BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perataan Laba - Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan Laba Pada Perusahaan Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perataan Laba

  Seperti yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan laba merupakan informasi yang digunakan oleh manajemen dan pemegang saham untuk mengambil keputusan. Laba digunakan untuk menilai kinerja manajemen dan menilai prospek perusahaan itu dimasa yang akan datang. Informasi laba terdapat pada laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Karena pentingnya informasi laba bagi para pemilik saham, maka manajemen perusahaan dapat melakukan kecurangan untuk menampilkan laba yang bisa menarik minat para pemilik saham. Selain itu karena kompensasi manajemen dan reputasi perusahaan tergantung dari laba bersih yang dilaporkan, maka manajemen juga akan cenderung melakukan tindakan tang dapat membuat laporan keuangan menjadi lebih baik termasuk dengan melakukan perataan laba. Hal tersebut bisa dilakukan oleh manajemen karena manjemen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan informasi yang dimiliki oleh para pemegang saham.

  Hal tersebut didukung oleh teori agensi. Teori ini menyatakan bahwa adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh manajemen yang bertidak sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Manajemen lebih memiliki banyak informasi dibandingkan pemegang saham dan kelebihan informasi ini dapat digunakan oleh manajemen untuk memenuhi kepentingan diri masing-masing. Belkaoui dan Riahi (2001) menyatakan bahwa terdapat dua alasan yang menyebabkan terjadinya divergensi antara perilaku mementingkan dirir sendiri dan kerja sama yakni adverse selection dan modal hazard yang keduanya merupakan masalah berbasis informasi.

  Harmono (2011) mengatakan “adverse selection merupakan kondisi yang menunjukkan posisi principal tidak mendapatkan informasi secara cermat mengenai kinerja manajemen yang telah menetapkan pembayaran gaji bagi agen ( manajemen) atau progam kompensasi lain”. Sedangkan problem modal hazard sendiri menurut Lubis dan Putra (2014) merupakan “ masalah yang timbul pada saat manajer melakukan tindakan untuk kepentingan sendiri, karena tidak mungkin bagi pemegang saham untuk memonitor semua tindakan yang dilakukan manajer”.

  Perataan laba merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh manajemen karena kelebihan informasi yang dimiliki oleh manajemen. Menurut Belkaoui, Riahi (2001 : 104) “perataan laba dapat dipandang sebagi upaya yang secara sengaja dimaksudkan untuk menormalkan income dalam rangka mencapai kecenderungan atau tingkat yang diinginkan”. Beidelman dalam Belkaoi, Riahi (2001 : 104) mengatakan bahwa Meratakan earnings yang dilaporkan dapat didefenisi sebagai pengurangan secara sengaja fluktuasi disekitar earnings tertentu yang dianggap normal bagi sebuah perusahaan. dalam pengertian ini perataan merepresentasikan sebuah upaya yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mengurangi variasi tidak normal dalam earnings sepanjang diizinkan oleh prinsip akuntansi dan manajemen yang sehat.

  Defenisi lain tentang perataan laba yakni menurut Korch (1981) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) “ suatu cara yang dilakukan manajemen untuk mengurangi fluktuasi laba yang dilaporkan agar sesuai dengan target yang diinginkan baik secara artifisial melalui metode akuntansi, maupun secara riil melaui transaksi”. Praktik perataan laba adalah cara yang digunakan untuk mengurangi fluktuasi laba sehingga laba yang didapatkan tahun ini tidak terlalu jauh berbeda dengan laba yang didapatkan dengan tahun sebelumnya. Jadi menurut Yulianto (2007) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) bahwa “ praktik perataan laba meliputi usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual (laba yang direlisasikan) lebih besar dari laba normal, dan usaha untuk memperbesar laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba normal.”

  Watts dan Zimmerman (1986) dalam Suryandari (2012) menyatatakan ada tiga hipotesis yang melatar belakangi terjadinya income smoothing yakni :

  1. The bonus plan hypothesis Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajemen perusahaan akan lebih memilih metode akuntansi dapat menggeser laba dari masa depan ke massa kini sehingga dapat menaikkan laba masa kini.

  2. Debt covenant hypothesis Manajemen perusahaan yang melakukan pelannggaran perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba, hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.

  3. Political cost hypothesis Perusahaan yang lebih besar melakukan income smoothing dikarenakan aktivitasnya akan melibatkan hajat hidup orang banyak dan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan misalnya menaikkan pajak pendapatan perusahaan.

  Menurut Foster (1986) dalam Widaryanti unsur-unsur laporan keuangan yang seringkali dijadikan sasaran untuk melakukan peratataan laba adalah :

  Unsur Penjualan

   Pembuatan faktur penjualan, sebagai contoh penjualan yang sebenarnya untuk periodeyang akan datang pembuatan fakturnya dilakukan pada periode saat ini dan dilaporkan sebagai penjualan saat ini.  Pembuatan pesanan atau penjualan fiktif.  Penururnan produk (downgrading), sebagai contoh dengan cara mengklasifikasikan produk yang belum rusak ke dalam produk rusak dan selanjutnya dilaporkan terjual dengan harga dari harga sebenarnya

  Unsur biaya

   Memecah-mecah (splitding) faktur, misalnya faktur untuk sebuah pembelian atau pesanan dipecah menjadi beberapa pembelian atau pesanan selanjutnya dibuatkan beberapa faktur dengan tanggal yang berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi.

   Mencatat biaya dibayar dimuka (prepayment) sebagai biaya, misalnya melaporkan biaya advertensi dibayar dimuka untuk tahun depan sebagai biaya advertensi tahun ini.

  Menurut Athanasakou, Strong, dan Walker (2006) dalam Saputra (2009) tindakan perataan laba muncul dari perilaku yang rasional berdasarkan asumsi : 1) Manajer berusaha memaksimalkan utilitasnya. 2) Utilitas manajer bergantung pada nilai perusahaan dan kepuasan pemegang saham.

  3) Kepuasan pemegang saham dan harga saham akan meningkat dengan adanya peningkatan laba dan stabilitas laba.

  Salno dan Baridwan (2000) dalam Algerry (2013) mengungkapkan ada beberapa alasan manajer melakukan perataan laba yakni

  1. Mengurangi total pajak terutang.

  2. Meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang stabil.

  3. Meningkatkan hubungan antara manajer dan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah.

  4. Siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat diperlunak Juniarti dan Corolina (2005) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan manajemen melakukan perataan laba yakni :

  1. Mencapai keuntungan pajak.

  2. Memberikan kesan baik dari pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen.

  3. Mengurangi fluktuasi pada pelaporan laba dan mengurangi resiko sehingga harga sekuritasyang tinggi menarik pasar.

  4. Menghasilkan pertumbuhan profit yang stabil

  5. Menjaga posisi atau kedudukan manajemen dalam perusahaan.

  Perataan laba dapat diakibatkan oleh dua jenis, yakni :

  1. Natural Smoothing (Perataan Alami) Proses perataan laba secara inheren menghasilkan aliran laba yang rata.

  Peratan ini dapat diartikan bahwa sifat proses perataan laba itu sendiri menghasilkan suatu aliran laba yang rata. Hal ini dapat diamati dari perolehan pendapatan dari keperluan/pelayanan umum, dimana aliran laba yang ada akan rata dengan sendirinya tanpa ada campur tangan dari pihak lain.

  2. Intentional Smoothing (Perataan yang disengaja) Perataan laba ini berkaitan dengan situasi dimana rangkaian laba yang dilaporkan dipengaruhi oleh tindakan manajemen. Intentional smoothing dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu real smoothing (perataan riil) dan artificial smoothing (perataan artifisial). Dascher dan Malcolm dalam Belkaoui, riahi (2001) membedakan antara perataan riil dan perataan a rtifisial sebagai berikut : “Perataan riil menunjuk pada transaksi aktual yang dilakukan atau tidak dilakukan atas dasar pengaruh perataannya terhadap income, sedangkan perataan artifisial menunjuk pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan untuk memindahkan cost dan/atau revenue dari satu periode ke periode yang lain”. Dengan kata lain, perataan artifisial dicapai dengan menggunkan kebebasan memilih prosedur akuntansi yang memperbolehkan perubahan cost dan revenue dari suatu periode akuntansi.

  Selain perataan riil dan perataan artifisal, masih ada 3 jenis perataan laba lainnya yaitu :

  1. Perataan melalui terjadinya peristiwa atau pengakuan.

  2. Perataan melalui alokasi antar waktu.

  3. Perataan melalui klasifikasi.

  Menurut Belkaoui dan Riahi (2001) alam melakukan tindak perataan laba, manajer menemui beberapa hambatan yakni :

  1. Mekanisme pasar kompetitif, yang mengurangi opsi yang tersedia bagi manajemen.

  2. Skema kompensasi manajemen, yang terkait secara langsung dengan kinerja perusahaan.

  3. Ancaman penggantian manajemen.

2.2 Ukuran Perusahaan

  Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya suatu perusahaan. Secara umum ukuran perusahaan ada tiga kategori yakni perusahaan besar (large firm) , perusahaan sedang(medium firm) , dan perusahaan kecil (smalll firm). Ada berbagai cara untuk menentukan ukuran perusaan antara lain : total aktiva, nilai perusahaan, log size, dan lain sebagainya. Nilai aktiva selalu dipakai untuk mengukur perusahaan. Menurut Wijaya (2009) “ total akita biasanya dipakai untuk mengukur perusahaan karena perusahaan yang besar selalu diidentikkan dengan total aktiva yang besar juga”. Begitu juga dengan Rizal (2001: 41) dalam Hasanah (2013: 8) yang mengatakan bahwa “ukuran perusahaan adalah total akita yang dimiliki oleh perusahaan meliputi aktiva tetap, aktiva tak berwujud, dan aktiva lain-lain yang dimiliki perusahaan sampai dengan tahun pelaporan keuangan”. Perusahaan dengan nilai aktiva yang lebih besar akan lebih menarik perhatian investor, analisis, dan pihak lainnya.

  Besar kecilnya perusahaan dapat mempengaruhi kemampuan manajemen dalam melakukan operasi perusahaan. Kemampuan dalam mengoperasikan perusahaan tentu mempengaruhi pendapatan perusahaan tersebut. Menurut Madura (2001: 86) dalam Arfan, Wahyuni (2010) Hipotesis mengenai ukuran perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan besar secara lebih positif lebih sensitif terhadap peraturan pajak, peraturan menstransfer kekayaan oleh pemerintah, subsidivitas politis perusahaan bervariasi dengan ukurannya, sehingga perusahaan besar cenderung untuk mengadopsi prosedur akuntansi yang dapat menangguhkan laba yang dilaporkan.

2.3 Winner / Losset Stock

  Saham merupakan tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan. Menurut Anoraga (2011;58) dalam Algery (2013) “saham dapat didefenisiskan sebagai surat berharga sebagai bukti bahwa penyertaan atau pemilikan maupun institusi dalam suatu perusahaan. Bagi perusahaan yang menerbitkannya saham merupakan salah satu instrumen perusahaan untuk mencari tambahan modal untuk menunjang operasi perusahaan.

  Ketika investor ingin membeli saham suatu perusahaan maka terdapat dua keuntungan yang akan diperolehnya yaitu dividend dan capital gain. Bagi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut maka ia akan menanggung capital cost dari saham tersebut. Capital cost dari saham ialah dividen. Ketika perusahaan mampu membayar dividen dan dividen yang dibayarnya meningkat setiap tahun maka harga sahamnya akan terus meningkat.

  Harga saham suatu perusahaa merupakan suatu cerminan bagi investor mengenai nilai perusahaan tersebut. Semakin tinggi harga sahamnya maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut dimata investor. Dengan tingginya harga sahamnya maka investor akan berasumsi bahwa manajemen perusahaan tersebut dapat mengelola dengan baik perusahaannnya dan dapat menghasilkan laba yang tinggi sehingga dapat memberikan return yang tinggi pula kepada para investornya. Hal ini didukung oleh pernyataan Wira (2011) dalam Algery (2013) yang mengatakan bahwa “: Harga saham yang cukup tinggi akan memberikan return bagi para investor berupa capital gain yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap citra perusahaan.”

  Oleh karena itu manajemen perusahaan akan berusaha agar harga sahamnya di pasaran tidak turun melainkan terus meningkat. Perubahan harga saham tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu winner stock dan

  losser stock . Menuru

  t Hendrawati (2001) dalam Arfan, Wahtuni (2010) “saham

  

winner adalah saham yang mengalami kenaikan harga dengan persentase yang

  paling besar dalam satu hari perdagangan, sedangkan saham losser adalah saham yang mengalami penururnan harga dengan persentase yang paling besar dalam satu hari perdagangan”. Begitu juga dengan Sunarto (2006) dalam Arfan, dan Wahyuni (2010) mengatakan bahwa “ winner stock adalah saham yang memiliki

  

return lebih besar daripada return rata-rata pasar atau disebut juga saham yang

  memiliki return positif, sedangkan losser stock adalah saham yang memiliki

  

return sama dengan atau lebih kecil dari return rata-rata pasar atau disebut juga

dengan saham yang memiliki return negatif”.

2.4 Nilai Perusahaan

  Tujuan dari perusahaan ialah untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat diukur dengan nilai harga saham yang beredar di pasar, yang merupakan penilaian publik kepada manajemen perusahaan secara riil. Dikatakan secara riil menurut Harmono ( 2011) karena “terbentuknya harga dipasar merupakan bertemunya titik-titik kestabilan kekuatan permintaan dan titik-titik kestabilan kekuatan penawaran harga yang secara riil terjadi transaksi surat berharga dipasar modal antara para penjual (emiten) dan para investor, atau sering disebut ekuilibrium pasar”. Menurut Retno dan Priantinah (2012) “ Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat”. Maka semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula kemakmuran para pemegang saham. Menurut Fakhruddin dan Hardianto (2001 : 316) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) “harga saham yang dimaksud disini adalah harga yang terjadi pada saat saham diperdagangkan dipasar atau tepatnya disebut harga penutupan”.

  Price to Book Value (PBV) dapat digunakan untuk menilai perusahaan.

  PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya terhadap prospek perusahaan. Menurut Soliha dan Taswan (2002) dalam Kurnia dan Ayuningtias

  (2013) “hal ini juga yang menjadi keinginan perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang juga tinggi”. PBV merupakan perbandingan antara harga saham dengan nilai buku per saham.Nilai buku per saham merupakan perbandingan antara modal dengan jumlah saham yang beredar

  Rasio PBV sangat membantu untuk menentukan saham-saham yang mengalami undervalued, saham yang overvalued, dan wajar. Saham dikategorikan undervalued jika harga saham dibawah nilai buku saham, dan saham dikategorikan overvalued jika harga saham diatas nilai buku saham.

  Dengan menentukan hal tersebut maka investor dapat strategi yang tepat untuk mendapatkan dividen dan capital gain yang tinggi. Dengan demikian menurut Brigham dan Gapenski (2006) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) “untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham perusahaan harus dapat meningkatkan harga saham, karena harga saham yang tinggi atau naik dapat meningkatkan PBV.”

2.5 Debt to Equtiy Ratio (DER) Perusahaan memerlukan dana untuk menjalankan operasi perusahaannya.

  Terdapat dua sumber pendanaan eksternal perusahaan yakni investor ekuitas biasanya disebut juga pemegang saham dan kreditor. Jika perusahaan memakai sumber daya dari pemegang saham maka perusahaan harus membayar dividen, dan jika perusahaan memakai sumber dana dari kreditor maka pada saat jatuh tempo perusahaan harus membayar pokok pinjaman disertai dengan bunga. Dana yang berasal dari kreditor disebut juga utang. Menurut Lubis dan Putra (2014) “debt merupakan kewajiban (liabilities) yang secara normal berhubungan dengan beban kas (fixed cash burden) disebut dengan debt service, yang akan menyebabkan perusahaan gagal membayar (default) terhadap kontrak tersebut bila perusahaan tidak membayar”. Begitu juga dengan Sadalia (2010) yang berpendapat bahwa “ posisi utang suatu badan usaha menunjukkan jumlah uang orang lain yang digunakan dalam upaya memperoleh laba”.

  Terdapat dua jenis utang yakni utang jangka pendek dan utang jangka panjang. Utang jangka pendek ialah utang yang memiliki jangka waktu jatuh tempo tidak lebih dari satu tahun. Contohnya utang usaha, utang gaji, dan lain sebagainya. Sedangkan utang jangka panjang ialah utang yang memiliki jangka waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun misalnya utang hipotik dan utang obligasi.

  Ketika kreditor hendak menginvestasikan uangnya keperusahaan, maka ia akan menganalisis bagaimana kemampuan perusahaan dalam melunasi utang- utangnya. Menurut Sadalia (2010) hal ini disebabkan karena “semakin banyak utang badan usaha, maka semakin besar kemungkinan badan usaha tidak mampu memenuhi hak kreditor. Salah satu analisis laporan keuangan yang dapat dipakai ialah analitis solvabilitas. Solvabilitas yakni rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang-utangnya baik utang jangka panjang maupun utang jangka pendek. Rasio Solvabilitas yang akan dipakai pada penelitian ini ialah rasio utang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) atau sering juga disebut rasio DER.

  Menurut Sadalia (2010) rasio debt to equity ratio adalah “perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Menurut Masodah (2007) dalam Arfan dan Wahyuni ( 2 010) “Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio yang sangat penting karena berkaitan dengan masalah kesepakatan modal (trading on equity), yang dapat memberikan pengaruh posititf maupun negatif terhadap rentabilitas modal sendiri”.Rasio DER ini dapat dihitung dengan membandingkan antara total utang perusahaaan dengan total ekuitasnya.

2.6 Leverage Finansial

  Harmono (2011) mengatakan bahwa” leverage finansial dapat diartikan sejauh mana strategi pendanaan melalui utang untuk digunakan investasi dalam meningkatkan produksi, dan menghasilkan kemampuan laba yang mampu menutupi biaya bunga dan pajak pendapatan. Leverage Finansial umumnya disebut juga dengan rasio utang (debt ratio). Menururt Sadalia (2010) rasio ini digunakan untuk “mengukur jumlah aktiva perusahaan yang dibiayai oleh hutang atau modal yang biasa berasal dari kreditur. Sedangkan menurut Weston dan Copeland (1996) dalam Zulaikha dan Dewi menyebutkan bahwa “leverage

  

financial atau disebut juga leverage factor adalah rasio nilai buku seluruh hutang

terhadap total aktiva”.

  Menurut Khasmir (2008) keuntungan yang akan didapat dengan mengetahui rasio leverage ini adalah :

  1. Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lain;

  2. Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap;

  3. Mengetahui keseimbangan antara nilai aktiva khususnya aktiva tetap dengan moal

  4. Guna mengambil keputusan penggunaan sumber dana ke depan.

  Secara umum semakin besar utang yang digunakan oleh perusahaan dalam hubungan dengan total aktiva maka semakin pula tuas keuangannya

  (finansial leverage). Menurut Sadalia (2010) Tuas keuangan adalah “besarnya risiko dan hasil yang diharapkan melalui penggunaan pembiayaan dengan beban tetap seperti utang dan saham preferen. Semakin banyak utang, dengan beban tetap, atau tuas keuangannya, yang digunakan badan usaha maka semakin besar risiko dan hasil yang diharapkannya”. Debt Ratio dapat dihitung dengan membandingkan total kewajiban/utang dengan total aktiva perusahaan tersebut.

  Menurut Lubis dan Putra (2014) ada tiga hal penting yang terkait dengan leverage financial yakni

  1. Dengan meningkatkan penggunaan hutang berarti pemegang saham perusahaan tetap akan dapat mengontrol perusahaan dengan tidak meningkatkan investasi mereka pada perusahaan.

  2. Kreditor akan melihat kepada ekuitas perusahaan, atau pemilik yang menyediakan dana dan melihat margin of safety, maka bila proporsi modal lebih tinggi dikeluarkan oleh para pemegang saham akibatnya akan semakin kecil resiko dari kreditor.

  3. Bila perusahaan memperoleh pendapatan yang lebih besar dari bunga yang harus dibayarnya dari investasi yang dilakukannya dengan meminjam maka hal tersebut dianggap sebagai return (keuntunga) pemilik modal.

2.7 Penelitian Terdahulu

  Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang praktek perataan laba, antara lain :

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

  

Nama Judul Penelitian Variabel Cara yang Hasil

Peneliti penelitian Digunakan Penelitian

  Fatemeh The Investigation Variabel Penelitian Variabel Mohebi, of The Effect of Dependen : menggunaka firm size, Mohammad Firm-Specific Income n analisis debt ratio, Mahmoodi, Accounting Smoothing regresi dan dan Naser Ail Variables on regresi profitability Yadollahzade Income Smoothing Variabel logistik. berpengaruh h Tabari of Companies : Independen : Data yang negatif

  Evidence from Tehran Stock Exchange firm size, debt ratio, profitability, ownership structure digunakan adalah laporan data laporan keuangan perusahaan yang listing di Tehra Stock Exchange sebelum tahun 2010. terhadap income smoothing, sedangkan ownership structure berpengaruh positif terhadap income smoothing.

  Olivya Pramono

  Analisis Pengaruh ROA, NPM, DER, dan Ukuran PerusahaanTerhada p Praktek Perataan Laba (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011

  Variabel Dependen : Income Smoothing Variabel Independen : ROA, NPM, DER, Size Firm

  Penelitian menggunaka n analisis regresi dan regresi logistik. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan badan usaha periode 2007-2011 yang diperoleh dari website PT BEI (Bursa Efek Indonesia). Data akan dianalisis dengan menggunaka n Microsoft

  Excel 2007

  dan SPSS 20.0 for Windows .

  ROA, NPM, DER, dan ukuran perusahaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap praktik

  income smoothing .

  Muhammad Pengaruh Firm Variabel Penelitian ini Variabel

  ROA, risiko keuangan, nilai perusahaan, kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham publik tidak memiliki

  Data yang digunakan ialah dta sekunder berupa laporan keuangan tahunan perusahaan yang telah diauit (annual

  Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis data kuantitatif dengan menggunaka

  Variabel dependen : perataan laba Variabel independen : profitabilitas , risiko keuangan, nilai perusahaan,

  Analisis Faktor

  Sindi retno Noviana dan Etna Nur Afri Yuyetta

  (ICMD), dan Pusat Referensi Pasar Modal (PRPM). firm size, dan winner/loser stock secara parsial berpengaruh positif terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, sedangkan variabel debt to equity ratio secara parsial tidak beprpengaru h positif atau berpengaruh negatif terhadap perataan laba.

  Indonesian Capital Market Directory

  perusahaan manufaktur tahun 2004

  report )

  Regression Logistic Binary .

  Arfan, dan Desry Wahyuni

  Debt To Equity Ratio menggunaka n analisis regresi logistik dan

  Winner/Lose r Stock , dan

  ,

  

Firm Size

  Perataan Laba Variabel Independen :

  Terhadap Perataan Laba (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia) dependen :

  Stock , dan Debt To Equity Ratio

  , Winner/Loser

  Size

  • – 2007 yang diperoleh dari
  • – Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba (Studi Empiris Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2006
  • – 2010)
  • – 2010 dan sampel dipilih dengn menggunakn

  kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham publik, dan

  Estate And Building Construction Yang

  dan net

  financial leverage ,

  berpengaruh terhadap perataan laba, sedangkan

  operating profit margin

  Secara parsial Ukuran perusahaan, dan

  property,

  Penelitian ini menggunaka n analisis regresi berganda untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Populasi penelitian nya ialah perusahaan

  

financial

leverage , net

profit

margin, dan operating

profit

margin

  Terdaftar Di BEI Variabel dependen : Perataan laba Variabel independen : ukuran perusahaan,

  Perusahaan Property, Real

  

deviden

payout ratio .

  Smoothing ) Pada

  Perataan Laba (Income

  Financial Leverage , Net Profit Margin , Dan Operating Profit Margin Terhadap

  Pengaruh Ukuran Perusahaan,

  Sandres Daniel H

  memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.

  deviden payout ratio

  pengaruh signifikan terhadap perataan laba, sedangkan

  purposive sampling method .

  n program SPSS sebagai alat untuk menguji data tersebut. Populasi penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode penelitian yaitu dari tahun 2006

  profit margin tidak

  real estate and buiding construction

  di Bursa Efek Indonesia dan pemilihan sampel menggunaka n purposive

  random sampling.

  bepengaruh terhadap perataan laba. Dan secara simultan variabel ukuran perusahaan,

  financial leverage, net profit margin , dan operating profit margin

  Widaryanti Analisis Perataan laba Dan Faktor- Faktor Yang mempengaruhi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia

  Variabel dependen : Perataan laba Variabel independen : ukuran perusahaan, pofitabilitas, finansial leverage, margin laba bersih, varian nilai saham perusahaan

  Penelitian ini menggunaka n analisis regresi dan regresi logistik. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang listing (dari tahun 2002 -2006) di BEI. Pengambilan sampel dengan menggunaka n tehnik

  purposive sampling .

  Variabel ukuran perusahaan, profitibiltas, finansial leverage, net profit margin, dan varian nilai saham tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tindakan perataan laba pada tingkat signifikansi 0.05.

  Marsidatul Hasanah

  Pengaruh Ukuran Perusahaan, Leverage Financial Dan Kebijakan Dividen Terhadap

  Variabel dependen : perataan laba Variabel

  Penelitian ini menggunaka n analisis regresi dan regresi

  Ukuran perusahan berpengaruh terhadap praktik Praktik Perataan Laba (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia) independen : ukuran perusahaan,

  

leverage

financial ,

  dan kebijakan dividen logistik.

  Populasi yang akan diamati adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2008 – 2010. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunaka n teknik

  purposive sampling .

  perataan laba, sedangkan

  leverage financial ,

  dan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.

  Juniarti dan Corolina

  Analisa Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perataan Laba (Income Smoothing) Pada Perusahaan

  Penelitian ini menggunaka n analisis regresi Populasi diambil dari semua perusahaan go-public yang tercatat di Bursa Efek Surabaya dalam rentang waktu enam tahun, yaitu dari tahun 1994 sampai dengan 2001 tanpa melibatkan tahun 1997 dan 1998

  Faktor ukuran perusahaan, profitabilitas , dan sektor industri tidak berpengaruh terhadap terjadinya tindak perataan laba.

  • – Perusahaan Go Public Variabel dependen : perataan laba Variabel independen : ukuran perusahaan, dan profitabilitas

2.10 Kerangka Konseptual

   Berdasarkan telaah pustaka dari beberapa penelitian terdahulu,

  penelitian ini menggunakan variabel ukuran perusahaan, winner/loser stock, nilai perusahaan, debt to equity rasio, dan leverage finansial sebagai variabel independen dan perataan laba sebagai variabel dependen. Kerangka koseptual dalam penelitian ini aadalah sebagai berikut :

  H1 H2 H3 H4 H5 H6

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Ukuran Perusahaan (X1)

  Winner/Loser Stock

  (X2) Nilai Perusahaan

  (X3)

  Debt to Equity Ratio

  (X4)

  Leverage Finansial

  (X5) Perataan Laba

  (Y)

2.9 Hipotesis Penelitian

2.9.1 Ukuran Perusahaan Terhadap Perataan Laba

  Ukuran perusahaan merupakan skala yang digunakan untuk mengukur besar kecilnya perusahaan. Secara umum ada tiga kategori ukuran perusahaan yakni perusahaan besar (large firm), perusahaan sedang (medium firm), dan perusahaan kecil (small firm). Salah satu cara untuk mengukur suatu perusahaan ialah dengan melihat total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Hal ini didukung dengan penyataan yang diberikan oleh Wijaya (2009) yang mengatakan bahwa“ total akita biasanya dipakai untuk mengukur perusahaan karena perusahaan yang besar selalu diidentikkan dengan total aktiva yang besar juga”. Perusahaan dengan jumlah aktiva yang lebih besar akan dikategorikan sebagai perusahaan besar. Perusahaan ini umumnya akan mendapatkan perhatian lebih dari berbagai pihak seperti analisis, investor, maupun pemerintah. Oleh karena itu perusahaan ini akan berusaha semaksimal mungkin menghindari fluktuasi laba yang terlalu drastis. Moses (1987) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) menemukan bukti bahwa “perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan perusahaan yang lebih kecil, karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum.” Pernyataan ini didukung oleh Watts dan Zimmerman (1986) dalam Suryandari (2013) yang menyatakan bahwa ada tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya income smooting salah satunya ialah political cost

  hypothesis.

  Ia mengatakan bahwa “perusahaan yang lebih besar melakukan

  

income smoothing dikarenakan aktivitasnya yang melibatkan hajat hidup orang

  banyak dan dengan laba yang tinggi pemerintahn akan segera mengambil tindakan misalnya menaikkan pajak pendapatan perusahaan”.

  Hal diatas sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Marsidatul Hasanah(2008) dan Muhammad Arfan dan Desry Wahyuni (2010) yang mengatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap praktik peratan laba.

  H1 : Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.

2.9.2 Winner/Losser Stock Terhadap Perataan Laba

  Winner/Losser Stock menggambarkan perubahan harga saham suatu

  perusahaan dalam satu periode perusahaan. Dikatakan winner stock jika harga saham pada periode sekarang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, sedangkan dikatakan losser stock jika harga saham pada periode sekarang lebih rendah dari harga saham periode sebelumnya. Investor lebih menyukai perusahaan yang mempunyai posisi winner stock karena akan memberikan keuntungan yang lebih besar kepada investor. Capital gain yang bisa didapatkan oleh investor akan lebih tinggi lagi karena jika harga saham terus meningkat maka harga jualnya juga akan meningkat. Dengan begitu capital gain yang akan didapatkan oleh investor lebih tinggi lagi. Harga saham yang tinggi juga akan menarik minat investor karena investor menilai manajemen perusahaan dapat mengelola usahanya dengan baik.

  Oleh sebab itu manajemen perusahaan winner stock akan berusaha mempertahankan posisi perusahaannya pada posisi winner stock dan manajemen perusahaan losser stock akan berusaha untuk meningkatkan posisi perusahaannya ke posisi winner stock. Salah satu cara yang akan dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk mempertahankan posisinya pada winner stock ialah dengan melakukan tindak perataan laba. Jika perusahaan tersebut terus mengalami peningkatan laba, maka investor akan semakin tertarik kepada perusahaan tersebut karena perusahaan tersebut dianggap dapat terus memberikan keuntungan kepada investor. Dengan begitu harga saham perusahaan tersebut dipasaran juga akan terus mengalami kenaikan dan perusahaan tersebut akan tetap pada posisi winner

  

stock . Pernyataan ini didukung oleh Salno dan Baridwan (2000) dalam Arfan

  dan Wahyuni (2010) yang mensinyalir bahwa “ adanya kemungkinan manajemen perusahaan winner stock melakukan perataan laba untuk mencapai atau mempertahankan posisinya di kelompok winnor stock.” Selanjutnya Salno dan Baridwan (2000) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) mengemukakan bahwa “hal ini dilatarbelakangi oleh kepentingan manajemen perusahaan winner stock untuk mencapai dan mempertahankan shareholder’s value melalui posisinya di kelompok winner stock dengan tetap menjaga variabilitas laba perusahaan dari waktu ke waktu.” H2 : Winner/losser stock mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.

2.9.3 Nilai Perusahaan Terhadap Perataan Laba

  Salah satu tujuan dari perusahaan ialah meningkatkan kesejahteraaan pemiliknya. Investor akan berminat untuk membeli saham suatu perusahaan bila ia yakin bahwa perusahaan tersebut akan menjamin kesejahteraannya. Dengan semakin tingginya nilai perusahaan maka akan ssemakin tinggi pula kemakmuran para pemegang sahamnnya. Menurut Retno dan Priantinah (2012) “ Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat

  Harga saham merupakan cerminan dari nilai suatu perusahaan. harga sebuah saham sangat dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran saham tersebut.

  Juka permintaan akan saham terus meningkat maka harga saham perusahaan tersebut juga akan mengalami peningkatan demikian sebaliknya. Hal ini juga dapat berarti bahwa jika semakin banyak investor yang ingin membeli atau menyimpan suatu saham, maka harga saham tersbut akan semakin tinggi. Harga saham suatu perusahaan dipasaran akan menentukan nilai perusahaan tersebut di mata investor. Jika harga sahamnya semakin tinggi maka akan semakin baik pula nilai perusahaan tersebut. Harga saham yang tinggi dapat menggambarkan bahwa manajemen perusahaan dapat mengelola perusahaannya dengan baik sehingga dapat menghasilkan laba. Hal ini sesuai dengan pernyataan Algery (2013) bahwa “ Semakin baik perusahaannya mengelola usahanya dalam memperoleh keuntungan, semakin tinggi juga nilai perusahaan tersebut di mata para investor.”

  Pada prinsinya, tujuan investor membeli saham ialah untuk mendapatkan dividen serta dapat menjual saham tersebut pada harga yang lebih tinggi. Laba merupakan salah satu indikator untuk menarik minat invertor untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Para emiten yang menghasilkan laba yang semakin tinggi akan meningkatkan tingkat kembalian yang diperoleh para investor yang tercermin melalui harga sahamnya. Oleh karena itu manajemen dapat melakukan manipulasi terhadap laba untuk dapat menarik minat investor karena manajemen mempunyai informasi yang lebih banyak dibandingkan para pemegang saham.

  Salah satu praktik manipulasi laba yang dapat dilakukan oleh manajemen yakni dengan melakukan praktik perataan laba. Menurut Yulianto (2007) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) bahwa “ praktik perataan laba meliputi usaha untuk memperkecil jumlah laba yang dilaporkan jika laba aktual (laba yang direlisasikan) lebih besar dari laba normal, dan usaha untuk memperbesar laba yang dilaporkan jika laba aktual lebih kecil dari laba normal.” Dengan begitu setiap tahun perusahaan tidak akan mengalami penurunan laba melainkan peningkatan laba sehingga harga saham perusahaan tidak akan jatuh melainkan terus meningkat dan hal itu juga dapat meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Pernyataan ini didukung oleh Suranta dan Mediasturi (2004) dalam Noviana dan Yuyetta (2011) yang mengatakan bahawa “perusahaan yang memiliki nilai pasar yang tinggi cenderung akan melakukan perataan laba. Hal ini dikarenakan perusahaan akan cenderung menjaga konsistensi labanya agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi sehingga dapat lebih menarik arus sumber daya ke dalam perusahaannnya”. Menurut Soliha dan Taswan (2002) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) “hal ini juga yang menjadi keinginan perusahaan, sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham yang juga tinggi”.

  Price to Book Value (PBV) dapat digunakan untuk menilai perusahaan. Sudana (2011) menyebutkan bahwa “perusahaan yang dikelola dengan baik dan beroperasi secara efisien dapat memiliki nilai pasar yang lebih tinggi dibandingkan daripada nilai bukunya”. PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya terhadap prospek perusahaan. Rasio PBV sangat membantu untuk menentukan saham-saham yang mengalami undervalued, saham yang

  

overvalued , dan wajar. Rasio ini akan membandingkan nilai pasar harga saham

  dengan nilai bukunya. Nilai buku per saham merupakan antara modal dengan jumlah saham yang beredar. Oleh karena itu Brigham dan Gapenski (2006) dalam Kurnia dan Ayuningtias (2013) berpendapat bahwa “untuk meningkatkan kesejahteraan pemilik saham perusahaan harus dapat meningkatkan harga saham, karena harga saham yang tinggi atau naik dapat meningkatkan PBV.” H3 : Nilai perusahaan mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.

2.9.4 Debt to Equity Ratio Terhadap Perataan Laba

  Ketika kreditor hendak menginvestasikan uangnya keperusahaan, maka ia akan menganalisis bagaimana kemampuan perusahaan dalam melunasi utang- utangnya. Menurut Sadalia (2010) hal ini disebabkan karena “semakin banyak utang badan usaha, maka semakin besar kemungkinan badan usaha tidak mampu memenuhi hak kreditor. Salah satu alat analisis yang dapat dipakai oleh para investor ialah dengan menghitung debt to equity ratio (DER). Menurut Sadalia (2010) rasio debt to equity ratio adalah “perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya”.

  Masodah (2007) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) menjelaskan bahwa debt to equity ratio berpengaruh terhadap perataan laba karena “ debt to equity ratio yang tinggi mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan karena minimnya modal yang digunakan untuk perlindungan utang, sehingga perusahaan tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.” Ketika perusahaan mempunyai tingkat hutang yang tinggi maka semakin tinggi pula resiko yang akan dihadapi investor sehingga investor akam meminta tingkat keuntungan yang tinggi pula. Hal ini dapat memicu perusahaan untuk melakukan tindak perataan laba karena tingkat utang perusahaan yang tinggi akan menpunyai risiko yang tinggi pula, maka laba perusahaan akan berfuktuasi sehingga perusahaan akan cenderung melakukan tindakan perataan laba. Hal ini didukung oleh pernyataan Belkaoui (2001 ;110) dalam Arfan dan Wahyuni (2010) mengatakan bahwa “ semakin tinggi rasio utang ekuitas suatu perusahaan maka semakin dekat perusahan terhadap kendala- kendala dalam perjanjian utang dan semakin besar probabilitas pelanggaran perjanjian sehingga memungkinkan manajer untuk melakukan metode-metode akuntansi untuk meningkatkan income.” Hal ini didukung pula oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Alfiana (2006) yang mengatakan bahwa “perusahaan yang mempunyai kontrak hutang akan lebih memilih prosedur akuntansi yang dapat meningkatkan earning dan aktiva untuk mengatasi masalah pelunasan hutang pe rusahaaan”. H4 : Debt to equity ratio (DER) mempunyai pengaruh terhadap perataan laba.

2.9.5 Leverage Finansial Terhadap Perataan Laba

  Leverage merupakan gambaran kemampuan perusahaan dalam menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap untuk meningkatkan tingkat penghasilan bagi pemilik dan pemegang saham. Leverage dapat diukur dengan debt rasio yakni dengan melihat besarnya aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang. Rasio ini akan menjukkan berapa bagian aktiva yang dapat digunakan untuk menjamin utang. Menurut Helfert (2000) dalam Wijaya (2009) “penggunaan utang dengan baik dapat meningkatkan laba untuk pemilik perusahaan karena dana yang dipinjam pada tingkat bunga tetap dapat digunakan untuk investasi yang menghasilkan return yang lebih tinggi daripada bunga yang dibayarkan pada dana tersebut”. Ketika finansial leverage suatu perusahaan tinggi maka investor atau kreditor akan enggan untuk berinvestasi sehingga mempengaruhi kinerja perusahaan dan hal itu dapat menghambat usaha perusahaan untuk mempertahankan reputasinya. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha menurunkan financial leverage yang memiliki kecenderungan untuk meratakan laba. Menurut Yulia (2013) “perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang tinggi diduga melakukan perataan laba karena perusahaan terancam tidak dapat mengembalikan hutang (default) sehingga manajemen membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan.” Pendapat ini didukung Sartono (2004) dalam Noviana dan Yuyetta (2011) yang menyatakan “Semakin besar utang perusahaan semakin besar pula resiko yang dihadapi investor sehingga investor akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Akibat kondisi tersebut perusahaan cenderung untuk melakukan praktik perataan laba”. Begitu juga halnya dengan Algery (

Dokumen yang terkait

BAB II PROFIL METRO TV DAN JOKOWI-JK II.1. Profil Metro Tv - Peranan Media Dalam Pemenangan Jokowi-Jk

0 0 33

Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol Pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) Di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat

0 0 22

Analisis Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

0 0 24

Analisis Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

0 0 11

KATA PENGANTAR - Analisis Pengelolaan Kawasan Pesisir Secara Terpadu di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

0 0 13

TINJAUAN PUSTAKA Profil Kabupaten Batubara

0 0 10

1. Visi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara - Sistem Informasi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan Pada Bagian Kepegawaian Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

0 0 16

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan S

1 1 42

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Serviks - Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Sela

1 1 31

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Persepsi Dan Motivasi Wanita Usia Subur Terhadap Keikutsertaan Skrining Kanker Serviks Metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA) Di Wilayah Kerja Puskesmas Sidangkal Kecamatan Padangsidimpuan Selatan T

0 0 11