The Eclipse Gerhana Matahari Total Catatan Peristiwa 9 Maret 2016

THE ECLIPSE
GERHANA MATAHARI TOTAL
CATATAN PERISTIWA 9 MARET 2016

PANITIA NASIONAL GERHANA MATAHARI TOTAL 2016

Foto : Dok. LAPAN

Daftar Isi //
Daftar Isi
Tim Redaksi
Sambutan Kepala LAPAN
Sambutan Ketua Panitia Nasional Gerhana Matahari
Prolog
Bab 1. Gerhana dan Peradaban Manusia
Bab 2. Menanti Sang Gerhana di Kathulistiwa
Bab 3. Lokasi Pengamatan dan Peristiwa
Jembatan Ampera, Palembang
Pantai Tanjung Kelayang, Belitung
Palangkaraya, Kalimantan Tengah
Parigi Moutong, Sulawesi Tengah

Palu, Sulawesi Tengah
Poso, Sulawesi Tengah
Ternate, Maluku Utara
Maba, Halmahera
Gerhana Matahari Sebagian
Hasil Penelitian
Bab 4. Berbagi Euforia Menyambut Gerhana
Tautan Liputan Media di Website LAPAN
Ucapan Terima Kasih
Tim Penyusun Buku dan Kontributor

i

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

i
ii
1
2
3

5
11
56
61
67
73
79
85
93
103
109
117
139
147
159
161
162

Tim Redaksi
Penanggung Jawab

Ir. Christianus R. Dewanto, M.Eng (Kepala Biro Kerjasama, Humas,
dan Umum LAPAN)
Pemimpin Redaksi
Ir. Jasyanto, MM (Kepala Bagian Humas LAPAN)
Redaktur Pelaksana
Mega Mardita, M.Si (Kepala Subbagian Publikasi dan Layanan
Informasi Publik LAPAN)
Anggota Redaksi:
Drs. Syaikhun Hadisaputra, MM (LAPAN)
Zakaria, S.Sos (LAPAN)
Sigid Nur Tito Ahmad, S.Sn (LAPAN)
Penyunting
Shaka Mahottama (Talemaker Communications)
Penata Letak
Damara Prasetyo (Talemaker Communications)

The Eclipse - Gerhana Matahari Total: Catatan Peristiwa 9 Maret 2016
diterbitkan oleh:
Biro Kerjasama, Humas, dan Umum
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Jalan Pemuda Persil No. 1, Jakarta 13220
Telepon (021) 4892802 Fax. 4892815
www.lapan.go.id

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

ii

THE ECLIPSE - GMT

SAMBUTAN KEPALA LAPAN
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, LAPAN
telah memberikan sumbangsihnya kepada negara, masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Sumbangsih ini berupa edukasi publik dalam rangka Gerhana Matahari Total (GMT)

2016 pda 9 Maret 2016. GMT 2016 sangat menarik perhatian publik. Hal ini disebabkan, peristiwa astronomi ini merupakan fenomena alam yang langka. Inilah yang
melatarbelakangi penyusunan buku The Eclipse - Gerhana Matahari Total: Catatan
Peristiwa 9 Maret 2016, yang bertujuan untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut.
Kali ini, GMT melintasi 11 provinsi di wilayah Indonesia. Media dan masyarakat
menghadapi peristiwa ini dengan penuh antusias. Kelompok astronom amatir, mahasiswa dan dosen perguruan tinggi menyiapkan berbagai kombinasi penelitian dalam
berbagai tingkatan dengan kegiatan pendidikan publik. Bahkan, fenomena ini juga
menjadi perhatian bagi wisatawan domestik dan luar negexri sehingga memberikan
efek positif tehadap pariwisata nasional.
Pada akhirnya, GMT tersebut telah berdampak baik pada peningkatan pemahaman
dan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap fenomena itu. Hal ini tentunya sangat berbeda dengan sambutan fenomena yang sama pada 1983. Kala itu, masyarakat
merasa ketakutan sehingga sedikit yang menikmati gerhana.
Buku ini diharapkan menjadi catatan sejarah pengamatan gerhana Matahari di Indonesia. Saya berharap pula buku ini dapat menjadi wahana edukasi bagi ilmu pengetahuan dan teknologi antariksa, khususnya terkait astronomi.
Wassalam
Jakarta, Agustus 2016
Kepala LAPAN
Prof. Dr. Thomas Djamaluddin

1

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional


SAMBUTAN KETUA PANITIA NASIONAL
GERHANA MATAHARI
Assaalamu’alaikum Wr.Wb.

Dra. Clara Yono Yatini, M.Sc

Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT bahwa Gerhana Matahari Total
(GMT) 2016 telah berlangsung di Indonesia pada Rabu, 9 Maret 2016, dimana peristiwa astronomi yang langka ini juga telah dijadikan sebagai ajang penelitian keantariksaan di LAPAN. Persitiwa GMT telah disaksikan oleh jutaan umat manusia baik dari
luar negeri maupun dari dalam negeri sendiri.
Dalam kesempatan ini Kedeputian Bidang Sains Antariksa dan Atmosfer LAPAN
bertindak selaku tuan rumah kepanitiaan nasional. Peristiwa ini menjadi momen yang
sangat penting untuk mengembangkan hasil penelitian di LAPAN. Momen tersebut
sekaligus dapat diajadikan tonggak yang bersejarah bagi peneliti LAPAN.
Selain pengamatan GMT, LAPAN juga melaksanakan pengamatan Gerhana Matahari Sebagian (GMS). Di Kantor LAPAN Bandung juga dilaksanakan streaming pengamatan GMT dari berbagai wilayah di Indonesia pada pukul 06.10 hingga 08.32
WIB.
Momentum GMT 2016 juga sebagai sumber pengetahuan, pengalaman, dan wawasan tentang pengamatan gerhana matahari. Selain memperkenalkan LAPAN,
peristiwa ini juga sangat penting dan bermanfaat bagi masyarakat, terutama dalam meningkatkan pemahaman mengenai fenomena ini. Terkait hal tersebut, maka
LAPAN mendokumentasikan GMT sejak mulai proses perencanaan, hitungan mundur, dan pengamatan langsung di lapangan serta hasil penelitian ilmiah Gerhana Matahari Total (GMT) 2016 dalam buku The Eclipse - Gerhana Matahari Total: Catatan
Peristiwa 9 Maret 2016.

Kami mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan media massa dalam dan luar
negeri, juga seluruh komponen Panitia Nasional Gerhana Matahari yang telah ikut
menyukseskan agenda nasional dalam menyambut peristiwa Gerhana Matahari Total
dan Sebagian tahun 2016, dan ikut serta berkontribusi dalam penyusunan materi dokumentasi ini.
Dokumentasi ini diharapkan dapat berfungsi sebagai catatan sejarah pengamatan
ilmiah. Buku ini sekaligus dapat digunakan untuk proses pendidikan dan pembelajaran
ilmiah bagi pelajar, mahasiswa, dan masyarakat Indonesia. Kami berharap, buku ini
dapat disosialisasikan secara berkelanjutan. Tentunya, dokumen ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu, kami mohon maaf atas segala kekurangan yang ada.
Wassalam.
Jakarta, Agustus 2016
Ketua Panitia Nasional Gerhana Matahari
Dra. Clara Yono Yatini, M.Sc

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

2

THE ECLIPSE - GMT


PROLOG
A

Foto : www.rahunas.org

3

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

stronomi seperti halnya ilmu pengetahuan alam lainnya yang serumpun yakni
Fisika, Kimia dan Biologi (sedang Matematika adalah ‘Queen of Science’) memiliki satu
karakter yang unik yakni predictive power.
Melalui metodologi sains yang mendasari
pengamatan astronomis, astronom menjelaskan secara ilmiah serta memprediksi dengan
intuisi dan logika, fenomena alam yang akan
terjadi berdasarkan telaah seksama terhadap
periodisitasnya.
Metode ini mengandalkan kedisiplinan
pengumpulan dan rasionalitas yang tinggi
terhadap data dan menjadi landasan empirisme dalam dunia deduksi-induksi dalam

sains. Kemampuan prediksi ini dibuktikan
dengan begitu cermatnya penentuan waktu gerhana matahari total hingga jangkauan
sepersepuluh detik.
Akan tetapi dalam sejarahnya, Astronomi
sebagai sains tertua didekati melalui berbagai jalur. Manusia sebagai mahluk berakal memiliki khazanah yang luas dalam
menafsirkan berbagai fenomena alam.
Oleh karena itulah peradaban manusia menyaksikan berbagai asimilasi antara aspek
kultural dengan ilmiah dalam mempelajari
fenomena alam yang astronomis.
Berbagai mitos sekitar peristiwa alam
seperti kemunculan komet dan gerhana matahari maupun gerhana bulan pun muncul
sebagai akibat perkembangan kebudayaan

manusia. Pendekatan ini berlangsung secara rasional dalam tataran teknik pengukuran dan berakhir pada tafsir pseudo-sains, sesuatu yang sejatinya berbeda dengan nilai sains itu sendiri.
Namun, umat manusia cenderung menerima
pemikiran mitikal ini, dan mewariskannya pada
generasi-generasi berikut. Permasalahannya, pandangan ini akan menjadi bias yang merugikan
masyarakat itu sendiri saat telah terlembagakan.
Salah satu contoh yang paling mendekati topik
ini adalah saat kehadiran peristiwa gerhana matahari total 11 Juni 1983 di Indonesia. Fenomena

gerhana ini disambut dengan bersembunyinya sebagian besar penduduk Indonesia di rumah-rumah.
Suasana di pedesaan dilaporkan sepi mencekam
karena patroli tentara dan polisi mencegah penduduk keluar rumah. Banyak penduduk yang menutup ventilasi di rumahnya dengan menggunakan
tikar. Ini bertujuan agar ibu hamil tidak terpapar
cahaya matahari dan melahirkan bayi-bayi yang
“belang”. Contoh dari sebuah pemikiran mitikal
yang tidak berbasis pada sains.
Lalu, apakah gerhana matahari atau pun bulan
merupakan petanda bencana alam? Zaman telah
menjawab bahwa tidak ada korelasi positif di antara keduanya. Namun, manusia cenderung mempercayai dan memperdebatkan ide mitikal secara
berulang dari waktu ke waktu. Sikap ini menunjukkan bahwa diperlukan upaya yang keras lagi
untuk meningkatkan taraf science literacy di masyarakat.
Kini, setelah 33 tahun berlalu, masyarakat Indonesia dihadapkan pada suatu fenomena yang
sama tapi dengan jejak dan kala totalitas yang berbeda namun spektakuler karena gerhana matahari
total melintasi 11 provinsi yang merentang dari

Bengkulu hingga Maluku Utara.
Menariknya, media dan masyarakat seperti
gayung bersambut menghadapi peristiwa ini dengan penuh antusias. Kelompok astronom amatir
dari Aceh hingga Ambon, mahasiswa, dan dosen

perguruan tinggi menyiapkan berbagai kombinasi
penelitian dalam berbagai tingkatan dengan kegiatan pendidikan publik (public outreach). Masyarakat berbondong-bondong mencari kacamata
gerhana yang sempat menjadi komoditas bernilai
tinggi di pasaran. Para pelajar dengan antusias
mencari informasi dan ilmu pengetahuan hingga
melakuka penelitian dasar mengenai gerhana matahari. Situasi yang sangat berbeda dibandingkan
tahun 1983.
Keindahan fenomena ini juga menjadikan pengalaman wisata yang tak terlupakan oleh wisatawan asing maupun domestik yang datang ke
lokasi-lokasi pengamatan bersama. Para warga
dan wisatawan dari berbagai tempat dan kalangan
berbaur untuk bersama-sama melihat gerhana matahari.
Antusiasme seperti ini membuktikan bahwa
masyarakat Indonesia telah selangkah lebih maju
dalam menyikapi fenomena ini dan mulai menerima sains dan ilmu pengetahuan sebagai bagian
dari pemahaman terhadap dunia dan semesta.
Meski tentunya kampanye science literacy
tetap diperlukan dan dilakukan secara konsisten,
berbagai reaksi positif media dan publik terhadap
gerhana tahun 2016 ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia tengah berada di jalur yang benar dalam menerima sains dan ilmu pengetahuan.
(Sumber: intisari wawancara Hakim Luthi Malasan oleh Liputan 6)

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

4

THE ECLIPSE - GMT

Gerhana
dan
Peradaban
Manusia
Sepanjang sejarah manusia, gerhana matahari bukanlah
sekedar fenomena semesta yang statis. Kepercayaan, religi, dan peradaban manusia di masa lalu sarat pengaruh
sang gerhana.

5

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Bab 1

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

6

THE ECLIPSE - GMT

Gerhana dan Peradaban Manusia

Gerhana, sebuah mitos dan legenda
Batara Kala. Mitologi Hindu
dan pewayangan mempercayai bahwa gerhana
matahari disebabkan oleh
amarah
Betara
(Dewa)
Kala kepada matahari dan
bulan. Diceritakan bahwa
matahari dan bulan melaporkan
tindakan
Kala
kepada Dewa Wisnu, yang
memberi hukuman dengan
memisahkan kepala Kala
dari tubuhnya. Kala yang
marah terhadap matahari
dan bulan bersumpah untuk
mengejar dan memakan
mereka. Namun karena
kepala Kala sudah terlepas dari tubuhnya, maka
matahari dan bulan yang
dimakan langsung keluar
kembali melalui kerongkongannya. Cahaya matahari dan bulan hanya hilang
sejenak sebelum kembali
bersinar karena telah bebas
dari mulut Kala.

7

G

erhana matahari sejak dahulu merupakan misteri bagi manusia. Sebuah fenomena yang sepanjang sejarah
ditunjukkan dalam berbagai ekspresi:
ketakutan, kekaguman, pemujaan, hingga keingintahuan. Dari mitos, legenda,
hingga catatan akademik, setiap pera
daban dan zaman memiliki reaksi yang
berbeda dalam menghadapi gerhana matahari. Meski demikian, dapat dikatakan
seluruhnya memiliki pendapat yang sama
bahwa itu merupakan fenomena semesta
yang istimewa. Gerhana menarik perhatian manusia sejak masa lampau. Sejati
nya merupakan spesies yang berpikir dan

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

ingin tahu, manusia memandang gerhana
sebagai peristiwa yang harus dicari tahu
penyebab dan maknanya. Pemikiran manusia dalam menginterpretasikan gerhana
mengikuti norma religi, kepercayaan, dan
komunitas di masa ia berada. Seringkali,
interpretasi itu menjadi awal dari mitos
gerhana matahari. Harus diakui memang,
dalam banyak mitos di seluruh dunia gerhana seringkali diasosiasikan peringatan
akan munculnya musibah.
Pandangan ini juga terjadi di masa
Kekaisaran Tiongkok Kuno, pada dinasti apapun. Posisi astronom kekaisaran
merupakan jabatan dengan prestise yang
sangat tinggi, dan bertugas menganalisis
pergerakan benda-benda langit (antariksa)
untuk menentukan berbagai macam hal,
dari masa tanam dan panen, hingga harihari baik untuk mengadakan upacara ritual. Gerhana matahari umumnya dianggap
sebagai peringatan akan ancaman bahaya,
dan pihak kekaisaran biasanya mengadakan upacara ritual persembahan untuk menenangkan amarah para dewa. Kegagalan
memprediksi gerhana matahari merupakan
kejahatan berat dengan ancaman hukuman
mati.
Masyarakat Yunani Kuno juga demikian. Gerhana matahari juga merupakan peringatan bencana. Matahari yang dianggap
sebagai simbol dan panduan untuk sesuatu
yang stabil, cerah, dan kekal, seketika
menjadi gelap dan menghilang. Gangguan
terhadap kestabilan sebagai sebuah sim-

Gerhana dan Peradaban Manusia

Foto : Brunier and Luminet, Glorious Eclipses, Cambridge University Press

bol inilah yang menjadi interpretasi
masyarakat Yunani Kuno terhadap
gerhana matahari.
Beberapa budaya dan peradaban
lain bahkan memiliki interpretasi
bahwa matahari sedang diserang
oleh entitas-entitas tertentu untuk
memakannya. Di Vietnam, pelakunya adalah kodok raksasa. Menurut
kepercayaan Korea di masa lampau, gerhana matahari menunjukkan bahwa matahari tengah diserang oleh anjing ganas raksasa.
Ini hampir mirip dengan budaya
Viking Nordik, namun anjing diganti dengan serigala angkasa.
Bagi masyarakat tradisional Serrano di California, gerhana matahari
merupakan kejadian di mana arwah
orang-orang yang sudah meninggal
berkumpul dan bersama-sama men-

coba memakan matahari.
Indonesia juga memiliki mitos
unik mengenai gerhana, dan bentuknya tergantung suku dan masyarakatnya. Suku Da’a di Sigi,
misalnya, mengadakan ritual khusus yang dimaksudkan untuk melindungi penduduk di muka bumi
dari hal-hal yang tidak diinginkan
saat terjadi gerhana. Sementara itu
umat Islam di Indonesia, seperti di
belahan dunia lainnya, mengadakan
salat gerhana sebagai ibadah dan
ekspresi kekaguman terhadap ciptaan Tuhan.
Berdasarkan mitos Hindu dan
pewayangan, gerhana matahari terjadi akibat Raksasa Kala yang tengah marah dan menelan matahari
(dan juga bulan untuk kasus gerhana bulan). Namun karena kepala

Pengamatan gerhana. Para
ahli astronomi Tiongkok sedang mengamati gerhana
matahari sekitar tahun 1840,
sementara para pelayan
ketakutan dan bersujud ke
arah gerhana. Masyarakat
Tiongkok memiliki sejarah
panjang yang terkait dengan
gerhana matahari. Gerhana merupakan perwujudan
dari sebuah peringatan akan
adanya bahaya. Seiring dengan perkembangan zaman,
kaum intelektual Tiongkok
mulai meneliti gerhana dari
sudut pandang sains. Namun,
bagi rakyat jelata, pemikiran
bahwa gerhana merupakan
tanda dari bencana masih
sulit dihilangkan.

Kala sudah terlepas dari tubuhnya,
maka matahari langsung keluar
kembali melalui kerongkongannya.
Inilah yang menyebabkan gerhana
matahari total hanya berlangsung
beberapa menit saja sebelum cahaya
kembali bersinar.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

8

THE ECLIPSE - GMT

Foto : wikipedia.org

Ekspedisi mengejar gerhana
Perkembangan zaman perlahan mengubah
paradigma, yang sebelumnya mengedepankan bahwa gerhana adalah fenomena
gaib dan berada di luar daya pikir manusia.
Kemajuan teknologi, ilmu pengetahuan,
dan pola pikir membuat manusia mempertanyakan apa penyebab gerhana matahari,
dampaknya, serta apa yang bisa dipelajari
dari terjadinya gerhana.
Meskipun pengamatan dan ralaman
gerhana telah terjadi dari masa kuno (tercatat pertama kali dalam teks kuno Assyria pada 763 SM, juga catatan-catatan masa
kekaisaran Tiongkok kuno), pengamatan
teleskopik gerhana matahari pertama kali
tercatat pada tahun 1706 di Perancis. As-

9

tronom Inggris Edmund Halley kemudian
juga mengamati gerhana sembilan tahun
kemudian. Lebih dari satu abad kemudian,
tepatnya di tahun 1851, gerhana matahari
untuk pertama kalinya diabadikan dalam
bentuk foto. Semenjak itu, penelitian mengenai gerhana matahari mulai giat dilakukan di berbagai negara.
Bahkan, saat terjadinya gerhana matahari yang lintasannya melewati Siam
(Thailand) pada tahun 1868, Raja Mongkut yang legendaris memimpin sendiri
ekspedisi untuk mengamati gerhana tersebut. Ini membuktikan pentingnya posisi
fenomena gerhana matahari sebagai subjek dan prestise dunia penelitian dan akademik waktu itu.

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sang Raja yang progresif. Raja Siam,
Mongkut,
dikenal
sebagai sosok yang
progresif. Saat terjadinya
gerhana
matahari tahun 1868,
sang raja sendirilah
yang memimpin ekspedisi pengamatan
gerhana.
Dikenal
juga sebagai pegiat
sains, Raja Mongkut
bahkan mampu dengan tepat memprediksi lamanya fase
gerhana total tersebut dua tahun sebelumnya.

Gerhana dan Peradaban Manusia

Foto : eclipse-maps.com

Ekspedisi sekaligus penelitian besar
di abad ke-20 mengenai gerhana matahari total yang termahsyur dipimpin oleh
astronom berkebangsaan Inggris, Arthur
Eddington, pada tanggal 29 Mei 1919.
Ekspedisi Eddington juga berhasil membuktikan teori relativitas Albert Einstein
mengenai pembelokan ruang dan waktu
akibat gravitasi.
Di wilayah Indonesia sendiri (atau Hindia-Belanda waktu itu), ekspedisi pertama
di abad ke-20 dipimpin oleh duet astronom
dari Amerika Serikat, Charles D. Perrine
dan R.H. Curtiss. Keduanya mengunjungi
Sumatra untuk mengamati dan meneliti
gerhana matahari total. Tidak hanya mereka, beberapa peneliti lain dan bahkan

wisatawan dari negara-negara Eropa juga
datang ke Hindia-Belanda untuk menyaksikan fenomena tersebut.
Tujuan utama para peneliti tersebut
adalah Kota Padang, Bukittinggi, dan
Sawahlunto. Meskipun pada saat itu lintasan gerhana juga melewati Kalimantan,
Sulawesi, dan Maluku, Sumatra dianggap
sebagai destinasi yang lebih aman. Fase
gerhana total pada tahun 1919 berlangsung
cukup lama,6 menit 27 detik. Persiapan
para astronom dan peneliti itu untuk menyaksikan gerhana di tanah Hindia-Belanda
sendiri berlangsung selama enam pekan.
(Disarikan dari berbagai sumber)

Ekspedisi masa lalu. Semenjak gerhana matahari
dapat diabadikan dengan
fotograi, para astronom
dan ilmuwan di berbagai
negara
berlomba-lomba
untuk melakukan ekspedisi
gerhana. Dengan sokongan
dana dari berbagai macam
sumber, umumnya institusi
akademik, ekspedisi dilakukan dengan melakukan
perjalanan ke luar benua
Eropa atau Amerika Serikat.
Amerika Latin, India, dan
Asia Tenggara biasanya
menjadi tempat pilihan bagi
para ilmuwan itu. Berbeda
dengan saat ini di mana
perjalanan
bisa
mudah
dilakukan, pada masa lalu
perjalanan menuju tempat
tujuan bisa memakan waktu
berminggu-minggu dengan
masa tinggal saat penelitian
di lokasi bisa mencapai setengah tahun bahkan lebih.

Saat kehadiran peristiwa gerhana matahari
total 11 Juni 1983 yang
disambut dengan
sembunyinya sebagian
besar penduduk Indonesia di rumah-rumah,
ditutupnya ventilasi
dengan menggunakan
tikar agar ibu hamil
tidak terpapar cahaya
matahari dan melahirkan bayi-bayi yang
“belang”.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

10

THE ECLIPSE - GMT

Menanti
Sang Gerhana
di Khatulistiw
Penduduk di wilayah Nusantara mendapatkan kesempatan langka untuk bisa menyaksikan secara
langsung fenomena Gerhana Matahari Total. LAPAN
sebagai lembaga terkait menyiapkan segalanya
untuk peristiwa di Hari-H. Apa saja yang dilakukan
oleh LAPAN untuk menyambut sang gerhana?

11

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

wa

Bab 2

S

ebelum terjadinya Gerhana Matahari
Total (GMT) 9 Maret 2016, wilayah Indonesia sebelumnya pernah mengalami lima kali lintasan GMT yang tercatat
sejak masa kemerdekaan. Menariknya,
gerhana matahari seringkali diasosiasikan dengan mitos sebagai penyebab kebutaan.
Isu ini begitu dominan sehingga pada
saat terjadinya GMT pada tahun 1983,
pemerintah Indonesia melarang warga
untuk melihat peristiwa gerhana secara
langsung. Beberapa daerah bahkan
membunyikan sirine tanda bahaya dan
meminta warga untuk tetap berada di
dalam rumah. Terlepas dari kontroversi
mengenai penyebab pelarangan, yang
pasti mitos penyebab kebutaan secara
langsung tidaklah benar.
Seiring dengan perkembangan teknologi dan arus informasi, mitos mengenai dampak negatif gerhana matahari mulai berkurang. Namun, masih
ditemukan banyak pertanyaan mengenai gerhana matahari yang diajukan oleh
masyarakat. Menyongsong
GMT tahun 2016, LAPAN melakukan beberapa langkah sosialisasi dan persiapan bagi masyarakat dan para peneliti
untuk menyambut gerhana matahari.

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

12

THE ECLIPSE - GMT

Menanti Sang Gerhana di Khatulistiwa
Sosialisasi gerhana matahari dan kacamata gerhana

P

ertanyaan yang muncul dari masyarakat umumnya
terkait dengan proses pengamatan gerhana secara
langsung. Apakah melihat gerhana dengan mata telanjang itu berbahaya? Apa efeknya? Bagaimana cara
mengamati gerhana dengan aman?
Gerhana matahari memang memiliki efek negatif apabila dilihat dengan mata telanjang dalam waktu
lama, sama dengan cahaya matahari pada saat normal,
karena dapat membebani kerja retina. Ketika fase GMT
terjadi, pupil mata membesar untuk menangkap cahaya
sebanyak mungkin karena suasana yang gelap. Tetapi
ketika fase total berakhir dan bulan mulai bergeser,
cahaya matahari akan terang kembali dan cahaya yang
muncul berdampak negatif bagi retina. Namun, cahaya
matahari saat gerhana tidak mengakibatkan kebutaan
secara langsung di tempat. Untuk melihat gerhana maSuku Togutil memakai kacamata khusus untuk
melihat proses
gerhana.

tahari secara aman, dibutuhkan perlengkapan khusus.
Salah satu cara teraman untuk melihat langsung gerhana matahari adalah menggunakan kacamata gerhana,
kacamata yang dalam konstruksinya memiliki ilter
berupa ilm yang mampu menyaring cahaya matahari
yang masuk ke mata. Yang membedakannya dengan kacamata hitam atau kacamata ilm biasa adalah kemampuan penyaringannya yang bisa mencapai sepersepuluh
ribu dari cahaya yang masuk ke bumi (dibandingkan
kacamata hitam yang hanya menyaring maksimal hingga seperseribu).
Terdapat cukup banyak varian instrumen lain untuk melihat gerhana matahari, mulai dari kacamata las
industri hingga menggunakan kardus yang dilubangi.
Prinsipnya tetap sama, yaitu memenuhi standar untuk
secara intensif menyaring cahaya yang masuk ke retina.

Gerhana di pedalaman. Suku Togutil merupakan masyarakat yang tinggal di pedalaman hutan Halmahera Utara. Hidup dengan
cara berpindah-pindah, masyarakat ini hidup dengan cara mengandalkan hasil hutan dan belum mengenal huruf meski sudah
mengenal peradaban di luar sukunya. Suku Togutil yang tinggal di pedalaman Halmahera Utara juga tidak lepas dari tradisi yang
berkenaan dengan gerhana matahari. Mereka masih menganut tradisi bahwa memukulkan alat-alat kayu hingga menciptakan
suara lantang dapat mencegah nasib buruk atau kesialan dari menghinggapi anggota suku dikarenakan gerhana matahari.
Kru CNN Indonesia memproduksi dokumenter yang mengangkat kehidupan suku Togutil dan tradisi mereka saat terjadi gerhana
matahari. Dalam ilm dokumenter tersebut, suku Togutil akhirnya dapat melihat gerhana secara langsung dengan bantuan
kacamata khusus gerhana matahari yang dibagikan oleh tim LangitSelatan. (sumber: tangkapan layar dari CNN Indonesia)

Foto : Video CNN Indonesia

13

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Menanti Sang Gerhana di Khatulistiwa

Foto : Video CNN Indonesia

Sosialisasi gerhana
terhadap Suku Togutil,
Halmahera.
Saat Gerhana Matahari,
kebiasaan yang dilakukan suku Togutil ialah
“Toki-toki”
(memukul/
membuat bunyi dari sirih
pinang yang dipukulkan
ke pohon beringin).

Informasi inilah yang harus disosialisasikan LAPAN kepada
masyarakat.
Memahami pentingnya generasi muda sebagai stakeholder ilmu pengetahuan dan kebijakan di masa depan, LAPAN
mengajak para pelajar untuk mempelajari gerhana matahari
dengan lebih mendalam. Sosialisasi ini dilakukan baik dengan mengundang perwakilan pelajar ke fasilitas LAPAN di
berbagai kota, ataupun mendatangi sekolah-sekolah dan tempat belajar para siswa. Para siswa diberikan pengetahuan mengenai gerhana matahari dan peristiwa antariksa lainnya, serta
cara-cara menggunakan berbagai media dan perlengkapan untuk memantau gerhana matahari secara langsung.
Dalam hal sosialisasi, LAPAN memboyong fasilitas Planetarium Mini untuk dapat dinikmati oleh para siswa serta masyarakat yang penasaran mengenai tata surya dan antariksa. Ini
tentunya disertai juga dengan pemberian pengetahuan tentang
gerhana matahari dan juga cara penggunaan instrumen seperti bandul, thermometer, hygrometer, sampai kamera lubang
jarum yang dapat digunakan untuk melakukan penelitian
dasar saat terjadinya gerhana matahari. Berbagai permainan

Sosialisai 8 Maret 2016 - Palembang

edukasi dan workshop pembuatan teropong juga
merupakan agenda tetap yang diadakan di setiap
sosialisasi.
Ekspedisi sosialisasi LAPAN mengenai gerhana matahari diantaranya digelar untuk para
siswa di SMA Xaverius Palembang, SMK 1
Maba, SMPN 2 Parigi Moutong, SD dan SMP
YPP 1 Surabaya, serta perwakilan dari sekolahsekolah di Ternate, Sumedang, Palangkaraya,
Pontianak, dan Bandung.
LAPAN juga memproduksi ratusan kacamata gerhana untuk dibagikan kepada masyarakat
yang ingin menonton langsung gerhana matahari
di tempat pengamatan. Produksi kacamata gerhana ini juga dilakukan oleh pemerintah-pemerintah daerah setempat.
LAPAN juga mengambil langkah inisiatif untuk masuk ke pusat-pusat perbelanjaan sebagai
salah satu bentuk outreach kepada masyarakat.
Hal ini direalisasikan dalam bentuk temu wicara
atau talkshow mengenai gerhana matahari total
yang diselenggarakan di Palembang Indah Mall.
Dengan peneliti LAPAN, budayawan, dan pejabat pendidikan setempat yang menjadi narasumber, acara ini mengupas dengan dalam fenomena
gerhana matahari baik dari kacamata sains dan
budaya atau kelembagaan masyarakat. Dalam
Sosialisasi di segala lini. Gerhana
matahari 9 Maret 2016 merupakan
fenomena cukup langka yang tidak sering terjadi, maka LAPAN sebagai lembaga penelitian antariksa
melakukan sosialisasi gerhana di
segala lini, dari para pelajar di sekolah dasar hingga para pejabat pemerintahan. Sosialisasi ini bertujuan
untuk memberikan informasi yang
benar mengenai fenomena gerhana matahari hingga berkoordinasi
untuk menyukseskan acara-acara
pengamatan gerhana matahari di
berbagai lokasi di Indonesia. ( Foto
: Dok. LAPAN)

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

14

THE ECLIPSE - GMT
acara ini pula para narasumber berupaya untuk mematahkan
mitos dan legenda negatif mengenai gerhana matahari.
Dari berbagai sosialisasi yang dilakukan di Palembang,
yang paling mengesankan bagi masyarakat dan para pelajar
khususnya adalah kehadiran Planetarium Mini milik LAPAN. Planetarium berbentuk tenda besar yang canggih ini
bisa memfasilitasi para pelajar yang ingin menonton simulasi
fenomena antariksa sama baiknya dengan planetarium permanen. Ini merupakan langkah inovatif LAPAN dalam rangka
mendekatkan diri dengan para pelajar serta bentuk outreach,
memberikan pengalaman kepada masyarakat untuk merasakan sensasi simulasi planetarium yang belum tentu ada di
setiap kota di Indonesia.
Selain itu, para personel LAPAN juga giat dalam menjelaskan fenomena gerhana kepada media massa dan para jurnalis.
Media massa baik cetak, elektronik, maupun digital, berfungsi untuk menyampaikan informasi dan agenda dari LAPAN.
Jangkauan media yang luas merupakan salah satu kunci dari
keberhasilan membangun antusiasme masyarakat yang begitu
besar di seluruh wilayah Indonesia untuk menyaksikan GMT
serta memadamkan mitos negatif yang selama ini melekat
pada fenomena gerhana.
Sosialisasi mengenai gerhana sendiri juga dilakukan melalui media baru dan internet. Laman mayantara
LAPAN (www.lapan.go.id) dilengkapi dengan sublaman dan
dokumen-dokumen khusus yang membahas gerhana matahari.
Pengetahuan dan informasi lain mengenai gerhana juga dapat
dilihat di laman gerhana.info, yang dikelola oleh tim LangitSelatan. Media sosial seperti Facebook dan Twitter juga digunakan untuk memberikan informasi-informasi terbaru terkait
dengan persiapan pengamatan gerhana.
Untuk memperluas jangkauan sosialisasi yang intensif,
LAPAN menggandeng komunitas-komunitas penggemar
fenomena antariksa, seperti LangitSelatan, Penjelajah Langit,
Komunitas Lubang Jarum, Surabaya Astronomy Club, serta
institusi-institusi penelitian dan akademik seperti Kementerian Ristekdikti, Institut Teknologi Bandung (ITB), Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geoisika (BMKG) dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Melalui kepanitiaan nasional gerhana matahari total, komunitas Komunitas dan lembaga-lembaga ini nantinya juga berkoordinasi dengan LAPAN
dalam proses pengamatan dan penelitian GMT di berbagai
lokasi di Indonesia.
Belajar gerhana itu menyenangkan. Seorang siswi sekolah
dasar di SMPN 1 Bangil, Pasuruan tampak tersenyum lebar
saat melakukan simulasi pemakaian kacamata gerhana, sementara teman-temannya tampak antusias menanti gilirannya masing-masing. Metode sosialisasi LAPAN dalam memberikan informasi dan pengetahuan melalui praktik langsung
dengan instrumen sangat disukai oleh para pelajar.

15

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

16

THE ECLIPSE - GMT

LAPAN goes to mall.
Acara
talkshow
sekaligus
sosialisasi
mengenai gerhana
matahari total yang
dilakukan oleh LAPAN di Palembang
Indah Mall, 8 Maret
2016. Acara yang dihadiri oleh lebih dari
300 undangan dan
dipandu
langsung
oleh TVRI Sumsel ini
menghadirkan para
peneliti LAPAN, budayawan dan pejabat pendidikan Sumatera Selatan.
Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

17

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Menanti Sang Gerhana di Khatulistiwa

Favorit para pelajar. Planetarium Mini milik LAPAN tengah disiapkan di aula UPTD Graha Teknologi Sriwijaya, tanggal 8 Maret 2016. Planetarium mobile ini menjadi daya tarik utama bagi
masyarakat khususnya para pelajar. Berbentuk
tenda besar yang diisi perlengkapan sains antariksa, fasilitas ini menjadi favorit bagi para
pelajar karena pengalaman unik yang mereka
dapatkan saat memasukinya. Dengan posisi
tubuh berbaring, mereka dapat melihat simulasi fenomena-fenomena antariksa yang tidak
kalah kualitasnya dengan planetarium sungguhan. Terkait dengan momen gerhana, maka
pada acara sosialisasi di Palembang simulasi
yang diputar juga didominasi oleh fenomena
gerhana matahari.
Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

18

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMT

Palembang
Kegiatan sosialisasi LAPAN mengenai gerhana matahari di
Palembang berlangsung di berbagai tempat, dari lingkungan sekolah, media massa, hingga pusat perbelanjaan.
Berbeda dengan beberapa wilayah lain di mana sosialisasi
secara lokal paling gencar dilakukan pada tanggal 8 Maret 2016, kegiatan di Palembang berjalan selama beberapa
waktu.
Kuliah umum mengenai gerhana matahari dilakukan di Kampus Universitas Bina Darma. Kegiatan sosialiasi juga masuk ke
pusat perbelanjaan, dengan diadakannya talkshow mengenai gerhana di Palembang Indah Mall. Selain itu, beberapa
personel LAPAN juga diundang oleh media setempat untuk
diwawancarai terkait peristiwa gerhana Maret 2016.
Puncak acara sosialisasi bertempat di UPTD Graha Teknologi Sriwijaya. Acara ini dihadiri oleh ratusan mahasiswa dan
pelajar dari berbagai institusi pendidikan di Palembang. Selain penyampaian pengetahuan mengenai gerhana, kegiatan lain seperti workshop pembuatan kacamata gerhana
hingga simulasi fenomena antariksa dengan menggunakan
planetarium mini LAPAN dilakukan di acara ini.

Foto : Do

Foto : Dok. LAPAN

19

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

ok. LAPAN

Sosialisasi GMT Palembang

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

20

THE ECLIPSE - GMT

Foto : Dok. LAPAN

Kadis Pendidikan Sumatera Selatan dan
Kabag Humas LAPAN menunjukkan kacamata gerhana dan teleskop yang
akan digunakan untuk pengamatan di
Jembatan Ampera.

21

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Palembang

Membuat
kacamata
gerhana.
Para
siswa di Palembang
mendapatkan kesempatan untuk mengikuti
workshop pembuatan
kacamata gerhana.
Dalam acara itu, mereka
mendapatkan
keasyikan
tersendiri
dalam membuat kacamata di bawah
bimbingan para narasumber.

Foto : Dok. LAPAN

Peneliti LAPAN memperagakan bagaimana
mengamati gerhana matahari dengan menggunakan metode yang sederhana dengan sistem
lubang jarum kepada
awak media massa. Selain lubang jarum, kacamata gerhana, teleskop,
dan peralatan lainnya
juga disiapkan untuk
acara pengamatan gerhana di Jembatan Ampera, Palembang. Satu
unit teleskop bahkan
dipinjamkan kepada kru
media untuk membantu
liputan.

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

22

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMT

Palangkaraya

Foto : Dok. LAPAN

Sosialisasi di Palangkaraya diselenggarakan oleh Tim Gerhana Matahari
Pussainsa LAPAN tanggal 8 Maret 2016.
Selain memperkenalkan LAPAN kepada para peserta yang sebagian besar
terdiri dari kalangan pelajar, acara ini
juga berfungsi sebagai pemberian informasi dan pengetahuan mengenai
gerhana matahari. Setelah acara selesai, para peserta diberikan kacamata gerhana sebagai suvenir serta alat
bantu untuk mengamati gerhana esok
harinya.

23

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Palangkaraya

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

24

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi. Deputi Penginderaan Jauh LAPAN,
Dr. Orbita Roswintiarti,
menyampaikan
sosialisasi gerhana matahari
dan penginderaan jauh
kepada para perwakilan
pelajar di Palangkaraya.
Sosialisasi kepada para
pelajar merupakan salah
satu
agenda
utama
LAPAN dalam meyambut
gerhana matahari tahun
2016.

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

25

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Palangkaraya

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

26

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMT

Palu dan Parigi

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

27

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Parigi Moutong
Kepala LAPAN Prof. Dr. Thomas
Djamaluddin mengunjungi Palu kemudian Parigi untuk pengamatan gerhana
matahari. Dalam sebuah acara seminar internasional dan workshop mengenai gerhana matahari di Universitas
Tadulako, Palu, tanggal 8 Maret 2016,
Kepala LAPAN menjadi pembicara bersama dengan tiga orang nara sumber
lain yang merupakan para peneliti dari
mancanegara. Kepala LAPAN juga
memberikan penjelasan kepada pertanyaan awak media massa mengenai
gerhana matahari total tahun 2016.

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

28

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMT

Poso

Kegiatan di Poso merupakan andil dari tim Universe
Awareness (Unawe) Indonesia dan tim Bosscha Observatory ITB. Sosialisasi dilakukan kepada para pelajar di Poso,
terutama siswa-siswi sekolah dasar. Tim Unawe-ITB memboyong beberapa alat bantu sosialisasi, di antaranya
buku-buku mengenai gerhana matahari dan astronomi,
kacamata gerhana, serta bahan-bahan dan peralatan
untuk melakukan simulasi pengamatan gerhana. Kegiatan pengamatan gerhana sendiri nantinya akan dilakukan di Desa Kalora di wilayah Poso Pesisir Utara, bersamaan dengan Festival Kawaniya yang diadakan di desa
tersebut.

29

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Foto : Unawe & Bosscha

Sosialisasi GMT Poso

Foto : Unawe & Bosscha

Foto : Unawe & Bosscha

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

30

THE ECLIPSE - GMT

Foto : Unawe & Bosscha

Tim Unawe dan ITB
melakukan berbagai
kegiatan dalam sosialisasinya kepada
para pelajar. Mulai dari pemberian
materi
mengenai
gerhana dan fenomena-fenomena
astronomi, penggunaan alat peraga,
video, hingga simulasi pembuatan dan
penggunaan
alat
bantu pengamatan
seperti lubang jarum
dan kacamata gerhana.

Foto : Unawe & Bosscha

31

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Poso

Foto : Unawe & Bosscha

Foto : Unawe & Bosscha

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

32

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMT

Ternate

Foto : Dok. LAPAN

Sosialisasi gerhana matahari di Ternate berlangsung
dua kali. Sosialisasi pertama diselenggarakan di
SMKN 2 Ternate pada tanggal 7 Maret 2016. Di tempat ini, para pesertanya merupakan perwakilan
para pelajar dan guru dari 164 sekolah. LAPAN
bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kota Ternate serta International Astronomical Union, acara
ini memberikan informasi dan pengetahuan mengenai gerhana matahari kepada para peserta.
Selanjutnya, para peserta dibimbing dalam workshop pembuatan kacamata gerhana matahari. Pada tanggal 8 Maret 2016 sosialisasi kembali
dilakukan di tempat yang berbeda, namun kali ini
oleh tim gabungan antara LAPAN dan Bakamla. Sosialisasi ini lebih banyak dipersiapkan kepada Laskar
Gerhana Matahari yang dikoordinasikan oleh Detik.
Com untuk pengamatan gerhana di laut lepas.
Foto : Dok. LAPAN

33

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Ternate

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Detik.com

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

34

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMT

Maba
Bertempat di SMK
1 Maba, tim LAPAN
dan NASA bersama-sama memberikan
pemaparan
dan informasi mengenai
gerhana
matahari kepada
para pelajar.

35

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMT Maba

Foto : Dok. Kompas

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

36

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMS

Foto : Dok. LAPAN

Tetap
hadirkan
sosialisasi.
Para pelajar tengah mencoba
menggunakan teleskop untuk
melihat ke langit. Meskipun bukan berada di wilayah gerhana matahari total, LAPAN juga
tetap mengadakan sosialisasi
kepada para pelajar dan masyarakat. Ini sejalan dengan
program LAPAN untuk terus
memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat
dan stakeholder masa depan
mengenai pentingnya ilmu dan
teknologi keantariksaan.

37

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Fasilitas streaming. Selain bisa
mengikuti
proses
terjadinya
gerhana matahari sebagian,
masyarakat tetap bisa melihat
gerhana matahari total di lokasi-lokasi lain berkat adanya fasilitas streaming yang diadakan
baik secara langsung di titik-titik
pengamatan milik LAPAN maupun online (daring).

Foto : Dok. LAPAN

Sosialisasi GMS

Road show. Menyambut
peristiwa gerhana matahari 9 Maret 2016, para
personel LAPAN melakukan kunjungan ke berbagai sekolah di berbagai
jenjang
untuk
memberikan
informasi
dan pengetahuan terkait fenomena gerhana
matahari. Biasanya kunjungan ke sekolah-sekolah ini juga disertai sesi
simulasi praktek penggunaan alat-alat bantu
pengamatan,
seperti
teleskop, atau dengan
workshop
pembuatan
alat pengamatan seperti
kacamata gerhana dan
metode lubang jarum.

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

38

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMS
Sosialisasi kepada para
pelajar di SD dan SMP
YPPI 1 Surabaya sebelum terjadinya gerhana
matahari sebagian. Sosialisasi ini dibawakan
oleh tim LAPAN Pasuruan dan Surabaya
Astronomy Club dan
membahas astronomi,
khususnya
tentang
gerhana matahari. Kru
berita dari CNN Indonesia juga ikut meliput
kegiatan ini. Para murid
yang
didampingi
para guru mereka nantinya bergantian melihat matahari menggunakan teleskop maupun
kacamata matahari.
Foto : Dok. LAPAN

Edukasi dan Streaming GMT. Peserta terdiri dari siswa
beserta guru SD,
SMP, SMA antara
lain SD Karang Pamulang, SD Jaka Purwa, SMPN 13, SMPK
Trimulia, SMAN 22,
SMAK Bintang Mulia,
SMK Daarut Tauhid,
mahasiswa Universitas Telkom, mahasiswa
ITB
dan
masyarakat umum,
kurang lebih 100
orang.
Foto : Dok. LAPAN

39

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMS

Rapat Persiapan Sosialisasi dan Pemantauan/
Pengamatan Gerhana
Matahari di Parepare

Presentasi Materi Gerhana Matahari dan Pengarahan di Parepare

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

40

THE ECLIPSE - GMT

Sosialisasi GMS
Selain kalangan pelajar,
sosialisasi juga dilakukan
kepada masyarakat dari
berbagai kalangan. Baik
itu berupa koordinasi bersama pegawai pemerintah lembaga lain, komunitas pecinta astronomi dan
antariksa, warga yang penasaran mengenai gerhana matahari, hingga
kepada media massa. Di
ber-bagai kota, sosialisasi
ini dilakukan untuk memberikan informasi yang
benar mengenai gerhana
matahari, cara-cara dan
metode mengamati gerhana, serta mengurangi
rasa takut masyarakat
terhadap mitos-mitos gerhana matahari yang tidak
akurat.

41

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Sosialisasi GMS

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

42

THE ECLIPSE - GMT

Inside Indonesia CNN - Gerhana Maba LAPAN

Foto : Video CNN Indonesia

Foto : Video CNN Indonesia

Inside Indonesia CNN - Gerhana Maba LAPAN

Persiapan para peneliti

P

ara peneliti tentunya
tidak ingin tertinggal
dalam urusan gerhana, terutama LAPAN sebagai lembaga yang bergerak di bidang
keantariksaan. Sejak awal,
para peneliti LAPAN telah
mempersiapkan materi yang
akan diteliti saat terjadinya
gerhana.
Berkenaan dengan GMT,
tim LAPAN mengamati dan

43

mengambil data penelitian
di bidang radiasi cahaya matahari, ionosfer, geomagnet,
dan fotometri korona. Penelitian lain yang cukup unik
adalah pengamatan terhadap
perilaku fauna saat terjadinya gerhana matahari yang
dilakukan oleh Tim Gerhana dari Universitas Ahmad
Dahlan.

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Peralatan ‘tempur’ peneliti. Para peneliti dari
LAPAN mempersiapkan teleskop dan perlengkapan lainnya untuk meneliti gerhana matahari
total di Maba, Halmahera. Memastikan perlengkapan dalam kondisi prima merupakan
salah satu syarat utama dalam penelitian gerhana yang baik. Tanpa adanya instrumen yang
dipersiapkan dengan baik, perolehan data beresiko mengandung kekeliruan yang dapat berdampak pada kesalahan hasil penelitian.

Menanti Sang Gerhana di Khatulistiwa

Space Science Center - LAPAN di Ternate

Foto : Video Dok. LAPAN

Peneliti mempersiapkan teropong Vixen di Ternate, Maluku
Utara.

LAPAN menetapkan berbagai
tempat yang akan menjadi lokasi-lokasi utama dalam pengamatan
dan penelitian GMT. Lokasi-lokasi
tersebut di antaranya Maba (Halmahera), Parigi Moutong (Sulawesi),
Ternate, Palembang, Palangkaraya,
dan Pulau Belitung. Lokasi-lokasi
ini dinilai sebagai tempat terbaik
karena titik pandangnya dianggap
maksimal, sesuai dengan lintasan
gerhana, dan cuaca yang diperkirakan bersahabat pada saat pemantauan.
Untuk mendukung penelitian
tersebut, para peneliti dan teknisi
LAPAN juga mempersiapkan berbagai perlengkapan yang akan digunakan untuk memantau Gerhana
Matahari Total (GMT). Teleskop
Takahashi ‘Baby Q’, inder scope,
mounting Vixen AXD 2115, serta
controller Star Book Ten menjadi
salah satu paket andalan untuk mengamati gerhana. Rangkaian lainnya

adalah teleskon Lunt 70D dengan
mounting system iOptron Mini
Tower II beserta delektor digital
ZWO Optical dan ilter lensa khusus. Tentu saja, binokular juga tetap
digunakan untuk pengamatan dasar.
Tidak
hanya
bermodalkan
kamera dan teleskop canggih, para
peneliti LAPAN juga akan menggunakan bantuan komputer analitik untuk membantu mengukur
dan menginterpretasikan data yang
akan didapat. Selain itu, satelit LAPAN-A2/LAPAN-ORARI
yang
baru saja mengorbit tahun lalu
juga akan langsung bertugas untuk
memantau dan mendeteksi setiap
pergerakan dalam jalur gerhana.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

44

THE ECLIPSE - GMT

Para penelti gerhana. Kepala LAPAN Prof. Dr. Thomas
Djamaluddin menghadiri acara seminar mengenai
gerhana matahari di Universitas Tadulako, Palu, Sulawesi Tengah, satu hari sebelum gerhana terjadi. Dalam seminar tersebut, hadir pula para pembicara dari
mancanegara yang juga akan melakukan penelitian
gerhana pada tanggal 9 Maret 2016, di antaranya
Prof. Richard Gelderman dari Western Kentucky University (Amerika Serikat) dan Dr. Miquel Serra Ricart
dari Instituto de Astroisica de Canarias (Spanyol).

Foto : Dok. LAPAN

THE ECLIPSE - GMT

Skema Lokasi Pengamatan dan Penelitian
LAPAN

Bengkulu
Palembang

BMKG
Imah Noong
UPI
ITB
TPOA
TOASTI
Penjelajah Langit
UNAWE
JAC
HAAJ

Bangka
Belitung
Tanjung Pandan
(Belitung)
Pangkalan Bun
Palangkaraya
Balikpapan
Penajam (Kaltim)
Tanah Paser (Kaltim)
Palu
Parigi Moutong
Poso

UAD
Ternate
Langit Selatan

47

Maba

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Tersebar di berbagai lokasi. Dalam proses pengamatan dan penelitian gerhana matahari
total, LAPAN bekerja sama dan berkoordinasi
dengan berbagai komunitas, organisasi, universitas, dan lembaga pemerintah lainnya.
Agar bisa mendapatkan data dengan cakupan yang lebih luas, para peneliti disebar di
berbagai lokasi pengamatan. Para personel
dan peneliti LAPAN sendiri berada di tujuh
titik lokasi, yaitu Palembang, Belitung, Palangkaraya, Palu, Parigi Moutong, Halmahera,
dan Ternate. Tempat-tempat ini merupakan lokasi yang dilalui oleh lintasan gerhana matahari total dan penentuannya sudah dilakukan
sejak lama, sementara survei untuk penentuan
titik pengamatan dilakukan berbulan-bulan sebelum terjadinya gerhana.

Tamu Mancanegara
Gerhana Matahari Total merupakan
fenomena yang memiliki rentang
waktu sangat singkat (hanya beberapa menit) dan tidak selalu terjadi
secara reguler terutama di wilayah
ekuator. Tentu saja bagi para peneliti, setiap kesempatan mengamati GMT tidak dapat dilewatkan.
National Aeronautics and Space
Administration (NASA), lembaga
penelitian antariksa dari Amerika
Serikat, secara resmi mengirimkan
tim penelitinya untuk datang ke
Indonesia dan mengamati GMT.
Pengamatan NASA di Indonesia
tentunya melibatkan kerjasama dengan LAPAN dan beberapa lembaga
lainnya sebagai tuan rumah.
Memiliki fokus penelitian yang
kurang lebih serupa dengan LAPAN, tim NASA akan memfokuskan pengamatan mereka di Maba,
Pulau Halmahera, mengingat tempat tersebut merupakan lokasi yang
diprediksi mendapatkan titik pandang paling lama dan terbaik untuk

Menanti Sang Gerhana di Khatulistiwa

Foto : Dok. LAPAN

mengamati GMT 2016. Meski demikian,
beberapa peneliti NASA juga ditempatkan
di lokasi-lokasi lainnya untuk memperbanyak data pengamatan gerhana matahari.
Kehadiran para peneliti NASA di
Indonesia juga dimaksudkan sebagai
ajang percobaan konigurasi teleskop baru
milik mereka. Instrumen baru ini berfungsi mengukur suhu dan pergerakan material
di korona matahari, sehingga dapat memberikan informasi lebih jauh kepada para
peneliti yang mempelajari suhu atmosfer
dan permukaan matahari.
Teleskop baru milik NASA ini nantinya akan diterbangkan ke luar angkasa,
namun adanya GMT di Indonesia membuka kesempatan untuk uji coba dengan cara

yang lebih praktis dan tidak memakan terlalu banyak biaya. Percobaan ini sekaligus
mempersiapkan perlengkapan dan data
para peneliti NASA untuk mengamati gerhana matahari besar yang akan terlihat dari
wilayah Amerika Serikat di tahun 2017.
Selain dari Amerika Serikat, para peneliti dari negara lain juga turut serta dalam meramaikan pengamatan gerhana.
Tercatat Jepang, Malaysia, Jerman, Swedia, Australia, Rusia, dan Kanada juga
mengirimkan tim penelitian ke Indonesia,
dengan lokasi pilihan terbanyak berada di
Maba dan Ternate.

Pengalaman
langka di Kathulistiwa.
Rombongan warga
mancanegara yang
terdiri dari peneliti
dan wisatawan berpose untuk mengabadikan keberadaan
mereka di Palu, Maluku Utara setelah
usai mengamati gerhana matahari. Bagi
mereka,
gerhana
matahari total merupakan
fenomena
yang tidak dapat dilupakan dan menjadi
pengalaman langka
baik bagi peneliti veteran dan wisatawan
kasual sekalipun.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

48

THE ECLIPSE - GMT

Ekspedsi bersama. Sosialisasi mengenai gerhana matahari total
dengan tema The Space Series:
NASA-LAPAN Joint Eclipse Expedition to Halmahera di @america,
Paciic Place Mall, Jakarta. LAPAN
dan NASA menjalin kerjasama dengan melakukan eskpedisi bersama untuk menyongsong Gerhana
Matahari Total yang terjadi pada
09 Maret 2016 di Maba, Halmahera. Tim ekspedisi mengawali
kegiatan dengan menyelenggarakan Kegiatan yang dikemas dalam forum talkshow ini diisi dengan
pengenalan terkait GMT oleh para
ilmuwan NASA, dan pemaparan
LAPAN yang disampaikan Kepala
Pusat Sains Antariksa LAPAN, Dra.
Clara Yono Yatini, M.Sc. dan Ketua
Tim Ekspedisi Maba, Dr. Emanuel
Sungging Mumpuni.

49

THE ECLIPSE GMT - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Foto : Dok. LAPAN

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional - THE ECLIPSE GMT

50

THE ECLIPSE - GMT

Skema Lokasi
Skema
Lokasi Peneliti Luar Negri
Peneliti Luar Negri

Amerika Serikat
Belitung
Balikpapan
Tanah Grogot
Palu
Ternate
Halmahera Timur
Maba
51

Australia
Ternate
Maba
Austria
Ternate
Inggris
Palu
Ternate