siswa kurang optimal. Sedangkan produk pembelajaran Fisika salah satunya dapat diperoleh dari nilai UAS (Ujian Akhir Semester) Fisika SMA yang dari tahun ke


(7)

5 tahun masih berkategori rendah dan nilai raport dalam mata pelajaran Fisika juga relatif masih rendah. Hal ini ditunjukkan dengan masih rendahnya nilai ketuntasan belajar fisika yang ditentukan masing-masing sekolah yang umumnya memiliki rentang antara 50-65 dari skor idealnya 75.

Pencapaian hasil belajar Fisika yang cukup rendah juga diperoleh peneliti dari hasil observasi atas 15 SMA di Kota Bengkulu dan pengalaman mengajar sebagai guru Fisika di salah satu SMA di Bengkulu. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata ketuntasan belajar yang umumnya di bawah 50% untuk materi pelajaran Fisika sebelum diadakan pembelajaran ulang (remedial teaching). Dari hasil observasi peneliti, umumnya pembelajaran fisika di SMA-SMA Bengkulu masih bersifat berpusat pada guru (teacher centered), mengutamakan ketuntasan materi dan kurang mengoptimalkan aktivitas-aktivitas belajar siswa seperti rendahnya aktivitas belajar pemecahan masalah, meskipun ada beberapa sekolah yang telah memiliki sarana prasana pembelajaran seperti laboratorium, ruang multimedia dan fasilitas internet yang cukup memadai namun belum dapat dimanfaatkan secara optimal.

Permasalahan-permasalahan dunia pendidikan tersebut menyebabkan semakin gencarnya isu perubahan paradigma pendidikan, baik yang menyangkut konten, pedagogi maupun profesionalisme guru. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif. Perubahan tersebut menuntut guru merubah model pembelajaran dari berpusat guru (teacher centered) ke model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered) sehingga tercipta hubungan harmonis antar siswa dan guru untuk mencapai tujuan


(8)

6 pembelajaran. Dengan terlibat langsung dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar khususnya penguasaan konsep sebagai aspek kognitif dari hasil belajar dan dapat meningkatkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah (Santyasa, 2007). Salah satu alternatif model pembelajaran konstruktif yang dapat direkomendasikan adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Model pembelajaran CPS dibuat pertama kali oleh Osborn (1963) dan di kembangkan oleh Parnes (1985) bertujuan membantu siswa memecahkan masalah dengan meningkatkan kemampuan kreativitasnya. Model CPS ini masih terus dikembangkan dalam pembelajaran diantaranya dalam pembelajaran sains.

Berdasarkan studi literatur terhadap penelitian tentang model pembelajaran CPS diperoleh beberapa hasil yang signifikan dalam meningkatkan penguasaan konsep maupun kemampuan pemecahan masalah. Gamze Sezgin Selçuk, dkk (2008) mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan problem solving secara efektif dapat meningkatkan prestasi belajar fisika, kinerja pemecahan masalah dan penggunaan strategi. Elizabeth Jaya Joseph, (2009) dalam disertasinya menyebutkan beberapa hasil penelitian bahwa CPS dapat meningkatkan daya kreativitas siswa dan prestasi akademik siswa. Sedangkan menurut Cahyono, (2005) pengembangan model CPS berbasis teknologi dapat meningkatkan ketuntasan belajar pada hasil belajar dan meningkatkan keaktifan dan ketrampilan proses siswa secara signifikan. Sedangkan Cheolil Lim, dkk (2010) menguji pengintegrasian pembelajaran berbantuan sistem online dengan CPS untuk meningkatkan kemampuan kreativitas mahasiswa.


(9)

7 Atas dasar beberapa pertimbangan tersebut, peneliti berkeinginan meneliti model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam konsep fluida statis. Materi fluida statis merupakan salah satu materi pelajaran yang sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga banyak pengalaman yang diperoleh siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian penting bagi siswa untuk dapat memahami dan menyadari manfaat dari mempelajari konsep tersebut dengan pengetahuan fisika yang cukup dan aktivitas-aktivas aktif siswa. Keaktifan dan kekreatifan siswa dan guru dalam pembelajaran dengan membawa fenomena alam sehari-hari kedalam kelas dapat menggali kemampuan yang dimilikinya dan menghasilkan ide-ide kreatif dalam memecahkan masalah fisika. Dengan model pembelajaran CPS yang menekankan pemecahan masalah secara kreatif di kelas, diharapkan memudahkan siswa menguasai konsep fluida statis dan mampu mengembangkan kemampuan pemecahan masalah serta melatihkan keterampilan-keterampilan lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana di kemukakan di atas, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan berikut: Apakah penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran konvensional?

Untuk lebih mengarahkan penelitian, maka rumusan masalah di atas dijabarkan menjadi beberapa pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:


(10)

8 1. Bagaimanakah peningkatan penguasaan konsep fluida statis siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model CPS dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?

2. Bagaimanakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model CPS dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional?

3. Bagaimana tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model CPS dalam pembelajaran konsep fluida statis?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menjajagi penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran Fisika materi fluida statis pada siswa tingkat SMA, sehingga diperoleh gambaran penggunaan model CPS dalam; (1) meningkatkan penguasan konsep, (2) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa, dan (3) mengetahui tanggapan siswa dan guru terhadap penerapan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran fisika.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu memberi alternatif bagi guru mengenai strategi pembelajaran dengan menerapkan pembelajaran CPS untuk dapat meningkatkan penguasan konsep siswa dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini juga diharapkan dijadikan sebagai bukti empiris tentang model pembelajaran CPS yang nantinya


(11)

9 dapat digunakan sebagai informasi dan kajian oleh berbagai pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini.

E. ASUMSI DAN HIPOTESIS 1. Asumsi

Model pembelajaran CPS yang dikembangkan oleh Osborn-Parnes (1985) merupakan model pembelajaran konseptual yang berpusat pada pengembangan kemampuan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreatifitas dan mengembangkan keterampilan berpikir kreatif maupun berpikir kritis dalam proses pembelajarannya. Model CPS menekankan keseimbangan pemikiran antara berpikir divergen (kreatif) dan berpikir konvergen (kritis) dalam setiap langkah dari proses pemecahan masalah.

2. Hipotesis penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep fluida statis dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional.

( Ha1) ; Ha1 ( µx1 > µy1 ; α = 0,05 )

b. Penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional.


(12)

10 Keterangan :

µx1 = Rata-rata nilai penguasaan konsep fluida statis pada pembelajaran CPS

µy1 = Rata-rata nilai penguasaan konsep fluida statis pada pembelajaran

konvensional

µx2 = Rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran CPS

µy2 = Rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran

konvensional

G. DEFINISI OPERASIONAL

1. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Model Creative Problem Solving (CPS) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada kemampuan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreatifitas dan mengembangkan keterampilan berpikir kreatif maupun berpikir kritis dalam proses pembelajarannya. Model CPS menekankan keseimbangan antara pemikiran divergen (kreatif) dan konvergen (kritis) dalam setiap langkah dari proses pemecahan masalah. Model CPS awalnya dikembangkan oleh Osborn dan beberapa peneliti lainnya. Tahap model pembelajaran CPS dalam penelitian ini berdasarkan tahap-tahap CPS oleh Lee, dkk (2010), yakni terdiri dari (1) Memahami kontek masalah, (2) Memperoleh informasi/data, (3) Pernyataan masalah, (4) Penemuan ide/Solusi, (5) Pemilihan solusi, (6) Penerimaan solusi. Keterlaksanaan penerapan model pembelajaran CPS diobservasi melalui lembar keterlaksanaan model CPS.

2. Pembelajaran konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru yang didominasi metode ceramah, dimana guru cenderung sebagai sumber informasi


(13)

11 bagi siswa dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Langkah-langkah pembelajaran konvensional diawali guru memberi informasi didepan kelas, menerangkan suatu konsep, siswa mendengarkan penjelasan guru, siswa mencatat dan sedikitnya bertanya ketika ada penjelasan guru yang kurang dipahami, serta latihan-latihan soal. Di akhir pembelajaran guru memberikan soal-soal pekerjaan rumah.

3. Penguasan konsep Fluida Statis

Penguasaan konsep didefinisikan sebagai kemampuan siswa dalam memahami suatu abstraksi yang menggambarkan karakteristik konsep fluida statis secara ilmiah, baik secara teori maupun penerapannya dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dilihat dari tes awal dan tes akhir. Indikator penguasaan konsep pada penelitian ini didasarkan pada tingkatan domain kognitif Bloom yang dibatasi pada tingkatan domain pengetahuan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3) dan

analisis (C4). Penguasaan konsep diukur dengan menggunakan tes penguasaan konsep dalam bentuk pilihan ganda. Peningkatan penguasaan konsep fluida statis diukur dengan membandingkan nilai rata-rata < > penguasaan konsep antara kelas ekperimen dan kelas kontrol.

4. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan pemecahan masalah yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan konsep-konsep fluida statis yang dipelajarinya untuk menemukan solusi atas masalah-masalah “kaya konteks” (context-rich problems) yang menghitung sejumlah kuantitas mengenai objek atau peristiwa nyata. Kriteria penilaian kemampuan pemecahan


(14)

12 masalah berdasarkan pada tingkat penyelesaian yang sesuai dengan konsep yang telah dipelajari dalam menyelesaikan masalah. Kemampuan pemecahan masalah diukur dengan menggunakan tes dalam bentuk essei yang berisi masalah-masalah “kaya konteks”. Adapun karakteristik masalah-masalah “kaya konteks” antara lain: (1). Permasalahan harus cukup menantang. (2). Masalah harus terstruktur sehingga kelompok dapat membuat keputusan tentang bagaimana proses solusinya. (3). Masalah harus relevan dengan kehidupan para siswa. (4). Masalah tidak dapat bergantung hanya pada trik pengetahuan atau matematis siswa. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa diukur dengan membandingkan nilai rata-rata < > kemampuan pemecahan masalah antara kelas ekperimen dan kelas kontrol.


(15)

38 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain dan Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen. Metode quasi eksperimen dengan desain “randomized control group pretest-posttest design” untuk mengetahui perbandingan peningkatan penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa antara siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran Creative Probem Solving (CPS) dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran tentang tanggapan siswa dan guru terhadap model pembelajaran CPS yang diterapkan. Pada desain ini menggunakan dua kelompok yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran CPS dan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan pretest dan posttest untuk melihat peningkatan penguasan konsep siswa sebelum dan setelah pembelajaran. Pretest dan posttest juga diberikan pada kedua kelompok untuk melihat kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mendapatkan pembelajaran. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen O1, O2 X1 O1, O2


(16)

39 Keterangan:

X1 = penerapan model pembelajaran CPS

X = penerapan model pembelajaran konvensional O1 = pretest dan posttest penguasaan konsep

O2 = pretest dan posttest kemampuan pemecahan masalah

B. Populasi dan Sampel Penelitan

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester 2 di salah satu SMA Negeri Kota Bengkulu, sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas yang dipilih secara cluster random sampling (acak kelas) dari keseluruhan populasi sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan

Persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

a. Melakukan studi pendahuluan yang meliputi kajian teori tentang model pembelajaran CPS, model pembelajaran konvensional, penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa.

b. Menyusun perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. c. Melakukan validasi instrumen.


(17)

40 2. Pelaksanaan

Memperkenalkan pembelajaran model CPS dan memberikan pelatihan pada guru yang bersangkutan, mengadakan pretest pada kelompok eksperimen dan kontrol untuk mengetahui penguasan konsep awal siswa dan kemampuan pemecahan masalah tentang materi fluida statis, menerapkan pembelajaran model CPS pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol, melakukan observasi keterlaksanaan model, memberikan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mendapat perlakuan, dan menyebarkan angket tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model CPS.

3. Pengolahan dan analisa data

Menghitung gain ternormalisasi penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol, melakukan uji normalitas data gain ternormalisasi, melakukan uji homogenitas varians, melakukan uji kesamaan dua rata-rata, serta melakukan analisis data angket dan observasi. Tahap akhir dari analisa data adalah menganalisis dan membahas hasil temuan penelitian yang digunakan untuk menarik kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian.


(18)

41 D. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Studi Pendahuluan

Validasi, Uji Coba, Revisi

Tes Awal (pretest)

Pembelajaran Creative Problem Solving(CPS) pada

kelas eksperimen Pembelajaran

Konvensional pada kelas kontrol

Tes Akhir (Posttest)

Angket TanggapanSiswa dan Guru

Observasi Keterlaksanaan Model

Pengolahan dan Analisis Data

Penyusunan Instrumen 1. Tes penguasaan konsep 2. Tes Kemampuan

pemecahan masalah 3. Angket Siswa dan Guru 4. Pedoman Observasi

Studi Literatur: Model Creative Problem Solving (CPS), model konvensional, penguasan konsep dan kemampuan pemecahan masalah

siswa

Penyusunan Rencana Pembelajaran Model CPS materi fluida statis

Perumusan Masalah


(19)

42 E. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu: 1. Tes penguasan konsep.

Tes ini digunakan untuk mengukur penguasaan konsep siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Untuk mengukur penguasaan konsep siswa sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model CPS dan pembelajaran konvensional dilakukan pretest sedangkan untuk mengukur penguasaan konsep siswa setelah mendapatkan perlakuan dilakukan posttest. Butir soal tes penguasan konsep dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai oleh pakar, dan diujicobakan.

2. Tes kemampuan pemecahan masalah siswa.

Tes kemampuan pemecahan masalah digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan pengetahuan-pengetahuan dan konsep-konsep fluida statis yang dipelajarinya untuk menemukan solusi atas masalah-masalah “kaya kontek” (context-rich problems) yang menghitung sejumlah kuantitas mengenai objek atau peristiwa nyata yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan pemecahan masalah diukur dengan menggunakan tes dalam bentuk essay. Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model CPS dan pembelajaran konvensional dilakukan pretest sedangkan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mendapatkan perlakuan dilakukan posttest. Butir soal tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai oleh pakar, dan diujicobakan.


(20)

43 3. Lembar observasi

Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran digunakan untuk mengamati sejauh mana tahapan model pembelajaran CPS yang telah direncanakan terlaksana dalam proses belajar mengajar Fisika. Observasi yang dilakukan adalah observasi terstruktur dengan menggunakan lembaran daftar cek. Bertindak sebagai pengamat yaitu peneliti dan dibantu oleh dua orang guru fisika pada sekolah yang dijadikan tempat penelitian.

4. Angket Tanggapan Siswa dan Guru

Angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model pembelajaran CPS dalam pembelajaran konsep fluida statis. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert, setiap siswa dan guru diminta untuk menjawab suatu pernyataan dengan empat kategori tanggapan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S= 3, TS = 2 dan STS = 1, dan sebaliknya

Dalam penelitian ini, penulis hanya ingin mengetahui persentase sikap guru dan siswa (positif dan negatif) terhadap penerapan model pembelajaran CPS pada konsep fluida statis.

F. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data kualitatif dan data kuantitatif dengan tiga cara pengumpulan data yaitu melalui tes tertulis, angket, dan lembar observasi. Data kualitatif yang diperoleh dari penelitian ini ialah aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model


(21)

44 pembelajaran CPS. Data kualitatif akan diperoleh melalui alat pengumpul data berupa lembar observasi dan angket tanggapan siswa dan guru yang dianalisis secara deskriptif. Sedangkan data kuantitatif berupa hasil tes tertulis pada setiap awal dan akhir pembelajaran. Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data No Sumber

Data

Jenis Data Teknik

Pengumpulan

Instrumen

1. Siswa Penguasaan konsep siswa sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan

Pretest dan posttest

Butir soal pilihan ganda yang memuat

kemampuan penguasaan konsep 2. Siswa Kemampuan

pemecahan masalah siswa sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan

Pretest dan posttest

Butir soal uraian yang memuat soal “kaya konteks”

3. Siswa dan Guru

Tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model pembelajaran CPS

Kuesioner Angket

4. Siswa dan Guru

Aktivitas siswa dan guru selama KBM dan keterlaksanaan model pembelajaran CPS

Observasi Pedoman observasi

aktivitas guru dan siswa selama pembelajaran


(22)

45 G. Teknik Analisa Data

Pengolahan data menyangkut validitas butir soal, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program AnatesV4. Ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi keperluan pengujian kesahihan tes di atas adalah:

1. Validitas Butir soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Untuk menguji validitas setiap butir soal, skor-skor yang ada pada butir soal yang dimaksud dikorelasikan dengan skor total. Sebuah soal akan memiliki validitas yang tinggi jika skor soal tersebut memiliki dukungan yang besar terhadap skor total. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas suatu butir soal digunakan rumus korelasi.

Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson: (Arikunto, 2008).

=

Keterangan:

= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan

X = skor item Y = skor total N = jumlah siswa

Koefisien korelasi selalu terdapat antara –1,00 sampai +1,00. Namun karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka-angka, sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00. Koefisien negatif menunjukkan (3.1)


(23)

46 adanya hubungan kebalikan antara dua variabel sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya hubungan sejajar antara dua variabel (Arikunto, 2008).

Interpretasi besarnya koefesien korelasi dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Kategori Validitas Butir Soal

Batasan Kategori

0,800 < ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,600 < ≤ 0,800 Tinggi 0,400 < ≤ 0,600 Cukup 0,200 < ≤ 0,400 Rendah

0,00 < ≤ 0,200 Sangat Rendah

2. Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan tes yang sama pada situasi yang berbeda atau dan satu pengukuran ke pengukuran lainnya (Surapranata, 2004). Suatu tes dapat dikatakan memiliki taraf reliabililas yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap dan dihitung dengan koefesien reliabilitas. Dalam penelitian ini untuk menghitung reliabilitas tes berbentuk pilihan ganda digunakan rumus Spearman Brown: (Arikunto, 2008).

r

11

=

2r1 212

1+r1 212

Keterangan:

= koefisien reliabilitas yang telah disesuaikan

= koefisien korelasi antara skor-skor setiap belahan tes


(24)

47 Harga dari dapat ditentukan dengan menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson: (Arikunto, 2008).

r

xy

=

N∑XY- ∑X ∑Y

N∑X2- ∑X 2! N∑Y2- ∑Y 2!

Keterangan:

= koefesien korelasi antara variabel X dan variabel Y X = skor item ganjil

Y = skor item genap N = jumlah sampel

Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel 3.4. (Arikunto, 2008).

Tabel 3.4 Kategori Reliabilitas Tes

Batasan Kategori

0,800 < ≤ 1,00 Sangat Tinggi 0,600 < ≤ 0,800 Tinggi 0,400 < ≤ 0,600 Cukup 0,200 < ≤ 0,400 Rendah

0,00 < ≤ 0,200 Sangat Rendah

Sedangkan untuk menghitung reliabilitas tes uraian (essei) digunakan rumus Alpha: (Arikunto 2008).

= " #

# $ 1 − ∑ &'

&( Keterangan:

r11 = reliabilitas yang dicari

n = jumlah butir soal

∑ )* = jumlah varians skor tiap item ) = varians total

(3.3)


(25)

48 Untuk menghitung varians tiap-tiap item digunakan rumus:

) = ∑

"∑ +$ ,

Keterangan:

N = banyaknya siswa peserta tes ) = varians tiap item

X = nilai tiap butir soal 3. Tingkat Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Besarnya indeks kesukaran (P) berkisar antara 0,00 sampai dengan 1,00. Indeks kesukaran untuk soal bentuk pilihan ganda dapat dihitung dengan persamaan: (Arikunto, 2008).

- =/0. Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = banyak siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Indeks kesukaran untuk soal bentuk essei dapat ditentukan dengan persamaan: (Arikunto, 2008).

- =

231 Keterangan:

P = indeks kesukaran

B = jumlah skor yang diperoleh seluruh siswa pada satu butir soal

(3.5)

(3.7) (3.6)


(26)

49 JS = jumlah skor ideal/maksimum pada butir soal tersebut

Kategori untuk tingkat kesukaran soal dapat dilihat pada Tabel 3.5 (Arikunto, 2008).

Tabel 3.5 Kategori Tingkat Kesukaran

Batasan Kategori

0,00 < - ≤ 0,30 Soal Sukar 0,30 < - ≤ 0,70 Soal Sedang 0,70 < - ≤ 1,00 Soal Mudah

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D). Untuk menentukan indeks diskriminasi soal bentuk pilihan ganda digunakan persamaan: (Arikunto, 2008).

6 = 17 27 −

18

28 = -9 − -1 Keterangan:

J = jumlah peserta tes

JA = banyak peserta kelompok atas

JB = banyak peserta kelompok bawah

BA = banyak kelompok atas yang menjawab benar

BB = banyak kelompok bawah yang menjawab benar

PA = proporsi kelompok atas yang menjawab benar

PB = proporsi kelompok bawah yang menjawab benar


(27)

50 Untuk menentukan indeks deskriminasi (D) soal bentuk essei digunakan persamaan: (Karno To, 1996).

6 =

37 38

27 Keterangan:

D = indeks deskriminasi

SA = jumlah skor siswa kelompok atas

SB = jumlah skor siswa kelompok bawah

JA = jumlah skor ideal salah satu kelompok

Kategori daya pembeda dapat dilihat pada Tabel 3.6. (Arikunto, 2008). Tabel 3.6 Kategori Daya Pembeda

Batasan Kategori

0,00 < 6 ≤ 0,20 Jelek 0,20 < 6 ≤ 0,40 Cukup 0,40 < 6 ≤ 0,70 Baik 0,70 < 6 ≤ 1,00 Baik sekali

H. Pengolahan Data Hasil Tes

Data dari hasil pretest dan posttest serta data berupa lembar observasi dan angket tanggapan siswa dianalisis dengan langkah-langkah:

1. Pemberian Skor

2. Perhitungan skor Gain ternormalisasi

Untuk melihat peningkatan penguasaan konsep dan kemampuan pemecahan masalah sebelum dan sesudah pembelajaran digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake sebagai berikut:


(28)

51

< : > =

3<=>' 3<?@

3ABC> 3<?@

Keterangan:

Spos = skor posttest

Spre = skor pretest

Smaks = skor maksimum ideal

Gain ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan peningkatan penguasaan konsep fluida statis dan kemampuan pemecahan masalah dengan kriteria seperti pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Kategori Tingkat Gain Ternormalisasi

Batasan Kategori

< : > > 0,7 Tinggi 0,3 ≤ < : > ≤ 0,7 Sedang < : > < 0,3 Rendah

Sedangkan efektivitas penggunaan model pembelajaran CPS dapat dilihat dari perbandingan nilai < : > kelas eksperimen yang menggunakan model CPS dan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan < : > lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya (Margendoller, 2006).

3. Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik dan non-parametrik. Uji parametrik dapat dilakukan jika asumsi-asumsi penelitian parametrik dipenuhi, antara lain jika data dalam pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah peningkatan skor (gain ternormalisasi) yang dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varians yang homogen. (3.10)


(29)

52 Jika asumsi-asumsi penelitian parametrik tersebut tidak terpenuhi, maka pengujian terhadap hipotesis harus dilakukan dengan uji non-parametrik. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor gain ternormalisasi. Uji normalitas menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan bantuan piranti lunak pengolah data SPSS Statistics 17,0. Apabila nilai sig > α maka Hi diterima, atau Ho ditolak dengan kata lain bahwa data tersebut berdistribusi normal, dengan taraf signifikansi (α) = 0,05. b. Uji Homogenitas Varians

Uji Homogenitas Varians gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan untuk melihat apakah data-data nilai yang didapat dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Uji homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji Levene Test dengan bantuan piranti lunak pengolah data SPSS Statistics 17,0. Apabila nilai dari sig > α maka Hi diterima, atau Ho ditolak dengan kata lain bahwa varians untuk kedua data tersebut adalah homogen.

Uji statistik parametrik akan dilakukan jika gain ternormalisasi kedua kelompok terdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu uji kesamaan rata-rata untuk nilai gain yang ternormalisasi siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada


(30)

53 kelas kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan dengan bantuan piranti lunak pengolah data SPSS Statistics 17 yaitu uji-t dua sampel independen (Independent-Samples T Test). Rumus untuk uji-t dua sampel independen yang digunakan dengan asumsi kedua variance sama besar (equal variances assumed) ialah:       + − + − + − − = 2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( N N N N S N S N M M t

dengan M1 adalah rata-rata skor gain kelompok eksperimen , M2 adalah

rata-rata skor gain kelompok kontrol, N1 sama dengan N2 adalah jumlah siswa, s21

adalah varians skor kelompok eksperimen, dan s22 adalah varians skor kelompok

kontrol. Hipotesis yang diajukan diterima jika thitung > ttabel.

Uji statistik non-parametrik yang akan digunakan jika asumsi parametrik tidak terpenuhi adalah uji Mann-Whitney U. Pengambilan keputusannya yaitu apabila nilai dari sig < ½ α, dengan α = 0,05, maka Hi diterima (Walpole, 1995). 4. Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model pembelajaran dilakukan dengan melihat jawaban setiap siswa terhadap pernyataan-pernyataan kuesioner yang diberikan menggunakan rumus: % EF GFHIJIKL = JIMNKℎ GPQ RKL: STEF QNFℎ EKSK HTKE THFMJIMNKℎ GPQ TSFKN ILHIP GFNI Iℎ THFM U 100% Kemudian menganalisis tanggapan yang diberikan siswa dan guru tersebut dengan menentukan kategori persentase tanggapan sesuai dengan Tabel 3.8 ( Khabibah dalam Yamasari, 2010).


(31)

54 Tabel 3.8 Kategori Persentase Tanggapan

Batasan Kategori

Tanggapan ≥ 85% Sangat setuju 70% ≤ Tanggapan < 85% Setuju 50% ≤ Tanggapan < 70% Kurang setuju

Tanggapan < 50% Tidak setuju

5. Analisis data hasil observasi keterlaksanaan proses pembelajaran model CPS yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran dan aktivitas siswa.

I. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba tes instrumen dilakukan pada siswa kelas XI IPA di salah satu SMA Negeri di Kota Bekasi yang memiliki standar yang sama dengan sekolah tempat penelitan pada hari jum’at tanggal 8 April 2011 dan 11 April 2011. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan program AnatesV4 untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kemudahan, dan daya pembeda soal.

Hasil uji coba soal penguasaan konsep fluida statis dan kemampuan pemecahan masalah dapat dilihat pada Tabel 3.8. Hasil uji coba tes penguasaan konsep dan tes kemampuan pemecahan masalah secara terperinci tertera pada lampiran C.

Tabel 3.9 Hasil Ujicoba Tes Penguasaan Konsep Fluida Statis dan Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Ujicoba Soal Tes

Daya Pembeda

Tingkat

Kemudahan Validitas Reliabilitas Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria Penguasaan

Konsep

Baik sekali

- Sukar 2 Valid 16 0,75 tinggi Baik 14 Sedang 17 Tidak

Valid

4 Cukup 4 Mudah 1


(32)

55 Ujicoba

Soal Tes

Daya Pembeda Tingkat

Kemudahan Validitas Reliabilitas Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria Kemampuan

Pemecahan Masalah

Baik sekali

Sukar 6 Valid 7 0,57 Cukup Baik Sedang 4 Tidak

Valid

3 Cukup 3 Mudah -

Jelek 7

Uji coba tes penguasaan konsep fluida statis terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba, terdapat 16 soal valid dan 4 soal yang tidak valid. Selanjutnya 4 soal yang tidak valid tidak dipakai karena memiliki nilai koefisien korelasi lebih kecil dari batas signifikansi koefisien korelasi (p = 0,05) yaitu 0,35. Jumlah soal tes penguasaan konsep yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 16 soal dan seluruh aspek ranah kognitif telah terwakili dalam soal-soal tersebut dengan rincian pengetahuan (C1) sebanyak 1 soal, pemahaman

(C2) sebanyak 4 soal, penerapan (C3) sebanyak 8 soal, dan analisis (C4) sebanyak

3 soal serta seluruh label konsep fluida statis yaitu tekanan hidrostatis, hukum Pascal dan hukum Archimedes juga terwakili dalam soal-soal tersebut.

Uji coba tes kemampuan pemecahan masalah siswa, soal terdiri dari 10 soal berbentuk uraian (essay). Berdasarkan hasil uji coba diperoleh, terdapat 7 soal valid dan 3 soal tidak valid, selanjutnya soal yang tidak valid tidak dipakai karena memiliki nilai koefisien korelasi lebih kecil dari batas signifikansi (p = 0,05) yaitu 0,35. Jumlah soal tes kemampuan pemecahan masalah yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 7 soal dan seluruh label konsep fluida statis telah terwakili dalam soal-soal tersebut dengan rincian tekanan hidrostatis sebanyak 2 soal, hukum Pascal sebanyak 1 soal dan hukum Archimedes sebanyak 4 soal.


(33)

56 J. Jadwal Pelaksanaan Pembelajaran dengan Model CPS

Jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.10 berikut ini: Tabel 3.10 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

No Tanggal Kegiatan Keterangan

1 8 April dan 11 April 2011

Uji coba instrumen Kelas XI IPA di SMA N Bekasi 2 25 April 2011 Pretest Penguasaan konsep dan

Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah (KPM)

Kelas Eksperimen (XI B) 3 26 April 2011 Pretest Penguasaan konsep dan

Pretest Kemampuan Pemecahan Masalah (KPM)

Kelas Kontrol (XI C) 4 27 April 2011 Pelaksanaan model pembelajaran

CPS (I)

Kelas Eksperimen 5 28 April 2011 Pelaksanaan model pembelajaran

Konvensional (I)

Kelas Kontrol 6 2 Mei 2011 Pelaksanaan model pembelajaran

CPS (II)

Kelas Eksperimen 7 3 Mei 2011 Pelaksanaan model pembelajaran

Konvensional (II)

Kelas Kontrol 8 4 Mei 2011 Pelaksanaan model pembelajaran

CPS (III)

Kelas Eksperimen 9 5 Mei 2011 Pelaksanaan model pembelajaran

Konvensional (III)

Kelas Kontrol 10 9 Mei 2011 Posttest Penguasaan Konsep fluida

statis dan Pengisian angket oleh siswa

Kelas Eksperimen

11 10 Mei 2011 Posttest Penguasaan Konsep fluida statis

Kelas Kontrol 12 11 Mei 2011 Posttest Kemampuan Pemecahan

Masalah

Kelas Eksperimen 13 12 Mei 2011 Posttest Kemampuan Pemecahan

Masalah


(34)

90

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran CPS secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep fluida statis dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Dari perbandingan nilai rata-rata < > penguasaan konsep fluida statis kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata < > penguasaan konsep fluida statis kelas kontrol, menunjukkan bahwa penerapan model CPS lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dibanding penerapan pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran CPS secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida statis dibandingkan model pembelajaran konvensional. Dari perbandingan nilai rata-rata < > kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata < > kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol, menunjukkan bahwa penerapan model CPS dapat lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dibanding penerapan pembelajaran konvensional.

3. Guru memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap penerapan model pembelajaran CPS pada konsep fluida statis. Menurut guru model CPS dapat membantu melatihkan siswa berpikir kreatif dan kritis yang diperlukan dalam


(35)

91 mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menanamkan konsep fluida statis, melatih siswa menyampaikan gagasan dan berkomunikasi, dan menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

4. Secara umum siswa memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap model CPS pada konsep fluida statis. Model CPS menarik bagi siswa, memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri dalam memperkuat penguasaan konsep, memfasilitasi pengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa, memotivasi siswa untuk berkomunikasi dan memberi gagasan, serta aktif dalam pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model CPS pada konsep fluida statis, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Agar menghindari kebingungan dan kesalahan siswa dalam menyatakan permasalahan, guru hendaknya memberikan batasan antar sub konsep ketika memulai konsep baru dalam menggunakan pembelajaran model CPS.

2. Agar diskusi yang dilakukan siswa dalam masing-masing kelompoknya saat tahap pencarian masalah hingga pemilihan solusi tidak memakan banyak waktu, guru hendaknya mampu mengatur kesesuaian waktu yang tersedia sehingga pembelajaran dapat terlaksana lebih maksimal.

3. Guru sebaiknya mengelola persentasi siswa lebih optimal dan tepat waktu agar dapat memberikan penguatan konsep pada saat menanggapi persentasi kelompok dan pertanyaan siswa.


(36)

92

DAFTAR PUSTAKA

Anita. (2007). Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) pada Topik Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan

Arikunto, Suharsimi. (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Barbara Kerr. (2009). Encylopedia Of Giftedness, Creativity and Talent Volume 2. USA: SAGE Publication Asia-Pasific PTE. Ltd

Cahyono, A.N. (2005). Pengembangan Model Creative Problem Solving Berbasis Teknologi Dalam Pembelajaran Matematika Di SMA. [online] tersedia di http://www.adi-negara.blogspot.com/ [2 November 2010]

Cheolil Lim, Kyungsun Park and Miyoung Hong. (2010). An Instructional Model with an Online Support System for Creative Problem Solving. Seoul National University, Korea. International Journal for Educational Media and Technology. Vol.4, No.1, pp.4-12

Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas.. Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Dikti Ditjen PMPTK Jakarta

Elizabeth jaya joseph. (2009). Effectiveness Of Khatena Training Method On The Creativity Of Form Four Students In A Selected School. Disertasi. University of malaya doctor of philosophy in education.

Gamze Sezgin Selçuk, dkk. (2008). The Effects of Problem Solving Instruction on Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategy Use.[online] tersedia di http://www.journal.lapen.org.mx. Lat. Am. J. Phys. Educ. Vol. 2, No. 3, Sept. 2008 [15 Agustus 2010]


(37)

93 Gulo, W. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia

Heller, P & Hollabaugh. (1992). Teaching problem solving through cooperative grouping. Part I: Group versus individual problem solving. American Journal of Physics. 60, (70).

Hidayati. (2008). Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK pada Materi Momentum dan Impuls. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan Lee, Jong-Yeon, dkk. (2010). Development and Implementation of a Web-based

Tool to Support Creative Problem Solving (CPS). International Journal for Educational Media and Technology.Vol.4, No.1, pp.21-36

Mahjardi. (2000). Analisis Kesulitan Siswa Kelas 1 MAN dalam Pemahaman Konsep Fisika Pokok Bahasan Suhu dan Kalor. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan

Margendoller, J.R, Maxwell, N.L, dan Bellisimo, Y. (2006). The Effectivenes of Problem-Based Instruction: A Comperative Study of Instructional Methods and Student Charactheristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, Volume 1 No 2

National Science Teachers Association in Collaboration with the Association for the Education of Teachers in Science. (2003). Standards for ScienceTeacher Preparation.

Osarizalsyam. (2006). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) Pada Konsep Ekosistem untuk Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar siswa. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Paul D. Reali. (2008). Creating the Future: Conceptualizing a How-to Guide to Creative Problem Solving. Thesis: Buffalo State College, State University of New York. International Center for Studies in Creativity

Poedjiadi, A. (2003). Interaksi dalam Pembelajaran Menggunakan Model Sains Teknologi Masyarakat. Makalah. Bandung: tidak diterbitkan.


(38)

94 Poerwadarminta ,W. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai

Pustaka.

Pucio, G Kristin.(1994). An Analisis of an Observational Study of Creative Problem Solving for Primary Children. Thesis: University of College at Buffalo. Center for Studies In Creativity.

Puccio, G, dkk. (2005). Current development in creative problem solving form organization: A focus on thinking skill and styles. The Korea Journal of thinking & Problem Sloving, 15(2), 43-76

Purba, Janulis P. (2003). Pengembangan Dan Implementasi Model Pembelajaran Fisika Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah. Disertasi. PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Ridwan Efendi. (2010). Kemampuan Fisika Siswa Indonesia Dalam Timss (Trend Of International On Mathematics And Science Study. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. ISBN : 978-979-98010-6-7

Santyasa, I Wayan. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif. Makalah disajikan dalam pelatihan tentang penelitian tindakan kelas bagi guru-guru smp dan sma di nusa penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007

Santyasa, I Wayan. (2004). Model Problem Solving Dan Reasoning Sebagai Alternatif Pembelajaran Inovatif. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V: Surabaya

Santyasa, I Wayan. (2007). Pengembangan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa Sma Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha Saprudin.(2010). Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Untuk

Mengembangkan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam Pembelajaran Fisika di SMP. Prosiding Seminar nasional Fisika 2010. ISBN: 978-979-98010-6-7

Steven Baptist. (2010). Distinctive Creativity Endeavour Model For CreativeThinking: An Expansion Of Osborn-Parnes Creative


(39)

95 Problem Solving Approach. SEGi College Kuala Lumpur Vol. 3 No.1. [online] tersedia di

http://www.segi.edu.my/onlinereview/abstract.php?aid=13&&vol= 2&&series=2. [10 November 2010]

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito: Bandung.

Tipler, P.A. (1998). Fisika Untuk Sains dan Teknik. (alih bahasa : Lea Prasetio dan rahmad W). Jakarta: Erlangga

Walpole, Ronald. (1995). Pengantar Statistika (Edisi ke-3). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wirtha, I Made dan Ni Ketut Rapi. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Lembaga Penelitian. Undiksha

Yamasari, Yuni. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang Berkualitas. Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1


(1)

90

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran CPS secara signifikan dapat lebih meningkatkan penguasaan konsep fluida statis dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Dari perbandingan nilai rata-rata < > penguasaan konsep fluida statis kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata < > penguasaan konsep fluida statis kelas kontrol, menunjukkan bahwa penerapan model CPS lebih efektif dalam meningkatkan penguasaan konsep dibanding penerapan pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran CPS secara signifikan dapat lebih meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa pada konsep fluida statis dibandingkan model pembelajaran konvensional. Dari perbandingan nilai rata-rata < > kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata < > kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol, menunjukkan bahwa penerapan model CPS dapat lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dibanding penerapan pembelajaran konvensional.

3. Guru memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap penerapan model pembelajaran CPS pada konsep fluida statis. Menurut guru model CPS dapat membantu melatihkan siswa berpikir kreatif dan kritis yang diperlukan dalam


(2)

91 mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menanamkan konsep fluida statis, melatih siswa menyampaikan gagasan dan berkomunikasi, dan menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

4. Secara umum siswa memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap model CPS pada konsep fluida statis. Model CPS menarik bagi siswa, memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri dalam memperkuat penguasaan konsep, memfasilitasi pengembangan kemampuan pemecahan masalah siswa, memotivasi siswa untuk berkomunikasi dan memberi gagasan, serta aktif dalam pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model CPS pada konsep fluida statis, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Agar menghindari kebingungan dan kesalahan siswa dalam menyatakan permasalahan, guru hendaknya memberikan batasan antar sub konsep ketika memulai konsep baru dalam menggunakan pembelajaran model CPS.

2. Agar diskusi yang dilakukan siswa dalam masing-masing kelompoknya saat tahap pencarian masalah hingga pemilihan solusi tidak memakan banyak waktu, guru hendaknya mampu mengatur kesesuaian waktu yang tersedia sehingga pembelajaran dapat terlaksana lebih maksimal.

3. Guru sebaiknya mengelola persentasi siswa lebih optimal dan tepat waktu agar dapat memberikan penguatan konsep pada saat menanggapi persentasi kelompok dan pertanyaan siswa.


(3)

92 DAFTAR PUSTAKA

Anita. (2007). Model Pembelajaran Thinking Aloud Pair Problem Solving (TAPPS) pada Topik Larutan Penyangga Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan

Arikunto, Suharsimi. (1999). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara

Barbara Kerr. (2009). Encylopedia Of Giftedness, Creativity and Talent Volume 2. USA: SAGE Publication Asia-Pasific PTE. Ltd

Cahyono, A.N. (2005). Pengembangan Model Creative Problem Solving Berbasis Teknologi Dalam Pembelajaran Matematika Di SMA. [online] tersedia di http://www.adi-negara.blogspot.com/ [2 November 2010]

Cheolil Lim, Kyungsun Park and Miyoung Hong. (2010). An Instructional Model with an Online Support System for Creative Problem Solving. Seoul National University, Korea. International Journal for Educational Media and Technology. Vol.4, No.1, pp.4-12

Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga

Departemen Pendidikan Nasional. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Menengah Atas.. Jakarta: Depdiknas

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Strategi Pembelajaran MIPA. Dikti Ditjen PMPTK Jakarta

Elizabeth jaya joseph. (2009). Effectiveness Of Khatena Training Method On The Creativity Of Form Four Students In A Selected School. Disertasi. University of malaya doctor of philosophy in education.

Gamze Sezgin Selçuk, dkk. (2008). The Effects of Problem Solving Instruction on Physics Achievement, Problem Solving Performance and Strategy Use.[online] tersedia di http://www.journal.lapen.org.mx. Lat. Am. J. Phys. Educ. Vol. 2, No. 3, Sept. 2008 [15 Agustus 2010]


(4)

93 Gulo, W. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Gramedia

Heller, P & Hollabaugh. (1992). Teaching problem solving through cooperative grouping. Part I: Group versus individual problem solving. American Journal of Physics. 60, (70).

Hidayati. (2008). Model Pembelajaran Generatif Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMK pada Materi Momentum dan Impuls. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan Lee, Jong-Yeon, dkk. (2010). Development and Implementation of a Web-based

Tool to Support Creative Problem Solving (CPS). International Journal for Educational Media and Technology.Vol.4, No.1, pp.21-36

Mahjardi. (2000). Analisis Kesulitan Siswa Kelas 1 MAN dalam Pemahaman Konsep Fisika Pokok Bahasan Suhu dan Kalor. Tesis UPI Bandung: tidak diterbitkan

Margendoller, J.R, Maxwell, N.L, dan Bellisimo, Y. (2006). The Effectivenes of Problem-Based Instruction: A Comperative Study of Instructional Methods and Student Charactheristics. The Interdisciplinary Journal of Problem-based Learning, Volume 1 No 2

National Science Teachers Association in Collaboration with the Association for the Education of Teachers in Science. (2003). Standards for ScienceTeacher Preparation.

Osarizalsyam. (2006). Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Dua Tinggal Dua Tamu (Two Stay Two Stray) Pada Konsep Ekosistem untuk Kemampuan Pemecahan Masalah dan Hasil Belajar siswa. Tesis PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Paul D. Reali. (2008). Creating the Future: Conceptualizing a How-to Guide to Creative Problem Solving. Thesis: Buffalo State College, State University of New York. International Center for Studies in Creativity

Poedjiadi, A. (2003). Interaksi dalam Pembelajaran Menggunakan Model Sains Teknologi Masyarakat. Makalah. Bandung: tidak diterbitkan.


(5)

94 Poerwadarminta ,W. (1982). Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : Balai

Pustaka.

Pucio, G Kristin.(1994). An Analisis of an Observational Study of Creative Problem Solving for Primary Children. Thesis: University of College at Buffalo. Center for Studies In Creativity.

Puccio, G, dkk. (2005). Current development in creative problem solving form organization: A focus on thinking skill and styles. The Korea Journal of thinking & Problem Sloving, 15(2), 43-76

Purba, Janulis P. (2003). Pengembangan Dan Implementasi Model Pembelajaran Fisika Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah. Disertasi. PPs UPI Bandung: tidak diterbitkan

Ridwan Efendi. (2010). Kemampuan Fisika Siswa Indonesia Dalam Timss (Trend Of International On Mathematics And Science Study. Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Fisika 2010. ISBN : 978-979-98010-6-7

Santyasa, I Wayan. (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif. Makalah disajikan dalam pelatihan tentang penelitian tindakan kelas bagi guru-guru smp dan sma di nusa penida, tanggal 29 Juni s.d 1 Juli 2007

Santyasa, I Wayan. (2004). Model Problem Solving Dan Reasoning Sebagai Alternatif Pembelajaran Inovatif. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia V: Surabaya

Santyasa, I Wayan. (2007). Pengembangan Pemahaman Konsep Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Bagi Siswa Sma Dengan Pemberdayaan Model Perubahan Konseptual Berseting Investigasi Kelompok. Jurnal Pendidikan Fisika Universitas Pendidikan Ganesha Saprudin.(2010). Pengembangan Model Pembelajaran Pemecahan Masalah Untuk

Mengembangkan Kecakapan Berpikir Rasional Siswa Dalam Pembelajaran Fisika di SMP. Prosiding Seminar nasional Fisika 2010. ISBN: 978-979-98010-6-7

Steven Baptist. (2010). Distinctive Creativity Endeavour Model For CreativeThinking: An Expansion Of Osborn-Parnes Creative


(6)

95 Problem Solving Approach. SEGi College Kuala Lumpur Vol. 3 No.1. [online] tersedia di

http://www.segi.edu.my/onlinereview/abstract.php?aid=13&&vol= 2&&series=2. [10 November 2010]

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Tarsito: Bandung.

Tipler, P.A. (1998). Fisika Untuk Sains dan Teknik. (alih bahasa : Lea Prasetio dan rahmad W). Jakarta: Erlangga

Walpole, Ronald. (1995). Pengantar Statistika (Edisi ke-3). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Wirtha, I Made dan Ni Ketut Rapi. 2008. Pengaruh Model Pembelajaran Dan Penalaran Formal Terhadap Penguasaan Konsep Fisika Dan Sikap Ilmiah Siswa SMA Negeri 4 Singaraja. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Lembaga Penelitian. Undiksha

Yamasari, Yuni. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang Berkualitas. Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1


Dokumen yang terkait

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Menggunakan Masalah Kontekstual Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Siswa

1 43 0

Pengaruh penggunaan model pembelajaran creative problem solving: CPS termodifikasi terhadap hasil belajar siswa pada konsep hukum newton tentang gravitasi

3 36 0

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN MATEMATIKA CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) BERBANTUAN CD INTERAKTIF TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA SISWA SMA KELAS X

4 30 338

PERBANDINGAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING DAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA KEGIATAN LABORATORIUM UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

1 9 231

Pengaruh Model Pembela jaran Creative Problem Solving (CPS) Terhadap Kemampuan Penalaran Analogi Matematik Siswa

1 27 309

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN NOVICK DIPADUKAN DENGAN STRATEGI COOPERATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA SMA.

7 30 42

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII melalui penerapan model pembelajaran creative problem solving (CPS) berbasis kontekstual

1 0 6

Efektivitas Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan

0 2 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Creative Problem Solving - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN - repository perpustakaan

0 0 11

B. KOMPETENSI DASAR - PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN - repository perpustakaan

0 0 150