Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat T1 152007003 BAB II

(1)

7 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Pengertian Upacara Tradisi

Upacara Tradisi merupakan tindakan atau perbuatan yang terikat kepada aturan-aturan tertentu sesuai dengan adat dan agama setempat, upacara yang dilakukan merupakan peristiwa penting dan peristiwa yang mempunyai nilai-nilai tinggi. Agar supaya di dalam perkembangannya, nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kebudayaan tidak tenggelam, perlu diupayakan penanaman nilai-nilai tersebut melalui sarana atau media tertentu. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui pengenalan serta pemahaman tentang upacara tradisi.

Suku bangsa Dayak sebagai masyarakat hukum adat mempunyai hubungan erat dengan lingkungannya. Mereka dipengaruhi oleh alam pikiran relegio magis. Masyarakat Dayak menganggap pengetahuan akan tanda-tanda atau simbol-simbol tertentu dalam kehidupan mereka adalah hal yang wajar, walau tidak semua orang Dayak memiliki kepandaian untuk itu.

Menurut Bostami (1989:1) upacara tradisi adalah kegiatan yang melibatkan warga masyarakat dalam usaha bersama-sama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :


(2)

8 a. Upacara tradisi bertujuan untuk menciptakan suasana yang tenang serta menghindarkan dari bahaya yang akan mengancam di kemudian hari.

b. Upacara tradisi merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya mengandung makna bahwa upacara tersebut harus diikuti dan dilaksanakan seluruh warga masyarakat tanpa ada rasa terpaksa.

c. Dalam upacara tradisi banyak larangan yang harus dipatuhi oleh masyarakat.

d. Upacara tradisional tumbuh dan berkembang melalui berbagai sikap perbuatan manusia terhadap peristiwa tertentu.

2. Pengertian Tradisi

Tradisi dalam bahasa Latin disebut traditio yang artinya diteruskan atau kebiasaan, jadi pengertian tradisi adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan dalam masyarakat yang disebut kebudayaan.

Tradisi dalam masyarakat Dayak mengandung dua prinsip yaitu unsur kepercayaan kepada nenek moyang (anchestral belief) yang menekankan pada pemujaan kepada nenek moyang dan yang kedua kepercayaan terhadap Tuhan yang satu (the one God) dengan kekuasaan tertinggi dan merupakan suatu prima causa dari kehidupan manusia (Alqadrie, 1990b:103).

Tradisi merupakan adat kebiasaan yang dilakukan secara turun-temurun yang diwariskan oleh nenek moyang yang sampai sekarang masih


(3)

9 dilaksanakan dalam masyarakat. Tradisi ini dilakukan sebagai unggapan syukur kepada Tuhan yang diwujudkan dengan berdoa dan makan bersama pada waktu upacara tradisi dilaksanakan. Pelajaran bagi generasi muda untuk tetap menghormati dan mencintai budaya yang ada dalam masyarakat dan tetap mempertahankannya (Hartatik, Endah Sri dkk., 2007)

Peranan tradisi terutama sangat nampak pada masyarakat pedesaan walaupun kehidupan tradisi terdapat pula pada masyarakat kota. Masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai masyarakat agraris, maka sifat masyarakat seperti itu cenderung tidak berani berspekulasi dengan alternatif yang baru atau mencoba hal yang baru dalam keyakinannya. Tingkah laku masyarakat selalu pada pola-pola tradisi yang telah ada (Bostami, 1986 :14).

Selanjutnya dari konsep tradisi akan lahir istilah tradisional. Tradisional merupakan sikap mental dalam merespon berbagai persoalan dalam masyarakat. Di dalamnya terkandung metodologi atau cara berfikir dan bertindak yang selalu berpegang teguh atau berpedoman pada nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain setiap tindakan dalam menyelesaikan persoalan berdasarkan tradisi.

Jadi pengrtian upacara tradisional adalah suatu rangkaian atau perbuatan yang terkait dengan aturan-aturan tertentu menurut adat yang mengalir dalam kelompok masyarakat (Koentjaraningrat 1990:181).


(4)

10 3. Ciri-ciri Tradisi

Sistem nilai budaya merupakan tingkat paling tinggi dan paling abstrak dari adat istiadat. Hal ini disebabkan karena nilai budaya itu merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang mereka anggap bernilai, berharga dan penting dalam kehidupan sehari-hari (Koentjaraningrat, 1990:79).

Tradisi mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia. Bermacam kekuatan yang harus dihadapi masyarakat dan anggota-anggota seperti kekuatan, maupun kekuatan-kekuatan lainya di dalam masyarakat itu sendiri. Kecuali itu, manusia dan masyarakat memerlukan pula kepuasan, baik dibidang spiritual maupun materiil.

Kebutuhan-kebutuhan masyarakat tersebut di atas, sebagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri. Dikatakan sebagian besar oleh karena kemampuan manusia adalah terbatas, dan dengan demikian kemampuan kebudayaan yang merupakan hasil ciptaan juga terbatas di dalam memenuhi segala kebutuhan.

4. Jenis-jenis Upacara Tradisi

Upacara–upacara tradisional yang ada di Indonesia secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi :

a. Upacara tradisi yang berkaitan dengan alam, merupakan upacara yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap dunia gaib dan peristiwa-peristiwa alam yang ada.


(5)

11 b. Upacara tradisi yang berhubungan dengan leluhur. Upacara tradisi ini berhubungan erat dengan adanya harapan keselamatan dalam hidupnya, serta dijauhkan dari gangguan-gangguan makhluk halus dan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri. (Kamajaya Karkoro 1992:V)

c. Upacara tradisi yang berkaitan dengan mitos, yaitu upacara tradisi yang di dalamnya mengandung pemujaan terhadap seseorang yang dianggap memiliki kemampuan di atas kemampuan manusia normal (memiliki kesaktian).

d. Upacara tradisi yang berkaitan dengan legenda, yaitu legenda yang dianggap mempunyai daya kemampuan yang hebat atau benar-benar terjadi dikehidupan masyarakat setempat.

5. Fungsi Upacara Tradisi

Untuk mengetahui fungsi upacara tradisioanal dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu:

a. Upacara tradisi dengan menggunakan pendekatan sosiologis.

Upacara tradisi ini dilakukan oleh seluruh warga Desa Betenung secara bersama-sama. Di dalam setiap pelaksanaan tradisi selalu mengandung aturan-aturan atau larangan yang tidak boleh dilanggar serta norma yang harus dipatuhi oleh semua warga masyarakat dengan tujuan memperoleh keselamatan bersama-sama. Kebersamaan secara nyata nampak dalam setiap upacara tradisi yang dilakukan oleh seluruh


(6)

12 warga masyarakat, seluruh warga terlibat dengan perannya masing-masing sebagai pelayan atau pembantu.

Dengan demikian upacara ini berfungsi sosial bagi komunitas yang bersangkutan. Hal ini mengandung makna kebersamaan serta gotong royong yang selalu dibina dalam kehidupan bermasyarakat, serta dalam komunitas masyarakat lain tidak akan terjadi berbagai konflik secara internal. Di samping memiliki fungsi kelompok sosial juga menimbulkan rasa yang tentram dari seluruh masyarakat. Hal ini disebabkan salah satu kebajiban telah dilaksanakan yaitu melaksanakan upacara tradisi yang dilakukan secara bersama-sama sehingga timbul rasa kekeluargaan yang tinggi.

b. Fungsi pendekatan antropologis

Dari sudut antropologis upacara tradisi ini mengandung arti pemujaan, sekaligus persembahan atau kurban yang dilakukan oleh seluruh masyarakat kepada penguasa kampung atau penunggu yang dianggap ada dan menjaga serta memberikan keselamatan bagi seluruh warga. Kekuatan seperti itu dianggap sebagai kekuatan yang berada di luar kemampuan manusia pada umumnya.

6. Tujuan Upacara Tradisi

Tujuan upacara tradisi adalah untuk mewujudkan pemahaman atas nilai-nilai serta gagasan yang terkandung di dalamnya maupun untuk menghindarkan dari gangguan roh jahat. Selain itu pula, upacara tradisi yang dilakukan dalam masyarakat secara bersama maupun individu


(7)

13 bertujuan untuk mendapatkan keselamatan supaya terhindar dari segala malapetaka dan marabahaya.

Bahwa upacara tradisi dilakukan secara berkala juga mengingatkan semua warga masyarakat yang dalam komunitas, jika terjadi penyimpangan akibat yang muncul akan menimpa seluruh masyarakat satu desa (Slamet, 1984 :54).

Juga untuk mengembangkan warisan dari nenek moyang supaya tetap terjaga dan terus dilakukan secatra turun temurun supaya tidak digantikan oleh budaya baru.

7. Unsur-unsur Upacara Tradisi

a. Tempat upacara : Dilakukan di tempat yang keramat, misalnya di ujung kampung dan di tepi sungai. Setiap orang yang ingin masuk ke tempat yang dianggap keramat ini biasanya tidak menggunakan sandal atau alas kaki.

b. Saat upacara

Biasanya masyarakat melakukan upacara pada awal tahun, tengah tahun dan akhir tahun, sebagai ucapan terima kasih mereka kepada penunggu kampung yang telah memberikan keselamatan, kesehatan, serta hasil paten yang bagus. Namun segala bahaya itu sering datang dan dianggap oleh orang-orang hanya suatu peristiwa alam, dalam dunia gaib sehingga manusia mencoba menolak segala segala macam bahaya tersebut dengan bermacam-macam upacara serta mencari bantuan dengan cara berhubungan dengan dunia gaib. Saat-saat


(8)

14 upacara tersebut dalan ilmu antropologi disebut upacara-upacara waktu kritis (Koentjaraningrat, 1992 : 244)

Untuk menarik roh-roh dari tempat-tempat keramat, maka pada waktu tertentu dipasang sesaji berupa makanan kecil dan telur. Sesaji diselenggarakan untuk mendukung kepercayaan terhadap adanya kekuatan makhluk halus, supaya tidak mengganggu keselamtan, ketentraman, dan kebahagiaan keluarga yang bersangkutan.

Upacara tradisi sering kali tidak dapat diterangkan asal mulanya. Dalam menghadapi suatu upacara, manusia tidak luput dari sikap emosional namun karena dianggap sakral dan dikeramatkan, maka semua unsur-unsur yang ada di dalamnya dianggap penting dan di dalam melaksanakan kegiatan upacara itu tidak terlepas dari unsur-unsur upacara yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan alam gaib yaitu dengan cara :

1. Bersesaji

Bersesaji merupakan perbuatan untuk menyajikan makanan, benda-benda, dan sebagainya kepada roh-roh nenek moyang atau makhluk halus lain, dengan tujuan supaya acara tersebut bisa berjalan dengan lancar. Sesaji ini merupakan sarana dan prasarana yang penting dalam upacara tradisi yang erat hubungannya dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat tentang adanya roh-roh halus dan arwah orang yang telah meninggal yang dianggap sebagai penghuni desa (Hersapandi dkk, 2005 : 143).


(9)

15 2. Berkurban

Kurban merupakan suatu tradisi yang dilakukan masyarakat dalam suatu upacara tradisional yaitu dengan cara menyembelih hewan peliharaan, dalam upacara tradisi perkawinan suku Dayak ini, biasanya hewan kurbanya adalah ayam dan babi. Hewan yang dikurbankan ini hanya diambil darahnya untuk dipersembahkan kepada para leluhur atau dewa-dewa, sedangkan dagingnya disajikan untuk dimakan semua masyarakat yang ikut dalam upacara perkawinan tersebut.

3. Berdoa

Berdoa merupakan suatu unsur yang banyak terdapat dalam berbagai upacara keagamaan di dunia. Pada awalnya doa adalah upacara hormat dan pujian kepada leluhur, biasanya doa diiringi dengan gerak-gerik dan sikap tubuh. Sikap tubuh itu merupakan penghormatan dan merendahkan diri terhadap para leluhur, dewata, dan terhadap Tuhan, mengucapkan doa dalam upacara tradisi merupakan suatu unsur yang amat penting.

4. Makan bersama

Makan bersama merupakan unsur penting dalam suatu upacara religi dan agama di dunia. Dasar pemikiran itu rupanya mencari hubungan dengan dewa, dengan cara mengundang dewa-dewa pada saat pertemuan makan bersama.


(10)

16 8. Norma dan sanksi sakral

Sanksi adalah serangkaian aturan atau kaidah yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sebagai alat pengontrol manusia dari perbuatan jahat, setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi berat atau ringan sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.

Sehingga sanksi dan norma yang berlaku dalam masyarakat memiliki kekuatan yang mengikat dan berbeda-beda macamnya. Norma-norma itu sangat jelas perumusannya dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Dalam upacara tradisi bagi masyarakat pendukungnya mengandung suatu sanksi yang tegas dan jelas. Sanksi sakral yang terkandung dalam hal ini nampak pada setiap kegiatan upacara tradisi yang dilakukan oleh seluruh mesyarakat dengan tata uraian yang dianggap baku, tidak bisa ditawar dan disesuaikan dengan apa yang telah digariskan oleh pendahulunya.

Norma dan sanksi sakral ini harus dipenuhi dan ditaati oleh seluruh masyarakat karena apabila sanksi sakral atau pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat disaat menjalankan upacara tradisi, jika dilanggar atau tidak dijalankan maka akan terjadi malapetaka. Dengan demikian maka sanksi ini harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

9. Nilai-nilai budaya

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tradisi perkawinan ini nampak dari sikap gotong royong masyarakat setempat


(11)

17 dalam melakukan segala sesuatunya secara bersama-sama, seperti menyiapkan alat-alat perlengkapan perkawinan, masak bersama dan sebagainya. Seluruh masyarat menunjukkan sikap antusias dalam membantu untuk persiapan perkawinan.

Di sini juga terlihat toleransi masyarakat yang beragama lain dalam proses berlangsungnya upacara, sehingga tidak terlihat adanya perbedaan agama. Semua masyarakat tanpa terkecuali ikut ambil bagian untuk terselenggaranya upacara perkawinan tersebut. Selain membantu persiapan perkawinan masyarakat juga memberikan bantuan berupa makanan yang dibutuhkan, seperti beras, sayuran, gula, kopi, rokok, ayam, babi, tuak atau arak dan sebagainya.

10.Sistem Kerukunan Dalam Upacara Tradisi

Adanya suatu perbedaan yang timbul dalam keluarga selalu diselesaikan dengan cara kekeluargaan, yaitu dengan cara mengundang seluruh anggota keluarga dan membicarakannya secara bersama-sama, sehingga akan tercipta perdamaian dan kerukunan dalam anggota keluarga. Kerukunan dalam keluarga mengandung nilai-nilai sebagai berikut :

a. Musyawarah

Musyawarah adalah cara pengambilan keputusan yang mendengarkan semua suara dan opini. Musyawarah mencoba menghasilkan kebulatan kehendak atau kebulatan pikiran. Keputusan yang benar adalah fakta sosial yang mencerminkan seluruh peserta. Dalam musyawarah tidak ada voting atau pemungutan suara,


(12)

18 musyawarah adalah proses berunding, proses memberi dan menerima, proses kompromi, semua pendapat harus diperhatikan.

b. Menghormati

Hormat menghormati berarti pengakuan terhadap jajaran atasan yang ditujukan dengan melalui bentuk tata krama yang sesuai. Tidak ada kewenangan, kekuasaan ataupun suatu hak istimewa pada diri seseorang, semuanya langsung terkandung dalam jenjang kedudukan yang tinggi itu (Hildred Geertz, 1984 : 154-155)

B. Solidaritas Sosial Masyarakat 1. Solidaritas

Solidaritas sosial mengandung pengertian sifat senasib atau perasaan setia kawan dalam masyarakat (Fuad Hasan, 1988:853), maka solidaritas sosial masyarakat yang dimaksud disini merupakan sifat setia kawan dalam sejumlah manusia atau dalam suatu kelompok yang terkait oleh kebudayaan yang dianggap sama. Sifat senasib ini muncul berkaitan erat dengan lokalitas atau tempat tinggal. Masyarakat setempat yang memiliki tempat tinggal permanen mempunyai ikatan solidaritas yang kuat karena pengaruh kesatuan tempat tinggal. Adanya kenyataan bahwa mereka saling memerlukan satu dengan yang lain dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberi kehidupan bersama mendorong munculnya sifat senasib diantara mereka. Adanya ikatan tunggal (Community sentiment)


(13)

19 mengandung unsur-unsur seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan diantara anggota masyarakat (Saryono Sukamto, 1982:143). 2. Gotong Royong

Awalnya gotong royong dikenal dari upaya untuk mengarahkan penambahan tenaga pada masa bercocok tanam dimasyarakat pedesaan, namun budaya gotong royong tidak hanya dalam hal bercocok tanam. Seiring dengan perkembangan masyarakat gotong royong diterapkan dalam kehidupan lain yaitu dalam hal kematian, pekerjaan sekitar rumah tangga, pesta-pesta (perkawinan, hajatan lain) dalam hal pekerjaan untuk kepentingan bersama atau umum.(Koentjoroningrat 1977:77)

Seperti yang diungkapkan koentjoroningrat (1992:56-57), bahwa konsep gotong royong yang dinilai tinggi itu merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat sebagai petani dalam masyarakat agraris. Budaya gotong royong didasari pada prinsip timbal balik atau kesediaan untuk saling menerima dan memberi diantara anggota masyarakat. Selain itu ada pula didasari oleh keinginan saling tolong menolong dengan iklas hati. Dalam hal ini gotong royong muncul secara sepontan, misalnya dalam hal perkawinan. Sedangkan gotong royong untuk kepentingan umum biasanya disebut dengan kerja bakti.

3. Masyarakat

Keberadaan manusia yang bermasyarakat senantiasa berkembang, demikian juga dengan kebudayaannya. Masyarakat yang berkembang tersebut memiliki masalah sendiri-sendiri yang berbeda antara masyarakat


(14)

20 satu dengan yang lain, sehingga dimungkinkan ada perbedaan dalam cara mengatasinya. Hal ini nampak sebagai contoh masyarakat desa dengan latar belakang pertanian, misalnya budaya gotong royong dalam masyarakat desa, yang tidak muncul dimasyarakat perkotaan.

Berbicara tentang masyarakat selalu berkaitan dengan budayanya. Koentjoroningrat mengatakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan universal sebagai isi pokok tiap kebudayaan manapun di dunia, yaitu sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan, sistem teknologi, sistem ekonomi, sistem religi, dan sistem kesenian. Tiap unsur kebudayaan ini terjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1970). Sedangkan kebudayaan yang mengatur perilaku masyarakat Indonesia itu berupa adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran yang menjadi pola dalam hidup dan kehidupan sehari-hari (Koentjaraningrat, 1970)


(15)

21 C. Kerangka Berfikir

Kebudayaan

Perkembangan

IPTEK Upacara

Tradisi Perkawin

Solidaritas Tradisi


(1)

16 8. Norma dan sanksi sakral

Sanksi adalah serangkaian aturan atau kaidah yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat sebagai alat pengontrol manusia dari perbuatan jahat, setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi berat atau ringan sesuai dengan kesalahan yang diperbuatnya.

Sehingga sanksi dan norma yang berlaku dalam masyarakat memiliki kekuatan yang mengikat dan berbeda-beda macamnya. Norma-norma itu sangat jelas perumusannya dan tidak diragukan lagi kebenarannya. Dalam upacara tradisi bagi masyarakat pendukungnya mengandung suatu sanksi yang tegas dan jelas. Sanksi sakral yang terkandung dalam hal ini nampak pada setiap kegiatan upacara tradisi yang dilakukan oleh seluruh mesyarakat dengan tata uraian yang dianggap baku, tidak bisa ditawar dan disesuaikan dengan apa yang telah digariskan oleh pendahulunya.

Norma dan sanksi sakral ini harus dipenuhi dan ditaati oleh seluruh masyarakat karena apabila sanksi sakral atau pantangan yang tidak boleh dilanggar oleh masyarakat disaat menjalankan upacara tradisi, jika dilanggar atau tidak dijalankan maka akan terjadi malapetaka. Dengan demikian maka sanksi ini harus dilaksanakan oleh seluruh masyarakat di Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.

9. Nilai-nilai budaya

Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara tradisi perkawinan ini nampak dari sikap gotong royong masyarakat setempat


(2)

17 dalam melakukan segala sesuatunya secara bersama-sama, seperti menyiapkan alat-alat perlengkapan perkawinan, masak bersama dan sebagainya. Seluruh masyarat menunjukkan sikap antusias dalam membantu untuk persiapan perkawinan.

Di sini juga terlihat toleransi masyarakat yang beragama lain dalam proses berlangsungnya upacara, sehingga tidak terlihat adanya perbedaan agama. Semua masyarakat tanpa terkecuali ikut ambil bagian untuk terselenggaranya upacara perkawinan tersebut. Selain membantu persiapan perkawinan masyarakat juga memberikan bantuan berupa makanan yang dibutuhkan, seperti beras, sayuran, gula, kopi, rokok, ayam, babi, tuak atau arak dan sebagainya.

10.Sistem Kerukunan Dalam Upacara Tradisi

Adanya suatu perbedaan yang timbul dalam keluarga selalu diselesaikan dengan cara kekeluargaan, yaitu dengan cara mengundang seluruh anggota keluarga dan membicarakannya secara bersama-sama, sehingga akan tercipta perdamaian dan kerukunan dalam anggota keluarga. Kerukunan dalam keluarga mengandung nilai-nilai sebagai berikut :

a. Musyawarah

Musyawarah adalah cara pengambilan keputusan yang mendengarkan semua suara dan opini. Musyawarah mencoba menghasilkan kebulatan kehendak atau kebulatan pikiran. Keputusan yang benar adalah fakta sosial yang mencerminkan seluruh peserta. Dalam musyawarah tidak ada voting atau pemungutan suara,


(3)

18 musyawarah adalah proses berunding, proses memberi dan menerima, proses kompromi, semua pendapat harus diperhatikan.

b. Menghormati

Hormat menghormati berarti pengakuan terhadap jajaran atasan yang ditujukan dengan melalui bentuk tata krama yang sesuai. Tidak ada kewenangan, kekuasaan ataupun suatu hak istimewa pada diri seseorang, semuanya langsung terkandung dalam jenjang kedudukan yang tinggi itu (Hildred Geertz, 1984 : 154-155)

B. Solidaritas Sosial Masyarakat 1. Solidaritas

Solidaritas sosial mengandung pengertian sifat senasib atau perasaan setia kawan dalam masyarakat (Fuad Hasan, 1988:853), maka solidaritas sosial masyarakat yang dimaksud disini merupakan sifat setia kawan dalam sejumlah manusia atau dalam suatu kelompok yang terkait oleh kebudayaan yang dianggap sama. Sifat senasib ini muncul berkaitan erat dengan lokalitas atau tempat tinggal. Masyarakat setempat yang memiliki tempat tinggal permanen mempunyai ikatan solidaritas yang kuat karena pengaruh kesatuan tempat tinggal. Adanya kenyataan bahwa mereka saling memerlukan satu dengan yang lain dan bahwa tanah yang mereka tinggali memberi kehidupan bersama mendorong munculnya sifat senasib diantara mereka. Adanya ikatan tunggal (Community sentiment)


(4)

19 mengandung unsur-unsur seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan diantara anggota masyarakat (Saryono Sukamto, 1982:143). 2. Gotong Royong

Awalnya gotong royong dikenal dari upaya untuk mengarahkan penambahan tenaga pada masa bercocok tanam dimasyarakat pedesaan, namun budaya gotong royong tidak hanya dalam hal bercocok tanam. Seiring dengan perkembangan masyarakat gotong royong diterapkan dalam kehidupan lain yaitu dalam hal kematian, pekerjaan sekitar rumah tangga, pesta-pesta (perkawinan, hajatan lain) dalam hal pekerjaan untuk kepentingan bersama atau umum.(Koentjoroningrat 1977:77)

Seperti yang diungkapkan koentjoroningrat (1992:56-57), bahwa konsep gotong royong yang dinilai tinggi itu merupakan suatu konsep yang erat sangkut pautnya dengan kehidupan rakyat sebagai petani dalam masyarakat agraris. Budaya gotong royong didasari pada prinsip timbal balik atau kesediaan untuk saling menerima dan memberi diantara anggota masyarakat. Selain itu ada pula didasari oleh keinginan saling tolong menolong dengan iklas hati. Dalam hal ini gotong royong muncul secara sepontan, misalnya dalam hal perkawinan. Sedangkan gotong royong untuk kepentingan umum biasanya disebut dengan kerja bakti.

3. Masyarakat

Keberadaan manusia yang bermasyarakat senantiasa berkembang, demikian juga dengan kebudayaannya. Masyarakat yang berkembang tersebut memiliki masalah sendiri-sendiri yang berbeda antara masyarakat


(5)

20 satu dengan yang lain, sehingga dimungkinkan ada perbedaan dalam cara mengatasinya. Hal ini nampak sebagai contoh masyarakat desa dengan latar belakang pertanian, misalnya budaya gotong royong dalam masyarakat desa, yang tidak muncul dimasyarakat perkotaan.

Berbicara tentang masyarakat selalu berkaitan dengan budayanya. Koentjoroningrat mengatakan bahwa ada tujuh unsur kebudayaan universal sebagai isi pokok tiap kebudayaan manapun di dunia, yaitu sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem kemasyarakatan, sistem teknologi, sistem ekonomi, sistem religi, dan sistem kesenian. Tiap unsur kebudayaan ini terjelma dalam tiga wujud kebudayaan yaitu sistem budaya, sistem sosial, dan unsur-unsur kebudayaan fisik (Koentjaraningrat, 1970). Sedangkan kebudayaan yang mengatur perilaku masyarakat Indonesia itu berupa adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran yang menjadi pola dalam hidup dan kehidupan sehari-hari (Koentjaraningrat, 1970)


(6)

21 C. Kerangka Berfikir

Kebudayaan

Perkembangan

IPTEK Upacara

Tradisi Perkawin

Solidaritas Tradisi


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karungut : nyanyian sastra lisan Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah T1 852010029 BAB II

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat T1 152007003 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat T1 152007003 BAB IV

0 1 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat T1 152007003 BAB V

0 0 2

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Upacara Tradisi Perkawinan Suku Dayak Kayong : Studi Kasus Desa Betenung, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Aruh (Suatu Kajian Terhadap Makna Tradisi Aruh di Masyarakat Dayak Pitap Kalimantan Selatan) T1 712007051 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Makna Perjanjian Perkawinan Adat Dayak Ngaju, Kalimantan Tengah T2 752009012 BAB II

0 0 19

Suku dayak dan madura 1

0 0 1

SUKU DAYAK selako kalimantan barat

0 2 8