Makalah 6 (Dian Mustikaningsih) Baru

(1)

REFORMULASI DARI SOLUSI 3-SOLITON UNTUK PERSAMAAN KORTEWEG-de VRIES

Dian Mustikaningsih dan Sutimin

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Diponegoro

Abstract

The solution of 3-soliton for Korteweg-de Vries (KdV) equation can be obtained by the Hirota Method. The reformulation of the 3-soliton solution was represented as the superposition of the solution of each individual soliton. Moreover, the asymptotic form of 3-soliton solution was obtained by limiting of the t parameter. The phase shift of each individual soliton are analysed in detail based its asymptotic form. The results of the analysis shown that the first soliton always have a phase shift called forward, the second soliton have some possibility (there is no phase shift, have a forward phase shift, or have a backward phase shift), and for the third soliton always have a phase shift called backward.

Kata kunci : Soliton, fase, soliter.

1. PENDAHULUAN

Berbagai fenomena alam yang terdapat di sekitar kita, salah satu fenomena yang terjadi adalah gelombang. Meskipun mekanisme fisik untuk masing-masing proses dari gelombang-gelombang dapat berbeda, tetapi semuanya mempunyai gejala umum bahwa gelombang-gelombang tersebut disebabkan adanya gangguan fisik yang tidak putus-putus dan merambat melalui suatu medium. Gelombang merambat dengan kecepatan yang bergantung pada sifat medium.

Dalam tulisan ini dibahas sifat interaksi gelombang soliter yang dari persamaan Korteweg-deVries (KdV). Solusi soliter dan solusi multi soliton (solusi 3-soliton) dari persamaan KdV digunakan metode hirota (operator bilinier hirota). Solusi 3-soliton ini selanjutnya akan dinyatakan sebagai reformulasi dari superposisi individu soliton dan akan dianalisis pergeseran fase untuk masing – masing soliton.


(2)

VRIES

Gelombang soliter merupakan gelombang tunggal yang merambat dengan satu puncak gelombang, tanpa mengalami perubahan bentuk dan kecepatan baik sebelum maupun sesudah tumbukan. Profil dari gelombang soliter merupakan fungsi sech.

Untuk menjelaskan gelombang soliter ini, diberikan suatu persamaan Korteweg-deVries (KdV). Dalam bentuk normal, persamaan KdV adalah

ut– 6uux + uxxx = 0 . (1)

Selanjutnya, untuk menyelesaikan persamaan KdV didefinisikan transformasi koordinat bergantung,

u(x,t) = (x – ct) =  () (2) dengan  = x – ct, c konstanta sebarang. Jika persamaan (2) didifferensialkan ke-t diperoleh dan ke-x, kemudian disubstitusikan ke persamaan KdV (1) maka diperoleh

0

d d d d 6 d d c

3 3

 

 

f f

f f

. (3)

Dengan mengintegralkan persamaan (3) sebanyak 2 kali dan menggunakan

syarat , ... 0

d d , d d

, 2

2

 

f f

f untuk     (syarat batas untuk gelombang

soliter) diperoleh

0 d

d 2 1 c

2

1 2 3 2

     

  

f f f (4)

atau

(5)

Solusi akan diperoleh jika  0, dan (2 + c)  0 . Dengan menyelesaikan persamaan (5) diperoleh

2

d d

     

f . d c 2

d

 

f f


(3)

 

c 1

c u

c u

e

  

  

  

  . (6)

Sehingga solusi gelombang soliter dari persamaan KdV adalah u(x,t) c sech c(x ct)

2 1 2 2

1 

 . (7)

Profil gelombang dari persamaan (7) untuk u positif diperlihatkan pada gambar 1, dengan c = ¼.

Gambar 1. Profil gelombang soliter u(x,t) c sech2 21 c(x ct)

2

1 

 pada

t = – 50 dan t = 50, yang merambat dalam arah x

3. SOLUSI 3-SOLITON DARI PERSAMAAN KDV DENGAN METODE HIROTA

Misalkan solusi gelombang soliter u = wx , maka persamaan KdV dapat

ditulis menjadi

wxt– 6wxwxx + wxxxx = 0, (8)

kemudian apabila diintegralkan terhadap x dan menggunakan syarat wt , wx , wxx , …0 untuk x  maka persamaan (12) dapat ditulis menjadi


(4)

Dengan mengambil

f f

w2 x dan didifferensialkan terhadap x dan t, maka

diperoleh persamaan KdV hirota

(10) Dengan menggunakan operator bilinier

(11)

maka persamaan (10) menjadi

B (. ) = Dx ( Dt + Dx3 ) (. ) = 2. 0 = 0 (12)

yang merupakan bentuk bilinear dari persamaan KdV.

Solusi gelombang soliter dapat digeneralisasi ke solusi N-soliton, yang lebih mudah diselesaikan dengan mengambil parameter sebarang , misalkan

solusi N-soliton secara umum dapat ditulis

(13)

dengan (x,t) 1 n(x,t)

1 n

nf

f

 

  (14)

dan exp(2 ),

1 n

n

n

 

 

f (15)

dimana nanxntn, n = 1, 2, 3, …. apabila persamaan (15) disubstitusikan ke persamaan (16) maka diperoleh

0 ... .

B

ε

... ) . 1 . 1 . B(

ε

) . 1 1 . B(

ε

B(1.1)

0 m

m m r r

2 1 1 2 2 1

1  

  

      

 

f f f

f f f f

f (16)

dimana r 0 0 r 1 1 r 2 2 ... r (r1) r1 r r r.

r

0 m

m m

r f f f f f f f f f f f

f       

 

 

 

 

Jika diasumsikan f0 1 dan karena  sebarang parameter maka r (r = 1,2,… ) tidak identik dengan nol sehingga persamaan (16) dapat dinyatakan oleh

B (1.1) = 0, (17)

t t x x 1 1 n

1 m

1 n

x m t

1 1 ) t , (x t) (x, x

x t

t ) . ( D D



   

 

   

    

 

   

f g

g f

. 0 4

3 xx2 xxxx x xxx

t x

xt f fffff f

ff

t) (x, ln x 2 t)

u(x, 2

2

f

  


(5)

B (1.1 + 1.1 ) = 0, (18)

B(2.1 + 1.1 + 1.2 ) = 0, (19)

B(3.1 + 2.1 + 1.2 + 1.3 ) = 0, (20) begitu seterusnya.

Karena , maka B (n.1) =

B (1.n ), dan B(n.n+1) = B(n+1.n), untuk n = 1, 2, 3,… sehingga dari persamaan (17) – (20) dapat ditulis menjadi

D1 = 0, (21)

2 D2 = - B(1.1), (22) D3 = - B(1.2 ). (23)

Menurut persamaan (15), dimisalkan

f1 exp(21)exp(22)exp(23), (24)

dengan variabel faseiaix it i, i1,2,3. Substitusi 1 ke persamaan (21), diperoleh

(25)

Persamaan (25) akan menentukan relasi dispersi non linier untuk solusi 3-soliton i  4ai3, i1,2,3 sehingga variabel fase dapat ditulis menjadi

3. 2, 1, i , t 4 x

i i3 i

i    

a a

Apabila 1 disubstitusikan ke persamaan (22) maka

. ) 2 2 ( exp ) 3

) 2 2 ( exp ) (

3 ) 2 2 ( exp ) 3

D

3 2 2

3 2 3 2

3 1 2

3 1 3 1 2 1 2

2 1 2 1 2

 

  

  

  

  

a (a a a

a a a a a

(a a a f

(26)

Kemudian apabila persamaan (26) diintegralkan terhadap x dan t untuk menghilangkan operator D maka diperoleh

) 2 2 ( exp )

2 2 ( exp )

2 2 (

exp 1 2 13 1 3 23 2 3

12

2 

A

   

A

   

A

  

f (27)

(1.a) D D x t

a (a.1) D

D t x

2 x

t

 

 

 

exp(2 ) exp (2 ) exp(2 )

0

8 2 8

2 8

2

3 2

1

3 3 3 3

2 2 3

1 1

 

     

 

  


(6)

. , , dengan 2 3 2 3 2 23 2 3 1 3 1 13 2 2 1 2 1

12

A

A

A

                           a a a a a a a a a a a a (28)

Dengan cara yang sama untuk memperoleh 3

) 2 2 2 ( exp ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) (

2 1 2 3

3 2 2 3 1 2 2 1 2 3 2 2 3 1 2 2 1

3     

    a a a a a a a a a a a a f (36) . dengan 2 3 2 3 2 2 3 1 3 1 2 2 1 2 1 123

A

                         a a a a a a a a a a a a (37)

Substitusi 1, 2, dan 3 ke persamaan (14) dengan mengambil  = 1 dan n= 0, n = 4, 5, …, diperoleh

(38)

Dengan mengambil exp(2θ1)h1, exp(2θ2)h2, dan exp(2θ3)h3, sehingga persamaan (38) dapat ditulis menjadi

f 1h1h2h3A12h1h2A13h1h3A23h2h3A123h1h2h3 (39) dimana A12, A13, A23, dan A123 dinyatakan pada persamaan (29) dan (37). Menurut

persamaan (18), maka solusi 3-soliton dari persamaan KdV adalah

         f fx x 2 t)

u(x, (40) dengan  dinyatakan pada persamaan (40) dan

. h h h A ) ( 2 h h )A 2( h h A ) 2( h h A 2 h 2 h 2 h 2 3 2 1 123 3 2 1 3 2 23 3 2 3 1 13 3 1 2 1 12 2 1 3 3 2 2 1 1 a a a a a a a ) a (a a a a fx             (41) Profil gelombang untuk solusi 3-soliton dari persamaan KdV diperlihatkan pada gambar 2 – 4, dengan mengambil a11, a2 3/4, a3 1/3, dan  0.

.. ) 2 2 (2 exp ) 2 (2 exp ) 2 (2 exp ) 2 (2 exp ) (2 exp ) (2 exp ) (2 exp 1 t) (x, 3 2 1 123 3 2 23 3 1 13 2 1 12 3 2 1

A

A

A

A

θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ θ f             


(7)

Gambar 2. Profil gelombang dari solusi 3-soliton pada t=–30 (sebelum tumbukan)

Gambar 3. Profil gelombang dari solusi 3-soliton pada t = 0 (saat tumbukan)

Gambar 4. Profil gelombang dari solusi 3-soliton pada t = 30 (setelah tumbukan)

4. REFORMULASI SOLUSI 3-SOLITON

Solusi 3-soliton dari persamaan KdV pada persamaan 3.48 dapat dinyatakan sebagai superposisi soliton individu.

Proposisi :

Solusi N-soliton (N = 3) dari persamaan KdV ditulis dalam bentuk

 3 1 n

n

u u


(8)

(43)

g ln ,

n n 2 1 n n         f f

 (44)

3. 2, 1, n , t x

dengan nanan3 n

adalah 3 N kasus untuk dan

Fungsi fn fn

(45)

Bukti :

Dari persamaan (39), persamaan (45) dapat ditulis menjadi

, h h A h h 1 , h h A h h 1 3 1 13 3 1 2 3 2 23 3 2 1         f f , h h A h h

1 1 2 12 1 2

3    

f

kemudian jika diatas disubstitusikan ke persamaan (44) diperoleh

              3 2 23 3 2 3 2 123 3 13 2 12 2 1 1 1 h h A h h 1 h h A h A h A 1 ln

g  ,

              3 1 13 3 1 3 1 123 3 23 1 12 2 1 2 2 h h A h h 1 h h A h A h A 1 ln

g  , (47)

              2 1 12 2 1 2 1 123 2 23 1 13 2 1 3 3 h h A h h 1 h h A h A h A 1 ln

g  .

Perhatikan bahwa, ) ( h h h A h h A h h A h h A h h h 1 h h h )A ( 2 h h )A ( 2 h h )A ( 2 h h )A ( 2 h 2 h 2 h 2 g tanh g tanh g tanh 2 2 1 3 2 1 123 3 2 23 3 1 13 2 1 12 3 2 1 3 2 2 123 3 2 1 3 2 23 3 2 3 1 13 3 1 2 1 12 2 1 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 1 1 a a a a a a a a a a a a a a a a a a                         ), 2 exp(2 A ) exp(2 A ) exp(2 A 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 A ) exp(2 A 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 A ) exp(2 A 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 ) exp(2 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 ) exp(2 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 ) exp(2 1 2 1 123 2 23 1 13 3 3 1 123 3 23 1 12 2 3 2 123 3 13 2 12 1 2 1 12 2 1 3 3 1 13 3 1 2 3 2 23 3 2 1                                                       f f f f f f , h h A h A h A 1 , h h A h A h A 1 , h h A h A h A 1 2 1 123 2 23 1 13 3 3 1 123 3 23 1 12 2 3 2 123 3 13 2 12 1             f f f n 2 n n n n

n sech g

x g 2 g tanh x 2 u dimana     


(9)

). (

g tanh

atau 1 2 2

3

1

n

n a a a

f f

a x

n

   

(48)

Apabila persamaan (48) dikalikan dengan dua dan didiferensialkan terhadap x, maka

(49)

diperoleh



     

 

f

fx

x 2 u

3

1 n

n . (51)

5. BENTUK ASYMPTOTIK SOLUSI 3-SOLITON

Dalam pembahasan bentuk asymptotik dari solusi 3-soliton akan ditinjau perambatan gelombang pada transformasi koordinat bergerak dengan mengambil parameter t .

nanxan3t. (52)

. t

Pada

(i) 

Untuk

i

 konstan, 2,3 , maka diperoleh

(53)

yang ekuivalen dengan solusi soliton pertama tanpa mengalami pergeseran fase. Untuk 2 konstan ,3 ,1 maka diperoleh

(54) yang ekuivalen dengan solusi soliton kedua yang mengalami perubahan fase sebesar 21lnA . 12

Untuk 3 konstan ,2  ,1 maka diperoleh

(55) yang ekuivalen dengan solusi soliton ketiga yang mengalami pergeseran fase sebesar 21(lnA12lnA13).

berlaku

3, 2, 1, n , t x fase

abel untuk vari sehingga

, 0 mengambil

dan

0 n

diasumsika

keumumam

mengurangi

Tanpa

n n 3 n n n n

3 2 1

 

  

    

a a

a a a

) (

x 2 x

2 g tanh 2

x 1 2 2

3

1 n

n

n a a a

f f

a x  

         

  

). lnA (

sech 2

u u

21 12

2 2 2 2

2  

a

(lnA lnA )

sech 2

u u

2 13 23

1 3 2 2 3

3   

a

) ( sech 2

u u

2 2 1

1

1  a


(10)

Dengan cara yang sama, diperoleh

(56)

6. PERGESERAN FASE SOLUSI 3-SOLITON

Pergeseran fase merupakan perubahan arah fase masing-masing soliton sebelum dan sesudah tumbukan terhadap soliton yang lain. Pergeseran fase ini dijelaskan terhadap arah sumbu x karena gelombang soliton berjalan sepanjang sumbu x. Misal n menyatakan pergeseran fase soliton ke-n (n=1, 2, 3) antara t =

 (sebelum tumbukan) dan t =  (setelah tumbukan), maka pergeseran fase dapat dihitung melalui bentuk asymptotik atau limit-limit asymptotik.

Menurut persamaan (53) maka pada t =  soliton ke pertama tidak mengalami pergeseran fase ((t -) = 0) sedangkan menurut persamaan (56) maka

pada t =  soliton pertama mengalami pergeseran fase ((t )) sebesar

sehingga diperoleh

(57)

Dengan cara yang sama akan diperoleh pergeseran fase soliton kedua

dan ketiga masing – masing adalah sebagai berikut:

(58) (ln A ln A ).

3 23 13

2 1 3

a

 

Jika 0 < Aij < 1 dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3 maka 1 > 0,

mengakibatkan u1 selalu mengalami pergeseran fase maju sepanjang sumbu x dan 3 < 0, mengakibatkan u3 selalu mengalami pergeseran fase mundur, 2

mempunyai beberapa kemungkinan, sebagai berikut : )

A ln A

(ln 12 13

2 1

1 

a

. t Pada

(ii) 

. ) A ln A (ln

1 13 12

2 1 1

a

 

 

) lnA (

sech 2

u u

21 23 2

2 2 2

2 

a

) ( sech 2

u u

3a32 2 3

(lnA lnA )

.

sech 2

u u

21 12 13 1

2 2 1

1   

a

. ) A ln A (ln

2

23 12

2 1 2

a

 


(11)

1) 2 bernilai nol, jika ln A12 = lnA23 atau yaitu u2 tidak mengalami

pergeseran fase .

2) 2 bernilai positif, jika ln A12 > lnA23 atau 1 3 2 2 aa

a  , yang mengakibatkan

u2 mengalami pergeseran fase maju.

3) 2 bernilai negatif, jika ln A12 < lnA23 atau a22 a1a3, yang mengakibatkan

u2 mengalami pergeseran fase mundur.

7. KESIMPULAN

Solusi 3-soliton dari persamaan Korteweg-de Vries (KdV) dapat diperoleh dengan Metode Hirota. Reformulasi solusi 3-soliton dinyatakan sebagai superposisi solusi masing-masing individu soliton. Sedangkan bentuk asymptotik solusi 3-soliton diperoleh melalui proses pelimitan terhadap parameter t. Pergeseran fase dari masing-masing individu soliton dibahas secara detail berdasarkan bentuk asymptotiknya. Soliton pertama dan ketiga selalu mengalami pergeseran fase karena selisih antara pergeseran fase sebelum dan setelah tumbukan tidak pernah nol, dimana soliton pertama mengalami pergeseran fase maju dan soliton ketiga mengalami pergeseran fase mundur. Soliton kedua tidak selalu mengalami pergeseran fase karena selisih antara pergeseran fase sebelum dan setelah tumbukan dapat bernilai nol, tergantung pada bilangan gelombang individu soliton, dimana apabila kuadrat bilangan gelombang soliton kedua sama dengan hasil kali bilangan gelombang soliton pertama dan ketiga maka soliton kedua tidak mengalami pergeseran fase, apabila kuadrat bilangan gelombang soliton kedua lebih kecil dari hasil kali bilangan gelombang soliton pertama dan ketiga maka soliton kedua mengalami pergeseran fase maju, dan apabila kuadrat bilangan gelombang soliton kedua lebih besar dari hasil kali bilangan gelombang soliton pertama dan ketiga maka soliton kedua mengalami pergeseran fase mundur.

, a a a221 3


(12)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alonso, Marcelo, Fundamental University Physic, 2nd Editions, Addison-Werlag Publishing Com Inc, Washington D. C, 1980, 232-241, 253-255.. 2. Ayres F. Jr, Teori dan Soal-Soal Diferensial dan Integral Kalkulus, Erlangga,

Jakarta, 1998, Edisi 2, 264-265, 269-270

3. Baisuri H. M, Kalkulus, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, 431-441, 459-461.

4. Bullough R. K, Laudrey P. J, Solitons, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York, 1980, 1-13, 65-67, 157-167, 373-375.

5. Drazin P. G, Johnson R. S, Solitons : Analisis Introduction, Cambridge University Press, New York, 1990.1-16, 21-22, 73-81, 102-109.

6. Haeussler E. F, Jr, Paul R, Introductory Mathematical Analysis, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1983, 959-961,

7. Heck, Andre, Introduction of Maple with 84 Illustrations, Springe-Verlag, New York, 1993.

8. Humi, Mayer, and Miller W. B, Boundary Value Problems And Partial Differential Equations, PWS-KENT Publishing Co, Boston, 1991, 36-40. 9. Logan J. D, An Introduction to Nonlinear Partial Differential Equations, A

Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons Inc, New York, 1981, 1-9, 36-47, 116-121.

10.Toda, Morikazi, Mathematic and Its Aplications Non Linear Waves and Solitons, Kluwer Akademic Publishers, Norwell, 1983, 47-70, 143-147, 163-172.


(1)

Gambar 2. Profil gelombang dari solusi 3-soliton pada t=–30 (sebelum tumbukan)

Gambar 3. Profil gelombang dari solusi 3-soliton pada t = 0 (saat tumbukan)

Gambar 4. Profil gelombang dari solusi 3-soliton pada t = 30 (setelah tumbukan)

4. REFORMULASI SOLUSI 3-SOLITON

Solusi 3-soliton dari persamaan KdV pada persamaan 3.48 dapat dinyatakan sebagai superposisi soliton individu.

Proposisi :

Solusi N-soliton (N = 3) dari persamaan KdV ditulis dalam bentuk

  3

1 n

n

u u


(2)

(43)

g ln ,

n n 2 1 n n         f f

 (44)

3. 2, 1, n , t x

dengan nanan3 n

adalah 3 N kasus untuk dan

Fungsi fn fn

(45)

Bukti :

Dari persamaan (39), persamaan (45) dapat ditulis menjadi

, h h A h h 1 , h h A h h 1 3 1 13 3 1 2 3 2 23 3 2 1         f f , h h A h h

1 1 2 12 1 2

3    

f

kemudian jika diatas disubstitusikan ke persamaan (44) diperoleh

              3 2 23 3 2 3 2 123 3 13 2 12 2 1 1 1 h h A h h 1 h h A h A h A 1 ln

g  ,

              3 1 13 3 1 3 1 123 3 23 1 12 2 1 2 2 h h A h h 1 h h A h A h A 1 ln

g  , (47)

              2 1 12 2 1 2 1 123 2 23 1 13 2 1 3 3 h h A h h 1 h h A h A h A 1 ln

g  .

Perhatikan bahwa, ) ( h h h A h h A h h A h h A h h h 1 h h h )A ( 2 h h )A ( 2 h h )A ( 2 h h )A ( 2 h 2 h 2 h 2 g tanh g tanh g tanh 2 2 1 3 2 1 123 3 2 23 3 1 13 2 1 12 3 2 1 3 2 2 123 3 2 1 3 2 23 3 2 3 1 13 3 1 2 1 12 2 1 3 3 2 2 1 1 3 3 2 2 1 1 a a a a a a a a a a a a a a a a a a                         ), 2 exp(2 A ) exp(2 A ) exp(2 A 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 A ) exp(2 A 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 A ) exp(2 A 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 ) exp(2 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 ) exp(2 1 ), 2 exp(2 A ) exp(2 ) exp(2 1 2 1 123 2 23 1 13 3 3 1 123 3 23 1 12 2 3 2 123 3 13 2 12 1 2 1 12 2 1 3 3 1 13 3 1 2 3 2 23 3 2 1                                                       f f f f f f , h h A h A h A 1 , h h A h A h A 1 , h h A h A h A 1 2 1 123 2 23 1 13 3 3 1 123 3 23 1 12 2 3 2 123 3 13 2 12 1             f f f n 2 n n n n

n sech g

x g 2 g tanh x 2 u dimana     


(3)

). (

g tanh

atau 1 2 2

3

1

n

n a a a

f f

a x

n

   

(48)

Apabila persamaan (48) dikalikan dengan dua dan didiferensialkan terhadap x, maka

(49)

diperoleh

      

 

f

fx

x 2 u

3

1 n

n . (51)

5. BENTUK ASYMPTOTIK SOLUSI 3-SOLITON

Dalam pembahasan bentuk asymptotik dari solusi 3-soliton akan ditinjau perambatan gelombang pada transformasi koordinat bergerak dengan mengambil parameter t   .

nanxan3t. (52) .

t Pada

(i) 

Untuk

i

 konstan, 2,3 , maka diperoleh

(53)

yang ekuivalen dengan solusi soliton pertama tanpa mengalami pergeseran fase. Untuk 2 konstan ,3 ,1 maka diperoleh

(54) yang ekuivalen dengan solusi soliton kedua yang mengalami perubahan fase sebesar 21lnA . 12

Untuk 3 konstan ,2  ,1 maka diperoleh

(55) yang ekuivalen dengan solusi soliton ketiga yang mengalami pergeseran fase sebesar 21(lnA12lnA13).

berlaku

3, 2, 1, n , t x fase

abel untuk vari sehingga

, 0 mengambil

dan

0 n

diasumsika

keumumam

mengurangi

Tanpa

n n 3 n n n n

3 2 1

 

  

  

 

a a

a a a

) (

x 2 x

2 g tanh 2

x 1 2 2

3

1 n

n

n a a a

f f

a x  

         

  

). lnA (

sech 2

u u

21 12

2 2 2 2

2  

a

(lnA lnA )

sech 2

u u

2 13 23

1 3 2 2 3

3   

a

) ( sech 2

u u

2 2 1

1

1  a


(4)

Dengan cara yang sama, diperoleh

(56)

6. PERGESERAN FASE SOLUSI 3-SOLITON

Pergeseran fase merupakan perubahan arah fase masing-masing soliton sebelum dan sesudah tumbukan terhadap soliton yang lain. Pergeseran fase ini dijelaskan terhadap arah sumbu x karena gelombang soliton berjalan sepanjang sumbu x. Misal n menyatakan pergeseran fase soliton ke-n (n=1, 2, 3) antara t =

 (sebelum tumbukan) dan t =  (setelah tumbukan), maka pergeseran fase dapat dihitung melalui bentuk asymptotik atau limit-limit asymptotik.

Menurut persamaan (53) maka pada t =  soliton ke pertama tidak mengalami pergeseran fase ((t -) = 0) sedangkan menurut persamaan (56) maka

pada t =  soliton pertama mengalami pergeseran fase ((t )) sebesar

sehingga diperoleh

(57)

Dengan cara yang sama akan diperoleh pergeseran fase soliton kedua dan ketiga masing – masing adalah sebagai berikut:

(58) (ln A ln A ).

3 23 13

2 1 3

a  

Jika 0 < Aij < 1 dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3 maka 1 > 0,

mengakibatkan u1 selalu mengalami pergeseran fase maju sepanjang sumbu x dan

3 < 0, mengakibatkan u3 selalu mengalami pergeseran fase mundur, 2

mempunyai beberapa kemungkinan, sebagai berikut : )

A ln A

(ln 12 13

2 1

1 

a

. t Pada

(ii) 

. ) A ln A (ln

1 13 12

2 1 1

a  

 

) lnA (

sech 2

u u

21 23

2 2 2 2

2 

a

) ( sech 2

u u

3a32 2 3

(lnA lnA )

. sech

2 u u

21 12 13

1 2 2 1

1   

a

. ) A ln A (ln

2

23 12

2 1 2

a  


(5)

1) 2 bernilai nol, jika ln A12 = lnA23 atau yaitu u2 tidak mengalami

pergeseran fase .

2) 2 bernilai positif, jika ln A12 > lnA23 atau 1 3 2

2 aa

a  , yang mengakibatkan u2 mengalami pergeseran fase maju.

3) 2 bernilai negatif, jika ln A12 < lnA23 atau a22 a1a3, yang mengakibatkan

u2 mengalami pergeseran fase mundur.

7. KESIMPULAN

Solusi 3-soliton dari persamaan Korteweg-de Vries (KdV) dapat diperoleh dengan Metode Hirota. Reformulasi solusi 3-soliton dinyatakan sebagai superposisi solusi masing-masing individu soliton. Sedangkan bentuk asymptotik solusi 3-soliton diperoleh melalui proses pelimitan terhadap parameter t. Pergeseran fase dari masing-masing individu soliton dibahas secara detail berdasarkan bentuk asymptotiknya. Soliton pertama dan ketiga selalu mengalami pergeseran fase karena selisih antara pergeseran fase sebelum dan setelah tumbukan tidak pernah nol, dimana soliton pertama mengalami pergeseran fase maju dan soliton ketiga mengalami pergeseran fase mundur. Soliton kedua tidak selalu mengalami pergeseran fase karena selisih antara pergeseran fase sebelum dan setelah tumbukan dapat bernilai nol, tergantung pada bilangan gelombang individu soliton, dimana apabila kuadrat bilangan gelombang soliton kedua sama dengan hasil kali bilangan gelombang soliton pertama dan ketiga maka soliton kedua tidak mengalami pergeseran fase, apabila kuadrat bilangan gelombang soliton kedua lebih kecil dari hasil kali bilangan gelombang soliton pertama dan ketiga maka soliton kedua mengalami pergeseran fase maju, dan apabila kuadrat bilangan gelombang soliton kedua lebih besar dari hasil kali bilangan gelombang soliton pertama dan ketiga maka soliton kedua mengalami pergeseran fase mundur.

, a a a221 3


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Alonso, Marcelo, Fundamental University Physic, 2nd Editions, Addison-Werlag Publishing Com Inc, Washington D. C, 1980, 232-241, 253-255.. 2. Ayres F. Jr, Teori dan Soal-Soal Diferensial dan Integral Kalkulus, Erlangga,

Jakarta, 1998, Edisi 2, 264-265, 269-270

3. Baisuri H. M, Kalkulus, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1986, 431-441, 459-461.

4. Bullough R. K, Laudrey P. J, Solitons, Springer-Verlag Berlin, Heidelberg, New York, 1980, 1-13, 65-67, 157-167, 373-375.

5. Drazin P. G, Johnson R. S, Solitons : Analisis Introduction, Cambridge University Press, New York, 1990.1-16, 21-22, 73-81, 102-109.

6. Haeussler E. F, Jr, Paul R, Introductory Mathematical Analysis, Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey, 1983, 959-961,

7. Heck, Andre, Introduction of Maple with 84 Illustrations, Springe-Verlag, New York, 1993.

8. Humi, Mayer, and Miller W. B, Boundary Value Problems And Partial Differential Equations, PWS-KENT Publishing Co, Boston, 1991, 36-40. 9. Logan J. D, An Introduction to Nonlinear Partial Differential Equations, A

Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons Inc, New York, 1981, 1-9, 36-47, 116-121.

10.Toda, Morikazi, Mathematic and Its Aplications Non Linear Waves and Solitons, Kluwer Akademic Publishers, Norwell, 1983, 47-70, 143-147, 163-172.