QUR'ANIC SOUND HEALING UNTUK MENGATASI SPEECH DELAYED ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI MELATI SIDOARJO.
QUR’ANIC SOUND HEALING UNTUK MENGATASI SPEECH DELAYED ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI MELATI SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
SITI SHOFA NIDA NUROIN NIM. B53213068
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Siti Shofa Nida Nuroin (B53213068), Qur’anic Sound Healing untuk Mengatasi
Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Siodarjo.
Permasalahan yang diteliti dalam penelitian skripsi ini ada dua, yaitu
1) Bagaimana proses Qur’anic Sound Healing untuk Mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Siodarjo? 2) Bagaimana hasil akhir Qur’anic Sound
Healing untuk Mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Siodarjo
?
Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, dengan jenis studi kasus, dan analisa data deskriptif komparatif. Peneliti melakukan wawancara, mengamati dan mempelajari secara terperinci, mendalam dan menyeluruh terhadap gangguan Speech Delayed yang dialami oleh seorang anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo. Penelitian dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses Qur’anic
Sound Healing dalam mengatasi gangguan Speech Delayed anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo. Dan adapun untuk mengetahui hasil akhir dari Qur’anic Sound
Healing ini peneliti membandingkan antara teori dengan pelaksanaan terapi Qur’anic
Sound Healing di lapangan, mengamati dan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah pelaksanaan terapi Qur’anic Sound Healing.
Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses Qur’anic Sound Healing
menggunakan tahapan konseling pada umumnya, yakni identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, treatment dan follow up. Ayat al-Qur’an yang digunakan dalam terapi ini merupakan ayat-ayat pilihan yakni Surat Alfatihah, Surat Thaha ayat 19-37, Surat Qaf ayat 16-35, dan Surat Arrahman ayat 1-13. Dengan tujuan untuk meminimalisir ganggun Speech Delayed yang dialami oleh klien. Dalam hasil akhir terapi ini dapat dinyatakan cukup berhasil dengan prosentase 66% yang mana hasil penelitian tersebut dapat adanya perubahan yang ada pada diri klien. Klien mengalami perubahan ke arah yang lebih positif, diantaranya adalah klien terlihat lebih ekspresif, gerakan mulut klien lebih aktif, lebih sering mengeluarkan suara bahkan dalam waktu yang cukup lama dan disertai gerakan tangan, baik itu suara vokal maupun ucapan kata. Klien yang lebih merespon terhadap suara yang didengarnya, juga merespon perintah yang di arahkan padanya.
(7)
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Definisi Konsep ... 10
1. Qur’anic Sound Healing ... 10
2. Speech Delayed ... 10
3. Autisme ... 11
F. Metode Penelitian ... 12
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 12
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 14
3. Jenis dan Sumber Data ... 14
4. Tahap-tahap Penelitian ... 16
5. Teknik Pengumpulan Data ... 19
6. Teknik Analisis Data ... 21
7. Teknik Keabsahan Data ... 22
G. Sistematika Pembahasan ... 23
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA QUR’ANIC SOUND HEALING, PERKEMBANGAN BAHASA ANAK, SPEECH DELAYED, DAN AUTISME A. Qur’anic Sound Healing ... 25
1. Pengertian ... 25
2. Al-Qur’an Sebagai Obat ... 26
3. Kekuatan Suara ... 29
4. Metode Terapi Qur’anic Sound Healing ... 32
B. Perkembangan Bahasa Anak ... 35
1. Pentingnya Berbahasa ... 35
2. Tugas-tugas Perkembangan Bahasa ... 37
3. Fase Perkembangan Bahasa Anak ... 39
(8)
ii
C. Speech Delayed ... 47
1. Pengertian ... 47
2. Faktor Penyebab Speech Delayed ... 49
3. Mavam-macam Speech Delayed ... 51
D. Autisme ... 52
1. Pengertian ... 52
2. Karakteristik Autisme ... 54
3. Penyebab Autisme ... 57
E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 58
Bab III: PENYAJIAN DATA QUR’ANIC SOUND HEALING DALAM MENGATASI SPEECH DELAYED ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI MELATI SIDOARJO A. Gangguan Speech Delayed pada Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo ... 60
1. PAUD Inklusi Melati Sidoarjo ... 60
a. Profil ... 60
b. Visi, Misi dan Tujuan ... 64
c. Sarana dan Prasana ... 65
d. Bentuk Kegiatan ... 65
2. Anak Autis dengan Gangguan Speech Delayed ... 69
a. Kepribadian Klien ... 69
b. Latar Belakang Pendidikan Keluarga ... 70
c. Latar Belakang Agama dan Sosial ... 70
d. Latar Belakang Ekonomi ... 71
e. Alasan Klien Masuk PAUD Inklusi ... 71
f. Masalah Speech Delayed ... 72
3. Konselor Qur’anic Sound Healing ... 79
B. Qur’anic Sound Healing untuk Mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo ... 81
1. Proses Pelaksanaan Qur’anic Sound Healing dalam Mengatasi Speech delayed Anak Autis ... 81
a. Identifikasi Masalah ... 81
b. Diagnosis ... 82
c. Prognosis ... 83
d. Terapi (treatment) ... 84
e. Follow Up ... 93
2. Hasil Akhir Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoajo ... 94
BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Proses Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed Anak Autis ... 97
B. Analisis Hasil Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed Anak Autis ...103
(9)
iii
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 106 B. Saran ... 107
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(10)
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Manajemen Kegiatan PAUD Inklusi Melati Sdoarjo ... 68
Tabel 3.2 Kondisi Klien Sebelum Diberi Qur’anic Sound Healing ... 95
Tabel 3.3 Kondisi Klien Setelah Diberi Qur’anic Sound Healing... 96
Tabel 4.1 Perbandingan Teori dengan Pelaksanaan di Lapangan ... 101
Tabel 4.2 Perubahan Perilaku Klien Sebelum dan Sesudah dilakukan Qur’anic Sound Healing ...104
(11)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Banyak pengobatan-pengobatan alternatif yang muncul di era sekarang ini, salah satunya adalah terapi penyembuhan melalui suara. Para ilmuan sudah membuktikan bahwa setiap sel dari sel-sel otak bergetar dengan frekuensi tertentu, dan bahwa ada program yang ketat dalam setiap sel yang mengontrol kerjanya selama hidupnya. Program ini dapat terpegaruh oleh guncangan eksternal, seperti benturan psikologis dan masalah social. Sel-sel ini ketika terkena pengaruh guncangan akan merusak aktifitas program khusus yang mengakibatkan pada gangguan guncangan yang beragam, dan kadang juga dapat mengakibatkan kerusakan sistem kerja secara keseluruhan, lalu muncul berbagai jenis penyakit, baik mental maupun fisik. Dan lebih lanjut lagi para ilmuan memastikan bahwa cara terbaik untuk mengobati penyakit adalah dengan memprogram ulang sel-sel tersebut. 2
Berkaitan dengan terapi suara, para ilmuan barat begantung pada terapi musik (khususnya terapi musik klasik). Musik sebagai konsep penyembuhan baru saja berkembang di dunia modern. Beberapa tahun terakhir, musik juga terbukti secara unik dan efektif bisa menjadi jembatan antara otak kanan dan otak kiri, serta mampu meningkatkan ketajaman mental dan kemampuan untuk mengungkapkan kreatifitas. Musik klasik memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mengetuk sumber kreatifitas. Musik-musik
(12)
2
jenis yang lain dampaknya jelas tidak seefektif musik klasik. Musik rock misalnya, tidak mampu memberikan inspirasi dan keterkaitan spiritual yang sangat di dambakan. Kualitas-kualitas tersebut tidak bisa muncul dari bunyi yang ingar-bingar dan mengganggu karena bunyi seperti itu menggetarkan dan mengganggu ritme tubuh serta pikiran. Untuk bisa mengakses pikiran dan pemahaman yang paling mendalam tubuh harus berada dalam kondisi yang seimbang, setengah bermeditasi, yaitu ketika semua fungsi fisik melambat.3
Musik adalah bentuk seni yang paling lembut namun berpengaruh besar terhadap pusat fisik dan jaringan saraf. Musik juga mempengaruhi sistem saraf baik secara langsung maupun tidak langsung. Alam semesta bergetar pada frekuensi tertentu, dan manusia juga dapat ikut terpengaruh tergantung pada respon saraf nya.4 Dalam permainan musik, melodi dan harmoni mengikuti ritme memunculkan kesadaran dan kepekaan. Ketika seseorang semakin menyadari keberadaan diri yang lebih tinggi, musik menjadikan diri seseorang sanggup mencapai inti batin dirinya. Tingkatan
dimana seseorang mendengar ‘jiwa’ musik adalah ukuran dari kesadaran seseorang atas keberadaan Tuhannya.5
Terapi melalui musik telah menjadi salah satu profesi dalam disiplin kesehatan yang pada intinya mengarisbawahi bahwa, seorang terapis musik menggunakan musik sebagai media pendidikan untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar dan keterampilan. Misalnya penggunaan
3 Stephanie Merritt, Simfoni Otak (Bandung: Kaifa, 2003), hal. 69.
4 Mary Basano, Music and Color; Terapi Alternatif (Yogyakarta: Glosaria Media, 2014),
hal. 11.
5 Mary Basano, Music and Color; Terapi Alternatif (Yogyakarta: Glosaria Media, 2014),
(13)
3
irama musik dan ritme berbicara untuk membantu kontrol saraf pada anak dengan disfugsi motorik kasar. Semua efek itu dapat terjadi karena para ahli percaya bahwa musik dapat memperkuat serta memotivasi gerakan atau latihan terstruktur yang dibutuhkan dalam proses rehabilitasi fisik tertentu. Keterlibatan musik dapat memberikan keringanan dari rasa sakit, ketidak nyamanan, dan kecemasan yang berasosiasi dengan gangguan fisik. Banyak dari hasil riset cenderung mengatakan bahwa, anak sebenarnya lebih mudah menyerap informasi dan keterampilan tertentu bila dipresentasikan melalui musik, terutama pada kasus perilaku komunikasi pada anak autis atau anak-anak dengan gangguan belajar. Juga di informasikan bahwa, penggunaan irama dan melodi secara secara strategis dapat dapat membantu aspek pembelajaran ke lingkungan belajar yang lebih menarik. Maka, sebagian besar orientasi aplikasi terapi musik ditujukan pada anak berkebutuhan khusus.6
Sebagaimana yang diketahui bahwa suara masuk ke dalam otak melalui telinga. Suara tidak lain adalah sebuah getaran. Pengobatan melaui Al-Qur’an, ketika ada seorang pasien yang diperdengarkan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an maka getaran yang sampai pada otaknya akan memberikan dampak positif pada sel dan membuatnya bergetar dengan frekuensi getaran yang tepat. Al-Qur’an memiliki ciri keharmonian yang unik yang berbeda dengan kitab-kitab lain.
(14)
4
Maka dari itu, Al-Qur’an merupakan sarana pengobatan yang terbaik dan termudah untuk mengembalikan keseimbangan sel yang rusak. Allah maha kuasa menciptakan sel dan Dia pula yang menitipkan program yang detail di dalamnya. Dia juga tahu apa yang bisa memperbaikinya. Karena segala penyakit tentu ada obatnya, dan bahwa Al-Qur’an lah sarana penyembuhan yang paling tepat. Sebagaimana terdapat dalam firman Nya:
ُُلِز َنُنَو
ُ
َُ ِم
ُٱُ ل
ُ ُق
ُِناَء
ُ
اَم
ُ
َُوُه
ُ
ُ اَفِش
ُ ءُ
َُ حَرَو
ُ ةُ
ُ لِزل
ُ ؤُ
َُيِنِم
ُ
ُ
َ
لَو
ُ
ُُديِ َي
ُٱ
ُ ظل
َُيِ ِل
ُ
ُ
لِإ
ُ
ُ را َسَخ
اُ
٢
ُ
ُ
Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Q.S Al-Isra: 82)
Murotal Al-Qur’an adalah kegiatan mendegarkan bacaan Al-Qur’an baik itu secara langsung ataupun melalui media elektronik. Alferd Tomatis, seorang dokter asal Perancis, setelah lima puluh tahun mengadakan penelitian terhadap indera manusia, akhirnya mengambil kesimpulan bahwa indera pendengaran adalah indera yang paling penting diantara indera manusia lainnya. Menurutnya, telinga memiliki kemampuan kontrol terhadap seluruh tubuh, mengatur operasi vital tubuh, membuat keseimbangan gerak dan konsistensi irama yang teratur bagi semua organ tubuh. Dengan demikian telinga merupakan panglima bagi setiap system saraf manusia. Semuanya dipengaruhi oleh suara. Suara atau musik yang terdengar dari murottal
Al-Qur’an dapat dijadikan sebagai upaya untuk menyembuhkan suatu penyakit, menurut Al-Kahil Al-Qur’an adalah seperangkat frekuensi suara yang sampai ke telinga dan dikirimke sel-sel otak lalu mempengaruhi sel melalui medan listrik yang yang melahirkan sel-sel. Sel-sel dan medan listrik itu kemudian
(15)
5
saling merespon hingga mengubah getaran sel menjadi stabil. Keadaan inilah yang disebut sembuh, bebas dari gangguan penyakit.7
Al-Qur’an yang berisi firman-firman allah yang mengandung mukjizat yang diyakini sebagai kitab suci tidaklah sama dengan kitab-kitab yang lain, baik rangkaian kalimat, susuan kata, maupun huruf-hurufnya. Ketika
Al-Qur’an dibaca dengan baik sesuai dengan irama tajwid dan keluar dari hati yang ikhlas, maka akan menjadi suara yang sangat indah dan melahirkan energy yang sangat tinggi. Suara al-Qur’an inilah yang akan menjadi energy penyembuh terhadap berbagai penyakit. 8
Anak berkebutuhan khusus yakni anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya, baik berbeda karena memiliki keterbatasan/ketidakmampuan (fisik, mental dan sosial emosi), maupun memiliki kelebihan atau keistimewaan (gifted and tallented). Masyarakat lebih mengenalnya dengan istilah anak cacat dan anak berbakat. Namun yang di fokuskan dalam penelitian ini adalah pada anak yang memiliki keterbatasan fisik, ganguan mental, atau sosial. Anak berkebutuhan Khusus banyak jenisnya, salah satunya adalah anak Autis.
Autism pertama kali ditemukan oleh Kanner pada tahun 1943. Dia mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukan dengan peguasaan yang tertunda, dan lain sebagainya. Autism menurut istilah kedokteran, psikiatri dan psikologi termasuk dalam gangguan perkembangan pervasive
7 Achmad Zuhdi, Terapi Qur’ani (Surabaya: Imtiyaz, 2012), hal. 304.
(16)
6
(pervasive developmental disorder). Secara khas gangguan yang termasuk dalam kategori ini ditandai dengan distorsi perkembangan fungsi psikologis dasar majemuk yang meliputi perkembangan keterampilan social dan berbahasa, seperti perhatian, persepsi, daya nilai terhadap realitas dan gerakan-gerakan motorik.9
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan pervasive yang secara menyeluruh mengganggu fungsi kognitif, emosi dan psikomotorik anak. Gejala umum yang bisa diamati dari anak dengan gangguan autism antara lain gangguan pola tidur, gangguan pencernaan, gangguan fungsi kognisi, tidak adanya kontak mata, komunikasi satu arah, mengamuk (tantrum), tindakan agresif atau hiperaktif, menyakiti diri sendiri, acuh, dan gangguan motorik yang steriotipik. 10 Anak-anak yang mengalami gangguan autisme menunjukan kurangnya respon terhadap oranglain, mengalami kendala berat dalam kemampuan komunikasi, dan memunculkan respon yang aneh terhadap berbagai aspek lingkungan di sekitarnya.
Sebenarnya setiap anak penderita autis memiliki hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak normal lainya dalam kelas regular dan mengabiskan sedikit waktu untuk berada di kelas khusus, namun ada juga anak–anak yang mnderita autis harus selalu berada dalam sekolah khusus yang terstruktur bagi anak tersebut. Anak autis yang mampu bebaur dengan anak normal dan dapat berbaur dengan baik
9 Triantoro Safaria, Autisme: Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi Orangtua
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005), hal. 1.
10 Triantoro Safaria, Autisme: Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi Orangtua
(17)
7
biasanya memiliki kemampuan untuk dapat berkomunikasi dengan baik serta kemampuan kognitifnya juga bagus. 11
Seperti halnya dalam kasus ini, terdapat seorang anak laki-laki yang masih berusia 7 tahun yang mengalami gangguan autis. Ia anak pertama dari 3 bersaudara. Jika dilihat secara fisik ia sama halnya dengan anak-anak normal lain. Namun jika diperhatikan secara lebih teliti dan setelah mengajak nya berkomunikasi maka mulai terlihat bahwa ia tidak ada kontak mata dengan lawan bicaranya, ia juga belum bisa berbicara. Sebut saja namanya Anton (Nama Samaran).
Anton saat ini bersekolah di PAUD Inklusi Melati Sidarjo. Di sekolah ia termasuk anak yang cerdas, ia sudah mengenal angka dan huruf. Sudah bisa menulis, merangkai kalimat sedikit demi sedikit juga menggambar. Menggambar merupakan hobinya, setiap hari ia selalu menggambar bermacam-macam bentuk mulai dari pesawat, mobil, kereta api, dan lain sebagainya. Melihat hasil gambarnya yang bagus, orangtua nya lalu mendaftarkan Anton untuk Les menggambar. Sehingga ia sempat mendapat penghargaan juara 1 menggambar. Selain bersekolah Anton juga mengikuti terapi di lembaga terapi Esia.
Kedua orangtua Anton bekerja di bidang finance, mereka sibuk bekerja sehingga Anton lebih sering bersama nenek nya. Nenek nya pula yang setiap hari mengantar Anton ke Sekolah. Nenek nya sempat bercerita bahwa Anton dulu sangat aktif, naik ke atas meja, naik ke atas lemari dan
(18)
8
perilaku hiperaktif lainnya, tapi saat ini Anton sudah mulai bisa duduk tenang. Ia sangat hobi menggambar dan pesawat adalah bentuk yang paling sering digambar oleh Anton. Di sekolah, Anton termasuk siswa yang cerdas. Ia sudah bisa menulis angka dan huruf juga sudah bisa merangkai kalimat, meskipun terkadang masih belum jelas maksud dari kalimat nya.
Dalam hal berbicara, Anton belum bisa mencapainya. Anton mengalami Speech delayed (Keterlambatan Bicara), karena ia belum bisa bicara seperti anak-anak lain yang seumuran dengan nya. Ia lebih sering bergumam, mengeluarkan suara-suara yang tidak jelas dan terkadang berteriak. Maka dari itu penulis ingin mengangkat masalah ini sebagai objek penelitian dengan judul : “Qur’anic Sound Healing untuk Mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo”
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang diatas, maka perlu kiranya dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana proses Qur’anic Sound Healing dalam Mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo?
2. Bagaimana hasil dari Qur’anic Sound Healing dalam Mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo?
C. Tujuan Penelitian
Dengan mengajukan rumusan masalah diatas, maka penulis memiliki tujuan yaitu :
(19)
9
1. Mengetahui dan mendeskripsikan proses Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo. 2. Mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana hasil dari Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed Anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo.
D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian inipeneliti berharap dapat memberikan manfaat dari hasik penelitian ini secara teoritis dan praktis bagi pembacanya, yaitu sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis pengkajian terhadap Bimbingan dan Konseling Islam dengan Qur’anic Sound Healing dalam menangani Speech Delayed anak Autis diharapkan dapat berguna dan dapat menambah wawasan dalam bidang Konseling Islam bagi Fakultas Dakwah pada umumnya dan jurusan Bimbingan Konseling Islam pada khususnya
2. Manfaat Praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan sumber informasi dalam rangka pengembangan Bimbingan Konseling Islam dalam pemberian terapi yang tepat terhadap anak berkebutuhan khusus
(20)
10
E. Definisi Operasional
Sebagai upaya untuk mempermudah dan terarahnya penulisan, serta menghindari terjadinya perbedaan pendapat atau persepsi terhadap beberapa istilah yang terdapat dalam judul proposal skripsi ini maka di pandang perlu untuk menjelaskan beberapa istilah yang terdapat dalam judul penelitian tersebut. Adapun istilah-istilah dalam melaksanakan penelitian ini penulis berpijak pada litelatur yang terkait dengan judul penelitian yaitu:
1. Qur’anic Sound Healing
Qur’anic Sound Healing adalah penyembuhan (terapi) dengan
menggunakan lantunan suara ayat-ayat Al-Qur’an yang di perdengarkan kepada klien dengan menggunakan media Handphone atau MP3. Adapun jenis suara yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan suara peneliti dengan beracuan pada nada murotal Ahmad Saoed. Ayat al-Qur’an yang akan di perdengarkan juga merupakan ayat-ayat pilihan yakni Surat Alfatihah, Surat Thaha ayat-ayat 19-37, Surat Qaf ayat 16-35, dan Surat Arrahman ayat 1-13.
2. Speech Delayed
Speech Delayed adalah istilah yang sering diberikan oleh dokter anak kepada anak-anak. Kata ‘speech delayed’ ini bukan merupakan diagnosis, kata ini hanya digunakan untuk menunjukan keadaan keterlambatan bicara. Sebab, keterlambatan bicara adalah sebuah gejala dari suatu diagnosis tertentu. Jadi, saat ditemukan anak dengan
(21)
11
keterlambatan bicara para ahli mengatakan bahwa anak tersebut mengalami speech delayed, lalu dianjurkan untuk diberi terapi wicara.12
Ketika anak tidak mampu berbicara seperti layaknya anak lain yang seumuran, maka anak ini dapat dikatakan mengalami keterlambatan bicara atau Speech Delayed. Menurut Hurlock, apabila tingkat perkembangan bicara berada di bawah tingkat kualitas perkembangan anak yang umurnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan kata, maka hubungan sosial anak akan terhambat sama halnya apabila keterampilan bermain mereka berada di bawah keterampilan teman sebayanya.
Secara umum, seorang anak dikategorikan mengalami keterlambatan bicara jika perkembangan bicaranya secara signifkan berada di bawah norma anak-anak yang seumuran dengannya. Anak dengan keterlambatan bicara memiliki perkembangan bahasa khas yang lebih muda dari usia kronologisnya; keterlambatan bicara anak mungkin saja terletak pada sekuen normal namun masih lebih lambat dari rata-rata. Untuk menentukan hal itu, maka harus memahami tahap perkembangan bahasa yang normal.
3. Autisme
Autis adalah kategori ketidakmampuan yang ditandai dengan adanya gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, gangguan indriawi, pola bermain dan perilaku emosi. Ciri Anak Autis mulai terlihat sebelum
12 Julia Maria van Tiel, Pendidikan Anakku Terlambat Bicara (Jakarta: Prenada, 2011),
(22)
12
anak-anak berumur tiga tahun. Autis merupakan gangguan yang dimulai dan dialami pada masa kanak-kanak. Menurut Kanner, Autis merupakan gangguan ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan bahasa yang ditunjukan dengan penguasaan yang tertunda,
ecocalia, mutism, pembalikan kalimat, adanya aktifitas bermain yang
repentif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk memepertahankan keteraturan di dalam lingkungan nya. 13
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan kualitatif, yang mana pendekatan ini adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.14 Penelitian kualitatif adalah suatu proses penelitian ilmiah yang yag lebih dimaksudkan untuk memahami masalah-masalah manusia dalam konteks social dengan menciptakan gambaran menyeluruh dan kompleks yang disajikan, melaporkan pandangan terperinci dari para sumber informasi, serta
13 Triantoro Safaria, Autisme: Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi Orangtua
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 20015), hal. 1.
14 Lexy J. Moleong. Meode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
(23)
13
dilakukan dalam setting yang alamiah tanpa ada intervensi apapun dari peneliti.15
Jadi pendekatan kualitatif yang penulis gunakan pada penelitian ini digunakan untuk memahami fenomena yang dialami oleh klien secara menyeluruh yang dideskripsikan berupa kata-kata dan bahasa untuk kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip dan definisi secara umum.
Sedangkan jenis penelitiannya adalah penelitian study kasus. Studi kasus merupakan jenis penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Studi kasus adalah suatu model penelitian kualitatif yang terperinci tentang individu atau suatu unit sosial tertentu selama kurun waktu tertentu. Ciri khas dari tudi kasus adalah adanya “sistem yang
terbatas” (Bounded System), maksud dari system ini adalah adanya batasan dalam hal waktu dan tempat serta batasan dalam hal kasus yang diangkat (dapat berupa program, kejadian, aktifitas atau subjek penelitian). Ciri lainnya dari studi kasus adalah keunikan dari kasus yang diangkat, kasus yang diangkat biasanya kasus-kasus yang memiliki keunikan, kekhasan tersendiri.16
Tujuan penulis menggunakan jenis penelitian study kasus karena penulis ingin melakukan penelitian dengan cara mempelajari individu
15 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika,
2010), hal. 8.
16 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika,
(24)
14
secara rinci dan mendalam selama kurun waktu tertentu untuk membantu mengatasi speech delayed anak Autis.
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian a. Sasaran Penelitian
Sasaran dalam penelitian ini adalah seorang anak laki-laki yang berumur 7 tahun yang mengalami gangguan Autis serta terganggu juga dalam hal bicara nya (Specch Delayed). Anak ini termasuk anak yang cerdas, diumurnya yang sekarang ini dengan gangguan yang dialaminya ia sudah bisa menulis huruf dan angka, merangkai kalimat, menggambar dan melipat kertas. Gangguan bicara nya disadari sejak ia berumur 2 tahun. sampai saat ini tak banyak suara yang keluar dari mulutnya, ia hanya bergumam sesekali dan berteriak.
b. Lokasi Penelitian
Lokasi dalam penelitian ini adalah di PAUD Inklusi Melati yang beralamat di Jl. Yos Sudarso No. 63 Sidoarjo.
3. Jenis dan Sumber Data a) Jenis Data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata berupa deskripsi bukan dalam bentuk angka. Adapun jenis data dalam penelitian ini adalah:
(25)
15
1) Data Pimer
Data yang diperoleh secara langsung pada saat penelitian dari sumber pertama di lapangan. Yang mana dalam hal ini diperoleh dari deskripsi tentang proses pelaksanaan Qur’anic Sound Healing, kemampuan bicara klien sebelum di berikan
Qur’anic Sound Healing, perilaku atau dampak yang dialami
kilen setelah diberikan Qur’anic Sound Healing, serta hasil akhir pelaksanaan konseling dari pemberian Qur’anic Sound Healing.
2) Data Sekunder
Data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber, guna melengkapi data primer.17 Dalam penelitian ini data sekunder diperoleh dari gambaran lokasi penelitian, perilaku keseharian klien, kondisi orangtua klien, dan kondisi guru-guru di PAUD.
b) Sumber Data
Untuk mendapatkan keterangan dan informasi, tentang subyek penelitian, penulis mendapatkan informasi dari sumber data, sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan.18 Adapun sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu :
17 Burhan Bungin, Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif
(Surabaya: Universitas Airlangga, 2011), hal. 128.
18 Lexy J. Moleong. Meode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
(26)
16
1) Sumber Data Primer
Sumber Data Primer yaitu sumber data yang langsung diperoleh penulis di lapangan yaitu informasi dari klien yakni seorang anak laki-laki yang berumur 7 tahun yang mengalami gangguan Autis seerta Speech Delayed dan konselor yang melakukan konseling.
2) Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang tidak langsung diperoleh datanya dari klien, tetapi data diperoleh dari orang lain guna melengkapi data yang penulis peroleh dari sumber data primer. Dalam hal ini penulis peroleh data dari keluarga klien dan guru-guru klien di PAUD, serta terapis yag menangani klien.
4. Tahap-Tahap Penelitian
Dalam peneitian ini ada tiga tahapan yang dilakukan, yaitu: a. Tahap Pra Lapangan
1) Menyusun rancangan penelitian
Rancangan penelitian terdiri dari latar belakang masalah, kajian pustaka, pemilihan lapangan penelitian, penentuan jadwal penelitian, pemilihan alat penelitian, rancangan pengumpulan data, rancangan prosedur analisis data, rancangan perlengkapan
(27)
17
(yang diperlukan dalam penelitian), rancangan pengecekan kebenaran data.
2) Memilih lapangan penelitian
Peneliti memilih lapangan penelitian di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo.
3) Mengurus perizinan
Setelah memilih lapangan penelitian, peneliti mengurus perizinan sebagai bentuk birokrasi dalam penelitian. Pengurusan perizinan dalam penelitian ini akan dilakukan pada orangtua klien dan PAUD tempat klien belajar.
4) Menjajaki dan menilai keadaan klien
Peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mewawancarai orang-orang yang terkait yakni guru-guru di PAUD dan Keluarga Klien agar mengetahui langkah selanjutnya yang menjadi keputusan peneliti selanjutnya.
5) Memilih dan memanfaatkan informan
Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan yang dipilih dengan kebaikannya dan atas dasar sukarela. Informan dalam penelitian ini adalah klien, konselor, orangtua klien,terapis dan guru-guru klien di PAUD. Kemudian peneliti merencanakan pertemuan dengan pihak-pihak tersebut.
(28)
18
6) Menyiapkan perlengkapan penelitian
Perlu bagi peneliti untuk menyiapkan pedoman wawancara, alat tulis, kamera, buku catatan, jadwal kegiatan, rekaman suara murottal Al-Qur’an serta hal-hal yang perlu digunakan pada proses penelitian berlangsung.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
1) Memahami latar penelitian dan persiapan diri
Untuk memasuki lapangan, peneliti perlu memahami latar belakang penelitian, bisa menempatkan diri, menyesuaikan penampilan dengan kebiasaan dari tempat penelitian, selain itu mempersiapkan fisik maupun mental juga diperlukan agar penelitian berjalan lancer dan efektif.
2) Memasuki lapangan
Dalam memasuki lapangan, seorang peneliti menciptakan hubungan (rapport) antara peneliti dan subjek dengan baik sehinggan seolah-olah tidak ada lagi dinding pemisah diantara keduanya. Selain itu penyesuain bahasa juga diperlukan, karena dalam menciptakan hubungan dibutuhkan dibutuhkan bahasa yang sama antara peneliti dan subjek. Sehingga subjek dapat merasa nyaman terhadap peneliti.
3) Berperan serta sambil mengumpulkan data
Dalam tahap ini peneliti mulai memperhatikan waktu, tenaga, biaya, serta pembuatan field notes. Field notes atau catatan
(29)
19
lapangan dibuat oleh peneliti sewaktu mengadakan pengamatan, wawancara, atau menyaksikan suatu kejadian tertentu. Dalam pengumpulan data peneliti juga memprahatikan sumber data lainnya seperti: dokumen, laporan, foto, gambar, dan hal lainnya yang sekiranya perlu dijadikan informasi bagi peneliti.
c. Tahap Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan kemudian dikumpulkan dan dikategorikan sesuai dengan pola dan satuan uraian dasar. Data yang diperoleh dari penelitian akan diregulasian dengan mengelompokkan sesuai dengan kategori penelitian, melakukan tahap-tahap konseling dari attending hingga evaluasi, kemudian mencatat nya sebagai bahan laporan penelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan suatu proses melihat, mengamati, dan mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk tujuan tertentu.19 Diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati klien meliputi: kemampuan bicara klien (Anton) sebelum dilakukan Qur’anic Sound
19 Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Salemba Humanika,
(30)
20
Healing, kondisi klien (Anton) saat diberikan Qur’anic Sound Healing dan kondisi klien dan kemampuan bicara klien (Anton) setelah di berikan Qur’anic Sound Healing.
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua puhak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.20 Teknik ini merupakan suatu metode pengumpulan data yang di lakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data yang dilakukan dengan cara berdialog tanya jawab secara lisan baik langsung maupun tidak langsung. Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mendalam pada diri klien yang meliputi: Identitas diri klien, kondisi keluarga klien, kegiatan klien di rumah, kegiatan klien di sekolah, kegiatan klien di tempat terapi, kemampuan bicara klien, dan perkembangan kemampuan bicara klien.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya momental dari seseorang. Dokumen berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah keidupan, cerita, biografi, peraturan,
20 Lexy J. Moleong. Meode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
(31)
21
kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.21 Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat brupa gambar, filem, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapat gambaran tentang hasil diagnosa dokter terkait gangguan yang di alami oleh klien, daftar nilai dari sekolah, daftar nilai dari tempat terapi, hasil karya klien berupa gambar, tulisan dan origami.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang dapat dikelola, mensitesiskannya, mencari dan menemukannya pola, dan menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memusatkan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.22
Teknik analisi data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu analisis data yang digunakan adalah teknik analisi deskriptif komparatif yaitu setelah data terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. Analisis yang dilakukan untuk mengetahui proses dari hasil
Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi speech delayed anak Autis,
dan membandingkan kondisi klien sebelum dan sesudah di laksanakan proses terapi.
21 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Edisi Kedua (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), hal. 125.
(32)
22
7. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data merupakan faktor yang menentukan dalam penelitian kualitatif untuk mendapatkan kemantapan validitas data. Dalam penelitian ini peneliti akan memakai keabsahan data sebagai berikut:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikut sertaan peneliti sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikut sertaan tersebut tidak hanya dilakukan dalam waktu singkat, tetapi melakukan perpanjangan keikutsertaan pada penelitian. Perpanjangan keikut sertaan peneliti akan memungkinkan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Perpanjangan keikutsertaan berarti peneliti tinggal dilapangan penelitian sampai kejenuhan pengumpulan data tercapai.
b. Triangulasi
Menurut Sugiyono triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Triangulasi dibedakan atas tiga macam yakni:23
1) Triangulasi data atau triangulasi sumber, adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis. Diantaranya peneliti mewawancarai orang tua klien dan guru pendamping klien.
23 Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung: Alfabeta,
(33)
23
2) Triangulasi metodologis. Jenis triangulasi ini bisa digunakan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Dalam hal ini peneliti mewawancarai informan yang terkait dengan klien, seperti orangtua klien dan guru pendamping klien.
G. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi yang akan di lakukan ini di bagi atas lima bab dengan susunan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini penelitian memberikan gambaran yang meliputi: Latar Belakang Masalah; Rumusan Masalah; Tujuan Penelitian; Manfaat Penelitian; Definisi Konsep; Metode Penelitian; serta Sistematika Pembahasan.
BAB II: Kajian Pustaka. Dalam bab ini, penelitian memberikan gambaran serta penjelasan yang berkaitan dengan Qur’anic Sound Healing; Pengertian; Al Qur’an Sebagai Obat; Kekuatan Suara; Metode Terapi. Perkembangan Bahasa Anak; Pentingnya Berbahasa; Tugas perkembangan Bahasa; Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa; Tahapan Perkembangan Bahasa. Speech Delayed; Pengertian Speech Delayed; Penyebab Speech Delayed; Macam-macam Speech Delayed. Autis; Pengertian Autis; Karakter Autis; Penyebab Autis; Macam-macam Autis. Penjelasan dilanjutkan dengan penelitian terdahulu yang relevan.
(34)
24
BAB III: Penyajian Data. Dalam bab ini, penelitian memberikan gambaran tentang data yang telah diperoleh dalam penelitian dan disajikan dalam bentuk deskripsi data dan kata-kata. Deskripsi Umum Obyek Penelitian, diantaranya: deskripsi tentang lokasi penelitian, deskripsi tentang konselor dan klien, dan deskripsi tentang masalah yang dihadapi klien. Kemudian dilanjut dengan deskripsi hasil penelitian, yaitu mendeskripsikan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti mulai dari penggalihan data atau awal proses penelitian sampai hasil akhir penelitian dilakukan
BAB IV: Analisa Data. Dalam bab ini, peneliti menganalisa hasil proses Bimbingan dan Konseling Islam, dengan teknik Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed pada seorang anak Autis. Dan analisa tentang hasil akhir Bimbingan dan Konseling Islam dengan Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed anak Autis dengan membandingkan data teori dengan data yang terjadi dilapangan.
(35)
BAB II
QUR’ANIC SOUND HEALING, PERKEMBANGAN BAHASA ANAK, SPEECH DELAYED, DAN AUTISME
A. Qur’anic Sound Healing
1. Pengertian
Kata Qur’anic dalam tulisan ini merujuk pada makna yang dikandung pada kata Al-Qur’an. Menurut asalnya, kata Al-Qur’an berasal dari bahasa
arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.24 Sound berasal dari bahasa Inggris yang berarti bunyi atau suara.25 Dan Healing berasal dari bahasa Inggris, bentuk Verb-Ing dari kata Heal yang artinya menyembuhkan, menyehatkan dan memulihkan.26
Secara terminologi, Qur’anic Sound Healing merupakan penyembuhan dengan menggunakan suara/lantunan ayat Al-Qur’an. Lantunan ayat-ayat Al-Qur’an diperdengarkan kepada seseorang dengan tujuan untuk menyembuhkan penyakit fisik maupun psikis yang sedang dialaminya. Karena, satu huruf saja dalam Al-Qur’an yang didengar maupun dibaca,
24
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), hal. 1101.
25 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia (Jakarta: PT Gramedia,
2007), hal. 541.
26 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia (Jakarta: PT Gramedia,
(36)
26
dapat mengeluarkan minimal sepuluh energi positif yang bisa berpengaruh terhadap tubuh.
2. Al-Qur’an Sebagai Obat
Al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diwahyukan kepada penutup para abi dan para rasul, Muhammad SAW., dihimpun dalam bentuk mushaf, diriwayatkan secara mutawatir dari generai ke generasi. Membacanya termasuk ibadah dan Ia mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an mulia yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya, Muhammad SAW, bukanlah semata-mata kitab agama atau kitab fikih, melainkan sebuah kitab yang komperehensif, yang menghimpun semua bidang ilmu pengetahuan, semua aspek kehidupan, dan segala bentuk kebijaksanaan, sekaligus juga keagungan dan kemuliaan akhlak serta keindahan dan kemegahan karya sastra. Allah SWT berfirman
َ و
م
َقم
َ
ٓ ل
َلةب
َ
َقف
َٱ
َ
ۡ
ل
ۡ
َ قض
َ
َ
ل و
َ
َ ط
َلقئَ
َريقط ي
َ
َۡي ح قِ
َقَ
َالقإ
َ
َ
ر
أ
َ
َۡم
أ
َ رك
رل ث
َم
َ
َۡط ف
َ
َقف
َٱَۡل
َ تقك
َقَق
م
َ
َۡ ش
َ لءَ
َ رث
َ
َ
لقإ
َ
َۡ ق قكب ر
َ
َۡري
َ نور َ
َ
٨
َ
َ
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan. (Q.S Al-An’am: 38)
Di antara bidang ilmu pengetahuan yang terkandung dalam
(37)
27
tentang ilmu kesehatan atau ilmu kedokteran, Al-Qur’an sendiri sejatinya merupakan obat yang menyembuhkan dan menyehatkan manusia. Al-Qur’an juga merupakan petunjuk dan rahmat bagi seluruh manusia, sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah SWT,:
َ ي
ي أ
َٱ
َ رس ن
َ
َۡد ق
َ
َا ج
َۡت ء
رك
َ
َۡ م
َ ة ظقع
َقكم
َ
َۡ ركقكبر
َ
َا فقش و
َ ء
َ
قك
َ
َقف
َٱ
َقروردص
َ
َمدره و
ى
َ
َ ۡح ر و
َ ةَ
َۡقكل
َۡؤر
َ يق قم
َ
٧
َ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Yunus: 57)
Al-Qur’an memang merupakan penyembuh dan rahmat bagi orang yang hatinya dipenuhi keimanan, yang senatiasa membuka hatinya sehingga nilai-nilai Al-Qur’an bersinar di sana. Nilai-nilai Al-Qur’an itu akan melahirkan ketenangan, kenyamanan, dan rasa aman dalam hatinya. Ia merasakan kenikmatan yang tidak pernah dan tidak akan bisa dirasakan oleh orang yang lalai dari mengingat Allah.27
Syekh Abdurrahman al-Sa’di mengatakan bahwa frasa “peyembuh bagi peyakit-penyakit (yang berda) dalam dada” dalam ayat itu mengandug pengertian bahwa Al-Quran benar-benar dapat menyembuhkan aneka macam penyakit yang seringkali bersarang di dalam hati manusia berupa penyakit syahwat, keraguan, kegelisahan, keresahan, juga amarah dan
(38)
28
kebencian, semua itu karena Al-Qur’an mengandung nasihat, kabar gembira, peringatan, janji, dan sekaligus juga ancaman. Semua itu akan melahirkan rasa takut dan harap dalam diri setiap hamba yang senantiasa membaca, memperhatikan, danmenelaah maknanya. Hatinya akan selalu dipenuhi keinginan untuk terus melakukan kebaikan dan menjauhi segala keburukan, kejahatan atau kesesatan.28
Ibn al-Qayyim r.a. mengatakan, “Al-Qur’an merupakan penawar sempurna yang dapat menyembuhkan semua penyakit hati dan penyakit jasad, juga penyakit dunia dan akhirat. Al-Qur’an menjadi obat penawar bagi siapa saja yang tidak menyepelekan dan meragukan daya penyembuhnya. Semua manfaat, berkah, dan kebaikan itu hanya bisa diraih oleh orang yang mempergunakan Al-Qur’an dengan benar, disertai keimanan yang kuat, penerimaan yang penuh, dan keyakinan yang teguh. Orang seperti itu niscaya akan terbebas dari penyakit jasmani maupun rohani. Tentu saja ia akan selamat, karena mana mungkin ada penyakit yang dapat menyerang dan mengalahkan firman Allah SWT. Tidak ada satupun penyakit tubuh dan penyakit hati kecuali di dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk dan perantara yang menyampaikan kita pada obat atau penawarnya, serta memberi perlindungan dari semua penyakit itu. Semua itu hanya bisa dicapai dan dirasakan oleh orang yang benar-benar memahami Al-Qur’an.29
28 Jamal Elzaky, Buku Saku Terapi Baca Al-Qur’an (Jakarta: Zaman, 2014), hal. 13.
(39)
29
َ و
أ
َ
َۡ َ
َۡك ي
َۡ ق قف
َ
َان
أ
َ
َ
ۡ
ن ن
أ
َ
َۡي ع
َ َ
ٱَۡل
َ تقك
َ َ
َۡتري
َ ل
َ
َۡي ع
َ ۡ قَ
َنقإ
َ
َقف
ََ
ذ
َ ق
َ
َ ۡح
َمة
َ
َ
ۡ
كقم و
َ ى
َ
َۡ قل
َلمَ
َۡؤري
َ ن ر قم
َ
١
َ
َ
Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Al-‘Ankabut:51)
Maka siapa saja yang tidak disembuhkan oleh Al-Qur’an, berarti ia tidak disembuhkan oleh Allah, dan siapa saja yang tidak merasa cukup dengan Al-Qur’an niscaya Allah akan membuatnya tidak merasa cukup dengan apapun.30
3. Kekuatan Suara
Struktur dasar dari alam semesta adalah atom, dan struktur dasar tubuh manusia adalah sel. Setiap sel terdiri dari miliaran atom, dan setiap atom terdiri dari atas elektron positif dan negatif yang berputar di sekelilingnya. Putaran elektron menghasilkan medan listrik, magnet, dan mirip dengan kerja torsi mesin. Rahasia yang membuat otak berfikir adalah program yang akurat dalam sel-sel otak. Program ini ada di semua sel dan melakukan tugasnya dengan ketepatan yang luar biasa. Sedikit saja terjadi kekacauan dalam program itu, akan memunculkan masalah yang terjadi di beberapa bagian tubuh. Kerusakan itu akan menimbulkan ketidakseimbangan. Jadi, obat yang terbaik untuk mengatasi hal itu adalah dengan mengembalikan keseimbangan sel yang ada dalam tubuh. Para
(40)
30
ilmuan menemukan bahwa sel-sel tubuh dipengaruhi oleh berbagai bentuk getaran, seperti gelombang cahaya, gelombang radio, gelobang suara dan sebagainya.31
Para ilmuan menemukan bahwa banyak dari makhluk-makhluk kecil, seperti sel, virus, bakteri, dan bahkan molekul DNA dalam inti sel mengeluarkan frekuensi suara. Para ilmuwan telah mengembangkan teknik untuk merekam suara-suara yang samar ini. Karena makhluk-makhluk ini mengeluarkan suara maka dengan demikian ia juga dipengaruhi oleh suara. Bahkan, peneliti sekarang mengatakan bahwa sangat mungkin dilakukan identifikasi awal dari banyak penyakit berbahaya dengan menggunakan audio (suara) saja, setelah terbukti bahwa semua virus dan bakteri mengeluarkan suara dengan frekuensi yang berbeda-beda.32
Para ilmuan juga mnemukan bahwa gelombang suara bisa mempengaruhi aktifitas listrik sel otak, dan sebagian suara mungkin bisa mengurangi aktifitas listrik sel. Apabila aktifitas ini meningkat dari batasan tertentu maka ia bisa mempengaruhi stabilitas emosional manusia, dan terkadang menyebabkan beberapa penyakit.33
Suara terbuat dari gelombang atau getaran yang bergerak di udara dengan kecepatan 340 meter per detik, da setiap suara memiliki frekuensi
31 Abdul Daem Alkaheel, Al-Qur’an The Healing Book (Jakarta: Tarbawi Press, 2010), hal.
16.
32 Abdul Daem Alkaheel, Pengobatan Qur’ani Manjurnya Berobat dengan Al-Qur’an
(Jakarta: Amzah, 2012), hal. 13.
33 Abdul Daem Alkaheel, Pengobatan Qur’ani Manjurnya Berobat dengan Al-Qur’an
(41)
31
tertentu. Pendengaran seseorang bisa menangkap dari 20 getaran per detik sampai 20000 getaran per detik. Gelombang ini tersebar di udara dan diterima oleh telinga, kemudian ditransmisikan melalui telinga yang mengubah energy mekanik tersebut menjadi energy elektrik ke saraf pendengaran (auditory nerve), dimana seluruh sel bekerja merespon sinyal tersebut dan menyebar ke berbagai tempat di dalam otak, terutama bagian depan telinga. Selanjutnya sinyal itu di proses dan diterjemahkan dalam bahasa yag di mengerti oleh manusia. 34
Otak menganalisis sinyal dan memberikan perintah kepada berbagai bagian tubuh untuk merespon sinyal-sinyal yang ada. Dari sini asal muasal ilmu tentang terapi suara, karena suara merupakan getaran dan sel-sel tubuh juga bergetar. Jadi memang ada pengaruh suara yang dimunculkan terhadap sel-sel tubuh, dan inilah yang ditemukan para peneliti. Para peneliti di akhir abad dua puluh menemukan bahwa setiap sel otak tidak bekerja secara eksklusif pada aspek transfer informasi saja, tapi ia juga seperti sebuah computer kecil yang bekerja mengumpulkan data, mengolah dan memberi perintah secara terus menerus.
Seluruh sel yang ada di setiap bagian tubuh manusia, bergetar dalam frekuensi tertentu, dan membentuk sebuah harmoni tertentu yang terpengaruh oeh suara disekitarya. Dengan demikian, penyakit yang menimpa anggota tubuh, adalah disebabkan adanya perubahan dalam getaran
(42)
32
sel-sel tubuh, yang keluar dari sistem yang sudah berlaku pada tubuh lalu mempengaruhi seluruh tubuh. Karena itu, ketika tubuh dihadapkan pada suara tertentu, suara ini akan mempengaruhi bagian yang mengalami kerusakan dengan merespon suara-suara yang datang, lalu bisa memulihkannya pada getaran aslinya. 35
4. Metode TerapiQur’anic Sound Healing
Metode adalah “jalan yang harus dilalui” untuk mencapai suatu tujuan, karena kata metode berasal dari dua suku kata yaiu dari kata “meta” yang
berarti melalui dan “hedos” yang berarti jalan atau tujuan.36 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, “metode” adalah “cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud”.37
Sesuai dengan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara atau jalan yang teratur dan terencana yang dipergunakan seorang terapist dalam melakukan terapi Qur’anic Sound
Healing terhadap klien/pasien agar tujuan yang direncanakan dapat tercapai dengan disertai perubahan pada aspek fisik maupun psikis klien/pasien.
Adapun metode terapi Qur’anic Sound Healing adalah sebagai berikut:
35 Aduldaem Alkaheel, Al-Qur’an The Healing Book (Jakarta: Tarbawi Press, 2010), hal. 19.
36 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hal. 61.
37 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
(43)
33
a. Rapport
Secara bahasa rapport berarti “hubungan” atau “membangun
hubungan”. Rapport adalah suatu hubungan yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan dan saling tarik menarik. Rapport
dimulai dengan persetujuan, kesejajaran, kesukaan dan persamaan. Jika telah terjadi persetujuan dan rasa persamaan, timbullah kesukaan terhadap satu sama lain.38
Dalam hal ini terapist membangun hubungan yang baik dengan klien, membuat klien nyaman, mengajak klien berkomunikasi dengan baik terkait dengan masalah yang sedang dihadapinya. Pada tahap ini pastikan klien dapat merasa nyaman dan tenang sebelum dilanjut pada tahap berikutnya.
b. Treatment
Treatment merupakan proses pemberian bantuan kepada klien setelah dilakukan prognosis (penentuan jenis masalah), pelaksanaan dari tahap yang direncanakan berdasarkan waktu, bisa dilakukan seketika dan bisa pula dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi klien.39
38 Sofyan. S Willis, Konseling Individual; Teori dan Praktek (Bandung: Alfabeta CV, 2013),
hal. 46.
39 Siradj Shahudi, Pengantar Bimbingan dan Konseling (Surabaya: Revka Petra Media,
(44)
34
Treatment dalam Qur’anic Sound Healing yakni proses memperdengarkan suara lantunan ayat Al-Qur’an kepada klien. Suara Al-Qur’an bisa diputar pada media apapun, Handphone, DVD, atau alat pemutar musik lainnya. Ayat-ayat Al-Qur’an yang dipilih disesuaikan dengan jenis masalah yang dialami klien, itu akan lebih baik. Volume suara pun tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembut, tapi di pertengahan.
Bacaan Al-Qur’an yang di perdengarkan pada klien merupakan bacaan yang baik dan benar sesuai dengan mahkraj dan tajwid. Suara yang dikeluarkan oleh pembaca Al-Qur’an, merupakan suara yang lembut juga sehingga bisa menyentuh hati klien bahkan siapapun yang mendengarnya. Juga pembaca Al-Qur’an haruslah menjaga kestabilan emosinya.
c. Evaluasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Evaluasi adalah pengumpulan dan pengamatan dari berbagai macam bukti untuk mengukur dampak dan efektifitas dari suatu objek, program, atau proses berkaitan dengan spesifikasi dan persyaratan pengguna yang telah ditetapkan sebelumnya. Evaluasi juga upaya penilaian secara teknis dan ekonomis terhadap suatu bahan untuk kemungkina pelaksanaan
(45)
35
berikutnya.40 Evaluasi atau penilaian dilakukan setelah dilakukan
treatment. Bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan, keberhasilan, tercapainya tujuan yang diharapkan.
Terapist menilai proses pemberian Qur’anic Sound Healing yang telah dilaksanakan. Bertanya tentang perasaan klien sebelum dan sesudah diberikan treatment. Adakah perubahan yang dialami oleh klien lalu mencatatnya untuk di perbaiki pada proses pemberian treatment berikutnya.
B. Perkembangan Bahasa Anak
1. Pentingnya Berbahasa
Untuk kepentingan berkomunikasi seseorang harus memiliki keterampilan berbahasa dengan baik, benar dan jelas. Dia terampil menyimak dan berbicara, atau dia mampu membaca dan menulis. Anak mulai meniru ucapan dan penyampaian kata-kata, proses pertamanya adalah mendengar (menyimak) ucapan-ucapan tersebut. Kata-kata menjadi miliknya kemudian diucapkan lagi. Selama hidupnya seseorang beberapa kali mengulang kata, dari satu kata kemudian kata-kata lain atau lebih. Akhirnya dia memanfaatkan kata-kata yang dimilikinya untuk berkomunikasi. Dalam perkembangan selanjutnya perbendaharaan kata bertambah, artinya dia dapat menggunakan kata-kata dalam berkomunikasi lisan lebih banyak lagi.
40 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
(46)
36
Dengan kata lain dia memiliki kemampuan berbahasa (language competition) sehingga dapat berkomunikasi dengan orang lain. 41
Kemampuan menyimak dan berbicara berkembang sebelum anak memasuki sekolah. Artinya proses pembentukan bahasa lisan (berbicara) harus dimiliki pada masa perkembangan usia balita. Pola perkembangan ini, yaitu proses sosialisasi dan komunikasi. Komunikasi mencakup mengerti dan berbicara, mendengar dan membalas tindak. Bagi seorang anak, lingkungan merupkan suatu sumber yang sangat penting untuk perkembangan bahasanya. Yang pertama adalah pengalaman atau situasi bersama ibu dan orang lain dalam lingkungan terdekat.
Perkembangan persepsi (perceptual development) baik melalui indera lihat, dengar, raba, rasa, maupun cium memegang peranan penting dalam masa awal perkembangan. Melalui pengalamannya ia akan belajar menggabungkan pengalamannya dengan lambang bahasa, yang diperoleh lewat pendengaran. Seorang anak yang lebih sering dilatih dengan menunjukkan banyak benda untuk dilihat, didengar, diraba, atau dimanipulasi, di rasa dan dicium, makan makin cepat berlangsung perkembangan persepsinya dan makin banyak tanggapan yang diperoleh serta makin pesat pula perkembangan bahasanya.42
41Edja Sadja’ah, Bina Bicara Persepsi Bunyi dan Irama (Bandung: Refika Aditama, 2013),
hal. 9.
42Edja Sadja’ah, Bina Bicara Persepsi Bunyi dan Irama (Bandung: Refika Aditama, 2013),
(47)
37
Proses perantara yang berperan dalam perkembangan bahasa pada anak kecil, antara lain: dorongan meniru, reinforcement, daya ingatan, dan peran ibu dalam percakapan sehari-hari. Di dalam komunikasi antara ibu dan anak memungkinkan seorang anak akan berbicara tidak jelas atau belum lengkap, suara meraban belum baik atau haya menangis. 43
Urutan fase-fase perkembangan bicara dimulai dari fase meraban sampai kepada fase menyesuaikan diri. Jelaslah bahwa fungsi pendengaran erat hubungan nya dengan bicara dan bahasa. Pada fase penyesuaia diri, anak melatih diri dalam bidang bicara dengan mendengarkan bunyi-bunyi yang mengandung arti dan adanya peniruan sebagai hasil pendengaran.
Berbahasa bagi manusia memegang peranan penting dalam menempuh kehidupnnya, antara lain usaha mengembangkan diri, menyesuaikan diri, peranan hidup di masyarakat, kontak sosial dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta pembentukan proses belajarnya. Dengan kata lain, berbahasa memegang peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia yang berada di dalam lingkungan nya (masyarakat). 2. Tugas-tugas Perkembangan Bahasa
Dalam berbahasa, anak dituntut untuk menuntaskan atau meguasai empat tugas pokok yang satu sama lainnya saling berkaitan. Apabila anak
43Edja Sadja’ah, Bina Bicara Persepsi Bunyi dan Irama (Bandung: Refika Aditama, 2013),
(48)
38
berhasil menuntaskan tugas yang satu, maka berarti juga ia dapat menuntaskan tugas-tugas yang lainnya. Keempat tugas itu adalah: 44
a. Pemahaman
Yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain. Bayi memahami bahasa orang lain, bukan memahami bahasa yang diucapkannya, tetapi dengan memahami kegiatan/gerakan atau gesture -nya (bahasa tubuh-nya).
b. Pengembangan Perbendaharaan Kata
Perbendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada usia dua tahun pertama, kemudin mengalami tempo yang cepat pada usia pra-sekolah dan terus meningkat setelah anak masuk sekolah. c. Penyusunan Kata-kata Menjadi Kalimat
Kemampuan menyusun kata-kata menjadi kalimat pada umumnya berkembang sebelum usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama adalah
kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture” untuk
melengkapi cara berpikirnya. Contohnya anak menyebut “Bola” sambil menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong ambilkan bola untuk saya”. Seiring dengan meningkatnya usia anak dan keluasan pergaulannya, tipe kalimat yang diucapkannya pun semakin panjang dan kompleks.
44 Djawad Dahlan, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja
(49)
39
d. Ucapan
Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang didengar anak dari orang lain (terutama orangtuanya). Pada usia bayi, antara 11-18 bulan, pada umumnya mereka belum dapat berbicara atau mengucapkan kata-kata secara jelas, sehingga sering tidak mengerti maksudnya. Kejelasan ucapan itu baru tercapai pada usia sekitar tiga tahun. hasil studi tentang suara dan kombinasi suara menunjukan bahwa anak mengalami kemudaha dan kesulitan dalam huruf-huruf tertentu. Huruf yang mudah diucapkan yaitu huruf hidup (vokal): i, a, e dan u, dan huruf mati (konsonan): t, p, b, m, dan n, sedangkan yang sulit diucapkan adalah huruf mati tunggal: z, w, s, dan g, dan huruf mati rangkat (diftong): st, str, sk, dan dr.
3. Fase Perkembangan Bahasa Anak
Perkembangan bahasa pada anak akan menyangkut beberapa fase. Dengan melakukan beragai fase itu, anak dapat berbicara dengan baik, lancar, menggunakan intonasi yang baik, tidak terputus-putus, dengan tata bahasa yang benar, serta mampu menyampaikan maksud dengan jelas. Bila salah satu fase itu luput atau terlewati, akibatnya anak akan mengalami gangguan berbahasa yang akhirnya mengalami gangguan berbicara yang akan berlanjut dalam gangguan belajar (learning disabilities) di sekolah.
(50)
40
Fase perkembangan bahasa anak adalah sebagai beikut: 45 a. Sejak usia lahir s.d. 4 minggu
Vokalisasi: Tangisan refleks bayi murni sebagai respon terhadap rangsangan (stimulus) yang tak menyenangkan, di samping refleks yang mengejutkan. Lambat laun tangisan makin menjadi jelas sampai si ibu dapat membedakan penyebabnya, misalnya lapar, rasa nyeri, dan sebagainya.
Pendengaran: Refleks terkejut bayi sebagai respon terhadap suara nyaring dalam jangka 4 minggu akan menjadi terbiasa akan suara stimulus yang sudah ia kenal.
Pengertian: Bayi mulai memperhatikan wajah si ibu apabila ibu bercakap, dan menjawab pelan-pelan dengan gerakan kepalanya sebagai respon.
b. Usia 4-11 minggu
Vokalisasi: Bayi meraban, kebanyakan dengan vokal terbuka mulai berlangsung dan si bayi mulai merasa suka akan suaranya, mulai memvokalisasi untuk kesenangannya.
Pengertian: Bayi mulai tersenyum apabila si ibu bermain dengan dia. Apabila sudah mulai meraban (babbling) maka ia mulai tersenyum. c. Usia 12-18 minggu
45Edja Sadja’ah, Bina Bicara Persepsi Bunyi dan Irama (Bandung: Refika Aditama, 2013),
(51)
41
Vokalisasi: Bayi mulai mempergunakan kata-kata yang baik dan jelas, sekitar benda-benda yang sudah dia kenal. Ia mulai senang bemain. Mulai memperlihatkan keperluannya, misalnya teko kecil, minuman, dan sebagainya. Ia mencoba ikut bernyanyi sambil meniru kata-kata ungkapan akhir (Echolalia).
Pengertian: Bayi mengetahui banyak kata-kata yang mengenai aktifitasnya, senang menuju barang-barang yang dia ingini, mulai mengenal gambar-gambar benda yang agak aneh baginya.
d. Usia 11-20 minggu
Vokalisasi: Merengek kegembiraan karena ingin bermain, senang membuat suara-suara vokal, merespon bicara kalau diajak berbicara, mampu tertawa nyaring.
Pendengaran: Mulai memutar-mutar kepala ke segala arah darimana saja suara datang.
Pengertian: Mulai mengenal dan terangsang akan mainan. Senang di timang-timang dan senang melihat gerakan di televisi.
e. Usia 18-24 minggu
Vokalisasi: Menggunakan kata-kata secara bersamaan, yakni satu perkataan untuk banyak hal, yang sebenarnya hanya satu keadaan saja,
misalnya “teh atau minum” untuk sesuatu yang ada di dalam cangkir, untuk di makan atau di minum. Perbendaharaan katanya makin lama makin mnjadi kaya.
(52)
42
Pengertian: Mencontoh segala sesuatu yang ibu lakukan, ia senan ikut-ikutan, dia senang memerhatikan 2 atau 3 bagian dari badannya, senang mengikuti pentas-pentas sederhana dan senang akan gambar-gambar. f. Usia 20-28 minggu
Vokalisasi: Mulai mengenal lebih banyak bunyi dan suku kata terutama labial, misalnya, pa-ba-ma.
Pendengaran: Secara cepat melokalisasi arah suara dan mengenal derap yang taka sing baginya, terutama bunyi pada waktu menyiapkan makanan.
Pengertian: Sering tersenyum dan memvokalosasi, senang mengangkat tangan untuk dipangku. Senang memperlihatkan hal-hal yang disenangi dan tidak disenangi. Suka permainan dan main plek a’ boo (ciluk, ba), dan mencoba menarik diri dengan batuk-batuk da vokalisasi, senang menyebut nama-nama.
g. Usia 28-40 minggu
Vokalisasi: Mulai mengombanisasikan suku kata dalam rangkaian Ba-ba-ba.
Pengertian: Memberi respon untuk segala yang dilakukannya, senang mencari mainan yang ia jatuhkan dan mencoba untuk memungutnya kembali, senang mencoba untuk melempar barang yang tidak ia suka. Pendengaran: Mulai menghentikan meraban kalau ia berbicara, senang mendengarkan dan mungkin mencoba menari apabila mendengar musik.
(53)
43
h. Usia 40 minggu s.d 1 tahun
Vokalisai: Senang mengulangi suara yang diucapkan orangtua terutama yang terdiri dari 2 suku kata, mama, papa, dan sebagainya. Senang mengulangi sesuatu bila dipuji dan bisa tertawa. Senang mengguakan 2-3 kata secara terus menerus yang berlanjut sampai usia 12 bulan. Senang menggelengkan kepala untuk hal-hal yang tidak ia setujui.
Pengertian: Mulai memperhatikan gambar-gambar dalam buku. Senang memberi respon pada kalimat pendek, misalnya di mana papa? Di mana sepatu? Telah banyak mengetahui arti kata-kata yang baru, melakukan permainan dengan imitasi misalnya melambaika tangan.
i. Usia 1 s.d. 2 tahun
Vokalisasi: Mulai mempergunakan “aku” lebih daripada saya, dan
secara lambat laun menjadi dirinya. Senang menggunakan kata sifat, kata tambahan, dan kata sandang, ia senang untuk memberi nama untuk 5 macam barang.
j. Usia 2 s.d. 2,5 tahun
Vokalisasi: pembentukan kalimat makin sempurna, ia mampu menggunakan 2-5 kata bersama-sama, mulai senang bertanya; misalnya apa itu? Apa ini? Dan mungkin masih ertanya untuk hal-hal yang sudah di ketahui, perbendaharaan kata yang dimilikinya seitar 300 kata. Pengertian: Senang mengikuti lebih dari satu perintah, senang mengambil barang yng sudah ia kenal dari kamar lain, namun masih
(54)
44
ingat tempat asal barang tersebut, dan senang membereskannya. Mulai mengenal pria dan wanita dan mulai mengenal kelamin sendiri. Dapat memilih dan memberi nama kepada benda di dalam bentuk kesatuan. k. Usia 2,5 s.d. 3,5 tahun
Vokalisasi: Artikulasi belum jelas tetapi lambat laun menjadi lebih jelas. Ia data menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menceritakan kegiatan-kegiatan (sudah dikenal) dan menaruh perhatian dalam percakapan dengan orang dewasa secara terus menerus. Senang bertanya, misalnya: sedang apa? Siapa namamu? Senang mempergunakan 3-9 kata sandang dan kata sambung, dan pemakaian kata ganti menjadi lebih baik. Perbendaharaan kata sekitar 900 kata.
Pengertian: Senang mempeajari kata-kata dalam situasi yang baru, ikut serta bermain dengan anak-naka lain, dan dapat mengikuti peraturan di dalam melakukan suatu tugas. Senang mengikuti dan menikmati cerita-cerita.
l. Usia 3,5 s.d. 4,5 tahun
Terjadi aspek-aspek bahasa secara cepat dan kontinu, perkembangan tanggapan dan perbendaharaan kata semakin banyak melebihi kemampuanekspresi dan artikulasinya. Ia ingin bisa bercerita lebih cepat daripada kemampuan lidahnya. Ia mungkin mempunyai kawan secara khayal dan senang bercakap-cakap dengan kawannya atau permainannya yang ia khayalkan, misalnya: ibu dan ayah , pertanyaan
(55)
45
makin meluas dan menggunakan kata mengapa dan bagaimana. Sifat ingin tahu mendalam tentang segala situasi. Banyak mengenal cerita khayal dan cerita berbelit-belit diantara fantasi dan kenyataan. Namun, masih memakai substansi artikulasi yang belum jelas.
m. Usia 4.5 s.d. 6,5 tahun
Perbendaharaan kata sementara tidak berkembang sampai usia 6 tahun, berbicara sudah mirip seperti tingkatan anak dewasa, walaupun artikulasinya belum matang sampai usia nya kurang lebih 8 tahun. anak menjadi lebih cepat menggunakan gramatika (tata bahasa). Ia sanggup membuat pertanyaan yang lebih baik untuk hak-hal yang baru. Suaranya makin mendewasa dan tidak mengalami perubhan sampai usia puber. 4. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor kesehatan, intelegensi, status sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga. 46 a. Faktor Kesehatan
Kesehatan berpengaruh pada perkembangan bahasa anak, terutama pada usia awal kehidupannya. Anak usia dua tahun pertama yang mengalami sakit terus menerus cenderung mengalami kelambatan atau kesulitan dalam perkembangan bahasanya. Oleh karena itu, untuk memelihara perkembangan bahasa anak secara normal, orangtua perlu
46 Djawad Dahlan, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: PT Remaja
(56)
46
memperhatikan kondisi kesehatan anak. Upaya yang dapat ditempuh adalah dengan cara memberikan ASI, makanan yang bergizi, memelihara kebersihan tubuh anak atau secara regular memeriksakan anak ke dokter atau puskesmas.
b. Inteligensi
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat dari tingkat intelegensinya. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya mempunyai inteligensi normal atau atas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang mengalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal, dikategorikan sebagai anak yang bodoh. c. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Beberapa studi tentang hubungan antara perkembangan bahasa dengan status sosial ekonomi keluarga menunjukan bahwa anak yang berasal dari keluarga miskin mengalami kelambatan dalam perkembangan bahasanya dibanding dengan anak yang berasal dari keluarga yang lebih baik. Kondisi ini terjadi mungki disebabkan oleh perbedaan kecerdasan atau kesempatan belajar (keluarga miskin diduga kurang memperhatikan pekembangan bahasa anaknya).
d. Jenis Kelamin
Pada tahun pertama usia anak, tidak ada perbedaan dalam vokalisasi antara pria dan wanita. Namun mulai usia dua tahun, anak wanita menunjukan perkembangan yang lebih cepat dari anak pria.
(57)
47
e. Hubungan Keluarga
Hubungan ini dimaknai sebagai proses pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan keluarga, terutama dengan orangtua yang mengajar, melatih dan memberikan contoh berbahasa pada anak. Hubungan yang sehat antara orangtua dengan anak (penuh perhatian dan kasih saying dari orangtuanya) memfasilitasi perkembangan bahasa anak, sedangkan hubungan yang tidak sehat itu bisa berupa sikap orangtua yang kasar, kurang kasih sayang, atau kurang perhatian untuk memberikan latihan dan contoh dalam berbahasa yang baik kepada anak, maka perkembangan anak cenderung akan mengalami stagnasi atau elainan, seperti: gagap dalam berbicara, tidak jelas dalam mengungkapkan kata-kata, merasa takut untuk mengungkapkan pendapat dan berkata yang kasar atau tidak sopan.
C. Speech Delayed
1. Pengertian
Speech Delayed adalah istilah yang sering diberikan oleh dokter anak kepada anak-anak. Kata speech delayed ini bukan merupakan diagnosis, kata ini hanya digunakan untuk menunjukan keadaan keterlambatan bicara. Sebab, keterlambatan bicara adalah sebuah gejala dari suatu diagnose
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
105
Selanjutnya adalah Point C yaitu merupakan perilaku yang sering nampak pada klien.
Maka untuk memperkuat keberhasilan proses konseling dan terapi tersebut, peneliti menggunakan pedoman persentase perubahan prilaku dengan kriteria sebagai berikut:84
1. Kurang dari 60% : Kurang Berhasil
2. 60% - 75% : Cukup Berhasil
3. 75% - 100% : Berhasil
Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa setelah dilakukan terapi
Qur’anic Sound Healing terjadi perubahan sikap dan perilaku pada klien. Dimana perilaku yang sering nampak ada 4 point dan yang kadang-kadang nampak ada 2 point. Analisis keberhasilan terapi Qur’anic Sound Healing dapat diketahui sebagai:
1. Gejala yang sering nampak : 4 point
2. Gejala yang kadang-kadang nampak : 2 point 3. Gejala yang tidak pernah nampak : 0 point
4/6 X 100% = 66 % 2/6 X 100% = 33 % 0/6 X 100% = 0 %
Sehingga berdasarkan persentase di atas, dapat diketahui bahwa hasil akhir dari Quranic Sound Healing terhadap gangguan speech delayed anak autis dikategorikan cukup berhasil (65%-75%) dengan persentase 66 %.
84 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT
(2)
106 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam skripsi ini, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Proses pelaksanaan Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi Speech Delayed anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah konseling sebagai berikut, yaitu identifikasi masalah, diagnosis, prognosis, treatment dan follow up. Adapun proses yang dilakukan peneliti dalam treatment (terapi Qur’anic Sound Healing) adalah dengan dengan membangun rapport atau hubungan yang baik terlebih dahulu dengan klien, membuat klien merasa nyaman dengan keberadaan konselor. Kemudian setelah itu mulailah Qur’anic Sound Healing di perdengarkan kepada klien. Ayat Al-Qur’an yang di perdengarkan dalam penelitian ini merupakan ayat-ayat pilihan yakni Surat Alfatihah, Surat Thaha ayat 19-37, Surat Qaf ayat 16-35, dan Surat Arrahman ayat 1-13. Selanjutnya adalah evaluasi terhadap treatment yang diberikan dengan melihat kondisi klien setelah dilakukan terapi,
2. Hasil akhir dari terapi Qur’anic Sound Healing dalam mengatasi gangguan Speech Delayed anak Autis di PAUD Inklusi Melati Sidoarjo, terdapat perubahan dengan kategori cukup berhasil. Hal ini dibuktikan dengan
(3)
107
adanya perubahan-perubahan yang nampak pada diri klien sebelum dan sesudah melakukan Qur’anic Sound Healing. Di antara indikator keberhasilannya adalah terlihat gerakan mulut klien lebih aktif, klien mulai merespon suara yang didengar, lebih sering mengeluarkan suara bahkan dalam waktu yang cukup lama dan disertai gerakan tangan. Suara tersebut tidak berbentuk terikan atau hentakan yang hanya sekali saja, tetapi suara yang muncul terdengar berirama meskipun tidak diketahui apa maksudnya. Terkadang juga klien megucapkan suatu kata. Wajah yang ditunjukan klien pun lebih ekspresif. Juga klien mulai bisa mengikuti suara yang dicontohkan oleh peneliti.
B. Saran
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk lebih menyempurnakan hasil dari penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Konselor (Terapis)
Hendaknya proses pemberian terapi Qur’anic Sound Healing tidak hanya diperdengarkan saat di sekolah saja, tetapi juga di saat klien berada di rumah. Selain itu hendaknya sebelum dilaksanakan terapi, mengkondisikan tempat terlebih dahulu agar lebih kondusif.
(4)
108
2. Klien, Orangtua Klien dan Guru Pendamping Klien
Agar Agar tetap mempertahankan keadaan yang sudah cukup membaik pada klien dengan cara melanjutkan proses mendengarkan terapi Qur’anic Sound Healing, saat klien berada di sekolah maupun saat klien berada di rumah. 3. Pembaca dan Akademisi Prodi Bimbingan dan Konseling Islam
Dapat dijadikan rujukan dalam rangka pengembangan teori dan penelitian tentang terapi penyembuhan melalui Al-Qur’an yang dalam penelitian ini tentang Qur’anic Sound Healing, dalam ranah keilmuan Bimbingan dan Konseling Islam maupun Psikologi. Kemudian dapat dijadikan rujukan sebagai media penyembuhan terhadap gangguan-gangguan fisik maupun gangguan psikis.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Alkaheel, Abdul Daem. Al-Qur’an The Healing Book. Jakarta: Tarbawi Press. 2010.
Alkaheel, Abdul Daem. Pengobatan Qur;ani Manjurnya Berobat dengan
Al-Qur’an. Jakarta: Amzah. 2012.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.
Arikunto, Suharsini. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2006.
Basano, Mary. Music and Color; Terapi Alternatif. Yogyakarta: Glosaria Media. 2014.
Bungin, Burhan. Metode Penelitian Sosial: Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif. Surabaya: Universitas Airlangga. 2011.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif Edisi Kedua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2007.
Chodjim, Ahmad. Alfatihah; Membuka Mata Batin dengan Surah Pembuka. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semeste. 2000.
Dahlan, Djawad. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2011.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1995.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta: PT Gramedia. 2007.
Elzaky, Jamal. Buku Saku Terapi Baca Al-Qu’ran. Jakarta: Zaman. 2014.
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif . Jakarta: Salemba Humanika. 2010.
Huzaemah, Kenali Autisme Sejak Dini. Jakarta: Pustaka Populer Obor. 2010. Indina, Gheista, Rinawati P. Handajani dan Triandi Laksmiwati, “Penerapan
Warna dan Cahaya pada Interior Ruang Terapi Dasar dengan Pendekatan Visual Anak Autis”, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. (2) Februari. 2014.
Indriati, Etty. Kesulitan Bicara dan Berbahasa pada Anak. Jakarta: Prenada. 2011.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Kusumastuti, Frida. Kekuatan di Balik Autisme. Malang: Selaksa Media. 2013. Merritt, Stephanie. Simfoni Otak. Bandung: Kaifa, 2003.
Moleong, Lexy J. Meode Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2009.
Mulana, Mirza. Anak Autis; Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat. Jogjakarta: Katahati. 2014.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif. 1997.
Prawitadari, Johana E. Psikologi Terapan. Jakarta: Erlangga. 2012.
Sadja’ah, Edja. Bina Bicara Persepsi Bunyi dan Irama. Bandung: Refika Aditama. 2013.
Safaria, Triantoro. Autisme: Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna Bagi Orangtua. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2005.
Seroussi, Karyn. Untukmu Segalanya: Perjuangan Ibunda Seorang Anak Autistik Mengungkap Misteri Autisme dan Gangguan Perkembangan Pervasif. Bandung: Qanita. 2004.
Shahudi, Siradj. Pengantar Bimbingan dan Konseling. Surabaya: Revka Petra Media. 2012.
Smart, Aqila. Anak Cacat Bukan Kiamat. Yogyakarta: Katahati. 2010.
Sugiyono. Metode Penelitian kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2012.
Suparmoko, M. Metode Penelitian Praktis. Yogyakarta: BPFE.1995.
Tiel, Julia Maria Van. Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada Media Grup. 2008.
Tiel, Julia Maria Van. Pendidikan Anakku Terlambat Bicara. Jakarta: Prenada. 2011.
Williams, Chris dan Barry Wright. How to live with Autism and Asperger Syndrome: Strategi Praktis bagi Orangtua dan Guru Anak Autis. Jakarta: Dian Rakyat. 2004.
Willis, Sofyan. S. Konseling Individual; Teori dan Praktek. Bandung: Alfabeta CV. 2013.