BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha tani sebagai salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh sebagian

  besar penduduk Indonesia harus didukung dan didorong kemampuannya agar tetap eksis, sehingga dapat memperluas kesempatan usaha dan memperluas lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja yang terus bertambah jumlahnya serta untuk meningkatkan penghasilan petani dan masyarakat secara lebih merata. Petani sebagai pelaku usaha tani memiliki kegiatan usaha yang cenderung marginal, dalam arti karena keterbatasan dukungan pendanaan serta masih minimnya sarana produksi yang dipergunakan sehingga menjadikan usaha ini relatif lambat perkembangannya.

  Untuk meningkatkan produktifitas usaha tani tersebut diperlukan sub kegiatan agribisnis yang dapat menunjang agar mendapatkan hasil yang sesuai harapan. Salah satu solusi yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini adalah melalui pola kemitraan.

  Pola kemitraan yang menghubungkan antara pelaku usaha/inti dengan petani/plasma mempunyai kekuatan ekonomi yang cukup tinggi. Pola kemitraan tersebut perlu dikemas dalam bentuk keterkaitan usaha yang saling menunjang dan menguntungkan baik inti dan plasma dalam rangka memperkuat struktur ekonomi nasional. Pola kemitraaan antara pengusaha besar, menengah dan kecil diatur dalam

  1 Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

  

1

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yakni:

  “Kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan saling menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.” Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna sebagai tanggung jawab moral pengusaha besar untuk membimbing dan membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan bersama.

  Kemitraan harus dilaksanakan secara terencana, terpadu, profesional dan bertanggung jawab dan dengan prinsip-prinsip dasar antara lain: prinsip saling menguntungkan, saling menghargai, ketergantungan antara perusahaan dan masyarakat.

  Perusahaan biasanya menginvestasikan kapital uang dan tenaga ahli dalam pembangunan kebun, sementara masyarakat menyediakan lahannya untuk di kerjasamakan atau dimitrakan dalam pembangunan kebun. Mencakup 2 (dua) kategori kepemilikan lahan yang dimitrakan :

  1) Tanah Ulayat; dan 2) Individu. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pasal 1 ayat 13.

  Pola kerjasamanya sangat variatif, tergantung proposal perusahaan dan kesepakatan diantara keduanya, ada pola bagi hasil, pola bagi lahan dengan ketentuan 70 : 30, 60 : 40, sampai 50 : 50. Wujud kemitraan pun sangat beragam, ada kemitraan yang sangat sederhana dan dibangun diatas kesepakatan tidak tertulis, namun dapat

  2

  berjalan dengan transparan, sukarela dan setara. Kemitraan yang lebih komplek dari beberapa pihak dan melibatkan banyak pihak. Kemitraan menjadi seperti ini tumbuh sebagai akibat dari perkembangan dan tingkat kebutuhan yang juga meningkat. Kemitraan diharapkan dapat memberi manfaat yang lebih luas dan besar bagi kesejahteraan masyarakat. Kemitraan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi harapan berbagai pihak yang bekerjasama, maka kemitraan harus dirumuskan dan dituangkan dalam suatu perjanjian yang memuat hak dan kewajiban para pihak secara jelas, sehingga membentuk pola kerjasama yang teratur dan terikat.

  Kemitraan perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu upaya Pemerintah dalam merevitalisasi perkebunan-perkebunan masyarakat. Kehadiran perkebunan kelapa sawit ini pula berpengaruh terhadap perubahan pola pekerjaan, yang diikuti dengan peningkatan penghasilan masyarakat. Konsekuensi lain adalah berpengaruh terhadap pola hidup dan hubungan sosial yang ditandai dengan pergeseran berbagai irama kehidupan, perubahan pola interaksi sosial yang sederhana dan bercorak lokal berubah ke pola interaksi yang kompleks serta menembus batas pedesaan, bertambahnya penduduk sehingga berbagai pola kehidupan saling mempengaruhi. 2 Rafiq Ahmad, Perkebunan dari NES ke PI, Cetakan ke 1, (Jakarta : Penebar Swadaya, 1998), hlm 47.

  Pandangan optimistik tentang perubahan sosial sebagaimana yang diharapkan di atas mungkin beralasan mengingat kebijaksanaan yang melandasi kehadiran perusahaan PT. Boswa Megalopolis terhadap pelaksanaan inti-plasma perkebunan kelapa sawit telah disepakati dan dirumuskan oleh kedua belah pihak. Dengan demikian kehadiran proyek perkebunan akan menyebabkan perubahan sosial pada masyarakat tidak dapat dihindarkan sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat itu sendiri. Perkembangan perkebunan kelapa sawit dengan pola kemitraan termasuk dalam upaya untuk lebih mempercepat perubahan cara bertani dan cara hidup masyarakat terutama masyarakat di sekitar lokasi perkebunan.

  PT. Boswa Megalopolis merupakan perusahaan swasta nasional berdasarkan Akte Pendirian No. 23 tanggal 03 Februari 1982 dan Akte Pemasukan dan Perubahan no. 17 tanggal

  07 Februari 2012 yang telah mendapatkan pengesahan MENKUMHAM tanggal 27 Februari 2012 nomor AHU-10352.AH.01.02 tahun 2012 yang bergerak dibidang perkebunan dan dalam hal ini mengadakan kemitraan pembangunan kebun kelapa sawit dengan masyarakat yang berada disekitar lokasi perkebunan.

  Kemitraan pembangunan kebun kelapa sawit, secara umum berarti kerjasama pembangunan kebun kelapa sawit antara perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat di gampong Panggong. Dasar pemikiran dalam jalinan kerjasama ini

  3

  yaitu: 3

  

http://kelapasawituntukbumi.blogspot.com/2011/11/managemen-pengelolaan-kebun-

plasma.html, diakses 15 April 2013.

  1. Belajar dari pengetahuan yang pernah dijumpai masa lalu, kebun plasma kurang terurus dan produktivitasnya rendah, sehingga perusahaan kurang pasokan Tandan Buah Segar (TBS) dan angsuran kredit menjadi berat.

  2. Paradigma kemitraan perusahaan inti dan plasma adalah saling membutuhkan baik dalam pendanaan, perolehan lahan, maupun pengelolaan kebunnya.

  3. Values (tata nilai) dimulai dari sosialisasi prinsip-prinsip pengelolaan plasma dan internalisasi kepada semua pihak yang terkait dalam sistem kemitraan inti-plasma pola manajemen satu atap.

  4. Dengan sistem kemitraan pola manajemen satu atap, akan terjaga standar teknis pembangunan kebun, terjaminnya pasokan TBS dan angsuran kredit, serta ideal untuk jangka panjang.

  5. Dengan manajemen satu atap pendapatan petani menjadi lebih baik dan merata, kemungkinan beralihnya kepemilikan kapling makin kecil (tidak banyak terjadi).

  6. Dengan manajemen satu atap petani melalui kelompok tani dan perusahaan dapat menjalankan fungsi pengawasan (kontrol) kegiatan operasional kebun oleh perusahaan inti. Dalam konteks keberadaan perusahaan perkebunan kelapa sawit keberadaan perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat menawarkan alternatif tambahan sumber pendapatan rumah tangga bagi masyarakat yang berasal dari lahan yang mungkin kurang mampu digarap oleh masyarakat sendiri, atau yang selama ini masih kurang produktif. Hasil survey awal dengan mewawancarai aparat pemerintah sebagai fasilitator dalam pelaksanaan perjanjian antara pihak perusahaan dengan masyarakat, dapat diketahui bahwa saat ini pihak perusahaan telah beberapa kali

  4 melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat yang akan bermitra dengan perusahaan.

  Hal ini penting dilakukan untuk memberikan pemahaman secara bersama bahwa pembangunan perkebunan kelapa sawit yang akan dilakukan betul-betul menghadirkan manfaat dan keuntungan serta tidak merugikan bagi kedua belah pihak, baik dari perusahaan (inti) maupun petani mitra (plasma). Sosialisasi dilakukan dengan memberikan informasi kepada calon petani mitra di lokasi kegiatan PT. Boswa Megalopolis berharap bahwa keberadaannya untuk melakukan pembangunan perkebunan kelapa sawit pola kemitraan dengan petani dapat diterima keberadaan perkebunan kelapa sawit PT. Boswa Megalopolis.

  Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, kemitraan usaha yang demikian harus dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban, pembinaan dan pengembangan usaha, pendanaan, jangka waktu dan penyelesaian perselisihan yang selanjutnya ditandatangani kedua belah pihak yakni antara perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat. 4 Wawancara dengan Muhtar, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Jaya, 19 Februari 2013.

  Pembentukan perjanjian kemitraan pekebunan kelapa sawit sebagai wadah yang mengatur hak dan kewajiban antara perusahaan PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat. Program kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma antara PT. Boswa Megalopolis ini diharapkan dapat direalisasi dengan baik dan mendapat dukungan semua pihak. Masyarakat akan menjadi pagar kebun para pengusaha jika perusahaan berempati dan peduli pada rakyat sekitar.

  Berdasarkan penelitian awal, Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya menyambut baik komitmen PT. Boswa Megalopolis membangun kerjasama dalam kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma khususnya bagi masyarakat gampong Panggong di Kecamatan Krueng Sabee karena keterlibatan kelompok tani setempat itu akan membantu memperbaiki ekonomi mereka. Penandatanganan perjanjian yang telah dilakukan adalah yang pertama dan menandakan hari lahirnya perkebunan inti-plasma di Kecamatan Krueng Sabee.

  Keadaan masyarakat perkebunan yang tidak memiliki pendidikan, memerlukan keterlibatan pihak ketiga dapat mengantisipasi terjadinya tindakan yang merugikan masyarakat. Persepsi terhadap kehadiran proyek perkebunan kelapa sawit umumnya positif, walaupun ada diantaranya yang memiliki persepsi negatif. Hal ini tidak berarti pembangunan proyek perkebunan kelapa sawit adalah bentuk ideal bagi masyarakat. Persepsi negatif terhadap pembangunan perkebunan kelapa sawit, selain dipengaruhi oleh kesan terhadap program transmigrasi yang kurang berhasil, juga nasib masyarakat lokal yang ikut serta dalam program perkebunan kelapa sawit.

  Karena itu, mereka khawatir akan mengalami nasib yang serupa. Berangkat dari realitas sosial yang mereka alami tersebut, ada sebagian masyarakat yang tidak mau menyerahkan tanahnya untuk dijadikan sebagai lahan perkebunan kelapa sawit itu.

  Persepsi lain adalah akan mendapat ganti rugi atas tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Namun kenyataannya persepsi masyarakat ini berbeda dengan persepsi pihak pemerintah yang memandang bahwa hutan adalah milik negara diperuntukan untuk kemakmuran rakyat, karena itu terhadap tanah-tanah masyarakat yang terkena areal perkebunan kelapa sawit tersebut pihak pemerintah tidak memberi ganti rugi kepada masyarakat setempat. Harapan lain adalah dapat diterima sebagai karyawan tetap proyek perkebunan, dengan alasan untuk mendapatkan uang tunai secara tetap setiap bulan untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dalam keluarganya.

  Harus disadari bahwa pola kemitraan ini mempertemukan dua kepentingan yang sama tetapi dilatarbelakangi oleh kemampuan manajemen oleh PT. Boswa Megalopolis. Kekurangpahaman dalam pengetahuan hukum serta permodalan yang berbeda sehingga plasma sangat rentan untuk menjadi korban dari perusahaan inti yang mempunyai latar belakang lebih kuat, baik dari segi permodalan dan manajemennya.

  Perjanjian ini menjadi kurang seimbang dikarenakan dimana plasma kurang mempunyai kebebasan untuk merundingkan isi dari perjanjian tersebut yang difaktori oleh rendahnya Sumber Daya Masyarakat (SDM) masyarakat gampong Panggong. Hal ini menunjukkan bahwa seringkali adanya indikasi perjanjian yang terjadi antara perusahaan inti dan plasma, tidak berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak diantara pihak perusahaan dengan masyarakat yang mempunyai kedudukan seimbang dalam hukum. Sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas- luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja,

  5

  asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari hukum perjanjian merupakan hukum pelengkap (optional law), yang berarti bahwa pasal-

  pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Notaris sebagai pejabat umum yang memiliki wewenang membuat akta yang berkaitan dengan perjanjian tersebut sekiranya dapat memberikan masukan-masukan dan mengetahui terdapatnya kekurangan dan kelemahan dalam suatu perjanjian. Tindakan notaris yang memberikan penyuluhan dan memberikan pengertian tentang resiko serta akibat perjanjian para pihak merupakan salah satu upaya perwujudan pengembalian kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Petani harus mengorganisir diri agar mampu bernegosiasi, petani harus mendapat informasi yang memadai sebelum mengadakan perjanjian/kesepakatan.

  Berangkat dari adanya latar belakang mengenai perjanjian kerjasama antara PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat yang telah menimbulkan hak dan kewajiban dalam praktek yang ada dalam masyarakat, maka penulis tertarik untuk mengkajinya kedalam penulisan tesis dengan judul : “Tinjauan Yuridis Perjanjian

5 Paul Scholten di dalam JJ. H. Bruggink, Refleksi Tentang Hukum (alih bahasa oleh Arief Sidharta), (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 1996), hlm. 13.

  Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat” (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya).

  B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan judul, latar belakang masalah maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah pengaturan pola kemitraan usaha perkebunan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat?

  2. Bagaimanakah implementasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/KPTS/OT.210/10/97 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 dalam perjanjian pola kemitraan antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya?

  3. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian pola kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan yang hendak dicapai adalah :

  1. Untuk mengetahui pengaturan pola kemitraan usaha perkebunan antara perusahaan perkebunan dengan masyarakat.

  2. Untuk mengetahui implementasi Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/KPTS/OT.210/10/97 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor

  26/Permentan/OT.140/2/2007 dalam perjanjian pola kemitraan antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya.

  3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian pola kemitraan perkebunan kelapa sawit inti-plasma antara PT. Boswa . Megalopolis dengan Masyarakat di Kabupaten Aceh Jaya.

  D Manfaat Penelitian

  Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis maupun praktis yaitu :

  1. Secara Teoritis

  a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi dan untuk pengembangan wawasan dan kajian tentang kerjasama kemitraan inti plasma untuk dapat menjadi bahan perbandingan bagi kajian lanjutan.

  b. Memperkaya khasanah perpustakaan hukum khususnya di bidang hukum keperdataan.

  2. Secara Praktis

  a. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penegak hukum dalam menyelesaikan masalah terhadap pelaksanaan kemitraan inti-plasma.

  b. Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat khususnya memberikan informasi ilmiah mengenai pelaksanaan kemitraan inti-plasma.

E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian yang berjudul “Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat” (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya) belum ada yang melakukan penelitian sebelumnya, pun pelaksanaan kemitraan inti-plasma di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya adalah yang pertama kalinya.

  Namun penulis menemukan tesis karya mahasiswa yang menyangkut masalah pola kemitraan perkebunan kelapa sawit, tetapi permasalahan dan bidang kajiannya sangat berbeda, yaitu tesis Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara atas nama Musa Rajek Shah, Nim : 077005042/HK, dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Terhadap Prinsip Kemitraan dalam Pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha Perkebunan Berdasarkan Program Revitalisasi Perkebunan”, dengan latar belakang permasalahan sebagai berikut :

  1. Bagaimana ketentuan-ketentuan kerjasama antar petani peserta/koperasi dengan mitra usaha perusahaan perkebunan berdasarkan program revitaslisasi perkebunan.

  2. Bagaimana penerapan kerjasama pengelolaan Hak Atas Tanah Usaha perkebunan antara petani peserta/koperasi dengan mitra usaha perkebunan berdasarkan program revitalisasi perkebunan.

  3. Bagaimana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) dalam pelaksanaan program revitalisasi perkebunan.

  Jika dihadapkan judul atau permasalahan penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan ini adalah sangat berbeda. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan memiliki keaslian dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah, keilmuwan dan terbuka untuk dikritik yang sifatnya konstruktif (membangun).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Teori merupakan generalisasi yang dicapai setelah mengadakan pengujian dan

  6

  hasilnya menyangkut ruang lingkup dan fakta yang luas. Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu sama lainnya atau

  7 berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia.

  Sedangkan menurut M. Solli Lubis kerangka teori adalah suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka

  8 berfikir dalam penulisan.

  Teori adalah suatu sistem yang tersusun oleh berbagai abstraksi yang berinterkoneksi satu dengan yang lainnya atau berbagai ide yang memadatkan dan mengorganisasi pengetahuan tentang dunia ia adalah rencana yang ringkas untuk

  9 berfikir tentang dunia dan bagaimana dunia itu bekerja. 6 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986), hlm. 126. 7 HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 22. 8 9 M. Solli Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju,1994), hlm. 80.

  HR. Otje Salman dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm. 22. Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa maksud kerangka teori adalah pengetahuan yang diperoleh dari tulisan dan dokumen serta pengetahuan kita sendiri yang merupakan kerangka dari pemikiran dan sebagai lanjutan dari teori yang bersangkutan, sehingga teori penelitian dapat digunakan untuk proses penyusunan maupun penjelasan serta meramalkan kemungkinan adanya gejala-gejala yang timbul.

  Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, kerangka teori yang digunakan dalam penulisan ini adalah teori kemitraan dan didukung dengan teori kebebasan berkontrak dan teori perlindungan hukum.

  Dasar pemikiran kemitraan (partnership) pada dasarnya berada dalam argumen tentang peran dan posisi negara dalam relasi (hubungan) negara (state) dan masyarakat (society). Penjelasan terhadap hubungan dan relasi ini adalah pengetahuan paling klasik dalam pengetahuan ilmu sosial. Hal ini jelas terlihat karena konsep ini telah dibicarakan sejak tahun 1800-an. Paling tidak ada 3 pemikiran yang telah menjelaskan, yaitu:

  Perspektif pasar (market system) yang dapat ditelusuri dalam teori ekonomi klasik dari Adam Smith sampai New Public Management dalam karya David Osborne. Dalam perspektif ini bermula dari pemisahan tegas atau tidak ada hubungan sama sekali antara negara dan masyarakat (baik dalam bentuk privat maupun komunitas) sampai pandangan yang mengarahkan pelibatan negara dalam urusan pasar yang dikemukakan Keyness dan perubahan manjemen negara untuk beroperasi seperti perusahaan privat. Perspektif demokrasi yang dapat ditelusuri dalam teori demokratic administration sejak Max Weber sampai New Public services dalam

  10 karya Denhartd an d Denhartd.

  Selanjutnya Ian Linton mengartikan kemitraan sebagai: sebuah cara melakukan bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk

  11

  mencapai tujuan bisnis bersama. Berdasarkan motivasi ekonomi tersebut, maka prinsip kemitraan dapat didasarkan atas saling memperkuat. Dalam kondisi yang ideal, tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkrit

  12

  yaitu :

  1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat;

  2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan;

  3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil;

  4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan, wilayah dan nasional; 5. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

  Konsep kemitraan dapat lebih rinci diuraikan dalam

  pasal 26 Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, disebutkan bahwa kemitraan dapat dilaksanakan antara lain dengan pola : a. Inti-plasma;

  b. Subkontrak; 10 Zaini Rohmad, Sudarmo dan Siany Indria Liestyasari, “Kebijakan Kemitraan Publik, Privat

  

dan Masyarakat dalam Perkembangan Pariwisata”, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Sebelas Maret , (2009). 11 12 Ian Linton, Kemitraan, (Jakarta: Harlimy, 1997), hlm. 10.

  

Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hlm.4 . c. Waralaba;

  d. Perdagangan Umum;

  e. Distribusi dan Keagenan; dan

  f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), dan penyebarluasan (outsourching).

  Secara garis besar, perusahaan PT. Boswa Megalopolis yang akan diteliti mempunyai tanggung jawab terhadap mitranya (masyarakat) dalam memberikan bantuan dan pembinaan mulai dari sarana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi. Selanjutnya perusahaan inti/ perusahaan PT. Boswa Megalopolis mengupayakan tersedianya bibit, pupuk, yang diperlukan selama berlangsungnya kegiatan penanaman, serta disamping itu perusahaan juga membantu petani dalam penyediaan modal dan sumber-sumber lainnya. Sedangkan pihak masyarakat petani (plasma) menyediakan lahan (areal) tempat menanam dan melaksanakan pemeliharaan secara intensif pada lahan garapan yang diusahakan di bawah pengawasan dan pembinaan teknis perusahaan inti.

  Kemitraan pengelolaan perkebunan dalam prakteknya dibuat dalam perjanjian oleh para pihak. Hal ini juga dipertegas oleh Peraturan Menteri Pertanian Nomor 940/KPTS/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yang mewajibkan perjanjian pola kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis sesuai kesepakatan para pihak.

  Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian. Hal ini sebagai realisasi dari asas kebebasan berkontrak yang semestinya juga harus diimplementasi oleh Pihak Perusahaan dalam melakukan kemitraan perkebunan dengan Masyarakat. Sehingga diharapkan dapat membantu menganalisis masalah perjanjian Pola kemitraan yang akan diteliti.

  Kebebasan berkontrak merupakan asas penting dalam hukum perjanjian. Pada abad sembilan belas, kebebasan berkontrak sangat diagungkan dan sangat mendominasi teori. Keberadaan asas kebebasan berkontrak tidak dapat dilepaskan dari aliran filsafat ekonomi liberal. Dalam bidang ekonomi berkembang aliran Laissez Faire, yang dipelopori Adam Smith yang menekankan prinsip non intervensi

  13

  oleh Pemerintah dalam kegiatan ekonomi dan bekerjanya pasar. Adam Smith menolak campur tangan Pemerintah dalam bidang pribadi terutama dalam bidang ekonomi. Campur tangan negara tanpa alasan yang sah merupakan tindakan yang tidak adil, karena melanggar hak individu. Ini berarti bahwa Ia menolak secara mutlak campur tangan Pemerintah dalam kehidupan pribadi, justru pemerintah

  14

  diberikan tempat yang sentral untuk menegakkan keadilan. Oleh karena tidak ada intervensi pemerintah dalam bidang ekonomi, maka ada kebebasan penuh para pihak dalam hubungan kontraktual. Paham ini dilandasi oleh teori ekonomi kehendak, yakni teori yang menafsirkan bahwa hukum merupakan perintah atau produk suatu

  13 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, (Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Pasca Sarjana, 2003), hlm. 45.

  14 Ibid , hlm. 67. kehendak. Jika seseorang terikat pada kontrak, karena memang ia menghendaki

  15 keterikatan tersebut.

  Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensyinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan dalam Buku III KUH Perdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficurisen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot (Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini,

  

16

termasuk dalam memenuhi kebutuhannya.

  Penelitian ini juga membutuhkan bantuan dari teori perlindungan hukum, sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti yaitu mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap masyarakat dalam perjanjian pola kemitraan perkebunan.

  Penganut aliran positivisme lebih menitikberatkan kepastian sebagai bentuk perlindungan hukum bagi subjek hukum dari kesewenang-wenangan pihak yang lebih dominan. Subjek hukum yang kurang bahkan tidak dominan pada umumnya kurang bahkan tidak terlindungi haknya dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum.

  15 Ibid , hlm. 47.

  16 Mariam Darul Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,

(Bandung: Alumni, 1981), hlm. 118-119. Lihat juga pendapat Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata I B , (Jakarta: PT. Pembimbing Masa, 1969), hlm. 9. Kesetaraan hukum adalah latar belakang yang memunculkan teori tentang kepastian hukum. Hukum diciptakan untuk memberikan kepastian perlindungan kepada subjek

  17 hukum yang lebih lemah kedudukan hukumnya.

  Kepastian hukum bermuara pada ketertiban secara sosial. Dalam kehidupan sosial, kepastian adalah menyeratakan kedudukan subjek hukum dalam suatu perbuatan dan peristiwa hukum. Dalam paham positivisme, kepastian diberikan oleh negara sebagai pencipta hukum dalam bentuk undang-undang. Pelaksanaan kepastian dikonkretkan dalam bentuk lembaga yudikatif yang berwenang mengadili atau

  18 menjadi wasit yang memberikan kepastian bagi setiap subjek hukum.

  Dalam hubungan secara perdata, setiap subjek hukum dalam melakukan hubungan hukum melalui hukum kontrak juga memerlukan kepastian hukum.

  Pembentuk undang-undang memberikan kepastiannya melalui Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Perjanjian yang berlaku sah adalah undang-undang bagi para subjek hukum yang melakukannya dengan itikad baik. Subjek hukum diberikan keleluasaan dalam memberikan kepastian bagi masing-masing subjek hukum yang terlibat dalam suatu kontrak. Kedudukan yang sama rata dipresentasikan dalam bentuk itikad baik. Antar subjek hukum yang saling menghargai kedudukan

  19 masing-masing subjek hukum adalah perwujudan dari itikad baik.

17 Mario

  A. Tedja, “Teori Kepastian dalam Perspektif Hukum,” http://mariotedja.blogspot.com/2012/12/teori-kepastian-dalam-prespektif-hukum.html, diakses 3 Mei 2013 18 19 Ibid Ibid Kepastian dalam melakukan kontrak tidak hanya dari suatu akibat suatu kontrak yang hendak diinginkan, akan tetapi juga pada substansi kontrak itu sendiri. Pembentuk undang-undang juga mewajibkan kepastian dalam merumuskan suatu kontrak. Pasal 1342 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa kata- kata yang digunakan juga harus jelas sehingga tidak dapat menyimpang dari penafsiran yang sudah dijelaskan. Oleh karena kontrak merupakan undang-undang bagi para subjek hukum maka segala sesuatu yang tertulis harus pasti diartikan oleh para subjek hukum. Jika suatu kontrak tidak memberikan kepastian dalam hal isinya maka kedudukan subjek hukum yang lemah akan tidak terlindungi dan menjadi tidak

  20 pasti.

  Dalam perjanjian kemitraan antara PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat, keaktifan pihak pemerintah sebagai fasilitator dipandang perlu eksistensinya. Masyarakat sebagai petani plasma yang kurang memiliki manajemen serta sumber daya terbatas setidaknya dapat terlindungi hak-haknya guna memperoleh kepastian hukum. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten khususnya di

  gampong

  Panggong Kecamatan Krueng Sabee diharapkan untuk benar-benar serius menjadi mediator dalam merealisasikan dan mendukung sepenuhnya atas isi perjanjian hal kerjasama pola kemitraan perkebunan inti-plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan masyarakat dimaksud.

2. Konsepsi

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan dunia observasi, antara 20 Ibid

  21

  abstraksi dan realitas. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi

  22 operasional.

  Pentingnya definisi operasional pada penelitian ini adalah untuk menghindarkan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

  1. Perjanjian adalah persetujuan tertulis antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat mengenai pola kemitraan kebun kelapa sawit.

  2. Pola Kemitraan Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara masyarakat dengan Perusahaan sebagai inti membina dan mengembangkan perkebunan masyarakat yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi, perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi peningkatan efisiensi dan produktifitas perkebunan.

  3. Masyarakat (Petani) adalah Warga Negara Indonesia yang berdomisili di Lokasi permukiman wilayah perkebunan di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati Aceh Jaya.

  4. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subjek hukum dalam bentuk perangkat hukum yang bersifat preventif maupun 21 represif, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

  Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung: Alumni, 1983), hlm. 19. 22 Masri Singarimbun dkk, Metode Penelitian Survei, (Jakarta, LP3ES, 1989), hlm. 34.

G. Metode Penelitian

  Dalam setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan

  23

  penelitian. Kata metode berasal dari bahasa Yunani “Metods” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja

  24 untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

  Adapun dalam penulisan ini, digunakan metode penelitian sebagai berikut:

  1. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka (data sekunder) atau penelitian hukum perpustakaan. Penelitian ini didukung oleh data empiris bersifat deskriptif analisis yaitu menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan menganalisis peraturan yang berlaku berkaitan dengan Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma antara PT. Boswa Megalopolis dengan Masyarakat (Suatu Penelitian di Kabupaten Aceh Jaya).

  2. Lokasi Penelitian

  Daerah penelitian yang menjadi target penulis untuk dijadikan sebuah penelitian adalah pada PT. Boswa Megalopolis di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya Provinsi Aceh. 23 Jujun Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 328. 24 Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), hlm. 16.

3. Jenis Data

  Dalam penelitian ini, jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder yang dihasilkan dari penelitian kepustakaan yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer

  Bahan hukum yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 940/KPTS/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian, Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.210/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan Perjanjian Kerjasama Kemitraan Usaha Pembangunan Kebun Kelapa Sawit antara Petani Gampong Panggong Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya dengan PT. Boswa Megalopolis.

  b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum yang memberikan penjelasan dan petunjuk mhengenai bahan hukum primer seperti buku-buku referensi, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian karya ilmiah yang relevan dengan penelitian ini.

  c. Bahan Hukum Tertier Disebut juga bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yaitu berupa kamus, majalah, surat kabar, dan media informasi lainya.

  Disamping data sekunder, penelitian ini juga menggunakan data primer sebagai data penunjang. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan narasumber.

  4. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, data diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library

  

research ) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan untuk

  memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan mempelajari peraturan perundang- undangan, buku-buku teks, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti.

  Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer. Hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data dengan mewawancarai informan secara lisan dan terstruktur dengan menggunakan alat pedoman wawancara.

  5. Alat Pengumpulan Data

  Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:

  a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapat- pendapat atau penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa peraturan perundang- undangan, karya ilmiah para sarjana dan lain-lain. b. Pedoman Wawancara Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan dan dilakukan secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara, berupa wawancara terarah dan tersistematis yang ditujukan kepada informan.

  Informan dalam penelitian ini adalah : 1. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Aceh Jaya.

  2. Kepala Humas PT. Boswa Megalopolis.

  3. Ketua Kelompok Tani di Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya.

6. Analisis Data

  Analisis data adalah sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan kerja seorang peneliti yang memerlukan penelitian, dan pencurahan daya pikir secara

  25

  optimal. Analisis data adalah merupakan sebuah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data kedalam pola kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

  26 ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan.

  Data dikumpulkan melalui kegiatan inventarisasi peraturan perundang- undangan yang relevan dan wawancara terhadap informan. Data yang telah dikumpulkan tersebut, kemudian dilakukan pemeriksaan data, baik data tertulis dan 25 Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 77. 26 Lexy Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), hlm.103.

  wawancara. Kemudian data diolah dan disusun secara sistematis. Terhadap data tersebut dilakukan analisis secara kualitatif, melalui kerangka berpikir induktif- deduktif sebagai jawaban atas permasalahan hukum yang ada dalam penelitian ini.

  Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menjawab rumusan permasalahan dan menghasilkan kesimpulan permasalahan serta tujuan penelitian dapat terpenuhi.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Dengan Masyarakat (Suatu Penelitian Di Kabupaten Aceh Jaya)

14 150 149

BAB II Tinjauan Umum Tentang Perjanjian A. Pengertian dan Hakekat Perjanjian - Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 0 34

BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah - Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Perjanjian Pemborongan Bangunan Pabrik Kelapa Sawit Antara PT. Bima Dwi Pertiwi Nusantara Dengan PT. Mutiara Sawit Lestari

0 1 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Kontrak Penjualan Plywood Antara PT. Mujur Timber Sibolga Dengan Sustainable Timber Direct (Studi Pada PT. Mujur Timber)

0 1 11

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Jual Beli Tanaman Bibit Karet Antara Cv.Saputro Jaya Agrindo Dengan Masyarakat Petani Di Kabupaten Simalungun

0 2 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Perusahaanasuransi Atas Jaminan Dalam Perjanjian Pemborongan (Studi Penelitian Pada Perusahaan Asuransi Intra Asia Medan)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Kepemilikan Asing Terhadap Perusahaan Asuransi

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Perjanjian Kerja Pemenuhan Hasil Produksi Perkebunan Kelapa Sawit (Studi Perjanjian Antara Karyawan Dengan Ptpn Iv Perkebunan Pabatu)

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Perjanjian Program Kemitraan Bantuan Usaha Kepada Ekonomi Kecil di PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Medan

0 0 8

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan - Tinjauan Yuridis Perjanjian Pola Kemitraan Perkebunan Kelapa Sawit Inti-Plasma Antara PT. Boswa Megalopolis Denga

0 0 33