BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Laba dan Dividen Payout Ratio Pada Bank Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

  Peneliti mencoba menjelaskan Pengaruh Rasio Likuiditas, Aktiva Produktif, Rentabilitas dan Solvabilitas terhadap Perubahan Laba dan DPR pada Bank Umum. Penelitian empiris membuktikan bahwa yang mempengaruhi perubahan laba berbeda-beda. Perbedaan disebabkan oleh beberapa faktor misalnya data yang digunakan, perbedaan tempat penelitian, perbedaan periode pengamatan penelitian dan lain sebagainya.

  Penelitian tentang pengaruh rasio keuangan terhadap perubahan laba telah dilakukan oleh Asmar (2013), hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial rasio lancar berpengaruh signifikan terhadap prediksi perubahan laba, sedangkan rasio marjin laba dan rasio perputaran total aset tidak berpengaruh signifikan terhadap prediksi perubahan laba. Namun secara simultan rasio lancar, marjin laba dan perputaran total aset berpengaruh signifikan terhadap prediksi perubahan laba.

  Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Dewi dan Mukhlis (2012) dengan meneliti pengaruh CAR, ROA, NPM dan LDR terhadap Pertumbuhan Laba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, ROA dan LDR berpengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan laba, sedangkan NPM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan. Namun secara simultan rasio CAR, ROA, NPM dan LDR berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba PT. Bank Mandiri, Tbk.

  Penelitian tentang dampak rasio keuangan terhadap kebijakan deviden telah diteliti oleh Dwi (2012), pada uji regresi secara parsial, uji-t dilakukan untuk mengetahui kemampuan pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap variabel tergantung/terikat (DPR). Didapatkan bahwa variabel Debt to Equity

  

Ratio (DER), variabel Return On Investment (ROI), variabel Total Assets Turn

Over (TATO) berpengaruh signifikan terhadap cash dividend pada perusahaan

  manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan tingkat signifikan sebesar 5% (0,05). Pada uji regresi secara bersama-sama (simultan), variabel

  

earning s per share (EPS), DER, Price Book Value, ROI dan TATO berpengaruh

  bertentangan dengan penelitian oleh Prawira et al (2014) dengan yang meneliti pengaruh leverage, lukiditas, profitabilitas dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian dengan analisis regresi secara parsial diketahui bahwa DER, SIZE dan CR tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR, hanya ROE yang berpengaruh signifikan terhadap DPR.

  Penelitian tentang DPR pada perusahaan PMA dan PMDN telah dilakukan oleh Sujasno (2004) yang menganalisis faktor – faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dengn melakukan perbandingan pada perusahaan PMA dan PMDN yang go publik di Bursa Efek Jakarta. Sujasno menggunakan 12 perusahaan PMA dan 40 perusahaan PMDN yang listed di BEJ yang membagikan dividen pada tahun 2000 sampai 2002. Variabel independen yaitu ROI dan CR berpengaruh positif signifikan, sedangkan DR berpengaruh negatif signifikan terhadap DPR. Secara simultan ketiga variabel independen berpengaruh secara signifikan terhadap DPR dan ketiga variabel mampu menjelaskan DPR sebesar 46.2%. Pada Chow Test yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan dalam menentukan kebijakan dividen pada perusahaan PMA dan PMDN.

  Penelitian tentang perubahan laba pada negara lain di luar Indonesia telah dilakukan oleh Brock dan Rojas (2000) yang melakukan penelitian tentang

  

understanding the behavior of bank spreads in latin America . Hasil penelitian

  dengan uji regresi menunjukkan CAR berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba pada bank-bank di Bolivia dan Columbia sedangkan di Argentina, Chilli dan berpengaruh signifikan terhadap laba pada bank-bank di Argentina dan Bolivia, sementara pada negara Columbia, Chilli dan Peru tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan, kemudian LDR menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba pada bank-bank di Bolivia, Columbia dan Peru sementara pada bank di Argentina tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan, dan terakhir NPL menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba pada bank di Columbia namun menunjukkan tidak menunjukkan pengaruh pada bank-bank di Argentina dan Peru.

  Penelitian sejenis dilakukan oleh Angbazo (1997) dengan meneliti

  commercial bank net interest margin, default risk, interest-rate risk, and off-

balance sheet banking . Hasil penelitian menunjukkan LDR dan BOPO

  menunjukkan pengaruh yang positif terhadap perubahan laba sedangkan IRR dan NPL tidak menunjukkan adanya pengaruh terhadap perubahan laba. Terakhir penelitian sejenis dilakukan oleh Afanasief et al (2004) meneliti the determinants

  

of bank interest spread in brazil . Hasil penelitian menunjukkan Inflasi, tingkat suku bunga dan rasio CAMEL (CAR, ROA, BOPO, NPL dan LDR) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba.

  Penelitian yang menghubungkan pengaruh laba dan dividen pada akhirnya diteliti oleh Jen (2010) dengan meneliti pengaruh laba, arus kas operasi bebas terhadap dividen kas. Hasil Penelitian uji simultan menunjukkan bahwa laba, arus kas operasi dan arus bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dividen kas. Namun secara parsial variabel laba, arus kas operasi berpengaruh berpengaruh negative signifikan terhadap dividen kas.

  2.CR, DER dan SIZE tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR Secara Simultan : DER, CR, ROE dan SIZE berpengaruh signifikan terhadap DPR Asmar

  2.Margin Laba tidak berpengaruh terhadap Prediksi Perubahan Laba

  1.Rasio Lancar berpengaruh terhadap Prediksi Perubahan Laba

  Secara Parsial:

  3.Perputaran Total Ases Dependen Prediksi Perubahan Laba Analisis Regresi Linear Berganda

  2.Margin Laba

  1.Rasio lancar

  Independen

  Vol.13 No.2 Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi Perubahan Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2008- 2012

  (2013) Jurnal Administrasi dan Bisnis (JAB)

  1.ROE berpengaruh signifikan terhadap DPR

  Hasil-hasil penelitian terdahulu secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:

  Secara Parsial :

  4.Size Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  3.ROE

  2.CR

  1.DER

  Independen

  Vol.15 No.1 Pengaruh Leverage, Likuiditas, Profitabilitas dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen.

  Prawira et al (2014) Jurnal Administrasi dan Bisnis (JAB)

Tabel 2.4. Review Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Yang Diperoleh

  3.Perputaran Total Aset tidak berpengaruh terhadap Prediksi Perubahan Laba Secara Simultan: Rasio Lancar, Margin Laba dan Perputaran Total Aset berpengaruh terhadap Prediksi Perubahan Laba

Tabel 2.4. Review Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Yang Diperoleh

  5.TATO Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  1.Srtuktur Modal dan Pertumbuhan berpengaruh negatif signifikan terhadap Kebijakan Dividen

  2.Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap Kebijakan Dividen Secara Simultan: Srtuktur Modal, Likuiditas dan Pertumbuhan berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen Dwi (2012)

  Jurnal Akuntansi Vol.2 No.1.

  Dampak Rasio Keuangan Terhadap Kebijakan Deviden.

  Independen

  1.EPS

  2.DER

  3.PBV

  4.ROI

  Secara Parsial :

  3.Pertumbuhan (Growth) Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  1.EPS dan PBV tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR

  2.DER, ROI dan TATO berpengaruh signifikan terhadap DPR Secara Simultan : EPS, DER, PBV, ROI dan TATO berpengaruh signifikan terhadap DPR Jen (2010)

  Jurnal Investasi Vol.6 No.2

  Pengaruh Laba, Arus Kas Operasi dan Arus Kas Bebas Terhadap Dividen Kas.

  Independen

  1.Laba

  2.Arus Kas Operasi

  3.Arus Kas Bebas Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  Secara Parsial :

  1. Laba, Arus Kas Operasi dan Arus Kas Bebas berpengaruh signifikan terhadap Dividen Kas Secara Simultan :

  Secara Parsial :

  2.Likuiditas (CR)

  Jessica dan Heykal (2013)

  No.1 Pengaruh CAR, ROA, NPM dan LDR terhadap Pertumbuhan Laba Bank (Studi Kasus PT. Bank Mandiri, Tbk)

  Jurnal Binus University Vol.6 No.2

  Analisis Pengaruh Manajemen Laba dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Independen

  1.Manajemen Laba

  2.Profitabilitas Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  Secara Parsial

  1.Manajemen Laba tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR

  2.Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap DPR Secara Simultan : Manajemen Laba dan Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap DPR Dewi dan

  Mukhlis (2012) Jurnal Ekonomi

  Studi Pembangunan (JESP) Vol.4

  Independen

  1.Srtuktur Modal (DER)

  1.CAR

  2.ROA

  3.NPM

  4.LDR Dependen Pertumbuhan Laba Analisis Regresi Linear Berganda

  Secara Parsial :

  1.CAR, ROA, LDR tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba

  2.NPM berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba Secara Simultan: CAR, ROA, NPM dan LDR berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Laba

  Dewi dan Sedana (2012) Jurnal Akutansi

  Vol.16 No.3 Pengaruh Modal, Likuiditas, dan Pertumbuhan terhadap Kebijakan Dividen di BEI

  Independen :

  2. Laba, Arus Kas Operasi dan Arus Kas Bebas berpengaruh signifikan terhadap Dividen Kas

Tabel 2.4. Review Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Nama Peneliti Judul Variabel Hasil Yang Diperoleh

  

2.Tingkat Suku Bunga

  2.Arus Kas

  3.Earning Per Share (EPS) Dependen DPR

  Analisis Regresi Linear Berganda Secara Parsial :

  1.Perubahan Laba dan EPS berpengaruh signifikan terhadap DPR

  2. Arus Kas tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR Secara Simultan : Perubahan Laba, Arus Kas dan EPS berpengaruh signifikan terhadap DPR

  Afanasief et al (2004) Journal of Economic

  Literaure (JEL) Classification Vol.15 No.2

  The Determinants of Bank Interest Spread in Brazil

  Independen

  1.Inflasi

  3.Rasio CAMEL (CAR, ROA, BOPO, NPL dan LDR) Dependen Perubahan Laba Analisis Regresi Linear Berganda

  Pengaruh perubahan laba, arus kas dan earning per share (EPS) terhadap pembagian dividen pada perusahaan manufaktur di BEJ pada tahun 2002-2005 Independen

  Secara Parsial :

  1.Inflasi dan Rasio CAMEL berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba

  2.Tingkat Suku Bunga Tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Secara Simultan : Inflasi, tingkat suku bunga dan rasio CAMEL (CAR, ROA, BOPO, NPL dan LDR) berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba. Sujasno (2004)

  Tesis Universitas Diponegoro

  Indonesia Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen (Perbandingan Pada Perusahaan PMA dan PMDN yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta)

  Independen

  1.ROI

  2.CR

  3.DR Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  Secara Parsial :

  1.ROI dan CR berpengaruh signifikan positif terhadap DPR

  1.Perubahan Laba

  Bisnis(JAB) Vol.5 No.5

  Rizky (2009) Jurnal Akuntansi

  Secara Parsial :

  Vol.5 No.2 Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Deviden Pada Sektor Industri Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003 – 2007”.

  Independen

  1.EPS

  2.CR

  3.NPM

  4.TATO

  5.ROE

  6.ROI

  7.DR

  8.DER Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  1.EPS dan TATO berpengaruh signifikan terhadap DPR

  (2007) Jurnal Manajemen dan

  2.CR, NPM, ROE, ROI, DR, dan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR Secara Simultan : EPS, CR, NPM, TATO, ROE, ROI, DR, dan DER berpengaruh signifikan terhadap DPR Lisa dan Clara

  (2009) Jurnal Manajemen dan

  Bisnis(JAB) Vol.2 No.1

  Analisis Pengaruh Cash Position, Debt To Equity Ratio, Dan Return On Assets Terhadap Dividend Payout Ratio”.

  Independen

  1.CP

  2.DER

  3.ROA Dependen DPR Analisis Regresi Linear Berganda

  Secara Parsial :

  1.CP dan ROA berpengaruh signifikan terhadap DPR

  2.DER tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR Secara Simultan : CP, DER dan ROA berpengaruh signifikan terhadap DPR Kusumaatmaja

  2.DR berpengaruh signifikan negatif terhadap DPR Secara Simultan : ROI, CR dan DR berpengaruh signifikan terhadap DPR

Tabel 2.4. Review Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Nama Judul Variabel Hasil Yang Diperoleh Peneliti

  Brock dan Understanding Independen Analisis Regresi Linear Berganda Rojas The Behavior of

  1.CAR (2000) Bank Spreads in

  2.BOPO

  1.CAR berpengaruh signifikan terhadap Latin America

  3.LDR perubahan laba pada bank di Bolivia dan Journal of

  4.NPL Columbia sedangkan di Argentina, Chilli

Developme dan Peru tidak mempunyai pengaruh

nt Dependen terhadap perubahan laba

  Economics Perubahan Laba

  2. BOPO berpengaruh signifikan terhadap

Vol.63 laba pada bank-bank di Argentina dan

No.1

  Bolivia, sementara pada negara Columbia, Chilli dan Peru tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan

  3.LDR menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba pada bank-bank di Bolivia, Columbia dan Peru sementara pada bank di Argentina tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan

  4.NPL menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan laba pada bank di Columbia namun menunjukkan tidak menunjukkan pengaruh pada bank- bank di Argentina dan Peru. Angbazo Commercial Independen Analisis Regresi Linear Berganda (1997) Bank Net Interest

  1.LDR Margin, Default

  2.BOPO Secara Parsial : Journal of Risk, Interest-

  3.IRR

  1.LDR dan BOPO menunjukkan Banking Rate Risk, and

  4.NPL pengaruh yang signifikan positif terhadap and Off- Balance perubahan laba Finance Sheet Banking Dependen

  2.IRR dan NPL tidak berpengaruh Vol.21 Perubahan Laba signifikan terhadap perubahan laba No.1

  Secara Simultan : LDR, BOPO, IRR dan NPL berpengaruh signifikan terhadap perubahan laba

2.2. Analisis Rasio Keuangan

  Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan suatu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan relevan dan signifikan. Menurut Keown (2005), analisis rasio keuangan adalah restarting the

  

accounting data in relative terms to identify some of the financial strengths an

weaknesses of a company, artinya rasio keuangan dimulai dengan menghitung

  data yang berhubungan untuk mengidentifikasi beberapa kekuatan dan kelemahan financial pada sebuah perusahaan.

  Menurut Gitman (2006), analisis rasio keuangan adalah involves methods of

  

calculating and interpreting financial ratios to analyze and monitor the firm’s

performance, artinya bahwa rasio keuangan meliputi metode untuk menghitung

  dan mengimpretasikan rasio keuangan untuk menganalisis dan mengawasi kinerja perusahaan.

  Menurut Brigham & Houston (2010), analisis laporan keuangan berguna untuk membantu mengantisipasi kondisi masa depan, dapat disimpulkan bahwa membandingkan angka yang berada di dalam laporan keuangan sehingga menghasilkan suatu informasi yang lebih detil mengenai kinerja suatu perusahaan.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa analisis rasio keuangan adalah suatu cara untuk menganalisa hubungan dari berbagai pos dalam suatu laporan keuangan.

2.2.1 Jenis – Jenis Rasio Keuangan

  Menurut Brigham & Houston (2010), jenis - jenis rasio keuangan terbagi menjadi lima bagian, yaitu:

  1. Rasio Likuiditas Rasio yang menunjukkan hubungan antara kas dan aset lancar perusahaan lainnya dengan kewajiban lancarnya. Dapat diartikan dengan kemampuan perusahaan dalam melunasi utangnya ketika utang tersebut jatuh tempo.

  2. Rasio Manajemen Aset Rasio yang mengukur seberapa efektif sebuah perusahaan mengelola asetnya. Jika perusahaan memiliki terlalu banyak aset, maka biaya modalnya terlalu tinggi dan labanya akan tertekan. Di lain pihak, jika aset terlalu rendah, penjualan yang menguntungkan akan hilang.

  3. Rasio Manajemen Utang Rasio sovabilitas atau financial leverage ratio menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.

  4. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen aset, dan utang pada hasil operasi.

  Rasio nilai pasar merupakan rasio harga pasar suatu saham terhadap nilai bukunya memberikan indikasi pandangan investor atas perusahaan.

  Perusahaan yang dipandang baik oleh investor adalah perusahaan dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan.

  Jenis-jenis rasio keuangan menurut Hampton (1998) ada empat yang terbagi atas :

  

1. Rasio likuiditas : Current ratio, Cash ratio, Quick ratio, dan Total assets

ratio.

  2. Rasio solvabilitas : Debt to equity, dan Debt to total assets.

  3. Rasio Aktivitas : Inventory turnover, Average collection period, Fixed assets turnover, dan Total assets turnover.

  4. Rasio Profitabilitas : Gross profit margin, Operating profit ratio, Net profit margin ratio, dan Return on investment.

2.2.1.1. Rasio Likuiditas

  Rasio ini sering digunakan oleh perusahaan maupun investor untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Kewajiban tersebut bersifat jangka pendek. Kewajiban jangka pendek itu seperti, membayar tagihan listrik, gaji pegawai, atau hutang yang telah jatuh tempo.

  Menurut Brigham dan Houston (2010), Rasio likuiditas adalah aset likuid merupakan asset yang diperdagangkan di pasar aktif sehingga dapat dikonversi dengan cepat menjadi kas pada harga pasar yang berlaku, sedangkan posisi likuiditas suatu perusahaan berkaitan dengan pertanyaan, apakah perusahaan mampu melunasi utangnya ketika utang tersebut jatuh tempo di tahun berikutnya. dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan.

  2.2.1.1.1. Cash Ratio (CR)

  Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya (current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya. Cash ratio dapat dihitung menggunakan rumus :

  Cash + Equivalen CR =

  (2.1)

   Current Liabilitie

  2.2.1.1.2. Loan to Deposit Ratio (LDR) Loan to Deposit Ratio yang didasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia

  Nomor 3/30DPNP Tanggal 14 Desember 2001 menjelaskan bahwa untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Loan to Deposite Ratio (LDR), yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan suatu bank dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan modal yang dimiliki oleh bank maupun dana yang dapat dikumpulkan dari masyarakat. Semakin tinggi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah akan semakin besar. Kredit yang diberikan adalah giro, berikut:

  Total Kredit LDR =

  (2.2)

   Total Dana Pihak ketiga

2.2.1.2. Rasio Aktiva Produktif Rasio aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.

  31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan:

  1. Prospek usaha

  2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur

  3. Kemampuan membayar

  2.2.1.2.1 Non Performing Loan (NPL) Non Performing Loan merupakan rasio yang mengukur kemampuan bank

  untuk menyelesaikan kredit bermasalah. Kredit yang bermasalah adalah kondisi dimana debitur tidak dapat memenuhi pembayaran tunggakan peminjaman dan bunga dalam jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian

  Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, NPL diukur dari rasio perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang terhadap kerugian bank. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NPL yang baik adalah di bawah 5%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: NPL = Total Kredit Bermasalah (2.3)

  Total Kredit Yang Diberikan

  2.2.1.2.2. Earning Asset Quality (EAQ) Earning Asset Quality (EAQ) atau Kualitas Aktiva Produktif (KAP)

  merupakan tolok ukur untuk menilai tingkat kemungkinan diterimanya kembali berdasarkan kriteria tertentu. Di Indonesia, kualitas aktiva produktif dinilai berdasarkan tingkat kete KAP juga berkaitan dengan penempatan dana bank untuk mencapai tingkat penghasilan yang diharapkan.

  Menurut Syahyunan (2002) Aktiva Produktif adalah penempatan dana bank dalam bentuk kredit, surat berharga, penyertaan dan penanaman lainnya dengan tujuan untuk memperoleh penghasilan. Sehingga semakin kecil rasio EAQ menunjukan semakin efektif bank menempatkan dana bank untuk dapat mencapai tingkat penghasilan yang diharapkan. Menurut Siamat (2005), rasio Earning Assets

  Quality (EAQ) dapat diukur dengan menggunakan rumus :

  Aktiva produktif yang Diklasifikasikan EAQ =

  (2.4) Total Aktiva Produktif

2.2.1.3. Rasio Rentabilitas

  Rasio Rentabilitas menurut Brigham & Houston (2010) adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan oleh perusahaan. Menurut Niswonger (1993), Rasio Rentabilitas adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Rasio Rentabilitas betujuan untuk mengetahui kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, juga bertujuan untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional perusahaannya. Rasio-rasio dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank

2.2.1.3.1. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

  Menurut Dendawijaya (2003), Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) yang didasarkan pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30DPNP Tanggal 14 Desember 2001 BOPO sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.

  Biaya operasional dihitung berdasarkan penjumlahan dari total beban bunga dan total beban operasional lainnya. Pendapatan oprasional adalah penjumlahan dari total pendapatan bunga dan total pendapatan operasional lainnya. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:

  Biaya Operasional BOPO =

  (2.5)

2.2.1.3.2. Net Interest Margin (NIM)

  

Net Interest Margin (NIM) merupakan mencerminkan risiko pasar yang

  timbul akibat berubahnya kondisi pasar, hal tersebut dapat merugikan bank (Hasibuan, 2007). Rasio NIM juga digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan pendapatan dari bunga dengan melihat kinerja bank dalam menyalurkan kredit, mengingat pendapatan operasional bank sangat tergantung dari selisih bunga dari kredit yang disalurkan (Mahardian, 2008). Semakin besar NIM yang dicapai oleh suatu bank maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola oleh bank yang bersangkutan, sehingga laba bank (ROA) akan meningkat.

  Menurut Surat Edaran BI No. 3/30DPNP tanggal 14 Desember 2001, NIM diukur dari perbandingan antara pendapatan bunga bersih terhadap aktiva produktif. Semakin besar rasio NIM maka akan meningkatkan pendapatan bunga atas aktiva produktif yang dikelola bank, jika hal tersebut terjadi maka dapat menunjukkan kinerja keuangan bank yang semakin baik.

  Pendapatan bunga bersih diperoleh dari pendapatan bunga yang diterima dari pinjaman yang diberikan dikurangi dengan beban bunga dari sumber dana yang diberikan. Aktiva produktif yang diperhitungkan adalah aktiva produktif yang menghasilkan bunga seperti penempatan pada bank lain, surat berharga, penyertaan, dan kredit yang diberikan. Sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, besarnya NIM yang harus dicapai oleh suatu bank adalah diatas 5%.

2.2.1.3.3. Return on Asset (ROA)

  Menurut Tandelilin (2001) menyatakan bahwa besarnya tingkat pengembalian perusahan dapat dilihat melalui besar kecilnya laba perusahaan tersebut. Jika laba perusahaan tinggi maka tingkat pengembalian investasi (ROA) perusahaan akan tinggi sehingga para investor akan tertarik untuk membeli saham tersebut, sehingga harga saham tersebut akan mengalami kenaikan. ROA seperti telah dijelaskan di muka merupakan rasio antara laba bersih setelah pajak (net income after tax) terhadap total aktiva (assets) menunjukkan kinerja keuangan bank dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan untuk operasional bank.

  Menurut Ang (1997), jika kinerja keuangan bank dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan akan berdampak pada para pemegang saham bank tersebut. Return on Asset (ROA) yang semakin meningkat menunjukkan kinerja bank yang semakin baik dan para pemegang saham akan memperoleh keuntungan yang semakin meningkat. Dengan semakin meningkatnya keuntungan perusahaan akan menjadi daya tarik bagi para investor dan atau calon investor untuk menanamkan dananya ke dalam bank tersebut.

  Dengan daya tarik tersebut membawa dampak pada calon investor dan atau investor untuk memiliki saham bank semakin banyak. Jika permintaan atas saham bank semakin banyak maka harga saham bank tersebut di pasar modal cenderung meningkat. Dengan meningkatnya harga saham maka harga saham dari saham tersebut juga meningkat. Hal ini disebabkan karena actual return merupakan selisih antara harga saham periode saat ini dengan harga saham sebelumnya

  Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja di masa depan. Penilaian kinerja keuangan bank dapat dinilai dengan pendekatan analisa rasio keuangan dari semua laporan keuangan yang dilaporkan di masa depan (Febryani dan Zulfadin, 2003).

  Menurut Van (2005) Return on Asset (ROA) merupakan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.

  Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset. Rumus yang digunakan adalah:

  Laba Bersih ROA =

  (2.6) Total Aktiva

2.2.1.4. Rasio Solvabilitas

  Rasio Solvabilitas, yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya, atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya jika terjadi likuiditas bank (Niswonger, 1993).

2.2.1.4.1. Capital Adequacy Ratio (CAR)

  Menurut Margaretha (2007) bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, penyertaan dan surat berharga tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal bank, di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang) dan lain-lain.

  CAR merupakan rasio keuangan untuk mengukur permodalan yang dimiliki perusahaan. CAR sebagai salah satu indikator kemampuan bank dalam menutup penurunan aktiva sebagai akibat kerugian yang diderita bank. Ketentuan Bank Indonesia CAR minimal sebesar 8%. Besar kecilnya CAR ditentukan oleh kemampuan bank menghasilkan laba serta komposisi pengalokasian dana pada aktiva sesuai dengan tingkat resikonya. Secara teoritis bank yang mempunyai CAR yang tinggi sangatlah baik karena bank ini mampu menanggung risiko yang mungkin timbul.

  Menurut Agnes (2005) Bank pada umumnya dan bank pada khususnya adalah lembaga yang didirikan dengan orientasi laba. Kekuatan aspek permodalan ini memungkinkan terbangunnya kondisi perbankan yang dipercaya oleh masyarakat. Pengertian modal bank berdasarkan ketentuan Bank Indonesia dibedakan antara bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia dan kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. Modal bank yang didirikan dan berkantor pusat di Indonesia terdiri atas modal inti atau primary capital dan modal pelengkap atau secondary capital.

  Rasio permodalan merupakan kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan modal yang mencukupi dan kemampuan menajemen bank mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul yang dapat berpengaruh terhadap besarnya modal bank.

  Komponen modal inti pada prinsipnya terdiri atas modal disetor dan cadangan-cadangan yang dibentuk dari laba setelah pajak, dengan perincian sebagai berikut:

  1. Modal disetor Bank yang berbadan hukum koperasi, modal disetor terdiri atas simpanan pokok dan simpanan wajib para anggotanya.

  2. Agio saham Agio saham adalah selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank sebagai akibat dari harga yang melebihi nilai nominalnya.

  3. Cadangan umum Cadangan umum yang dibentuk dari penyisihan laba ditahan atau laba bersih setelah dikurangi pajak dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai anggaran dasar masing-masing.

  4. Cadangan tujuan Cadangan tujuan adalah bagian laba setelah dikurangi pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota.

  5. Laba ditahan Laba ditahan adalah saldo bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan unutk tidak dibagikan.

  6. Laba tahun lalu Laba tahun lalu adalah laba bersih tahun-tahun lalu setelah dikurangi pajak dan belum ditentukan penggunaannya oleh rapat umum pemegang saham modal hanya 50%. Jika bank mempunyai saldo rugi pada tahun-tahun lalu, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

  7. Laba tahun berjalan Laba tahun lalu berjalan adalah laba yang diperoleh dalam tahun buku berjalan setelah dikurangi taksiran utang pajak. Jumlah laba tahun buku berjalan yang diperhitungkan sebagai modal inti hanya sebesar 50%. Jika bank mengalami kerugian pada tahun berjalan, seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti.

  8. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan keuangannya dikonsolidasikan. Bagian kekayaan bersih tersebut adalah modal inti anak perusahaan setelah dikompensasikan nilai penyertaan bank pada anak perusahaan tersebut. Anak perusahaan adalah bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) lain yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh bank (Agnes, 2005).

  Modal pelengkap terdiri atas cadangan-cadangan yang tidak dibentuk dari laba setelah pajak dan pinjaman yang sifatnya dapat dipersamakan dengan modal, dengan perincian sebagai berikut:

  1. Cadangan revaluasi aktiva tetap Cadangan revaluasi aktiva tetap adalah cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan dari

  Direktorat Jenderal Pajak.

  Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan adalah cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Hal ini dimaksudkan untuk menampung kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat tidak diterimanya kembali sebagaian atau seluruh aktiva produktif..

  3. Modal kuasi Modal kuasi adalah modal yang didukung oleh warkat yang sifatnya seperti modal.

  4. Pinjaman subordinasi Pinjaman subordinasi adalah pinjaman yang harus memenuhi berbagai syarat, seperti ada perjanjian tertulis antara bank dan pemberi pinjaman, mendapat persetujuan dari bank Indonesia, minimal berjangka 5 tahun, dan pelunasan sebelum jatuh tempo harus atas persetujuan Bank Indonesia.

  Dalam kerangka paket deregulasi tanggal 29 Februari 1991, Bank Indonesia mewajibkan setiap bank umum menyediakan modal minimum sebesar 8% dari total Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR). Presentase kebutuhan modal minimum ini tersebut Capital Adequacy Ratio (CAR).

  Perhitungan penyediaan modal minimum atau kecukupan modal bank (capital adequacy) didasarkan modal minimum atau kecukupan modal bank yang dimiliki bank dan jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Aktiva dalam perhitungan ini mencakup aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga.

  Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank adalah

  1. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos aktiva neraca tersebut.

  2. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara mengalikan nilai nominal rekening administratif yang bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos rekening tersebut.

  3. Total ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva adminitratif.

  4. Rasio modal bank dihitung dengan cara membandingkan antara modal bank (modal inti+modal pelengkap) dan total ATMR. Rasio tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:

  Modal bank CAR =

  (2.7) Total ATMR

  5. Hasil perhitungan rasio, kemudian dibandingkan dengan kewajiban penyediaan modal minimum (yakni sebesar 8%). Berdasarkan hasil perbandingan tersebut, dapatlah diketahui apakah bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal) atau tidak. Jika hasil perbandingan antara perhitungan rasio modal dan kewajiban penyediaan modal minimum sama dengan 100% atau lebih, modal bank yang bersangkutan telah memenuhi ketentuan CAR (kecukupan modal). Sebaliknya, bila hasilnya kurang dari 100% modal bank tersebut tidak memenuhi ketentuan CAR.

2.2.1.4.2. Debt to Equity Ratio (DER)

  Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutang-hutangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang. Untuk menghitung debt to equity

  ratio dapat menggunakan rumus :

  Total Liability DER =

  (2.9) Total Equity

2.3. Perubahan Laba

  Laba merupakan selisih antara pendapatan dalam suatu periode dan biaya yang dikeluarkan untuk mendatangkan laba. Dalam akuntansi, selisih tersebut memiliki dua tahap proses pengukuran secara fundamental yaitu pengakuan pendapatan sesuai dengan prinsip realisasi dan pengakuan biaya (Muljono, 1999).

  Perbandingan yang tepat atas pendapatan dan biaya, dilakukan dalam laporan laba rugi. Penyajian informasi laba melalui laporan tersebut merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting, dibanding dengan pengukuran kinerja yang mendasarkan pada gambaran meningkatnya atau menurunnya modal bersih. Lebih lanjut informasi laba juga dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan laba dimasa mendatang (Ediningsih, 2004).

  Menurut Chariri dan Ghozali (2001), laba merupakan perbedaan pendapatan yang direalisasi, transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut. Sedangkan menurut Harahap (2001), laba adalah perbedaan antara realisasi penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk laba adalah perbedaan antara pendapatan (revenue) yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu dengan biaya‐biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut.

  Laba adalah informasi penting dalam suatu laporan keuangan. Angka ini penting untuk: (1) Perhitungan pajak, berfungsi sebagai dasar pengenaan pajak yang akan diterima Negara, (2) Untuk menghitung deviden yang akan dibagikan kepada pemilik dan yang akan ditahan dalam perusahaan, (3) Untuk menjadi pedoman dalam menentukan kebijaksanaan investasi dan pengambilan keputusan, (4) Untuk menjadi dasar dalam peramalan laba maupun kejadian ekonomi perusahaan lainnya di masa yang akan datang, (5) Untuk menjadi dasar dalam perhitungan dan penilaian efisiensi, (7) Untuk menilai prestasi atau kinerja perusahaan/segmen perusahaan/devisi, (8) Perhitungan zakat sebagai kewajiban manusia sebagai hamba kepada Tuhannya melalui pembayaran zakat kepada mereka (Harahap, 2001).

  Indikator perubahan laba yang digunakan dalam penelitian ini adalah laba sebelum pajak, tidak termasuk item extra ordinary dan discontinued operation. Alasan mengeluarkan item extra ordinary dan discontinued operation dari laba sebelum pajak adalah untuk menghilangkan elemen yang mungkin meningkatkan perubahan laba yang mungkin tidak akan timbul dalam periode yang lainnya (Zainuddin dan Jogiyanto, 1999).

  Beberapa faktor yang mempengaruhi ketepatan prediksi perubahan laba menurut Harianto dan Sudomo (2001) sebagai berikut:

1. Periode waktu, adalah pembuatan peramalan perubahan laba dengan 2.

  Besaran perusahaan, hal ini disebabkan besaran perusahaan karena skala ekonomi yang berbeda‐beda. Tingkat biaya rendah merupakan unsur untuk mencapai laba yang diinginkan sesuai standar yang dituangkan dalam bentuk ramalan. Sehubungan dengan itu, skala ekonomi yang tinggi menyebabkan biaya informasi untuk membuat ramalan menjadi turun. Sehingga perusahaan yang mempunyai skala ekonomi yang tinggi bisa membuat ramalan yang tepat karena dimungkinkan mempunyai data dan informasi yang lengkap. Perusahaan yang besar mempunyai kemampuan tinggi untuk menjamin prospek bisnis dimasa yang akan datang, jumlah aset (sumber daya) yang besar bisa membuat manajemen dan semua komponen dalam perusahaan percaya diri dan bekerja lebih giat untuk mencapai laba yang diprediksikan. Kemudian besarnya modal yang dimiliki perusahaan juga dapat menentukan kelengkapan dan ketepatan informasi yang diperlukan untuk peramalan.

  3. Kredibilitas penjamin emisi, penjamin emisi mempunyai peranan kunci dalam setiap emisi efek melalui pasar modal. Dengan demikian integritas penjamin emisi mempunyai hubungan positif dengan ketepatan informasi ramalan laba di dalam protestus. Penjamin emisi akan berhati‐hati untuk menjaga kredibilitasnya karena penjamin emisi ingin memberikan hasil yang maksimal kepada para pemakai.

  4. Integritas auditor, faktor ini mempunyai dampak signifikan terhadap laporan keuangan, termasuk ramalan perubahan laba. Oleh karena itu auditor harus menjamin bahwa informasi keuangan yang disajikan telah sesuai dengan pedoman penyajian laporan keuangan.

2.4. Dividen Payout Ratio (DPR)

  Dividen adalah pembagian laba kepada pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian ini mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tapi distribusi keuntungan kepada para pemilik merupakan tujuan utama suatu bisnis. Dividen merupakan hak pemegang saham biasa untuk mendapatkan bagian keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam bentuk dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen (Jogiyanto, 1998).

  Menurut Warsono (2003), indicator untuk mengukur kebijakan dividen yang secara luas digunakan ada dua macam, yaitu :

  1. Dividend Yield / Hasil Dividen, adalah suatu rasio yang menghubungkan dividen yang dibayar dengan harga saham biasa. Dividend Yield menyediakan suatu ukuran komponen pengembalian total yang dihasilkan dividen, dengan menambahkan apresiasi harga yang ada. Beberapa investor menggunakan Dividend Yield sebagai suatu ukuran resiko dan sebagai suatu penyaring investasi, yaitu mereka akan berusaha menginvetasikan dananya dalam saham yang menghasilkan Dividend Yield yang tinggi.

  2. Dividen Payout Ratio / Rasio Pembayaran Dividen (DPR) merupakan rasio hasil perbandingan antara dividen dengan laba yang tersedia bagi para pemegang saham biasa. DPR banyak digunakan dalam penilaian sebagai cara pengestimasian dividen untuk periode yang akan datang, sedangkan laba ditahan lebih baik daripada dividen. Ang (1997) menyatakan bahwa dividend payout ratio merupakan perbandingan antara Dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS), jadi secara perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan DPS terhadap pertumbuhan EPS. Secara sistematis DPR dapat dirumuskan sebagai berikut :

  DPS

  DPR = (2.10)

  EPS

  Dividen merupakan salah satu tujuan investor melakukan investasi saham, sehingga apabila besarnya dividen tidak sesuai dengan yang diharapkan maka ia akan cenderung tidak membeli suatu saham atau menjual saham tersebut apabila telah memilikinya.

  Menurut Sutrisno (2001), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, yang pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu :

  1. Keputusan dividen yang berasal dari linkungan internal perusahaan atau yang dapat dikontrol manajemen, seperti posisi likuiditas, hutang, rentabilitas, solvabilitas, profitabilitas dan lain sebagainya yang merupakan unsur dari kinerja perusahaan.

  2. Keputusan dividen yang berasal dari lingkungan eksternal perusahaan atau diluar kontrol manajemen, antara lain seperti inflasi, pajak atas dividen, hukum, dan lain sebagainya yang perusahaan harus selalu menyesuaikan diri terhadap perubahan faktor-faktor tersebut.

  Menurut Bringham dan Houston (2010), terdapat tiga teori dari preferensi

  1. Teori Deviden Irrelevance Teori ini menyatakan bahwa kebijakan dividen perusahaan tidak merupakan pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya. Pendukung utama teori ketidakrelevanan dividen (dividends irrelevance theory) ini adalah Merton Miller dan Franco Modigliani (2001). Mereka berpendapat bahwa nilai suatu perusahaan hanya ditentukan oleh kemampuan dasarnya untuk menghasilkan laba dan risiko bisnisnya. Dengan kata lain, nilai perusahaan tergantung hanya pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan pada bagaimana pendapatan tersebut dibagi antara dividen dan laba yang ditahan. Keown et al (2005) menyatakan bahwa pada teori ketidakrelevanan dividen, tak ada hubungan antara kebijakan dividen dan nilai saham. Satu kebijakan dividen sama bagusnya dengan lainnya. Secara agregat investor hanya mementingkan pengembalian total keputusan investasi, tak peduli apakah pengembalian berasal dari perolehan modal atau pendapatan dividen.

  2. Teori Bird in The Hand

  Kebanyakan pemilik saham lebih menyukai pembayaran dividen saat ini daripada menundanya untuk direalisir dalam bentuk “capital gain” nanti.

  Tarif pajak untuk “capital gain” sering lebih rendah daripada untuk dividen, namun para pemilik saham banyak yang lebih menyukai dividen saat ini, karena dengan pembayaran dividen sekarang maka penerimaan uang tersebut sudah pasti, sedangkan apabila ditunda ada kemungkinan bahwa apa yang diharapkan meleset. Teori ini dianut oleh Myron Bordon dan John

  3. Teori Tax Preference Suatu teori yang menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap deviden dan capital gains maka para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak dengan alasan : a.

  Keuntungan modal dikenakan tarif pajak yang lebih rendah daripada untuk pembagian dividen, karena itu investor yang kaya mungkin lebih suka perusahaan menahan dan menanamkan kembali laba di dalam perusahaan.