MODEL PELAKSANAAN LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI PESERTA DIDIK PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN.

(1)

i

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL……….. i

HALAMAN PENGESAHAN……… ii

LEMBAR PERSEMBAHAN……… iii

PERNYATAAN KEASLIAN……… iv

KATA PENGANTAR……… v

UCAPAN TERIMA KASIH………. viii

ABSTRAK………. xii

ABSTRACT………... xiii

DAFTAR ISI……….. x

DAFTAR TABEL……….. xvii

DAFTAR DIAGRAM………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN……….. xx

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah………... 1

B Masalah Penelitian………. 8

C Rumusan Masalah……….. 10

D Ruang Lingkup Penelitian……….. 11

E Tujuan Penelitian……… 12

F Manfaat Penelitian………. 12

G Asumsi Penelitian……….. 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A Hakekat dan Urgensi Bimbingan dan Konseling ………….. 16

B Tujuan Bimbingan dan Konseling……….. 20

C Fungsi Bimbingan dan Konseling……….. 24

D Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling………. 27

E Asas Bimbingan dan Konseling………. 30

F Komponen Program Bimbingan dan Konseling……… 32


(2)

ii

H Ruang Bimbingan dan Konseling……….. 60

I Fasilitas Lain……….. 64

J Pembiyaan: Sumber dan Alokasi………... 65

BAB III METODE PENELITIAN A Pendekatan Penelitian Pengembangan………... 66

B Metode dan Desain Penelitian……… 70

C Prosedur Penelitian………. 71

D Responden Penelitian………. 77

E Instrumen Pengumpulan Data, Pengembangan Instrumen Penelitian dan Validasi………... 79 F Pelaksanaan Pengumpulan Data………. 84

G Analisis Data……….. 84

BAB IV DESKRIPSI DAN MAKNA DATA HASIL PENELITIAN SERTA PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN PROGRAM LAYANAN BK BAGI PESERTA DIDIK PROGRAM PENDIDIKAN KESETARAAN A Deskripsi dan Makna Hasil Penelitian 1. Studi Pendahuluan………... 90

2. Pengujian Hipotesis a. Uji Keefektifan Model……… 103

b. Uji Normalitas ……..………. 105

c. Uji Perbedaan Satu Sampel……… 108

1) Uji Peningkatan Layanan Bidang Akademik……... 108 2) Uji Peningkatan Layanan Bidang Pribadi……… 110

3) Uji Peningkatan Layanan Bidang Sosial……….. 112

4) Uji Peningkatan Layanan Bidang Karir………… 114

B Pembahasan Hasil Penelitian………. 117

BAB V KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI A Kesimpulan………. 121


(3)

iii

B Saran-saran………. 121

C Rekomendasi……….. 124


(4)

(5)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utama dalam pendidikan secara sinergis, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional, serta bidang pembinaan siswa (bimbingan dan konseling). Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan pengajaran dengan mengabaikan bidang bimbingan mungkin hanya akan menghasilkan individu yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek psikososiospiritual. (Djawad Dahlan & Juntika, 2007: 173; Sunaryo, 2008: 185)

Dengan demikian pelaksanaan proses pendidikan di semua jalur penyelenggara pendidikan, yaitu pendidikan formal, nonformal, dan informal wilayah layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian dari proses pendidikan yang tidak bisa diabaikan untuk mencapai perkembangan peserta didik yang optimal. Keterhubungan antara tiga komponen tersebut, yaitu wilayah kepemimpinan dan administrasi, wilayah pembelajaran yang mendidik, dan wilayah bimbingan dan konseling digambarkan sebagai berikut:


(6)

2 Manajemen & Supervisi Pembelajaran Bidang Studi Bimbingan & Konseling Wilayan Manajemen & Kepemimpinan Wilayah Pembe lajaran yang men didik Wilayah Bimbing an & Konseling yang Memandirikan Tujuan: Perkembangan Optimal Setiap Peserta Didik Gambar 1.1:

Wilayah Pelayanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas, 2008)

Keterhubungan secara sinergis ketiga komponen tersebut, sejalan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Bab II, Pasal 3 yang menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangannya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Dari uraian di atas, dapat disumpulkan bahwa wilayah administrasi dan kepemimpinan, wilayah pembelajaran serta wilayah pelayanan bimbingan dan konseling merupakan indikator untuk mencapai pendidikan yang bermutu dan pendidikan yang bermutu merupakan bagian dari tujuan pendidikan nasional. Namun, sampai saat ini untuk program layanan bimbingan dan konseling baru menyentuh pada jalur pendidikan persekolahan (formal), sedangkan pada program


(7)

3

pendidikan kesetaraan layanan bimbingan dan konseling masih berbentuk konvensional (biasa) yang bersifat situasional, tidak terprogram sesuai dengan aturan layanan bimbingan dan konseling. Padahal jika dibandingkan permasalahan keberadaan peserta didik pada pendidikan kesetaraan sangat kompleks, diantaranya diakibatkan oleh faktor ekonomi, orang tua/keluarga, lingkungan, letak geografis, psikologi, sosial budaya, narkoba/minuman keras, anak-anak jalanan, drop out pendidikan formal, dan tidak lulus Ujian Nasional pendidikan formal maupun nonformal.

Oleh karena itu, program layanan bimbingan dan konseling disemua jalur pendidikan yang ada di Indonesia sangat diperlukan keberadaanya sebagai upaya untuk memberikan layanan pendidikan yang bermutu sebagai bagian dari tujuan pendidikan nasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Rochman Natawidjaja (1987: 37) yang mengartikan bahwa bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya, dan dapat memberi sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.

Selanjutnya Ace Suryadi (2008:13) menyatakan bahwa: “Program Pendidikan kesetaraan memiliki posisi strategis untuk mengatasi paling tidak tiga tantangan penting, yakni pertama, membantu penuntasan program Wajib Belajar


(8)

4

Pendidikan Dasar 9 Tahun, dengan mengambil kembali anak-anak yang mengalami putus sekolah di pendidikan dasar dan mengajak anak-anak yang tidak/belum bersekolah di pendidikan formal karena miskin, hambatan geografis, atau alasan lain untuk mengikuti program pendidikan kesetaraan. Kedua, memberikan dorongan dan bantuan kepada anak-anak lulusan pendidikan dasar yang tidak melanjutkan dan menarik kembali anak-anak yang putus sekolah di pendidikan menengah, untuk mengikuti pendidikan kesetaraan Paket C, serta ketiga memberikan muatan pendidikan kecakapan hidup dengan keterampilan praktis yang relevan dan dibutuhkan oleh dunia kerja, dan kemampuan merintis dan mengembangkan usaha mandiri (entrepreneurship), dalam rangkan membantu mengatasi pokok persoalan mereka yaitu ketidak berdayaan secara ekonomi.

Direktur Pusat Pengembangan Pendidikan Non Formal dan Informal (P2PNFI) Harris Iskandar Region I Jayagiri Lembang dalam seminar bimbingan dan konseling di Pendidikan Nonformal yang diselenggarakan oleh Program Pasca Sarjana UPI Bandung pada akhir paparannya mengatakan bahwa bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan di dunia pendidikan nonformal. (2008). Hal ini diperkuat dengan data rata-rata peserta didik dalam 20 tahun (1985-2005) hanya 26,2% lulus sekolah menengah, sehingga sisanya sekitar 74,8% kemungkinan yang tidak lulus tersebut menjadi bagian garapan pendidikan kesetaraan, bekerja di perusahaan-perusahaan, atau tidak bekerja/ pengangguran, data tersebut sebagai berikut:


(9)

5 Grade 1 G-6 G-5 G-4 G-3 G-2 G-12 G-11 G-10 G-9 G-8 G-7 Univ. Notes:

1. This figure illustrates the average flow of students (enrolled, dropping out, and not continuing – but with certificate) from 1986 – 2006; for a given class of 100 students, how many would continue to the next grade , drop-out, or not continuing due to socio-economic and other factors.

Primary School

Senior Secondary School

Junior Secondary School

AVERAGE FLOW RATE OF COHORT STUDENTS IN 20 YEARS (1986 – 2006) Enrolled, Dropping Out, Not Continuing

-7.4% 10.7% 15.8% 20.6% 27.0% 51.2% 53.8% 55.8% 66.9% 68.9% 70.5% 87.1% 70.0% 40.8% 100% 92.6% 89.3% 84.2% 79.4% 73.0% 48.8% 46.2% 44.2% 33.1% 31.1% 29.5% 12.9% 26.2% Higher Education Unemployed/Underemployed Job Market Paket A/ Paket B/ Paket C

Perc ent e

nrol led

Perc ent d

ropp ed o

ut

and not c

ontin uing

HANYA 26,2% LULUS SEKOLAH MENENGAH

Gambar 1.2:

Rata-rata Lulus Sekolah Menengah

Selanjutnya Haris Iskandar memperkuat pernyataan terakhir dalam seminar itu dengan data dari hasil Sensusnas tahun 2007 tentang Data Siswa Miskin yang Lulus Sekolah Menengah bahwa hanya 7% siswa miskin yang lulus sekolah menengah atas, 15% untuk sekolah menengah dan 23% untuk sekolah dasar. Kenyataan ini pun menjadi garapan besar bagi pendidikan nonformal, sebagai penguat dari data tersebut disajikan gambar berikut ini:


(10)

6

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

No school <primary primary junior high high school voc high Diploma Uni

Richest 20 % Middle 60 % Poorest 20 %

HANYA 7% SISWA MISKIN LULUS SEKOLAH MENENGAH

(Susenas, 2007)

Gambar 1.3

Data Siswa Miskin Lulus Sekolah Menengah

Dari data tersebut, jelas sekali bagi mereka yang tidak tamat di pendidikan formal dan data siswa miskin yang tidak bersekolah di pendidikan formal merupakan garapan dunia pendidikan nonformal, salah satunya adalah pendidikan kesetaraan, artinya dengan berbagai permasalahan yang kompleks pada diri peserta didik yang diakibatkan oleh berbagai hal tersebut memerlukan layanan bimbingan dan konseling sehingga diharapkan mereka dapat menikmati pendidikan sebagai hak setiap warga Negara Indonesia.

Data Ujian Nasional tahun pelajaran 2010/2011 rata-rata nasional nilai kelulusan UN SMP/MTs adalah 7,56. Tahun ini, dari 3.714.216 siswa SMP/MTs yang mendaftar ujian nasional (UN), hanya 3.660.803 siswa yang mengikuti UN dan sebanyak 3.640.569 atau 99,45 % yang dinyatakan lulus. Sementara itu, 20.234 siswa SMP/MTS atau 0,55 persen siswa lainnya dinyatakan tidak lulus.


(11)

7

(http://mediaanakindonesia.wordpress.com. diunduh tanggal 19 Juni 2011, pukul.

19.00)

.

Sementara itu, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga

Kependidikan (Mutendik) Depdiknas Fasli Jalal mengatakan siswa yang tidak lulus ada dua opsi, yaitu kembali ke kelas tiga atau mengikuti program kelompok belajar (kejar) paket B (untuk SLTP) dan paket C (untuk SLTA) yang akan diselenggarakan pada Oktober mendatang.(http://berita.kapanlagi.com, diunduh

tangggal 19 Juni 2011, pukul 18.45).

Memperhatikan data-data dan uraian yang diutarakan di atas, sejalan dengan perkembangan program bimbingan dan konseling yang masih terfokus pada kegiatan pendidikan formal bahkan Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) pun belum merancang dan menerbitkan sebuah buku tentang rambu-rambu pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan serta pelaksanaan kegiatan-kegiatan seminar, lokakarya, semiloka dan

work shop masih dominan permasalahan yang diangkat pada layanan bimbingan

dan konseling di pendidikan formal. Padahal sangat jelas sekali peserta didik yang berada pada pendidikan kesetaraan membutuhkan layanan bimbingan dan konseling.

Dari fenomena inilah yang mendorong penulis untuk melakukan sebuah penelitian dengan fokus model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang dapat diterapkan bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan. Model yang dihasilkan diharapkan jika diimplementasikan dapat meningkatkan meningkatkan layanan bimbingan dan konseling dan sistem manajemen bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan.


(12)

8

B. Masalah Penelitian

Layanan bimbingan dan konseling di Pendidikan Nonformal di Indonesia khususnya di Program Pendidikan Kesetaraan seharusnya sudah berjalan sejak keluarnya Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 0131/U/1994 tentang Program Paket A dan Paket B, karena pada saat ini bersamaan diterbitkannya buku acuan pelaksanaan pogram pendidikan kesetaraan. Di dalam buku acuan tersebut pada bagian Pelaksanaan Program tertuang bahwa setiap penyelenggara harus memulai kegiatan belajar sesuai dengan jadwal pelajaran, melaksanakan kegiatan belajar, memberi bimbingan baik secara individu maupun kelompok, dan melaksanakan evaluasi.

Di dalam sistem pendidikan nasional, penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kualitas pendidikan. Namun, sampai dewasa ini, kualitas pendidikan di Indonesia baru secara individu atau perorangan dapat diandalkan keberadaannya, tetapi secara kelompok atau menyeluruh kualitas pendidikan masih perlu ditingkatkan, salah satunya adalah pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik belum optimal, baik dari segi kualitas layanan maupun dalam sistem manajemen yang diterapkan.

Dengan demikian, untuk menyajikan layanan bimbingan dan konseling yang memiliki kualitas dan sistem pengelolaan yang baik, yang pada gilirannya memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kualitas pendidikan, khususnya pada pendidikan kesetaraan perlu dilakukan berbagai upaya-upaya yang sesuai.


(13)

9

Upaya tersebut adalah upaya yang tepat dan terarah kepada peningkatan kualitas layanan dan sistem pengelolaan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan yang diciptakan secara proposional dengan dilandasi pertimbangan yang komprehensif akan faktor-faktor yang relevan. Dengan demikian, upaya tersebut selayaknya dikemas dalam suatu rencana atau pola kegiatan sedemikian rupa, sehingga merupakan suatu perangkat yang dapat dipertanggungjawabkan dan yang dapat dikualifikasikan atau dikategorikan sebagai “model bimbingan dan konseling”.

Model bimbingan dan konseling tersebut, selayaknya diorientasikan kepada upaya membantu peserta didik mencapai tahap perkembangan yang optimal melalui interaksi yang sehat antara dirinya dengan lingkungannya. Model yang dimaksud adalah melalui implementasi model layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan.

Untuk menghasilkan model bimbingan dan konseling di program pendidikan kesetaraan, perlu pengkajian secara mendalam dan akurat faktor-faktor yang relevan dan mendasarinya, yang alternatifnya adalah faktor-faktor/aspek aktual layanan bimbingan dan konseling bidang akademik (belajar), pribadi, sosial, dan karir. Dengan cara membandingkan kondisi aktual dan idealnya, maka akan ditemukan kesenjangannya, dari kesenjangan inilah dapat dirumuskan kebutuhan-kebutuhan peserta didik yang belum terpenuhi secara optimal dan perlu mendapatkan intervensi bimbingan dan konseling. Kebutuhan-kebutuhan itulah yang akan dijadikan dasar pengembangan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan. Dengan


(14)

10

proses demikian, maka model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang dimaksud akan terwujud.

Meskipun nanti model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan terwujud, jika tanpa implementasi nyata yang disertai motivasi yang tinggi dan kemampuan yang memadai dari penyelenggara (Penyelenggara, Tutor, Staf TU) dan yang terkait lainnya, maka mustahil menarik kesimpulan dapat diterapkan tidaknya pengembangan model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dan dampaknya. Oleh karena itu, ada dan tidak adanya motivasi dan kemampuan para penyelenggara pengembangan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dan dampaknya merupakan permasalahan dalam penelitian ini.

Namun, yang menjadi masalah utama dalam penelitian ini adalah apakah model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan efektif dalam meningkatkan kompetensi bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dalam aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir?

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan secara umum sebagai berikut: “Seperti apa model pelaksanaan layanan bimbingan dan


(15)

11

konseling yang efektif bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan?” Dengan mengacu pada rumusan masalah secara umum tersebut, maka rumusan permasalahannya secara khusus berbentuk pertanyaan penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Seperti apa model pelaksanaan layanan bimbingan bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan?

2. Apakah model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling efektif dalam meningkatkan kompetensi bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dalam aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi:

1. Serangkaian upaya untuk menhasilkan pengembangan model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang menunjukkan peningkatan layanan bimbingan dan konseling pada aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir melalui identifikasi hasil angket/kuisioner yang disampaikan kepada peserta didik sebelum dan sesudah pelaksaan model (perlakuan)

2. Uji-Rasional model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang dihasilkan adalah dalam rangka validasi model yang akan diimplementasikan di lapangan (uji-empirik/uji coba)


(16)

12

3. Impementasi atau uji lapangan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang dihasilkan adalah dalam rangka menemukan dampaknya terhadap peningkatan kualitas penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan akhir penelitian ini adalah untuk menghasilkan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang efektif bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dalam aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir di PKBM Harapan Bangsa Desa Balonggandu Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Beberapa manfaat secara teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Sesuai dengan proses pengembangnnya, model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang dihasilkan ini didasarkan kepada data empirik tentang layanan bimbingan dan konseling untuk bidang akademik, pribadi, sosial, dan karir.


(17)

13

b. Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi pengembangan teori tentang dasar-dasar konseptual suatu model bimbingan dan konseling yang menggunakan pendekatan komprehensif bagi peserta didik.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan diperolehnya gambaran aktual tentang penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik program pendidikan kesetaraan sehingga gambaran tersebut dijadikan sebagai dasar yang dapat dipertanggungjawabkan bagi perumusan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang menunjukkan efektifitas pada kualitas layanan bimbingan dan konseling pada bidang akademik, pribadi, sosial, dan karir.

b. Dengan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan yang ditemukan, secara praktis dapat memperkaya model yang sudah ada sekaligus memberikan alternatif model layanan bimbingan dan konseling yang lebih berbobot karena kelebihan yang dimilikinya. Dengan demikian kepada para pembuat kebijakan maupun praktisi dilapangan, mandapat manfaat besar berupa menimgkatnya kualitas layanan bimbingan dan konseling yang diimplementasikan.

c. Dengan mengimplementasikan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan temuan penelitian ini, memungkinkan terjadinya layanan bimbingan dan konseling yang terstruktur dan sistematis. Dengan demikian model ini sangat bermanfaat


(18)

14

bagi upaya membantu peserta didik dalam mencapai tujuan perkembangan yang membutuhkan bimbingan secara sistematis.

G. Asumsi Penelitian

Asumsi-asumsi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bimbingan merupakan “helping” yang identik dengan “aiding, assisting, atau

availing”, yang berarti bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam

bimbingan menunjukkan bahwa yang aktif mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan adalah individu atau peserta didik sendiri. Dalam proses bimbingan, pembimbing tidak memaksakan kehendak sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator perkembangan individu. Istilah bantuan dalam bimbingan juga dapat juga dimaknai upaya untuk; (a) menciptakan lingkungan (fisik, psikis, social, dam spiritual) yang kondusif bagi perkembangan siswa, (b) memberikan dorongan dan semangat, (c) mengembangkan keberanian bertindak dan bertanggung jawab, (d) mengembangkan kemampuan untuk memperbaiki dan mengubah perilakunya sendiri. (Mohammad Djawad Dahlan, 2007: 174)

2. Pendidikan kesetaraan merupakan bagian dari pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A setara SD/MI, Paket B setara SMP/MTs, dan Paket C setara SMA/MA dengan penekanan kepada pengetahuan, keterampilan fungsional, serta pengembangan sikap dan kepribadian yang professional peserta didik. Hasil dari pendidikan kesetaraan ini setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau


(19)

15

pemerintah daerah, dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan formal. (Dirjen PNFI Depdiknas, 2008: 2; Akhmad Sudrajat, 2008: http//akhmadsudrajat.wordpress.com).

3. Konseli atau peserta didik sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan layanan bimbingan dan konseling, karena konseli secara umum masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang diri dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. (Akhmad Sudrajat, 2008: http://akhmadsudrajat.wordpress.com).

4. Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administrasi dan kepemimpinan, bidang instruksonal atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administrasi dan kepemimpinan serta bidang instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan peserta didik/konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian. (Mohammad Djawad Dahlan, 2007: 174, Sunaryo, 2008: 185)


(20)

66

BAB III

METODE PENELITIAN

Pembahasan Bab III tentang metode penelitian ini meliputi: pendekatan penelitian dan pengembangan, metode penelitian, prosedur penelitian, responden penelitian, instrumen pengumpul data, pengembangan, dan validitasnya, pelaksanaan pengumpulan data, dan analisis data.

A. Pendekatan Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Tujuan akhir dari penelitian ini adalah menemukan suatu model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang efektif terhadap peningkatan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dari model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang telah ada (model konvensional). Untuk maksud tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian dan pengembangan atau yang disebut dengan

Research and Development. Langkah-langkah pendekatan penelitian dan

pengembangan ini menurut Borg dan Gall (1983:775, http://www.teknologipendidikan.net8) sebagai berikut:

1. Research and information collecting. Tahap ini bisa dikatakan sebagai tahap

studi pendahuluan. Dalam tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah melakukan studi pustaka yang melandasi produk pembelajaran yang akan dikembangkan, obeservasi di kelas, dan merancang kerangka kerja penelitian dan pengembangan produk pembelajaran.

2. Planning. Setelah studi pendahuluan dilakukan, langkah berikutnya adalah


(21)

67

penelitian dan pengembangan produk pembelajaran. Kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam tahap ini, yaitu merumuskan tujuan khusus yang ingin dicapai dengan dikembangkannya suatu produk; memperkirakan dana, tenaga, dan waktu yang diperlukan untuk mengembangkan suatu produk; merumuskan kemampuan peneliti, prosedur kerja, dan bentuk-bentuk partisipasi yang diperlukan selama penelitian dan pengembangan suatu produk; dan merancang uji kelayakan.

3. Development of the preliminary form of the product. Tahap ini merupakan

tahap perancangan draf awal produk pembelajaran yang siap diujicobakan, termasuk didalamnya sarana dan prasarana yang diperlukan untuk uji coba dan validasi produk, alat evaluasi, dan lain-lain.

4. Preliminary field test and product revision. Tujuan dari tahap ini adalah

memperoleh deskripsi latar (setting) penerapan atau kelayakan suatu produk jika produk tersebut benar-benar telah dikembangkan. Uji coba pendahuluan ini bersifat terbatas. Hasil uji coba terbatas ini dipakai sebagai bahan untuk melakukan revisi terhadap suatu produk yang hendak dikembangkan. Pelaksanaan uji coba terbatas bisa berulang-ulang hingga diperoleh draft produk yang siap diujicobakan dalam skup yang lebih luas.

5. Main field test and product revision. Tahap ini biasanya disebut sebagai uji

coba utama dengan skop yang lebih luas. Tujuan dari tahap ini adalah menentukan apakah suatu produk yang hendak dikembangkan benar-benar telah menunjukkan suatu performansi sebagaimana yang diharapkan. Untuk mencapai tujuan tersebut, biasanya tahap ini menggunakan rancangan


(22)

68

penelitian eksperimen. Hasil dari uji coba utama dipakai untuk merevisi produk tersebut hingga diperoleh suatu produk yang siap untuk divalidasi.

6. Operational field test and final product revision. Tujuan dari tahap ini adalah

untuk menentukan apakah suatu produk yang dikembangkan itu benar-benar siap dipakai di sekolah tanpa melibatkan kehadiran peneliti atau pengembang produk. Pada umumnya, tahap ini disebut sebagai tahap uji validasi model.

7. Dissemination and implementation. Tahap ini ditempuh dengan tujuan agar

produk yang baru saja dikembangkan itu bisa dipakai oleh masyarakat luas. Inti kegiatan dalam tahap ini adalah melakukan sosialisasi terhadap produk hasil pengembangan. Misalnya, melaporkan hasil dalam pertemuan-pertemuan profesi dan dalam bentuk jurnal ilmiah.

Berdasarkan uraian di atas, sesungguhnya, tahap-tahap penelitian dan pengembangan yang dikemukakan Borg dan Gall dapat disederhanakan menjadi empat langkah utama. Keempat langkah utama tersebut adalah studi pendahuluan, perencanaan, uji coba, validasi, dan pelaporan.

1. Tahap studi pendahuluan, yang merupakan kegiatan research and

information collecting memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (kaji

pustaka dan hasil penelitian terdahulu) dan studi lapangan. Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya profil implementasi sistem pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya yang berkaitan dengan kegiatan yang hendak ditingkatkan mutunya.

2. Tahap pengembangan, sebagai gabungan dari tahap planning and


(23)

kegiatan-69

kegiatan; penentuan tujuan, menentukan kualifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan (misalnya; penilik, penyelenggara, tutor), merumuskan bentuk partisipasi pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian dan pengembangan, menentukan prosedur kerja, dan uji kelayakan. Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya draft desain model yang siap untuk diujicobakan.

3. Tahap uji lapangan mengandung tahap-tahap preliminary field testing, main

product revision, main field testing, dan product revision memiliki kegiatan

utama yaitu uji coba, baik uji coba terbatas (preliminary field test) maupun uji coba lebih luas (main field test). Di samping itu, tahap ini mengandung pula kegiatan untuk merevisi terhadap hasil setiap uji coba model sistem pelayanan bimbingan dan konseling tersebut. Kegiatan uji coba ini dilakukan secara siklis (desain, implementasi, evaluasi, dan penyempurnaan) sampai ditemukan model sistem layanan bimbingan dan konseling yang siap untuk divalidasikan. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan validasi, yang terdiri atas kegiatan

operational field testing dan final product revision dengan tujuan untuk

menguji model melalui eksperimentasi model kepada sampel penelitian. Hasil eksperimentasi ini menjadi bahan pertimbangan dalam membuat rekomendasi tentang efektivitas dan adaptabilitas model layanan bimbingan dan konseling dalam konteks sistem pendidikan nasional.

4. Tahap diseminasi, yang diartikan sebagai tahap dissemination and


(24)

70

diwujudkan dalam bentuk sosialisasi terhadap produk hasil pengembangan kepada calon pengguna dan pihak-pihak yang terkait di bidang pendidikan.

Langkah-langkah tersebut dapat diperhatikan gambar 3.1 sebagai berikut:

Gambar 3.1 : Langkah-Langkah R & D (Sumber : http://www.teknologipendidikan.net8)

B.Metode dan Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan dari penelitian ini, yaitu pertama ingin mengetahui gambaran aktivitas kegiatan layanan bimbingan dan konseling dan yang kedua ingin mengetahui peningkatan keefektifan layanan bimbingan dan konseling dari model yang baru (pengembangan model) dari model yang lama (konvensional),

Pendahuluan Pengembangan Uji Lapangan Diseminasi

STUDI PUSTAKA - Teori - Hasil penelitian terdahulu STUDI LAPANGAN - Profil sasaran, kekuatan dan kelemahan -Tujuan -Kemampua n peneliti -Partisipan -Prosedur -Uji Kelayakan terbatas DESAIN HIPOTETIK PRELIMINA RY FIELD TEST

MAIN FIELD TEST OPERATIONAL FIELD TEST DESAIN FINAL SOSIALI SASI DAN DISEMI NASI


(25)

71

maka metode penelitian ini menggunakan metode campuran (mixed method). Untuk mengetahui gambaran aktivitas kegiatan layanan model konvensional digunakan penelitian kualitatif dan untuk mengtahui tingkat keefektifan pengembangan model konseptual digunakan penelitian kuantitatif, maka desain penelitian untuk mengetahui tingkat keefetifan dalam penelitian ini adalah Desain

Pre Test and Post Test One Group dengan pola sebagai berikut:

Gambar 3.2: Desain Eksperimen (before-after), O1 nilai sebelum treatment

dan O2 nilai setelah treatment.

(Sumber: Sugiyono, 2011:415)

Sedangkan untuk mengetahui gambaran aktual aktivitas layanan bimbingan dan konseling model konvensional digunakan instrumen Program Audit yang dikembangkan oleh American School Counseling Association (ASCA)

National Model. Selanjutnya intrumen ini diberikan kepada seluruh insan terkait

pada pendidikan kesetaraan (Penilik, Ketua Penyelenggara, Tutor, Peerta Didik), yang sebelumnya instrumen ini di-judgment oleh pakar sebelum diberikan kepada insan terkait di pendidikan kesetaraan.

C.Prosedur Penelitian

Sesuai dengan tujuannya, penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan atau aktivitas, yaitu: (1) Tahap studi pendahuluan, (2) Tahap Menemukan dan Merusmuskan Model, (3) Uji Rasional (Validasi Model), (4)


(26)

72

Tahap Uji Empirik (Uji Lapangan), dan (5) Tahap Sosialisasi. Rincian kegiatan setiap tahap dapat diperhatikan uraian berikut ini:

1. Tahap Studi Pendahuluan, yang merupakan kegiatan research and

information collecting memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (kaji

pustaka dan hasil penelitian terdahulu) dan studi lapangan. Hasil dari kegiatan

research and information collecting adalah diperolehnya profil implementasi

sistem penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling bagi peserta ddik pada program pendidikan kesetaraan. Dalam memperoleh profil implementasi penyelenggaraan tersebut menggunakan instrumen yang penulis ambil dari ASCA National Model (Instrumen ini dijudgement para ahli), sedangkan hasil dari studi literature, wawancara dan observasi adalah memperoleh tentang kekuatan dan kelemahan tentang implementasi layanan bimbingan dan konseling di program pendidikan kesetaraan.

2. Tahap Menemukan dan Merumuskan , pada tahap ini dilakukan perumusan model pengembangan penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan dengan berdasarkan pada hasil temuan pada tahap studi pendahuluan (tingkat kebutuhan layanan aspek bimbingan (akademik, pribadi, sosial, karir), merumuskan strategi implementasi model layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik program pendidikan kesetaraan, landasan hukum, petugas/koselor). Selanjutnya model hipotetik ini dilakukan judgement oleh para dalam sebuah pertemuam forum diskusi kelompok dengan tujuan untuk memperoleh validasi model yang akan digunakan.


(27)

73

3. Tahap Uji Rasional, pada tahap ini model yang telah dirumuskan divalidasi oleh pakar dan praktisi melalui Seminar/Lokakarya dalam sebuah Forum Diskusi Kelompok.

4. Tahap Uji Lapangan, pada tahap ini memiliki kegiatan utama yaitu uji coba, baik uji coba terbatas (preliminary field test) maupun uji coba lebih luas (main field test). Di samping itu, tahap ini mengandung pula kegiatan untuk merevisi terhadap hasil setiap uji coba model sistem pelayanan bimbingan dan konseling tersebut. Kegiatan uji coba ini dilakukan secara siklis (desain, implementasi, evaluasi, dan penyempurnaan) sampai ditemukan model sistem layanan bimbingan dan konseling yang siap untuk divalidasikan. Kegiatan selanjutnya adalah melakukan validasi, yang terdiri atas kegiatan operational

field testing dan final product revision dengan tujuan untuk menguji model

melalui eksperimentasi model kepada sampel penelitian. Hasil eksperimentasi ini menjadi bahan pertimbangan dalam membuat rekomendasi tentang efektivitas dan adaptabilitas model layanan bimbingan dan konseling dalam konteks sistem pendidikan nasional.

5. Tahap diseminasi, yang diartikan sebagai tahap dissemination and

implementation mengandung kegiatan sosialisasi dan distribusi. Kegiatan ini

diwujudkan dalam bentuk sosialisasi terhadap produk hasil pengembangan kepada calon pengguna dan pihak-pihak yang terkait di bidang pendidikan.


(28)

74

Tahap I Studi Pendahuluan

Merumuskan Instrumen Studi Pendahuluan yang dikembangkan dari ASCA Model National untuk pihak terkait (Penilik,

Penyelengara, Tutor), Pedoman Wawancara, Pedoman Observasi dan Studi Pustaka.

Tahap II Menemukan dan Merumuskan Pengembangan Model Penyelenggaraan Program Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik pada Program Pendidikan Kesetaraan dengan

struktur sebagai berikut:

1. Prinsip-prinsip, Ruang Lingkup, dan Strategi Dasar layanan BK di Pendidikan Kesetaraan

2. Organisasi, Personalia, dan Manajemen

3. Program Bimbingan dan Konseling di Pendidikan Kesetaraan

4. Tupoksi dan Tutor Pembimbing pada Pendidikan Kesetaraan

5. Fasilitas Operasional

Tahap III Validasi Model oleh Pakar dan Praktisi di Bidang Pendidikan Kesetaraan

Tempat : Hotel Pesona Bambu Lambang Bandung Barat Tanggal: 13 Oktober 2011

Menghasilkan: Masukan dan Saran-saran dari model yang akan diujikan dilapangan (saran masukan terlampir)

Tahap IV Uji Coba Lapangan Pengembangan Model Penyelenggaraan Program Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik

pada Program Pendidikan Kesetaraan 1. Mempersiapkan uji lapangan

2. Melaksanakan Model

3. Memperbaiki Model Hipotetik

Model Penyelenggaraan Program Layanan Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Didik pada Program Pendidikan Kesetaraan yang sudah diperbaiki di PKBM Harapan Bangsa

Desa Balonggandu Kec. Jatisari Kab. Karawang

Tahap V Diseminasi

kegiatan sosialisasi dan distribusi Gambar 3.3: Prosedur Kegiatan Penelitian


(29)

75

Secara lebih operasional pengembangan model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik pada program pendidikan kesetaraan, dapat diilustrasikan sebagai berikut. Berangkat dari studi pendahuluan atau identifikasi tentang penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan oleh penyelenggara program pendidikan kesetaraan.

Seiring dengan kegiatan identifikasi tersebut, dilakukan juga kegiatan pula identifikasi kegiatan aktual yang telah dilaksanakan penyelenggara terhadap layanan bimbingan dan konseling. Untuk mengetahui adakah kekurangan dalam implementasi tersebut diukur dari layanan bimbingan dan konseling yang ideal. Oleh karena itu dibuatlah rumusan pengembang model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling yang sifatnya masih hipotetik.

Pengembangan model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling yang sifatnya masih hipotetik, perlu di uji. Uji model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling yang sifatnya masih hipotetik dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama melalui uji secara rasional (uji rasional) lewat seminar dan lokakarya terbatas, dan tahap kedua melalui uji secara empirik (uji empirik) lewat eksperimen langsung dilapangan. Dari tahap uji rasional dan tahap uji empirik menghasilkan masukan-masukan serta balikan (feedback) yang sangat diperlukan untuk penyempurnaan model.

Akhirnya berdasarkan masukan-masukan dan balikan inilah model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang sifatnya masih hipotetik dilakukan perbaikan-perbaikan, baik perbaikan yang ditujukan kepada modelnya itu sendiri maupun yang ditujukan kepada pelaksanaannya. Perbaikan model ini


(30)

76

dilakukan secara bersama-sama dengan partisipan peneliti terutama tutor sebagai konselor (pembimbing) di program pendidikan kesetaraan.

Perbaikan ini selayaknya terus dilakukan sesuai perkembangan serta kebutuhan peserta didik. Namun, perbaikan dalam penelitian ini hanya dilakukan satu kali uji lapangan. Meskipun demikian, balikan-balikan yang diperolehnya diharapkan cukup berarti bagi perbaikan atau penyempurnaan model penyelenggaraan program layanan bimbingan dan konseling.

Jika digambarkan, proses atau alur pengembangan model pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dapat diperhatikan di bawah ini:


(31)

77

Gambar 3.4: Proses Pengembangan Model Penyelenggaraan Program Layanan BK bagi Peserta Didik Program Pendidikan Kesetaraan

D. Responden Penelitian

Yang ditetapkan sebagai responden dalam penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yang pertama untuk studi pendahuluan adalah: Ketua Penyelenggara, Tutor, Penilik, dan Warga Belajar/Peserta Didik Program Pendidikan Kesetaraan.

Identifika si actual layanan BK Identifika si tingkat layanan BK Permasalahan dan Kebutuhan Peserta Didik Merumuskan Layanan BK yg Ideaal/Konsep tual Identifikasi implementasi actual layanan BK Model Penyelenggaraan BK Hipotetik Model BK Hipotetik hasil Uji

Rasional

Model BK Hipotetik hasil Uji

Lapangan

Uji Rasional Lewat Seminar/FGD

Uji Empirik Lewat Eksperimen


(32)

78

Responden yang kedua adalah Peserta Didik Program Pendidikan Kesetaraan PKBM Harapan Bangsa Kecamatan Jatisari Kabupaten Karawang. Untuk lebih jelasnya tentang responden dapat diperhatikan tabel 3.1 di bawah ini:

Tabel 3.1

Data Populasi dan Sampel Penelitian

No Jenis Populasi Sampel Keterang

an 1 Jumlah PKBM yang berada di

Kabupaten Karawang

135 -

2 Jumlah PKBM yang aktif 89 89 Total

3 Jumlah banyaknya tutor aktif 156 78 Purposive

4 Jumlah penyelenggara 89 - Purposive

5 Status ketua penyelenggara a. Sebagai PNS

b. Sebagai Non PNS

72 17

-

6 Jumlah Peserta Didik kelas: a. VII b. VIII c. IX 650 3515 2960

7125 Stratified

7 Jumlah Penilik PNFI Se Kabupaten Karawang

61 31 Purposive

8 Praktisi PNFI (Pnegurus Forum Pendidikan Kesetaraan)

10 10 Total

Sumber: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, Bidang PNFI Kab.Karawang Tahun 2011

Aspek-aspek yang diteliti dari ketua penyelenggara, tutor, dan penilik dalam studi pendahuluan adalah bagaimana tentang dasar-dasar penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang meliputi filosofi, misi, tujuan, dan kompetensi, sistem penyampaian layanan bimbingan dan konseling yang meliputi kruikulum, perencanaan individual, layanan responsif, dan dukungan sistem, sistem pengelolaan layanan bimbingan dan konseling yang meliputi perjanjian penyelenggaraan, penggunaan data, dan penggunaan waktu, dan sistem pertanggung jawaban layanan bimbingan dan konseling yang meliputi laporan


(33)

79

hasil, evaluasi kinerja, dan program audit. Sedangkan untuk peserta didik aspek yang diteliti dalam studi pendahuluan melalui wawancara dan observasi adalah petugas pembimbing, kebutuhan bidang layanan bimbingan (akademik, pribadi, sosial, karir) dan interaksi aktivitas pemberian layanan bimbingan.

Selanjutnya untuk uji empirik dalam hal ini penelitian mengadakan eksperimen langsung ke lapangan aspek yang diteliti hanya dari peserta didik tentang keberadaan layanan bimbingan dan konseling melalui angket skala 1-4 yang dikembangkan oleh peneliti guna mengetahui tingkat peningkatan keefektifan layanan yang telah dilakukan dibandingkan dengan sebelum eksperimen.

E. Instrumen Pengumpul Data, Pengembangan Instrumen Penelitian dan Validasinya

1. Instrumen Pengumpul Data a. Studi Pendahuluan

1) Angket/Kuisioner

Kuisioner untuk penyelenggara, tutor, penilik dan praktisi, dipergunakan untuk mengetahui tingkat program penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling. Kuisioner yang digunakan dari ASCA Model National, dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada konsep-konsep penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling yang komprehensif. Kuisioner ini terdiri dari 141 pernyataan dan disusun dalam bentuk kriteria pilihan sebagai berikut:


(34)

80

jika tidak ada program, jika program sedang dalam proses, jika program ada tetapi tidak diterapkan, dan jika program ada diterapkan penuh. Norma pemberian skor untuk kuisioner tersebut sebagai berikut:

Tabel 3.2

Norma Pemberian Skor Kuisioner

Kriteria Pilihan Skor

jika tidak ada program 1

jika program sedang dalam proses 2 Jika program ada tetapi tidak diterapkan 3 Jika Program ada diterapkan secara penuh 4 (Sumber : Judy L. Bower & Patricia A. Hatch, 2002)

Kuisioner ini untuk mengidentifikasi dasar-dasar penyelenggaraan, sistem penyampaian, sistem manajemen, dan sistem pertanggungjawaban pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik. Dari hasil jawaban tersebut ditabulasi ke dalam tabel frekwensi kemudian dipresentase sesuai jawaban responden. 2) Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara ini diberikan kepada tutor pendidikan kesetaraan dan dipergunakan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang implementasi aktual layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan serta sekaligus untuk mengetahui bidang layanan bimbingan dan konseling yang tepat untuk peserta didik program pendidikan kesetaraan.


(35)

81

Pedoman ini disusun dalam bentuk pertanyaan terbuka dan jawabannya tidak diskor melainkan dirumuskan secara kualitatif yang merupakan gambaran riil implementasi actual layanan bimbingan dan konseling serta harapan layanan yang harus dikerjakan oleh penyelenggara yang tepat bagi peserta didik.

Pedoman wawancara ini terdiri 5 (lima) pertanyaan yang dikembangkan oleh penulis dengan mengacu kepada kemungkinan-kemungkinan visi, misi, dan ekspetasi layanan bimbingan dan konseling.

3) Pedoman Observasi

Pedoman observasi dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang kondisi lingkungan fisik penyelanggara program pendidikan kesetaraan, sebagai kelengkapan sekaligus sebagai pembuktian atas jawaban yang telah diberikan dari tutor, ketua penyelenggara, penilik, dan peserta didik melalui angket/kuisioner dan wawancara. Jadi pedoman observasi ini hasilnya dipergunakan untuk mempertegas data lingkungan fisik dari penyelenggara program pendidikan kesetaraan.

b. Uji Empirik

Berdasarkan desain penelitian pada penelitian ini, maka uji empirik digunakan instrumen pre test dan pos test.


(36)

82

1) Instrumen Pre Test

Instrumen pre test ini dikembangkan oleh peneliti dengan maksud untuk mengetahui tingkat implementasi layanan bimbingan dan konseling bagi peserta didik tentang aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir yang telah dilaksanakan oleh penyelenggara program pendidikan kesetaraan. Instrumen ini diberikan sebelum pelaksanaan atau perlakuan model layanan bimbingan dan konseling yang dirumuskan peneliti berdasarkan hasil judgemen bersama pakar. 2) Instrumen Pos Test

Instrumen pos test ini diberikan setelah pelaksanaan atau perlakuan model. Hasil dari pos test ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keefektifan dari model hipotetik terhadap model yang lama (model konvensional) pelaksanaan bimbingan dan konseling bagi peserta didik.

2. Pengembangan Instrumen Pengumpulan Data

Pengembangan instrumen pengumpul data tersebut dilakukan dengan prosedur yang sudah baku. Untuk instrumen studi pendahuluan pengembangannya melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. merumuskan definisi konseptual tentang konstruk yang hendak diukur, b. merumuskan definisi operasional konstruk tersebut,

c. menjabarkan definisi operasional ke dalam komponen-komponennya, d. menjabarkan komponen-komponen tersebut ke dalam


(37)

83

e. menurunkan indikator-indikator menjadi butir-butir pernyataan yang utuh f. memvalidasi instrumen dengan para pakar (bukti validasi instrumen

terlampir)

Langkah pengembangan instrumen studi pendahuluan ini dilakukan secara terus menurus bersama para ahli dan para pembimbing disertasi sekaligus sebagai validasi instrumen yang akan digunakan. (kisi-kisi dan instrumen terlampir).

Untuk instrumen uji empirik disusun berdasarkan aspek atau bidang layanan bimbingan dan konseling dengan langkah-langkah sama seperti dalam langkah-langkah pengembangan isntrumen studi pendahuluan. (kisi-kisi dan instrumen terlampir)

3. Validasi Instrumen Pengumpul Data

Proses memvalidasi merupakan bagi dari prosedur pengembangan instrumen pengumpulan data. Dari proses validasi tersebut dihasilkan butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang benar-benar mengukur construct yang seharusnya diukur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa instrumen pengumpul data tersebut valid, terutama dari segi konstruknya (construct

validity). Fernandes (1984:47) yang mengatakan bahwa “construct validity refers to the extent to wich a test reflects an abstract ability or psychological trait. Both logical and empirikal means are used to establish validities of a test”.


(38)

84

Di samping validitas dari segi konstruknya, juga dilakukan validitas dari segi empiriknya. Maksud dari uji empirik validitas ini untuk mengetahui isntrumen mana yang dapat digunakan dan instrumen mana yang tidak dapat digunakan atau instruman mana yang valid dan tidak valid. Perhitungan secara statistik dikerjakan melalui komputer dengan Program Exel 2007 Fungsi Statistik. Dari uji tersebut dinyatakan bahwa instrumen memiliki tingkat valid dan reliabel. (perhitungan statistik terlampir)

F. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lapangan dilaksanakan setelah serangkaian proses perijinan selesai ditempuh. Pengumpulan data studi pendahuluan dilakukan melalui pemberian kuisioner kepada ketua penyelenggara, tutor, penilik dan peserta didik sesuai dengan perjanjian antara peneliti dengan pihak Bidang PNFI Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang. Pelaksanaan pengumpulan data studi pendahuluan ini dilaksanakan dari 01 Agustus 2011 sampai dengan 31 Agustus 2011.

Sedangkan pelaksanaan pengumpulan data untuk melaksanakan eksperimen model hipotetik dilaksanakan setelah model hipotetik diseminarkan atau di judgment pada tanggal 13 September 2011 di Hotel Pesona Bambu Lembang Bandung.

G.Analisis Data

Untuk mengetahui prosentase tingkat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan di program pendidikan kesetaraan, dilakukan


(39)

85

analisis dengan cara menjumlahkan pilihan jawaban yang disediakan ke dalam tabel frekwensi, kemudian dikalikan 100%. Tabel frekwensinya sebagai berikut:

Tabel 3.3

Daftar Tabel Frekuensi Responden

No. Alaternatif Pilihan Jawaban Frekuensi % Ket. 1 Tidak ada dalam program

2 Program sedang dalam proses 3 Program ada tetapi tidak diterapkan 4 Program diterapkan secara penuh 5 Blangko

Jumlah

Untuk memaknai tingkat pelayanan bimbingan dan konseling yang telah dilaksanakan tersebut, dilakukan analisis dengan cara memperhatikan tingkat prosentase dari masing-masing alternatif jawaban responden, selanjutnya dikategorikan sesuai dengan tabel berikut:

Tabel 3.4

Kategori Analisis Deskriptif

Skala Kategori

0,00% Tak seorangpun

0,01 % s.d 25,99 % Sebagian kecil

26,00 % s.d 49,99 % Hampir setengah

50,00% Setengahnya

50,01 % s.d 75,99 % Sebagian besar 76,00 % s.d 99,99 % Hampir seluruhnya

100,00 % Seluruhnya.

(Sumarna, 1996:55; Sutaryat, 1996)

Untuk merumuskan hasil uji lapangan model bimbingan dan konseling hipotetik, dilakukan analisis data uji efektifitas antara model konvesional dengan model hipotetik atau dengan kata lain uji efektifitas model penyelenggaraan


(40)

86

bimbingan dan konseling yang baru tersebut diukur dengan cara membandingkan antara nilai O1 dan O2, jika nilai O2 lebih dari pada O1, maka model tersebut

efektif.

Selanjutnya pengujian signifikansi efektifitas model penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang baru dengan menggunakan uji-t satu sampel. Rentang skor setiap indikator layanan bimbingan dan konseling adalah sebagai berikut: sangat efektif (4), efektif (3), kurang efektif (2), dan tidak efektif (1). Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan tabel 3.5 di bawah ini:

Tabel 3.5

Format Untuk Mengukur Efektifitas Model Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling bagi Peserta Progran Paket B setara SMP

Model Penyelenggar

aan BK yang lama

Indikator Layanan BK

Model Penyelenggar

aan BK yang Baru 1 2 3 4 Bidang bimbingan akademik/belajar 1 2 3 4

1 2 3 4 Bidang bimbingan pribadi 1 2 3 4

1 2 3 4 Bidang bimbingan sosial 1 2 3 4

1 2 3 4 Bidang bimbingan karir 1 2 3 4

Sumber : Soegiyono, 2011. Keterangan:

1 = Tidak efektif kegiatannya 2 = Kurang efektif kegiatannya 3 = Efektif kegiatannya

4 = Sangat efektif kegiatannya

Langkah-langkah uji efektifitasnya untuk setiap bidang layanan sebagai berikut:

a. Menentukan skor kriterium/ideal digunakan rumus sebagai berikut: 1) Skor Ideal = A X B X C

Keterangan:


(41)

87

B = Banyaknya Komponen Instrumen/indicator C = Jumlah responden

(Sumber: Sugiyono, 2011)

2) Selanjutnya untuk skor ideal setiap indikator/instrumen digunakan rumus sebagaiberikut:

Skor Ideal Setiap Indikator = D X C Keterangan:

D = Skor tertinggi C = Jumlah responden (Sumber: Sugiyono, 2011)

Agar memudahkan perhitungan efektifitas model, maka diperlukan pembuatan format tabel perhitungan sebagai berikut:

Tabel 3.6

Format Perhitungan efektifitas Bidang Layanan Bimbingan dan Konseling Konvesional dan Temuan (Baru) Nama

Responden

Skor untuk setiap indikator/instrumen

Jumlah Akademik Pribadi Sosial Karir

1 2 3 Dst Jumlah

Sumber : Sugiyono, 2011

b. Selanjutnya menghitung efektifitas berdasarkan data tabel 3.6 di atas, baik untuk rata-rata keseluruhan maupun untuk setiap indikator/instrumen.

c. Hasil rata-rata keseluruhan dan setiap indikator/instrumen disubstitusikan ke dalam format tabel perbandingan layanan bimbingan dan konseling.


(42)

88

Tabel 3.7

Format Tabel Perbandingan Bidang Bimbingan dan Konseling Konvensional (Lama) dan Temuan (Baru)

Model Penyelengaar BK

Lama (%)

Indikator Layanan BK

Model

Penyelenggaraan BK Baru (%)

Nilai (%) = Bidang bimbingan akademik/belajar Nilai (%) =

Nilai (%) = Bidang bimbingan pribadi Nilai (%) =

Nilai (%) = Bidang bimbingan sosial Nilai (%) =

Nilai (%) = Bidang bimbingan karir Nilai (%) =

Sumber : Sugiyono,2011

d. Langkah selanjutnya dari hasil tabel hasil perbandingan tersebut disimpulkan tentang keefektifan dari model, yaitu dengan memperhatikan rata-rata secara keseluruhan atau dengan rumus:

(Sumber: Sugiyono, 2011 : 421)

e. Menentukan signifikansi efektifitas, diuji dengan uji-t satu sampel dengan rumus sebagai berikut:

= ∑ ( − 1)

(Sumber: Arikunto, 1998:300) Keterangan:

Md = Mean dari perbedaan pre test dengan post test ( Post Test – Pre Test) xd = deviasi masing-masing subjek (d - Md)

∑ = jumlah kuadrat deviasi n = subjek pada sampel d.b = ditentukan dengan n - 1


(43)

89

f. Langkah selanjutnya merumuskan hipotesis sebagai berikut:

Ho : Efektivitas model pengembangan kurang dari atau sama dengan model konvensional

Ha : Efektivitas model pengembang lebih baik dari model konvensional Atau dengan notasi hipotesis sebagai berikut:

: ! ≤ ! : ! >

g. Selanjutnya setelah nilai thitung diketahui, dibandingkan dengan harga ttabel

dengan db = n – 1. (lihat pada tabel Distribusi t) dengan taraf kesalahan α =

0,05 atau 5%.

h. Kesimpulan Ho diterima jika hanya jika –ttabel <thitung < ttabel, untuk yang

lainnya ditolak.

Hasil dari analisis data tersebut kemudian dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan model bimbingan dan konseling bagi peserta didik program pendidikan kesetaraan “akhir”, yaitu Model Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi Peserta Didik Pada Program Pendidikan Kesetaraan yang diharapkan (expected model).


(44)

121

BAB V

KESIMPULAN, SARAN DAN REKOMENDASI

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan data penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pelaksanaan penyelenggaraan bimbingan dan konseling bagi peserta program pendidikan kesetaraan belum optimal dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan kesetaraan. Hal ini dibuktikan oleh hasil studi pendahuluan bahwa hampir setengahnya penyelenggara belum memiliki filosofi, sistem penyelenggaraan, dan pertanggungjawaban penyelenggaraan.

2. Model hipotetik sangat efektif dalam meningkatkan layanan bimbingan dan konseling untuk aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir, hal ini dibuktikan oleh hasil perbandingan antara sebelum pelaksanaan model dan sesudah pelaksanaan model bimbingan.

3. Model penyelenggaraan bimbingan dan konseling bagi peserta program pendidikan kesetaraan cukup signifikan keefektifannya dalam meningkatkan layanan bimbingan dan konseling untuk aspek akademik, pribadi, sosial, dan karir)

B.Saran-saran

Berdasarkan kesimpulan yang disampaikan di atas, maka peneliti memberikan saran-saran sebagai berikut:


(45)

122

1. Kepada Pemerhati Pendidikan Kesetaraan

Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan telah terbukti efektif dan signifikan dalam meningkatkan aspek atau bidang belajar, pribadi, sosial, dan karir bagi peserta didik di pendidikan kesetaraan, oleh karena itu layanan bimbingan dan konseling oleh penyelenggara pendidikan kesetaraan perlu diimplementasikan dengan memperhatikan seluruh komponen yang terkait.

Untuk dapat menyelenggaraan bimbingan dan konseling yang efektif perlu adanya suasana dukungan dari seluruh lembaga terkait, dan untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan adanya sebuah pelatihan para penyelenggara, tutor, dan penilik pendidikan kesetaraan tentang bimbingn dan konseling, karena keterlatihan para insan terkait dalam layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan merupakan kerangka dasar dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Mengenai studi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam proses penelitian ini, maka dengan demikian, penulis sarankan kepada para pemerhati pendidikan kesetaraan agar hasil penelitian ini untuk dikaji lebih dalam serta lebih lanjut.

2. Kepada para Peniliti

Mengingat bahwa layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian dari tujuan pendidikan yang bermutu, artinya pendidikan yang mengabaikan implementasi layanan bimbingan dan konseling akan menciptakan peserta didik


(46)

123

yang pandai, tetapi nilai kepribadiannya sangat kurang. Pada penelitian ini pengukuran tingkat keberhasilan dari layanan bimbingan dan konseling ini hanya dilakukan pada bagaimana peserta didik memberikan penilaian terhadap layanan bimbingan dan konseling sebelum penelitian dan sesudah penelitian dengan menggunakan skala pengukuran 1-4 . Kiranya akan lebih baik bila pengukurannya dilakukan juga kepada penyelenggara mengenai kinerja layanan bimbingan dan konseling, sehingga akan diketahui kinerja seperti apa yang akan menghasilkan layanan bimbingan yang efektif dan efisien.

3. Kepada Tutor Pendidikan Kesetaraan

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dari responden bahwa yang tepat untuk menjadi Tutor Pembimbing adalah Tutor, oleh karena itu diharapkan kepada para tutor pendidikan kesetaraan untuk lebih mengenal tentang layanan bimbingan dan konseling melalui studi literatur atau melalui pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.

4. Kepada Pengawas Pendidikan Kesetaraan

Kepada para pengawas pendidikan kesetaraan yang sekaligus sebagai Pembina penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan diharapkan dapat memahami tentang layanan bimbingan dan kosneling, sehingga pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling berjalan sesuai dengan prosedur.


(47)

124

C.Rekomendasi

Direkomendasikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya dari tingkat Pusat sampai dengan Daerah untuk segera menyusun sebuah pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan.


(48)

125

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

ABKIN (2007). Standar Ruang Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Internet: Akhmad Sudrajat. http//akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh 19 Juni 2011, Pukul 19.00 WIB.

Ace Suryadi (2008). Pendidikan Kesetaraan Mencerdaskan Anak Bangsa. Jakarta: Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal PLS Depdiknas.

Akhmad Sudrajat (2008). Bimbingan dan Konseling. http//akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh 19 Juni 2011, Pukul 19.00 WIB.

Akhmad Sudrajat (2008). Landasan Psikologis Pelaksanaan Bimbingan

Konseling [Online]. Tersedia: http//www.akhmadsudrajat.com. hotml [25

Juli 2010].

Arikunto (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi IV. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Bimo Walgito (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir). Yogyakarta: Andi.

Borg dan Gall (1989). Educational Research: An Introduction. Longman: Fifth Edition.

BSNP (2006). Standar Ruang Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Internet: Akhmad Sudrajat. http//akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh 19 Juni 2011, Pukul 19.00 WIB.

Departemen Pendidikan Nasional (2004). Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan Program Paket B. Jakarta : Direktorat Pendidikan Masyarakat Dirjen PLS dan Pemuda.

Departemen Pendidikan Nasional (2008). Penataan Pendidikan Prefesional

Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Depdiknas.(2005). Undang Undang Nomor 20tahun 2003 tentang Sistem


(49)

126

Depdiknas.(2008). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Dirjen PMPTK Depdiknas.

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karawang (2011). Data

Statistik PNFI Se Kabupaten Karawang. Karawang: Disdikpora.

Fernandes H.J.X.(1984). Evaluation of Educational Programs. Jakarta : National Education Planing, Evaluation and Curriculum.

Haris Iskandar (2008). Hand Out “Seminar Bimbingan dan Konseling Setting Pendidikan Nonformal”. Bandung: PPS UPI Bandung Program Studi BK S3.

http//beritakapanlagi.com (2011). Dikirim Fasli Jalal. Diunduh tanggal 19 Juni 2011, Pukul 18.45).

http//mediaanakindonesia.wordpress.com (2011). Data Kelulusan UN Tahun 2010/2011. Diunduh tanggal 19 Juni 2011, Pukul.19.00 WIB.

http//www.teknologipendidikan.net8. Langkah-Langkah R & D. diunduh tanggal 10 Nopember 2011, pukul 19.05 WIB.

Judy L. Bowers dan Patricia A. Hatch (2002).The National Model for School Counseling Programs. ASCA.

Mochamad Jawad Dahlan & Juntika. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Teori

Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pedagogiana Press.

Rochman Natawidjaja (2010). Kompilasi Bahan Perkuliahan Metode Penelitian:. Bandung : Program Pasca Sarjana UPI Bandung.

Rochman Natawijaya (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam Penyuluhan

Kelompok. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen.

Sugiyono (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta

Sumarna, A (1996). Persepsi Pembina Pramuka terhadap Pembentukan Gugus

Depan Pramuka yang Berpangkalan di Masyarakat Kelurahan Adiarsa Kecamatan Karawang Kabupaten DT II Karawang. Program Strata 1

pada Universitas Singaperbangsa Karawang.

Sunaryo, K (2008). Kompilasi Perkuliahan Konseling Lintas Budaya. Makalah pada Perkulihan Program Pascasarjana UPI Bandung.


(50)

127

Sutaryat.(1996). Prosedur Penelitian Deskriftif. Bandung: Program Studi PLS IKIP Bandung.


(1)

122

1. Kepada Pemerhati Pendidikan Kesetaraan

Penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan telah terbukti efektif dan signifikan dalam meningkatkan aspek atau bidang belajar, pribadi, sosial, dan karir bagi peserta didik di pendidikan kesetaraan, oleh karena itu layanan bimbingan dan konseling oleh penyelenggara pendidikan kesetaraan perlu diimplementasikan dengan memperhatikan seluruh komponen yang terkait.

Untuk dapat menyelenggaraan bimbingan dan konseling yang efektif perlu adanya suasana dukungan dari seluruh lembaga terkait, dan untuk mencapai hal tersebut perlu dilakukan adanya sebuah pelatihan para penyelenggara, tutor, dan penilik pendidikan kesetaraan tentang bimbingn dan konseling, karena keterlatihan para insan terkait dalam layanan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan merupakan kerangka dasar dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling.

Mengenai studi ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam proses penelitian ini, maka dengan demikian, penulis sarankan kepada para pemerhati pendidikan kesetaraan agar hasil penelitian ini untuk dikaji lebih dalam serta lebih lanjut.

2. Kepada para Peniliti

Mengingat bahwa layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian dari tujuan pendidikan yang bermutu, artinya pendidikan yang mengabaikan implementasi layanan bimbingan dan konseling akan menciptakan peserta didik


(2)

123

yang pandai, tetapi nilai kepribadiannya sangat kurang. Pada penelitian ini pengukuran tingkat keberhasilan dari layanan bimbingan dan konseling ini hanya dilakukan pada bagaimana peserta didik memberikan penilaian terhadap layanan bimbingan dan konseling sebelum penelitian dan sesudah penelitian dengan menggunakan skala pengukuran 1-4 . Kiranya akan lebih baik bila pengukurannya dilakukan juga kepada penyelenggara mengenai kinerja layanan bimbingan dan konseling, sehingga akan diketahui kinerja seperti apa yang akan menghasilkan layanan bimbingan yang efektif dan efisien.

3. Kepada Tutor Pendidikan Kesetaraan

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan dari responden bahwa yang tepat untuk menjadi Tutor Pembimbing adalah Tutor, oleh karena itu diharapkan kepada para tutor pendidikan kesetaraan untuk lebih mengenal tentang layanan bimbingan dan konseling melalui studi literatur atau melalui pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling.

4. Kepada Pengawas Pendidikan Kesetaraan

Kepada para pengawas pendidikan kesetaraan yang sekaligus sebagai Pembina penyelenggaraan program pendidikan kesetaraan diharapkan dapat memahami tentang layanan bimbingan dan kosneling, sehingga pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling berjalan sesuai dengan prosedur.


(3)

124

C.Rekomendasi

Direkomendasikan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beserta jajarannya dari tingkat Pusat sampai dengan Daerah untuk segera menyusun sebuah pedoman penyelenggaraan bimbingan dan konseling di pendidikan kesetaraan.


(4)

125

DAFTAR PUSTAKA

Abin Syamsuddin Makmun. (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

ABKIN (2007). Standar Ruang Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Internet: Akhmad Sudrajat. http//akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh 19 Juni 2011, Pukul 19.00 WIB.

Ace Suryadi (2008). Pendidikan Kesetaraan Mencerdaskan Anak Bangsa. Jakarta: Direktorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat Jenderal PLS Depdiknas.

Akhmad Sudrajat (2008). Bimbingan dan Konseling. http//akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh 19 Juni 2011, Pukul 19.00 WIB.

Akhmad Sudrajat (2008). Landasan Psikologis Pelaksanaan Bimbingan Konseling [Online]. Tersedia: http//www.akhmadsudrajat.com. hotml [25 Juli 2010].

Arikunto (1998). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi IV. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Bimo Walgito (2010). Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir). Yogyakarta: Andi.

Borg dan Gall (1989). Educational Research: An Introduction. Longman: Fifth Edition.

BSNP (2006). Standar Ruang Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Internet: Akhmad Sudrajat. http//akhmadsudrajat.wordpress.com. Diunduh 19 Juni 2011, Pukul 19.00 WIB.

Departemen Pendidikan Nasional (2004). Pelaksanaan Pendidikan Kesetaraan Program Paket B. Jakarta : Direktorat Pendidikan Masyarakat Dirjen PLS dan Pemuda.

Departemen Pendidikan Nasional (2008). Penataan Pendidikan Prefesional Konselor dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Bandung: PPB FIP UPI Bandung.

Depdiknas.(2005). Undang Undang Nomor 20tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Bandung : Fokus Media.


(5)

126

Depdiknas.(2008). Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Dirjen PMPTK Depdiknas.

Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Karawang (2011). Data Statistik PNFI Se Kabupaten Karawang. Karawang: Disdikpora.

Fernandes H.J.X.(1984). Evaluation of Educational Programs. Jakarta : National Education Planing, Evaluation and Curriculum.

Haris Iskandar (2008). Hand Out “Seminar Bimbingan dan Konseling Setting Pendidikan Nonformal”. Bandung: PPS UPI Bandung Program Studi BK S3.

http//beritakapanlagi.com (2011). Dikirim Fasli Jalal. Diunduh tanggal 19 Juni 2011, Pukul 18.45).

http//mediaanakindonesia.wordpress.com (2011). Data Kelulusan UN Tahun 2010/2011. Diunduh tanggal 19 Juni 2011, Pukul.19.00 WIB.

http//www.teknologipendidikan.net8. Langkah-Langkah R & D. diunduh tanggal 10 Nopember 2011, pukul 19.05 WIB.

Judy L. Bowers dan Patricia A. Hatch (2002).The National Model for School Counseling Programs. ASCA.

Mochamad Jawad Dahlan & Juntika. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Teori Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pedagogiana Press.

Rochman Natawidjaja (2010). Kompilasi Bahan Perkuliahan Metode Penelitian:. Bandung : Program Pasca Sarjana UPI Bandung.

Rochman Natawijaya (1987). Pendekatan-Pendekatan dalam Penyuluhan Kelompok. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikdasmen.

Sugiyono (2011). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung : Alfabeta

Sumarna, A (1996). Persepsi Pembina Pramuka terhadap Pembentukan Gugus Depan Pramuka yang Berpangkalan di Masyarakat Kelurahan Adiarsa Kecamatan Karawang Kabupaten DT II Karawang. Program Strata 1 pada Universitas Singaperbangsa Karawang.

Sunaryo, K (2008). Kompilasi Perkuliahan Konseling Lintas Budaya. Makalah pada Perkulihan Program Pascasarjana UPI Bandung.


(6)

127

Sutaryat.(1996). Prosedur Penelitian Deskriftif. Bandung: Program Studi PLS IKIP Bandung.