BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri - Perbandingan Konsistensi Garis E Ricketts Dan Garis S Steiner Dalam Analisis Posisi Horizontal Bibir Pada Mahasiswa Fkg Usu Suku India

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi Sefalometri

  Dikenalkan pada dunia kedokteran gigi pertama sekali oleh Broadbent pada tahun 1931.

15 Sekarang ini, radiografi sefalometri merupakan standarisasi ortodonti

  16,17

  Hasil dari analisa ini berperan dalam : a. Diagnosa awal, pemastian kelainan pada skeletal dan jaringan lunak.

  b. Pembuatan rencana perawatan.

  c. Pemantauan hasil perawatan, untuk menilai perawatan yang tidak terlihat secara kasat mata hasilnya.

  d. Penilaian keberhasilan hasil perawatan, sebagai pemasti bahwa target pengobatan telah dicapai sehingga memungkinkan perencanaan terhadap pemakaian

  retainer ,16,17

  dalam menilai hubungan gigi terhadap rahang serta rahang terhadap keseluruhan wajah. Analisis sefalometri menggunakan titik, garis, serta sudut antar garis dan jarak antar titik.

2.1.1 Radiografi Sefalometri Lateral dan Frontal

  2. Radiografi sefalometri lateral (Lihat gambar 2b), radiografi yang memberikan gambaran sisi dari tengkorak kepala. Radiografi ini dapat memberikan gambaran hubungan jaringan keras dan jaringan lunak dari tulang tengkorak.

  1. Radiografi sefalometri frontal (Lihat gambar 1a), radiografi yang memberikan gambaran depan dari tengkorak kepala. Radiografi ini dipakai untuk melihat sisi tengkorak kiri dan kanan yang tidak dapat terlihat pada radiografi sefalometri lateral.

  :

  16-8

  Radiografi sefalometri dibagi atas dua jenis yaitu

  (a) (b) 19 Gambar 1. Sefalometri (a) Frontal, (b) Lateral

2.1.2 Titik Panduan Jaringan Lunak

  Titik titik panduan yang digunakan dalam menganalsis jaringan lunak

  20

  pandangan frontal meliputi (Lihat gambar 2):

  a. Vertex (V’), merupakan titik tertinggi dari kepala dalam posisi kepala natural.

  b. Trichion (Tr), merupakan titik midline yang terletak pada pertemuan antara garis rambut dan dahi.

  c. Eurion (Eu’), merupakan titik terluar pada kiri kanan kepala yang letaknya berdekatan dengan tulang temporal.

  d. Glabella (G’), merupakan titik tengah kepala yang terletak sejajar krista alis.

  e. Frontotemporale (Ft’), merupakan titik tengah dari tulang temporal.

f. Nasion (N’), merupakan titik yang berada pada puncak tulang hidung.

  g. Palpebrale superius (Ps), merupakan titik tertinggi dari margin kelopak mata atas.

  h. Exocanthion (Ex), merupakan titik terluar pada sudut mata. i. Endocanthion (En), merupakan titik terdalam pada sudut mata. j. Palpebrale inferior (Pi), merupakan titik terendah pada margin kelopak mata bawah. k. Orbitale (Or’), merupakan titik terbawah pada lingkaran mata. l. Rhinion (Rh’), merupakan titik yang terletak pada jaringan lunak diatas sutura internasal. m. Zygion

  (Zy’), merupakan titik terluar jaringan lunak yang berada pada arkus zigomatikus. n. Pronasale (Prn), merupakan titik paling anterior dari hidung. o. Alare (Al), merupakan titik terluar dari cuping hidung. p. Supralabiale (Spl), merupakan titik tercekung yang berada antara bibir atas dan subnasal. q. Cheilion (Ch), merupakan titik terluar komisura oral. r. Labrale superior (Ls), merupakan titik perbatasan mukokutaneus bibir atas. s. Stomion superious (Sts), merupakan titik paling rendah pada pertengahan bibir atas. t. Labrale inferior (Li), merupakan titik perbatasan mukokutaneus bibir bawah. u. Stomion inferius (Sti), merupakan titik paling tinggi pada pertengahan bibir bawah. v. Pogonion jaringan lunak (Pog’), merupakan titik paling anterior dari dagu jaringan lunak. w. Menton jaringan lunak (Me’), merupakan titik paling bawah dari dagu jaringan lunak. x. Gonion (Go’), merupakan terluar pada sudut mandibula.

  20 Gambar 2. Titik-titik Panduan Jaringan Lunak Pandangan Frontal.

  Titik titik panduan yang digunakan dalam menganalisis jaringan lunak

  21

  pandangan lateral meliputi (Lihat gambar 3): a. Titik O, merupakan perpotogan dari posisi natural kepala terhadap dahi .

  b. Glabella jaringan lunak (G’), merupakan titik terluar dari dataran midsagital pada dahi.

  c. Nasion jaringan lunak (N’), merupakan titik pada daerah paling cekung pada jaringan lunak yang menutupi sutura frontonasal.

  d. Pronasale (Prn), merupakan titik paling anterior dari hidung.

  e. Columella (Cm), merupakan titik paling anterior dari nasal septum.

  f. Subnasale (Sn), merupakan titik perbatasan antara septum nasal dengan bibir atas.

  g. Labrale superior (Ls), merupakan titik perbatasan muk okutaneus bibir atas. h. Labrale inferior (Li), merupakan titik perbatasan mukokutaneus bibir bawah. i. Pogonion jaringan lunak (Pog’), merupakan titik paling anterior dari dagu jaringan lunak. j. Supramentale (Sm), merupakan titik paling cekung yang terletak diantara labrale inferior dan pogonion jaringan lunak. k. Menton jaringan lunak (Me’), merupakan titik paling bawah dari dagu jaringan lunak. l. Throat (Th), merupakan perpotongan antara garis submental dan leher.

  Gambar 3. Titik-titik Panduan Jaringan Lunak Pandangan Lateral. 21

2.2 Tipe Wajah

  Tipe wajah secara umum dapat ditinjau dari 2 sisi yaitu sisi frontal dan sisi lateral. Pada sisi frontal, Martin dan Saller membaginya menjadi 5 kategori berdasarkan indeks fasial yang didapat dengan rumus jarak nasion ke gnathion dibagi jarak antara kedua zigomatik.

  19,20,22

  1. Hypereuryprosopic (≤ 78,9)

  Merupakan bentuk wajah yang memiliki dimensi vertikalnya kecil dan dimensi transversal yang besar secara ekstrem.

  2. Euryprosopic (79,0

  • – 83,9) Merupakan bentuk wajah yang memiliki dimensi vertikal yang kecil dan dimensi transversal yang besar. Pada bagian sepertiga tengah wajah terlihat lebih pendek dan cenderung kurang protusif (Lihat gambar 4a).

  3. Mesoprosopic (84,0 – 87,9) Merupakan bentuk wajah yang memiliki keseimbangan antara dimensi vertikal dan transversal (Lihat gambar 4b).

  4. Leptoprosopic (88,0

  • – 92,9) Merupakan bentuk wajah yang memiliki dimensi vertikal yang besar dan dimensi transversal yang kecil. Pada bagian sepertiga tengah wajah cenderung lebih protusif dan memiliki hidung yang lebih panjang(Lihat gambar 4c).

  5. Hyperleptoprosopic (≥ 93,0) Merupakan bentuk wajah yang memiliki dimensi vertikal yang besar dan dimensi transversal yang kecil secara ekstrem.

  (a) (b) (c) 19 Gambar 4. a. Euryprosopic; b. Mesoprosopic; c. Leptoprosopic Okupe dkk berpendapat bahwa jenis kelamin, ras dan etnik, nutrisi, genetik

  23

  dan geografi dapat mempengaruhi tipe wajah seseorang. Shetti dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa tipe wajah pada mahasiswa India tergolong dalam

  24 mesoprosopric dengan indeks fasial 87,19 pada pria dan 86,75 pada wanita.

  Pada pandangan lateral, Albrecht Durer menggambarkan tipe wajah dengan melihat sudut yang terbentuk dari dataran fasial atas yang ditarik dari glabela jaringan lunak (G’) ke subnasal (Sn) terhadap dataran fasial bawah yang ditarik melalui titik subnasal ke pogonion kulit (Prn). Tipe profil wajah pandangan lateral yang terbentuk

  20

  yaitu:

  1. Tipe profil wajah lurus

  o

  Dataran fasial atas dan bawah membentuk sudut hampir mendekati 180 (Lihat gambar 5).

  20 Gambar 5. Tipe Profil Lurus

  2. Tipe profil wajah cembung (konveks)

  o

  Dataran fasial atas dan bawah membentuk sudut kurang dari 180 . Tipe profil ini biasa dijumpai pada maloklusi klas II yang disebabkan oleh protusi maksila dan retrusi mandibula (Lihat gambar 6).

  Gambar 6. Tipe Profil Cembung 20

  3. Tipe profil wajah cekung (konkaf) Dataran fasial atas dan bawah membentuk sudut lebih dari 180

  o

  . Tipe profil ini biasa dijumpai pada maloklusi klas III yang disebabkan oleh retrusi maksila dan protusi mandibula (Lihat gambar 7).

  

Gambar 7. Tipe Profil Cekung

20

2.3 Evaluasi Estetis Wajah

  Secara garis besar, wajah dapat ditinjau dari dua sisi yaitu dari sisi depan (frontal) dan sisi samping (sagital). Johar menyatakan bahwa perubahan lebih jelas bila ditinjau dari sisi sagital. Edward H Angle berpendapat bahwa mulut merupakan faktor yang paling berperan dalam membentuk karakter wajah. Bentuk dan

  25

  kecantikannya bergantung pada relasi oklusi gigi geligi. Khursheed dkk menekankan pentingnya mengetahui ciri ciri jaringan lunak dalam kaitannya terhadap bibir dan jangkauan normalnya dapat membantu mengoptimalkan rencana

  26

  perawatan. Herznerg dan Benyamin menyatakan bahwa mayoritas pasien lebih memperhatikan perubahan penampilan pada bibir atas, bibir bawah serta dagu

  7 daripada memperhatikan perubahan tulang dan inklinasi gigi pada cephalometri.

  Untuk menilai posisi anteroposterior bibir atas dan bibir bawah, sering digunakan beberapa garis antara lain garis E Ricketts, garis S Steiner, garis B Burstone, garis H

  

4

Holdaway, garis S Sushner dan sebagainya.

2.3.1 Garis E (Ricketts)

  Dikemukakan oleh Ricketts pada tahun 1968, garis E atau sering disebut juga dengan garis estetik merupakan suatu garis yang ditarik melalui pronasale (Prn) dan

  pogonion

  jaringan lunak (Pog’) dan melihat prominensia bibir yang mengacu pada

  3,5-7,25, 27

  garis tersebut (Lihat gambar 8). Ricketts menyatakan bahwa posisi bibir yang seimbang terhadap hidung dan dagu berhubungan erat dengan estetik yang lebih

  27

  bagus. Profil dikatakan harmonis apabila mulut dapat ditutup dengan kompeten dan titik Ls (pada bibir atas) berada dalam rentang 4 mm dari garis tersebut, sedangkan

  27

  titik Li (pada bibir bawah) berada dalam rentang 2 mm dari garis tersebut. Jarak antara titik Ls dan Li terhadap garis tersebut akan semakin besar pada orang yang

  27

  berprofil rata (straight). Garis E sering digunakan oleh ortodontis karena

  7 kemudahan dalam pemakaian dan mengikutsertakan hidung dalam analisisnya.

  Bishara dkk menggunakan garis E dalam menentukan perubahan posisi bibir yang terjadi dengan perawatan pencabutan empat premolar pertama dan menyimpulkan bahwa kelompok yang disertai pencabutan lebih retrusif dan menghasilkan pola wajah yang cenderung lurus. Peter dkk menyatakan bahwa garis E menunjukkan perubahan terbesar dalam mengevaluasi perubahan posisi bibir bawah

  11

  pada pasien dengan pencabutan premolar pada setiap sisi rahang. Naidu D. L yang meneliti tentang penafsiran fotografi dan sefalogram 100 orang anak suku India menyimpulkan bahwa garis E merupakan salah satu garis dengan konsistensi yang

  4,6 baik.

  21 Gambar 8. Garis E (Ricketts)

2.3.2 Garis S (Steiner)

  Garis S yang dikemukakan oleh Steiner digambarkan dari pogonion jaringan lunak ke pertengahan kurva S yang terletak antara pronasale dengan subnasale (Lihat

  3,5,6

  gambar 9). Steiner menyatakan bahwa mulut memegang peranan besar dalam

  

7

  membentuk karakter cantik pada wajah. Steiner juga mengungkapkan bahwa kemungkinan adanya intervensi dari panjang hidung sehingga mengembangkan sendiri parameter dalam analisisnya untuk melihat keharmonisan dari hidung, bibir

  7

  dan dagu. Profil wajah dikatakan seimbang apabila titik Ls dan titik Li menyentuh

  26,27

  garis tersebut. Walaupun telah sering digunakan pada sefalogram garis S belum

  6 pernah digunakan untuk penentuan prominensia bibir pada fotografi. Pada penelitian Gerald dkk tentang posisi bibir horizontal pada orang Nigeria dengan relasi oklusi normal, garis S mengindikasikan bibir bawah yang relatif lebih protusif dibanding bibir atas. Hwang dkk juga melaporkan posisi bibir yang protusif

  29 pada orang Korea dibanding orang Eropa dan Amerika berdasarkan garis S.

  21 Gambar 9. Garis S (Steiner)

2.3.3 Garis B (Burstone)

  Garis B ditarik dari subnasal ke pogonion jaringan lunak untuk mengevaluasi posisi anteroposterior dari bibir (Lihat gambar 10). Burstone menyatakan bahwa jaringan lunak terdiri dari morfologi yang rumit sehingga perlu menjadi sebuah

  7

  standar dalam penilaian estetis fasial. Pada orang dewasa dengan relasi oklusi klas I dikatakan harmonis apabila titik Ls dan titik Li jatuh didepan garis tersebut pada

  28

  sekitar 2-3 mm. Sudut kontur wajah yang ditentukan melalui glabela-subnasale-

  

pogonion merupakan sudut analisa jaringan lunak yang paling penting. Besar sudut

o

  ini pada ras Kaukasia adalah 11±4 , yang apabila sudut semakin besar menandakan

  7

  kecenderungan pada klas III. Naidu D. L menyatakan bahwa garis B merupakan garis yang memiliki konsistensi dan sensitivitas sehingga sangat baik dalam

  4,6 mengevaluasi posisi anteroposterior bibir.

  21 Gambar 10. Garis B (Burstone)

2.3.4 Garis H (Holdaway)

  Garis H yang dikemukakan oleh Holdaway digambarkan dari pogonion jaringan lunak ke batas vermillion bibir atas (Lihat gambar 11). Holdaway menekankan pentingnya jaringan lunak dan menyatakan bahwa dengan memperhitungkan bentuk jaringan lunak yang berkontribusi terhadap jaringan keras,

  4,8,29

  dapat menghasilkan perawatan yang lebih baik. Kisaran normalnya dari -1 sampai +2 dengan pembacaan negatif bila titik Li pada bibir bawah berada

  5,6 dibelakang garis dan positif bila didepan garis.

  Ada 11 parameter yang diungkapkan Holdaway untuk mengukur

  8

  keseimbangan jaringan lunak yaitu:

  1. Sudut jaringan lunak wajah

  2. Prominensia dari hidung

  3. Kedalaman sulkus superior

  4. Jarak antara subnasale jaringan lunak ke garis H

  5. Kecembungan skeletal

  6. Sudut H

  7. Jarak antara bibir bawah ke garis H

  8. Jarak sulkus inferior ke garis H

  9. Ketebalan jaringan lunak dagu

  10. Ketengangan bibir atas

  11. Jarak antara labrale superior ke garis H Peter dkk menyatakan bahwa garis H merupakan satu satunya garis yang menunjukkan perbedaan yang signifikan pada perawatan dengan dan tanpa ekstraksi. Garis H juga menunjukkan standar deviasi terkecil pada penelitian tersebut.

  11 Menurut Hambleton, garis H merupakan garis yang paling berguna dalam

  mengevaluasi jaringan lunak wajah. Hal ini dikarenakan garis H mempertimbangkan hubungan jaringan lunak terhadap garis NB dan sudut ANB dengan membentuk suatu garis singgung terhadap bibir atas dan membantu menciptakan perawatan ortodonti yang efektif.

  7 Gambar 11. Garis H (Holdaway) 21

2.3.5 Garis S2 (Sushner)

  Garis S2 digambarkan dari nasion kulit (N’) ke pogonion kulit (Pog’) (Lihat gambar 12).

4 Sushner menyatakan bahwa referensi yang dibuat berdasarkan kulit

  7 hitam lebih sedikit jika dibandingkan dengan kulit putih (ras Kaukasia).

  Penelitiannya pada ras kulit hitam mengungkapkan bahwa bibir pria lebih protusif jika dibanding dengan wanita. Dan hasil pengukuran yang jarak terhadap garis ini, pada titik Ls dan titik Li wanita berkisar 8,8 mm dan 6,7 mm dan pada pria berkisar

  5 10,3 mm dan 8 mm.

  21 Gambar 12. Garis S2 (Sushner)

2.4 Suku India Malaysia

  Penduduk di Tanah Melayu (sekarang dikenal dengan Malaysia) terdiri dari multietnik, yang merupakan dampak dari perubahan struktur politiknya. Hal ini bermula dari kerajaan kerajaan Melayu Hindu, orang India memegang peranan dalam

  30 penyebaran agama Hindu tersebut.

  Setelah runtuhnya kerajaan kerajaan akibat datangnya bangsa Inggris ke tanah Melayu pada abad ke 18 dan 19, dengan misi mencari sumber daya alam telah mendorong pembukaan pertambangan dan perkebunan secara besar besaran. Untuk mendukung perkembangan yang pesat tersebut, pihak Inggris mendatangkan tenaga kerja dari luar. Secara kebetulan pekerja yang termurah saat itu berasal dari India, China dan kepulauan Indonesia. Buruh-buruh dari China ditempatkan di

  30 pertambangan dan buruh-buruh dari India ditempatkan di perkebunan. Pola perekonomian tersebut telah menyebabkan pola kependudukan orang India lebih banyak bertumpu dikawasan perkebunan. Dikarenakan susahnya perekonomian di daerah asalnya, mereka bersikeras untuk tinggal menetap di tanah

  30 Melayu hingga tanah Melayu mencapai kemerdekaannya dari bangsa Inggris.

  Kerangka Teori ANALISA POSISI BIBIR HORIZONTAL

  Jarak garis E terhadap LI dan LS Jarak garis

  S terhadap LI dan LS Jarak garis B terhadap LI dan LS Jarak garis

  H terhadap LI Jarak garis S2 terhadap LI dan LS

  ANALISA WAJAH MELALUI SEFALOGRAM FRONTAL LATERAL JARINGAN LUNAK JARINGAN KERAS

  Kerangka Konsep SEFALOGRAM LATERAL

  Jarak garis E terhadap LI dan LS

  Perbandingan Konsistensi antara Garis E dan Garis S pada Posisi Horizontal Bibir Jarak garis

  S terhadap LI dan LS India Malaysia (Mahasiswa FKG USU)

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

0 0 8

Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

0 0 10

Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental - Efektivitas Obat Kumur Yang Mengandung Ekstrak Kapulaga 2,5% Dibanding Dengan Klorheksidin 0,12% Terhadap Penurunan Akumulasi Plak Pada Mahasiswa Fkg Usu Angkatan 2013

0 1 9

Akumulasi Logam Berat (Cu Dan Pb) Pada Rhizophora Stylosa Berdasarkan Tingkat Pancang Dan Pohon

0 0 15

Akumulasi Logam Berat (Cu Dan Pb) Pada Rhizophora Stylosa Berdasarkan Tingkat Pancang Dan Pohon

0 1 11

Perbandingan Konsistensi Garis E Ricketts dan Garis S Steiner dalam Analisis Posisi Horizontal Bibir pada Mahasiswa FKG USU suku India

0 0 12