ROM aktif terhadap Atrofi otot pada pasien trauma kapitis di RRI Bedah RSUD

ABSTRAK
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG TEKNIK ROM AKTIF
TERHADAP ATROPI OTOT PADA PASIEN TRAUMA KAPITIS
DI RRI BEDAH RSUD DT. IBNU SOETOWO BATURAJA
TAHUN 2013
A. G

ani,

S P d. S K M. S. Kep. M.

Kes

Kecelakaan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di negara
maju maupun di negara berkembang. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab
utama dari kematian. Selain itu kecelakaan lalu lintas dapat mengakibatkan berbagai
trauma seperti trauma kapitis, fraktur (patah) yang dapat menghilangkan kemampuan
gerak fisik.
Tuiuan dari penelitian adalah Diketahuinya pengetahuan pasien tentang teknik
ROM aktif terhadap Atrofi otot pada pasien trauma kapitis di RRI Bedah RSUD
Dr.Ibnu Soetowo Baturaia Tahur- 2013.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional, yaitl untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan
pengguniuln ROM aktif terhadap kejadian Atrofi otot pada pasien trauma kapitis di
RSUD Dr.Ibnu Soetowo Baturaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan pasien tentang teknik ROM aktif terhadap atrofi otot
pada pasien trauma kapitis p.value 0,016. Ada hubungan yang bermakna antara
penggunaan ROM aktif terhadap kejadian atrofi otot pada pasien trauma kapits
denganp.value 0,012.
Disarankan untuk Rumah Sakit hendaknya rumah sakit sebagai tempat pelayanan
kesehatan bagi masyarakat dapat meningkatkan pelayanan khususnya dalam
menyusun dan memperioritaskan program pencegahan dini terhadap efek dari trauma
kapitis terutamakelumpuhan otot paska traumakarena kurangnya pengetahuanpasien
dalam mencegah atropi pada otot akibat kecelakaan dan pihak rumah sakit untuk
lebih memperhatikan lagi tentang rentang gerak (ROM) aktif pada pasien terutama
pada pasien trauma kapitis yang mengalami gangguan mobilisasi agar tidak
terjadinya atrofi. Bagi keluarga pasien hendaknya pasien yang mengalami trauma
kapitis mendapat dukungan dari keluarga untuk kemandirian dan berlatih dalam
teknik ROM sehingga anggota keluarga dengan masalah trauma kapis pasca dirawat
akan tertanggulangi dengan baik terhadap kejadian atropi pada otot. Bagi peneliti tain
diharapkan dapat melakukan penplitian secara berkelanjutan yang berhubungan

dengan keperawatan pada pasien yang mengalami kelumpuhan otot karena tidak
ditangani secara baik dan professional.

Kata Kunci : Pengetahuan ROM ahif, Atrofi otot

l. Latar Belakang
Kecelakaan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di

di fiegara berkembang. Kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab utama dari kematian. Selain itu kecelakaan lalu lintas dapat
negara maju maupun

mengakibatkan berbagai trauma seperti trauma kapitis, fraktur (patah) yang dapat
menghilangkan kemampuan gerak fisik (r ep o s i t o ry. u s u. ac. i d).

WHO (World Health Organization) pada tahun 2002 mengestimasi

1,2

juta orang yang terbunuh akibat kecelakaan lalu lintas setiap tahunya dan 50 iuta

orang yang mengalami luka-luka.

Di Amerika

Serikat (2004) trauma kapitis

menyumbang sekitar 40o/o dari semua kematian karena cedera akut. Setiap
tahunnya 200.000 korban trauma kapitis perlu dirawat inap dan 1,72 juta orang
mengalami trauma kapitis ringan yang masih bekerja seperti biasa (Ayu, 2010)
Berdasarkan penelitian Lee di Korea (1998) Insidence Rate (IR) tahunan

trauma kapitis yaitu 236 per 100.000. Berdasarkan jenis kelamin,

IR laki-laki

yaitu334 per 100.000 dan IR perempuan 136 per 100.000 dengan Case Fatality
Rare (CFR) trauma kapitis S,2Yoterdapat

+ 14.000


kasus trauma kapitis di Rumah

Sakit dengan proposi laki-laki 68,7Yo dan proporsi perempuan 31,3Yo Ageadjusted rate pada laki-laki yaitu 98,7 per 100.000 dan perempuan 41,9 per
100.000 . Ayu, 2010.
Data epidemologi trauma kapitis di Indonesia dapat dilihat dari salah satu

rumah sakit

di

Jakarta, RS Cipto Mangungkusumo pada tahun 2004 terdapat

53,3yo penderita trauma kapitis ringan (TKR), 15,3Yo penderita trauma kapitis
sedang

(TKS) dan 3,60/o penderita trauma kapitis berat (TKB) dengan

CFP. 6,70

Kadrawito,2009.


Di

Sumatera Selatan pada tahun 2007 jumlah korban kecelakaan lalu

lintas mencapai 1.399 kasus, dan pada tahun 2008 korban mengalami peningkatan
mencapai 1.551 kasus atau naik 11o2. Berdasarkan jumlah kecelakaan itu, korban

meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas hanya 86 orang, korban luka berat

akibat kecelakaan lalu lintas pada tahun 2007 mencapai 883 orang, mengalamr
peningkatan pada tahun 2008 mencapai 1.005 orang dan korban luka ringan pada

tahun 2007 mencapai 1.124 orang mengalami penurunan pada tahun 2008
mencapai 998 orang. Rizki, 2009.

Menghindari atrofi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi

harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Latihan isometrik dan setting otot

diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah.

Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki
kemandirian fungsi dan harga diri.

Menurut Aziz (2004). Mengemukakan bahwa immobilisasi merupakan
keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak karena kondisi yang mengganggu

pergerakan (aktivitas) misalnya mengalami trauma tulang belakang cedera otak
berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya.
Dampak dari immobilisasi dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh

seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi gangguang fungsi gastrointestinal,
perubahan sistem pernafasan, perubahan kardiovaskuler, perubahan sistem
muskuloskeletal, perubahan kulit, perubahan eliminasi dan perubahan perilaku.
Pada saat dilakukan ambulasi, beban yang ditumpu menjadi lebih berat

daripada massa sebelum sakit (karena sebelum sakit


di topang kedua tungkai

dengan seimbang). Maka diperlukan program latihan khusus yaitu dilakukan

ROM aktif yang berfungsi untuk mempertahankan kekuatan atau memperkuat
bagian otot yang sehat tersebut. Jika suatu otot tidak digunakan dalam waktu yang

lama, maka kandungan aktin dan miosinnya akan berkurang, serat-seratnya
menjadi lebih kecil. Keadaan yang seperti ini disebut dengan atrofi otot Kusnanto,
2006.

Berdasarkan data

di RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja di Ruang Rawat

Inap Bedah pada tahun 2010 berjumlah 72T penderita trauma kapitis dan pada
tahun 2011 berjumlah 784 penderita trauma kapitis. Sedangkan pada tahun 2012

berjumlah 423 penderita dengan trauma kapitis ringan. (Profil RSUD Dr. Ibnu
Sutowo Baturaja, 20 I 2).


Dari kejadian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti Hubungan
Pengetahuan Pasien dan Teknik ROM aktif Terhadap

Atrofi Otot Pada

Pasien

Trauma Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun
2. Rumusan Masalah

Bagaimana Hubungan Pengetahuan Pasien tentang Teknik ROM aktif
Terhadap Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu
Sutowo Baturaja Tahun 20T3.
3. Pertatryaan Penelitian

Bagaimana Hubungan Pengetahuan Pasien tentang Teknik ROM aktif dan

ROM Aklif Terhadap Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis di RRI Bedah
RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013?

4.

Tujuan Penelitian

a. Tujua Umum
Diketahuinya Hubungan Pengetahuan Pasien tentang Teknik ROM

aktif Terhadap Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis di RRI Bedah RSUD
Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013.

b.

Tujuan Khusus

1.

Diketahuinya distribusi frekuensi Pengetahuan pasien tentang teknik

ROM aktil ROM aktif dan Kejadian atropi otot pada pasien


dengan

Trauma Kapitis di RSUD Dr. Ibnu Sutowo Batrnaja Tahun 2013.

2.

Diketahuinya hubungan pengetahuan tentang teknik ROM aktif dengan
kejadian atropi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr.

Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2A13.

4

3.

Diketahuinya Hubungan Teknik ROM aktif dengan kejadian atropi otot

pada Pasien Trauma Kapitis

di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu


Sutowo

Baturaja Tahun 2013
4.

Manfaat Penelitian

a. Bagi RSUD Dr. Ibnu

Sutowo Baturaja Sebagai bahan masukan bagi

institusi rumah sakit untuk lebih memperhatikan lagi tentang rentang
gerak (ROM) aktif pada pasien terutama pada pasien trauma kapitis yang
mengalami gangguan mobilisasi agar tidak terjadinya atrofi.

b.

Bagi Prodi Keperawatan Baturaja, hasil penelitian ini diharapkan menjadi
umpan balik bagi penerapan teori terpadu oleh mahasiswa yang berguna

untuk kemajuan dalam meningkatkan mutu pendidikan dan pengetahuan
mahasiswa.

c. Bagi Peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
dan memberikan informasi kepada mahasiswa dalam pemberian metri
Keperawatan khususnya mata kuliah kebutuhan dasar manusia (KDM).
5.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian

ini adalah hubungan Pengetahuan tentang teklnik

ROM aktif dan ROM Aktif terhadap atrofi otot pada pasien trauma kapitis di
ruang rawat inap RSUD Dr.Ibnu Soetowo Baturaja tahun 2013.
6. Trauma

Kapitis

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan

lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi
korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat

sangat menantukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya Soelarto,
2002.

Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruh

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi
kekurangan aliran darah

ke otak walaupun

sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan

bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mgyq karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25%

dari

seluruh

kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai
7

}Yo akan terj adi gej ala- gej ala permulaan di sfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi

kebutuhan oksigen melalui proses metabolic anaerob yaflg

dapat

menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob.

Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolic. Dalam

keadaan

normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50-60 ml/menit/lO0 gr. Jaringan
otak yang merupakan l5o/o dari cardiac output. Trauma kepala menyebabkan
perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, peruabhan

tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikelaadalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrasi atrium
dan vebtrikel, takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penumnan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah ateriol

akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar Guyton, 1990.

6

b.

Penyebab.
1.

Kontusio serebri (memar otak)

2.

Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial

yang dapat menyebabkan kematian.

3.

Gangguan pada diesnsefalon, pernafasan baik atau bersifat cheyne-stoke,

pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal
(kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam
sikap fleksi).

4.

Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun
hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak

ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai
dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).

5. Hematoma epidural
Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak.
Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang ateri

menigea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteia

diploica.
Robekan

ini sering terjadi akibata

adanya fraktur tulang tengkorak.

Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar

setelah pingsan sehingag kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin
bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin
bertambah lambat, hemiparesis dan terjadi anisokori pupil.

7.

Hematoma subdural
Perdarahan terjadi dianatra durameter dan arakhnoidea. Perdarahan

dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridge veins) yang
menghubungkan vena

di

permukaan otak dan sinus venosus didalam

durameter atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak
adalah penderita mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah

keras, dan gangguan psikis, kesadaran penderita semakin menl]run,

terdapat kelainan neurologist seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema

papil. Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala
klinis.

8. Hematoma intraserebral
Perdarahan dalam jarigan otak karena pecahnya arteri yang besar didalam

jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Gejalagejala yang ditemukan adalah:

a. Hemiplegi

b. Papiledema serta gqala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang
meningkat.

c. Ateriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri
perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri
serebri media yang tidak normal.

9.

Fraktur basis kranii.

Hanya suatu cedera kepala yaflg benar-benar berat yafig dapat
menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk
rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam
keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak
amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik. Gejala tergantung letak
frakturnya, seperti fraktur foosa media dan fraktur fossa posterior. Hidayat,
2005.
7. Konsep Dasar Range of

Range

Motion (ROM)

of Motion (ROM) atau rentang gerak pasien

adalah jumlah

maksimum gerakan yang mungkin pada suatu sendi dalam salah satu dari tiga
potongan tubuh: sagital, frontal dan transversal, ketika mengkaji rentang gerak
perawat mengajukan pertanyaan yang membuat observasi untuk mengumpulkan
data tentang kekakuan sendi dan gerakan yang tidak seimbang

Lilian, 1996.

ROM aktif/pasif pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit,

diabilitas atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahasa

imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan
kekuatan otot serta memelihara mobilitas sendi. Jangkauan gerakan latihan juga

disebut ROM latihan mungkin aktif

/ pasif. ROM aktif ketika seseorang bisa

melakukan latihan sendiri membantu ROM latihan yang dilakukan oleh perawat.

ROM pasif latihan untuk dilakukan kepada pasien oleh perawat, perawat
melakukan latihan ROM karena pasien tidak dapat melakukanya sendiri.

Latihan ROM aktif dilakukan pada awal fase akut untuk meningkatkan
resolusi dari edema dan mempertahankan kekuatan dan fungsi sendi. Ambulasi

juga

mempertahankan kekuatan dan

ROM pada eksteremitas bawah dan

sebaliknya dimulai segera setelah klien stabil secara fisiologis. ROM pasif dan
peregangan harus menjadi bagian dari pengobatan harian

jika klien tidak dapat

melakukan latihan ROM aktif Prawaton,2009.

Latihan Gerak sendi adalah latihan gerak sendi yang memungkinkan
terjadinya konraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masingmasing persendianya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.

Tujuan Range

of Motion

adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan

fleksibilitas dan kekuatan otot, mempertahankan fungsi jantung dan pemafasan,
mencegah kontraktur dan kekakuan sendi. Marilynn, 1993.

Jenis-jenis ROM pasif perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai
dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50%o ROM aktif

perawat memberikan motivasi dan membimbing klien dalam melakasanakan
pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien

aktif) kekuat an otot

7

5Yo.

Gerakan ROM aktif seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh

klien sendiri secara aktil ROM pasif seluruh persendian tubuh atau hanya pada
ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakanya secara
sendiri.

Jenis gerakan ROM aktif/pasif:

1. Leher (fleksi/ekstensi)

2. Bahu tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi bahu)

3. Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
4. Pergelangan tangan (fl eksi/ekstensi, abduksi/adduksi)
5. Jari-j ari tangan (fl eksi/ekstensi, abduksi/adduksi)
6. Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksiladduksi)
7. Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, rotasi)
8.Jari kaki (fl eksilekstensi), Kadrawito, 2009 .

8. Faktor-faktor yang mempengaruhi Tekhnik ROM

Aktif

:

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan

hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah

objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu

pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan diperoleh melalui mata dan telinga Notoatmodj

o,2007.

Menurut Lilian, 1995 individu dengan pengetahuan baik dapat
meningkatkan status individu baik kesehatan maupus status social secara
martabat.

Pengetahuan Range

of Motion adalah pemahaman tentang latihan

latihan gerak sendi yang memungkinkan terjadinya konraksi dan pergerakan

otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendianya

sesuai

gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan Range of Motion
adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan fleksibilitas dan kekuatan

otot, mempertahankan fungsi jantung dan pemafasan, mencegah kontraktur
dan kekakuan sendi, Anne (1992) dalam

Lilian, 1995.

10

b.

Kemampuan / Skill.

Skil adalah ketrampilan sesorang dalam setiap melakukan aktivitas

secara

khusus dengan melalui proses pemahaman pengetahuan, percobaan atau

latihan dari suatu ketrampilan yang akan dicapai Susan, 1990. Menurut
Soelarto, 2002. Kemampuan dalam latihan aktivitas yang diterima oleh

pasien selama dirawat akam memberikan dampak positif

terhadap

kurangnya efek atrofi otot pada kasus-kasus bedah terutama pada pasien
dengan kondisi trauma kapitis.

9.Kerangka Teori
Dalam penelitian ini teori yang di gunakan ada Guyton, 1995 dalam Titian
Putri 2010 seperti pada gambar

1

berikut ini.

Terjadi
perubahan antara
serabut otot dan
jaringan fibrosa

Kontraksi otot

11

10.

Kerangka Konsep
Kerangka konsep dibuat mengacu pada kerangka teori menurut Guyton
(1995). Kerangka konsep dalam penelitian
Berikut ini

ini

adalah seperti pada gambar 2.

:

Pengetahuan

ROM aktif

11. Hipotesis

1.

Ada Hubungan arfiara Pengetahuan tentang teknik ROM aktif terhadap atrofi
atropi otot pada pasien trauma kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo
Baturaja Tahun 2013.

2.

Ada hubungan antar penggunanan ROM Aktif terhadap atropi otot pada pasien
trauma kapitis di RRI Bedah RSUD Dr.Ibnu Soetowo Baturaja tahun 2013.

12. Desain Penelitian

Desain penelitian yang dilakukan adalah Diskriptif kuantitatif dengan
pendekatan cross sectional

yutu untk melihat hubungart antara

pengetahuan

pasien tentang teknik ROM aktif dengan atrofi otot pada pasien trauma kapitis.
13. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan trauma kapitis yang

dirawat di Ruang Bedah RSUD. Dr. Ibnu Sutowo Baturaja pada bulan Januari
2013 sampai dengan Juni 2013 berjumlah 79 orang pasien.
14. Tempat Penelitian dan

Penelitian

ini

Waktu Penelitian.

dilaksanakan

di RSUD Dr,Ibnu

Soetowo Baturaja Kabupaten

Ogan Komering Ulu Tahun 2013, dan waktu pelaksanaan penelitian bulan mei
sampai dengan

juli 201].

T2

14. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa univariat dan
bivariat.
15. Hasil Penelitian.

Tabel l.Distribusi Frekuensi Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis di
RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013
Frekuensi

o/
/0

Ya

-)t

46,8

Tidak

42

53,2

Jumlah

79

100

Atrofi Otot

Dari tabel 1 bahwa responden yang mengalami atrofi otot sebanyak
37(46,8%) responden, sedangkan responden yang tidak mengalami
atrofi otot yaitu 42 (53/%) rerponden.
Tabel 2. Distribusi frekuensi Pengetahuan Pasien Pada Pasien Trauma
Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun
2013

Frekuensi

Y.

Baik

44

55,J

Cukup

35

44,3

Jumlah

79

100

Pengetahuan Pasien

Dari tabel 2 biltwa responden yang Pengetahuan baik
Pasien Trauma Kapitis yaitu

44 (55,7%) responden,

Pada

sedangkan

pengetahuan pasiennya kurang yaitu 35 (44,3%) responden.

13

Tabel 3.Distribusi frekuensi penguna"an teknik ROM aktif Pada Pasien Trauma
Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun 2013
Pengunaan teknik ROM aktif

Frekuensi

%

Ya

45

57

Tidak

34

43

Jumlah

79

r00

Dari tabel 3 bahwa responden yang menggunakan tekhnik ROM aktif
yaitu sebanyak 45 (57%) responden, sedangkan yang tidak menggunakan
teknik ROM aktif yaitu sebanyak 34 (43%)
Tabel4.Hubungan Pengetahuan Pasien Tentang teknik ROM dengan atrofi Otot
pada Pasien Trauma Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo
Baturaja Tahun 2013

Atrofi Otot
Total

Pengetahun

ya

tidak

18

26

44

4t%

59%

100%

l7

18

35

49%

5l%

100%

a3t

42

79

47%

53%

t00%

P Value

Baik

Kurang

0,016

Total

Dari tabel 5 diketahui bahwa pasien yang mengalami Atrofi otot yang
pengetahuannya

baik sebanyak 18 (41%), sedangkan pasien

yang

mengalami Atrofi otot yang pengetahuannya kurang sebanyak 17 pasien

(49%). Berdasarkan analisa Bivariat hasil

uji

statistik Chi-square

diperoleh p value 0,016 hasil ini menunjukan bahwa ada hubungan yang

l4

bermakna arfiara Pengetahuan Pasien Terhadap kejadian Atrofi Otot
Pada Pasien Trauma Kapitis.

Tabel 5.Hubungan Teknik ROM aktif Terhadap Atrofi Otot Pada Pasien
Trauma Kapitis di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun
2013

Atrofi Otot
Pengunaan Room

Aktif

Total
ya

tidak

27

18

45

60%

4A%

r0a%

10

24

34

P Value

Ya

0,014

Tidak
29.4%

70.6%

t00%

aa
)l

42

79

46.8%

s3.2%

l00Yo

Total

Dari tabel 5 diketahui bahwa pasien yang mengalami Atrofi otot yang
menggunakan Room aktif sebanyak 27 (60%), sedangkan pasien yang

mengalami Atrofi otot yang tidak menggunakan Room
10(44,1%). Berdasarkan analisa Bivariat hasil

diperoleh p value 0,012

ini

uji

Aktif

sebanyak

statistik Chi-square

menunjukan bahwa ada hubungan yang

bermakna arrtara Pengunaan Room

Aktif

Terhadap

Atrofi Otot

Pada

Pasien Trauma Kapitis.

15

16. Pembahasan.

t.

Hubungan Pengetahuan Pasien tentang Teknik ROM

Aktif

Terhadap

Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis tahun 2Al3..

Dari hasil penelitian terhadap 79 pasien, didapatkan pasien

yang

mengalami Atrofi otot yang pengetahuannya baik sebanyak 18 responden

(4L%), sedangkan pasien yang mempunyai pengetahuan kurang

adalah

mengalami Atrofi otot yang pengetahuannya kurang 17 responden (49%).

Berdasarkan analisa Bivariat hasil

uji

statistik Chi-square diperoleh

p value 0,016 ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
Pengetahuan Pasien Terhadap

Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Notoatmojo,2007. Semakin

baiknya pengetahuan seseorang maka akan baik pula prilaku sehat yang
dilakukan oleh seseorang atau pasien. Pendapat tersebut didukung oleh Lilian,
1995. Dengan pengetahuan dan pemahaman dan latihan ROM aktif bagi pasien

problem trauma kapitis akan memberikan efek positif terhadap kejadian atrofi
otot.
Pengetahuan pasien Terhadap

Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis

sudah cukup baik namun kebanyakan mereka tidak mau dan masih enggan
untuk menggunakan ROM aktif mungkin ini disebabkan waktu dan biaya yang
mereka punya masih terbatas akan tetapi pada dasamya ROM dapat dilakukan

secara

dini pada pasien dengan trauma kapitis

secara individu melalui

penyuluhan oleh perawat selama dirawat akan sangat efektif dalam mencegah
terjadinya atrofi otot pada pasien trauma kapitis..

b.

Hubungan Teknik ROM aktif Terhadap Atrofi Otot Pada Pasien Trauma

Kapitis

Dari hasil penelitian terhadap 79 pasien, didapatkan pasien

yang

mengalami Atrofi otot yang menggunakan Room aktif sebanyak 27 (600/o),
sedangkan pasien yang mengalami

Atrofi otot yang tidak menggunakan Room

Aktif sebanyak 10 pasien (44,1%).
t6

Berdasarkan analisa Bivariat hasil uji statistik Chi-square diperolehp value

0,012 ini menunjukan bahwa ada hubungan yang bermalaa antara Pengunaan
Room Aktif Terhadap Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis pada pasien yang
dirawat di RSUD Dr.Ibnu Soetowo Baturajatahun 20T3.

Hasil penelitian

ini

sesuai dengan pendapat

Lilian, 1996. Bahwa

pasien

dengan melakukan ROM baik dengan aktivitas individu atau dengan bimbingan

.

perawat akan memperoleh kemampuan yang baik dalam proses penyembuhan
penyakit dan kumngnya efek atrofi dari kejadian trauma kapitis.

Pendapat tersebut diperkuat

oleh Kadrawito, 2009. Laki-laki

atau

perempuan dengan kasus trauma kapitis apabila melakukan ROM aktif makan
akan dapat mengurangi kejadian atrofi pada persendian dan otot.

ROM aktif ketika seseorang bisa melakukan latihan sendiri membantu

ROM latihan yang dilakukan oleh perawat ini akan banyak membantu
pengurangan efek atropi pada pasien dengan trauma kapitis sebagai pengalaman

di rumah sakit ataupun dirumah ini akan memberikan kemandirian pada pasien.

ROM pasif latihan untuk dilakukan kepada pasien oleh perawat, perawat
melakukan latihan ROM karena pasien tidak dapat melakukanya sendiri ini sangat

baik karena dengan bimbingan professional maka hasil yang didapat

sangat

oftimal.

17. Kesimpulan.
Berdasarkan penelitian di RRI Bedah RSUD Dr. Ibnu Sutowo Baturaja Tahun

2013 dapat ditadk kesimpulan sebagai berikut

1.

:

Ada hubungan yang bermakna arfiara Pengetahuan Pasien Terhadap Atrofi Otot
Pada Pasien Trauma Kapitis. Dengan hasil

uji statistik Chi-square diperoleh

p value 0,016

2.

Ada hubungan yang berm'akna antara Pengunaan Room Aktif Terhadap kejadian

Atrofi Otot Pada Pasien Trauma Kapitis. Dengan hasil uji statistik Chi-square
diperolehp value 0,012

l7

18. Saran
Bertitik tolak dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan maka disarankan
kepada:

1.

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Ibnu Sutowo Baturaja.

Hendaknya rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat

dapat meningkatkan pelayanan khususnya dalam menyusun

.

dan

memperioritaskan program pencegahan dini terhadap efek dari trauma kapitis
terutama kelumpuhan otot pasca trauma karena kurangnya pengetahuan pasien
dalam mencegah atropi pada otot akibat kecelakaan dan pihak rumah sakit untuk

lebih memperhatikan lagi tentang rentang gerak (ROM) aktif pada pasien
terutama pada pasien trauma kapitis yang mengalami gangguan mobilisasi agar

tidak terj adinya atrofi.

2.

Bagi Keluarga Pasien.
Hendaknya pasien yang mengalami trauma kapitis mendapat dukungan dari
keluarga untuk kemandirian dan berlatih dalam teknik ROM sehingga anggota
keluarga dengan masalah trauma kapis pasca dirawat akan tertanggulangi dengan

baik terhadap kejadian atropi pada otot.

3.

Bagi Peneliti Lain
Hendaknya melakukan penelitian secara berkelanjutan yang berhubungan dengan

keperawatan pada pasien yang mengalami kelumpuhan otot karena tidak
ditangani secara baik dan professional.

18

DAFTAR PUSTAKA

Ayu. 2010. (respository.usu.ac.id.id/bitstream/1234567891212581chapter.20T.
E.Oswari. 2005. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: FK.UI
Guyton.

1

990.Alih Bahasa Petrus A. l996.Fis iol ogi Manusia.J akarta : EGC

Jonatan Oswari. 2002. Buku ajar Bedah. Jakarta : EGC

Hidayat Alimul Aziz,l)liyah Musrifatul. 2004. Kebutuhqn Dasar Manusia. Jakarta:
Salemba Medika.

Hidayat Alimul Aziz.20A6. Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta: Salemba Medika.

Lilian Soltis Bumer, 1996. Manual of Nursing Praktice. Fourth Edition. JB.Lipincott
Company Philadelphia

Marilynn E.Doenges. 1993.Alih Bahasa.I Made Kariasa. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan, Edisi 3. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, Soekidjo, 2007 . Promosi Kesehatan dan llmu Prilaku. Rineka Cipta,
Jakarta

.2010. Metode penelitian kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta

Mansjoer,

tuif dkk. 2000.Kapita

Selekta Kedokteran,

jilid 2.

Jil