HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SISWA-SISWI SMP DHARMA WANITA 9 TAMAN.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA SISWA-SISWI SMP DHARMA

WANITA 9 TAMAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi (S.Psi)

Warda Norma Ayuni B07211032

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa-siswi SMP Dharma Wanita 9 Taman. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP Dharma Wanita 9 Taman yang berjumlah 80 orang yang diambil dengan teknik purposive sampling. Variabel penelitian diukur dengan menggunakan skala Kepercayaan Diri dan skala Kecemasan Komunikasi. Instrumen pengumpul data dengan menggunakan Skala Likert. Tekhnik pengolahan dan analisa data dilakukan dengan analisa statistik menggunakan program SPSS 16.00. hasil uji korelasi product moment dari kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal adalah rhitung = -0,620 < rtabel = 0.05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi pada siswa SMP. Hal ini juga berarti semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi, dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri maka semakin tinggi kecemasan komunikasi.


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

INTISARI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Keaslian Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri ... 10

B. Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 20

C. Hubungan Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal ... 30

D. Kerangka Teoritis/Landasan Teoritis ... 33

E. Hipotesis ... 34

BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional ... 35

B. Populasi, Sample dan Teknik Sampling... 38

C. Teknik Pengumpulan Data ... 40

D. Validitas dan Reliabilitas ... 44

E. Analisis Data ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 50

1. Deskripsi Subjek ... 50

2. Pengujian Hipotesis ... 53

B. Pembahasan ... 59

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60


(7)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Blue Print Skala Kepercayaan Diri ... 42

Tabel 1.2. Blue Print Skala Kecemasan Komunikasi ... 43

Tabel 1.3. Hasil Uji Validitas Aitem Skala Kepercayaan Diri ... 44

Tabel 1.4. Hasil Uji Validitas Aitem Skala Kecemasan Komunikasi ... 46

Tabel 2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51

Tabel 2.2. Reliabilitas Skala Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi ... 52

Tabel 2.3. Uji Normalitas Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi ... 52


(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Kerangka Teori ... 33 Gambar 2.1. Rarakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 51


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Rasa percaya diri memang mutlak dibutuhkan agar kita bisa merasa bahagia dalam menjalani kehidupan. Tanpa rasa percaya diri, kita akan kesulitan memperoleh teman atau pekerjaan yang bagus. Gejala kurang percaya diri tersebut muncul ketika berbicara atau memulai pembicaraan dengan orang yang baru di kenal, mudah cemas dan sering salah ucap ketika berbicara. Rasa percaya diri adalah satu diantara aspek-aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia.

Rasa percaya diri sangat membantu manusia dalam perkembangan kepribadiannya. Karena itulah rasa kepercayaan diri sangat dibutuhkan manusia dalam menjalani hidupnya. Inferioritas merupakan kebalikan dari superioritas (rasa percaya diri yang terlalu tinggi). Inferioritas itu adalah minder atau rasa rendah diri. Inferioritas adalah perasaan yang relatif tetap (persistent) tentang ketidakmampuan diri atau munculnya kecenderungan untuk merasa kurang atau menjadi kurang sehingga tidak bisa menunjukkan kebolehannya secara optimal.

Kenyataannya tidak setiap orang bias memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan mudah, sebagian besar orang justru mengalami gejala-gejala tidak percaya diri dengan intensitas yang beragam. Gejala rasa tidak percaya diri dimulai dari adanya kelemahan-kelemahan tertentu didalam berbagai


(10)

2

aspek kepribadian seseorang dimana kelemahan tersebut akan mempengaruhi kepercayaan diri yang nantinya dapat menghambat seseorang dalam mencapai tujuan dalam hidupnya.

Menurut Peale(dalam Aaron, 2005), seseorang pastilah tidak mungkin menjadi sungguh-sungguh berbahagia atau sukses tanpa memiliki tingkat rasa percaya diri yang mendasar. Rasa percaya diri memang mutlak dibutuhkan agar kita bisa merasa bahagia dalam menjalani kehidupan.Individu yang memiliki rasa kepercayaan diri tinggi akan terlihat lebih tenang, tidak memiliki rasa takut, dan mampu memperlihatkan kepercayaan dirinya setiap saat.Kepercayaan diri adalah yakin dengan kemampuan sendiri pada setiap tindakan atas segala perbuatan yang dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan orang yang memiliki kepercayaan diri positif memilik ciri percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.

Anxiety (kecemasan) adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandani oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan.Sedangkan kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak menyenangkan mengenai kekhawatiran atau ketegangan beupa persaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami oleh seseorang. Kecemasan adalah suatu keadaan tertentu (state anxietay), yaitu menghadapi situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam menghadapi objek tertentu.


(11)

3

Tokoh psikoanalisis berpendapat bahwa kecemasan-kecemasan dan ketakutan pada masa kecil, seperti yang terjadi pada orang dewasa, melambangkan konflik-konflik yang tidak di sadari. Tokoh kognitif memfokuskan pada peran bias-bias kognitif yang mendasari reaksi kecemasan. Sebagai dukungan terhadap model kognitif, para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang sangat cemas menunjukkan bias-bias kognitif dalam mengolah informasi, seperti menginterpretasi situasi-situasi yang ambigu sebagai mengancam, mengharapkan hasil yang negatif, meragukan kemampuan mereka dalam berhadapan dengan situasi bermasalah, melakukan self-talk yang negatif. Mengharap yang terburuk, digabung dengan rasa self-confidence yang rendah, mendoronng penolakan terhadap aktifitas-aktifitas yang di takuti dengan teman-teman, di sekolah, dan di mana pun. Harapan negatif juga meningkatkan kecemasan sampai pada titik yang dapat menghambat performa di kelas atau di bidang atletik.

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communicatiion berasal dari bahasa Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau ada orang terlibat dalam komunikasi, dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.Seperti yang dinyatakan Pace (dalam Cangara 1998) komunikasi antarpribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.


(12)

4

Menurut Devito (1997) menyatakan bahwa komunikasi Interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang secara spontan dan informal. Devito juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal adalah kepercayaan diri, kebersatuan (immediacy), manajement interaksi, daya ekspresi, orientasi kepada orang lain.

Sedangkan kecemasan komunikasi interpersonal adalah hambatan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang secara spontan dan informal dengan menganggap sesuatu yang buruk akan terjadi, yang ditunjukkan dengan gejala fisik, gejala perilaku, gejala kognitif.

Peneliti mengambil penelitian ini berdasarkan dengan pengalaman pribadinya ketika masih SMP. Peneliti merasa bahwa kepercayaan diri yang rendah dapat memicu kecemasan. Seperti kecemasan komunikasi antar pribadi, yang membuat antar individu merasa gemetar, berkeringat dingin, ketika tidak bisa berkomunikasi dengan baik antar pribadi. Dalam penelitian ini subjek penelitian adalah siswa-siswi SMP swasta.

Terkit dengan kepercayaan diri siswa-siswi SMP Dharma Wanita 9 Taman, diketahui bahwa ketika mereka berkomunikasi dengan teman maupun dengan guru, mereka terlihat tidak dapat berkomunikasi dengan baik. Hal ini dapat dilihat ketika siswa bertanya atau mengobrol kepada guru maupun teman mereka mengalami pengalaman yang tidak menyenangkan. Ketika


(13)

5

mengobrol atau bertanya dengan teman tentang mata pelajaran yang kurang dimengerti, siswa takut dipojokkan atau diejek oleh temannya. Sekali pun siswa berkomunikasi dengan guru atau staf sekolah, siswa terlihat gugup, bingung, dalam memulai berkomunikasi. Hal tersebut merupakan salah satu ciri dari kecemasan komunikasi interpersonal yakni merasa gugup, takut, gemetar, dll.

Menurut Rakhmat (1998) orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya. Dalam diskusi ia akan banyak diam. Dalam pidato, ia berbicara terbata-bata. Ketakukan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communicatio apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi, akan menarik dirinya dari pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja. Tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan karena kurangnya percaya diri, tetapi diantara berbagai faktor yang paling menentukan adalah percaya diri.

Berdasarkanpenelitian Andrianto, 2008, tentangkecemasan presentasi ditinjau dari ketrampilan komunikasi dan kepercayaan diri pada mahasiswa,

menunjukkan bahwa

ketrampilan komunikasi dan kepercayaan diri dengan kecemasan presentasi memiliki hubungan yang signifikan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Hubungan Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Siswa-siswi SMP Dharma Wanita 9 Taman”.


(14)

6

B. Rumusan Masalah

Dari uraian diatas permasalahan dirumuskan sebagai “apakah ada hubungan antara kepercayaa diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal padasiswa-siswiSMPDharmaWanita 9 Taman?”.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonalpadasiswa-siswiSMP Dharma Wanita 9 Taman.

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini di harapkan akan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontrribusi dalam pengembangan disiplin ilmu psikologi, serta menambah informasi di bidang psikologi sekaligus telaah bagi penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Memberikankontribusi yang

positivbagipembacadanmenambahwawasanbagimasyarakatluaspadaumu mnya.

E. KeaslianPenelitian

Wahyuni, 2014,


(15)

7

DepanUmumPadaMahasiswaPsikologi”.

Hasilpenelitianmenunjukkanterdapathubungan yang

negatifantarakepercayaandiridengankecemasanberbicaradi depanumum. Hal iniberartisemakintinggikepercayaandirimenandakansemakinrendahkecemasan

berbicaradi depanumum. Begitu pula sebaliknya,

semakinrendahkepercayaandirimenandakansemakintinggikecemasanberbicara di depanumumpadamahasiswa Program studiPsikologiangkatan 2009 dan 2010 UniversitasMulawarman.

Winarni, 2013, “KepercayaanDiriDenganKecemasanKomunikasi Di

DepanUmumPadaMahasiswa”.

Hasilpenelitianmenunjukkanterdapathubungannegatifdansangatsignifikananta rakepercayaandiridengankecemasankomunikasidi

depanumumpadamahasiswa. Nilaikorelasi yang

diperolehdaripenelitianinisebesar -0,642 dengannilai p sebesar 0,000

menandakanadanyahubungankearahnegatif yang

sangatsignifikanantarakepercayaandiridengankecemasankomunikasididepanu mumpadamahasiswa. Mahasiswaakanmemilikikecemasankomunikasi yang

rendahketikamerekamemilikikepercayaandiri yang tinggi,

begitujugasebaliknya.

Al-Hebaish 2012, “The Correlation between General Self-Confidence and Academic Achievement in the Oral Presentation Course”.Hasilya mengungkapkan korelasi yang positif dan signifikan antara kepercayaan diri umum dengan prestasi akademik. Mereka yang mencetak skor tinggi dalam


(16)

8

GSCQ juga memiliki skor tinggi dalam tes lisan. Para instruktur bahasa direkomendasikan untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa mereka dalam mengembangkan pencapaian kinerja lisan mereka.

Rupang, 2013, “Hubungan Tingkat

KepercayaanDiriDenganObesitasPadaSiswaSma Rex Mundi

Manado”.Hasilanalisis data diperolehhasil r = -0,676 dan p = 0,000. Hal inimenunjukkanbahwaterdapathubungannegatifantarakepercayaandiridengano besitaspadatarafsignifikansi 0,05. Hubungannegatifberarti, jikavariabel X

meningkatmakavariabel Y

menurun.Jadisemakintinggitingkatobesitassiswamakasemakinrendahkepercay aandirinya.

Sovitriana, 2012, “StudiKasusKepercayaanDiridanHargaDiriPadaWanita

Tuna Susila Di Jakarta”, hasilpenelitian yang

didapatmenunjukkanmantanwtspadasaatbekerjamenjadiwtskarena factor

ekonomi, sosiologis, danpsikologis.Dengan status

merekasebagaimantanwtsmerekadapatmembangunkembalikepercayaandirida nhargadirikarenadukungandari orang-orang terdekatnya.

Pada penelitian sebelumnya juga yang dilakukan oleh Winarni,

(2013),tentang kepercayaandiridengankecemasankomunikasi di

depanumumpadamahasiswa, menunjukkanadanya

hubungannegatifdansangatsignifikanantarakepercayaandiridengankecemasan komunikasi di depanumumpadamahasiswa.


(17)

9

Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Bhimo Andrianto, tentang “Kecemasan Presentasi Ditinjau Dari Ketrampilan Komunikasi Dan Kepercayaan Diri Pada Mahasiswa”,

menunjukkan bahwa

ketrampilan komunikasi dan kepercayaan diri dengan kecemasan presentasi memiliki hubungan yang signifikan.

Penelitian Febiyanti dan Rahmawati (2007), “Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Pada Penyalahguna Napza Selama Masa Rehabilitasi”, menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi pada penyalahguna NAPZA selama masa rehabilitasi.

Perbedaan antara penelitian terdahulu diatas dengan penelitian ini adalah pada variabel dan subjek penelitian. Dimana dalam penelitian ini variabelyang membedakan adalah kecemasan komunikasi interpersonal dan subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMP.


(18)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri

Menurut Peale(dalam Aaron, 2005), seseorang pastilah tidak mungkin menjadi sungguh-sungguh berbahagia atau sukses tanpa memiliki tingkat rasa percaya diri yang mendasar. Rasa percaya diri dibutuhkan agar kita bisa merasa bahagia dalam menjalani kehidupan.

Menurut Aaron (2005) kepercayaan diri merupakan suatu konsep yang menarik. Rasa percaya diri yang sejati berarti kita memiliki beberapahal yang meliputi integritas diri, wawasan pengetahuan, keberanian, sudut pandang yang luas, dan harga diri yang positif. Walaupun seseorang mungkin tampill perccaya diri, hal itu belum berarti ia juga berpengaruh atau disukai oleh orang lain.

Menurut Willis (1985) (dalam Ghufron & Rini 2010) kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sessuatu yang menyenangkan bagi orang lain. Kepercayaan diri merupakan sikap mental seseorang dalam menilai diri maupun objek yang ada disekitarnya, sehingga orang tersebut mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

Lauster (1992) (dalam Ghufron & Rini 2010) mendefinisikan kepercayaan diri diperoleh dari pengalaman hidup. Kepercayaan diri


(19)

11

merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak, gembira, optimis, cukup toleran, dan bertanggung jawab. Lauster juga menambahkan bahwa kepercayaan diri berhubungan dengan kemapuan melakukan sesuatu yang baik. Anggapan seperti ini membuat individu tidak pernah menjadi orang yang mempunyai kepercayaan diri yang sejati. Lauster (1992) berpendapat bahwa kepercayaan diri yang sangat berlebihan, bukanlah sifat yang positif. Pada umumnya akan menjadikan orang tersebut kurang berhati-hati dan akan berbuat seenaknya sendiri. Hal ini menjadi sebuah tingkah laku yang menyebabkan konflik dengan orang lain.

Menurut Adler, individu yang memiliki kepercayaan diri yang sangat berlebihan tidak selalu berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak kenal lelah. Dimana orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada diri sendiri yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan dari pada teman (dalam Nuraeni, 2010).

Menurut Lauster (dalam Alsa, 2006) menyatakan kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan, hangat dan sopan dalam


(20)

12

berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri.

Antony (1992) (dalam Ghufron & Rini 2010) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat menerima kenyataan, dapat mengembangkan kesdaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian dan mempunyai kemampuan untuk memiliki serta mencapai segala sesuatu yang diinginkan.

Kumara (1988) (dalam Ghufron & Rini 2010) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan diri sendiri. Hal ini senada dengan pendapat Afiatin dan Andayani (1998) (dalam buku Ghufron & Rini 2010) yang menyatakan bahwa kepeprcayaan diri merupkan aspek kepribadian yang berisi keyakinan tebntang kekuatan, kemampuan, dan keterampilan yang dimilikinya.

Menurut Ghufron dan Rini (2005) kepercayaan diri merupakan sikap mental seseorang dalam menilai maupun objek sekitarnya sehingga orang tersebut mempunyai keyakinan akan kemampuan dirinya untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

Menurut Fatimah (2006) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa


(21)

13

individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu

seorang diri, alias ”sakti”. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut bahwa ia merasa memiliki kompetensi, yakin mampu dan percaya bahwa dia bisa karena didukung dengan pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik terhadap diri sendiri.

Dari beberapa teori diatas, penulis mengambil salah satu teori dari Lauster, dan menyimpulkan bahwa kepercayaan diri adalah yakin dengan kemampuan sendiri pada setiap tindakan atas segala perbuatan yang dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan orang yang memiliki kepercayaan diri positif memilik ciri percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.

2. Karakteristik individu yang percaya diri

Menurut Fatimah (2006) ciri atau karakteristik individu yang memiliki rasa percaya diri yang proposional, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Percaya akan kompetensi/kemampuan diri, sehingga tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan, ataupun hormat orang lain.

b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis demi diterimanya oleh orang lain atau kelompok.


(22)

14

c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain – berani menjadi diri sendiri.

d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosinya stabil).

e. Memiliki intermal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta tidak bergantung/mengharapkan bantuan orang lain).

f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri sendiri, orang lain, dan situasi di luar dirinya.

g. Memiliiki harapan yang realistik terhadap diri sendiri, sehingga ketika harapan itu tidak terwujud, ia tetap mampu melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.

Adapun karakteristik individu yang kurang percaya diri, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Berusaha menunjukkan sikap konformis, semata-mata demi mendapatkan pengakuan dan penerimaan kelompok.

b. Menyimpan rasa takut/kekhawatiran terhadap penolakan.

c. Sulit menerima realita diri (terlebih menerima kekurangan diri dan memandang rendah kemampuan diri sendiri – namun di lain pihak, memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri sendiri).


(23)

15

e. Takut gagal, sehingga menghindari segala risiko dan tidak berani memasang target untuk berhasil.

f. Cenderung menolak pujian yang ditujukan secara tulus (karena

undervalue diri sendiri).

g. Selalu menempatkan/memosisikan diri sebagai yang terakhir, karena menilai dirinya tidak mampu.

h. Mempunyai external locus of control (mudah menyerah pada

nasib, sangat bergantung pada keadaan dan

pengakuan/penerimaan serta bantuan orang lain).

3. Aspek-aspek Kepercayaan Diri

Individu yang memiliki rasa kepercayaan diri tinggi akan terlihat lebih tenang, tidak memiliki rasa takut, dan mampu memperlihatkan kepercayaan dirinya setiap saat.

Teori Lauster (dalam Alsa, 2006) tentang kepercayaan diri mengemukakan ciri-ciri orang yang percaya diri, yaitu:

a. Percaya pada kemampuan sendiri

Yaitu suatu keyakinan atas diri sendiri terhadap segala fenomena yang terjadi yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk mengevaluasi serta mengatasi fenomena yang terjadi tersebut. b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan


(24)

16

Yaitu dapat bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang diambil.

c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri

yaitu adanya penilaian yang baik dari dalam diri sendiri, baik dari pandangan maupun tindakan yang dilakukan yang menimbulkan rasa positif terhadap diri dan masa depannya.

d. Berani mengungkapkan Pendapat

Adanya suatu sikap untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.

Menurut Guilford (dalam Nuraeni 2010) ciri-ciri orang yang mempunyai kepercayaan diri adalah:

a. Merasa adekuat terhadap apa yang ia lakukan b. Merasa dapat diterima oleh kelompoknya

c. Percaya sekala pada dirinya sendiri serta memilikki ketenangan sikap (tidak gugup bila melakukan atau mengtakan sesuatu secara tidak sengaja dan ternyata apa yang dilakukan atau dikatakan itu salah)

Menurut Lauster (1992) (dalam Gufron 2010), orang yang memiliki kepercayaan diri yang positif adalah yang disebutkan dibawah ini :


(25)

17

Keyakinan kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Ia mampu secara sungguh-sungguh akan apa yang dilakukan.

b. Optimis

Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya.

c. Objektif

Orang yang memandang permasalahan atau sesuatu sesuaai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

d. Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab adalah kesediaan orang untuk menanggung segala sesuatu yang menjadi konsekuensinya.

e. Rasional dan Realistis

Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu maslah, sesuatu hal, dan sesuatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan.

Sedangkan Ciri-ciri kepercayaan diri menurut Hakim (dalam Nuraeni, 2010) adalah:

a. Selalu bersikap tenang di dalam mengerjakan segala sesuatu.


(26)

18

c. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya serta dapat berkomunikasi di berbagai situasi.

d. Mampu menetralisir ketegangan yang muncul di dalam berbagai situasi.

e. Memiliki kondisi mental dan fisik yang cukup menunjang penampilannya.

f. Mempunyai kecerdasan yang cukup dan pendidikan formal yang cukup.

g. Mempunyai keahlian atau ketermapilan yang menunjang

kehidupannya, sosialnya misalnya ketrampilan berbahasa asing. h. Memiliki kemampuan bersosialisasi terhdap lingkungan.

i. Selalu bereaksi positif dalam menghadapi berbagai masalah, misalnya tegar, sabar dan tabah dalam menghadapi persoalan hidup.

j. Memiliki latar belakang yang baik.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Individu

Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini adalah faktor-faktor tersebut :

a. Konsep Diri

Menurut Anthony(dalam Ghufron & Rini 2010) terbentuknya kepercayaan diri pada diri seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu


(27)

19

kelompok. Hasil interaksi yang terjadi akan menghasilkan konsep diri.

b. Harga Diri

Menurut Ghufron (2010), konsep diri yang positif akan terbentuk harga diri yang positif pula. Harga diri adalah penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri. Santoso berpendapat bahwa tingkat harga diri seseorang akan memengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang.

c. Pengalaman

Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri. Menurut Anthony (dalam Ghufron & Rini2010) mengemukakan bahwa pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan kepribadian sehat.

d. Pendidikan

Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Jika tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada pada kekuasaan orang lain yang lebih pandai darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan tinggi akan memiliiki tingkat kepercyaan diri yang lebih dibandingkan yang berpendidikan rendah.


(28)

20

B. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 1. Pengertian kecemasan

Kecemasan merupakan pengalaman subjektif yang tidak

menyenangkan mengenai kekhawatiran atau ketegangan beupa persaan cemas, tegang, dan emosi yang dialami oleh seseorang. Kecemasan adalah suatu keadaan tertentu (state anxiety), yaitu menghadapi situasi yang tidak pasti dan tidak menentu terhadap kemampuannya dalam menghadapi objek tersebut. Hal tersebut berupa emosi yang kurang menyenangkan yang dialami oleh individu dan bukan kecemasan sebagai sifat yang melekat pada kepribadian.

Kecemasan dikatakan sebagai suatu perasaan yang sifatnya umum, dimana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya. Berbagai fakta literatur yang terpapar memperkuat asumsi peneliti bahwa salah satu hal yang berpengaruh di dalam kecemasan adalah kepercayaan diri (dalam Andrianto, 2008).

Menurut Lazarus kecemasan adalah manifestasi dari berbagai emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika individu sedang mengalami tekanan perasaan yang tidak jelas obyeknya, tekanan-tekanan batin ataupun ketegangan mental yang menyebabkan individu kehilangan kemampuan penyesuaian diri.

Atkinson menyatakan kecemasan dapat timbul jika ego menghadapi ancaman impuls yang tidak dapat dikendalikan. Kecemasan tidak selalu berdasar atas kenyataan, tetapi dapat juga hanya berdasarkan imajinasi


(29)

21

individu. Kecemasan yang tidak rasional ini biasanya disebabkan oleh ketakutan individu akan ketidakmampuan diri sendiri.

Menurut Freud (dalam Nuraeni, 2010) salah satu pokok pertama yang memfokuskan diri padamakna penting kecemasan, membedakan kecemasan obyektif dankecemasan neurotis. Freud memandang kecemasan obyektif sebagai responyang realistis terhadap bahaya eksternal yang maknanya sama dengan rasatakut. Dia yakin bahwa kecemasan neorotis timbul dari konflik tak sadardalam diri individu. Karena konflik tidak disadari individu tidak mengetahuialasan kecemasannya.

Menurut Nietzal (dalam Ghufron & Rini2010) berpendapat bahwa kecemasan berasal dari bahasa latin (anxius) dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis.

Durand (2006) mengatakan bahwa anxiety (kecemasan) adalah keadaan suasana perasaan (mood) yang ditandani oleh gejala-gejala jasmaniah seperti ketegangan fisik dan kekhawatiran tentang masa depan.

Muchlas (1976) (dalam Ghufron & Rini2010) mendefinisikan istilah kecemasan sebagai sesuatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai konflik atau ancaman.

Sementara Lazarus (1976) (dalam Ghufron & Rini2010) membedakan perasaan cemas menurut penyebabnya mejadi dua, yakni :


(30)

22

a. State Anxiety

State Anxiety adalah reaksi emosi sementara yang timbul pada situasi tertentu yang dirsakan sebagai ancaman, misalnya mengikuti tes, menjalani operasi, atau lainnya. Keadaan ini di tentukan oleh perasaan tegang yang subjektif.

b. Trait Anxiety

Trait Anxiety adalah disposisi untuk mejadi cemas dalam menghadapi berbagai macam situasi (gambaran kepribadian) merupakan ciri atau sifat yang cukup stabil yang mengarahkan seseorang atau manginterpretasikan suatu keadaan menetap pada individu (bersifat bawaan) dan berhubungan dengan kepribadian demikian.

MenurutSigmund Freud mengemukakan ada tiga macam kecemasan, yaitu:

a. Kecemasan Realitas

Dari ketiga macam kecemasan itu yang paling pokok adalah kecemasan atau ketakutan yang realistis, atau takut akan bahaya-bahayadi dunia luar, kedua kecemasan yang lain ini diasalkan dari kecemasan yang realistis ini.

b. Kecemasan Neurotis

Kecemasan neurotis adalah kecemasan kalau-kalau instink-instik tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatau yang dapat dihukum. kecemasan ini sebenarnya mempunyai dasar di


(31)

23

dalam realitas, karena dunia sebagaimana diawali oleh orang tua dan lain-lain orang yang memegang kekuasaan itu menghukum anak yang melakukan tindakan impulsif.

c. Kecemasan Moral adalah kecemasan kata hati

Kecemasan ini akan dirasakan ketika ancaman datang dari luar, dari dunia fisik,tetapi dari dunia sosial super ego yang telah terinternalisasikan ke dalam diri kita. kecemasan moral ini adalah kata lain dari rasa malu, rasa bersalah atau rasa takut mendapat sanksi.

Menurut Bucklew (dalam Nelawati, 2010) mengatakan para ahli membagi bentuk kecemasan dalam dua tingkatan, yaitu :

a. Tingkatan psikologis, kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang, bingung, khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.

b. Tingkat fisiologis, kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala fisik, terutama pada fungsi sistem syaraf, seperti tidak dapat tidur, jantung berddebar-debar, gemetar, sakit perut, mual dan sebagainya.

Menurut Nevid (2003:164) membagi ciri-ciri kecemasan menjadi tiga diantaranya:

a. Ciri-ciri Fisik

Tangan atau anggota tubuh gemetar, banyak berkeringat, sulit berbicara, suara yang bergetar, jantung yang berdebar keras atau


(32)

24

berdetak kencang, panas dingin, wajah memerah, merasa lemas atau matii rasa, pusing, sering buang air kecil, pening atau pingsan, jari-jari atau anggota tubuh yang menjadi dingin.

b. Ciri-ciri Behavioral

Perilaku menghindar, perilaku melekat dan dipenden, perilaku terguncang.

c. Ciri-ciri Kognitif

Khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu atau ketakutan atau aprehensi terhadap sesuatu yang terjadi di masa depan, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan terjadi, khawatir terhadap hal-hal sepele, berfikir harus bisa kabur dari keramaian, kalau tidak pasti akan pingsan, pikiran terasa bercampur aduk, khawatir akan ditinggal sendirian, sulit berkonsentrasi atau memfokuskan fikiran, berfikir tentang hal yang menggagngu yang sama secara berulang-ulang, khawatir akan ditinggal sendirian, berfikir semuanya tidak bisa lagi dikendalikan.

Adapun simtom kecemasan sangat bervariasi dan berbeda untuk setiap individu. Simtom kecemasan dapat mengganggu kualitas hidup seseorang karena dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menjalankan berbagai aktivitas (Greenberg & Padesky dalam Nuraeni, 2010). Seseorang yang mengalami kecemasan akan mengalami simtom-simtom seperti:


(33)

25

a. Simtom Fisik

Gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin, kegugupan, pingsan atau merasa lemas, sering buang air kecil dan diare.

b. Simtom Perilaku

Perilaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan. c. Simtom Kognitif

Khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan atau kekhawatiran akan ditinggal sendiri.

Dapat disimpulkan bahwasanya gejala kecemasan bisa ditandai dengan adanya tiga simtom yaitu simtom fisik, simtom perilaku, dan simtom kognitif.

2. Kecemasan Komunikasi Interpersonal

Wiryanto (2004) menjelaskan bahwa komunikasi mengandung makna bersama-sama (common). Istilah komunikasi atau communication

berasal dari bahasa Latin, yaitu communicatio yang berarti pemberitahuan atau pertukaran. Kata sifatnya communis, yang bermakna umum atau bersama-sama.


(34)

26

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communicatiion berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna. Jadi, kalau ada orang terlibat dalam komunikasi, dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan.

Menurut Cherry (dalam Cangara, 1998), istilah komunikasi berpangkal pada perkataan latin yakni communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa latin communico yang artinya membagi.

Barnlund (dalam Wiryawan, 2004) mengemukakan bahwa model komunikasi antarpribadi pada dasarnya merupakan kelanjutan dari komunikasi intrapribadi. Menurut Barnlund, komunikasi antarpribadi diartikan sebagai pertemuan antara dua, tiga, atau mungkin empat orang, yang terjadi sangat spontan dan tidak berstruktur.

Seperti yang dinyatakan Pace (1979) (dalam Cangara 1998) komunikasi antarpribadi adalah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka.Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) disebut juga dengan komunikasi antarpribadi. Diambil dari terjemahan kata Interpersonal, yang terbagi menjadi dua kata inter berarti antara atau antar, dan personal berarti pribadi. Sedangkan definisi umum komunikasi interpersonal adalah


(35)

27

komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta mengangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (dalam Enjang, 2009).

Komunikasi Interpersonal (Interpersonal Communication) disebut juga dengan komunikasi antarpribadi. Diambil dari terjemahan kata

Interpersonal, yang terbagi menjadi dua kata inter berarti antara atau antar, dan personal berarti pribadi. Sedangkan definisi umum komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap peserta mengangkap reaksi yang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (dalam Enjang, 2009).

Menurut R. Wayne Pace (dalam Cangara,1998). Komunikasi antarpribadi (Interpersonal Communication) dapat dibedakan atas dua

macam menurut sifatnya, yakni Komunikasi Diadik (Dyadic

Communication) dan Komunikasi Kelompok Kecil (Small Group Communication). Komunikasi Diadik ialah proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang dalam situasi tatap muka. Sedangkan komunikasi kelompok kecil ialah proses komunikasi yang berlangsung antara tiga orang atau lebih secara tatap muka, dimana anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lainnya.

Joseph A. Devito seorang profesor komunikasi di City University of New York (dalam Uchjana, 2005), membagi komunikasi atas empat macam, yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan komunikasi massa.Menurut Devito (1997)


(36)

28

menyatakan bahwa komunikasi Interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang secara spontan dan informal.

DeVito (1997) menjelaskan model ancangan pragmatis untuk efektivitas komunikasi interpersonal. Ada lima kualitas efektivitas komunikasi interpersonal, yaitu:

a. Kepercayaan diri

Komunikator yang efektif memiliki kepercayaan diri sosial, merasa nyaman bersama orang lain dan dalam situasi komunikasi pada umumnya. Dengan memiliki kepercayaan diri pula komunikator dapat bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam suara dan gerak tubuh, tidak terpaku pada nada suara dan gerak tubuh tertentu, terkendali, tidak gugup dan canggung.

b. Kebersatuan (immediacy)

Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dan pendengar. Bahasa yang menunjukkan kebersatuan umumnya ditanggapi lebih positif dari pada yang tidak menunjukkan kebersatuan. Secara nonverbal misalnya dengan memelihara kontak mata yang patut, kedekatan fisik yang menggemakan kedekatan psikologis, sosok tubuh terbuka, tersenyum dan perikalu lain yang mengisyaratkan minat pada pembicaraan.


(37)

29

c. Manajemen interaksi

Komunikator yang efektif menggendalikan interaksi untuk kepuasan duabelah pihak, sehingga tidak ada yang merasa terabaikan, masing-masing pihak berkontribusi dalam komunikasi.

d. Daya ekspresi

Daya ekspresi mengacu pada ketrampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi komunikasi interpersonal.

e. Orientasi kepada orang lain

Orientasi kepada orang lain mengacu pada kemampuan, perhatian dan minat kita untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara.

Menurut Kumar (dalam Wiryanto, 2004:36) Efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima ciri sebagai berikut:

a. Keterbukaan (openess) Kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan

antarpribadi.

b. Empati (empathy) Merasakan apa yang dirasakan orang lain. c. Dukungan (Supportiveness) situasi yang terbuka untuk mendukung

komunikasi berlangsung efektif.

d. Rasa positif (positiveness) seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.


(38)

30

e. Kesetaraan (equality) Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.Sebagai sarana untuk mencapai suatu kesepakatan atau kesetaraan pandangan atau pendapat.

Berdasarkan pendapat Devito mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan komunikasi interpersonal adalah kepercayaan diri, kebersatuan (immediacy), manajement interaksi, daya ekspresi, orientasi kepada orang lain.

Dari beberapa teori diatas, peneliti mengambil pengertian tentang kecemasan yang diambil dari teori Greenberg & Padesky dan komunikasi Interpersonal menurut Devito dan menyimpulkan bahwa adanya hambatan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok kecil orang secara spontan dan informal dengan menganggap sesuatu yang buruk akan terjadi, yang ditunjukkan dengan gejala fisik, gejala perilaku, gejala kognitif.

C. Hubungan Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi

Para ahli telah mendefinisikan konsep hambatan komunikasi dalam berbagai istilah, seperti perasaan malu dalam menjalin komunikasi, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, demam panggung, serta berdiam diri saat menjalin komunikasi. Istilah-istilah ini akhirnya mengarah pada

pengertian cemas atau takut untuk berkomunikasi (DeVito,


(39)

31

terbentuk dan berkembang melalui proses belajar secara sosial yang diperoleh melalui aktifitas kegiatan sebagai hasil interaksi kepribadian seseorang dengan aktifitasnya.

Penelitian lain menerangkan bahwa orang-orang yang yang aprehensif dalam komunikasi, cenderung dianggap tidak menarik oleh orang lain, kurang kredibel, dan sangat jarang menduduki jabatan pemimpi. Pada pekerjaan mereka cenderung tidak puas; di sekolah mereka cenderung malas, karena itu cenderung gagal secara akademik (dalam Rakhmat, 1988:123)

Permasalahan utama dalam kecemasan komunikasi interpersonal adalah adanya rasa khawatir tentang respon atau penilaian orang lain terhadap dirinya (apa yang disampaikannya dan bagaimana ia menyampaikannya) akibat dari rendahnya kepercayaan diri yang dimiliki. Jika seseorang memiliki ketrampilan dalam berkomunikasi maka itu akan menjadi dasar yang baik bagi pembentukan sikap percaya diri. Menghargai pembicaraan orang lain, berani berbicara di depan umum, tahu kapan akan berganti topik pembicaraan dan mahir dalam berdiskusi adalah bagian dari ketrampilan komunikasi yang bisa dilakukan jika individu tersebut memiliki rasa percaya diri.

Jika kepercayaan diri dikaitkan dengan hubungan individu dengan individu yang lain maka idealnya kepercayaan diri juga dikembangkan sejak massa kanak-kanak awal melalui interaksi anak dengan lingkungan sehingga terjadi hubungan timbal balik. Individu yang mempunyai kepercayaan diri akan lebih optimis dalam hidup, mempunyai banyak teman, tidak takut untuk memulai sebuah hubungan baru dengan orang lain, tidak memiliki keraguan


(40)

32

dan perasaan rendah diri. Hal ini dapat di asumsikan bahwa individu tidak kesulitan dalam berinteraksi dengan individu lain.

Bandura menggunakan istilah keyakinan diri (Self efficacy) dalam menjelasakan tentang rasa percaya diri individu. Menurutnya keyakinan diri (Self efficacy) mengarah pada keyakinan individu bahwa dirinya mempunyai kemampuan dalam batasan tertentu untuk melakukan suatu kegiatan. Dalam hal pemikiran keyakinan diri dapat mempengaruhi proses kognitif seseorang termasuk di dalamnya adalah kemampuan pengambilan keputusan yang tepat serta pencapaian prestasi.

Menurut Martani dan Adiyati (dalam Nuraeni, 2010) kepercayaan diri bukanmerupakan sesuatu yang bersifat bawaan, akan tetapi merupakan sesuatu yangterbentuk dari interaksi dan berkembang melalui proses belajar secaraindividual maupun sosial. Seseorang belajar mengenal diri sendiri melaluiinteraksi langsung dan komparasi sosial. Dari interaksi langsung akan memperolehinformasi tentang diri sendiri, melalui komparasi sosial individu dapatmengevaluasi diri dan membandingkan dengan orang lain. Evaluasi diri iniakan membuat seseorang paham dan tahu siapa dirinya, yang kemudianberkembang menjadi kepercayaan diri.

Seseorang yang memiliki kepercayaan diri dapat menyelesaikan tugas atau pekerjaan sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik, merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan, serta membuat keputusan sendiri merupakan perilaku yang mencerminkan percaya diri. Selain itu


(41)

33

seseorang yang memiliki kepercayaan diri ia juga akan terhindar dari kecemasan dalam berkomunikasi interpersonal.

D. Kerangka Teoritis/Landasan Teori

Kerangka teoritis adalah suatu model yang digunakan untuk menerangkan hubungan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah. Kerangka teoritis digunakan sebagai petunjuk, pedoman dalam membedah dan menganalisis fenomena dalam melakukan penelitian selanjutnya (Kasiran, 2010).

Dalam berkomunikasi tidak jarang para siswa merasa takut ataupun cemas, ketika ingin berkomunikasi dengan guru. Karena dalam hal ini siswa yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan mengalami kecemasan komunikasi, tidak hanya pada teman sekitarnya tetapi juga pada guru. hambatan komunikasi biasanya ditandai dengan rasa takut dimarai ketika bertannya, gemetar, berkeringat dingin, dan lain sebagainya.

Gambar 1.1. Kerangka Teori


(42)

34

E. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis yang diajukan dan akan diuji kebenarannya dalam analisis uji statistik adalah ada hubunganantara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi pada siswa di SMP Dharma Wanita 9 Taman. Semakin rendah kepercayaan diri maka akan semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal. Sebaliknya semakin tinggi kepercayaan diri maka akan semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonal.


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

Variabel penelitian pada dasarnya merupakan sesuatu hal yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan kata lain, variabel penelitian adalah setiap hal dalam suatu penelitian yang datanya ingin diperoleh. Dinamka variabel karena nilai dari data tersebut beragam (Noor, 2011).

Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini sebagai berikut: a. Variabel bebas : kepercayaan diri

b. Variabel terikat : kecemasankomunikasi interpersonal

2. Definisi Operasional

Definisi Operasional menurut Suryabrata (dalam Nuraeni, 2010) adalah yang didasarkan atau sifat-sifat hal yang didefinisikan dan dapat diamati. Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan pengertian operasional dari variabel- variabel penelitian dan menyamakan persepsi agar terhindar dari kesalahfahaman dalam menafsirkan variabel.

a. Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri adalah yakin dengan kemampuan sendiri pada setiap tindakan atas segala perbuatan yang dilakukan dalam berinteraksi dengan orang lain, dan orang yang memiliki kepercayaan


(44)

36

diri positif memilik ciri percaya pada kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif terhadap diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat.

Berdasarkan definisi oprasional maka penulis menyusun dimensi dan indikator untuk mempermudah penyusunan aitem dan aspek yang akan diukur antara lain:

1. Percaya pada kemampuan sendiri

1.1.Keyakinan atas diri sendiri dalam mengevaluasi dan mengatasi masalah

1.2.Mampu meyakini tindakan yang diambil 2. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan

2.1.Dapat bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, tanpa bantuan orang lain

2.2.Memiliki dorongan berprestasi

3. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri

3.1.Memiliki penilaian yang baik dari dalam diri sendiri 3.2.Memiliki dorongan berprestasi

4. Berani mengungkapkan pendapat

4.1.Mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan

b. Kecemasan Komunikasi Interpersonal

Kecemasan komunikasi interpersonal adalah hambatan proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau sekelompok


(45)

37

kecil orang secara spontan dan informal dengan menganggap sesuatu yang buruk akan terjadi, yang ditunjukkan dengan gejala fisik, gejala perilaku, gejala kognitif.

Berdasarkan definisi oprasional maka penulis menyusun dimensi dan indikator untuk mempermudah penyusunan aitem dan aspek yang akan diukur antara lain:

1. Simtom Fisik

1.1. Gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin, kegugupan, pingsan atau merasa lemas, sering buang air kecil dan diare.

2. Simtom Pikiran

2.1. Perilaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan.

3. Simtom Kognitif

3.1. Khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan atau kekhawatiran akan ditinggal sendiri.


(46)

38

B. Populasi, Sample Dan Teknik Sampling 1. Populasi

Dalam penelitian, populasi yang digunakan untuk menyebutkan seluruh elemen atau anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau merupakan keseluruhan dari subjek penelitian (Noor, 2011).

Setiap penelitian memerlukan populasi sebagai sumber data yang diperlukan untuk kepentingan itu sendiri. Populasi adalah keseluruhan individu atau subjek yang diteliti yang mempunyai beberapa karakteristik yang sama seperti jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, wilayah tempat tinggal dan lainnya (Latipun, 2006).

Dalam hal ini, populasi yang di tentukan adalah seluruh siswa SMP Dharma Wanita 9 Taman, yang berjumlah 165 dengan kriteria populasi sebagai berikut :

a. Siswa-siswi SMP Dharma Wanita 9 Taman

b. Usia 12 – 15 tahun

2. Sampel

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara non random, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.

Sampel adalah sebagian dari populasi atau perwakilan dari populasi, penyelidikan secara sampel ini dilakukan karena mengingat, keterbatasan


(47)

39

waktu, biaya, tenaga dan faktor ekonomi. Apabila subjeknya kurang dari 100% lebih baik diambil semua sehingga merupakan penelitian populasi, jika subjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25% atau lebih (Arikunto, 1997).

Dalam penelitian ini jumlah subjek keseluruhan adalah 165 siswa, karena sampel lebih dari 100 subjek, makapeneliti mengambil sampel 48% yakni 80 siswa.

3. Teknik Sampling

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Tehnik sampling merupakan tehnnik pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai tehnik sampling yang digunakan. Dalam hal ini peneliti memakai teknik samplinng acak atau juga disebut dengan tehnik sampel random.

Teknik sampling ini diberi nama sampel acak karena didalam pengambilan sampelnya, peneliti mencampur subyek-subyek didalam populasi sehingga semua subyek-subyek di dalam dianggap sama (Arikunto, 1997).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik Random Sampling. Random sampling yang juga diberi istilah pengambilan sampel secara rambang atau acakyaitu pengambilan sampel yang tanpa pilih-pilih atau tanpa pandang bulu (Narbuko & Ahmadi, 2004)


(48)

40

Peneliti mengambil teknik sampling random sampling dengan tujuan sample yang dikehendaki dapat diambil secara acak serta peneliti memberikan kesempatan yang sama pada setiap individu untuk tampil menjadi anggota sampel.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yakni dengan menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara member seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. (Sugiyono, 2012).

Peneliti menggunakan metode angket (kuesioner) karena beberapa pertimbangan, diantaranya:

1. Metode angket membutuhkan biaya yang relatif lebih murah

2. Terutama pada responden yang terpencar-pencar, metode ini dapat mempermudah pengumpulan data

3. Walaupun penggunaan metode ini pada sampel yang relatif besar, namun penggunaannya dapat berlangsung serempak

4. Metode ini relatif membutuhkan waktu yang sedikit

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner, yaitu kuesioner tentang skala kecemasan diri dan skala kecemasan komunikasi.

Kuesioner keperecayaan diri terdiri dari lima pilihan jawaban yaitu

“sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, “sangat tidak setuju”. Begitu juga skala kecemasan komunikasi terdiri dari lima pilihan jawaban


(49)

41

yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, “sangat tidak

setuju”. Dalam kuesioner terdapat arahan mengenai cara menjawab kuesioner, responden diwajibkan untuk memilih salah satu alternatif jawaban dan juga mengisi lembar identitas responden.


(50)

42

a. Angket Kepercayaan Diri

Tabel1.1. Blue Print Skala Kepercayaan Diri

No. Dimensi Indikator F UF Jumlah Aitem

1. Percaya pada

kemampuan diri

Keyakinan atas diri sendiri dalam mengevaluasi dan mengatasi masalah 1, 3, 5, 7, 9, 11 2, 4, 6, 8, 10, 12

12 25%

Mampu meyakini tindakan yang diambil 2. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan Dapat bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, tanpa bantuan orang lain

13, 15, 17, 19, 21, 23 14, 16, 18, 20, 22, 24

12 25%

Memiliki dorongan berprestasi

3. Memiliki rasa

positif pada diri sendiri

Memiliki penilaian yang

baik dari dalam diri sendiri 25, 27, 29, 31, 33, 35 26, 28, 30, 32, 34, 36

12 25%

Memiliki dorongan berprestasi 4. Berani mengungkap kan pendapat Mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin

diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan 37, 39, 41, 43, 45, 47 38, 40, 42, 44, 46, 48

12 25%


(51)

43

b. Angket Kecemasan Komunikasi Interpersonal

Tabel1.2. Blue Print Kecemasan Komunikasi Interpersonal

No. Dimensi Indikator F UF Jumlah

Aitem %

1. Simtom

Fisik Gemetar, keluar banyak keringat, jantung berdetak kencang, sulit bernafas, pusing, tangan dingin, mual, panas dingin,

kegugupan, pingsan atau merasa lemas, sering buang air kecil dan diare.

1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17, 19

2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20

20 33.3

2. Simtom

Pikiran Perilaku menghindar, perilaku ketergantungan atau melekat, perilaku terguncang dan meninggalkan situasi yang menimbulkan kecemasan. 21, 23, 25, 27, 29, 31, 33, 35, 37, 39 22, 24, 26, 28, 30, 32, 34, 36, 38, 40

20 33.3

3. Simtom

Kognitif

Khawatir tentang sesuatu, keyakinan bahwa sesuatu yang mengerikan akan segera terjadi tanpa ada penjelasan yang jelas, merasa

terancam oleh orang atau peristiwa, kebingungan atau kekhawatiran akan ditinggal sendiri. 41, 43, 45, 47, 49, 51, 53, 55, 57, 59 42, 44, 46,48, 50, 52, 54, 56, 58, 60

20 33.3


(52)

44

D. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas

Validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungi ukurnya. Valid tidaknya suatu alat ukur tergantung pada mampu tidaknya alat ukur tersebut mencapai tujuan pengukuran yang dikehendaki dengan tepat. (Azwar, 2000)

Menurut kamus lengkap psikologi validity merupakan sifat khusus suatu propinsi atau dalil, alan logis dan seterusnya, yang didasarkan atas kebenaran atau yang konsekuen dengan fakta. Pengertian kedua yaitu, validity merupakan sifat suatu alat pengukur, bahwa alat-alat tersebut bisa mengukur menurut kenyataan seperti yang dikehendaki untuk diukur. (Caplin, 2006)

Menurut Saifuddin Azwar (1986), validitas ini menunjukkan seberapa besar derajat skor alat tes berkorelasi dengan skor yang diperoleh dari tes lain yang sudah mantab, bila disajikan pada saat yang sama, atau dibandingkan dengan criteria lain yang valid yang diperoleh pada saat yang sama.

Berikut adalah hasil validitas dari uji coba skala pada masing-masing variabel yang diteliti :

Tabel 1.3. Hasil Uji Validitas Aitem Skala Kepercayaan Diri

Nomor Aitem Valid/Gugur

1 Gugur

2 Valid


(53)

45

4 Valid

5 Valid

6 Valid

7 Gugur

8 Valid

9 Gugur

10 Valid

11 Valid

12 Valid

13 Gugur

14 Gugur

15 Gugur

16 Valid

17 Gugur

18 Valid

19 Valid

20 Valid

21 Gugur

22 Gugur

23 Gugur

24 Gugur

25 Valid

26 Valid

27 Gugur

28 Valid

29 Valid

30 Gugur

31 Gugur

32 Valid

33 Gugur

34 Valid

35 Valid

36 Valid

37 Valid

38 Valid

39 Valid

40 Valid

41 Valid

42 Valid

43 Valid

44 Valid


(54)

46

46 Valid

47 Gugur

48 Valid

Tabel 1.4. Hasil Uji Validitas Aitem Skala Kecemasan Komunikasi

Nomor Aitem Valid/Gugur

1 Gugur

2 Valid

3 Valid

4 Gugur

5 Valid

6 Valid

7 Valid

8 Gugur

9 Valid

10 Gugur

11 Valid

12 Gugur

13 Gugur

14 Valid

15 Valid

16 Gugur

17 Gugur

18 Valid

19 Valid

20 Gugur

21 Valid

22 Gugur

23 Gugur

24 Valid

25 Valid

26 Valid

27 Valid

28 Gugur

29 Valid

30 Gugur

31 Valid

32 Gugur

33 Valid

34 Gugur


(55)

47

36 Gugur

37 Gugur

38 Gugur

39 Valid

40 Valid

41 Gugur

42 Gugur

43 Valid

44 Gugur

45 Gugur

46 Gugur

47 Valid

48 Gugur

49 Valid

50 Gugur

51 Valid

52 Valid

53 Valid

54 Gugur

55 Valid

56 Gugur

57 Valid

58 Gugur

59 Gugur

60 Gugur

2. Reliabilitas

Reliabilitas diterjemahkan dari kata reliability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi maksudnya adalah pengukuran yang dapat menghsilkan data yang reliable. hasil pengukuran dengan alat tersebut dapat dipercaya. Hasil pengukuran Menurut Brennan (2001) reliabilitas merupakan karakteristik skor, bukan tentang tes ataupun bentuk tes. Menurut Sumadi Suryabrata (2004) reliabilitas menunjukkan


(56)

48

sejauh mana harus reliabel dalam artian harus memiliki tingkat konsistensi dan kemantapan.

Reliabilitas atau keterandalan adalah indeks-indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan. hal ini berarti menunjukkan sejauh mana alat pengukur dapat dikatakan konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau leih terhadap gejala yang sama. Untuk diketahui bahwa penghitungan atau uji reliabilitas harus dilakukan pada pertanyaan yang telah dimiliki atau memenuhi uji validitas, jika tidak memenuhi syarat uji validitas, maka tidak perlu diteruskan. (Noor, 2011) .

Suatu ciri instrumen yang berkualitas baik adalah reliabel, yaitu mampu menghasilkan skor yang cermat dengan eror pengukuran kecil. Pengertian reliabilitas mengacu pada keterpecayaan atau koifisiensi hasil alat ukur, yang mengandung makna seberapa tinggi kecermatan pengukuran. (Azwar, 2013).

Pengukuran reliabilitas sebuah instrument dapat dihitung melalui dua cara yaitu kesalahan baku pengukuran dan koefisien reliabilitas (Fieldt & Brennan, 1989). Kedua statistic di atas memiliki keterbatasannya

masing-masing. Kesalahan pengukuran merupakan rangkuman

inkonsistensi peserta tes dalam unit-unit skala skor sedangkan koefisien reliabilitas merupakan kuantitfikasi reliabilitas dengan merangkum konsistensi diantara beberapa kesalahan pengukuran.


(57)

49

Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Uji Reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk tingkat signifikansi 5 persen dari degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah sampel. Jika r hitung > r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan reliabel, demikian sebaliknya bila r hitung < r tabel maka pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan tidak reliabel. Adapun r tabel adalah 0.361.

E. Analisis Data

Menganalisis data merupakan langkah kritis dalam suatu penelitian, dari hasil penarikan sampel dan pengumpulan data akan diperoleh data kasar agar data kasar dapat dibaca dan diinterpretasikam, maka dibutuhkan adanya metode anaalisis data.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan analisis korelasi product moment. Hal tersebut dikarenakan data yang digunakan adalah data parametrik. Teknik penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan diantara dua variabel yaitu variabel kepercayaan diri sebagai variabel bebas dan variabel kecemasan berinteraksi sosial sebagai variabel terikat.

Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis. Uji prasyarat analisis diperlukan guna mengetahui apakah analisis data untuk pengujian hipotesis dapat dilanjutkan atau tidak. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dan uji linieritas (Noor, 2011).


(58)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subyek siswa-siswi SMP Swasta di Taman Sidoarjo. SMP Dharma Wanita 9 Taman terletak di Jl. Kalijaten Taman. Siswa Siswi adalah salah satu bagian dari civitas akademika pada sekolah SMP. Problematika siswa-siswi seringkali memberikan konsekuensi psikologis bagi seseorang, apalagi pada siswa-siswi yang kurang percaya diri ketika berkomunikasi dengan teman maupun orang lain.

Penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner untuk

mengetahui kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi

interpersonal pada siswa-siswi di SMP. Kuesioner yang telah diberikan terdiri dari,108 aitem yaitu dari kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi. Yang mana variabel kepercayaan diri terdiri dari 48 aitem, sedangkan variable kecemasan komunikasi terdiri dari 60 aitem, yang disusun berdasarkan indicator aspek dari kepercayaan diri dan kecemasn komunikasi. Aspek kepercayaan diri yaitu percaya akan kemampuan sendiri, bertindak mandiri dalam mengambil keputusan, memiliki rasa positif pada diri sendiri, dan berani mengungkapkan pendapat. Sedangkan aspek kecemasan komunikasi adalah gejala fisik, gejala perilaku, gejala kognitif. Penelitian mengambil beberapa sample dari


(59)

51

jumlah populasi yang ada, yang berjumlah 80 siswa-siswi. Laki-laki berjumlah 33 siswa dan perempuan berjumlah 47 siswa.

Tabel 2.1. Rarakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Keterangan Jumlah Prosentase

Laki-laki 33 41.25 %

Perempuan 47 58.75 %

Jumlah 80 100 %

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden laki-laki berjumlah 33 orang sedangkan responden perempuan berjumlah 47 orang dengan presentase 41.25% berbanding 58.75%.

Gambar 2.1. Rarakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Reliabilitas Data

Dari uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS 16.0 , diperoleh hasil yaitu 0.892 pada skala kepercayaan diri. Sedangkan dari skala kecemasan komunikasi interpersonal diperoleh hasil 0,900. berikut rangkuman uji reliabilitas dalam bentuk tabel seperti berikut.

Laki-laki 41% Perempuan

59%

Karakteristik Responden

Berdasarkan Jenis Kelamin


(60)

52

Tabel 2.2. Reliabilitas Skala Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi

Skala Cronbach's

Alpha

Cronbach's Alpha Based

on Standardized

Items

N of Items

Kepercayaan Diri .892 .891 30

Kecemasan

Berkomunikasi .900 .898 29

Suatu konstruk atau variable dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha (α) > 0,60. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha dari skala kepercayaan diri sebesar 0.892 lebih besar dari 0,60. hal ini berarti ke 30 pertanyaan tersebut dapat dinyatakan memiliki nilai reliabilitas yang baik dan layak untuk digunakan dalam penelitian. Sedangkan Cronbach’s Alpha dari skala kecemasan komunikasi sebesar 0.900 lebih besar dari 0,60. hal ini berarti ke 29 pertanyaan tersebut dapat dinyatakan memiliki nilai reliabilitas yang baik dan layak untuk digunakan dalam penelitian.

Uji Normalitas

Tabel 2.3. Uji Normalitas Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

PD .112 30 .200* .948 30 .150

Cemas .142 30 .124 .925 30 .037

a. Lilliefors Significance Correction


(61)

53

Dari hasil tes uji normality penelitian hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi telah diketahui bahwa pada kolom

kolmogorov-Smirnova terdapat signifikan kepercayaan diri = 0.200 dan kecemasan komunikasi = 0.124 itu tandanya bahwa tes uji normality dinyatakan normal, karena > 0.05.

2. Pengujian Hipotesis

Hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal, seperti pada tabel dibawah ini :

Correlations

PD Cemas

PD Pearson Correlation 1 -.620**

Sig. (2-tailed) .000

N 80 80

Cemas Pearson Correlation -.620** 1

Sig. (2-tailed) .000

N 80 80

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Dari tabel korelasi diatas, diperoleh harga koefisien -0.620 dengan harga signifikan 0.000 . Hasil analisis uji hipotesis pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpesonal. Dengan demikian hipotesis yang diajukan diterima.

Untuk mengetahui hasil penelitian, hipotesis dari penelitian ini diterima atau ditolak, maka sebelumnya harus dilakukan uji prasyaratan.


(62)

54

Terdapat dua uji prasyaratan yaitu uji normalitas dan uji validitas. Uji prasyaratan bertujuan untuk mengetahui apakah data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak, sehingga dapat diketahui analisa data menggunakan analisa parametrik atau non parametrik. Secara umum uji validitas bertujuan untuk mengetahui aitem-aitem yang valid (benar) dan aitem tidak valid (gugur/salah).

Uji Validitas

Hasil analisis validitas kepercayaan diri :

Standar pengukuran yang digunakan untuk menentukan validitas aitem berdasarkan pendapat Saifudin Azwar (2007) bahwa suatu aitem dikatakan valid apabila > 0.30. Namun, apabila jumlah aitem yang valid ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat menurunkan sedikit kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau 0,20. Adapun standar yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah 0.30 .

Berdasarkan analisis validitas kepercayaan diri. Aitem dengan menggunakan teknik uji daya beda, maka terdapat 30 aitem yang valid (diterima), yaitu aitem nomor 2, 4, 5, 6, 8, 10, 11, 12, 16, 18, 19, 20, 25, 26, 28, 29, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 48, sedangkan yang tidak valid (gugur) yaitu aitem nomor 1, 3, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 21, 22, 23, 24, 27, 30, 31, 33, 42, 47.

Aitem yang valid di uji dengan menggunakan teknik uji daya beda dengan koefisien korelasi aitem totalnya lebih dari 0,30.


(63)

55

Dengan kata lain aitem ini memiliki daya diskriminasi yang tinggi. Aitem ini memungkinkan untuk memisahkan antara kelompok responden yang memiliki sikap positif dan kelompok responden yang memiliki sikap negative.

Hasil analisis validitas Kecemasan Komunikasi Interpersonal:

Standar pengukuran yang digunakan untuk menentukan validitas aitem berdasarkan pendapat Saifudin Azwar (2007) bahwa suatu aitem dikatakan valid apabila > 0.30. Namun, apabila jumlah aitem yang valid ternyata masih tidak mencukupi jumlah yang diinginkan, maka dapat menurunkan sedikit kriteria dari 0,30 menjadi 0,25 atau 0,20. Adapun standar yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah 0.30 .

Berdasarkan analisis validitas kecemasan komunikasi interpersonal, aitem dengan menggunakan teknik uji daya beda, maka terdapat 29 aitem yang valid (diterima), yaitu aitem nomor 2, 3, 5, 6, 7, 9, 11, 15, 14, 18, 19, 21, 24, 27, 26, 29, 31, 33, 35, 39, 40, 43, 47, 49, 51, 52, 53, 55, 57, sedangkan aitem tidak valid (gugur), yaitu aitem nomor 1, 4, 8, 12, 13, 16, 17, 20, 22. 23, 25, 28, 30, 32, 34, 36, 37, 38, 41, 42, 44, 45, 46, 48, 50, 54, 56, 58, 59, 60.

Aitem yang valid dengan menggunakan teknik uji daya beda dengan koefisien korelasi aitem totalnya lebih dari 0,3. Dengan kata lain aitem ini memiliki daya diskriminasi yang tinggi. Aitem ini memungkinkan untuk memisahkan antara kelompok responden yang


(64)

56

memiliki sikap positif dan kelompok responden yang memiliki sikap negative.

B. Pembahasan

Pada tabel korelasi diperoleh harga koefisien korelasi sebesar -0.620, dengan signifikansi sebesar 0.000. Berdasarkan data diatas maka dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan membandingkan taraf signifikansi (p-value). Jika signifkan > 0.05, maka Ho diterima, sedangkan jika signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak.

Pada hasil uji hipotesis tersebut diketahui bahwa koefisien korelasi adalah -0.620 dengan signifikansi 0.000, karena signifikansi < 0.05, maka Ho ditolak, dan Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal, semakin rendah kepercayaan diri maka akan semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal

Pada penelitian sebelumnya dengan variabel kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal banyak dilakukan salah satumya

penelirian yang dilakukan oleh Sa’diyah dengan judul “Hubungan

Kepercayaan Diri dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada

Penyandang Cacat Tunarungu”, menunjukkan hasil korelasi sebesar -0.378 dengan p = 0.001 (p < 0.01). sehingga, hipotesis yang menyatakan ada hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemassan komunikasi interpersonal dapat diterima..


(65)

57

Penelitian ini membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi pada siswa SMP. Berdasarkan harga koefisien korelasi sebesar -0.620, di mana harga korelasinya bersifat negatif diartikan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi pada siswa SMP. Hal ini juga berarti semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi, dan begitu pula sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri maka semakin tinggi kecemasan komunikasi.

Menurut Lautser kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin atas kemampuan sendiri sehingga individu yang bersangkutan tidak terlalu cemas dalam setiap tindakan, dapat bebas melakukan hal-hal yang disukai dan bertanggung jawab atas segala perbuatan yang dilakukan, hangat dan sopan dalam berinteraksi dengan orang lain, dapat menerima dan menghargai orang lain, memiliki dorongan berprestasi serta dapat mengenal kelebihan dan kekurangan diri (dalam Nelawati, 2010).

Davies juga mengatakan bahwa rasa percaya diri dapat membantu seseorang apabila berhadapan dengan ketidakpastian, membantu melihat tantangan-tantangan sebagai kesempatan-kesempatan, mengambil resiko-resiko yang dapat diperhitungkan, dan membuat keputusan-keputusan dengan tepat (dalam Andrianto, 2008).

Menurut Rahmat (1998) orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya.


(66)

58

Hal ini sesuai dengan penelitian Rakhmat (2009) yang menyebutkan bahwa faktor yang paling menentukan dalam hambatan berbicara di depan umum adalah kurangnya kepercayaan diri. Seseorang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari presentasi atau berbicara di depan umum. Mereka takut orang lain akan mengejek atau menyalahkan, dalam diskusi, mereka akan lebih banyak diam, dalam pidato, mereka akan berbicara terpatah-patah.

Bandura menggunakan istilah keyakinan diri (Self efficacy) dalam menjelasakan tentang rasa percaya diri individu. Menurutnya keyakinan diri (Self efficacy) mengarah pada keyakinan individu bahwa dirinya mempunyai kemampuan dalam batasan tertentu untuk melakukan suatu kegiatan. Selain itu, Schwarzer dan Born menjelaskan bahwa keyakinan diri yang rendah akan diasosiasikan dengan keadaan depresi, kecemasan serta ketidakberdayaan (dalam Nuraeni, 2010).

Menurut Adler, individu yang memiliki kepercayaan diri yang sangat berlebihan tidak selalu berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak kenal lelah. Dimana orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada diri sendiri yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan dari pada teman (dalam Nuraeni, 2010).

Dapat disimpulkan bahwasannya apabila keyakinan diri rendah maka individu akan mudah mengalami depresi, kecemasan, dan sebaliknya apabila keyakinan diri individu tinggi maka seseorang akan memiliki kepercayaan


(1)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

58

Hal ini sesuai dengan penelitian Rakhmat (2009) yang menyebutkan bahwa faktor yang paling menentukan dalam hambatan berbicara di depan umum adalah kurangnya kepercayaan diri. Seseorang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari presentasi atau berbicara di depan umum. Mereka takut orang lain akan mengejek atau menyalahkan, dalam diskusi, mereka akan lebih banyak diam, dalam pidato, mereka akan berbicara terpatah-patah.

Bandura menggunakan istilah keyakinan diri (Self efficacy) dalam menjelasakan tentang rasa percaya diri individu. Menurutnya keyakinan diri

(Self efficacy) mengarah pada keyakinan individu bahwa dirinya mempunyai

kemampuan dalam batasan tertentu untuk melakukan suatu kegiatan. Selain itu, Schwarzer dan Born menjelaskan bahwa keyakinan diri yang rendah akan diasosiasikan dengan keadaan depresi, kecemasan serta ketidakberdayaan (dalam Nuraeni, 2010).

Menurut Adler, individu yang memiliki kepercayaan diri yang sangat berlebihan tidak selalu berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak kenal lelah. Dimana orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-hati dan seenaknya. Tingkah laku mereka sering menyebabkan konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada diri sendiri yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan dari pada teman (dalam Nuraeni, 2010).

Dapat disimpulkan bahwasannya apabila keyakinan diri rendah maka individu akan mudah mengalami depresi, kecemasan, dan sebaliknya apabila keyakinan diri individu tinggi maka seseorang akan memiliki kepercayaan


(2)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

59

diri serta dapat melakukan tugas-tugas yang lebih menantang, dirinya akan menetapkan tujuan yang tinggi serta berusaha untuk mencapainya sampai berhasil. Dengan memiliki keyakinan diri yang baik akan membuat seorang remaja mampu melewati krisis identitas dimana menurut Erikson remaja pada usia 12 - 20 pada masa ini akan mulai memiliki suatu perasaan tentang identitas dirinya, dimana remaja mulai menyadari sifat-sifat yang melekat pada dirinya seperti kesuksesan dan ketidaksuksesan, tujuan-tujuan yang diinginkan tercapai di masa mendatang, kekuatan dan hasrat untuk mengontrol kehidupannya sendiri. Pada kondisi yang demikian jika seorang remaja memiliki keyakinan diri yang baik maka akan terhindar dari depresi, frustasi, serta kecemasan komunikasi interepersonal dan pada remaja yang stabil dalam mencapai identitas dirinya akan memiliki kepercayaan diri, mampu mengambil keputusan, serta mampu mengantisipasi tentang masa depannya. Dengan begitu keyakinan diri merupakan modal yang juga penting dalam pembentukan kepercayaan diri dan mampu mengelakan sifat kecemasan komunikasi interpersonal.


(3)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

60 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang diuji dengan menggunakan tehnik analisis uji korelasi Product Moment, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada siswa SMP. Artinya semakin rendah kepercayaan diri maka akan semakin tinggi kecemasan komunikasi interpersonal. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi kepercayaan diri maka semakin rendah kecemasan komunikasi interpersonal.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti mengemukakan saran sebagai berikut:

1. Bagi siswa-siswi diharapkan dapat lebih meningkatkan kepercayaan diri supaya mereka bisa mengatasi kecemasan berkomunikasi.

2. Bagi peneliti selanjutnya, bisa memilih subyek penelitian yang tepat bisa dengan wawancara atau observasi terlebih dahulu. Selain itu peneliti selanjutnya harus memperhatikan waktu penelitian supaya bisa berjalan dengan baik dan dapat menentukan alat ukur yang sesuai.


(4)

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id


(5)

60

DAFTAR PUSTAKA

Alsa, Asmadi. Hubungan Antara Dukungan Sosial Orang Tua Dengan Kepercayaan Diri Remaja Penyandang Cacat Fisik Pada Slb-D Ypac Semarang.

Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang : UMM Press

Andrianto, Bhimo. 2008. Kecemasan Presentasi Ditinjau Dari Ketrampilan

Komunikasi Dan Kepercayaan Diri Pada Mahasiswa. Naskah Publikasi.

Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Anwar, astrid Indi Dwisty. 2009. Hubungan Antara Self-Efficacy Dengan Kecemasan Berbicara Didepan Umum Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi

Universitas Sumatera Utara. Fakultas Psikologi. Universitas Sumatera Utara

Azwar, Saifudin.2007.Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, Saifuddin. 2012. Penyusun Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Barlow, David & Mark Durand.2006. Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Cangara, H. 1998. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Chaplin, J.P. 2005. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja GrafindoPersada Davidson, Gerald C. Neale, Jhon M. Kring, Ann M. 2012. Psikologi Abnormal

Edisi Ke-9. Jakarta : Rajawali Pers

Devito, J. 1997. Komunikasi Antar Manusia Kuliah Dasar Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Professional Books.

Fatimah, Enung. 2006. Psikologi Perkembangan (Perkembanngan Peserta Didik). Bandung : CV. Pustaka Setia.

Febiyanti, Fina. 2007. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Pada Penyalahguna Napza Selama Masa Rehabilitasi. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Gufron, Nur., & Risnawati, Rini. 2010. Teori-Teori Psikologi. Jogjakarta : Ar-Ruzz

Media.

Jeffrey S. Nevid. Spencer A. Rathus. Beverly Greene. 2000. ”Psikologi Abnormal. Jakarta:Erlangga.


(6)

61

Jalaluddin, Rakhmat. 1988. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remadja Karya Lumpkin, Aaron. 2005. You Can Be Positive, Confident And Courageous. Jakarta

: Erlangga.

Maisaroh, Ekka Nur. Falah, Falasifatul. Religiusitas Dan Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional (Un) Pada Siswa Madrasah Aliyah. Fakultas Psikologi Universitas Islam Sultan Agung Semarang. Proyeksi, Vol. 6 (2) 2011, 78-88 Muhid, A. 2010. Analisis Statistik SPSS for Windows. Surabaya: LEMLIT & Duta

Aksara

Nelawati. 2010. Hubungan Kecemasan Berkomunikasi dengan Keaktifan Siswa Dalam Berdiskusi di SMPN 5 Siak Hulu. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau

Noor, Juliansyah. 2012. Metodologi Penelitian. Jakarta :KencanaPrenadamedia Group.

Nuraeni, Diah. 2010. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Siswa Kelas Vii & Viii Di Sltpn I Lumbang Pasuruan. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Sa’diyah, Khalimatus & Nashori, Fuad. 2005. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Penyandang Cacat Tunarungu. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih. Kepercayaan Diri Dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa. JURNAL PSIKOLOGI 2003, NO. 2, 67 – 71

Uchjana,Onong. 2005. Ilmu Komunikasi (Teori dan Praktek). Bandung:Remaja Rosdakarya

Wahyuni, Sri. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Pada Mahasiswa Psikologi. eJournal Psikologi, Volume 2, Nomor 1, 2014: 50-64

Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.