BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kualitas Produk 2.1.1 Definisi Kualitas - Pengaruh Kualitas Produk Dan Citra Merek Terhadap Keputusan Pembelian Smartphone Samsung Di Medan

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Kualitas Produk

  2.1.1 Definisi Kualitas

  Kotler (2005) merumusakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan menurut American Society for

  

Quality Control dalam Kotler & Susanto (1999:72) merupakan keseluruhan cirri

  serta sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuannya memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Dari beberapa definisi diatas secara umum dapat diartikan bahwa kualitas merupakan kemampuan yang dimiliki oleh suatu produk sehingga memberikan kesan puas bagi pemakainya dan menjadi produk andalan.

  2.1.2 Perspektif Kualitas

  Garvin (2004) menyatakan lima macam perspektif yang bisa menjelaskan mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang berbeda dalam situasi yang berlainan.

  Adapun kelima macam perspektif kualitas tersebut adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan transedental (transcendental approach)

  Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai keunggulan bawaan (innate excellence), dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit didefinisikan dan dioperasionalisasikan.

  2. Pendekatan berbasis produk (product-based approach) Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik atau atribut yang dapat dikuantitatifkan dan dapat diukur.

  3. Pendekatan berbasis pengguna (user-based approach) Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang memandangnya sehingga produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

  4. Pendekatan berbasis manufaktur (manufacturing-based approach) Perspektif ini bersifat berdasarkan pasokan (supply-based) dan secara khusus memperhatikan praktik-praktik perekayasaan dan kemanufakturan, serta mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian atau kesamaan dengan persyaratan (conformance to requirements).

  5. Pendekatan berbasis nilai (value-based approach) tepat untuk dibeli.

  Kualitas memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan pelanggan. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan yang kuat dengan perusahaan. Beberapa tahun belakangan ini kualitas produk semakin meningkat. Hal ini terjadi karena keluhan konsumen semakin terpusat pada kualitas yang buruk dari produk baik pada bahan maupun pekerjaannya.

2.1.3 Definisi Kualitas Produk

  Menurut Kotler (2005:49), “Kualitas produk adalah keseluruhan ciri serta dari suatu produk atau pelayanan pada kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/ tersirat”. Sedangkan menurut Lupiyoadi (2001:158) menyatakan bahwa “Konsumen akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas”. Menurut Laksana (2008 : 67) kualitas produk adalah segala sesuatu baik yang bersifat fisik maupun non fisik yang dapat ditawarkan kepada konsumen untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya.

  Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa kualitas produk adalah suatu usaha untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan, dimana suatu produk tersebut memiliki kualitas yang sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan, dan kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah karena selera atau harapan konsumen pada suatu produk selalu berubah.

  Kualitas produk mutlak harus ada, namun dalam pelaksanaannya faktor ini merupakan ciri pembentuk citra produk yang paling sulit dijabarkan. Konsumen sering tidak sependapat tentang faktor-faktor apa yang yang sebenarnya membentuk kualitas sebuah produk. Pertama, produk harus mampu mencapai tingkat kualitas yang sesuai dengan fungsi penggunaannya; tidak perlu melebihi. Konsumen akan memiliki harapan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance expectation).

  Harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen. Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen (actual performance) sebenarnya merupakan persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut. Di dalam suatu proses keputusan, konsumen tidak akan berhenti pada proses konsumsi saja. Konsumen akan melakukan proses evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Inilah yang disebut evaluasi alternatif pascapembelian atau pascakonsumsi. Proses ini disebut proses evaluasi alternatif tahap kedua.

2.1.4 Klasifikasi Produk

  Menurut Kotler dan Armstrong (2001:280) klasifikasi produk dibagi menjadi dua bagian, yaitu : a.

  Barang Konsumen Barang konsumen yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumsi dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu : 1.

  Barang kebutuhan sehari-hari (Convience Goods) adalah barang-barang yang biasanya sering dibeli konsumen (memiliki frekuensi pembelian tinggi), dibutuhkan dalam waktu segera, dan memerlukan waktu yang minim dalam pembandingan dan pembeliannya.

  2. Barang belanjaan (Shopping Goods) adalah barang-barang yang karakteristiknya dibandingkan dengan berbagai alternatif yang tersedia oleh konsumen berdasarkan kesesuaian, kualitas, harga, dan daya dalam proses pemilihan dan pembeliannya.

  3. Barang khusus (Speciality Goods) adalah barang-barang dengan karakteristik dan atau identifikasi yang unik, yang untuknya sekelompok pembeli yang cukup besar bersedia senantiasa melakukan usaha khusus untuk pembeliannya.

  4. Barang yang tidak dicari (Unsought Goods) adalah barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau walau sudah diketahui namun secara umum konsumen belum terpikir untuk membelinya.

  b.

  Barang Industri Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan

  (konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain konsumsi langsung, yaitu : untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali oleh produsen, untuk dijual kembali oleh pedagang tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi).

2.1.5 Atribut Produk

  Menurut Kotler dan Armstrong (2001:354) beberapa atribut yang a.

  Merek (Brand) Merek (Brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Pemberian merek merupakan masalah pokok dalam strategi produk.

  Pemberian merek itu mahal dan memakan waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada produk (Kotler dan Armstrong, 2001:360) b.

  Pengemasan (Packing) Pengemasan (Packing) adalah kegiatan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu produk.

  c.

  Kualitas Produk (Product Quality) Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya. Untuk meningkatkan kualitas produk perusahaan dapat menerapkan program “Total Quality Manajemen (TQM)”. Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah untuk meningkatkan nilai pelanggan.

2.1.6 Tingkatan Produk

  Berdasarkan definisi diatas produk dapat dikatakan sebagai fokus inti dari mendesain, mengadakan sistem produksi dan operasi, menciptakan program pemasaran, sistem distribusi, iklan dan mengarahkan tenaga penjual untuk menjual produk tersebut.

  Menurut Kotler dan Armstrong (2001:279) dalam merencanakan penawaran suatu produk, pemasar harus memahami lima tingkat produk, yaitu : a.

  Produk Utama (Care Benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk.

  b.

  Produk Generik (Basic Produk), adalah produk dasar yang mampu memenuhi fungsi pokok produk yang paling dasar.

  c.

  Produk Harapan (Expected Product), adalah produk formal yang ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisi secara normal (layak) diharapkan dan disepakati untuk dibeli.

  d.

  Produk Pelengkap (Augment Product), adalah berbagai atribut produk yang dilengkapi atau ditambahkan dengan berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat memberikan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan dengan produk pesaing.

  e.

  Produk Potensial (Potential Product), adalah segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa mendatang.

2.1.7 Indikator Kualitas Produk

  indikator atau dimensi kualitas yang dapat digunakan sebagai kerangka perencanaan strategis dan analisis, terutama untuk produk manufaktur, yaitu :

  1. Kinerja (Performance) Kinerja merupakan karakteristik atau fungsi utama suatu produk. Hal ini dilihat dari manfaat atau khasiat utama produk yang dibeli dan biasanya menjadi pertimbangan utama dalam membeli suatu produk.

  2. Ciri-ciri atau keistimewaan (features) Ciri-ciri atau keistimewaan merupakan tambahan yang melengkapi manfaat dasar suatu produk. Fitur bersifat pilihan atau option bagi konsumen karena fitur bisa meningkatkan kualitas produk jika pesaing tidak memilikinya.

  3. Kehandalan (reliability) Merupakan peluang suatu produk bebas dari kegagalan saat menjalankan fungsinya.

  4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specifications)

  Conformance adalah kesesuaian kinerja produk dengan standar yang

  dinyatakan suatu produk. Hal ini semacam “janji” yang harus dipenuhi oleh produk sehingga produk yang memiliki kualitas dari dimensi ini

  5. Daya tahan (durability) Daya tahan berkaitan dengan usia produk, yaitu berapa lama produk tersebut dapat digunakan. Semakin lama daya tahan produk maka produk tersebut semakin awet dan produk tersebut dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan produk yang cepat habis atau cepat diganti.

  6. Kegunaan (serviceability) Hal ini meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan, mudah direparasi serta penanganan keluhan yang memuaskan.

  7. Estetika Merupakan daya tarik produk terhadap panca indera. Hal ini sering kali dilakukan dalam bentuk desain produk atau kemasannya.

  8. Kualitas yang dipersepsikan (perceived quality) Merupakan citra dan reputasi produk serta tanggung jawab perusahaan terhadap produk tersebut. Produk yang bermerek terkenal biasanya dipersepsikan lebih berkualitas dibandingkan dengan merek-merek yang tidak didengar.

2.2 Citra Merek

2.2.1 Definisi Citra

  Citra merupakan konsep yang mudah dimengerti, tetapi sulit dijelaskan secara sistematis karena sifatnya abstrak (Simamora,2004). Konsep citra dalam organisasi. Citra yang baik mempunyai dampak yang menguntungkan bagi organisasi begitu juga sebaliknya. Citra merupakan asset bagi organisasi, karena citra mempunyai suatu dampak pada persepsi konsumen dari komunikasi dan operasi organisasi dalam berbagai hal.

  Menurut Kotler (2002:629) “Citra (image) adalah seperangkat keyakinan, ide dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu objek”. Menurut Wilson Arafat (2006:27) “Image adalah persepsi masyarakat terhadap jati diri dari suatu perusahaan”. Sedangkan menurut Frank Jefkin (1987:56) “And image is the

  impression gamed according to knowledge and understanding of the facts”.

  Dari definisi-definisi diatas, maka secara umum dapat diartikan bahwa citra merupakan hasil evaluasi dalam diri seseorang berdasarkan persepsi dan pemahaman terhadap gambaran yang telah diolah, diorganisasikan, dan disimpan dalam benak seseorang. Citra dapat diukur melalui pendapat, kesan, atau respon seseorang dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti apa yang ada dalam pikiran setiap individu mengenai suatu objek, bagaimana mereka memahaminya dan apa yang mereka sukai atau yang tidak disukai dari objek tersebut.

  Setiap orang bisa melihat citra suatu objek berbeda-beda, tergantung pada persepsi yang ada pada dirinya mengenai objek tersebut atau sebaliknya citra bisa diterima relatif sama pada setiap anggota masyarakat, ini yang biasa disebut opini publik.

2.2.2 Peran Citra

  perusahaan, yaitu: 1.

  Citra menceritakan harapan, bersama dengan kampanye pemasaran eksternal, seperti periklanan, penjualan pribadi dan komunikasi dari mulut ke mulut. Citra yang positif lebih memudahkan bagi organisasi untuk berkomunikasi secara efektif, dan membuat orang-orang lebih mudah mengerti dengan komunikasi dari mulut ke mulut.

  2. Citra sebagai penyaring yang mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan.

  3. Citra adalah fungsi dari pengalaman dan juga harapan konsumen.

  4. Citra mempunyai pengaruh penting pada manajemen.

2.2.3 Definisi Merek

  Sumarwan (2004) mendefinisikan merek sebagai symbol dan indikator kualitas dari sebuah produk. Sementara menurut Stanton dan Lamarto (2001), “merek adalah nama, istilah, symbol atau desain khusus, atau beberapa kombinasi unsur-unsur tersebut yang dirancang untuk mengidentifikasi barang atau jasa yang ditawarkan oleh penjual”.

  Mendukung pendapat para tokoh diatas, American Marketing Association dalam Kotler (2005) menyatakan bahwa “merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang atau sekelompok penjual, dan untuk membedakannya dari produk pesaing”. suatu nama atau symbol yang mengidentifikasi suatu produk dan membedakannya dengan produk-produk lain sehingga mudah dikenali oleh konsumen ketika hendak membeli sebuah produk. Keberadaan merek sangatlah penting bagi sebuah produk atau jasa, bahkan tidak mengherankan jika merek sering kali dijadikan untuk mengevaluasi suatu produk.

2.2.4 Manfaat Merek

  Merek memberi banyak manfaat bagi konsumen diantaranya membantu konsumen dalam mengidentifikasi manfaat yang ditawarkan dan kualitas produk.

  Konsumen lebih mempercayai produk dengan merek tertentu daripada produk tanpa merek meskipun manfaat yang ditawarkan serupa. Merek menawarkan 2 jenis manfaat yaitu manfaat fungsional dan manfaat emosional (Aaker & Joachimstahler,2000). Manfaat fungsional mengacu pada kemampuan fungsi produk yang ditawarkan.

  Sedangkan manfaat emosional adalah kemampuan merek untuk membuat penggunanya merasakan sesuatu selama proses pembelian atau selama konsumsi.

  Manfaat lain yang ditawarkan merek kepada konsumen adalah manfaat simbolis (Heggelson & Suphelen,2004). Manfaat simbolis mengacu pada dampak psikologi yang akan diperoleh konsumen ketika ia menggunakan merek tersebut artinya merek tersebut akan mengkomunikasikan siapa dan apa konsumen pada konsumen lain. Ketika konsumen menggunakan merek tertentu maka ia akan terhubung dengan merek tersebut artinya konsumen akan membawa serta citra

Gambar 2.1 Manfaat Produk & Pilihan Konsumen

  Manfaat merek menurut Rangkuti (2004) adalah sebagai berikut : a.

  Bagi perusahaan 1.

  Nama merek memudahkan penjual mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya permasalahan

  2. Nama merek dan tanda dagang secara hokum akan melindungi pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran

  3. Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya

  4. Merek dapat membantu penjual mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen

  Manfaat Fungsional

  Harga Manfaat

  Simbolis Manfaat

  Emosional Merek

  Pilihan Konsumen

5. Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama yang baik

  b.

  Bagi distributor 1.

  Memudahkan penanganan produk 2. Mengidentifikasi pendistribusian produk 3. Meminta produk agar berada pada standar mutu tertentu 4. Meningkatkan pilihan para pembeli c. Bagi konsumen 1.

  Memudahkan mengenali mutu 2. Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama ketika membeli kembali

3. Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya.

  Pemerekan sebuah produk dapat membantu para penjual membentuk loyalitas pelanggan. Jika sebuah perusahaan berhasil mengembangkan loyalitas konsumennya melalui sebuah merek, perusahaan tersebut dapat menjual produk dengan harga yang lebih tinggi dari pesaingnya.

  Rangkuti (2004) mengemukakan bahwa membangun merek yang kuat tidak berbeda dengan membangun sebuah rumah yaitu memerlukan sebuah fondasi yang kuat. Berikut merupakan cara-cara yang dapat digunakan untuk membangun merek yang kuat, yaitu :

  1. Sebuah merek harus memiliki pemosisian yang tepat Agar mempunyai pemosisian, merek harus ditempatkan secara spesifik dibenak pelanggan. Membangun pemosisian adalah menempatkan semua aspek dari nilai merek (brand value) secara konsisten sehingga produk selalu menjadi nomor satu di benak pelanggan.

  2. Memiliki nilai merek yang tepat Merek akan semakin kompetitif jika dapat diposisikan secara tepat.

  Oleh karena itu, pemasar perlu mengetahui nilai merek. Nilai merek dapat membentuk kepribadian merek (brand personality) yang mencerminkan gejolak perubahan selera konsumen dalam pengonsumsian suatu produk.

  3. Merek harus memiliki konsep yang tepat Konsep yang baik dapat mengomunikasikan semua elemen nilai merek dan pemosisian yang tepat sehingga citra merek (brand

  image ) produk dapat ditingkatkan.

  Menurut Aaker dalam Simamora (2004), “citra merek adalah seperangkat asosiasi unik yang ingin diciptakan atau dipelihara oleh pemasar. Asosiasi- asosiasi itu menyatakan apa sesungguhnya merek dan apa yang dijanjikan kepada konsumen.” Shimp et al (2000) berpendapat : Citra merek (brand image) dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Dapat juga dikatakan bahwa citra merek (brand image) merupakan konsep yang diciptakan oleh konsumen karena alasan subyektif dan emosi pribadinya.

  Oleh karena itu dalam konsep ini persepsi konsumen menjadi lebih penting daripada keadaan sesungguhnya (Dobni & Zinkhan,1990). Berdasarkan pendapat-pendapat yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa citra merek dapat positif atau negative, tergantung pada persepsi seseorang terhadap merek.

2.2.7 Peran Merek

  Menurut Kotler & Keller (2009:259), merek memiliki fungsi bagi perusahaan sebagai berikut:

  1. Menyederhanakan penanganan atau penelusuran produk.

  2. Membantu mengatur catatan persediaan dan catatan akuntansi.

  3. Menawarkan perlindungan hukum kepada perusahaan untuk fitur-fitur atau aspek unik produk. Bagi perusahaan, merek mempresentasikan bagian properti hukum yang sangat berharga, dapat mempengaruhi konsumen, dapat dibeli dan dijual.

2.2.8 Klasifikasi Merek

  Menurut Komaruddin Sastradipoera (2003 : 133) citra merek adalah lukisan, bayangan, kesan, penampakan secara simbolis, atau anggapan tentang merek suatu barang atau jasa. Ada empat jenis merek, yaitu : 1.

  Merek keluarga adalah merek yang dipergunakan oleh lebih banyak dari satu produk.

  2. Merek individual (individual brands) adalah merek yang digunakan hanya untuk produk tunggal.

  3. Merek distributor (distributor’s brands atau private brands) merupakan merek yang digunakan sendiri oleh pengecer atau pemborong.

  4. Merek pabrikan (manufacturer’s brands) adalah merek-merek yang dimiliki oleh para pemilik pabrik.

2.3 Keputusan Pembelian

2.3.1 Definisi Keputusan Pembelian

  Keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen benar-benar membeli ( Kotler dan Armstrong 2001 : 227). Sedangkan menurut Swasta (2000 : 14) keputusan pembelian adalah salah satu tahap dari keseluruhan proses mental dan kegiatan-kegiatan fisik lainnya yang terjadi dalam proses pembelian pada suatu periode dan waktu tertentu serta pemenuhan kebutuhan tertentu atau dengan kata lain merupakan suatu rangkaian tahapan yang diambil oleh seorang konsumen. dimana dia memilih salah satu dari beberapa alternatif pilihan yang ada. Berdasarkan definisi diatas disimpulkan bahwa keputusan pembelian adalah tindakan yang dilakukan konsumen untuk melakukan pembelian sebuah produk.

  Oleh karena itu, pengambilan keputusan pembelian konsumen merupakan suatu proses pemilihan salah satu dari beberapa alternatif penyelesaian masalah dengan tindak lanjut yang nyata. Setelah itu konsumen dapat melakukan evaluasi pilihan dan kemudian dapat menentukan sikap yang akan diambil selanjutnya.

2.3.2 Peranan Konsumen Dalam Keputusan Pembelian

  Suatu proses keputusan pembelian bukan sekedar mengetahui berbagai faktor yang akan mempengaruhi pembeli, tetapi berdasarkan peranan dalam pembelian dan keputusan untuk membeli. Pihak yang terlibat dalam proses pembelian menurut Bilson Simamora (2004:15), peranan tersebut meliputi : a.

  Pengambilan inisiatif (initiator), individu yang mempunyai inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.

  b.

  Orang yang mempengaruhi (influencer), individu yang mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.

  c.

  Pembuat keputusan (decider), individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya. Pembeli (buyer), individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.

  e.

  Pemakai (user), individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.

  Sebuah perusahaan perlu mengenai peranan tersebut karena semua peranan mengandung implikasi guna merancang produk, menentukan pesan dan mengalokasikan biaya anggaran promosi serta membuat program pemasaran yang sesuai dengan pembeli.

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian Konsumen

  Menurut Kotler (2008:166) perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh empat faktor, diantaranya sebagai berikut: a.

  Faktor Budaya Budaya, sub budaya, dan kelas sosial sangat penting bagi perilaku pembelian.

  Budaya merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar. Masing-masing subbudaya terdiri dari sejumlah sub-budaya yang lebih menampakkan identifikasi dan sosialisasi khusus bagi para anggotanya seperti kebangsaan, agama, kelompok, ras, dan wilayah geografis.

  b.

  Faktor Sosial Selain faktor budaya, perilaku pembelian konsumen juga dipengaruhi oleh faktor sosial diantarannya sebagai berikut:

  • Kelompok acuan Kelompok acuan dalam perilaku pembelian konsumen dapat diartikan sebagai kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang tersebut. Kelompok ini biasanya disebut dengan kelompok keanggotaan, yaitu sebuah kelompok yang dapat memberikan pengaruh secara langsung terhadap seseorang.
  • Keluarga Dalam sebuah organisasi pembelian konsumen, keluarga dibedakan menjadi dua bagian. Pertama keluarga yang dikenal dengan istilah keluarga orientas.
Keluarga jenis ini terdiri dari orang tua dan saudara kandung seseorang yang dapat memberikan orientasi agama, politik dan ekonomi serta ambisi pribadi, harga diri dan cinta. Kedua, keluarga yang terdiri dari pasangan dan jumlah anak yang dimiliki seseorang. Keluarga jenis ini biasa dikenal dengan keluarga prokreasi.

  • Peran dan Status Hal selanjutnya yang dapat menjadi faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pembelian seseorang adalah peran dan status mereka di dalam masyarakat. Semakin tinggi peran seseorang didalam sebuah organisasi maka akan semakin tinggi pula status mereka dalam organisasi tersebut dan secara langsung dapat berdampak pada perilaku pembeliannya.

  c.

  Pribadi Keputusan pembelian juga dapat dipengaruhi oleh karakterisitik pribadi diantaranya usia dan tahap siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep-diri pembeli.

  d.

  Psikologis Faktor ini dipengaruhi oleh empat faktor utama diantaranya sebagai berikut:

  • Motivasi Seseorang memiliki banyak kebutuhan pada waktu-waktu tertentu. Beberapa dari kebutuhan tersebut ada yang muncul dari tekanan biologis seperti lapar, haus,
dan rasa ketidaknyamanan. Sedangkan beberapa kebutuhan yang lainnya dapat bersifat psikogenesis; yaitu kebutuhan yang berasal dari tekanan psikologis seperti kebutuhan akan pengakuan, penghargaan atau rasa keanggotaan kelompok. Ketika seseorang mengamati sebuah merek, ia akan bereaksi tidak hanya pada kemampuan nyata yang terlihat pada merek tersebut, melainkan juga melihat petunjuk lain yang samar seperti wujud, ukuran, berat, bahan, warna dan nama merek tersebut yang memacu arah pemikiran dan emosi tertentu.

  • Persepsi Seseorang yang termotivasi siap untuk segera melakukan tindakan. Bagaimana tindakan seseorang yang termotivasi akan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi tertentu. Persepsi dapat diartikan sebagai sebuah proses yang digunkan individu untuk memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasi masukan informasi guna menciptakan sebuah gambaran (Bernard Barelson, dalam Kotler 2003:217). Persepsi tidak hanya bergantung pada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Setiap persepsi konsumen terhadap sebuah produk atau merek yang sama dalam benak setiap konsumen berbeda-beda karena adanya tiga proses persepsi yaitu: 1.

  Perhatian selektif Perhatian selektif dapat diartikan sebagai proses penyaringan atas berbagai informasi yang didapat oleh konsumen. Dalam hal ini para pemasar harus bekerja keras dalam rangka menarik perhatian konsumen dan memberikan sebuah rangsangan nama yang akan diperhatikan orang. Hal ini disebabkan karena orang lebih cenderung memperhatikan rangsangan yang berhubungan dengan kebutuhnnya saat ini, memperhatikan rangsangan yang mereka antisipasi dan lebih memerhatikan rangsangan yang memiliki deviasi besar terhadapa ukuran rangsangan normal.

  2. Distorsi Selektif Distorsi selektif merupakan proses pembentukan persepsi yang dimana pemasar tidak dapat berbuat banyak terhadap distorsi tersebut. Hal ini karena distorsi selektif merupakan kecenderungan orang untuk mengubah informasi menjadi bermakna pribadi dan menginterpretasikan informasi yang didapat dengan cara yang akan mendukung pra konsepsi konsumen.

  3. Ingatan Selektif Orang akan banyak melupakan banyak hal yang merek pelajari namun cenderung akan senantiasa mengingat informasi yang mendukung pandangan dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif, kita cenderung akan melupakan hal-hal baik yang disbutkan tentang produk yang bersaing.

  • Pembelajaran Pembelajaran meliputi perubahan perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Banyak ahli pemasaran yang yakin bahwa pembelajaran dihasilkan melalui perpaduan kerja antara pendorong, rangsangan, isyarat bertindak, tanggapan dan penguatan. Teori pembelajaran mengajarkan kepada para pemasar
bahwa mereka dapat membangung permintaan atas suatu produk dengan mengaitkan pada pendorongnya yang kuat, menggunakan isyarat yang memberikan motivasi, dan memberikan penguatan positif karena pada dasarnya konsumen akan melakukan generalisasi terhadap suatu merek.

  • Keyakinan dan Sikap Melalui bertindak dan belajar, orang mendapatkan keyakinan dan sikap.

  Keduanya kemudian mempengaruhi perilaku pembelian konsumen . Keyakinan dapat diartikan sebgai gambaran pemikiran seseorang tentang gambaran sesuatu.

  Keyakinan orang tentang produk atau merek akan mempengaruhi keputusan pembelian mereka. Selain keyakinan, sikap merupakan hal yang tidak kalah pentingnya. Sikap adalah evaluasi, perasaan emosi, dan kecenderungan tindakan yang menguntungkan atau tidak menguntungkan dan bertahan lama pada seseorang terhadap suatu objek atau gagasan tertentu.(David Kreh, dalam Kotler 2003:219).

2.3.4 Proses atau Urutan Pembelian

  Keputusan pembelian merupakan sutau proses yang dimulai dari pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi terhadap beberapa alternative, yang selanjutnya akan tercipta suatu keputusan pembelian serta terbentuknya perilaku pasca pembelian. Model ini menekankan bahwa proses pembelian bermula sebelum pembelian dan berakibat jauh setelah pembelian (Kotler, 2008 : 184). Terdapat lima proses dalam melakukan keputusan pembelian, yaitu sebagai berikut :

  1. Pengenalan Kebutuhan Pengenalan kebutuhan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah, yaitu suatu keadaan dimana terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi.

  2. Pencarian Informasi Pencarian informasi mulai dilakukan ketika konsumen memandang bahwa kebutuhan tersebut bisa dipenuhi dengan membeli dan mengonsumsi suatu produk. Konsumen akan mencari informasi yang tersimpan dalam ingatannya (pencarian internal) dan mencari informasi dari luar (pencarian eksternal).

  3. Evaluasi Alternatif Evaluasi alternative adalah proses mengevaluasi pilihan produk dan merek, dan memilihnya sesuai dengan keinginan konsumen. Pada proses ini konsumen membandingkan berbagai merek pilihan yang dapat memberikan manfaat kepadanya serta masalah yang dihadapinya.

  4. Keputusan Pembelian Setelah tahap-tahap diatas dilakukan, pembeli akan menentukan sikap dalam pengambilan keputusan apakah membeli atau tidak. Jika memilih untuk membeli produk, dalam hal ini konsumen dihadapkan pada beberapa alternative pengambilan keputusan seperti produk, merek, penjual, kuantitas, dan waktu pembeliannya.

5. Perilaku Pasca-Pembelian

  Tahap ini dapat memberikan informasi yang penting bagi perusahaan apakah produk dan pelayanan yang telah dijual dapat memberikan kepuasan bagi pelanggan atau tidak.

Gambar 2.2 Proses atau Urutan Pembelian

  Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian :

  Indentifikasi Masalah Pencarian Informasi Pembelian Rutin atau Evaluasi Alternatif Kebiasaan (Kesetiaan

  Merek) Pembelian Evaluasi Pascabeli

  (Sumber : Kotler, 2008:185)

2.3.5 Pengaruh Kualitas Produk terhadap Keputusan Pembelian

  Konsumen seringkali memutuskan pembelian suatu produk berdasarkan kualitas produk tersebut. Konsumen yang menerima dan memperhatikan suatu stimulus (rangsangan) yang sama, mungkin akan mengartikan stimulus tersebut berbeda. Bagaimana seseorang memahami stimulus akan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai, harapan dan kebutuhannya yang bersifat individual. Semakin tinggi stimulus, maka akan berpengaruh terhadap tindakan konsumen seperti melakukan pembelian.

2.3.6 Pengaruh Citra Merek terhadap Keputusan Pembelian

  Rangkuti (2004) mendefinisikan citra merek sebagai sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Dengan kata lain, citra merek adalah seperangkat ingatan yang ada di benak konsumen mengenai sebuah merek, baik itu positif maupun negative. Ingatan terhadap sebuah merek dapat berupa atribut produk dan manfaat yang dirasakan oleh konsumen. Menurut Kotler (2005), atribut produk tidak berkaitan dengan fungsi produk, melainkan dengan citra sebuah produk di mata konsumen. Citra yang positif atau negative lebih mudah dikenal oleh konsumen sehingga produsen selalu berusaha mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan citra merek produknya di mata konsumen.

  Pada masyarakat yang semakin terbuka wawasannya mengenai kualitas dan performance suatu produk, brand image ini akan menjadi sangat penting.

  Suatu produk dengan brand image yang positif dan diyakini konsumen dapat memenuhi kebutuhan dan keinginannya, maka dengan sendirinya akan menumbuhkan keputusan pembelian konsumen akan barang dan jasa yang ditawarkan tersebut. Sebaliknya, apabila brand image suatu produk negative dalam pandangan konsumen, maka keputusan pembelian konsumen terhadap produk tersebut akan rendah.

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Pemasaran - Pengaruh Strategi Diferensiasi Terhadap Kepuasaan Pasien Serta Dampak Loyalitas Pada Rumah Sakit Siti Hajar Padang Bulan Medan

0 0 10

Pengaruh Kreativitas dan Keterampilan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Kerajinan Rotan di Medan

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Kreativitas - Pengaruh Kreativitas dan Keterampilan Terhadap Keberhasilan Usaha Pada Kerajinan Rotan di Medan

0 2 18

B. PETUNJUK PENGISIAN - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Harga 2.1.1Pengertian Harga - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 1 9

Pengaruh faktor harga, rasa dan kemasansusu Bear Brand terhadap loyalitas konsumen pada mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman Karet Alam - Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 16

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 13

BAB II Kerangka Teori - Analisis Budaya Organisasi Pada Pegawai Samsat Medan

0 1 20