Pendampingan masyarakat Desa Tasikmadu dalam upaya pengurangan risiko bencana hidrometeorologi melalui pemetaan partisipatif tata ruang desa dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) dan SID (Sistem Informasi Desa) sebagai media penyadaran masyarakat.

(1)

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) DAN SID (SISTEM INFORMASI DESA) SEBAGAI MEDIA PENYADARAN MASYARAKAT

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos)

Oleh : Desi Edian Sari

B02213010

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Desi Edian Sari, Nim. B02213010,2017. Pendampingan Masyarakat Desa Tasikmadu Dalam Upaya Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi Melalui Pemetaan Partisipatif Tata Ruang Desa Dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dan SID (Sistem Informasi Desa) Sebagai Media Penyadaran Masyarakat.

Penelitian pendampingan ini menggambarkan realitas kehidupan masyarakat desa yang dikepung ancaman bencana Hidrometeorologi dan potensi Tsunami. Tingginya kerentanan masyarakat diakibatkan oleh rendahnya kesadaran masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana, belum adanya tata kelola wilayah desa yang berbasis PRB dan belum efektifnya kelompok PRB tsunami yang sudah ada. Dua dampak utama akibat kerentanan ini ,yaitu: ketidaknyamanan hidup pada saat bencana belum terjadi dan tingginya kerugian material dan non material pada saat terjadi bencana. Tujuan dari pendampingan ini adalah untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi melalui pemetaan partisipatif tata ruang desa dengan SIG dan SID.

Pendekatan penelitian pendampingan ini dilakukan dengan menggunakan metode PAR (participatory action researh), yang menitikberatkan pada pelibatan masyarakat sebagai subjek penelitian secara penuh. Langkah-langkah dalam metode PAR yakni melakukan pemetaan awal, membangun hubungan kemanusiaan, penentuan agenda riset untuk perubahan sosial, pemetaan partisipatif, menentukan masalah kemanusiaan, menyusun strategi gerakan, pengorganisasian masyarakat, melancarkan aksi perubahan, membangun pusat-pusat belajar masyarakat, refleksi dan meluaskan skala gerakan serta dukungan.

Strategi yang digunakan untuk menyadarkan masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometodologi dibagi menjadi 3 tahapan, yakni melakukan penyadaran melalui pendidikan dengan membuat media pendidikan yang efektif (SIG), membangun jaringan kelompok PRB baru melalui relasi seluruh komponen desa dalam pembuatan SID dan mengadvokasi kebijakan tata kelola wilayah desa sesuai PRB. Dalam proses pendampingan ini, masyarakat mengambil peran sebagai perencana, pelaksana dan pengambil keputusan dalam menentukan tindakan selanjutnya secara penuh, sedangkan peneliti hanya sebagai fasilitator.

Melalui pendampingan pemetaan partisipatif tata ruang desa melalui SIG dan SID menghasilkan masyarakat ahli yang dapat menjadi pioneer dalam penyadaran kepada masyarakat lainnya. Hasil dari penelitian pendampingan ini adalah: meningkatnya kesadaran masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana hidrometeorologi, terbentuknya jaringan kelompok PRB baru melalui relasi seluruh komponen masyarakat Desa Tasikmadu, dan terbentuknya kebijakan pembangunan dalam tata ruang desa yang berbasis pada PRB berupa perdes dan perencanaan pembangunan jangka panjang yang diharapkan dapat menurunkan tingkat kerentanan bencana hidrometeorologi di Desa Tasikmadu.

Kata Kunci : Pendampingan, PRB Bencana HIdrometeorologi, Tata Ruang Desa, SIG dan SID.


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR GRAFIK ... xxi

DAFTAR TABEL ... xxii

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C.Tujuan Penelitian untuk Pemberdayaan ... 13

D.Manfaat Penelitian ... 13

E. Strategi Pemecahan Masalah dan Tujuan ... 14

1. Analisis Masalah ... 14

2. Analisis tujuan ... 20


(8)

F. Sistematika Pembahasan ... 25

BAB II KAJIAN TEORI DAN RISET TERKAIT A.Konsep Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi ... 29

1. Konsep Bencana Hidrometeorologi ... 29

2. Konsep Dasar Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ... 46

B. Urgensi SIG dan SID dalam Pengurangan Risiko Bencana ... 54

1. Konsep SIG dan SID ... 54

2. Langkah-langkah Membuat SIG ... 56

3. Hasil Akhir SIG dan SID untuk Pengurangan Risiko Bencana ... 60

C.Pengurangan Risiko Bencana dalam Perspektif Islam ... 72

D.Penelitian Terdahulu ... 81

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A.Pendekatan Penelitian ... 87

B. Prosedur Penelitian dan Pendampingan ... 93

C.Wilayah dan Subjek Dampingan ... 102

D.Teknik Pengumpulan Data ... 103

E. Teknik Validasi Data ... 106

F. Teknik Analisa Data ... 108

G.Jadwal Pelaksanaan Penelitian dan Pendampingan ... 109

H.Analisa Stakeholders ... 110

BAB IV DESA TASIKMADU : DESA DIKEPUNG BENCANA A.Kondisi Geografis yang Kurang Menguntungkan ... 114


(9)

C.Adat Sebagai Refleksi Kebencanaan ... 149

D.Desa Tasikmadu dan Beragam Program Pembangunan ... 154

BAB V PROBLEM KERENTANAN BENCANA DESA TASIKMADU A.Rendahnya Kesadaran Masyarakat ... 157

B. Belum Adanya Kebijakan Desa Dalam Tata Kelola Wilayah Berbasis PRB ... 163

C.Belum Efektifnya Kelompok Yang Dibentuk Untuk PRB ... 174

BAB VI DINAMIKA PROSES MEMBANGUN KESADARAN RISIKO BENCANA HIDROMETEOROLOGI A.Koordinasi dengan Pemerintah Desa ... 179

B. Bermasyarakat Melalui Inkulturasi ... 182

C.Pembentukan Tim Baru ... 187

D.Merumuskan Masalah Kemanusiaan ... 188

E. Belajar Bersama Masyarakat ... 190

BAB VII SIAP SIAGA MENGURANGI RISIKO BENCANA MELALUI SIG DAN SID A.Membangun Kesadaran Risiko Bencana dengan Mengubah Paradigma ... 195

B. Advokasi Kebijakan Tata Kelola Wilayah Menuju Desa Tangguh ... 229


(10)

BAB VIII MEMBANGUN KETANGGUHAN DESA BERSAMA MASYARAKAT

A.Refleksi Teoritik Dan Metodologi ... 238

B. Refleksi Aksi Pendampingan... 242

C.Pengurangan Risiko Bencana Dalam Perspektif Islam ... 246

BAB IXPENUTUP A.Kesimpulan ... 249

B. Saran ... 251

DAFTAR PUSTAKA ... 254


(11)

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Analisis Pohon Masalah Tentang Tingginya Kerentanan Masyarakat Desa Tasikmadu Terhadap Ancaman Bencana

Hidrometeorologi ... 15 Bagan 1.2 Analisis Pohon Harapan Tentang Rendahnya Kerentanan

Masyarakat Desa Tasikmadu Terhadap Ancaman Bencana

Hidrometeorologi ... 21 Bagan 1.3 Kerangka Berfikir dalam Pendampingan Upaya PRB Ancaman

Bencana Hidrometeorologi di Desa Tasikmadu ... 24 Bagan 6.1 Kerangka Berfikir dalam Pendampingan Upaya PRB Ancaman


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana di Provinsi Jawa Timur ... 2

Gambar 1.2 Peta Letak Desa Tasikmadu Dalam Peta Desa-Desa Provinsi Jawa Timur ... 5

Gambar 1.3 Peta Kontur Wilayah Desa Tasikmadu... 5

Gambar 1.4 Penampakan Kondisi Topografis Desa Tasikmadu dari Bukit... 6

Gambar 1.5 Peta Irisan Topografis Desa Tasikmadu ... 6

Gambar 1.6 Peta Kawasan Rawan Bencana Hidrometeorologi Desa Tasikmadu ... 9

Gambar 2.1 Tipologi Kawasan Rawan Banjir... 37

Gambar 2.2 Skema sub-sistem SIG ... 57

Gambar 2.3 Prediksi angin topan (Hurricane) dengan data Penginderaan Jauh (NOAA) ... 66

Gambar 2.4 Penginderaan Jauh dan SIG untuk penilaian kerusakan ... 68

Gambar 4.1 Penampakan Desa Tasikmadu ... 114

Gambar 4.2 Batas dan Luas Wilayah Desa Tasikmadu dilihat dari Tracking dan Peta Administrasi yang ada ... 115

Gambar 4.3 Jarak & orbitasi Desa Tasikmadu dari Pusat Kota dan Provinsi . 116 Gambar 4.4 Penampakan 3D kawasan Dan Posisi Pemukiman dari Arah Barat Daya ... 117

Gambar 4.5 Pemukiman Wilayah Pesisir ... 118

Gambar 4.6 Pemukiman Wilayah Pegunungan ... 123


(13)

Gambar 4.8 Pemukiman Wilayah Pertengahan ... 124

Gambar 4.9 Peta Sungai dan Titik Rawan Bencana Desa Tasikmadu ... 126

Gambar 4.10 Daerah RawanBanjir dengan Jarak 0-25 m dari Sungai ... 127

Gambar 4.11 Daerah Rawan Banjir dengan Jarak 25-100 m dari Sungai ... 128

Gambar 4.12 Daerah Rawan Banjir dengan Jarak 100-250 m dari Sungai ... 128

Gambar 4.13 Banjir Bandang 13 November 2016 ... 129

Gambar 4.14 Tanggul Jebol Akibat Banjir Bandang Tanggal 10 September 2016 ... 129

Gambar 4.15 Area RawanLongsorDusunKetawangdanGares ... 131

Gambar 4.16 BencanaLongsor di DusunGares ... 131

Gambar 4.17 Bencana Longsor di Dusun Gares di Ambil dari Bawah Bukit ... 132

Gambar 4.18 Percobaan Menghitung Jumlah Endapan Tanah Oleh Air Hujan ... 133

Gambar 4.19 Bencana Banjir Rob di Desa Tasikmadu ... 136

Gambar 4.20 Peta Bencana Banjir Rob Desa Tasikmadu ... 136

Gambar4.21 Peta Rawan Bencana Tsunami Desa Tasikmadu ... 137

Gambar 4.22 Peta Tutupan Lahan Desa Tasikmadu ... 142

Gambar 4.23 Peta Kepadatan Bangunan Desa Tasikmadu ... 142

Gambar 4.24 Peta Jalur Petunjuk Evakuasi... 143

Gambar 4.25 Peta Evakuasi Bencana Tsunami ... 143

Gambar 4.26 Wirausaha Pengolah Ikan ... 145


(14)

Gambar 4.28 Peta Persebaran Pulau-Pulau Kecil Desa Tasikmadu ... 150

Gambar 4.29 Pulau Solimo ... 150

Gambar 4.30 Upacara Larung Sembonyo ... 154

Gambar 4.31 Penampakan Desa Tasikmadu Dari Bukit Sebelah Timur ... 156

Gambar 5.1 Nelayan Memilah Sampah dan Ikan di Dalam Jaring ... 160

Gambar 5.2 Sampah yang Dibuang Warga di Sungai ... 160

Gambar 5.3 Tempat Pembuangan Sampah di Areal Sawah Dekat Aliran Irigasi ... 162

Gambar 5.4 Salah Satu Plang di Pinggir Sungai Rt 15 ... 163

Gambar 5.5 Penampakan Bentuk 3D Desa Tasikmadu dan Cabang Sungai ... 165

Gambar 5.6 Penampakan 3D dan Posisi Pemukiman dari Arah Barat Daya ... 166

Gambar 5.7 Peta Sungai dan Titik Rawan Bencana Desa Tasikmadu ... 166

Gambar 5.8 Penampakan Batas Wilayah dengan Cekungan Wilayah ... 167

Gambar 5.9 Kawasan Rawan Bencana Desa Tasikmadu ... 168

Gambar 5.10 Peta Tata Guna Lahan Desa Tasikmadu ... 171

Gambar 5.11 Kondisi Longsoran di Titik Kumpul Evakuasi Tsunami Diambil dari Atas Bukit... 177

Gambar 5.12 Kondisi Longsoran di Titik Kumpul Evakuasi Tsunami Diambil dari Jalan Desa... 178

Gambar 6.1 Acara Penerimaan Mahasiswa Pendampingan di Kantor Bapemas ... 179


(15)

Gambar 6.2 Koordinasi dengan Jogoboyo di PPN Prigi ... 182

Gambar 6.3 Inkulturasi dengan Masyarakat Desa Tasikmadu ... 183

Gambar 6.4 Assessment Kondisi Masyarakat ... 184

Gambar 6.5 Undangan Musyawarah Desa ... 187

Gambar 6.6 Penelusuran Lokasi Tanggul Jebol Bersama Masyarakat ... 191

Gambar 6.7 Penelusuran Lokasi Bencana Longsor Bersama Masyarakat ... 192

Gambar 7.1 Raster yang Telah dilapisi Plastik ... 196

Gambar 7.2 Proses Mapping di Atas Perahu ... 197

Gambar 7.3 Solimo Pulau Terluar Desa Tasikmadu ... 198

Gambar 7.4 Proses Mapping Batas Desa dan Dusun di Ujung Pantai Prigi ... 200

Gambar 7.5 Titik Rawan Longsor Dusun Ketawang ... 201

Gambar 7.6 Tanggul Jebol Akibat Banjir Bandang Dusun Ketawang... 202

Gambar 7.7 Kondisi Belakang Rumah Penduduk ... 202

Gambar 7.8 Proses Transek Bersama Masyarakat Lokal ... 203

Gambar 7.9 Proses Pembuatan Peta Kerawanan Bencana dengan Nelayan dan Subjek Dampingan... 205

Gambar 7.10 Proses PembuatanPetaKerawananBencanadengan Perhutani ... 206

Gambar 7.11 Proses Pembuatan Peta Kerawanan Bencana dengan Masyarakat Lokal ... 207

Gambar 7.12 Proses Koordinasi dengan Subjek Dampingan Terkait Teknis Pembagian dan Pengisian Form Survey Penduduk ... 207


(16)

Gambar 7.13 Proses Pengisian Form Survey Bersama Subjek Dampingan

Dan Masyarakat ... 208

Gambar 7.14 Proses Input Data dari Form Survey ... 209

Gambar 7.15 Proses Pelatihan Pembuatan SID dengan Masyarakat di RT 24A ... 211

Gambar 7.16 Proses Pelatihan Pembuatan SID dengan Masyarakat di RT 24A ... 211

Gambar 7.17 Peta Rawan Bencana Hasil Pembuatan SIG dan SID ... 212

Gambar 7.18 Percobaan Menghitung Jumlah Endapan Tanah Oleh Air Hujan ... 214

Gambar 7.19 Sumber Pemenuhan Kebutuhan Air Masyarakat ... 216

Gambar 7.20 Peta Area Sangat Rawan Banjir Ketawang dan Gares ... 224

Gambar 7.21 Peta Area Sangat Rawan Banjir Karanggongso ... 225

Gambar 7.22 Peta Area Rawan Banjir Ketawang dan Gares ... 225

Gambar 7.23 Peta Area Rawan Banjir Karanggongso ... 226

Gambar 7.24 Peta Area Agak Rawan Banjir Ketawang dan Gares ... 226

Gambar 7.25 Peta Area Agak Rawan Banjir Karanggongso ... 227

Gambar 7.26 Agenda Rapat Perencanaan Pembangunan ... 232

Gambar 7.27 Sosialisasi Kepada Masyarakat Terkait Rencana Pembangunan Di Dusun Ketawang ... 233

Gambar 7.28 Sosialisasi Kepada Masyarakat Terkait Rencana Pembangunan Di Dusun Gares dan Karanggongso ... 233


(17)

Gambar 7.30 Pengecoran Jembatan ... 235 Gambar 7.31 Rencana Pembuatan Sungai Baru di Area Tergenang

Banjir ... 236 Gambar 7.32 Proses Penjelasan SID ... 237 Gambar 7.33 Proses Pembentukan Tim PRB Baru ... 237


(18)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Jumlah Isian Survey Tentang Risiko Bencana Per-Rumah

Tangga ... 158

Grafik 5.2 Tempat Pembuangan Sampah RumahTangga ... 161

Grafik 5.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ... 169

Grafik 5.4 Jumlah Penduduk Penyandang Cacat Fisik... 169


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Klasifikasi Kelas Rawan Bencana ... 3

Tabel 2.1 Jarak Pemukiman dengan Sungai ... 37

Tabel 2.2 Elemen Kunci Manajemen Bencana (Key elements of Disaster Management) ... 60

Tabel 2.3 Konsep Fikih Lingkungan dalam Beberapa Aspek Kehidupan... 75

Tabel 2.4 Membedakan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dikaji ... 82

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Pemberdayaan ... 109

Tabel 3.2 Analisa Stakeholder ... 110

Tabel 4.1 Sejarah Kejadian Bencana Hidrometeorologi di Dusun Ketawang ... 119

Tabel 4.2 Jarak Pemukiman dengan Sungai ... 126

Tabel 4.3 Timeline Kejadian Gempa yang Terasa Di Desa Tasikmadu ... 138

Table 4.4 Pembagian Dukuh Desa Tasikmadu ... 145

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Desa Tasikmadu Menurut Usia ... 146

Table 4.6 Jumlah Penduduk Cacat Mental dan Fisik Desa Tasikmadu... 148


(20)

Table 8.1 Hasil Monitoring dan Evaluasi dalam Kegiatan Pemetaan Partisipatif untuk Penyadaran Risiko Bencana... 244


(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Selama 15 tahun terakhir, tren bencana di Indonesia didominasi oleh bencana hydrometeorology. Dari data Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa peningkatan kejadian bencana dari tahun 2002 hingga 2015 sebanyak 1681 kejadian yang 95% nya merupakan bencana hidrometeorologi.1 Bencana yang melanda hampir ke seluruh wilayah Indonesia ini, juga menjalar hingga ke Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Selama kurun waktu 10 tahun terakhir, bencana ini selalu menjadi ancaman nyata yang terus membayang-bayangi kehidupan masyarakat Desa Tasikmadu.2

Selain terancam untuk terdampak bencana hidrometeorologi, desa ini juga merupakan salah satu kawasan pesisir Selatan yang berpotensi tinggi terhadap ancaman bencana Tsunami.3 Di Kabupaten Trenggalek, ada 3 Kecamatan yang berisiko terdampak tsunami yaitu Kecamatan Watulimo, Panggul dan Munjungan. Posisi ketiga kecamatan ini dinilai sangat rentan terdampak bencana tsunami karena pemukiman penduduk berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Hal ini juga diamini oleh Joko Rusianto, Kepala BPBD Trenggalek yang mengatakan bahwa “Selain pesisir Watulimo, ada dua kawasan pesisir lain yang berisiko

1

Nabilla Tashandra, 15 Tahun Terakhir, tren bencana di Indonesia meningkat.dilansir dari www.kompas.com. Dilihat pada 9 Desember 2016

2

Wawancara dengan Ali Maskun (42 tahun) pada tanggal 26 November 2016 pukul 09.00 WIB di Balai Desa Tasikmadu

3 Ibid.


(22)

terdampak jika bencana tsunami benar-benar terjadi, yakni Kecamatan Panggul dan Munjungan.”. 4

Oleh karena itu, sebagai salah satu desa yang berada di pesisir pantai dan dikelilingi oleh bukit, desa ini memiliki potensi tinggi terdampak beberapa jenis bencana secara bersamaan. Hal ini juga diperkuat dengan status desa yang masuk dalam wilayah Kabupaten Trenggalek dengan kategori indeks kerawanan bencana yang cukup tinggi, yakni rangking 41 nasional dengan skor sebesar 94 dalam tabel Indeks Rawan Bencana Indonesia Provinsi Jawa Timur periode 2010/2011.5 Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini.

Gambar 1.1

Peta Indeks Rawan Bencana di Provinsi Jawa Timur

Sumber: Indeks Rawan Bencana Indonesia 2010/2011

4

Joko Sutopo, 2015 dalam Destyan H. Sujarwoko, Trenggalek Gelar Simulasi Mitigasi Bencana Tsunami yang dapat di akses di www.antarajatim.com/lihat/berita/158852/trenggalek-gelar-simulasi-mitigasi-bencana-tsunami/

5


(23)

Dengan melihat peta di atas, dapat diketahui bahwa tingkat kerawanan bencana untuk desa-desa di seluruh Provinsi Jawa Timur besarnya hampir sama dengan sebaran kategori yang merata. Hal ini berdasarkan informasi yang ditunjukkan oleh peta berupa jumlah kejadian, jumlah korban meninggal, jumlah korban luka-luka, jumlah kerusakan rumah dan jumlah kerusakan fasum serta infrastruktur. Untuk memudahkan dalam membaca kategori kerawanan tersebut, berikut adalah identifikasi klasifikasi arti warna Kelas Rawan Bencana:

Tabel 1.1

Klasifikasi Kelas Rawan Bencana

Skor Total Kelas Kategori Rawan Bencana

5 1 Rendah

6 - 35 2 Sedang

36 - 139 3 Tinggi

Sumber: Indeks Rawan Bencana Indonesia 2010/2011

Sesuai dengan skor yang dimiliki oleh Desa Tasikmadu, desa ini memiliki warna merah yang termasuk dalam kategori kerawanan tinggi. Tingkat kerawanan ini merupakan satu acuan yang diharapkan dapat memberikan informasi memadai bagi masyarakat di Desa Tasikmadu dengan mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Masyarakat desa ini sangat membutuhkan informasi akurat terkait perubahan kondisi alam yang semakin sulit untuk diprediksikan. Dalam kehidupan sehari-harinya masyarakat selalu bersinggungan dengan alam dan ancaman bencana.6

Akibat perubahan iklim yang terjadi secara terus-menerus dan banyak menimbulkan bencana, tentunya memberikan pengaruh yang sangat kuat untuk

6

Wawancara dengan Dukut (66 tahun) pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00 WIB di Dusun Karanggongso (kediaman beliau)


(24)

kondisi kehidupan masyarakat Desa Tasikmadu, baik dalam hal ekonomi maupun dalam hal kebencanaan. Jika hal ini terus berlanjut tanpa ada perubahan kondisi yang cukup signifikan, maka masyarakat Desa Tasikmadu hanya memiliki dua pilihan, yakni turut beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang semakin memburuk atau melakukan aksi perubahan untuk pencegahan.7

Terdapat permasalahan yang fundamental dalam kondisi kebencanaan di Desa Tasikmadu, yakni tingginya ancaman bencana hidrometoeorologi diikuti juga oleh tingginya kerentanan masyarakat desa dalam menghadapi ancaman bencana ini. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung, yakni kondisi geografis yang kurang menguntungkan, kondisi demografis yang mengalami overcapacity, kepercayaan adat sebagai penolak bencana dan serangan program pemerintah yang tidak dimobolisasi untuk kesejahteraan desa.

Dalam kaitannya dengan kondisi geografis yang kurang menguntungkan, kondisi geografis desa ini dapat diuraikan sebagai berikut. Secara geografis, Desa Tasikmadu terletak pada kuadran 111043’08” dan 111060’80” Bujur Timur (BT) serta 8014’43” dan 8024’00” Lintang Selatan (LS), seperti gambar 1.2 berikut.

7

Wawancara dengan Hartadi (45 tahun) pada tanggal 2 November 2016 pukul 10.00 WIB di Kantor desa Tasikmadu


(25)

Gambar 1.2

Peta Letak Desa Tasikmadu dalam Peta Desa-Desa Provinsi Jawa Timur

Sumber: Diolah dari Hasil Data Peta Desa Oleh Tim Pemetaan Desa Tasikmadu Menggunakan media QGIS

Kondisi topografis desa ini cukup landai dengan titik tertinggi 510 mdpl berada di sebelah timur Dusun Gares dan titik terendah mencapai 1 mdpl terletak di ujung selatan Dusun Ketawang. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1.3

Peta Kontur Wilayah Desa Tasikmadu

Sumber: Diolah dari Hasil Data Peta Desa Oleh Tim Pemetaan Desa Tasikmadu Menggunakan media QGIS


(26)

Jika ditarik satu garis lurus dari titik terendah ke titik tertinggi, maka irisan topografis Desa Tasikmadu akan tampak seperti gambar 1.4 dan 1.5 berikut:

Gambar 1.4

Penampakan Kondisi Topografis Desa Tasikmadu Dari Bukit

Sumber:Dokumentasi Pribadi Peneliti

Seperti yang dapat dilihat dari gambar di atas, desa ini berada diantara pegunungan dan laut, yang tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dari karakteristik desa di kecamatan lain yang hanya didominasi oleh pegunungan.

Sumber: Diolah dari Hasil Data Peta Desa Oleh Tim Pemetaan Desa Tasikmadu Menggunakan media Global Mapper

Pemukiman yang letaknya hanya beberapa meter dari bibir pantai,yakni antara 3-10 meter dengan keitnggian 2 – 7 mdpl. Sangat memungkinan untuk

Pusat Pemukiman (Pusat Desa)

Lokasi: 111043’46”BT – 8016’49”LS Ketinggian: 2-7 m

Gambar 1.5

Peta Irisan Topografis Desa Tasikmadu

Titik terendah (bibir pantai) Lokasi: 111043’23”BT – 8017’13”LS

Ketinggian: 1,2m

Puncak bukit di Timur Laut DesaLokasi: 111044’44” BT

-8015’50.37” LS Ketinggian: 510 m


(27)

terkena banjir rob ketika air laut pasang dan sungai tidak cukup untuk menampung air tawar dan air laut secara bersamaan, maka air tersebut akan tumpah dan menggenangi pemukiman warga. Seperti yang diungkapkan oleh Imam Mahfud (46 tahun), ia mengatakan “Yo banjir kuwi, kali ne ra tek kuat gawe nampung banyu segara pasang pas wayah udan. Dadi kali kuwi kan kebek banyu gunung, nah, banyu segara iku ra iso melbu, akhir e yo tumpah neng pemukiman.8” (Ya banjir itu, sungainya tidak kuat untuk menampung air laut saat pasang dan waktu hujan. Jadi, sungai kan penuh dengan air gunung, nah, air laut itu tidak bisa masuk, akhirnya air tumpah ke pemukiman warga).

Kejadian banjir ini bukan hanya 1 kali saja, melainkan sudah terjadi selama beberapa kali setiap sungai tidak mampu menampung air hujan dari gunung dan air pasang dari laut. Hal ini pula yang menyebabkan air itu tumpah dan menggenangi pemukiman warga. Selain itu, air banjir menggenangi areal persawahan dan merugikan para petani. Dampak dari kejadian bencana ini adalah aktivitas sehari-hari masyarakat terganggu, sekolah terpaksa diliburkan, dan roda ekonomi desa terhenti untuk sementara. Bencana juga berdampak pada kegiatan pelayanan di kantor desa, padahal pelayanan di desa ini setiap harinya sangat padat melebihi desa-desa lain. Hal ini disebabkan oleh jumlah penduduk desa yang mencapai sekitar 14 ribu jiwa dan setiap hari selalu ada masyarakat maupun penduduk dari luar yang mengurus surat-menyurat di desa ini. Selain itu, bencana juga berdampak pada sektor pariwisata, yang mana membuat para wisatawan

8

Hasil Wawancara dengan Imam Mahfud (40 tahun), di Balai desa, pada tanggal 9 Desember 2016


(28)

membatalkan keberangkatannnya ke Desa Tasikmadu dan mencari alternatif lain untuk berlibur.

Hal ini juga diamini oleh Supangat (52 tahun), yang mengatakan bahwa banjir rob melebar sampai lapangan, dekat rusunawa sampai ke belakang hotel prigi.

Dadi tekan dalan ngarep iku nganti mburi hotel prigi, tapi ra nganti ngarep hotel, mung mburi ne iku. Lah sing seseh kono, iku sampek lapangan, iyo, rusunawa , ya iku, bener. Yo 2 wulan kuwi lah. Oktober, yo barengan karo banjir nang ngarep balai Desa iki.9

(Jadi dari depan jalan itu sampai belakang hotel prigi, tapi ndak sampai depan hotel, Cuma belakangnya itu. Lah yang sebelah sana, itu sampai lapangan, yo, rusunawa, ya itu, benar. Ya, 2 bulan yang lalu itu lah. Oktober, ya berbarengan dengan banjir bandang di depan balai desa ini.)

Selain banjir rob, Desa Tasikmadu juga sering mengalami banjir bandang yang merupakan bencana tahunan, atau banjir menahun. Ada dua sungai besar yang menjadi sumber banjir di areal pemukiman warga, yakni sungai Wancir dan Sungai Pesu. Besarnya debit air yang mengalir ketika hujan tiba dan tersumbatnya aliran sungai oleh bambu roboh atau material lain yang dibawa oleh air gunung, serta jembatan yang terlalu rendah merupakan faktor utama terjadinya banjir ini.

Selanjutnya, penyebab lain dari kondisi ini adalah kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pola hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungannya. Masyarakat tahu dan sadar bahwa bencana banjir yang terjadi tidak terlepas dari perilaku mereka sehari-hari, yang sebagian besar masih membuang sampah di saluran air (parit) dan juga membuang sampah langsung ke sungai. Sepanjang sungai Desa Tasikmadu, baik Jalur sungai besar maupun sungai kecil kerap ditemui sampah yang berserakan dan memenuhi permukaan sungai.

9


(29)

Beberapa masyarakat bahkan secara terang-terangan berani membuang sampah di sungai saat siang hari. Padahal berbagai spanduk dan plang peringatan sudah di pasang di beberapa titik 3 dusun, namun masyarakat masih saja bersifat naif dan seolah-olah tidak mengetahui apa-apa.10

Gambar 1.6

Peta Kawasan Rawan Bencana Hidrometeorologi Desa Tasikmadu

Sumber: Diolah dari Hasil Data Peta Desa dan FGD Oleh Tim Pemetaan Desa Tasikmadu Menggunakan media QGIS

10

Wawancara dengan Siti Tsamrotul Yaningah (36 tahun) pada tanggal 10 Desember 2016 pukul 12.30 WIB di Kantor Desa Tasikmadu

Bencana longsor di Dusun Ketawang (area titik kumpul)

Tanggul Jebol akibat sungai tersumbat bambu roboh

Bencana banjir menahun Dusun Ketawang


(30)

Akibatnya, beragam bencana hidrometeorologi semakin cepat terjadi dan melanda desa ini. Selain kondisi geografis yang dikelilingi oleh bukit dan dekat dengan pantai. Faktor dari manusia juga merupakan faktor besar yang harus digali lebih dalam. Bagaimana kegiatan masyarakat sehari-hari dapat berimplikasi pada kondisi kebencanaan yang ada. Selanjutnya, satu faktor vital yang tidak dapat diabaikan adalah faktor kebijakan pembangunan yang belum didasarkan pada upaya-upaya pengurangan risiko bencana.

Permasalahan bencana ini tidak serta merta menjadi masalah tunggal yang dapat diselesaikan hanya dari satu aspek. Melainkan merupakan masalah yang cukup kompleks dan harus diuraikan lebih rinci demi mendapatkan solusi untuk beberapa aspek yang saling berkaitan. Jika berbicara perihal kebencanaan, maka di sana ada aspek kehidupan yang saling berkaitan, diantaranya aspek pendidikan, ekonomi, kesehatan, pembangunan, tata ruang wilayah, kekuasaan dan asset masyarakat. Dalam hal ini, penguraian lebih lanjut akan dibahas di bab tersendiri terkait mengurai problem kerentanan bencana Desa Tasikmadu.

Selain itu, permasalahan yang ada di Desa Tasikmadu ini menuntut peneliti untuk berfikir bahwa banyak bencana yang sebenarnya datang dari ulah tangan manusia sendiri, yang mana sesuai dengan ayat Al-Qur’an berikut ini:

َرَ َظ

ُد َسَفۡلٱ

يِ

ييََ

ۡلٱ

َو

يرۡحَ

ۡٱ

ۡ

ييدۡي

أ ۡ َ َسَك َ يب

َ

يس َنٱ

َضۡعَب ُ َقيي ُ يِ

يي

َٱ

َ

ي َع

َن ُعيجۡرَي ۡ ُ

َ َعَل ْا ُ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)


(31)

perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” QS. Ar-Rum Ayat 41.11

Seperti yang kita ketahui, bahwa peningkatan GRK (gas rumah kaca) yang menyebabkan perubahan cuaca sedramatis ini sebagian besar disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya penggunaan bahan bakar fosil untuk transportasi, industri, listrik, perubahan tata guna lahan, deforestasi, kemudian kebakaran hutan.12 Meski kita sadar bahwa bencana merupakan kehendak alam dan sebagian besar akibat ulah kita sendiri. Namun upaya-upaya untuk terhindar dari bencana juga merupakan sebuah kewajiban dalam Islam, hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini.

َل َق ٍ يب َث يِ

َ

أ ُ ْب ُ يي َح يَِ ََْخ

َ

أ َل َق ُ َ ْعُش َ َثَدَح َرَ ُع ُ ْب ُصْفَح َ َثَدَح

يي يبَنا ْ َع اًدْعَس

ُثييدَ ُُ ٍدْيَز َ ْب َ َم َسُأ ُ ْعي َس َل َق ٍدْعَس َ ْب َ ييهاَرْبيإ ُ ْعي َس

يإ

َل َق ُ َنَأ َ َ َسَو ي ْيَ َع ُ ََا ََ َص

اَذِ َه ُ ُخْدَت َََف ٍضْر

َ

أيب ين ُع َطل يب ْ ُتْعي َس اَذ

َ

ََو اًدْعَس ُثييدَ ُُ ُ َتْعي َس َ ْن

أ ُ

َ

ْ ُقَ َ ْ يم ا ُجُرْ ََ َََف َ يب ْ ُتْنَأَو ٍضْرَأيب َعَ َو

ْ َعَن َل َق ُهُريكْ ُي

“Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Umar telah menceritakan kepada kami Syu'bah dia berkata; telah mengabarkan kepadaku Habib bin Abu Tsabit dia berkata; saya mendengar Ibrahim bin Sa'd berkata; saya mendengar Usamah bin Zaid bercerita kepada Sa'd dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: "Apabila kalian mendengar lepra di suatu negeri, maka janganlah kalian masuk ke dalamnya, namun jika ia menjangkiti suatu negeri, sementara kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri tersebut." Lalu aku berkata; "Apakah kamu mendengar Usamah menceritakan hal itu kepada

11

Departemen Agama Republik Indonesia, Mushaf Marwah, (Jakarta: Penerbit JABAL, 2009), Hal.

12

Puthut EA, Bencana Ketidakadilan: Refleksi Pengurangan Resiko Bnecana di Indonesia,


(32)

Sa'd, sementara Sa'd tidak mengingkari perkataannya Usamah?" Ibrahim bin Sa'd berkata; "Benar.".” (HR. Shahih Bukhari No. 5287)13

Hal itu bertujuan, agar risiko atau korban yang ditimbulkan oleh bencana wabah itu bisa ditekan sedikit mungkin. Sama halnya dengan bencana pada umumnya, kita harus bisa menekan segala celah yang dapat memicu bencana tersebut terjadi untuk langkah pengurangan risiko bencana.

Selanjutnya untuk menganalisa kondisi, tingkat kerawanan, ancaman bencana hidrometeorologi, risiko terdampak, kerentanan dan lainnya akan dijelaskan dan dilengkapi dengan gambar-gambar yang diolah melalui SIG dan SID. Dari paparan masalah di atas, maka peneliti bersama masyarakat Desa Tasikmadu kemudian membuat beberapa perencanaan aksi untuk memudahkan dalam proses penyadaran terkait ancaman bencana hidrometeorologi. Proses pendampingan ini diharapkan dapat memberikan perubahan yang positif bagi kehidupan seluruh masyarakat Desa Tasikmadu di masa mendatang. Serta perencanaan aksi yang dibuat dapat direalisasikan menjadi program-program pembangunan berdasarkan PRB dalam jangka panjang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

1. Bagaimana kondisi kerentanan masyarakat Desa Tasikmadu terhadap ancaman bencana hidrometeorologi?

13

Abu Ahmad as Sidokare, Kitab Shahih Bukhari dalam format chm 3 desember 2009. Bab Lepra (Kusta)


(33)

2. Bagaimana strategi yang efektif untuk pengurangan risiko bencana Hidrometeorologi di Desa Tasikmadu?

3. Bagaimana hasil yang dicapai dalam penerapan SIG dan SID sebagai strategi pengurangan risiko bencana hidrometeorologi di Desa Tasikmadu?

C. Tujuan Penelitian untuk Pemberdayaan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi kerentanan masyarakat Desa Tasikmadu terhadap ancaman bencana Hidrometeorologi

2. Untuk menganalisis dan menerapkan strategi yang efektif untuk pengurangan risiko bencana Hidrometeorologi di Desa Tasikmadu .

3. Untuk mengetahui hasil yang dicapai dalam penerapan SIG dan SID sebagai strategi pengurangan risiko bencana hidrometeorologi di Desa Tasikmadu. D. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penulisan di atas maka penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam beberapa hal sebagai berikut :

1. Secara Teoritis

a. Sebagai tambahan referensi tentang pengetahuan yang berkaitan dengan pendampingan masyarakat dalam penyadaran risiko bencana hidrometeorologi pada program studi Pengembangan Masyarakat Islam, b. Sebagai tugas akhir perkuliahan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi

program studi Pengembangan Masyarakat Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.


(34)

2. Secara Praktis

a. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan awal informasi penelitian sejenis,

b. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi mengenai pemetaan partisipatif tata ruang wilayah desa dengan SIG dan SID sebagai media penyadaran bencana hidrometeorologi.

E. Strategi Pemecahan Masalah dan Tujuan 1. Analisis Masalah

Fokus pemberdayaan ini menitikberatkan pada pelibatan secara penuh masyarakat Desa Tasikmadu (subjek dampingan) dalam upaya pengurangan risiko bencana hidrometeorologi. Sehingga seluruh subjek dampingan mampu mengambil peran masing-masing dalam segala proses sebagai masyarakat ahli yang mampu melakukan perubahan sosial untuk permasalahan yang mereka hadapi dan juga mereka dapat menyadarkan masyarakat yang lainnya dengan mandiri setelah proses pendampingan ini selesai. Perubahan kondisi kerentanan terhadap bencana hidrometeorologi di Desa Tasikmadu secara utuh dan berkelanjutan adalah tujuan dari upaya pendampingan ini. Berikut ini adalah fokus penelitian dan pendampingan yang digambarkan dalam analisa pohon masalah tentang tingginya kerentanan masyarakat Desa Tasikmadu terhadap ancaman bencana hidrometeorologi, sebagai berikut:


(35)

Bagan 1.1

Analisis Pohon Masalah Tentang Tingginya Kerentanan Masyarakat Desa Tasikmadu Terhadap Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Sumber: Diolah dari Hasil FGD dengan Sutarmin, Edi Nurhuda dan Sunani tanggal 29 Oktober 2016 di Dusun Karanggongso

Dari paparan analisis pohon masalah di atas, permasalahan inti yang dihadapi oleh masyarakat Desa Tasikmadu adalah tingginya kerentanan

Tingginya Kerentanan Masyarakat Desa Tasikmadu Terhadap Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Dampak saat terjadi bencana Tingginya kerugian material, non

material dan kemasyarakatan

Ketidaknyamanan hidup dalam bayang-bayang bencana

Dampak sebelum terjadi bencana

Belum efektifnya kelompok yang dibentuk untuk PRB Belum adanya kesadaran tentang risiko bencana hidrometeorologi

Belum adanya kebijakan desa dalam tata kelola wilayah desa yang berbasis

PRB

Belum ada yang mengadvokasi pembuatan

kebijakan tata kelola wilayah berbasis PRB Belum

berfungsinya kelompok tangguh

bencana Tsunami desa untuk PRB

Belum ada yang menginisiasi adanya advokasi kebijakan tata kelola wilayah berbasis

PRB Belum ada yang

menginisiasi keberfungsian

kelompok Belum ada media

pendidikan yang efektif untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi

Belum ada yang menginisiasi adanya

media pendidikan yang efektif tentang

risiko bencana hidrometeorologi


(36)

masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi. Hal ini tentunya memiliki dampak yang negatif terhadap kehidupan masyarakat Desa Tasikmadu. Terdapat dua dampak yang ditimbulkan dengan adanya kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi ini, yakni sebagai berikut:

Pertama, ketidaknyamanan hidup karena dalam bayang-bayang bencana, saat sebelum terjadi bencana masyarakat akan hidup dalam ketakutan karena sewaktu-waktu dapat menjadi korban saat bencana terjadi.

Kedua, Tingginya potensi kerugian baik material dan non-material saat bencana benar-benar terjadi. Berikut adalah beberapa dampak yang akan dialami masyarakat saat bencana benar-benar terjadi:

a) Tingginya angka kerugian material dan non material. Ancaman bencana (hazard) tentu saja tidak akan serta merta menjadi bencana jika tidak bertemu dengan kerentanan. Namun, ketika kerentanan masyarakat terhadap sebuah ancaman alami sangat tinggi. Maka pada titik bencana tersebut terjadi, masyarakat tidak akan mampu untuk membendung dampak yang akan terjadi. Dampak dari bencana yang paling sering terjadi adalah korban jiwa dan kerusakan aset atau properti. Hal ini juga bisa menjadi semakin buruk jika tingkat kerentanan masyarakat sangat tinggi. Jika melihat kondisi saat ini, masyarakat Desa Tasikmadu belum memiliki kapasitas yang memadai untuk menghadapi bencana hidrometeorologi yang dapat datang sewaktu-waktu. Oleh karena itu, sangat besar potensi untuk tingginya angka kematian dan kerusakan fasilitas.


(37)

b) Hilangnya mata pencaharian. Mata pencaharian merupakan satu aspek vital bagi kehidupan seorang manusia. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, manusia sangat bergantung pada keberadaan mata pencaharian. Melihat dari segi historis kebencanaan, bencana hidrometeorologi dapat menyebabkan beberapa sumber mata pencaharian masyarakat hilang. Salah satunya adalah kejadian gagal panen akibat bencana banjir rob yang merendam areal persawahan warga. Hilangnya mata pencaharian ini juga otomatis akan berimbas pada penurunan kualitas hidup masyarakat dan dampak lebih jauhnya adalah meningkatnya kemiskinan dan banyaknya pengangguran.

c) Penurunan derajat kesehatan masyarakat. Dalam kejadian bencana, terutama bencarna hidrometeorologi. Hal yang utama adalah kesehatan para pengungsi. Tidak dapat dipungkiri, dalam wilayah yang terdampak bencana hidrometeorologi akan sangat berpotensi untuk membuat derajat kesehatan semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh cepatnya penyebaran bakteri dan kuman di areal pengungsian. Hal ini biasa terjadi di daerah dengan tingkat wilayah terdampak cukup besar dan atau wilayah terdampak yang dekat dengan saluran air atau pemukiman kumuh.

d) Tingginya dampak psikososial pasca bencana. Tidak dapat dipungkiri ketika terjadi bencana, kerugian material maupun non material akan memberikan dampak pada kondisi psikis masyarakat. Tidak jarang sebuah bencana akan menyisakan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat. Terutama jika bencana tersebut menyapu habis properti yang dimiliki ataupun menelan


(38)

banyak korban jiwa. Oleh karena itu, dampak ini memang lebih banyak terjadi baik pada anak-anak maupun orang dewasa.

Selanjutnya penyebab tingginya kerentanan masyarakat Desa Tasikmadu ada tiga, yakni sebagai berikut:

a) Belum Adanya Kesadaran Tentang Risiko Bencana Hidrometeorologi

Hidup berdampingan dengan bencana memnag sudah menjadi hal biasa bagi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Desa Tasikmadu. Bencana banjir tahunan maupun tanah longsor ibarat sudah menjadi kejadian biasa dan sekilas. Tipe banjir yang merupakan luapan air sungai saat hujan dan surut hanya dalam beberapa jam saja membuat bencana ini tergolong dalam banjir bandang (flash flood). Dimana banjir ini memiliki debit puncak yang melonjak dengan tiba-tiba dan menyurut kembali dengan cepat.14

Karena karakteristik banjir yang seperti ini sering tidak terduga luapannya, masyarakat harus selalu waspada dan melihat perkembangan debit air di sungai maupun genangan air di daratan. Seringkali bencana banjir bandang terjadi secara tiba-tiba dan membuat masyarakat yang tidak siap siaga menjadi sasaran empuk terdampak bencana. Oleh karena itu, hal ini bisa meningkatkan risiko kerugian material dan non material semakin besar. Jika tidak ada perubahan yang signifikan, kondisi ini akan membuat masyarakat yang terdampak banjir akan sama seperti sebelumnya, atau bahkan lebih buruk lagi.

Mayoritas masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai, justeru membuang sampah di sungai dan menyebabkan penumpukan sampah dan membuat kondisi

14

_______, Pedoman Pembuatan Peta Rawan Longsor dan Banjir Bandang Akibat runtuhnya Bendungan Alam, 20012, Kementrian Pekerjaan Umum, Hal. 1.


(39)

bencana semakin parah, sampah itu akan terbawa ke pemukiman dan membuat genangan air semakin lama surut. Perlunya pengetahuan tentang bencana hidrometeorologi adalah sebuah upaya untuk menyadarkan masyarakat bahwa dengan mengurangi faktor risiko, bencana akan bisa dihindari atau bahkan ditiadakan.

b) Belum Efektifnya Kelompok Yang Dibentuk Untuk PRB

Sejalan dengan kegiatan simulasi mitigasi bencana tsunami pada 2012 lalu, dibentuk lah sebuah kelompok bencana yang diharapkan dapat menjadi inisiator kegiatan-kegiatan terkait kebencanaan di Desa Tasikmadu. Sehingga dibentuklah sebuah kepengurusan.Namun karena pembentukan kelompok yang terkesan asal pilih dan tanpa didasari dengan pemahaman yang kuat, akhirnya kelompok ini tidak dapat berjalan sesuai harapan.

Terlebih lagi, kelompok menjadi vakum dan tinggal nama saja akibat tidak adanya upaya untuk mengumpulkan kembali dan melakukan kegiatan bersama. Ditambah lagi masyarakat yang merasa kelompok belum terlalu penting akibat belum sadarnya tentang ancaman bencana baik tsunami maupun bencana hidrometeorologi. Maka diperlukan sebuah upaya untuk mengumpulkan kembali atau membentuk kembali kelompok baik dengan anggota yang sama maupun dengan mengganti seluruh anggota.

c) Tidak Adanya Tata Kelola Wilayah Desa Yang Berbasis PRB

Tata kelola wilayah Desa Tasikmadu selama ini masih belum didasari dengan analisis kebencanaan, ditambah lagi dengan kebijakan-kebijakan terdahulu yang membuat pembangunan tidak dirancang dengan maksimal. Serta


(40)

ketidakmampuan untuk mengubah pola pemukiman maupun drainase yang terintegrasi. Sehingga membuat kerentanan masyarakat menjadi semakin tinggi. Areal pemukiman yang tidak berpola dan saling berdempetan seperti pemukiman di perkotaan menjadi ciri khas dari pola pemukiman di desa ini.

Semakin banyak jumlah penduduk juga membuat lahan semakin berkurang. Bahkan saat ini sudah banyak sekali bangunan-bangunan baru yang difungsikan sebagai tempat penginapan (kost) bagi pekerja “boro” dari berbagai daerah. Oleh karena itu, perencanaan manipulasi pembangunan sangat diperlukan untuk meminimalisir risiko bencana hidrometeorologi ini.

2. Analisis Tujuan

Ketiga faktor tersebut adalah penyebab utama tingginya kerentanan masyarakat Desa Tasikmadu terhadap ancaman bencana hidrometeorologi terjadi. Selama ini belum ada pihak yang menginisiasi untuk melakukan pemecahan masalah tersebut. Karena memang belum ada kesadaran untuk melakukan upaya pengurangan risiko bencana bersama masyarakat. Setiap permasalahan seharusnya diselesaikan dan dicari poin permasalahannya, pada uraian ini akan dijelaskan beberapa langkah yang dilakukan oleh fasilitator bersama masyarakat sebagai langkah untuk mencari dan memberikan solusi terhadap problem yang menimpa masyarakat Desa Tasikmadu. Berikut uraian tindakan yang dilakukan oleh peneliti bersama masyarakat dalam melakukan upaya pemecahan masalah dalam menghadapi kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi. Analisa pohon harapan atau hirarki analisa tujuannya sebagai berikut:


(41)

Bagan 1.2

Analisis Pohon Harapan Tentang Rendahnya Kerentanan Masyarakat Desa Tasikmadu Terhadap Ancaman Bencana Hidrometeorologi

Sumber: Diolah dari Hasil FGD dengan Sutarmin, Edi Nurhuda dan Sunani tanggal 29 Oktober 2016 di Dusun Karanggongso

Dengan mengetahui paparan problem di atas (lihat Bagan 1.1), maka peneliti dan masyarakat membuat analisa tujuan yang tergambar untuk

Rendahnya Kerentanan Masyarakat Desa Tasikmadu Terhadap AncamanBencana Hidrometeorologi

Kondisi saat terjadi bencana Rendahnya kerugian material, non

material dan kemasyarakatan

Kenyamanan hidup karena bebas dari bayang-bayang bencana

Kondisi sebelum terjadi bencana

Efektifnya kelompok yang

dibentuk untuk PRB Adanya kesadaran

tentang risiko bencana hidrometeorologi

Adanya kebijakan desa dalam tata kelola wilayah

desa yang berbasis PRB

Ada yang mengadvokasi pembuatan kebijakan tata

kelola wilayah berbasis PRB

Berfungsinya kelompok tangguh

bencana Tsunami desa untuk PRB

Ada yang menginisiasi adanya advokasi kebijakan tata kelola wilayah berbasis

PRB Ada yang menginisiasi keberfungsian kelompok Ada media pendidikan yang efektif untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi Ada yang menginisiasi adanya media pendidikan yang efektif tentang

risiko bencana hidrometeorologi


(42)

merumuskan bersama tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam proses pendampingan ini. Berikut uraian tujuan pendampingan: Rendahnya Kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana hidrometeorologi merupakan tujuan inti dari pemberdayaan ini. Tujuan ini ditunjang oleh beberapa tujuan dasar lainnya. Faktor yang dibutuhkan untuk mecapai tujuan inti ini ada 3, yakni:

1. Ada yang menginisiasi pembuatan media pendidikan yang efektif tentang ancaman bencana hidrometeorologi. Faktor penunjang ini sangat dibutuhkan untuk menyadarkan masyarakat bahwa bencana hidrometeorologi merupakan ancaman nyata yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan memudahkan masyarakat dalam menilai sendiri bagaimana kapasitas mereka dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi.

2. Ada yang menginisiasi pembentukan jaringan kelompok baru atau mengefektifkan kelompok PRB yang sudah ada. Faktor penunjang ini dapat menciptakan inisiator dan pioneer dalam melakukan upaya penyadaran kebencanaan dan pengurangan risiko bencana hidrometeorologi. Dengan adanya wadah dan mengefektifkan tupoksi struktur yang sudah ada merupakan salah satu tindakan yang sangat aplikatif dan sesuai untuk melakukan perubahan secara berkelanjutan. Jalur koordinasi yang efektif ini nantinya dapat memudahkan dalam membentuk kelompok baru yang lebih ahli dalam melakukan upaya perubahan yang lebih baik.

3. Ada yang menginisiasi adanya advokasi kebijakan dalam tata kelola wilayah desa berbasis PRB. Faktor penunjang ini dapat memberikan dua manfaat sekaligus bagi masyarakat Desa Tasikmadu, yakni adanya perencanaan


(43)

pembangunan yang terkontrol dan terencana dengan matang, serta terhindarnya masyarakat dari ancaman bencana hidrometeorologi dengan skala dampak yang tinggi. Proses ini nantinya akan dilakukan dengan membuat analisa berdasarkan SIG dan SID untuk mencapai tujuan ini. Dengan perencanaan pembangunan serta manipulasi dalam pembangunan aliran sungai baru, nantinya tentu saja akan sangat menguntungkan bagi masyarakat yang selama ini menjadi sasaran empuk bencana hidrometeorologi.

4. Analisis Strategi Program

Dengan melihat paparan tujuan diatas, maka dapat digambarkan bahwa pertama dengan adanya kesadaran tentang risiko bencana hidrometeorologi melalui pembuatan media pendidikan yang efektif maka akan didapatkan masyarakat ahli yang akan menjadi pioneer dalam proses penyadaran selanjutnya, kedua dengan adanya pembangunan jaringan kelompok baru akan memudahkan dalam koordinasi terkait kegiatan perencanaan lanjutan untuk upaya pengurangan risiko bencana karena memiliki wadah tetap, ketiga, dengan adanya advokasi kebijakan akan memudahkan dalam proses perencanaan pembangunan jangka panjang dan upaya untuk menciptakan system yang berkelanjutan dalam penanganan bencana. Selanjutnya, untuk memperjelas alur pikiran peneliti dalam mencapai tujuan-tujuan yang ada bersama masyarakat, berikut adalah kerangka berfikir dalam penelitian pendampingan ini:


(44)

Bagan 1.3

Kerangka Berfikir dalam Pendampingan Upaya PRB Ancaman Bencana Hidrometeorologi di Desa Tasikmadu

Sumber: Diolah dari Hasil FGD dengan H. Riyono, Hartadi, Sutarmin, Edi Nurhuda dan Sunani tanggal 2 November 2016 di Kantor Desa Tasikmadu

Dengan adanya kerangka berfikir tersebut, akan menjadikan proses pendampingan masyarakat ini mejadi lebih jelas dan terarah. Sehingga dapat mencapai tujuan utama melalui tahapan-tahapan analisis yang sesuai dengan

Masalah Harapan Proses Hasil

1.Masyaraka t belum mempunyai kesadaran tentang risiko bencana hidrometeor ologi 1.Adanya kesadaran tentang risiko bencana hidrometeorolo gi 2.Terbentuknya jaringan kelompok baru untuk PRB atau kembali kelompok yang dibentuk untuk PRB 3.Adanya kebijakan desa dalam tata kelola wilayah desa yang berbasis PRB Pembuatan SIG dan SID sebagai media pendidikan efektif dalam penyadaran ancaman bencana Hidrometeorolog i. 1. Subjek dampingan dapat menjadi pioneer penyadaran bencana masyarakat Desa Tasikmadu 2. Belum Efektifnya Kelompok Yang Dibentuk Untuk PRB Dengan melakukan pemetaan partisipatif tata

ruang wilayah desa untuk rencana pembangunan sesuai PRB 2.Perencanaan pembangunan Desa dianggarkan sesuai basis analisa PRB 3. Belum adanya kebijakan desa dalam tata kelola wilayah desa yang berbasis PRB Dan pembentukan peraturan desa tentang Kebersihan Lingkungan oleh Pemerintah Desa Tasikmadu sebagai upaya PRB 3. bertambahnya kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana hidrometeorol ogi


(45)

konteks problem, harapan dan kondisi yang ada di masyarakat. Selain itu juga, dari kerangka berfikir tersebut, akan memudahkan peneliti dan masyarakat untuk melakukan evaluasi bersama dengan lebih detail dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan ke depannya.

F. Sistematika Pembahasan

Adapun susunan atau sistematika dalam skripsi yang mengangkat tema tentang pemetaan partisipatif tata ruang dalam pengurangan risiko bencana menggunakan SIG dan SID ini adalah:

BAB I Pendahuluan, pada bab ini peneliti membahas tentang pendahuluan, yang mecakup analisis awal mengapa mengangkat tema penelitian ini, fakta dan realita secara induktif di latar belakang, didukung dengan rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta juga sistematika pembahasan untuk membantu mempermudah pembaca dalam memahami secara ringkas penjelasan mengenai isi BAB per BAB.

BAB II Kajian Teori dan Riset terkait, pada bab ini peneliti membahas tentang teori-teori yang relevan dengan tema penelitian yang diangkat. Diantaranya Pengarusutamaan pengurangan risiko bencana hidrometeorologi, konsep dasar PRB, Urgensi SIG dan SID. Serta kaitan antara Pengurangan Risiko bencana dengan Islam.

BAB III Metodologi Penelitian Aksi Partisipatif, pada bab ini peneliti menjelaskan tentang metodologi penelitian yang digunakan. Yakni dengan pendekatan PAR, dimana pendekatan ini bertujuan untuk menyingkap realitas di lapangan secara detail dan mendalam. Aksi yang dilakukan berdasarkan masalah


(46)

yang terjadi secara real di lapangan bersama-sama masyarakat secara partisipatoris. Disertai juga dengan penjelasan subjek dampingan,analisa stakeholder, dan jadwal pelaksanaan pendamapingan.

BAB IV Desa Tasikmadu : Desa Dikepung Bencana, pada bab ini peneliti memberikan gambaran umum lokus penelitian pendampingan. Yang dipaparkan peneliti pada BAB ini adalah: bagaimana realitas yang terjadi di Desa Tasikmadu, kondisi demografis, kekayaan alam dan budaya serta keagamaan masyarakatnya.

BAB V Problem Kerentanan Bencana Desa Tasikmadu, pada bab ini peneliti menguraikan realitas dan fakta yang didapat di lapangan terkait tingginya ancaman bencana hidrometeorologi yang ditopang dengan kondisi georgafis yang kurang menguntungkan serta kerentanan dari segi kemanusiaan, kelembagaan dan kebijakan pembangunan yang belum didasari dengan upaya pengurangan risiko bencana yang sudah disinggung secara singkat di BAB I dan BAB IV.

BAB VI Dinamika Proses Membangun Kesadaran Risiko Bencana Hidrometeorologi, dalam bab ini peneliti menjawab masalah berdasarkan analisis inti masalah yang telah disajikan dalam BAB V. Ada beberapa sub bahasan, diantaranya adalah SIG dan SID sebagai media penyadaran risiko bencana hidrometeorologi, merumuskan masalah bersama masyarakat, dan perencanaan membuat media penyadaran berupa peta 2D. Sebagian dari aksi nyata yang sudah terencana dalam tahapan metode penelitian sosial Participatory Action Research (PAR).

BAB VII Siap Siaga Mengurangi Risiko Bencana Melalui SIG dan SID, pada bab ini peneliti menyajikan bagaimana akhir dari penelitian yang dilakukan


(47)

oleh peneliti, menjawab keberhasilan atas aksi menyadarkan masyarakat dalam menilai ancaman bencana hidrometeorologi, menghasilkan perdes kebersihan lingkungan, serta perencanaan jangka panjang terkait pembangunan. Semua keberhasilan dari proses pendampingan akan dipaparkan dalam bentuk gambar dan tabel untuk memudahkan pembaca memahami keberhasilan penyadaran bencana melalui SIG dan SID.

BAB VIII Membangun Ketangguhan Desa Bersama Masyarakat, peneliti dalam bab ini membuat sebuah catatan refleksi atas penelitian dan pendampingan upaya Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi di Desa Tasikmadu dari awal sampai akhir. Dimulai dari pentingnya pengetahuan dan keinginan untuk berubah, pentnya ilmu pemberdayaan masyarakat dalam konteks sekarang. Pentingnya pendampingan masyarakat dalam upaya pengurangan risiko bencana hidrometeorologi.serta juga diceritakan beberapa catatan peneliti pada saat penelitian dalam mendampingi pemetaan tata ruang wilayah sebagai bagian dari aksi nyata melalui metode penelitian partisipatif.

BAB IX Penutup, pada bab yang terakhir ini peneliti membuat kesimpulan yang bertujuan untuk menjawab dari rumusan masalah, dari tingginya kerentanan masyarakat Desa Tasikmadu terhadap ancaman bencana hidrometeorologi. Dan juga strategi yang efektif untuk pemecahan masalah yang dialami oleh masyarakat Desa Tasikmadu melalui Pemetaan tata ruang desa dengan SIG dan SID dan juga keberhasilan dari strategi ini secara ringkas. Peneliti juga membuat saran-saran kepada beberapa pihak yang semoga nantinya peneliti berharap dapat


(48)

dipergunakan sebagai acuan untuk dapat diterapkan demi pembangunan wilayah desa dan sistem pemerintahan desa yang lebih baik lagi di masa mendatang.


(49)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN RISET TERKAIT

A. Konsep Pengurangan Risiko Bencana Hidrometeorologi 1. Konsep Bencana Hidrometeorologi

Salah satu penyebab bencana yang paling fenomenal dan paling berdaya jangkau luas–menjalar ke seluruh permukaan bumi dan ruang diatasnya –adalah perubahan iklim akibat pemanasan global. 15 Perubahan iklim secara terus-menerus dan terjadi secara signifikan inilah yang mengakibatkan munculnya bencana hydrometeorology yang menjalar hingga seluruh dunia. Sebelum membahas konsep bencana hidrometeorologi, berikut adalah definisi singkat dari bencana ini:

a. Bencana

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.16

b. Hidrometeorologi

Hidrometeorologi dapat didefinisikan sebagai ilmu fenomena atmosfir. Ini termasuk studi tentang kelembaban di atmosfer termasuk bentuk dan curah hujannya, dan karenanya tumpang tindih dengan sebagian bidang hidrologi. 15

Puthut EA & Nurhadi Sirimorok,Bencana Ketidakadilan: Refleksi Pengurangan Risiko Bencana di Indonesia, (Yogyakarta: INSISTPress, 2010), Hal. 16.

16

UU Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentangPenanggulangan Bencana Pasal 1 Ayat 1. Hal 2.


(50)

Dengan demikian, hidrometeorologi adalah cabang hidrologi, yang berhubungan dengan air di atmosfer. Definisi baru-baru ini dan luasnya adalah: hidrometeorologi adalah bagian dari hidrologi yang berkaitan dengan air di atmosfer dan permukaan. Terobosan dalam hydrometeorologydicapai pada paruh kedua abad ke-20. Karya-karya Shaw, Brunt, Bruce dan Clark, Chow and Hoes patut untuk disebutkan.17

c. Ancaman Bencana Hidrometeorologi

PBB mendefinisikan ancaman hidrometeorologi sebagai sebuah proses atau fenomena dari astmosferik, hidrologis, atau oseanografis yang pada dasarnya dapat menyebabkan kehilangan nyawa, luka-luka atau dampak kesehatan lainnya, kerusakan properti, kehilangan mata pencaharian dan pelayanan, gangguan sosial dan ekonomi, atau kerusakan lingkungan.18.

Ancaman bencana hidrometeorologi meliputi topan, kekeringan, banjir, gelombang panas, hujan salju tebal, badai, dan gelombang badai, tapi dapat juga meningkat pada ancaman bencana lain, seperti wabah, tanah longsor, wabah belalng, dan kebakaran hebat.19

17

Madan Mohan Das & Mimi Das Saikia,Hydrology, (New Delhi: PHI Learning Private Limit,2009), Hal. 6.

18

USAID,Hidrometeorological Hazard Sector Update, dalam Laporan Fiscal Year 2016. Hal. 1.

19


(51)

d. Bencana hidrometeorologi

Bencana hidrometeorologi (bencana alam meteorologi) adalah bencana alam yang berhubungan dengan iklim.20 Bencana hidrometeorologi berupa banjir, longsor, puting beliung, gelombang pasang, dan kekeringan.21

Berbagai studi telah menunjukkan bahwa ancaman bencana hidrometeorologi – iklim, cuaca dan bencana yang berhubungan dengan air seperti topan, kekeringan dan banjir terhitung untuk angka terbesar dari bencana alam di seluruh dunia dan mempengaruhi lebih banyak orang daripada jenis ancaman bencana alam lainnya. Kekeringan, suhu ekstrim, banjir dan badai menghasilkan sebanyak kurang lebih 600.000 kematian, berdampak pada lebih dari 3 milyar orang, dan menyebabkan kurang lebih estimasi 2 trilyun dollar dalam kerusakan ekonomi antara rentang tahun 1994 hingga 2013. Dalam 4 dekade terakhir, jumlah laporan dari bencana tersebut telah mencapai hampir lima kali lipat, dari sebanyak 750 insiden anatara 1971 dan 1980 menjadi 3500 kejadian pada rentang tahun antara 2000 hingga 2010.22

Berikut definisi bencana-bencana yang masuk dalam kategori bencana ini:

a. Banjir

Banjir adalah meluapnya aliran sungai akibat air melebihi kapasitas tampungan sungai sehingga meluap dan menggenangi dataran atau daerah yang

20

Sri Nurhayati Qodriatun,Bencana Hidrometeorologi Dan Upaya Adaptasi Perubahan Iklim, dalamInfo Singkat Kesejahteraan SosialVol. V, No. 10/II/P3DI/Mei/2013. Hal. 9. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI).

21

Ibid.

22


(52)

lebih rendah di sekitarnya23.Banjir umumnya terjadi pada saat aliran air melebihi volume air yang dapat ditampung dalam sungai, danau, rawa, drainase maupun saluran air lainnya pada selang waktu tertentu. Masyarakat yang tinggal disekitar sungai atau daerah pantai yang landai merupakan masyarakat yang paling berisiko terhadap ancaman banjir. Semakin dekat tempat tinggal kita dengan sumber banjir, semakin besar risiko kita terkena banjir.

Banyak faktor menjadi penyebab terjadinya banjir. Namun secara umum Kodoatie, Robert J. & Sugiyanto membagi penyebab terjadinya banjir dalam 2 kategori yaitu banjir yang diakibatkan oleh sebab alam dan manusia.24 Yang termasuk sebab-sebab alam diantaranya adalah:

1) Curah hujan

Indonesia mempunya iklim tropis sehingga sepanjang tahun mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim penghujan, curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan banjir di sungai dan bilamana melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

2) Pengaruh fisiografis

Fisiografis atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah aliran sungai (DAS), kemiringan sungai geometrik hidrolik (bentuk penampang seperti lembah, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai), lokasi sungai dan lain-lain.

23

Ella Yulaelawati&Usman Syihap,Mencerdasi Bencana Banjir, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), Hal. 4

24

Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief,Tata Ruang Air,(Yogyakarta : C.V Andi Offset, 2010). Hal. 78-79


(53)

3) Erosi dan Sedimentasi

Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas daya tampung sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mempengaruhi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga menjadi masalah besar pada sungai-sungai besar di Indonesia.

4) Kapasitas sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tebing sungai yang berlebihan dan sedimentasi di sungai itu karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat.

5) Kapasitas drainasi yang tidak memadai

Hampir semua kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi kawasan genangan yang tidak memadai sehingga daerah kota-kota tersebut menjadi langganan banjir di musim hujan.

6) Pengaruh air pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik (backwater).

Sebab-sebab banjir karena tindakan manusia adalah : 1) Pengaruh kondisi DAS

Perubahan DAS seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk


(54)

masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang ada, perubahan tataguna lahan memberikan kontribusi yang besar terhadap naikya kulitas dan kuantitas banjir.

2) Kawasan kumuh

Perumahan kumuh yang terdapat disepanjang bantaran sungai, dapat merupakan penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh dikenal sebagai faktor penting terhadap masalah banjir daerah perkotaan.

3) Sampah

Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan tidak baik, umumnya mereka langsung membuang sampah ke sungai. Di kota-kota besar hal ini sangat mudah dijumpai. Pembungan sampah di alur sungai dapat meningkatkan muka air banjir karena memperlambat aliran.

4) Drainasi lahan

Drainasi perkotaan dan pengembangn pertanian pada daerah bantuan banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi. 5) Bendung dan bangunan air

Bendung dan bangunan lain seperti pilar jembatan dapat meningkatkan elevasi muka air karena efek aliran balik (backwater)

6) Kerusakan bangunan pengendali banjir

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengandali banjirsehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas air


(55)

7) Perencanaan sistem pengendali banjir tidak tepat

Beberapa sistem pengendali banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir-banjir besar. Sebagai contoh bangunan tanggul sungai yang tinggi, lapisan pada tanggul pada waktu terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan kecepatan aliran yang sangat besar yang melalui bobolnya tanggul sehingga menimbulkan banjir yang besar.

Menurut Isnugroho yang dikutip oleh Pratomo, kawasan rawan banjir merupakan kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristik penyebab banjir, kawasan tersebut dapat dikategorikan menjadi empat tipologi sebagai berikut25:

1) Daerah Pantai.

Daerah pantai merupakan daerah yang rawan banjir karena daerah tersebut merupakan dataran rendah yang elevasi permukaan tanahnya lebih rendah atau sama dengan elevasi air laut pasang rata-rata (mean sea level) dan tempat bermuaranya sungai yang biasanya mempunyai permasalahan penyumbatan muara

2) Daerah Dataran Banjir(Floodplain Area).

Daerah dataran banjir(Floodplain Area) adalah daerah di kanan-kiri sungai yang muka tanahnya sangat landai dan relatif datar, sehingga aliran air menuju sungai sangat lambat yang mengakibatkan daerah tersebut rawan terhadap banjir baik oleh luapan air sungai maupun karena hujan local. Kawasan ini umumnya 25

Agus Joko Pratomo,Analisis Kerentanan Banjir di Daerah Aliran Sungai Sengkarang Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Dengan Bantuan Sistem Informasi Geografis, 2008, hal 15.


(56)

terbentuk dari endapan lumpur yang sangat subur sehingga merupakan daerah pengembangan (pembudidayaan) seperti perkotaan, pertanian, permukiman dan pusat kegiatan perekonomian, perdagangan, industri, dll.

3) Daerah Sempadan Sungai.

Daerah ini merupakan kawasan rawan banjir, akan tetapi, di daerah perkotaan yang padat penduduk, daerah sempadan sungai sering dimanfaatkan oleh manusia sebagai tempat hunian dan kegiatan usaha sehingga apabila terjadi banjir akan menimbulkan dampak bencana yang membahayakan jiwa dan harta benda.

4) Daerah Cekungan.

Daerah cekungan merupakan daerah yang relatif cukup luas baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Apabila penatan kawasan tidak terkendali dan sistem drainase yang kurang memadai, dapat menjadi daerah rawan banjir.


(57)

Gambar 2.1

Tipologi Kawasan Rawan Banjir

Sumber:Agus Joko Pratomo, dalam Analisis Kerentanan Banjir Di Daerah Aliran Sungai Sengkarang Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Dengan Bantuan

Sistem InformasiGeografis,2008

Klasifikasi Jarak dari Sungai untuk Banjir, menurut Asep Purnama, dibagi menjadi tiga yaitu wilayah sangat rawan banjir, rawan banjir dan agak rawan banjir dengan jarak sebagai berikut26:

Tabel 2.1

Jarak Pemukiman dengan Sungai

No Jarak Dari Sungai Tingkat Kerawanan

1 0-25m Sangat rawan

2 >25-100m Rawan

3 >100m-250m Agak Rawan

Sumber : Asep Purnama dalam Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografi,2008

Ancaman banjir yang semakin sering terjadi pada lahan sawah dapat menyebabkan berkurangnya luas area panen dan produksi padi, serta produktivitas dan kualitas hasil. Penilaian kerusakan difokuskan kepada pertanian

26

Asep Purnama,Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografi, 2008.Hal. 22.

DAERAH PANTAI

DAERAH DATARAN BANJIR

DAERAH SEMPADAN SUNGAI


(58)

yang terkena dampak bencana.27 Secara matematis, nilai kerusakan dihitung dengan:

D = A x P

Keterangan:

D = Nilai kerusakan pada aset-aset fisik (Damage)

A = Area terdampak/luasan aset fisik yang terdampak (Affected area)

P = Harga pasar yang berlaku (Price)

b. Tanah Longsor

Tanah Longsor merupakan istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan bentuk dan proses yang melibatkan gerakan tanah, batu-batuan atau puing-puing ke arah bawah atau keluar lereng di bawah pengaruh gravitasi bumi.28

Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng. Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.29

27

Iqbal Putut Ash Shidiq,Penilaian Kerusakan Dan Kehilangan Pada Lahan Pertanian Pasca erupsi Gunung api Merapi 2010 Di DAS Gendol, 2012. Hal, 16.

28

Ella Yulaelawati&Usman Syihap,Mencerdasi Bencana Banjir, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2008), Hal. 31.

29

_____,Pengenalan Gerakan Tanah, ESDM , dapat diakses di

https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Gerakan_Tanah.pdf, diakses pada 30 November 2016.


(59)

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban j jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.30

1) Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2) Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. 3) Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.

4) Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung terutama

30


(60)

di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5) Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6) Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

Biasanaya bencana tanah longsor akan didahului oleh munculnya gejala, namun banyak juga bencana tanah longsor yang tidak terlihat gejalanya dan tidak terdeteksi. Oleh karena itu, mengetahui gejala yang nampak merupakan salah satu


(61)

hal yang wajib diketahui untuk membuat perkiraan bahwa ada kemungkinan daerah itu akan mengalami longsor atau tidak. Gejala-gejala tersebut ialah:

1) Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing. 2) Biasanya terjadi setelah hujan.

3) Munculnya mata air baru secara tiba-tiba. 4) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

Diantara penyebab terjadinya tanah longsor pada suatu wilayah, ialah sebagai berikut:

1) Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan. Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui


(62)

tanah yang merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah. 2) Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

3) Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

4) Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada lereng yang terjal.


(63)

5) Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

6) Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah menjadi retak.

7) Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

8) Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya


(64)

adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

9) Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.

10) Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah. 11) Bekas longsoran lama

Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:

a) Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda b) Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatifteba karena

tanahnya gembur dan subur.

c) Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai. d) Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

e) Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran lama.


(65)

f) Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil

g) Longsoran lama ini cukup luas.

12) Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

a) Bidang perlapisan batuan

b) Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

c) Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.

d) Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak melewatkan air (kedap air).

e) Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat. f) Bidang- bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi

sebagai bidang luncuran tanah longsor.\ 13) Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air tanah sangat kurang.

14) Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120 orang lebih meninggal.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari buku:

Afandi, Agus. dkk. Modul Participatory Action Research. Surabaya : LPPM UIN Sunan Ampel. 2014.

Ahmad, Abu as Sidokare, Kitab Shahih Bukhari Bab Lepra (Kusta) dalam format chm3 desember 2009.

AshShidiq, Iqbal Putut,Penilaian KerusakanDan Kehilangan Pada Lahan Pertanian Pasca erupsi Gunung api Merapi 2010Di DAS Gendol. 2012. Bin Ismail bin Ibrahim Al-Mughirah Al-Bukhari,Muhammad, Sahih Al-Bukhari,

Hadits 2370.Kairo: Dar Al-Sya’ab. 1987.

Brita, Mokelsen, Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Yogyakarta: Yayasan Obor. 2003.

Daud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani,Abu, Sunan Abi Daud. Beirut: Dar Al- Kitab Al-‘Arabi, t.t.

Daniel, Moehar dkk,. PRA (Participatory Rural Apraisal). Jakarta : PT Bumi Aksara 2008.

Das, Madan Mohan & Saikia, Mimi Das. Hydrology .New Delhi: PHI Learning Private Limit. 2009.

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: Jabal. 2009 Departemen Agama RI. Mushaf Marwah. Bandung: Jabal. 2009

EA,Puthut.Bencana Ketidakadilan: Refleksi Pengurangan Resiko Bnecana di Indonesia. Yogyakarta: INSISTPress. 2010.

Howard,D. A. Drainage Analysis in Geologic Interpretation: Asummation. AAPG Bulletin. 1967.

I Wayan Gede Eka Saputra, Analisis Risiko Bencana Tanah Longsor di Kecamatan Sukasadi Kab. Buleleng.

Johnson,Ian,Gis Applications in Archaeologgy: A short course. Colloquiuum XIIth Congress (Forli), Archaeological Computing, 1996.


(2)

Sengkarang Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah Dengan Bantuan Sistem Informasi Geografis, 2008

Kafle, Shesh kanta dan Zubair Murshed, Participant’s Workbook, Community- Based Disaster Risk Management For Local Authoritis, 2006.

Kodoatie, Robert J. dan Roestam Sjarief, 2010.Tata Ruang Air.Yogyakarta : C.V Andi Offset (penerbit ANDI).

LPM IAIN Sunan Ampel Surabaya, Modul Pelatihan Kuliah Kerja Nyata Bersama Desa Model Berkelanjutan Tahun 2009

MacDonald, Cathy Understanding Participatory Action Research:A Qualitative Research Methodology Option . Canadian Journal of Action Research. 2012.

Muhadjir, Noeng Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. 1996.

Pius, A. Partan dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola.2006.

Prahasta,E, Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Penerbit Informatika, 2001.

Purnama,Asep ,Pemetaan Kawasan Rawan Banjir Menggunakan Sistem Informasi Geografi, 2008.

Rudito, Bambang dan Famiola, Melia.Social Mapping.Bandung :Rekayasa Sains. 2013.

Saptanti, Rahayu,dkk, Nuansa Geografi 3: untuk SMA/MA Kelas XII. Jakarta: PT. Widya Duta Grafika. 2009.

Sudjono, Anas.Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2003.

Sukarni, Fikih Lingkungan Hidup, Banjarmasin: Antasari Press. 2011 Tan, Jo Hann &Topatimasang, Roem. Mengorganisir Rakyat (Refleksi

Pengalaman Pengorganisasian Rakyat di Asia Tenggara). Yogyakarta: SEAPCP dan INSISTPress 2004.

Yulaelawati, Ella &Syihap, Usman. Mencerdasi Bencana Banjir. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 2008.


(3)

____, Ancaman Alami, Bencana Tidak alami: Ekonomi untuk pencegahan yang efektif. Jakarta: Salemba Empat. 2012.

_______, Pedoman Pembuatan Peta Rawan Longsor dan Banjir Bandang Akibat Runtuhnya Bendungan Alam. Kementrian Pekerjaan Umum. 2012.

Sumber dari jurnal:

Kurniawan, Erva dkk, Kajian Kebutuhan Tempat dan Jalur Evakuasi Di PPN Prigi, Disampaikan pada Konferensi Nasional IX Pengelolaan

Sumberdaya Pesisir, Laut dan Pulau-pulau Kecil, 2014.

Imam A Sadisun, Peran dan Fungsi Standard Operational Procedure dalam Mitigasi dan Penanganan Bencana di Jawa Barat, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung 2-3 Desember 2004.

Sri Nurhayati Qodriatun, Bencana Hidrometeorologi Dan Upaya Adaptasi Perubahan Iklim , Info Singkat Kesejahteraan Sosial Vol. V, No. 10/II/P3DI/Mei/2013.Hal. 9. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI).

USAID, Hidrometeorological Hazard Sector Update, Laporan Fiscal Year 2016.

Sumber dari dokumen:

BNPB. Indeks Rawan Bencana Indonesia. 2011.

BNPB, Info Bencana, Informasi Kebencanaan Bulanan Teraktual Edisi April 2013.

BNPB, Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012.2012.

Data Monografi Desa Tasikmadu Tahun 2016 ESCAP, _______, 2008.

PERKABNPB No 11 tahun 2008 tentang pedoman rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

UU Republik Indonesia No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 Ayat 13.


(4)

UU Republik Indonesia nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 1 Ayat 1.

Sumberdari internet:

Eddy ___ Sistem Informasi Geografis, Doktafia, 2009. (AK-01125), dapat diakses di http://doktafia.staff.gunadarma.ac.id//

Greeners.co ,

http://www.greeners.co/berita/89-persen-bencana-hidrometeorologi-terjadi-indonesia-sepanjang-2016/ , diakses pada 5 November 2016

Herman Subagyo, Tahun ini Bencana di Trenggalek Mencapai 163 Peristiwa, Banjir dan Longsor Paling Banyak, Bangsa Online.com yang dapat diakses di

https://www.bangsaonline.com/berita/27800/tahun-ini-bencana-di-trenggalek-mencapai-163-peristiwa-banjir-dan-longsor-paling-banyak . diaksespada 25

November 2016 Pukul 20.00 wib.

Joko Sutopo, 2015 Destyan H. Sujarwoko, Trenggalek Gelar Simulasi Mitigasi Bencana Tsunami yang dapat di akses di

www.antarajatim.com/lihat/berita/158852/trenggalek-gelar-simulasi-mitigasi-bencana-tsunami/

M Irsyadul Ibad, Memahami Sisitem Informasi Konteks UU Desa, dapat diakses di sekolahdesa.or.id/memahami-sistem-informasi-dalam-konteks-uu-desa/, diakasespada 25 maret 2017.

Nabilla Tashandra, 15 Tahun Terakhir, tren bencana di Indonesiaa

meningkat.dilansir dari www.kompas.com. Dilihat pada 9 Desember 2016 _____, Pengenalan Gerakan Tanah, ESDM ,dapat diakses di

https://www.esdm.go.id/assets/media/content/Pengenalan_Gerakan_Tanah .pdf , diaksespada 30 November 2016.

www.wikipedia.org/dengan kata kunciPegunungan dan Pesisir

Sumber dari wawancara:

Wawancara dengan Hartoyo (55 tahun) pada 13 Desember 2016 di Dusun Gares Wawancara dengan Sutarmin (51 tahun) pada tanggal 1 november 2016 pukul

12.00 wib


(5)

09.00 WIB di Balai Desa Tasikmadu

Wawancara dengan H. Riyono (56 tahun) padatanggal 31 Oktober 2016 pukul 08.30 WIB di Kantor desaTasikmadu

Wawancara dengann Dukut (66 tahun) pada tanggal 5 November 2016 pukul 13.00 WIB di Dusun Karanggongso (kediaman beliau)

Wawancara dengan Hartadi (45 tahun) pada tanggal 2 November 2016 pukul 10.00 WIB di Kantor Desa Tasikmadu

Wawancara dengan Imam Mahfud (40 tahun), di Balai desa, pada tanggal 9 Desember 2016

Wawancara dengan Supangat (45 tahun), di Balai desa, pada tanggal 9 Desember 2016

Wawancara dengan Siti Tsamrotul Yaningah (36 tahun) pada tanggal 10 Desember2016 pukul 12.30 WIB di Kantor Desa Tasikmadu

Wawancara dengan Suwito selaku ketua pelaksana Upacara. Hari Rabu, 27 Mei 2015

Wawancara dengan mbh Juni, 80 tahun, di rumah beliau, tanggal 30 November 2016 pukul 16.30 WIB

Hasil wawancara dengan Dwi Yulianto Rochayadi (Kepala PPN PRIGI) pada tanggal 25 November 2016

Hasil wawancara dengan Mbah Juri selaku sesepuh Desa Tasikmadu, kamis 22 November 2016 pukul 16.00 WIB

Hasilwawancara dengan Maskun (42 tahun), pada tanggal 11 November 2016, pukul 11.00 WIB di Balai Desa Tasikmadu.

Wawancara dengan Rumayasari (35 tahun) pada tanggal 29 Oktober 2016

Wawancara dengan Ali Maskun (42 tahun) pada tanggal 26 November 2016 pukul 09.00 WIB di Balai Desa Tasikmadu

Wawancara dengan H. Riyono (56 tahun) pada tanggal 31 Oktober 2016 pukul 08.30 WIB di Kantor Desa Tasikmadu

Wawancara dengan Syaiful (33 tahun) pada tanggal 23 januari 2017 pukul 09.00 WIB di Pantai Karanggongso


(6)

Wawancara dengan Juri (77 tahun) pada tanggal 30 Oktober 2016

Hasil Wawancara dengan Imam Mahfud (40 tahun), di Balai desa, pada tanggal 9 Desember 2016