Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik

(1)

TESIS

Oleh

FRANSISKUS SINAGA

107011109/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

FRANSISKUS SINAGA

107011109/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Notaris Dr.Syahril Sofyan,SH,MKn) (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 4. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn


(5)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : FRANSISKUS SINAGA

Nim : 107011109

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM

PEMBUATAN AKTA OTENTIK

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :FRANSISKUS SINAGA Nim :107011109


(6)

UUJN. Kemandirian itu adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dan bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik serta bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris.

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN), dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sanksi yang diberikan kepada Notaris adalah sanksi administrasi, perdata maupun pidana, sebagaimana dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN sedangkan sanksi pidana berlaku Pasal 63 ayat (2)KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus disamping pidana umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaiknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum yudisial dan non yudisial. Akan tetapi apabila tejadi pelanggaran hukum oleh Notaris, sebisanya dilakukan penyelesaian permasalahan dengan menempuh jalurnon yudisial, yaitu melalui perdamaian atau mediasi. Hal ini dimaksudkan supaya terhindar dari proses panjang dan tidak mencoreng insitusi Notaris itu sendiri.


(7)

independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. Based on the above explanation, the researcher would analyze the realization of the implementation of the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, how about his responsibility in respecting the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, and how about the legal consequence and the legal protection when the violation ofthe principle of independence of a Notary occurred.

The research was prescriptive which was aimed to describe the existing facts and to analyze the data which were obtained systematically, factually, and accurately, related to judicial provisions in the legal provisions, regulations, and laws, which are in line with the “principle of independence of a Notary in making authentic deeds.”

The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The responsibility of a Notary in UUJN (Law on Notarial Position) is a notary’s commitment in legal provisions in performing his duties. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime besides general crime, the specific crime is used. On the other hand, when there is no specific crime, the violation will be imposed on the general crimestipulated in the Penal Code. Judicial and non-judicial remedy should be provided in order to give legal protection to a Notary. However, when a Notary violates the law, the resolution should be taken by non-judicial method, that is, by negotiation or mediation in order to avoid long time process and not to streak the notarial institution with shame.


(8)

iii

rahmat-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul

KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK”. Penulisan Tesis ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang ilmu Kenotariatan (MKn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril, masukan dan saran, sehingga tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis hanturkan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), SpA (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Sumatera Utara yang telah memberikan motivasi, kesempatan, dan kelancaran proses administrasi pendidikan dan sekaligus selaku anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian memberikan dan masukan dan saran demi memperkaya penulisan tesis ini.


(9)

iv

bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

4. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus selaku Dosen Penguji yang dengan penuh kesabaran dan keikhlasan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyempurnaan tesis ini.

5. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukkan kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

6. Bapak Notaris Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn, selaku Dosen Pembimbing dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran dan masukan kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

7. Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn, selaku Dosen Penguji dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan, saran, dan masukkan kepada penulis demi untuk selesainya penulisan tesis ini.

8. Seluruh Guru Besar beserta Dosen dan Staf Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara telah


(10)

v Universitas Sumatera Utara.

10. Rekan-rekan dan sahabat-sahabatku seperjuangan yang sangat kusayangi Group C angkatan 2011 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sahabat yang selalu memberi dorongan Deswita, Angel, Juni.

Suatu rasa kebanggan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan sembah sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ibunda T.Lumban Gaol serta kakak penulis yakni Marudut, Asmita, Manahan, dan Rosdiana dan teristimewa istri penulis Agustina Lusiana yang telah memberikan doa dan perhatian yang cukup besar selama ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Akhirnya penulis dengan segala kerendahan hari menyadari bahwa tesis ini tidak luput dari kekurangan dan kelemahan, baik dari sudut isi maupun dari cara pengajuannya. Oleh karena itu saran dan masukkan yng membangun sangat dibutuhkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juni 2013 Penulis


(11)

vi

Tempat/Tanggal lahir : Bulu ujung, 29 September 1983

Status : Menikah

Alamat : Jl. Tangguk Bongkar V No. 68 Medan

II. KELUARGA

Nama Istri : Agustina L.E. Lumbanbatu, SH.,M.Kn

Nama Ayah : Jesman Sinaga (+)

Nama Ibu : Tiar Magdalena Lumban Gaol

Nama Saudara Kandung : 1. Marudut V. Sinaga 2. Asmita Br Sinaga 3. Manahan F. Sinaga 4. Rosdiana Br Sinaga III. PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 030298

Simallopuk (1990-1990)

SLTP : SLTP Negeri IV

Sidikalang (1996-1999)

SMK : SMK TI Darma Bhakti

Medan (2000-2003)

S1 : Universitas Darma Agung

Medan (2005-2009)

S2 : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas


(12)

vii

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Keaslian Penelitian... 11

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 11

1. Kerangka Teori ... 11

2. Konsepsi ... 14

G. Metode Penelitian ... 17

BAB II WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK... 20

A. Sejarah Notaris di Indonesia ... 20

B. Notaris Sebagai Pejabat Umum ... 30

C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris ... 32

D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan ... 35

E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik ... 37

BAB III TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM MENJUNGJUNG TINGGI PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS... 49


(13)

viii

BAB IV AKIBAT HUKUM SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI NOTARIS APABILA TERJADI PELANGGARAN

PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS... 66

A. Sanksi Keperdataan ... 68

B. Sanksi Administratif ... 70

C. Sanksi Pidana ... 73

D. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris... 75

E. Lembaga Pengawas Notaris ... 81

F. Hak Ingkar Notaris ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95

A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 97


(14)

UUJN. Kemandirian itu adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak. Berdasarkan uraian diatas akan dikaji bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dan bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik serta bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris.

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Tanggung jawab Notaris dalam undang-undang jabatan Notaris (UUJN), dimaksudkan sebagai keterikatan Notaris terhadap ketentuan-ketentuan hukum dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Sanksi yang diberikan kepada Notaris adalah sanksi administrasi, perdata maupun pidana, sebagaimana dalam pasal 84 dan pasal 85 UUJN sedangkan sanksi pidana berlaku Pasal 63 ayat (2)KUH Pidana menyebutkan apabila ada suatu perbuatan yang dapat dipidana menurut ketentuan pidana yang khusus disamping pidana umum, maka ketentuan pidana yang khusus itulah yang dipakai, sebaiknya apabila ketentuan pidana khusus tidak mengatur, maka terhadap pelanggaran tersebut akan dikenakan pidana umum yaitu KUH Pidana. Agar perlindungan hukum terhadap Notaris dapat dijalankan secara efektif, maka perlu disediakan upaya hukum yudisial dan non yudisial. Akan tetapi apabila tejadi pelanggaran hukum oleh Notaris, sebisanya dilakukan penyelesaian permasalahan dengan menempuh jalurnon yudisial, yaitu melalui perdamaian atau mediasi. Hal ini dimaksudkan supaya terhindar dari proses panjang dan tidak mencoreng insitusi Notaris itu sendiri.


(15)

independence is that a notary in doing his notarial duty should be neutral and impartial. Based on the above explanation, the researcher would analyze the realization of the implementation of the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, how about his responsibility in respecting the principle of independence of a Notary in making authentic deeds, and how about the legal consequence and the legal protection when the violation ofthe principle of independence of a Notary occurred.

The research was prescriptive which was aimed to describe the existing facts and to analyze the data which were obtained systematically, factually, and accurately, related to judicial provisions in the legal provisions, regulations, and laws, which are in line with the “principle of independence of a Notary in making authentic deeds.”

The independence of a Notary is reflected in the skill and supported by science, experience, sophisticated skill, and good moral integrity. A notary must know the scope of his authority, obey the prevailing regulations, and know what he can do and what he cannot do. The responsibility of a Notary in UUJN (Law on Notarial Position) is a notary’s commitment in legal provisions in performing his duties. The sanctions imposed on a notary are administration sanction, civil sanction, and criminal sanction as it is stipulated in Article 84e and Article 85 of UUJN, while criminal sanction, stipulated in Article 63, paragraph 2 of the Penal Code, states that when there is a criminal act which can be criminalized according to specific crime besides general crime, the specific crime is used. On the other hand, when there is no specific crime, the violation will be imposed on the general crimestipulated in the Penal Code. Judicial and non-judicial remedy should be provided in order to give legal protection to a Notary. However, when a Notary violates the law, the resolution should be taken by non-judicial method, that is, by negotiation or mediation in order to avoid long time process and not to streak the notarial institution with shame.


(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Salah satu tugas utama, kewenangan atau kekuasaan dari Negara memberikan pelayanan kepada masyarakat umum. Pelayanan Negara kepada masyarakat umum itu dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar secara mendasar, principal yaitu :

Pertama, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum public, dilakukan oleh organ Negara yang disebut dengan pemerintah atau eksekutif, juga dikenal dengan istilah Pejabat Tata Usaha Negara atau Pejabat Administrasi Negara atau dalam arti khusus pegawai negeri. Organ Negara yang disebut pemerintah atau eksekutif juga dikenal sebagai Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan, hak dan kewajiban serta kekuasaan untuk memberikan pelayanan kepada dan untuk kepentingan masyarakat umum akan tetapi terbatas hanya dalam bidang hukum publik saja.

Kedua, pelayanan Negara kepada masyarakat umum dalam bidang hukum perdata atas suatu Negara dilakukan oleh organ Negara yang disebut pejabat umum, baik eksekutif / pemerintah atau Pejabat Tata Usaha Negara maupun pejabat umum, sama-sama organ Negara dan juga keduanya sama-sama menjalankan tugas publik akan tetapi Pejabat Tata Usaha Negara mempunyai kewenangan memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang hukum publik saja, sedangkan Pejabat Umum yang juga organ Negara mempunyai kewenangan


(17)

memberikan pelayanan kepada masyarakat umum hanya dalam bidang perdata saja. Karena pejabat umum bukan Pejabat Tata Usaha Negara dan sebaliknya Pejabat Tata Usaha Negara bukan pejabat umum. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya yuresprudensi dari Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor:62/K/TUN/1998, tanggal 27 Juli 2001, yang menyatakan bahwa akta-aktain casu akta perusahaan dan pembagian dan akta jual beli adalah bukan keputusann Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1 sub 3 undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 sehingga tidak dapat dijadikan objek sengketa Tata Usaha Negara karena meskipun dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagai Pejabat tata Usaha Negara namun dalam hal ini pejabat tersebut bertindak sebagai pejabat umum dalam bidang perdata.

Oleh karena itu, di era reformasi sekarang, berkenaan diperlukannya akta Notaris sebagai alat bukti keperdataan yang terkuat menurut tatanan hukum yang berlaku, maka diperlukan adanya pejabat umum yang ditugaskan oleh undang-undang untuk melaksanakan pembuatan akta otentik itu, perwujudan tentang perlunya kehadiran pejabat umum untuk lahirnya akta otentik, maka keberadaan Notaris sebagai pejabat publik tidak dapat dihindarkan.

Karena Notaris dapat dipandang sebagai figur yang sangat penting dan dibutuhkan oleh masyarakat karena keterangan-keterangan yang tertuang dalam akta Notaris harus dapat dipercaya, diandalkan, dapat memberikan jaminan sebagai alat bukti yang kuat, dan dapat memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Notaris merupakan pilar utama dalam starting bussines di Indonesia, karena dalam berbagai hubungan bisnis, baik diperbankan, pertanahan, maupun kegiatan sosial.


(18)

Agar suatu tulisan mempunyai nilai bobot akta otentik yang bentuknya ditentukan oleh undang-undang membawa konsekuensi logis, bahwa pejabat umum yang melaksanakan pembuatan akta otentik itupun harus pula diatur dalam undang-undang1.

Sejalan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat tentang pengguna jasa Notaris dalam proses pembangunan semakin meningkat, karena Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dan pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.

Undang-Undang Jabatan Notaris diundangkan dengan maksud menggantikan

Reglement of Het Notaris Ambt in Indonesie (Stb.1860 No. 3) tentang Peraturan Jabatan Notaris yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Dengan berlakunya Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris diharapkan dapat memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat.

Dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyebutkan bahwa Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya sepanjang pembuatan akta

1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, aspek pertanggungjawaban Notaris dalam Pembuatan Akta,surabaya, juni 2011 hal.55


(19)

itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

Jabatan yang diemban Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi etika hukum dan martabat serta keluhuran jabatannya.

Seorang Notaris di dalam menjalankan jabatannya harus dapat bersikap professional dengan dilandasi kepribadian yang luhur dengan senantiasa melaksanakan undang-undang sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesinya yaitu Kode Etik Notaris.2 Berdasarkan Pasal 16 huruf (a) UUJN, seorang Notaris diharapkan dapat bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum. Kemandirian Notaris harus sesuai asas legalitas hukum yang berlaku, sehingga Notaris dalam melaksanakan tugas tidak terpengaruh oleh pihak lain.

Kemandirian yang dimaksud adalah bahwa dalam menjalankan jabatannya Notaris berada dalam kedudukan yang netral dan tidak memihak, artinya berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan sebagai salah satu pihak dalam hubungan hukum itu. Dalam fungsinya yang demikian dapat

2Putri A.R. Perlindungan Hukum Terhadap Notaris (Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris


(20)

dikatakan bahwa Notaris adalah aparat hukum, tetapi dia bukanlah penegak hukum. Maka Notaris harus bersikap mandiri dan independen, perkataan independen dalam hal ini terkandung banyak pengertian, diantaranya ialah : independensi structural

(institusional structural or institusional independence), independensi funsional

(fungsional independence), independensi financial (financial independence),independensi administratif (administratif independence). Notaris dikatakan independen secara structural, apabila organ jabatannya secara kelembagaan berdiri sendiri diluar struktur organisasi Negara atau pemerintah tertentu. Misalnya, sejauh mana organ jabatan Notaris berada didalam atau diluar structural Departemen Hukum dan hak Asasi Manusia republik Indonesia. Namun Notaris dapat juga dikatakan independen secara fungsional apabila misalnya, meskipun secara kelembagaan berada dibawah atau didalam organisasi pemerintah, tetapi dalam menjalankan fungsinya ia bebas dan merdeka serta tidak dapat diintervensi bahkan oleh para pejabat pemerintah yang terkait sekalipun. Elemen lain yang dapat dijadikan ukuran independensi itu adalah keuangan. Sejauh mana organ jabatan Notaris dapat mengatur dan mengurus sendiri keuangan mereka, maka hal itu dapat pula disebut independensi. Demikian pula dengan administrasi kepegawaian dan sebagainya, apabila organ yang bersangkutan sama sekali tidak terkait dengan system administratif pemerintah, termasuk dalam sosial pengangkatan dan pemberhentian pegawainya, maka organ jabatan yang bersangkutan serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu.


(21)

Apabila Notaris memenuhi keempat ciri independensi tersebut, maka tentunya dapat dikatakan bahwa Notaris memang sudah independensi penuh. Oleh karena itu, Notaris tidak mempunyai kehendak (wilsvorming) untuk membuat akta untuk orang lain, dan Notaris tidak akan membuat akta apapun jika tidak ada permintaan atau kehendak dari para pihak, dan Notaris bukan pihak dalam akta3.

Akta Otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam masyarakat. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya. Menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN), Notaris adalah satu-satunya yang mempunyai wewenang umum itu, artinya tidak turut para pejabat lainnya.

Tugas Notaris selain memberikan bantuan dengan membuat akta otentik, akan tetapi juga konsultasi hukum kepada masyarakat. Dengan demikian penting bagi Notaris untuk dapat memahami ketentuan yang diatur oleh undang-undang supaya masyarakat umum yang tidak tahu atau kurang memahami aturan hukum, dapat memahami dengan benar serta tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum.


(22)

Notaris mempunyai tugas utama yang berat, selain harus memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya, juga harus mempertanggunjawabkan perbuatan hukum yang dilakukannya baik selama menjabat sebagai Notaris maupun sesudah pensiun jadi Notaris. Karena akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris adalah akta otentik dan keotentikannya bertahan terus, bahkan sampai sesudah Notaris itu meninggal dunia, tanda tangannya pada akta itu tetap mempunyai kekuatan hukum, walaupun Notaris tersebut tidak dapat lagi menyampaikan keterangannya mengenai kejadian-kejadian pada saat pembuatan akta itu. Notaris melalui akta-akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, terkandung suatu beban dan tanggung jawab untuk menjamin kepastian hukum bagi para pihak. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab baik individual maupun sosial, terutama ketaatan terhadap norma-norma hukum positif dan kesediaan untuk tunduk pada Kode Etik Profesi, sehingga akan memperkuat norma hukum positif yang sudah ada. Seorang Notaris harus menjunjung tinggi tugasnya serta melaksanakannya dengan tepat dan jujur, yang berarti bertindak menurut kebenaran sesuai dengan sumpah jabatan Notaris. Seorang Notaris dalam memberikan pelayanan, harus mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nurani.4

Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam bentuk akta atau tidak. Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris, meneliti semua bukti


(23)

yang diperlihatkan kepadanya, mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak. Keputusann tersebut harus didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak. Pertimbangan tersebut harus memperhatikan semua aspek hukum termasuk masalah hukum yang akan timbul dikemudian hari.5

Setiap pembuatan akta Notaris dapat dijadikan sebagai alat pembuktian, apabila terjadi sengketa diantara para pihak, persengketaan tersebut tidak menutup kemungkinan melibatkan Notaris, dan atas keterlibatan itu Notaris harus ikut bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Notaris dapat dimintakan pertanggungjawaban selain berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga berdasarkan Kode Etik Notaris. Menurut Pasal 4 ayat (1) yakni : sebelum Notaris melaksanakan jabatannya, terlebih dahulu wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapan Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Antara lain sumpah tersebut berbunyi seperti yang tercantum dalam Pasal 4 ayat (2) yakni :

Saya bersumpah/berjanji :

Bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan lainnya.

Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur, seksama, mandiri dan tidak berpihak.


(24)

Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan Kode Etik Profesi, Kehormatan Martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.

Bahwa saya akan merahasikan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.

Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung, dengan nama atau dalih apapun, tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.

Jabatan yang diemban oleh Notaris adalah suatu jabatan kepercayaan yang diberikan oleh undang-undang dan masyarakat, untuk itulah seorang Notaris bertanggung jawab untuk melaksanakan kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan selalu menjunjung tinggi kode etik Notaris.

Oleh karena itu peneliti tertarik melakukan penelitian terhadap prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian sebagaimana yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Bagaimana wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik ?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik?


(25)

3. Bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik ?

2. untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik?

3. untuk mengetahui bagaimana akibat hukum serta perlindungan hukum apabila terjadi pelanggaran prinsip kemandirian oleh Notaris?

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran bidang hukum yang akan mengembangkan disiplin ilmu hukum, khususnya mengenai perbuatan Notaris dalam jabatannya

2. Secara Praktis

Mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat memberikan jalan keluar yang akurat terhadap permasalahan yang diteliti.


(26)

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan baik Perpustakaan Pusat maupun yang ada di sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, ternyata belum ditemukan judul mengenai Prinsip Kemandirian Notaris dalam Pembuatan Akta Otentik. memang pernah ada penelitian yang pernah dilakukan oleh Mohandas Sherividya (067011056) tahun 2008, Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul Pengawasan Terhadap Notaris dan Tugas Jabatannya Guna Menjamin Hukum Bagi Kepentingan Umum, dengan permasalahan sebagai berikut:

1. Sejauh mana kewenangan Notaris sebagai pejabat umum pembuat akta?

2. Bagaimana kedudukan majelis pengawas Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap Notaris dibandingkan dengan tugas Dewan kehormatan Notaris?

3. Apakah pengawasan terhadap Notaris dan tugas jabatannya telah menjadi perlindungan hukum bagi kepentingan umum?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini diperlukan suatu teori yang melandasi dari pada suatu penelitian. Teori berasal dari kata “theoria” dalam bahasa latin yang berarti “perenungan”yang secara hakiki menyiratkan sesuatu yang disebut dengan realitas.6

6 Soetandyo Wignjosoebroto dalam Susanto Anton dan Salman Otje, Teori Hukum,

Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali (Bandung :PT. Refika Aditama,2004), halman 21,menyebutkan bahwa teori adalah suatu konstruksi di alam cita atau ide manusia, dibangun dengan maksud untuk menggambarkan secara reflektif fenomena yang dijumpai di alam pengalaman.


(27)

Jadi teori adalah seperangkat preposisi yang berisi konsep abstrak atau konsep yang sudah didefenisikan dan saling berhubungan antar variabel sehingga menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang digambarkan oleh sutau variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana hubungan antar variabel tersebut.7

Sedangkan fungsi teori dalam penelitian adalah untuk mensistimatiskan penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori ini merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar. Teori yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah teori dari Hans Kelsen tentang tanggung jawab hukum.

Hans Kelsen mengemukakan :

“Satu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab hukum, berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang bertentangan. Bisanya yakni dalam hal sanksi ditujukan kepada pelaku langsung, seseorang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri.”8

7Maria S.W. Sumardjono,Pedoman, Pembuatan Usulan Penelitian, Gramedia, Yogyakarta,

1989, hal 12-13, bandingkan dengan Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT. Gramedia, Jakarta, 1989, hal.19

8Hans Kelsen,Teori Hukum Murni dengan judul buku asli General Theori of Law and State,


(28)

Teori tanggung jawab hukum diperlukan untuk dapat menjelaskan antara tanggung jawab Notaris yang berkaitan dengan kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN). Keberadaan Notaris senantiasa diperlukan masyarakat yang memerlukan jasanya di bidang hukum. Notaris sebagai pejabat umum harus dapat selalu mengikuti perkembangan hukum sehingga dalam memberikan jasanya kepada masyarakat, Notaris dapat membantu memberikan jalan keluar yang dibenarkan oleh hukum kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.

Profesi Notaris merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus yang menuntut pengetahuan luas, serta tanggung jawab yang berat untuk melayani kepentingan umum dan inti tugas Notaris adalah mengatur secara tertulis dan otentik hubungan-hubungan hukum antara para pihak yang secara mufakta meminta jasa Notaris.

Untuk mengetahui sejauh mana tanggung jawab Notaris dalam menjunjung tinggi kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik maka dapat dikaji dari teori tujuan hukum. Dimana teori tujuan hukum dilandaskan kepada Negara Indonesia yang menganut system rechtstaat (Negara hukum), konsep Negara hukum lebih condong kepada kepastian hukum. Sehingga dalam teori tujuan hukum dapat dilihat sejauh mana Notaris dalam menciptakan tercapainya tujuan hukum. Sebab, akta yang dibuat oleh Notaris mempunyai peranan penting dalam menciptakan kepastian hukum di dalam setiap hubungan hukum, sebab akta Notaris bersifat otentik, dan merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh dalam setiap perkara yang terkait dengan akta Notaris


(29)

tersebut. Oleh karena itu hukum menjadi pengarah manusia pada nilai-nilai moral yang rasional, maka ia harus adil. Keadilan hukum identik dengan keadilan umum. Keadilan ditandai oleh hubungan yang baik antara satu dengan yang lain, tidak mengutamakan diri sendiri, tapi juga tidak mengutamakan pihak lain serta adanya kesamaan.

2. Konsepsi

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.9 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional. Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Konsep merupakan “alat yang dipakai oleh hukum disamping yang lain-lain, seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam hukum. Konsep adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh suatu proses yang berjalan dalam pikiran penelitian untuk keperluan analitis.10 Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum.11

9Herlin Budiono (II),Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT. Citra

Aditya Bakti Bandung, 2007, hal.364

10Satuujipto Rahardjo,Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996.

11Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka Singkat, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal.7.


(30)

Suatu konsep atau suatu kerangka konsepsionil pada hakikatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis yang belaka, kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional yang akan dapat pegangan konkrit di dalam proses penelitian.12

Selanjutnya konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu penelitian, kalau masalahnya dan kerangka konsep teoritisnya sudah jelas, bisanya sudah diketahui pula fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian dan suatu konsep sebenarnya adalah definisi dari apa yang perlu diamati, konsep menentukan antara variabel-variabel yang ingin menentukan adanya hubungan empiris.13

Untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini perlu didefenisikan bebrapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi untuk dapat menjawab permasalahan penelitian yaitu sebagai berikut :

Kerangka konsepsi sehubungan penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal

12Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986.hal.133

13Koentjoroningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Edisi Ketiga, PT. Gramedia


(31)

pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta.14

b. Jabatan adalah kedudukan seseorang didalam menjalankan suatu profesi yang sesuai dengan keahliannya. Dalam tesis ini jabatan dimaksudkan dalam kedudukan seorang Notaris yang memiliki wewenang dan keahliannya dalam membuat akta otentik

c. Akta Otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.15

d. Kemandirian adalah kedudukan yang netral dan tidak memihak, yang dalam hal ini Notaris berada di luar para pihak yang melakukan hubungan hukum tersebut dan bukan salah satu pihak dalam hubungan hukum itu.16

e. Perbuatan adalah sesuatu yang diperbuat (dilakukan) atau tingkah laku.17 Perbuatan dalam tesis ini diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh Notaris yang menyalahgunakan kemandiriannya dalam pembuatan akta otentik.

f. Penyalahgunaan adalah cara atau perbuatan menyalahgunakan.

g. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

14Undang-undang No. 30 Tahun 2004Tentang Jabatan Nasional,Pasal 1 15Undang-Undang KUHPerdata Pasal 1868

16Sjaifurrachman danHabib Adjie,Op.cit.,hal.59

17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3,


(32)

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Untuk mendapatkan suatu karya ilmiah yang baik dan diinginkan sudah tentu akan memerlukan persyaratan yang cukup kompleks dalam penyusunannya, serta membutuhkan informasi yang cukup untuk melengkapi terciptanya karya ilmiah tersebut.

Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif. Dimana metode penelitian yuridis normatif adalah metode meneliti pasal-pasal yang ada ataupun meneliti segala hal-hal yang berhubungan tentang norma-norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan. Alasan penelitian yuridis normatif ini digunakan, karena hendak meneliti norma-norma hukum tentang “Prinsip kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik”.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fakta-fakta yang ada dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, factual dan akurat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan yuridis yang terdapat dalam peraturan perundang-undanganyang berkaitan dengan “prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik”.

3. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka alat pengumpulan data yang


(33)

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka (library research ) atau dengan kata lain dengan pengumpulan data-data sekunder (data-data yang sudah diolah) dan dapat diperoleh melalui: buku-buku, jurnal,majalah dan surat kabar, maupun internet.

Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan preskriptif dengan pendekatan terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait dengan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik dimulai dari analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan diatas, dengan mengingat permasalahan yang diteliti berdasarkan pada peraturan-peraturan dan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan yang satu dengan peraturan yang lainnya serta kaitannya dengan penerapannya dalam praktek. Dan bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang sudah mengikat dan yang sudah terdapat dalam peraturan perundang-undangan maupun dalam yuresprudensi dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2601/pid.B/2003/PN.Medan

b. Bahan Hukum Skunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang belum mengikat seperti yang termuat dalam beberapa artikel.

c. Bahan Hukum Tersier

Berupa kamus umum, kamus hukum, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal hukum serta laporan ilmiah dan internet.


(34)

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara kualitatif.18 yakni dengan mengadakan pengamatan dan interpretasi data yang diperoleh dan menghubungkan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Karena penelitian ini normatif, dilakukan interpretasi dan konstruksi hukum dengan menarik kesimpulan menggunakan cara deduktif menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

18 Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,


(35)

BAB II

WUJUD PELAKSANAAN PRINSIP KEMANDIRIAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK

A. Sejarah Notaris di Indonesia

Lembaga Notaris di Indonesia yang dikenal sekarang ini, bukan lembaga yang lahir dari bumi Indonesia. Lembaga Notaris ke Indonesia pada permulaan abad ke-17 dengan beradanya Vereenidge Oost Ind. Compagnie (VOC) di Indonesia.Jan Pieterszoon Coen pada waktu itu sebagai Gubernur Jenderal di Jacatra (Jakarta sekarang) antara tahun 1617 sampai 1629, untuk keperluan para penduduk dan para pedagang di Jakarta menganggap perlu diangkat Notaris yang disebut Notarium Publicum.

Notaris di Indonesia dimulai dengan pengangkatan Melchior Kerchem sebagai Notaris pertama di Indonesia pada 27 Agustus 1920. Kelchem merupakan seorang sekretarisCollege van Schenpenen, Jakarta yang bertugas menjadi seorang Notarius Publicus.Keberadaan Kelchem memudahkan warga Hindia Belanda, terutama warga eropa dan timur asing dalam membuat dokumen legal di Ibukota.19

Sejak tanggal 27 Agustus 1620, mengangkat Melchior Kerchem, sebagai sekretaris College Van Schepenen (urusan perkapalan kota) di Jakarta. Tugas Melchior Kerchem sebagai Notaris untuk menjalankan pekerjaannya itu sesuai


(36)

dengan sumpah setia dan dengan kewajiban untuk mendaftarkan semua dokumen dan akta yang dibuatnya.20

Pada tahun 1625 Jabatan Notaris dipisahkan dari jabatan sekretaris (College Van Schepenen), yaitu dengan dikeluarkan instruksi untuk para Notaris pada tanggal 16 Juni 1625. Instruksi ini hanya terdiri dari 10 (sepuluh) Pasal, antara lain menetapkan bahwa Notaris wajib merahasiakan semua informasi yang diberikan kliennya serta dilarang menyerahkan salinan akta-akta milik kliennya.21 Tanggal 7 Maret 1822 (stb. No.11) dikeluarkan Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie. Pasal 1 Instruksi tersebut mengatur secara hukum batas-batas dan wewenang dari seorang Notaris, dan juga menegaskan Notaris bertugas untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau memintanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga memberikan salinannya yang sah dan benar. Pengangkatan Melchior Kerchem disusul dengan pengangkatan Notaris-Notaris lainnya untuk mengakomodasi kebutuhan pembuatan dokumen legal yang dirasa makin penting, ditambah lagi dengan kesibukan kota Batavia saat itu.22

Tahun 1860 Pemerintahan Hindia Belanda memandang perlu untuk membuat peraturan-peraturan yang baru mengenai Jabatan Notaris yang berlaku di Belanda. Sebagai pengganti Instructie voor de Notarissen Residerende in Nederlands Indie,

20G.H.S Lumban Tobing,Op.Cit.,hal.15 21Ira Koesoemawati,Op.Cit.,hal.27 22Ibid.,hal.27


(37)

kemudian tanggal 1 Juli 1860 ditetapkan Reglement op Het Notaris Ambt in Nederlands Indie (Stbl.1860:3).

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945, keberadaan Notaris di Indonesia tetap diakui berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu segala peraturan perundang-undangan yang masih ada tetap berlaku selama belum diadakannya yang baru menurut undang-undang dasar ini. Sampai dibentuknya Peraturan Jabatan Notaris, akan tetapi Peraturan Jabatan Notaris tersebut juga telah diganti dengan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun 2004 yang merupakan unifikasi pengaturan Notaris di Indonesia.

Perkataan Notaris berasal dari kataNotarius23pada zaman romawi, yaitu yang diberikan kepada orang-orang yang menjalankan pekerjaan menulis, ada juga pendapat mengatakan Notaris berasal dari perkataan nota literaria, yaitu tanda yang menyatakan suatu perkataan, abad kelima sebutan Notarius itu diberikan kepada penulis pribadi raja, dan akhir abad kelima sebutan tersebut diberikan kepada pegawai-pegawai istana yang akan melaksanakan pekerjaan administratif. Pejabat-pejabat yang dinamakan Notaris ini merupakan Pejabat-pejabat yang menjalankan tugas tidak melayani umum, yang melayani umum disebut Tabelliones. Fungsi mereka sudah agak mirip dengan Notaris zaman sekarang tetapi tidak mempunyai sifat jabatan negeri.

23Soegondo Notodisoerjo,Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan,PT. Raja Grafindo


(38)

Ketentuan dalam Pasal 1 Instructie Voor De Notarissen in Indonesia,menyebutkan bahwa24 Notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan diangkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan, menetapkan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli atau minutanya dan mengeluarkan grossenya, demikian juga salinannya yang sah dan benar.

Pengertian Notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu :

“Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang Notaris masih disegani. Seorang Notaris bisanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir)adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam proses hukum.25

Sementara itu dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dalam Pasal 1 angka (1) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.

Di dalam Undang-Undang tentang Jabatan Notaris pada Pasal 3 dinyatakan syarat untuk diangkat menjadi Notaris yaitu :

24G.H.S Lumban Tobing,Op.Cit.,hal.15

25Tan Thong Kie,Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris,PT.Ichtiar Baru Van Hoeve,


(39)

1. Warga Negara Indonesia

2. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

3. Berumur paling rendah 27 (dua puluh tujuh) tahun 4. Sehat jasmani dan rohani

5. Berijazah Sarjana Hukum dan lulusan jenjang Strata Dua Kenotariatan

6. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulusan strata dua kenotariatan; dan

7. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat Negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan Jabatan Notaris.

1. Wewenang dan Larangan terhadap Notaris

Wewenang merupakan suatu tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang mengatur jabatan yang bersangkutan. Pasal 15 ayat (1) UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan Notaris yaitu membuat akta secara umum26, hal ini disebut kewenangan umum Notaris dengan batasan sepanjang:

1. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang.

26Menurut Lubbers yang dikutip dalam buku, Hukum Notaris Indonesia bahwa Notaris tidak

hanya mencatat saja (ke dalam bentuk akta), tapi juga mencatat dan menjaga, artinya mencatat saja tidak cukup, harus dipikirkan juga bahwa akta itu harus berguna dikemudian hari jika terjadi keadaan yang khas.


(40)

2. Menyangkut akta yang harus dibuat atau wewenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan hukum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan.

3. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.

Berdasarkan wewenang yang ada pada Notaris sebagaimana tersebut dalam Pasal 15 UUJN dan kekuatan pembuktian dari akta Notaris, maka ada 2 (dua) kesimpulan yaitu:

1. Tugas jabatan Notaris adalah memformulasikan keinginan/tindakan para pihak ke dalam akta otentik, dengan memperhatikan aturan hukum yang berlaku. 2. Akta Notaris sebagai akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna, sehingga tidak perlu dibuktikan atau ditambah dengan alat bukti lainnya, jika ada orang/pihak yang menilai atau menyatakan bahwa akta tersebut tidak benar, maka orang/pihak yang menilai atau menyatakan tidak benar tersebut wajib membuktikan penilaian atau pernyataannya sesuai aturan.

Pasal 15 ayat (2) mengatur mengenai kewenangan khusus Notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti :

1. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;

2. Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3. Membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat


(41)

4. Melakukan pengesahan kecocokkan fotokopi dengan surat aslinya; 5. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta 6. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau

7. Membuat akta risalah lelang.

Pasal 51 UUJN menyatakan bahwa Notaris berwenang untuk membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada minuta akta yang telah ditandatangani. Pembetulan tersebut dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor berita acara pembetulan. Salinan akta berita acara tersebut wajib disampaikan kepada para pihak.

Notaris dalam melakukan tugas melaksanakan jabatannya dengan penuh tanggung jawab dengan menghayati keluhuran martabat jabatannya dan dengan keterampilannya melayani kepentingan masyarakat yang meminta jasanya dengan selalu mengindahkan ketentuan undang-undang. Pasal 16 UUJN menegaskan kewajiban Notaris yaitu :

1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban :

a. Bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;

b. Membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris;

c. Mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta.


(42)

d. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya;

e. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain;

f. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50(lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;

g. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;

h. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;

i. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya;

j. Mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;


(43)

k. Mempunyai cap/stempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan dan tempat kedudukan yang bersangkutan;

l. Membacakan Akta dihadapan peghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.

m. Menerima magang calon Notaris.

2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali

3. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah akta : a. Pembayaran uang sewa, bunga dan pensiun;

b. Penawarann pembayaran tunai;

c. Proses terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d. Akta kuasa;

e. Keterangan kepemilikan atau;

f. Akta lainnnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua”.

5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.


(44)

6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap halman Minuta Akta di paraf oleh penghadap, saksi dan Notaris.

8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.

9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.

Pasal 17 ayat (1) UUJN mengatur tentang larangan Notaris yang bertujuan untuk menjamin kepentingan dan memberi kepastian hukum kepada masyarakat yang memerlukan jasa Notaris. Pasal 17 UUJN tersebut menegaskan bahwa Notaris yang memangku jabatan dan menjalankan jabatannya dilarang :

a. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya

b. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah

c. Merangkap sebagai pegawai negeri

d. Merangkap jabatan sebagai pejabat Negara e. Merangkap jabatan sebagai advokat


(45)

f. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta

g. Merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris

h. Menjadi Notaris pengganti

i. Melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan atau yang dapat mempengaruhi dan martabat jabatan Notaris.

B. Notaris Sebagai Pejabat Umum

Sungguh pun pasal 1868 BW tersebut hendak mencoba memberikan batasan atau defenisi mengenai akta otentik, namun tidak menjelaskan siapa yang dimaksud dengan pejabat umum, juga tidak menjelaskan sampai dimana batas wewenangnya dan tempat dimana ia berwenang, serta bagaimana bentuk dari suatu akta yang ditentukan oleh undang-undang, oleh karena itu pasal 1868 BW belum jelas dan lengkap mengatur siapa yang dimaksud dengan pejabat umum, maka pembentuk undang-undang menjabarkannya kedalam suatu peraturan khusus, peraturan yang dimaksud yaitu Undang-Undang nomor :30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN).27

Apabila menurut peraturan umum, disebut secara umum tentang akta otentik, berarti harus diartikan akta Notaris, kecuali memang secara tegas dikecualikan kepada dan menjadi wewenang pejabat lain atau oleh peraturan umum, ditegaskan


(46)

juga diberikan wewenang untuk itu (membuat akta otentik) kepada pejabat lain, namun apabila menurut peraturan umum,disebut secara umum tentang “pejabat umum” itu berarti harus diartikan Notaris. Dalam hal ada peraturan umum atau undang-undang yang juga memberikan wewenang kepada pejabat lain untuk membuat akta otentik , bukanlah berarti bahwa mereka itu kemudian jadi pejabat umum.

Pengecualian-pengecualian tersebut dapat dilihat pada ketentuan pasal 4 KUH Perdata, yang selengkapnya dirumuskan sebagai berikut, “dengan tak mengurangi ketentuan pasal 10 ketentuan-ketentuan perundang-undangan di Indonesia, bagi orang-orang bangsa Eropa diseluruh Indonesia ada register buat kelahiran, pemberitahuan kawin, izin kawin, perkawinan, perceraian, dan kematian, pegawai-pegawai yang diwajibkan menyelenggarakan register-register tersebut, dinamakan pegawai catatan sipil”.28

Pengecualian kewenangan dari Notaris sebagai pejabat yang berhak membuat akta otentik menurut pasal 4 KUH Perdata diperkuat oleh pendapat Tan Thong Kie bahwa :

Seorang Notaris boleh membuat semua akta dalam bidang Notariat, tetapi dia tidak boleh membuat berita acara pelanggaran lalu lintas atau keterangan kelakuan baik yang semuanya wewenang kepolisian, ia juga tidak boleh membuat akta perkawinan, akta kematian, akta kelahiran (bukan akta kenal


(47)

lahir atau akta van bekendneid) yang kesemuanya adalah wewenang pegawai kantor catatan sipil, walaupun akta kenal biasanya dibuat oleh pegawai kantor catatan sipil.29

Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya dari Notaris antara lain:

a) Akta pengakuan anak di luar kawin,30

b) Akta berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotik,

c) Akta berita acara tentang penawaran pembayaran tunai dan konsinyasi,31 d) Akta protes wesel dan cek,

e) Akta catan sipil.

Untuk pembuatan akta-akta yang dimaksud dalam angka (1) sampai angka (4) disamping merupakan wewenang pejabat lain, Notaris masih tetap berwenang membuat akta-akta tersebut, artinya baik Notaris maupun pejabat lain yang bukan Notaris sama-sama mempunyai kewenangan untuk membuat akta otentik tersebut, akan tetapi mereka yang bukan Notaris hanya untuk perbuatan itu saja, yaitu yang secara tegas sudah diatur dalam undang-undang, sebagaimana disebutkan pada angka (5) Notaris tidak turut berwenang membuatnya, dan hanya oleh pegawai kantor catatan sipil saja yang berwenang membuat akta-akta tersebut.

C. Kekuatan Pembuktian Akta Notaris

Menurut pendapat umum yang dianut pada setiap akta otentik demikian juga pada akta Notaris mempunyai 3 (tiga) kekuatan pembuktian yaitu :

29

Tan Thong Kie, studi Notariat dan serba-serbi Praktek Notaris, Ichtiar baru Van Hoeve, Jakarta,2007,hal,95.

30

Pasal 281 dan Pasal 1227 KUH Perdata


(48)

1. Kekuatan Pembuktian Lahiriah

Kemampuan lahiriah akta otentik merupakan kemampuan akta itu sendiri untuk membuktikan keabsahannya sebagai akta otentik. Jika dilihat dari luar atau lahiriah sebagai akta otentik serta sesuai dengan aturan hukum yang sudah ditentukan mengenai syarat akta otentik maka akta tersebut berlaku bahwa sebagai akta otentik sampai terbukti sebaliknya artinya sampai ada yang membuktikan bahwa akta tersebut bukan akta otentik secara lahiriah.

Dalam hal ini beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkalnya keotentikan akta tersebut, parameter untuk menetukan akta Notaris sebagai akta otentik yaitu tanda tangan dari Notaris yang yang bersangkutan, baik yang ada pada minuta dan salinan dan adanya awal akta mulai dari judul sampai dengan akhir akta.

Nilai pembuktian akta Notaris dari aspek lahiriah, akta tersebut harus dilihat apa adanya, secara lahiriah tidak perlu dipertentangkan dengan alat bukti yang lain, jika ada yang menilai bahwa suatu akta Notaris tidak memenuhi syarat sebagai akta otentik, maka yang bersangkutan wajib membuktikan bahwa akta tersebut secara lahiriah bukan akta otentik.32

2. Kekuatan Pembuktian Formal

Akta Notaris harus memberikan kepastian bahwa suatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh Notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan oleh pihak-pihak yang menghadap pada saat yang tercantum


(49)

dalam akta sesuai dengan prosedur yang sudah ditentukan dalam pembuktian akta. Secara formal untuk membuktikan kebenaran dan kepastian tentang hari, tanggal, bulan, tahun, pukul, atau waktu menghadap, dan identitas dari para pihak yang menghadap comparanten, paraf dan tanda tangan para pihak/ penghadap, saksi dan Notaris, demikian juga tempat dimana akta itu dibuat, serta membuktikan apa yang dilihat, disaksikan, didengar oleh Notaris pada akta pejabat/berita acara dan mencatatkan keterangan atau pernyataan para pihak/penghadap pada akta pihak.

Siapapun diperbolehkan untuk melakukan pengingkaran atau penyangkalan atas aspek formal akta Notaris, apabila yang bersangkutan merasa dirugikan atas akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris, pengingkaran atau penyangkalan tersebut harus dilakukan dengan suatu gugatan ke pengadilan umum, dan penggugat harus dapat membuktikan bahwa ada aspek formal yang dilanggar atau tidak sesuai dalam akta yang bersangkutan .33

3. Kekuatan Pembuktian Material

Merupakan kepastian tentang materi suatu akta, karena apa yang tersebut dalam akta merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapatkan hak dan berlaku untuk umum, kecuali ada pembuktian sebaliknya tegen bewijs keterangan atau pernyataan yang dituangkan /dimuat dalam akta pejabat atau akta berita acara atau keterangan atau para pihak yang diberikan/disampaikan dihadapan Notaris akta pihak dan para pihak harus


(50)

dinilai benar berkata yang kemudian dituangkan/dimuat dalam akta berlaku sebagai yang benar atau setiap orang yang datang menghadap Notaris yang kemudian keterangan dituangkan dan akta harus dinilai telah benar berkata. Apabila ternyata pernyataan keterangan para penghadap tersebut menjadi tidak benar berkata maka hal tersebut tanggung jawab, para pihak sendiri, Notaris terlepas dari hal semacam itu.

Ketiga aspek tersebut diatas merupakan kesempurnaan akta Notaris sebagai akta otentik dan siapapun terikat oleh akta tersebut, jika dapat dibuktikan dalam suatu persidangan pengadilan, bahwa ada salah satu aspek tersbut tidak benar, maka akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan atau akta tersebut didegradasikan dalam kekuatan pembuktiannya sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.34

D. Perbedaan Akta Otentik Dan Akta Dibawah Tangan

Antara akta otentik dengan akta dibawah tangan terdapat suatu perbedaan yang prinsip, letak perbedaan antara akta otentik dengan akta dibawah tangan yakni:

a) akta otentik mempunyai tanggal yang pasti, pasal 15 ayat (1) UUJN, sedangkan mengenai tanggal pembuatan akta dibawah tangan tidak ada jaminan tanggal pembuatnya,

b) grosse dari akta otentik untuk pengakuan hutang dengan frase dikepala akta demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial seperti hanya keputusan hakim, pasal 1 angka 11 UUJN,


(51)

sedangkan akta yang dibuat dibawah tangan tidak pernah mempunyai kekuatan eksekutorial,

c) minuta akta otentik adalah merupakan arsip Negara, pasal 15 ayat (1) UUJN, kewenangan Notaris menyimpan akta, karena minuta akta Notaris adalah arsip Negara, maka tidak boleh hilang, sedangkan akta dibawah tangan kemungkinan hilang sangat besar,

d) akta otentik adalah alat bukti yang sempurna tentang yang termuat didalamnya volledig bewij, pasal 1870 KUH Perdata artinya apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan didalam akta tersebut sungguh telah terjadi sesuatu yang benar, sehingga hakim tidak boleh memerintahkan menambah bukti yang lain. Sedangkan akta dibawah tangan dalam hal ini perjanjian, apabila pihak yang menandatangi tidak menyangkal atau mengakui tanda tangannya, maka akta dibawah tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan akta otentik yaitu sebagai bukti sempurna. Pasal 1875 KUH Perdata. Tetapi apabila tanda tangan tersebut disangkal, maka pihak yang mengajukan perjanjian tersebut wajib membuktikan kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan kebenaran tanda tangan tersebut, hal tersebut merupakan sebaliknya dari yang berlaku pada akta otentik.35


(52)

E. Wujud dari Pelaksanaan Prinsip Kemandirian Notaris Dalam Pembuatan Akta Otentik

Notaris di dalam menjalankan tugas kewenangannya sebagai pejabat umum memiliki ciri utama, yaitu pada kedudukannya (posisinya) yang tidak memihak dan mandiri (independensi), bahkan dengan tegas dikatakan “bukan sebagai salah satu pihak”. Notaris selaku pejabat umum didalam menjalankan fungsinya memberikan pelayanan kepada menyangkut antara lain di dalam pembuatan akta otentik sama sekali bukan pihak dari yang berkepentingan. Notaris sekalipun ia adalah aparat hukum bukanlah sebagai “penegak hukum”, Notaris sungguh netral tidak memihak kepada salah satu dari mereka yang berkepentingan. Kemandirian seorang Notaris tercermin dari keahlian yang dimiliki serta didukung oleh ilmu pengetahuan, pengalaman dan memiliki ketrampilan yang tinggi serta memiliki integritas moral yang baik.

Kemandirian seorang Notaris terletak pada hakekatnya selaku Pejabat umum, hanyalah mengkonstatir ataumerelateeratau merekam secara tertulis dan otentik dari perbuatan hukum pihak-pihak yang berkepentingan, Notaris tidak berada didalamnya, ia adalah orang luar, yang melakukan perbuatan hukum itu adalah pihak-pihak yang membuat serta yang terikat dalam dan oleh isi perjanjian. Notaris harus mengetahui batas-batas kewenangannya dan harus mentaati peraturan hukum yang berlaku serta mengetahui batas-batas sejauh mana ia dapat bertindak apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Notaris juga perlu bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah dan para pihak terkait demi tercapainya tujuan hukum, sebab pada dasarnya


(53)

seorang Notaris tidak dapat melakukan pekerjaannya sendiri dengan sempurna tanpa keterlibatan pihak-pihak lain.

Namun sebagai pejabat umum, profesi yang bermartabat haruslah selalu diingat, seorang pejabat adalah didatangi bukan mendatangi karena untuk menjunjung tinggi keluhuran martabatnya. Moral Notaris menjadi hal utama dalam pelaksanaan profesi ini, moral yang baik tentu menghasilkan Notaris yang bermutu, yaitu professional yang menguasai hukum Indonesia, mampu menganalisis masalah hukum dalam masyarakat, mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecahkan masalah konkret dengan bijaksana, berdasarkan prinsip-prinsip hukum, menguasai dasar ilmiah untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum, mengenal dan peka akan masalah keadilan dan masalah sosial.

Notaris dituntut memiliki idealisme, keluhuran, martabat dan integritas moral. Namum berbagai godaan datang merayu seorang Notaris. Meskipun demikian, Notaris yang luhur dan bermartabat tidak boleh mengorbankan idealismenya untuk sekedar mengejar kesuksesan yang pragmatis. Idealisme profesi adalah harga mati yang tidak bisa ditawar.

Demi mewujudkan prinsip kemandirian Notaris sudah saatnya memperhatikan apa yang menjadi kewajiban dan kewenangannya. Apabila memang itu sudah menyangkut kewenangannya dalam pembuatan akta seperti yang diinginkan para penghadap maka perlu memperhtikan tiga hal yang paling utama dalam proses pembuatan akta otentik, yaitu


(54)

Dalam tahap sebelum pembuatan akta, apabila seorang klien menghadap seorang Notaris untuk dimintakan membuat suatu akta yang berkenan dengan kepentingan si klien, maka Notaris harus mencari dasar kebenaran formil dan kebenaran material. Dimana kebenaran formil artinya pembuatan akta Notaris hanya mengkonstatir apa yang dilihat, didengar atau apa yang dialami sendiri atau sesuai dengan apa yang diberitahukan atau disampaikan oleh para pihak kepada Notaris, baik berupa keterangan-keterangan maupun dokumen-dokumen hukum lainnya seperti kartu identitas diri (KTP). Kartu susunan keluarga maupun sertipikat sebagai dasar pembuatan akta. Sedangkan kebenaran material adalah mencari dan menemukan fakta hukum bahwa apa yang diberitahukan atau disampaikan oleh para pihak kepada Notaris baik berupa keterangan-keterangan maupun dokumen hukum adalah benar-benar dan sesuai dengan fakta hukum yang ada. Apa yang disampaikan kepada Notaris itu mengandung kebenaran, sedangkan fakta kebohongan yang disampaikan oleh penghadap bukan kewenangan Notaris, karena akta Notaris tidak menjamin bahwa pihak-pihak berkata benar, tetapi yang dijamin olek akta Notaris adalah pihak-pihak berkata benar seperti yang tertuang dalam akta. Apabila kebenaran formil dan kebenaran material tidak terpenuhi maka hal inilah yang bisa menimbulkan terkendalanya akta yang akan di buat di hadapan Notaris tersebut. 2. Tahap Pembuatan Akta

Dalam tahap pembuatan akta, Notaris harus memperhatikan kebenaran formil dan kebenaran material, apabila kedua hal ini sudah terpenuhi, maka Notaris


(55)

menuliskannya kedalam bentuk akta dengan memperhatikan seluruh mekanisme penulisan akta yang benar sesuai yang diatur dalam Undang-Undang jabatan Notaris. 3. Tahap Setelah Pembuatan Akta

Dalam tahap sesudah akta sudah selesai dibuat penulisannya, Notaris diharapkan mengecek ulang supaya tidak ada penulisan yang salah atau kejanggalan yang timbul dalam penulisan tersebut. Apabila hal ini sudah selesai maka Notaris wajib membacakan akta itu dihadapan penghadap dan dihadiri oleh saksi-saksi. Apabila hal itu sudah dilakukan dan ada kesepakan dengan seluruh penghadap maka akta segera ditandatangani sebagaimana yang diperintahkan undang-Undang Jabatan Notaris. Dan sesudah penanda tanganan maka Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta kepada orang yang berkepentingan langsung kepada akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.

Agar Notaris tidak terjebak dalam kasus hukum, karena Disatu sisi Notaris diminta menjaga idealismenya sebagai pejabat umum, namun di sisi lain Notaris kelilingi oleh kehidupan materialisme gemerlap yang merobohkan benteng nurani. Akibatnya ada sebagian oknum Notaris yang mempraktikan falsafah berdagang daripada menjalankan perannya sebagai pejabat umum. Mereka proaktif turun kepasar mendatangi klien, menawarkan jasa, melakukan negosiasi honor, dan melakukan perikatan layaknya seorang pebisnis pada umumnya. Dalam beberapa kasus bahkan ada Notaris yang membanting honor dan memberikan pendapat negatif terhadap rekan sejawatnya hanya untuk mendapatkan “hak konsesi” akta dari sebuah


(56)

perusahaan. Persaingan yang sengit mendorong setiap Notaris melakukan “strategi jemput bola” karena jika mereka hanya menunggu klien datang ke kantor, mereka akan kalah bersaing dengan Notaris lain yang lebih agresif “menggarap pasar”. Fenomena ini sudah sering terjadi.36

Dalam mewujudkan prinsip kemandirian Notaris dalam pembuatan akta otentik, sudah saatnya seorang Notaris memperhatikan apakah fungsinya sebagai Notaris atau sebagai PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) sehingga tidak simpang siur dalam pelayanannya sebagai pejabat umum. Hal ini dapat kita kaji dalam bentuk kasus posisi di bawah ini.

1. Kasus Posisi

Bahwa berdasarkan Putusan pengadilan Negeri Medan

No.2601/Pid/2003/PN.Mdn37 bahwa ketika SK salah seorang pemegang saham PT.Sumatera Match Factory datang ke kantor Notaris LG, dimana SK selaku pemegang saham rencananya akan menjual sebidang tanah berikut bangunan dengan sertifikat HGB No.120/TG.mulia.

Kemudian LG menjelaskan kepada SK agar diselenggarakan dulu RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) sesuai dengan Anggaran Dasar Perusahaan, dan di

36 www.ditjenhau.kemenkumham.go.id.,oleh Dr.Drs. Widodo Suryandono,SH,MH. Diakses

tanggal 16 april 2013

37 Bahwa dalam perkara ini Notaris tersebut dapat diduga telah melakukan

kesewenang-wenangan, kelalaian karena seharusnya Notaris tersebut selaku orang yang dipercaya oleh kliennya untuk menyetorkan pembayaran pajak-pajak yang telah dipercayakan pengurusannya terhadap Notaris tersebut akan tetapi yang terjadi Notaris tersebut telah sewenang-wenang dengan tidak menyetorkannya akan tetapi menfiktifkan setoran pajak tersebut.


(57)

dalam RUPS tersebut agar diputuskan untuk menjual asset berupa tanah dan bangunan sesuai sertifikat HGB No.120/TG.Mulia.

Setelah RUPS diselenggarakan, maka SK yang mewakili pihak penjual, mempertemukan Notaris LG dengan saksi korban CS dan HK yang merupakan calon pembeli. Setelah bertemu maka pihak penjual dan pihak pembeli sepakat dengan harga tanah dan bangunan yang akan dibeli sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Setelah jual beli terjadi, akta jual beli belum dibuat karena masih menunggu peninjauan objek tanah, sehingga pihak penjual dan pihak pembeli meminta LG untuk mengurus proses jual beli/peralihan dan mengurus pembayaran mengenai biaya-biaya pajak BPHTB dan PPH. Atas permintaan tersebut, LG mengatakan bahwa biaya pengurusan sebesar Rp.660.000.000,- (enam ratus enam puluh juta rupiah) dengan perincian pembayaran pajak sebesar Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dan jasa bagi LG sebesar Rp.60.000.000,- (enam puluh juta rupiah).

Kemudian pada hari itu juga yaitu tanggal 25 april 2002, saksi korban CS dan HK menitipkan 1 (satu) lembar cek No.C114577 dari Bank X dengan nominal sebesar Rp.660.000.000,- (enam ratus enam puluh juta) sesuai dengan permintaan LG. setelah cek tersebut diterima oleh LG, kemudian keesokan harinya pada tanggal 6 april 2002. LG segera mencairkan cek tersebut ke bank X Medan.

Setelah cek tersebut cair, LG tidak segera mengurus protes peralihan dan balik nama sertifikat HGB No.120.TG.Mulia dan LG tidak membayarkan pajak-pajak yang berhubungan dengan proses peralihan dan balik nama sertifikat, akan tetapi LG menyuruh anak buahnya MS (berkas perkara terpisah) untuk mengurus penerbitan


(58)

SPPT PBB Th.2002 dan mengurus peralihan dan balik nama sertipikat HGB No,120/TG.Mulia kepada FH (berkas perkara terpisah) dengan mengecilkan/menurunkan nilai BPHTB dan PPH. Biaya pengurusan yang diminta oleh FH adalah Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah), namun sebelum LG memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertipikat HGB No.120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya kepada FH, datanglah SA (berkas perkara terpisah) dan mengatakan bahwa ia dapat mengurus pengurusan peralihan dan balik nama sertipikat HGB No.120/TG.Mulia dan pembayaran pajak-pajaknya dengan biaya keseluruhan Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah), karena menurut LG pengurusan melalui SA lebih murah, maka LG memutuskan untuk mengurus pengurusan peralihan dan balik nama setipikat HGB No.120/TG.Mulia tersebut kepada SA dan akhirnya LG menyerahkan uang yang dicairkan dari Bank X kepada MS sebanyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk kemudian diserahkan kepada FH sebagai uang tutup mulut dan untuk penerbitan SPPT PBB Th.2002.

Setelah pengurusan diserahkan kepada SA, maka LG menugaskan MS untuk mengetik Akta Jual Beli dengan PPAT atas nama MA,SH dengan lampirkan foto copy SPPT PBB Th.2002 senilai Rp.12.636.144.000,- (dua belas milyar enam ratus tiga puluh enam juta seratus empat puluh empat ribu rupiah) yang LG peroleh dari FH atas nama saksi korban CS dan HK, surat setoran BPHTB dengan nilai Rp.600.307.200,- (enam ratus juta tiga ratus tujuh ribu dua ratus ribu rupiah) dan SSP final atas nama PT. Sumatera Match Factory sebesar Rp.601.807.200,- (enam ratus satu juta delapan ratus tujuh ribu dua ratus rupiah).


(59)

Setelah Akta Jual Beli dan dan lampiran-lampirannya siap, maka LG memanggil para pihak yaitu: saksi korban CS dan HK sebagai pihak pembeli PA, SK sebagai pihak penjual dengan saksi-saski RS dan MS untuk masin-masing menandatangani Akta Jual Beli (pada saat ditandatangani belum bernomor dan bertanggal), namun karena LG belum menjabat PPAT, maka Akta Jual beli tersebut ditandatangani oleh Notaris/PPAT MA,SH dengan biaya sebesar Rp.10.000.000,-(sepuluh juta rupiah), dimana biaya tersebut LG serahkan kepada MS untuk selanjutnya diberikan kepada Notaris /PPAT MA,SH.

Setelah Akta Jual Beli tersebut ditanda tangani oleh seluruh pihak, maka LG menyiapkan Akta Jual Beli tersebut dengan lampiran sertipikat HGB No.120/TG.Mulia asli kepada Notaris/PPAT MA,SH, maka SA mengambil kembali Akta Jual Beli tersebut beserta lampiran-lampirannya untuk dimasukkan ke BPN kota Medan dengan terlebih dahulu SA membuat/ mengisi sendiri dengan mesin tik listrik Surat Setoran BPHTB fiktif atas nama saksi korban CS dan HK dengan nilai Rp.159.831.500,- (seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu lima rastus rupiah), SSP final fiktif dengan nilai Rp.161.331.500,- (seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu lima ratus rupiah) dan SSPPT PBB Th.2002 fiktif senilai Rp.3.226.630.000,- (tiga milyar dua ratus dua puluh enam juta enam ratus tiga puluh ribu

rupiah),-Setelah berkas-berkas tersebut siap, maka SA memasukkan berkas tersebut ke BPN Kota Medan dengan menyerahkan pengurusannya kepada saksi LH. Kemudian HL meminta biaya pengurusan peralihan dan balik nama sebesar


(60)

Rp.25.000.000,-(dua puluh lima juta rupiah) dan menjanjikan proses peralihan dan balik namanya akan siap dalam waktu 2 (dua) hari. Keesokan harinya SA meminta biaya pengurusannya untuk HL kepada LG sebanyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan setelah proses peralihan dan balik nama seritpikat HGB No.120/TG.Mulia selesai, maka SA mengambil sertipikat asli tersebut ke BPN kemudian diserahkannya kepada LG dan oleh LG, sertipikat HGB No.120/TG.Mulia asli yang telah beralih nama itu langsung diserahkan kepada saksi korban HK akan tetapi bukti-bukti pembayaran dari pajak pajak yang berhubungan dengan prose peralihan dan balik nama seritpikat itu, tidak LG serahkan kepada saksi korban, akan tetapi hanya diperlihatkan saja dihadapan saksi korban dengan tujuan mengelabui saksi korban seakan-akan pajak sebenarnya tinggi dan dapat diusahakan oleh LG menjadi rendah.

Selanjutnya pada tanggal 29 mei 2003 saksi korban CS dan HK telah menerima surat dari BPN Kota Medan Nomor.600.736/05.PKM/2003 yang isinya adalah bukti setoran pajak BPHTB sejumlah Rp.159.831.500,- (seratus lima puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) SSP Final senilai Rp.161.331.500,- (seratus enam puluh satu juta tiga ratus tiga puluh satu ribu lima ratus rupiah) atas nama saksi korban CS dan HK meminta menjumpai LG untuk meminta kembali uang yang telah diterima oleh LG dari saksi korban, akan tetapi LG terus menghindar dan mengelak dari tanggung jawab, sedangkan uang yang diterima dari saksi korban telah habis dipergunakan oleh LG, sehingga akibat perbuatan LG


(1)

peradilan. Upaya hukum non yudisial meliputi upaya hukum yang bersifat preventif atau pencegahan agar pelanggaran terhadap hak Notaris dapat terhindarkan, yang dilakukan dengan memberikan peringatan, teguran, somasi, keberatan, pengaduan kepada pejabat eksekutif. Sedangkan apabila pelanggaran hukum telah terjadi, maka upaya hukum tidak lagi bersifat preventif, tetapi menjadi bersifat korektif karena tujuannya adalah melakukan koreksi terhadap akibat akibat yang terjadi karena adanya perbuatan yang dilakukan oleh pelanggar hak. Upaya hukum korektif dapat bersifat non yudisal karena melibatkan lembaga non peradilan sebagai misal pejabat administrasi Negara. Sedangkan yang lain adalah upaya hukum korektif yang dilakukan oleh lembaga yudisial sehingga telah memasuki proses penegakan hukum law enforcement. B. Saran

1. Dalam hal Notaris selaku pejabat umum, untuk menjungjung tinggi profesi tersebut maka Notaris diharapkan selalu harus bersikap mandiri dan independent serta tidak terpengaruh terhadap keinginan pihak-pihak tertentu demi tercapainya tujuan hukum yang diharapkan masyarakat dari idealisme, martabat dan integritas seorang pejabat umum yaitu Notaris.

2. Bahwa seorang pejabat umum atau Notaris yang profesional harus jujur dan penuh tanggungjawab dan selalu menjungjung tinggi kode etik Notaris.

3. Demi tercapainya kepastian hukum, sudah sewajarnya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris lebih mempertegas sanksi pidana untuk mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang timbulkan oleh profesi Notaris


(2)

itu sendiri maupun pribadi Notaris itu sendiri. Dan begitu juga dengan perlindungan hukum bagi Notaris dalam hal menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum harus benar-benar terlindungi dan tidak ada campur tangan dari pihak lain.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adam, Muhammad,Asal-Usul dan Sejarah Akta Notarial,Sinar Baru, Bandung, 1985.

Adjie, Habib,Hukum Notaris Indonesia, PT.Refika Aditama, Bandung, 2008

__________, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris sebagai Publik, Refika Aditama, Bandung, 2009

__________,Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia (Kumpulan Tulisan),Mandar Maju, Bandung, 2009

__________, Merajut Pemikiran dalam Dunia Notaris dan PPAT, PT.Citra Aditya Bandung, 2011

Apeldoorn, L.J. Van,Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1996

A.R.Putri, Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Indikator Tugas-Tugas Jabatan Notaris yang berimplikasi Perbuatan Pidana,PT.Sofmedia, Jakarta 2011 Budiono Herlin,Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, PT.Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2007

__________, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,PT.Citra Aditya Bandung, 2011

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 2001

Harsono, Boedi, Hukum Agraria Indonesia, Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah,Djambatan cetakan ke-2 Jakarta, 1981

Hadi, Mudofir, Pembatalan isi akta Notaris dengan putusan hakim,Varia Peradilan nomor 72, 1991.

Kansil, C.S.T dan Christine T.Kansil, Pokok-Pokok Profesi Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1995


(4)

Kelsen Hans,Teori Hukum Murni, Rimdi Press, Jakarta __________,Teori Hukum Murni,Nusamedia, Jakarta,2011

Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1997

Kohar.A,Notaris Dalam Praktek Hukum,Penerbit Alumni Bandung, 1983

Kusmawati Lanny,Tanggung Jawab Jabatan Notaris, Laksbang, Yogyakarta, 2005 Lumban Tobing, G.H.S., Peraturan Jabatan Notaris, Cetakan Ketiga, Penerbit

Erlangga, Jakarta, 1992

Marzuki, Peter Mahmud,Penelitian Hukum,Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2007

Muchsin, Ikhtisar Ilmu Hukum, Badan Penerbit Iblam, Jakarta, 2006

Muhammad Abdulhar,Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya, Jakarta, 2004 Nico,Tanggung Jawab Notaris Selaku Pejabat Umum, Yogyakarta : CDSBL, 2003 Notodisoerjo, R. Sugondo,Hukum Notariat di Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2007

_____________________, Hukum Notaris di Indonesia suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta,1993.

Pengurus Ikatan Notaris Indonesia, Jati Diri Notaris Indonesia, Dulu, Sekarang dan Di Masa datang,Jakarta : Gramedia Pustaka, 2008

Projodikoro, Wiryono R, Perbuatan Melanggar Hukum dipandang dari Sudut Hukum Perdata, Mandar Maju, Bandung, 2000

Rahardjo Satjipto, Ilmu Hukum, PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996

Salman, Otja dan Susanto, Anton, Teori Hukum (Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali),Refika Aditama, Bandung, 2004

Sanusi Achmad, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum Indonesia, Tarsito, Bandung, 1991

Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Alumni, Bandung, 2008


(5)

Siahaan Marihot,Bea Materai di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006 Simorangkir, O.P,Etika Jabatan, Aksara Persada Indonesia, Jakarta, 1998 Simorangkir, J.C.T.Kamus Hukum,Sinar Grafika, Jakarta, 2006

Sjahdeni Sutan Remy, Soepraptomo Heru, Djamil Faturrahman, Kompilasi Hukum Perikatan,Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2007

Soekanto, Soerjono, Metodologi Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta1997

Soeharto Soejono dan Sri Mamudji,Penelitian Hukum Normatif suatu tinjauan singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004

_____________, dan Mamudji Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Pustaka Singkat,PT. Raja Grafindo, Jakarta, 1995

Subagio, Joko P.,Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta 1994.

Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, 1980

Sudigno Mertokusumo,Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998 Sunggono, Bambang, Metedologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, 1997

Sutrisno, Diktat Kuliah tentang Komentar atas Undang-Undang Jabatan Notaris, Buku I, Medan, 2007

Syahrin, Alvi,Beberapa Masalah Hukum, PT. Sofmedia, Medan, 2009. Tedjosaputro Liliana,Etika Profesi Notaris dalam Penegakan Hukum Pidana,

Disertasi Doktor Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1994. Thong Kie Tan,Serba-Serbi Praktek Notariat, Alumni, Bandung, 1987

__________, Buku I Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris , Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000

__________, Buku II Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris ,Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000

__________,Buku III Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris ,Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2000


(6)

B. Internet

http://mkn-unsri.blogspot.com/2010/06/tanggung-jawab-profesi-notaris-dalam.html di akses tanggal 09 Juni 2010,Tanggung Jawab Profesi Notaris dalam menjalankan jabatannya.

http://massofa.wordpress.com/2009/02/13/melatih-tanggung-jawab/, diakses tanggal 13 Februari 2013, Melatih Tanggung Jawab.

HTTP://ditjenhau.kemenkumham.go.id.,oleh Dr.Drs. Widodo Suryandono,SH,MH. Diakses tanggal 16 april 2013.

Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 2001

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004tentang Jabatan Notaris

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentangBea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangungan