Akumulasi Logam Berat (Cu Dan Pb) Pada Rhizophora Stylosa Berdasarkan Tingkat Pancang Dan Pohon

  Pengertian Ekosistem Mangrove Samingan (1975) mengatakan bahwa hutan mangrove adalah merupakan

  vegetasi yang agak seragam, selalu hijau dan berkembang dengan baik di daerah berlumpur yang berada dalam jangkauan peristiwa pasang surut. Hutan mangrove ini dijumpai pada tepi pantai sampai beberapa ratus meter ke darat.

  Van Steenis (1958) mengatakan bahwa hutan mangrove dicirikan oleh kehadiran berbagai sistem perakarannya yang khas, yang merupakan suatu adaptasi terhadap habitat yang khusus pula. Sonneratia dan Avicennia mempunyai akar horizontal yang dilengkapi dengan pneumatofora yang berbentuk pasak, Bruguiera dan Lumnitzera berakar lutut, Rhizophora berakar tunjang, Xylocarpus mempunyai akar horizontal dengan pneumatofora yang berbentuk kerucut atau penebalan akar di bagian atas, sedangkan Ceriops tidak mempunyai perakran khusus tetapi akar-akarnya terbuka dan bagian bawah batang mempunyai lentisel yang besar. Ciri khas lain dari hutan mangrove ialah terjadinya vivipari pada beberapa jenis mangrove.

  Peranan Hutan Mangrove

  Menurut Soekardjo (1981), peranan ekosistem mangrove adalah seperti dibawah ini:

  1. Mangrove di bidang kehutanan Mangrove digunakan untuk berbagai macam kegunaan yaitu kayu bakar, arang, industri kayu lapis, kertas dan lain-lain. Potensi ekonomi ini terutama dihasilkan oleh Rhizophora spp., Bruguiera spp. dan Ceriops spp.

  2. Mangrove dan pemanfaatan tradisional Berbagai jenis tumbuhan mangrove telah dikenal sebagai sumber bahan untuk keperluan rumah tangga. Nipah, merupakan jenis yang sangat populer untuk industri rumah tangga (atap rumah, pembungkus rokok, pembungkus makanan), bahkan air niranya dapat dimanfaatkan untuk pemanis makanan atau minuman.

  Pada situsi yang mendesak, beberapa jenis mangrove dapat dimakan misalnya buah Sonneratia, Caseolaria dan daun muda Avicennia spp.

  Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Hutan Mangrove

  Suyanto (1992) menyebutkan bahwa wilayah yang baik untuk ditumbuhi hutan mangrove adalah wilayah yang mempunyai sifat sebagai berikut: air tenang, air payau, endapan lumpur, dan lereng endapan tidak lebih dari 0,25 –0,50%. Sedangkan lebah jalur hijau hutan mangrove dipengaruhi oleh tinggi pasang surut, yang menentukan lebarnya air pasang ditempat-tempat tersebut.

  Menurut Nybakken (1992), faktor fisik yang mempengaruhi hutan mangrove yang utama adalah adanya gerakan air yang minimal yang mempunyai pengaruh yang nyata. Gerakan air yang lambat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar. Hasilnya berupa lumpur yang akan menjadi substart pada hutan mangrove.

  Perluasan lahan atau biasa juga disebut tanah timbul diduga berawal dengan adanya serasah yang mengandung bahan organik dan terhambat pada sistem perakaran sehingga berbagai substrart yang dibawa dari daratan mengendap dan akhirnya tumbuh bibit baru yang selanjutnya juga akan membantu proses pengendapan lumpur. Seterusnya hutan mangrove akan tumbuh seiring dengan penambahan lahan (Soekardjo, 1987).

  Tinjauan Jenis Rhizophora stylosa Griff

  Menurut Samingan (1975) Rhizophora stylosa termasuk dalam suku Rhizophoraceae. Jenis ini mempunyai akar tunjang melengkung, dari dahan-dahan turun akar gantung. Daun selalu hijau dengan ujung tulang daun dipucuk dan dikuncup bulat. Dibawah daun berbintik-bintik hitam. Mempunyai calyk 4, corolla 4 tak berlekuk, stamen 8, bakal buah setengah dibawah. Rhizophora

  stylosa mempunyai tangkai putik lebih panjang (4

  • –5 mm) bentuk benang. Bunga berjumlah 2
  • –16, lebih panjang dari tangkai daun. Daun-daun pelindung hanya melekat pada basis dan tangkai sari, bentuk benang 4-6 mm. Rhizophora stylosa tumbuh terbatas pada pantai berpasir dan selalu merupakan pohon kecil, tidak seperti Rhizophoraapiculata dan Rhizophora mucronata yang dapat mencapai tinggi sekitar 3,5 –4,0 m apabila tumbuh pada habitat yang baik.

  Secara ekologis Rhizophora merupakan penyusun vegetasi mangrove muda. Pada tipe vegetasi ini dicirikan oleh satu lapis tajuk hutan yang seragam tingginya dari jenis Rhizophora dan berperan juga sebagai jenis pioneer di tempat- tempat yang posisinya terlindung dari hempasan ombak yang kuat, atau berkembang setelah kolonisasi dari jenis Avicennia dan Sonneratia yang kemudian Rhizophora tumbuh di antaranya (Soekardjo, 1981).

  Pengertian Logam Berat

  Logam berat adalah unsur-unsur dengan nomor atom 22 sampai 92 dan terletak pada periode III –VII di dalam susunan berkala system periodik. Logam- logam tersebut dalam keadaan murninya umumnya mempunyai sifat kurang berbahaya apabila dibandingkan dengan bentuk senyawanya (Purwanto, 1992). Seringkali beberapa unsur dapat mencapai konsentrasi toksik di dalam tanah. Beberapa unsur seperti selenium dan arsenit secara alamiah dapat mencapai tingkat toksik, tetapi yang paling sering menimbulkan toksik adalah semua logam berat terutama tembaga (Cu), Seng (Zn), Timah (Pb), dan kadang-kadang cadmium (Cd), krom (Cr), kobalt (Co) dan nikel (Ni) ( Andani dan Purbayanti, 1981).

  Tembaga (Cu)

  Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang diperlukan untuk terjadinya proses fisiologis secara normal dalam tubuh makhluk hidup, karena Cu merupakan logam esensial yang diperlukan makhluk hidup terutama dalam perannya sebagai kofaktor enzim (membantu kerja enzim). Bahkan pada tumbuhan seperti alga, Cu dapat berperan sebagai pembawa elektron sebagai baik pada proses fotosintesis maupun pada proses respirasi (Perales, dkk., 2007).

  Tembaga (Cu) adalah logam merah muda yang lunak, dapat ditempa, dan liat yang melebur pada 1038°C. Potensial elektroda standartnya positif (+ 0,34 V), logam ini tidak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer (Vogel 1994). Logam ini banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasa dicampur dengan logam lain seperti alloi dengan perak, kadmium, timah putih, dan seng (Merian, 1994).

  Tembaga bukan hanya meracuni hewan, tetapi juga bersifat toksik pada tumbuhan (jasad autotrof). Dalam hal ini tembaga dalam jumlah sedikit merupakan unsur yang esensial yang diperlukan oleh tubuh, karena tembaga akan berperan sebagai elemen penting dalam mengatur protein, berpartisipasi dalam transportasi elektron pada proses fotosintesis, membantu proses respirasi pada mitokondria, merespon stress oksidatif yang terjadi pada seluruh tubuh, membantu proses metabolisme pada dinding sel, dan akan membantu kerja hormon (Yruela, 2005).

  Timbal (Pb)

  Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5 ºC dan titik didih 1.740 ºC pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil, yaitu 82. Namun logam ini sangat beracun. Seperti halnya merkuri yang juga merupakan logam berat. Timbal adalah logam yang yang dapat merusak sistem syaraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama. Timbal terdapat dalam beberapa isotop: 204Pb (1.4%), 206Pb (24.1%), 207Pb (22.1%), and 208Pb (52.4%). 206Pb, 207Pb and 208Pb kesemuanya adalah

  

radiogenic dan merupakan produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Logam

  ini sangat resistan (tahan) terhadap korosi, oleh karena itu seringkali dicampur dengan cairan yang bersifat korosif (seperti asam sulfat) (BPLHD Jabar, 2013).

  Sifat-sifat timbal berdasarkan Darmono (1995) dan Fardiaz (2005) antara lain:

  1. Memiliki titik cair rendah

  2. Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk.

  3. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda dengan timbal murni.

  4. Memiliki densitas yang tinggi dibandingkan logam lain kecuali emas dan merkuri yaitu 11,34 g/cm3.

  5. Sifat kimia timbal menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai pelindung jika kontak dengan udara lembab.

  Mekanisme Penyerapan Logam Berat oleh Mangrove

  Komunitas mangrove sering kali mendapatkan suplai bahan polutan seperti logam berat yang berasal dari limbah industri, rumah tangga, dan pertanian. Tumbuhan mangrove ini termasuk jenis tumbuhan air yang mempunyai kemampuan sangat tinggi untuk mengakumulasi logam berat yang berada pada wilayah perairan. Proses absorpsi pada tumbuhan terjadi seperti pada hewan dengan berbagai proses difusi, dan istilah yang digunakan adalah translokasi.

  Transpor ini terjadi dari sel ke sel menuju jaringan vaskuler agar dapat didistribusikan ke seluruh bagian tubuh. Menurut Soemirat (2003), menyatakan bahwa proses absorpsi dapat terjadi lewat beberapa bagian tumbuhan, yaitu : 1. Akar, terutama untuk zat anorganik dan zat hidrofilik.

  2. Daun bagi zat yang lipofilik.

  3. Stomata untuk masukan gas.

  Tumbuhan mangrove mampu mengalirkan oksigen melalui akar ke dalam sedimen tanah untuk mengatasi kondisi anaerob pada sedimen tersebut. Jika logam berat memasuki jaringan, terdapat mekanisme yang sangat jelas, pengambilan (up taken) logam berat oleh tumbuhan di lahan basah adalah melalui penyerapan dari akar, setelah itu tumbuhan dapat melepaskan senyawa kelat, seperti protein dan gukosida yang berfungsi mengikat logam dan dikumpulkan ke jaringan tubuh kemudian ditransportasikan ke batang, daun dan bagian lainnya, sedangkan ekskresinya terjadi melalui transpirasi (Panjaitan, 2009).

  Menurut Fitter dan Hay (1991) mekanisme yang mungkin dilakukan oleh tumbuhan untuk menghadapi konsentrasi toksik adalah penanggulangan (ameliorasi).

  Proses ameliorasi dilakukan dengan empat pendekatan, yaitu : a. Lokalisasi (intraseluler atau ekstraseluler) biasanya di dalam akar.

  b. Ekskresi, secara aktif melalui kelenjar pada tajuk atau secara pasif melalui akumulasi pada daun-daun tua yang diikuti dengan absisi daun.

  c. Dilusi, yaitu melalui pengenceran.

  d. Inaktivasi secara kimia.

  Brooks (1997) mengatakan akumulasi logam ke dalam akar tumbuhan melalui bantuan transpor molekul dalam membran akar kemudian akan membentuk transpor logam kompleks yang menembus xilem dan terus menuju sel daun. Setelah sampai di daun, logam akan melewati plasmalemma, sitoplasma, dan tonoplasma untuk memasuki vakuola. Di dalam vakuola transpor, molekul kompleks bereaksi dengan akseptor terminal molekul untuk membentuk akseptor kompleks logam kemudian transpor molekul dilepas dan akseptor kompleks logam terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan.

  Menurut Priyanto dan Prayitno (2006) mekanisme penyerapan logam berat pada tanaman melalui akar dapat dibagi menjadi tiga proses yang sinambung.

  Pertama adalah penyerapan logam berat oleh akar. Agar dapat menyerap logam, tanaman membentuk suatu enzim reduktase di membran akarnya. Reduktase ini berfungsi mereduksi logam yang selanjutnya diangkut ke bagian tumbuhan lainnya melalui jaringan pengangkut, yaitu xilem dan floem. Untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan, logam diikat oleh molekul kelat kemudian senyawa- senyawa yang larut dalam air biasanya diserap oleh akar bersama air. Kedua, melalui translokasi logam dari akar ke bagian tanaman lain, yaitu setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa asing lain mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan pengangkut (xilem) ke bagian tanaman lainnya. Ketiga, lokalisasi logam pada sel dan jaringan yang bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman.

  Lokasi dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2014 sampai Februari 2015 yang bertempat di kawasan pesisir Belawan yakni Hutan Mangrove Desa Nelayan. Analisis logam berat dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

  Alat dan Bahan

  Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: pisau, pita ukur, kamera, kompas, mortar dan pastle, botol akuades, labu Erlenmeyer 250 ml, pipet tetes, tanur (furmace), oven, corong, kertas saring Whatman ukuran 42, pH

  

universal, krus porselen, gelas ukur, gelas beaker, labu takar 100 ml dan 25 ml,

thermometer,hand refractometer, Pemanas (hot plate), wadah sampel, timbangan

  analitik, dan spektofotometri serapan atom.

  Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: tally sheet pengambilan sampel, tali rafia, larutan HNO pekat, akuabides, larutan standar Cu dan Pb,

  3

  sampel akar R. stylosa yang terdiri atas akar tunjang, daun R. stylosa yang terdiri atas daun tua dan daun muda, kulit batang R. stylosa yang terkena pasang surut air laut, sampel sedimen, sampel air laut.

  Prosedur Penelitian Pengambilan Sampel

  Pengambilan sampel dilakukan dengan mengikuti jalur transek sejajar garis pantai secara purposif. Sampel akar, daun, dan kulit batang diambil dari pohon R. stylosa. Akar yang diambil adalah akar tunggang yang berada diatas batas yang terkena batas pasang surut air laut , sedangkan untuk daun yang di ambil adalah daun muda pada pucuk dan daun tua pada pangkal ranting, Kulit batang pohon R. stylosa yang diambil adalah kulit batang yang terkena pasang surut air laut. Dari jalur transek diambil 3 titik sampel pada setiap lokasi dengan jarak antar titik sampel 50 meter. Pengambilan sampel pohon R. stylosa setiap titiknya dengan tiga ulangan. Data yang diambil berupa akar, daun, dan kulit batang R. stylosa. Sebagai data penunjang dilakukan juga pengukuran logam berat pada air permukaan dan sedimen (kedalaman ± 30 cm) serta pengukuran parameter kualitas air, seperti suhu udara, suhu air, pH air, dan salinitas pada keenam titik tersebut. Pola pengambilan sampel disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.

  Gambar 2. Pola Pengambilan Sampel Akar, Daun dan Kulit Batang Keterangan gambar : Garis transek pada saat pengambilan sampel 50 m : Jarak antar plot pengambilan sampel : plot pengambilan sampel

  

Gambar 3. Pola Pengambilan Sampel Pohon, Air dan Sedimen (Sumber

  Preparasi Sampel Akar, Daun, Kulit batang dan Sedimen

  Sampel akar, daun, kulit batang dihomogenkan dengan cara mengkompositkan sampel yang diambil dari tiga titik pengambilan pada setiap stasiun. Untuk preparasi akar, daun,dan kulit batang, sampel dipotong kecil-kecil sebelum dihaluskan. Demikian juga sampel sedimen yang dapat langsung dihaluskan. Setelah itu dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC sampai diperoleh berat konstan.

  Sampel akar, daun, kulit batang dan sedimen masing masing ditimbang sebanyak 5 gram kemudian diarangkan di atas hotplate hingga menjadi arang.

  Untuk mempercepat terjadinya arang dapat diteteskan sedikit HNO

  3 secara

  perlahan. Sampel yang telah menjadi arang dimasukkan dalam tanur pada suhu

  700ºC (pengabuan) sampai menjadi abu. Setelah selesai proses pengabuan sampel akar, daun dan sedimen tersebut dilarutkan dengan menambahkan 10 ml HNO

  3 pekat.

  Campuran larutan tersebut digerus didalam wadah kurs porselin lalu disaring kedalam labu ukur 25 ml dengan menggunakan kertas saring whattman ukuran 42. Kurs yang telah digerus dibilas dengan menggunakan akuabides sebanyak dua kali agar kandungan logam yang masih menempel pada kurs dapat larut. Setelah larutan disaring tambahkan akuabides hingga garis tanda batas pada labu ukur. Larutan yang diperoleh dapat diuji dengan menggunakan AAS.

  Preparasi Sampel Air

  Air laut diukur 100 ml, kemudian ditambahkan 10 ml HNO 3 pekat. Panaskan dalam wadah labu Erlenmeyer dalam hot plate sampai volumenya berkurang 35 ml. kemudian diendapkan. Larutan yang telah diendapkan disaring fasa airnya dengan kertas saring. Larutan yang diperoleh siap untuk dianalisis dengan menggunakan AAS.

  Pembuatan Larutan Standar Cu dan Pb

  Logam Cu dan Pb masing-masing ditimbang sebanyak 1 gr, kemudian dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 1000 ml. Larutan tersebut mengandung 1000 ppm yang dinamakan larutan induk. Sebanyak 10 ml dari larutan induk dipipet lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir. Larutan yang diperoleh mengandung konsentrasi 100 ppm. Dari larutan 100 ppm dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir untuk mendapatkan larutan dengan konsentrasi 10 ppm. Dibuat larutan dengan konsentrasi 10 ppm sebanyak 5 ulangan untuk mempermudah pembuatan larutan standar berikutnya.

  Untuk mendapatkan larutan standar dengan konsentrasi 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm, berturut-turut dipipet sebanyak 2 ml, 4 ml, 6 ml, 8 ml dan 10 ml dari larutan 10 ppm lalu masing masing dimasukkan kedalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan akuades sampai garis tanda akhir.

  Prinsip Kerja Atomic Absorpsion Spectrofotometer (AAS)

  Alat AAS diset terlebih dahulu sesuai dengan instruksi dalam manual alat tersebut. Kemudian dikalibrasikan dengan kurva standar dari masing-masing logam Cu dan Pb dengan konsentrasi 0; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8 dan 1 ppm. Diukur absorbansi atau konsentrasi masing-masing sampel.

  Analisis Data Konsentrasi Sebenarnya

  Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada akar, kulit batang, daun dan sedimen sesuai dengan standar operasional prosedur pada Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara maka digunakan rumus : Untuk mendapatkan konsentrasi logam berat sebenarnya pada air maka digunakan rumus : Keterangan :

  K.AAS : Konsentrasi yang tertera pada alat AAS (mg/kg)

  K. Sebenarnya : Konsentrasi sebenarnya (mg/L) Vol Pelarut : Volume pelarut (L) Larutan Sampel : Volume larutan sampel pada saat pengujian (L) Berat Sampel : Berat sampel yang akan diuji (mg)

  Faktor Biokonsentrasi factor (BCF)

  Setelah kandungan logam berat dalam air diketahui maka data tersebut digunakan untuk menghitung kemampuan R. stylosa mengakumulasi logam berat Cu dan Pb melalui tingkat biokonsentrasi faktor (BCF) dengan rumus :

  Keterangan : BCF > 1000 = Kemampuan Tinggi 1000 > BCF > 250 = Kemampuan Sedang BCF < 250 = Kemampuan Rendah

  Analisis Deskriptif

  Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif sesuai dengan baku mutu lingkungan yang terdapat dakam Kepmen KLH No. 51 Tahun 2004 untuk kualitas air. Baku mutu untuk logam berat dalam lumpur atau sedimen di Indonesia belum ditetapkan, sehingga sebagai acuan digunakan baku mutu yang dikeluarkan

  IADC/CEDA 1997 mengenai kandungan logam yang dapat ditoleransi.

  Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kawasan Hutan Mangrove Desa Nelayan di Perairan Belawan

  Desa Nelayan ini berada di kecamatan Medan Labuhan, dengan luas daerah 420 Ha. Batas-batas wilayah desa ini sebagai berikut : a) Sebelah utara berbatasan dengan Sei Deli atau Kelurahan Belawan Bahari

  b) Sebelah selatan berbatasan dengan Sei Mati

  c) Sebelah barat berbatasan dengan Pekan Labuhan

  d) Sebelah timur berbatasan dengan P.L Tiram / Sei Pegatalan Secara topografi, kecamatan Medan Labuhan berada pada dataran rendah/rawa. Keadaan iklimnya termasuk tropis, dengan curah hujan rata-rata 22 mm/tahun dan suhu rata-rata harian 30ºC. Jenis tanah kecamatan ini umumnya adalah tanah aluvial dan tanah podsolik merah kuning. Secara sosial ekonomi penggunaan lahan untuk sawah dan ladang 0 ha, perkantoran 1 ha, bangunan usaha 1 ha, dan pemukiman 85 ha. Jumlah penduduk di desa ini 7.716 jiwa menurut kewarganegaraannya (Kantor Lurah Desa Nelayan Indah, 2007).

Dokumen yang terkait

Penetapan Kadar Kalsium Dan Besi Pada Bubur Bayi Instan Yang Beredar Di Kota Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 1 34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Pendamping ASI - Penetapan Kadar Kalsium Dan Besi Pada Bubur Bayi Instan Yang Beredar Di Kota Medan Secara Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Efisiensi Pasar Modal - Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

0 0 8

Pengujian Price Reversal Jangka Pendek Atas Penurunan Harga Saham Pada Indeks Lq-45 Di Indonesia

0 0 10

Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 17

BAB I PENDAHULUAN - Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

Pengaruh Set Kesempatan Investasi, Laba Per Saham, Dan Ukuran Perusahaan Terhadap Harga Saham Perusahaan property Dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Plak Dental - Efektivitas Obat Kumur Yang Mengandung Ekstrak Kapulaga 2,5% Dibanding Dengan Klorheksidin 0,12% Terhadap Penurunan Akumulasi Plak Pada Mahasiswa Fkg Usu Angkatan 2013

0 1 9