BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) 1. Definisi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational citizenship behavior (OCB) merupakan perilaku yang ada

  didalam sebuah organisasi. OCB merupakan perilaku berdasarkan inisiatif individual yang bersifat bebas, tidak berkaitan dengan sistem penghargaan formal organisasi tetapi secara langsung dapat meningkatkan efektivitas organisasi (Organ, Podsakoff, & MacKenzie, 2006). OCB menurut Effendi (2003), merupakan suatu keadaan dimana bawahan memberikan kontribusi dalam bekerja dan melebihi dari deksripsi kerja yang seharusnya dilakukannya. OCB adalah perilaku yang berasal dari kebijaksanaan bawahan yang dilakukan secara sukarela dan tidak ada paksaan dari manapun (Andriani, Djalali & Sofiah, 2012).

  OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku bawahan. OCB ini mengacu pada konstruk dari “extra-role behavior”, yang di definisikan sebagai perilaku yang menguntungkan bagi organisasi secara langsung. Dengan demikian OCB merupakan perilaku yang fungsional, extra-role dari individu, kelompok atau organisasi (Chien, 2004). Robbins (2006) mengemukakan bahwa OCB merupakan perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang bawahan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. Menurut Robbins dan Judge (2007), fakta menunjukkan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.

  Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku individu di didalam suatu organisasi yang bersifat bebas dalam melaksanakan tugas di luar dari deskripsi kerjanya tanpa mengharapkan penghargaan secara formal dari organisasi dan hanya mengedepankan kepentingan organisasi.

2. Dimensi – Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

  Terdapat tujuh dimensi dalam OCB, yaitu (Organ, Podsakoff, & MacKenzie 2006): a.

  Altruism

  Altruism adalah perilaku anggota dalam organisasi untuk membantu

  rekan kerjanya yang mengalami kesulitan dalam pekerjaan dan tidak ingin mendapatkan keuntungan pribadi ketika membantu rekan kerjanya tersebut.

  b.

  Courtesy Memperhatikan dan menghormati orang lain, menjaga hubungan baik dengan rekan kerja agar terhindar dari masalah interpersonal yang dapat mengganggu kinerja anggota dalam organisasi. Bila ada masalah yang terjadi, maka anggota tersebut akan membuat langkah- langkah untuk menyelesaikan masalah tersebut. c.

  Peacemaking Perilaku anggota dalam organisasi untuk mencegah, memecahkan, dan membantu meredakan konflik interpersonal yang tidak meningkatkan efektifitas organisasi.

  d.

  Cheerleading Anggota dalam organisasi memberikan penguatan dan dorongan kepada rekannya mengenai goal dan perkembangan karir ke arah yang lebih baik, yang secara tidak langsung akan membuat organisasi tersebut semakin maju dan berkembang.

  e.

  Conscientiousness Perilaku ini mengarah kepada perilaku sukarela, bebas atau yang bukan merupakan kewajiban dari seorang anggota.

  f.

  Sportsmanship Menekankan pada dimensi-dimensi perilaku positif terhadap keadaan yang tidak sesuai dalam organisasi tanpa menunjukkan sikap yang dapat merugikan organisasi.

  g.

  Civic Virtue Anggota berpartisipasi aktif dalam memikirkan kehidupan organisasi atau perilaku yang menunjukkan tanggung jawab pada kehidupan organisasi untuk meningkatkan tujuan organisasi.

  Organ, Podsakoff, & MacKenzie (2006), berpendapat bahwa pengukuran OCB dapat dilakukan dengan menggunakan empat dimensi saja yakni dimensi

  

helping behavior , conscientiousness, sportsmanship, dan civic virtue. Hal ini disebabkan karena dimensi altruism, courtesy, cheerleading, dan peacemaking berkaitan dengan perilaku membantu orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan didalam organisasi sehingga dapat disatukan menjadi helping behavior. Berdasarkan pada penjelasan di atas maka peneliti menggunakan empat dimensi untuk mengukur OCB bawahan yaitu helping behavior, civic vitue, sportsmanship dan conscientiousness.

3. Faktor – Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Organizational

  Citizenship Behavior (OCB)

  Beberapa ahli menyebutkan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi OCB. Faktor-faktor tersebut antara lain: a.

  Budaya dan iklim organisasi Organisasi merupakan kondisi utama yang memicu terjadinya OCB (Organ, dalam Novliadi 2007). Hal itu disebabkan karena perilaku OCB terjadi di dalam sebuah organisasi. Budaya organisasi dan iklim organisasi dapat menjadi penyebab berkembangnya OCB di organisasi tersebut. Apabila iklim organisasi positif maka akan meningkatkan hasrat anggota organisasi untuk melakukan pekerjaan di luar deskripsi kerja formal dan selalu berusaha untuk mencapai tujuan organisasi.

  b.

  Kepribadian dan Suasana Hati Kepribadian dan suasana hati menjadi salah satu penyebab timbulnya OCB dalam organisasi (George & Brief, 1992). Seseorang akan membantu orang lain tergantung dari kepribadian dan suasana hati mereka. Kepribadian merupakan karakteristik yang bersifat tetap sedangkan suasana hati bersifat mudah berubah-ubah.

  c.

  Persepsi terhadap Dukungan Organisasional Bawahan yang mempersepsikan bahwa mereka didukung oleh organisasi akan memberikan timbal balik terhadap organisasi dengan memunculkan OCB (Shore & Wayne, 1993).

  d.

  Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Miner (dalam Novliadi, 2007) mengemukakan bahwa kualitas interaksi atasan-bawahan yang tinggi dapat meningkatkan produktifitas kinerja bawahan dan kepuasan kerja. Apabila kualitas interaksi atasan- bawahan tinggi maka atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya, sehingga bawahan akan merasakan atasannya memberikan dukungan baginya untuk maju di dalam organisasi tersebut. Hal ini tentunya akan meningkatkan rasa percaya dan loyalitas bawahan sehingga ia akan terus berusaha untuk dapat melakukan apa yang diharapkan atasannya.

  e.

  Masa Kerja Greenberg dan Baron (2000) mengemukakan bahwa karakteristik personal seperti masa kerja dan jenis kelamin memiliki pengaruh pada anggota organisasi untuk melakukan OCB. Semakin lama anggota bekerja dalam suatu organisasi, maka akan semakin memiliki keterikatan dengan organisasi dan memunculkan OCB. f.

  Jenis Kelamin Morrison (dalam Novliadi, 2007) menyatakan bahwa pria dan wanita akan berbeda dalam mempersepsikan OCB. Wanita akan lebih mempersepsikan bahwa OCB merupakan bagian dari perilaku in-role dibanding pria.

B. PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-BAWAHAN 1. Definisi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

  Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). Teori LMX pertama kali

  Member Exchange

  diperkenalkan oleh Dansereau, Graen, dan Cashman pada tahun 1975. LMX adalah teori yang menjelaskan bagaimana hubungan interpersonal berkembang diantara atasan dan bawahan (Graen, dalam Ping & Yue, 2010). LMX merupakan suatu proses interaksi yang terjadi pada dua individu dan secara berkesinambungan akan mengalami perkembangan (Yukl, 2010).

  Landy (1989) menyatakan bahwa teori LMX merupakan model hubungan

  

Vertical-Dyad . Dyad merupakan hubungan dalam suatu kelompok yang terdiri

dari dua orang yang berada pada tingkat yang berbeda dalam suatu organisasi.

  

Dyad terdiri dari atas 2 bagian yaitu horizontal dyad dan vertical dyad. Horizontal

dyad adalah hubungan antara sesama rekan kerja sedangkan vertical dyad adalah

  hubungan antara atasan dengan bawahan.

  Menurut Tosi, et..al (1990) hubungan atasan dan bawahan adalah berinteraksi dengan atasannya. Liden dan Maslyn (1998) mendefiniskan LMX sebagai dinamika hubungan antara atasan dan bawahan, bersifat multidimensional dalam suatu dyad yang terdiri atas empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi, dan respek terhadap profesi.

  Berdasarkan berbagai definisi dari beberapa tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas interaksi atasan bawahan adalah penilaian anggota organisasi terhadap dinamika hubungan antara atasan dengan bawahan yang bersifat multidimensional di dalam suatu dyad.

2. Dimensi – Dimensi Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan

  Liden dan Maslyn (1998) menyatakan bahwa LMX memiliki empat dimensi, yaitu : a.

  Kontribusi Kontribusi berkaitan dengan kegiatan yang mengarah pada tugas ditingkat tertentu diantara anggota untuk mencapai tujuan bersama.

  Hal penting dalam mengevaluasi kegiatan yang mengarah pada tugas adalah suatu tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan menyelesaikan tugas melebihi uraian kerja, demikian halnya pada atasan yang menyediakan sumber daya dan kesempatan untuk melakukan hal tersebut.

  b.

  Loyalitas Loyalitas adalah ungkapan untuk mendukung tujuan dalam hubungan timbal balik antara atasan dan bawahan. Loyalitas mengacu pada keinginan bawahan untuk melakukan hal lebih kepada organisasi tanpa mengharapkan imbalan dan konsisten pada setiap keadaan.

  c.

  Afeksi Afeksi adalah perasaan, kepedulian di antara atasan dan bawahannya bukan hanya pada pekerjaan atau nilai profesionalnya saja. Bentuk kepedulian yang demikian mungkin saja dapat ditunjukkan dalam suatu keinginan untuk melakukan hubungan yang menguntungkan dan bermanfaat satu sama lain.

  d.

  Respek terhadap profesi Respek terhadap profesi adalah persepsi mengenai sejauh mana pada setiap hubungan timbal balik telah memiliki dan membangun citra di dalam dan di luar organisasi, melebihi apa yang telah ditetapkan di dalam pekerjaan.

  

C. PENGARUH PERSEPSI KUALITAS INTERAKSI ATASAN-

BAWAHAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP

BEHAVIOR (OCB)

  Konsep OCB pada dasarnya merujuk kepada perilaku kerja yang melebihi persyaratan kerja dan turut berperan dalam kesuksesan organisasi (Richard, 2003).

  Setiap organisasi sangat membutuhkan anggota yang memiliki OCB guna meningkatkan efektifitas organisasi. Hal ini dikarenakan OCB merupakan bagian penting dalam suatu organisasi karena perilaku tersebut akan mendukung organisasi untuk mencapai tujuannya. OCB mencerminkan nilai lebih yang dimiliki seorang karyawan yang mengarahkan organisasi dalam produktivitas yang lebih baik (Rayner, Lawton, & Williams, 2012).

  OCB sangat bermanfaat bagi organisasi seperti mempertahankan stabilitas organisasi, menghemat sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan dan meningkatkan produktivitas karyawan. Sweeney & McFarlin (2002) mengungkapkan bahwa perilaku OCB jika dilakukan oleh banyak karyawan secara terus menerus dalam suatu organisasi dapat meningkatkan produktivitasnya serta melampaui kinerja para kompetitornya. Berdasarkan dampak positif tersebut, OCB pada masing-masing anggota dalam organisasi harus ditingkatkan guna mencapai produktivitas organisasi yang maksimal. Terdapat beberapa fakor yang mempengaruhi terbentuknya OCB pada anggota organisasi, salah satunya adalah persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan.

  Kualitas interaksi atasan-bawahan dapat dilihat berdasarkan teori Leader

  

Member Exchange (LMX) (Sandjaja & Handoyo, 2012). LMX merupakan teori

  yang menjelaskan hubungan pertukaran sosial yang terjadi antara atasan dan bawahan (Cotterell, 2003). Persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terdiri dari empat dimensi yaitu kontribusi, loyalitas, afeksi , dan respek terhadap profesi (Liden & Maslyn, 1998). Hubungan antara persepsi kualitas interaksi atasan- bawahan dengan OCB dapat ditinjau dari masing-masing dimensi dari kedua konstruk ini.

  Konovsky dan Pugh (1994) menyatakan bahwa hubungan pertukaran sosial yang dikembangkan antara bawahan dan atasan berjalan dengan baik, maka akan dapat mendorong OCB seorang bawahan. Bawahan yang memiliki kualitas interaksi yang tinggi dengan atasannya dapat mengerjakan pekerjaan lebih dari yang biasa mereka lakukan, begitu pula sebaliknya (Murphy, et..al, 2003). Hal ini sesuai dengan dimensi kontribusi yang menyatakan bahwa anggota dalam organisasi akan bersedia untuk melakukan pekerjaan lebih dari yang biasa mereka lakukan dan secara tidak langsung dapat menumbuhkan OCB pada anggota organisasi.

  Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Miner (dalam Novliadi, 2007) yang mengemukakan bahwa interaksi atasan-bawahan berhubungan dengan OCB.

  Hal ini terlihat bahwa bila interaksi atasan-bawahan berkualitas tinggi akan memberikan dampak baik seperti meningkatnya produktifitas, kepuasan kerja dan kinerja karyawan. Dimensi loyalitas dalam persepsi kualitas interaksi atasan- bawahan menyatakan bahwa anggota yang memiliki loyalitas akan lebih bersedia untuk bekerja secara sukarela pada organisasinya dibandingkan anggota yang tidak memiliki loyalitas. Bekerja secara sukarela termasuk ke dalam OCB, sehingga anggota yang memiliki loyalitas tentu memiliki OCB.

  Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim & Salleh (2014) menyatakan bahwa LMX merupakan salah satu faktor yang mampu mengarahkan bawahan memiliki OCB, artinya atasan mampu memberikan motivasi kepada bawahan dan bawahan menjadi bersemangat untuk mengerjakan tugasnya dengan baik, bahkan melebihi harapan dari atasannya. Hal ini sesuai dengan dimensi afeksi yang berhubungan dengan rasa dekat, saling memiliki, saling memberikan motivasi sehingga diyakini dapat menimbulkan OCB pada anggota organisasi.

D. HIPOTESA PENELITIAN

  Berdasarkan uraian teoritis di atas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian i ni adalah “ada pengaruh persepsi kualitas interaksi atasan-bawahan terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada Pengurus DPD Partai

  Golkar Sumatera Utara ”.

Dokumen yang terkait

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nutrisi - Hubungan Status Gizi dengan Insiden Keilitis Angularis pada Anak-Anak Umur 6-10 Tahun di Panti Asuhan Terima Kasih Abadi

1 1 22

Uji Variasi Suhu Terhadap Hasil Pengering Pada Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet)

0 0 31

Uji Variasi Suhu Terhadap Hasil Pengering Pada Alat Pengering Ikan (Tipe Kabinet)

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Keagenan (agency theory) - Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Dan Konvergensi Ifrs Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Bumn Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 36

Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Dan Konvergensi Ifrs Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Bumn Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2011-2013

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Modal “Struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan - Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan dan Struktur Aset Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Otomot

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan dan Struktur Aset Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2013

0 1 11

BAB II KEHIDUPAN MASYARAKAT PARSALAKAN SEBELUM TAHUN 1970 2.1 Kondisi Alam dan Geografis - Kehidupan Petani Salak di Desa Parsalakan Kecamatan Angkola Barat Kabupaten Tapanuli Selatan (1970 – 200)

1 7 18

Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Pertumbuhan dan Konten Rantai Panjang Polyisoprenoid pada Mangrove Sejati Mayor Berjenis Sekresi Sonneratia caseolaris (L.)

0 0 11

Pengaruh Persepsi Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan Terhadap Organizational Citizenship Behavior Pada Pengurus DPD Partai Golkar Sumatera Utara

0 0 34