Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat

(1)

62 A. Wawancara

DAFTAR PERTANYAAN

1. Mengapa sampai sekarang harus dilakukan upacara perkawinan suku Dayak Kayong ?

2. Apa tujuan dari dilaksanakanya upacara tradisi perkawinan ini ?

3. Berapakah adat yang digunakan untuk upacara Perkawinan Dayak Kayong ? 4. Barang-barang yang digunakan sebagai adat, apakah boleh diganti dengan

uanag ?

5. Adakah pantangan selama proses upacara perkawinan berlangsung ?

6. Barang-barang yang digunakan sebagai adat, apakah boleh diganti dengan uang ?

7. Kenapa sekarang ini penari atau pamain gong, hanya dilakukan oleh orang yang sudah tua saja ?

8. Kenapa jumlah penari harus genap, baik wanita maupuan pria ? 9. Adakah batasan untuk menikah secara adat Kayong ?

10.Apa saja persyaratan untuk menikah secara adat ? 11.Kenapa penganten harus duduk di Gerantong ?

12.Kenapa demong adat/dukun dalam melangsungkan pernikahan harus menggunakan bahasa adat ?

13.Apakah bahasa adat tersebut dimengerti oleh semua warga masyarakat atau hanya mereka yang sesama demeng atau dukun saja ?

14.Berapakah adat yang tentukan untuk laki-laki yang bukan berasal dari Dayak Kayong ?

15.Berapakah hukum adat yang digunakan jika pihak laki-laki yang menceraikan?

16.Berapakah hukum adat yang diguanakan jika pihak perempian yang menceraikan ?

17.Berapakah hukum adat yang digunakan jika ada yang merebut suami / istri ? 18.Kenapa pada acara penulaan tamu, demong adat harus diberi bekal ?

19.Bekal itu berupa apa saja ?


(2)

63 Hasil wawancara dengan Bapak Yohanes Sedia dan

Bapak Tobias Setiman

Proses Ritual Perkawinan Suku Dayak Kayong

Tradisi upacara perkawinan adat pada suku Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Upacara perkawinan ini melibatkan seluruh masyarakat setempat demi terciptanya keselamatan bersama. Dalam masyarakat Dayak Kayong ada dua jenis adat perkawinan yaitu disebut dengan pepalet matah dan perkawinan duduk di gerantong nyandar di tajau.

Perkawinan yang duduk di gerantong bagi orang Dayak merupakan perkawinan adat yang besar dan sakral, sedangkan pepalet matah hanyalah perkawinan adat biasa yang sangat sederhana, namun tetap mempunyai nilai adat. Dalam upacara pepalet matah ini proses ritual adatnya sama persis dengan perkawinan adat duduk di gerantong, yang membedakan hanyalah tempat duduknya saja yaitu penganten hanya duduk dilantai biasa. Pepalet matah dilaksanakan karena pihak laki-laki belum bisa membayar adat perkawinan yang sudah ditetapkan oleh kepala adat setempat. Sehingga apabila kedua pasangan belum punya persiapan, tapi sudah hidup dalam satu rumah selama berbulan-bulan atau pasangan yang sudah hamil biasanya akan menikah secara adat yang disebut dengan pepalat matah.

Biasanya dalam kehidupan orang Dayak, mereka mempercayai bahwa penguasa alam atau penunggu kampung akan marah jika pasangan yang belum menikah secara adat tapi sudah hidup dalam satu rumah bahkan sudah hamil,


(3)

64 sehingga terjadi hujan, petir, guntur yang tiada henti-hentinya sampai kedua pasangan tersebut menikah secara adat (pepalet matah). Adat perkawinan dalam pepalet matah ini sama dengan adat perkawinan duduk di gerantong, yaitu tajau 10 dan tetawak setotak, namun karena belum ada persiapan dari pihak laki-laki maka pembayaran adatnya boleh ditunda sampai laki-laki tersebut siap.

Sedangkan perkawinan adat dudok di gerantong nyandar di belange setelah semua perlengkapan telah siap, maka upacara perkawinan adat segera dilangsungkan oleh demung kampung dan dukun. Selama proses upacara ini Demung dan Dukun berbicara menggunakan bahasa adat Dayak Kayong. Kedua pasangan yang akan menikah, dipersilakan untuk duduk di gerantong (gong yang berukuran besar) dan menyandar di tajau yang sudah dibungkus dengan kain. Setelah penganten duduk demung mengatakan: ” Hondak urang due olek urang

sikok, duduk di gerantong nyandar di belange”, yang artinya Perkawinan terjadi

atas kehendak berdua, dan jika bercerai adalah keinginan salah satu dari pasangan, oleh karena itu penganten dipersilakan duduk di gong dan menyandar di tajau.

Kemudian Demung adat memberikan garam dan beliung untuk digigit oleh penganten. Sambil menyuapkan garam dan beliung pada penganten, Demung berteriak sambil mengatakan garam rasanya apa ? dan serentak warga masyarakat mengatakan asin, beliung rasanya apa ? kembali orang yang ada di rumah itu serentak mengatakan keras. Tujuan demung memberi garam dan beliung untuk digigit penganten adalah agar penganten merasakan garam yang asin dan beliung yang keras, hal tersebut menggambarkan kehidupan berkeluarga yang tidak


(4)

65 mudah untuk dijalani, banyak hambatan-hambatan yang harus dilalui bersama. hal tersebut juga menunjukkan bahwa adat dayak yang masih sangat kuat.

Setelah ritual menggigit garam dan beliung, Dukun melakukan ritual “pepalet betanar dengan darah manok”. Artinya dukun memberkati penganten dengan mempercikan darah ayam ke arah penganten. Pepalet ini merupakan ritual yang sangat penting dalam perkawinan adat dayak. Setelah diperciki dengan darah ayam tersebut, menurut orang Dayak perkawinan adat ini telah sah.

Setelah dukun kampung selesai memberikan pepalet, Kemudian Demung adat manaruh“ koyen di kepale tajau ke buhu kepada penganten supaya kocek

bedame bosar bergelar . Maksudnya adalah orang yang sudah diresmikan dalam

pernikahan adat, akan diberi gelar atau nama adat sebagai penghormatan.

“Sohet susi pakau genggalang Piring 6 Gelas 6” artinya adalah untuk matrai bahwa perkawinan telah sah, gelas dan piring tersebut akan dibagikan ke 6 dusun yang ada di Desa Kayong. Hal ini sebagai bukti perkawinan yang sah. Kalau terjadi sarak isah pakau puah (perceraian) siapa yang membuang atau menceraikan maka yang bersangkutan akan dikenakan hukum adat Dayak Kayong.


(5)

66 Gambar 1 : Gendang


(6)

67

Gambar 3 : Tajau

Gambar 4 : Orang sedang memainkan alat musik tradisional Dayak yang disebut dengan begendang.


(7)

68

Gambar 5 : Tuan rumah sedang memberikan arak atau tuak kepada tamu undangan


(8)

69

Gambar 7 : penganten sedang duduk digerantong dan menyandar di belange. Penganten laki-laki memegang tombak

Gambar 8 : Penganten sedang diperciki dengan darah ayam oleh dukun kampung untuk mensyahkan perkawinan.


(9)

70

Gambar 9 : (koyen dikepale tajau dibuhu) pemberian gelar kepada pihak laki-laki sebagai tanda penghormatan.

Gambar 10 : Bekal yang telah disiapkan untuk dibawa pulang oleh Demung daerah masing-masing.


(10)

71


(11)

72

Gambar 12: mempersiapkan makanan untuk dimakan bersama


(1)

67 Gambar 3 : Tajau

Gambar 4 : Orang sedang memainkan alat musik tradisional Dayak yang disebut dengan begendang.


(2)

68 Gambar 5 : Tuan rumah sedang memberikan arak atau tuak kepada tamu

undangan


(3)

69 Gambar 7 : penganten sedang duduk digerantong dan menyandar di belange.

Penganten laki-laki memegang tombak

Gambar 8 : Penganten sedang diperciki dengan darah ayam oleh dukun kampung untuk mensyahkan perkawinan.


(4)

70

Gambar 9 : (koyen dikepale tajau dibuhu) pemberian gelar kepada pihak laki-laki sebagai tanda penghormatan.

Gambar 10 : Bekal yang telah disiapkan untuk dibawa pulang oleh Demung daerah masing-masing.


(5)

71


(6)

72 Gambar 12: mempersiapkan makanan untuk dimakan bersama