BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Tinjauan Pustaka 2.1.1. Konsep Laba - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (Sektor Manufaktur)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Tinjauan Pustaka

2.1.1. Konsep Laba

  Konsep laba selalu menjadi pusat perhatian yang penting bagi para ahli ekonomi. Adam Smith adalah ahli ekonomi yang pertama kali mendefinisikan laba sebagai suatu peningkatan kekayaan. Laba adalah hal yang mendasar dan penting dari laporan keuangan dan memiliki banyak kegunaan di berbagai konteks.

  Pandangan tentang konsep laba (Ahmed Riahi-Belkaoui,2007 dalam Novita, 2009): a.

  Laba adalah dasar untuk perpajakan dan redistribusi kekayaan diantara individu-individu. Suatu versi laba yang dikenal sebagai laba kena pajak diperhitungkan menurut aturan-aturan yang ditentukan oleh peraturan fiskal pemerintah.

  b.

  Laba dipandang sebagai suatu panduan bagi kebijakan dividen dan retensi perusahaan. Laba yang diakui adalah indikator dari jumlah maksimum yang dapat didistribusikan sebagai dividen dan ditahan untuk ekspansi atau diinvestasikan kembali ke dalam perusahaan.

  c.

  Laba dipandang sebagai panduan umum investasi dan pengambilan keputusan. Secara umum dihipotesiskan bahwa para investor akan berusaha untuk memaksimalkan pengembalian dari modal yang diinvestasikan, yang d.

  Laba dianggap sebagai suatu sarana prediktif yang membantu dalam meramalkan laba dan peristiwa-peristiwa ekonomi di masa depan. Bahkan, pada kenyataannya, nilai-nilai laba masa lalu yang didasarkan pada biaya historis dan nilai saat ini ternyata dapat bermanfaat di dalam meramalkan nilai-nilai masa depan dari kedua versi laba.

  e.

  Laba dapat dilihat sebagai suatu alat ukur efisiensi. Laba adalah ukuran baik dari keahlian kepengurusan manajemen atas sumber daya entitas maupun efisiensinya dalam menyelenggarakan urusan-urusan perusahaan. Hal ini dinyatakan dengan baik di dalam Laporan Kelompok Studi tentang Tujuan-tujuan Pelaporan Keuangan dari FASB, yang memiliki pendapat bahwa “tujuan dari laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang bermanfaat dalam menilai kemampuan manajemen memanfaatkan sumber daya yang dimiliki perusahaan secara efektif guna mencapai sasaran utama perusahaan“ dan proses laba terdiri atas usaha-usaha dan pelaksanaan yang diarahkan untuk mencapai sasaran utama perusahaan berupa pengembalian, dalam beberapa waktu, jumlah maksimum kas kepada para pemiliknya. Sasaran utama manajemen diasumsikan adalah untuk memaksimalkan laba per saham.

2.1.2. Informasi Laba

  adalah informasi laba. Menurut Kirschenheiter dan Melumad (2002) (dalam Novita, 2009), informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, dan menaksir risiko investasi atau meminjamkan dana. Adanya perubahan informasi atas laba bersih suatu perusahaan melalui berbagai cara akan memberikan dampak yang cukup berpengaruh terhadap tindak lanjut para pengguna infromasi yang bersangkutan, tidak terkecuali penerapan perataan laba oleh suatu perusahaan.

  Menurut Beaver et al. (1968) (dalam Novita, 2009), informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan harus memiliki kebermanfaatan keputusan.

  Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peranan laporan keuangan. Oleh karena itu dalam penyusunan laporan keuangan seharusnya alternatif pengukuran akuntansi dievaluasi dalam kaitan kemampuannya untuk memprediksikan peristiwa yang menjadi kepentingan pembuat keputusan.

  Beatiie et al., (1994) menyatakan pentingnya informasi laba secara tegas telah disebutkan dalam Statement of Financial Concepts (SFAC) No. 1, bahwa selain untuk menilai kinerja manajemen, juga membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif, dan untuk menaksir risiko dalam investasi atau kredit.

  Perhatian investor sering terpusat pada informasi laba tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut.

  Kecenderungan untuk memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen, atau manipulasi laba (earning manipulation). (Novita, 2009).

2.1.3. Manajemen Laba

  Copeland (1968) mendefinisikan manajemen laba sebagai, “some ability to

  

increase or decrease reported net income at will ”. Ini berarti bahwa manajemen

  laba mencakup usaha manajemen untuk memaksimumkan atau meminimumkan laba, termasuk perataan laba sesuai dengan keinginan manajemen.

  Scoot (1997) (dalam Novita, 2009), mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that managers can choose accounting policies from a set

  (fro example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to

maximize their own utility and/or the market value of the firm ”. Dari defenisi

  tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.

  Selain itu Scoot (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, dengan melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost (Opportunitiec Earning Managements). Kedua, dengan memandang manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

  Menurut Scoot (2000) (dalam Novita, 2009), salah satu pola manajemen laba adalah income smoothing. “Smoothing of income is a way or removing

  

volatylity in earnings by levelling off the earnings peaks and raising the valleys ”.

  Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara: a.

  Taking a Bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan Chief

  Executive Officer (CEO) baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

  b.

  Income Minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

  c.

  Income Maximization Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas Income

  Maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih.

  d.

  Income Smoothing

  Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.1.4. Teori Keagenan

  Penjelasan konsep manajemen laba dalam hal ini tindakan perataan laba berhubunngan dengan pendekatan teori keagenan (agency theory). Menurut Anthony dan Govindarajan (2005), hubungan agensi ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain(agen) untuk melaksanakan suatu jasa danmendelegasikanwewenang untuk membuat keputusan kepada agen tersebut.

  Pada teori keagenan yang disebut prinsipal adalah pemegang saham danyang disebut agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan.Prinsipaldiasumsikan hanya tertarik pada pengembalian keuangan yang diperoleh dariinvestasi mereka pada perusahaan.Sedangkan agen diasumsikan akan menerimakepuasan tidak hanya dari kompensasi keuangan tetapi juga dari tambahan lainyang terlibat dalam hubungan keagenan (Anthony dan Govindarajan, 2005).Sesuai dengan asumsi tersebut, maka manajer akan mengambil kebijakan yangmenguntungkan dirinya sebelum memberikan manfaat kepada pemegang saham.

  Pada sebuah perusahaan terdapat tiga pihak utama (major participant) yangmemiliki kepentingan berbeda yaitu manajemen, pemegang saham (sebagaipemilik), dan buruh atau tenaga kerja. Prinsip pengambilan keputusan yangdiambil oleh manajer adalah bahwa manajer harus memilih tindakan- lain, pengambilan keputusan tidak didasarkan atas kepentingan manajemen (agent) namun harus mengacu pada kepentingan pemegang saham (principal).

  Namun kenyataan yang terjadi dibanyak perusahaan adalah manajer cenderung memilih tindakan-tindakan yang menguntungkan kepentingannya misalnya yang dapat memaksimalkan kekayaannya daripada menguntungkan pemegang saham.

  Dengan demikian jelas bahwa, teori ini berusaha memberikan suatu pemahaman akan perilaku organisasional dengan memaksimalkan keinginan mereka (Wolk and Tearney, 1996 dalam Septoaji, 2002). Usaha memaksimalisasi keinginan tersebut mendorong terjadinya konflik kepentingan diantara pemilik (prinsipal) dengan manajemen (agen), karena setiap pihak berusaha memaksimalkan kepentingannya dimana pemilik mengiginkan profitabilitas yang selalu meningkat sedangkan manajemen berusaha memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya melalui kompensasi yang diterimanya.

  Untuk mengatasi hal tersebut pihak pemilik (principal) melakukan pengendalian dengan membentuk fungsi monitoring dalam hal penyusunan laporan keuangan secara periodik untuk kepentingan pemilik (Stewardships accountability), dan adanya fungsi auditing yang bersifat independen dalam menyatakan pendapat atas laporan keuangan perusahaan. Akibatnya manajer akan senantiasa berusaha mencapai tingkat penghasilan yang diinginkan pemilik dengan menyajikan tingkat Selain itu, kebijakan dalam pemberian insentif ataupun reward dalam mengukur kinerja manajemen didasarkan pula pada informasi akuntansi yang disajikan manajemen. Konsekuensi dari hal tersebut di atas adalah munculnya perilaku yang tidak semestinya dikalangan manajer (disfunctional behaviour).

  Manajer cenderung melakukan perataan laba dengan memanipulasi data agar kinerjanya tampak bagus dan dengan demikian berhak untuk menerima reward (Zuhroh, 1996 dalam Septoaji, 2002).

  Dipandang dari sisi manajemen, Hepworth (1953) mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi untuk melakukan perataan laba pada dasarnya ingin mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis diantaranya: 1.

  Mengurangi total pajak terutang.

2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan dividen yang stabil pula.

  Di lain pihak menurut Dye (1988), pemilik mendukung perataan laba karena adanya motivasi internal dan eksternal. Motivasi internal menunjukkan maksud pemilik untuk meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manajer agar melakukan praktik manajemen laba. Motivasi eksternal ditunjukkan oleh usaha pemilik untuk mengubah persepsi investor potensial mengenai nilai perusahaan.

  Menurut Ronen dan Sadan (1975) perataan laba dapat dilakukan melalui tertentu melalui kebijakan yang dimilikinya (misal: biaya riset dan pengembangan) untuk mengurangi variasi laba yang dilaporkan. Kedua, manajemen dapat mengalokasikan pendapatan atau biaya tertentu untuk beberapa periode akuntansi.

  Sebagai contoh dalam penentuan metode depresiasi, dimana manajemen dapat memilih antara metode garis lurus dan metode penyusutan yang dipercepat. Ketiga, manajemen memiliki kebijakan sendiri dalam mengklasifikasikan pos laba rugi tertentu dalam kategori yang berbeda.

2.1.5. Perataan Laba

2.1.5.1.Pengertian Perataan Laba

  Perataan laba dapat dipandang sebagai upaya yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan. Perataan income/laba menurut Beidleman (1973) sebagai berikut: “meratakan earnings yang dilaporkan sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi di sekitar tingkat earnings tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan”. Dalam pengertian ini perataan mempresentasikan sebuah upaya yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earnings sepanjang diijinkan oleh prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat. Moses (1987) menyatakan bahwa praktik perataan laba didefinisikan sebagai upaya untuk mengurangi fluktuasi dalam laba yang Tucker dan Zarowin (2006) menyatakan income smoothing adalah salah satu jenis dari tindakan manajemen laba. Tujuannya adalah untuk mengurangi jumlah variasi periodik laba dari waktu ke waktu. Kebijakan ini diperbolehkan dalam kebijakan akuntansi dimana manajer dimungkinkan untuk menyesuaikan laporan laba untuk menghasilkan aliran laba yang stabil. Perataan laba memainkan peranan ganda dalam menentukan kualitas laba. (Cahan, et al., 2008).

  Sedangkan Koch (1981) menyebutkan perataan laba dapat didefinisikan sebagai cara yang digunakan oleh manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode akuntansi, maupun secara riil melalui transaksi. Tindakan perataan laba yang sengaja dilakukan oleh perusahaan dalam batasan Generally

  

Accepted Accounting Principles (GAAP), mengarah pada suatu tingkatan yang

diinginkan atas laba yang dilaporkan.

  Perataan laba adalah tindakan yang secara sengaja oleh manajemen untuk mengurangi variasi laba dengan menggunakan teknik akuntansi, dimana perataan laba telah menjadi topik yang menarik dalam literatur akuntansi dan keuangan dalam beberapa waktu. Praktik perataan laba adalah tindakan yang logis dan rasional. (Ashari et al., 1994).

2.1.5.2.Jenis Perataan Laba

  yaitunaturally smooth dan intentionally smooth.Intentionally smooth terbagi atasartificial smoothing dan real smoothing.Berikut ini adalah gambar yangdigunakan untuk memperjelas tipe perataan laba tersebut:

  Aliran perataan laba yang alami (naturally income smoothing) secara sederhana mempunyai implikasi bahwa sifat proses perolehan laba itu sendiri yang menghasilkan suatu aliran laba yang rata.Tipe perataan laba terjadi begitu saja secara alami tanpa intervensi pihak manapun.Berbeda dengan perataan laba yang secara alami, perataan laba yang disengaja (intentionally income smoothing) mengandung intervensi manajemen.Ada dua jenis perataan laba yang disengaja, Dari penjelasan tipe perataan laba tersebut, konsep perataan laba yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perataan laba yang disengaja, tanpa membedakan perataan laba riil atau perataan laba artifisial, karena peneliti hanya meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi perataan laba tanpa menguji lebih lanjut bagaimana manajemen melakukan perataan laba tersebut.

2.1.5.3.Tujuan Perataan Laba

  Seperti halnya definisi, tujuan dari perataan laba juga mendatangkan berbagai pendapat dari para peneliti terdahulu. Berbagai penilitian yang telah dilakukan membuktikan berbagai macam tujuan yang ingin di capai oleh manajemen dalam perataan laba yaitu:

  1. Mencapai keuntungan pajak.

  2. Untuk memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen.

  3. Mengurangi fluktuasi pada laporan laba dan mengurangi risiko, sehingga harga sekuritas yang tinggi menarik perhatian pasar.

  4. Untuk menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil.

  5. Untuk menjaga posisi/kedudukan mereka dalam perusahaan.

  Dye (1988) menyatakan bahwa perataan laba karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal, dengan tujuan:

  1. Menjelaskan kondisi yang diperlukan untuk melakukan manajemen laba.

  Mengidentifikasikan pengaruh atas permintaan internal dan eksternal atas manajemen laba pada kebijakan pengumuman laba perusahaan yang optimal.

  3. Menjelaskan manfaat dan kerugian bagi pemegang saham akibat dilakukannya manipulasi laba.

  Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) (dalam Novita, 2009) adalah sebagai berikut:

  1. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut memiliki resiko yang rendah.

  2. Memberikan informasi yang relevan dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa mendatang.

  3. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis.

  4. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen.

  5. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen.

2.1.5.4.Alasan Manajemen Perusahaan Melakukan Perataan Laba

  Beberapa penelitian yang telah dilakukan menjelaskan alasan-alasan yang mendorong manajer untuk melakukan tindakan perataan laba.Tindakan perataan laba merupakan tindakan yang logis dan rasional bagi manajer untuk meratakan laba dengan menggunakan cara atau metode akuntansi tertentu.

  Alasan seorang manajer melakukan praktik perataan laba (Sitinjak,2010) a.

  Aliran laba yang merata dapat meningkatkan keyakinan para investor karena laba yang stabil akan mendukung kebijaksanaan dividen yang stabil pula sebagaimana yang diinginkan para investor.

  b.

  Penyusunan pos pendapatan dan biaya secara bijaksana yang melalui periode beberapa metode tertentu, manajemen dapat mengurangi kewajiban perusahaan secara keseluruhan.

  c.

  Perataan laba dapat meningkatkan hubungan antara manajer dan pekerja karena kenaikan yang tajam dalam laba yang dilaporkan dapat menimbulkan permintaan upah yang lebih tinggi bagi para karyawan.

  d.

  Aliran laba yang merata dapat memiliki pengaruh psikologis pada ekonomi dalam hal kenaikan atau penurunan dapat dihindarkan serta rasa pesimis dan optimis dapat dikurangi.

2.1.5.5.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba

  Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap tindakan perataan laba telah diuji. Namun dalam penelitian ini menggunakan tiga faktor yaitu net profit

  margin , besaran perusahaan dan financial leverage.

1. Net Profit Margin dan perataan laba

  Rasio profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam efisiensi penggunaan aktiva dan hasil penjualan (Septoaji, 2002).

  Menurut Copeland (1968) rasio profitabiitas inidibagi menjadi

Gross Profit Margin ¸ Net Profit Margin, dan Return on Investment (ROI).

  Hal ini dapat dijelaskan bahwa profitabilitas merupakan ukuran penting yang sering digunakan oleh para manajer sebagai dasar pembagian dividen, dengan asumsi bahwa investor tidak menyukai resiko dan kepuasan investor meningkat dengan adanya laba perusahaan yang stabil (Gordon, 1974 dalam Septoaji, 2002). Jika ada variabilitas laba yang besar, manajer cenderung untuk melakukan income smoothing dengan harapan bahwa profitabilitas yang tinggi akan menaikkan standar bonus/laba di masa yang akan datang dan mengurangi kekhawatiran manajer dalam pencapaian target laba yang stabil dimasa yang akan datang.

  Salah satu faktor yang akan diukur yakni net profit margin. Net

  

profit margin adalah suatu pengukuran dari setiap satuan nilai penjualan

  yang tersisa setelah dikurangi oleh seluruh biaya, termasuk bunga dan pajak.Net profit margin ini mengukur tingkat keefisienan seluruh aktivitas yang terjadi pada perusahaan tersebut.Net profit margin dapat memberi gambaran tentang laba untuk para pemegang saham sebagai persentase dari penjualan (Septoaji, 2002).

  Net profit margin diduga mempengaruhi perataan laba, karena

  penghasilan (Novita, 2009). Penggunaan net profit margin juga didukung oleh hasil penelitian Beattie et.al (1994), Ronen dan Sadan (1975), yang meneliti penggunaan berbagai instrumen laporan keuangan untuk meratakan penghasilan.

2. Besaran Perusahaan dan perataan laba

  Ashari et al. (1994) menyebutkan bahwa perusahaan yang berukuran kecil akan lebih cenderung untuk melakukan praktik perataan laba dibandingkan dengan perusahaan besar, karena perusahaan besar cenderung mendapatkan perhatian yang lebih besar dari analis dan investor dibandingkan dengan perusahaan kecil. Sebaliknya, perusahaan besar yang memiliki aktiva yang besar yang kemudian dikategorikan sebagai perusahaan besar umumnya akan mendapatkan lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti analis, investor, maupun pemerintah.

  Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain.

  Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan (Jin dan 3.

  Financial Leverage dan perataan laba

  Financial leverage merupakan hal penting dalam penentuan

  struktur modalperusahaan. Oleh Riyanto (1995) dalam Dewi (2010) dinyatakan bahwa financial leverage merupakanpenggunaan dana yang disertai biaya tetap. Sedangkan menurut Weston (2009)menyebutkan

  

financial leverage atau disebut juga leverage factor adalah rasio nilaibuku

seluruh hutang terhadap total aktiva.

  Perusahaan yang menggunakan dana dengan beban tetap dikatakanmenghasilkan leverage yang menguntungkan (favorable

  

financial leverage) atau efekyang positif jika pendapatan yang diterima

  dari penggunaan dana tersebut lebih besardaripada beban tetap dari penggunaan dana itu. Financial leverage merugikan(unfavorable

  leverage) jika perusahaan tidak dapat memperoleh pendapatan

  daripenggunaan dana tersebut sebanyak beban tetap yang harus dibayar (Riyanto,1995 dalam Dewi, 2010).

  Weston dan Copeland (2009) mengemukakan bahwa penggunaan hutangakan menentukan tingkat financialleverage perusahaan. Karena denganmenggunakan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri maka beban tetapyang ditanggung perusahaan tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan laba menurun. Penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan,tetapi pada suatu titik tertentu yaitu pada struktur modal proporsi hutang dalam strukturmodalnya. Hal ini disebabkan karena manfaat yang diperoleh pada penggunaanhutang menjadi lebih kecil dibandingkan biaya yang timbul atas penggunaan hutantersebut.

  Berbagai macam rasio financial leverage yang digunakan diantaranya Debt Ratio, Time Interest EarnedRatio, dan Fixed-Payment

  

Coverage Ratio. Debt Ratio sering digunakan dalam kaitannya dengan

  pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pada laba yang diperoleh perusahaan. Seorang kreditur akan lebih cenderung memberikan kredit kepada perusahaan yang menghasilkan laba yang stabil, karena laba yang stabil akan memberikan suatu keyakinan bahwa perusahaan tersebut akan membayar hutangnya dengan lancar.

  Kreditur cenderung menghindari perusahaan yang menghasilkan laba yang berfluktuasi karena kreditur tidak mau uang yang dipinjamkannya memiliki resiko yang terlalu besar yakni tidak kembali atau tidak lancar, sehingga perusahaan cenderung melakukan income

  smoothing .

  Seorang kreditur akan memberikan kredit kepada perusahaan yang menghasilkan laba yang stabil karena laba yang stabil akan memberikan suatu keyakinan bahwa perusahaan tersebut akan membayar hutangnya dengan lancar. Dengan demikian debt ratio dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan, sehingga dapat dilihat

2.1.5.6.Model Eckel (1981)

  Menurut Ashariet al., (1994), model Eckel (1981) mempunyai beberapa kelebihan, yaitu:

  1. Obyektif dan didasarkan pada perhitungan statistik yang dapat memisahkan dengan jelas antara perusahaan yang income smoother dan .

  non income smoother 2.

  Tidak tergatung pada prediksi laba, pembuatan model-model yang diperlukan untuk menetapkan laba yang diharapkan, pengujian biaya atau pertimbangan subyektif lainnya. Biasanya pengharapan model-model sulit dilakukan dan menghasilkan kesimpulan yang mengandung kesalahan.

3. Indeks ini mengukur smoother dengan cara merata-rata pengaruh beberapa variabel perata dan diperlukan waktu lebih dari satu periode.

  Model Eckel (1981) dalam pengklasifikasian sampel perusahaan sebagai

income smoother atau non income smoother menggunakan coefficient variation.

  Metode Coefficient Variation yang dikembangkan oleh Eckel (1981) untuk mengukur variabilitas income dan sales. Coefficient Variation berguna untuk mengukur variabilitas sampel dan membandingkan varian antar kelompok

  (Albrecht dan Richardson, 1990) serta membandingkan set data yang mempunyai

2.1.5.7.Tinjauan Penelitian Terdahulu

  Penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan pengaruh net profit

  margin , besaran perusahaan, danfinancial leverageterhadap perataan laba (income smoothing ) disajikan pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

  No. Nama Peneliti Variabel Yang Digunakan Hasil Penelitian

  1. Ashari, dkk. Ukuran Perusahaan, Hasil penelitianmenunjukkan (1994) Profitabilitas, Sektor bahwa dengan

  Industri,Nasionalitas. menggunakan coefficient

  variation (CV) perusahaan

  yang melakukan perataan laba cenderung mempunyai profitabilitas rendah, perusahaan dengan risiko yang lebih besar, danbanyak terjadi di perusahaanSingapura.

  2. Marlina (2001) Size Perusahaan, Hanya variabel Debt to Profitabilitas, Debt To Equity Ratio saja yang

  Equity Ratio berpengaruh terhadap income smoothing , sedangkan faktor

  Profitabilitasdan

  Size perusahaan tidak

  berpengaruh terhadap income smoothing.

  3. Septoaji (2002) Net Profit Margin, Leverage Variabel Net Profit Margin

  Operasi, Besaran dan Leverage Operasi

  Perusahaan, Jenis berpengaruh secara Perusahaan signifikan terhadap perataan laba (income smoothing).

  Sedangkan untuk variabel lain, tidak ada pengaruh perusahaan terhadap perataan laba (income smoothing).

  4. Novita (2009) Ukuran Perusahaan, Return Hanya variabel Ukuran

  On Asset, Net Profit Margin Perusahaan yang

  berpengaruh terhadap praktik perataan laba, sedangkan variabel Return On Asset dan

  Net Profit Margin tidak berpengaruh.

  5. Dewi (2010) Jenis Usaha, Ukuran Variabel Jenis Usaha dan Perusahaan, Financial Ukuran Perusahaan tidak

  Leverage berpengaruh signifikan

  terhadap tindakan perataan laba. Financial Leverage berpengaruh signifikan terhadap tindakan perataan laba. Samosir (2010) Besaran Perusahaan, Net Variabel Besaran

  6. Profit Margin (NPM), Perusahaan, Net Profit (NPM), Operating

  

Operating Profit Margin Margin

  (OPM), Return On Asset Profit Margin (OPM), dan (ROA) Return On Asset (ROA) tidak berpengaruh terhadap terjadinya tindakan perataan laba.

  7. Hutagalung Ukuran Perusahaan, Secara parsial, variabel (2011) Financial Leverage, Net ukuran perusahaan

  , Operating berpengaruh secara positif

  Profit Margin Profit Margin terhadap perataan laba dan

  variabel operating profit

  margin berpengaruh secara

  negatif terhadap perataan laba, sedangkan variabel

  financial leverage dan net profit margin tidak

  berpengaruh terhadap perataan laba.

2.2.Kerangka Konseptual

  sebelumnya, maka penulis menyusun kerangka konseptual (theoretical framework) sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual

  Net Profit Margin (NPM)

  Perataan Laba Total Aktiva (TA)

  (Income

  Smoothing ) Financial Leverage (FL)

  Y

  Net profit margin mencerminkan tingkat kemampuan perusahaan dalam

  menghasilkan laba bersih yang diinginkan. Net profit margin dianggap mempengaruhi perataan laba karena merupakan alat pengukur kinerja manajemen yang penting sebagai dasar pembagian dividen kepada para pemegang saham. Semakin tinggi net profit margin yang dihasilkan perusahaan, maka akan meningkatkan pula nilai tambah perusahaan tersebut di mata para investor.

  Besaran perusahaan berfungsi untuk menginformasikan ukuran perusahaan, dimana pada penelitian ini besaran perusahaan dilihat dari total aktiva yang dimiliki perusahaan tersebut. Perusahaan yang berukuran besar akan lebih cenderung untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena perusahaan calon investor dibandingkan perusahaan besar. Sebaliknya perusahaan yang memiliki aktiva besar yang kemudian dikategorikan sebagai perusahaan besar umumnya akan mendapat lebih banyak perhatian dari berbagai pihak seperti, para analis, investor, maupun pemerintah. Oleh karena itu perusahaan besar diperkirakan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba.

  Financial Leverage menunjukkan proporsi penggunaan utang untuk

  membiayai investasinya. Semakin besar utang perusahaan maka semakin besar pula risiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan perataan laba.

2.3.Hipotesis

  Menurut Ety Rochaety (2007) (dalam Samosir, 2010), “hipotesis adalah pernyataan yang didefenisikan dengan baik mengenai karakteristik populasi”.

  Model hubungan variabel diatas digunakan pada penelitian ini dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang dikaitkan pada praktik perataan laba, maka hipotesis yang diajukan adalah:

  H1: Net Profit Margin berpengaruh terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (sektor manufaktur).

  H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap tindakan perataan laba pada H3: Financial Leverage berpengaruh terhadap tindakan perataan laba pada perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (sektor manufaktur).

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

1 48 119

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perataan Laba (Income Smoothing) pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia (Sektor Manufaktur)

0 32 90

Analisis Perataan Laba dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 25 85

Faktor-FaktorYang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 23 97

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 2 9

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Tindakan Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan Yang Listed Di Bursa Efek Jakarta

0 6 98

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Laba Pada Perusahaan Go Publik Di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perataan Laba - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 30

Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi TimelinessPelaporan Keuangan pada Perusahaan Go Public Sektor Industri Barang Konsumsi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

0 0 36