BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Kelapa Sawit - Pengaruh Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit (Losses) pada Unit Decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat.
Namun, adapula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.
Menurut Hunger (1924) pada tahun 1869 Pemerintah Kolonial Belanda mengembangkan tanaman kelapa sawit di Muara Enim dan pada tahun 1870 di Musi Hulu. Bapak industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seorang Belgia bernama Adrien Hallet, pada tahun 1911 membudidayakan kelapa sawit secara komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) (Risza S, 1994).
2.2 Varietas Kelapa Sawit
Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietastersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya seperti, berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Namun, di antara varietas tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan varietas lainnya, di antaranya tahan terhadap hama penyakit, produksi tinggi serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi.
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah berikut ini dikenal ada beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging BuahVarietas Deskripsi Dura - Tempurung tebal (2-8 mm)
- Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung
- Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50%
- Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah
- Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina Psifera - Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada
- Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - Daging biji sangat tipis
- Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain dan dipakai sebagai pohon induk jantan
Tenera - Hasil persilangan Dura dengan Psifera
- Tempurung tipis (0,5-4 mm)
- Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung
- Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)
- Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil Macro carya - Tempurung tebal sekitar 5 mm
- Daging buah sangat tipis
2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen
Adapun fraksi TBS sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Ada 5 fraksi TBS berdasarkan faksi TBS, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,2, dan 3.
Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBSFraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan
00
1
2
3
4
5 Tidak ada, buah berwarna hitam 1% - 12,5% buah luar atau 0-1 berondolan/kg tandan memberondol 12,5% - 25% buah luar atau 2 berondolan/kg tandan 25% - 50% buah luar memberondol 50% - 75% buah luar memberondol 75% - 100% buah luar memberondol Buah dalam juga memberondol, ada buah yang busuk
Sangat mentah Mentah Kurang matang Matang 1 Matang 2 Lewat matang 1 Lewat matang 2
(Fauzi Y, 2002)
2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semipadat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera lebih kurang 500-700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi.
2.5 Sifat - Sifat Minyak Kelapa Sawit
2.5.1 Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit
Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C
1 -C 8 berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari
C akan berbentuk padat.Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal
8
ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C
8 (Pahan,2006).
Sifat fisika minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik nyala, dan titik api.
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau
dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren, 2008).
Struktur beta-karoten Struktur beta-ionone Lepasnya asam lemak yang mudah menguap menyebabkan bau tengik pada minyak. Asam-asam ini terbentuk melalui hidrolisis ikatan ester atau oksidasi ikatan ganda dua. Proses oksidasi adalah penyebab utama ketengikan. Udara hangat dan membiarkan minyak di udara terbuka merangsang ketengikan oksidatif. Pada ketengikan oksidatif, ikatan ganda dua dalam ikatan komponen asam lemak tak jenuh dari trigliserida terputus membentuk aldehida berbobot molekul rendah dengan bau tidak sedap, (Wilbraham, 1992).
2.5.2 Sifat Kimia Minyak
a. Hidrolisa Dalam reaksi hidrolisa , minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
O CH O C R 2 O O CH 2 OH OH C OH + 3 R O C + 3 H O
CH
2 CH
O R asam lemak CH OH 2 CH 2 O C R gliserol trigliseridab. Oksidasi Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas,(Ketaren, 2008).
Isomer-isomer cis lebih mudah mengalami oksidasi daripada trans. Di bawah suhu 50°C, pengikatan terjadi pada gugus metilena yang berdekatan pada ikatan rangkap, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi yang diikat adalah ikatan rangkap di samping mengalami perpindahan. Hasil penguraian ini yang menyebabkan minyak menjadi tengik (Sastrohamidjojo, 2005).
c. Hidrogenasi Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tidak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.
2.6 Standar Mutu Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu minyak yang baik.
Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida,
refining loss , plastisitas, dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan
bilangan penyabunan.Tabel 2.3 Mutu Minyak Kelapa SawitKandungan Persentase Kadar air
< 0,1 % Kadar kotoran
< 0,01 % Kandungan asam lemak bebas < 2% Bilangan peroksida
< 2 (Ketaren, 2008)
Bertitik tolak dari perbedaan penggunaannya, terdapat perbedaan pula dalam hal kebutuhan mutu minyak sawit yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan nonpangan. Untuk kebutuhan bahan pangan, tentunya tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan bahan baku nonpangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan sebab dampaknya langsung berpengaruh pada kesehatan manusia.
Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni, dan tidak bercampur bahan tambahan lain, seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya (Tim Penulis, 1992).
Tabel 2.4 Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan OrdinaryKandungan SPB Ordinary Asam lemak bebas (%) 1-2 3-5 Kadar air (%) 0,1 0,1 Kotoran (%) 0,002 0,01 Besi p.p.m
10
10 Tembaga p.p.m 0,5 0,5 Bilangan iod 53 ± 1,5 45-56 Karotene p.p.m 500 500-700 Tokoferol p.p.m 800 400-600 (Ketaren, 2008)
Minyak sawit yang bermutu baik adalah yang mudah dipucatkan, karena pada penggunaannya konsumen menghendaki warna sepucat mungkin agar tidak mempengaruhi warna makanan yang terbuat dari atau memakai minyak sawit. Daya pemucatan akan rendah jika minyak telah teroksidasi atau terhidrolisis terlalu jauh.
Minyak sawit dapat dipucatkan dengan penyerapan zat warnanya oleh tanah pemucat pada suhu rendah sampai 100°C. Tetapi karotena akan termolabil, terutama dalam keadaan hampa udara. Karena itu minyak sawit dapat juga dipucatkan pada suhu tinggi (sekitar 250°C). Tetapi pada suhu tersebut dapat terbentuk persenyawaan antara rantai asam lemak yang teroksidasi dengan karotena yang tidak mudah diabsorpsi oleh tanah pemucat, sehingga akan menyebabkan sisa warna setelah pemucatan menjadi lebih banyak. Dengan demikian untuk memperoleh minyak sawit dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi harus ditekan serendah-rendahnya.
Dari uraian di atas jelas bahwa minyak sawit yang bermutu baik adalah yang berkadar ALB rendah dan yang mempunyai daya pemucatan yang tinggi, sedangkan pada penyimpanan, baik kadar ALB maupun daya pemucatan tersebut hendaklah dipertahankan cukup lama tanpa banyak berubah (Mangoensoekarjo S, 2008).
2.7 Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya adalah:
a. Minyak sawit untuk industri pangan Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produksi CPO di Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa. Selain sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain dalam bentuk margarine, butter, vanaspati, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit memiliki beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik.
b. Minyak sawit untuk industri nonpangan Minyak sawit mempunyai potensi yang besar untuk digunakan di industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan
gliserine ). Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti
sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk memisahkan asam lemak dan gliserin.
- Bahan baku untuk industri farmasi; kandungan minor dalam minyak sawit kurang lebih berjumlah 1% antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Karoten dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker paru-paru dan payudara, sumber provitamin A yang cukup potensial. Tokoferol bermanfaat untuk antioksidan alam dan sumber vitamin E.
- Bahan baku oleokimia; oleokimia merupakan bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, di antaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, alkohol, asam amino, metil ester, dan gliserin. Asam lemak dapat digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat. Lemak alkohol merupakan bahan dasar pembuatan detergen. Lemak amina digunakan sebagai bahan dalam industri pabrik, sebagai pelumas, pemantap juga bahan baku dalam industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain. Metil ester digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Gliserin digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur, dan pasta gigi juga sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun.
c. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodiesel)
Palm biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi
(petroleum diesel) dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Namun, palm biodiesel memiliki keunggulan lain yaitu mengandung oksigen sehingga tidak mudah terbakar. Selain itu, palm
biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa benzen yang karsinogenik.
Penggunaan palm biodiesel juga dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan sifat biodiesel yang dapat teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, nontoksik, dan dapat terurai secara alami (biodegradable). Produksi palm
biodiesel dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak sawit dengan metanol (Fauzi Y, 2008).
2.8 Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Minyak Kelapa Sawit
Pengolahan kelapa sawit merupakan proses untuk memperoleh minyak dan kernel dari buah kelapa sawit melalui proses perebusan, pemipilan, pelumatan, pengempaan, pemisahan, pengeringan, dan penimbunan. Pengolahan kelapa sawit yang dilakukan secara mekanis dan fisika dapat berperan dengan baik jika tersedia bahan baku yang sesuai dan kinerja pabrik yang baik. Prosedur pengolahan kelapa sawit adalah uraian tentang proses dan mekanisme pengolahan pada setiap unit alat pengolahan sejak buah diterima di pabrik, sampai dihasilkan minyak sawit (CPO) dan kernel yang memenuhi mutu dengan efisiensi teknis dan ekonomis (Pardamean,2008).
Adapun proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan beberapa tahap yakni: a. Sortasi bertujuan untuk memastikan tandan buah segar (TBS) yang diterima sesuai dengan konfirmasi beli.
b. Loading ramp berperan untuk memuat buah ke dalam lori dan juga sebagai wadah penimbunan sementara. c. Lori merupakan tempat buah sawit yang akan direbus yang dapat menampung buah sampai 10 ton.
d. Sterilizer merupakan tempat untuk merebus buah sawit agar buah cepat membrondol, menonaktifkan enzim, mengurangi kadar air, melunakkan cangkang serta merebus janjangan.
e. Tipplerberperan untuk menuangkan buah yang telah direbus di lori yakni berupa bak berbentuk cone yang berputar.
f. Thresherberperan untuk memisahkan buah dari tandan yang direbus. Keberhasilan perebusan jika tidak didukung pemipilan yang baik akan kehilangan minyak yang tinggi. Begitu juga bahwa keberhasilan pemipilan tergantung pada proses perebusan.
g. Digester berperan untuk melumat atau merajang buah yang telah direbus sehingga mempermudah pada proses pengepresan atau pengambilan minyak.
h. Screw press berperan untuk mengepres atau mengambil minyak yang terdapat dalam daging buah kelapa sawit. i. Sand trap tank berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak dimana minyak bagian atas mengalir ke recleamed tank dan minyak yang berada di bagian bawah dialirkan ke vibrating screen. j. Recleamed tank berfungsi untuk menampung minyak dari sand trap tank, hasil olahan decanter, dan separator. k. Vibrating screen bertujuan untuk memisahkan non oil solid yang berukuran besar. l. Crude oil tank berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut dan lolos dari vibrating screen. m. Continuous settling tank merupakan bak untuk memisahkan lumpur berdasarkan prinsip gaya grafitasi. n. Sand cyclone berperan untuk mengurangi jumlah pasir dan padatan kasar berdasarkan prinsip grafitasi dan sentrifugasi. o. Decanter berfungsi untuk memisahkan minyak yang terkandung dalam sludge. p. Sludge drain tank berfungsi untuk membuang pasir-pasir halus yang terdapat dalam sludge. q. Oil tank berperan untuk memisahkan minyak dengan air dan kotoran ringan dengan cara pengendapan. r. Oil purifier berfungsi untuk memurnikan minyak dari kotoran-kotoran. s. Vacuum drier berperan untuk mengurangi kadar air pada minyak yang terdiri dari tabung yang berdiri tegak yang dihubungkan dengan steam injector atau vacuum
pump untuk menurunkan tekanan dalam minyak.
2.9 Pemurnian Minyak Kelapa Sawit pada Stasiun Klarifikasi
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari tempurung dan serabut serta air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (oil gatter) (Fauzi Y, 2008).
Dalam minyak kasar terdapat beberapa fase yang sulit dipisahkan dengan satu cara, maka dilakukan pemisahan fase minyak, fase NOS (Non Oil Solid), dan fase air dengan beberapa tahapan. Pemisahan minyak dari fraksi cairan lainnya dilakukan dengan berdasarkan prinsip filtrasi, pengendapan, penguapan, sentrifugasi dan sebagainya.
Adapun tahap-tahap pemurnian minyak kelapa sawit adalah:
a. Sand trap tank
Tangki ini berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak yang akan dialirkan keayakan dengan maksud agar ayakan terhindar dari gerakan pasir kasar yang dapat menyebabkan keausan ayakan. Alat ini bekerja berdasarkan grafitasi yaitu mengendapan padatan.
b. Recleamed tank Tangki ini berfungsi sebagai penampung minyak dari sand trap tank, hasil olahan
decanter dan separator. Di dalam tangki minyak mengalami sistem over flow, di mana minyak bersih (bagian atas) yang akan dipompakan ke oil tank.
c. Vibrating screen (ayakan getar) Alat ini bertujuan untuk memisahkan non oil solid yang berukuran besar, sehingga pada proses selanjutnya didapatkan minyak yang memenuhi standar. Ayakan getar ini bekerja dengan getar atas bawah, muka belakang dan kiri kanan, yang terdiri dari dua tingkat ayakan. Fraksi yang dipisahkan adalah pasir dan tanah yang berasal dari panenan yang terikat bersama buah dan serat atau ampas yang terikut dalam minyak dipisahkan dengan maksud agar kadar kotoran minyak sesuai dengan standar kualitas.
d. Crude oil tank Tangki ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut dan lolos dari ayakan getar. Retention time minyak pada alat ini relatif singkat sehingga lebih berfungsi untuk mengendapkan pasir atau lumpur yang partikel besar, sedangkan untuk memisahkan partikel halus kurang berhasil. Fungsi utamanya oil tank ialah menampung minyak dari ayakan getar sebelum dipompakan ke oil settling tank, ditempatkan tepat di bawah ayakan getar, sehingga minyak dari ayakan getar langsung ditampung. Pemisahan minyak lebih sempurna jika panas minyak dipertahankan 80°C. e. Continuous settling tank Tangki ini berfungsi untuk memisahkan minyak pada sludge. Suhu minyak dijaga antara 90-95°C. Minyak yang terdapat di bagian atas dikutip dengan menggunakan talang penutip atau skimmer dan kemudian dikumpulkan dan dialirkan ke
recleamed tank . Masa tunggu dari cairan dalam CST dipengaruhi oleh ukuran CST dan jumlah cairan minyak yang ditampung dalam CST.
f. Sand cyclone Alat ini berperan untuk mengurangi jumlah pasir dan padatan kasar. Alat ini terbuat dari logam atau porselin yang dapat memisahkan lumpur/pasir secara grafitasi dengan bantuan pompa. Untuk mengakifkan pemisahan ini, maka sering ditambahkan alat di bawah alat yang berfungsi untuk menstabilkan aliran dan tekanan pada ujung cone alat, sehingga pasir akan turun dan keluar melalui shipon.
g. Sludge drain tank Tangki ini berfungsi ini untuk menampung sludge dari decanter dan oil tank.
Dalam tangki ini terjadi sistem over flow, di mana minyak yang dikutip adalah minyak yang bagian atas yang akan di alirkan ke recleamed tank, sedangkan under
flow nya dialirkan ke sludge pit.
h. Decanter Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak yang masih terkandung di dalam
sludge . Alat decanter yang digunakan ada dua jenis berdasarkan keluarannya,
yaitu:
- Two-phase decanter
Alat ini bekerja memisahkan fraksi minyak dengan fraksi air dan fraksi padat atau fraksi padat dengan cairan, dengan penggunaan tersendiri. Cairan minyak yang masuk dari Crude Oil Tank ke dalam decanter dipisahkan menjadi dua fraksi yaitu fraksi padat dan cair. Fraksi padat yang berbentuk lumpur padat diangkut dengan gerbong trailer ke kebun, sedangkan fraksi cair dipompakan ke dalam tangki settling tank untuk diolah lebih lanjut. Tujuan pengolahan ini merupakan cara pengurangan bahan padatan dalam cairan dengan maksud agar pemisahan minyak dalam settling tank lebih baik dan beban sludge separator akan lebih ringan. Oleh sebab itu penempatan decanter sebelum settling tank dapat berfungsi untuk menggantikan kedudukan strainer dan sandcyclone.
Decanter dapat ditempatkan sebagai ganti oil purifier yakni minyak yang berasal dari settling tank atau buffer tank diolah menjadi dua fraksi yaitu fraksi minyak dan fraksi cairan yang masih mengandung sludge. Karena prinsip kerja alat ini menggantikan oil purifier maka mekanisme pemisahan berpegang kepada kemurnian minyak, akibatnya sludge yang keluar masih mengandung minyak, sehingga perlu diolah lagi dengan menggunakan sludge separator atau decanter, sedangkan fraksi minyak bersih langsung diolah ke vacuum drier.
Decanter sebagai pengganti sludge separator, yaitu mengolah cairan yang berasal dari sludge tank dipisahkan. Cairan dipisahkan menjadi cairan minyak dan
sludge . Cairan minyak yang dipisahkan dipompakan ke settling tank, sedangkan
fraksi sludge dibuang ke fat pit untuk diteruskan ke unit pengolahan limbah.- Three-phase decanter
Alat ini bekerja dengan prinsip yang sama dengan two-phase decanter, hanya terdapat perbedaan dari fase fraksi. Pada alat ini dihasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi minyak, fraksi air (cair), dan fraksi padat. Alat ini dapat ditempatkan sebagai pengganti oil purifier dan akan menghasilkan fraksi minyak, fraksi air dan padatan. Fraksi air yang masih mengandung minyak dilanjutkan pengolahannya pada sludge separator, sludge dan minyak akan terpisah.
Decanter yang berfungsi memisahkan fase padat, fase minyak, dan fase air memberikan peluang penempatannya di hulu, tengah, dan di akhir proses klarifikasi. Umumnya penempatan di:
- Hulu sebelum settling tank
Cairan hasil pressan yang keluar melalui oil gutter ditampung di crude oil
tank , memiliki kandungan lumpur yang tinggi. Lumpur tersebut jika dipisahkan
sebelum masuk ke dalam proses klarifikasi akan lebih baik, karena lumpur tersebut tidak lagi mengendap di dasar tangki klarifikasi yang dapat menurunkan “retention time”. Decanter bekerja memerlukan keseimbangan, maka diperlukan “buffer tank” tambahan, yaitu ditempatkan di atas decanter. Kalau hanya menggantungkan stabilitas tekanan pada pompa dapat menyebabkan efisiensi pemisahan lumpur yang rendah dan kehilangan minyak yang tinggi dalam lumpur. Decanter yang sesuai untuk dikembangkan pada cara ini adalah decanter dua fase, yaitu memisahkan cairan menjadi fase padat (lumpur) dan fase cair. Fase padat dikirim ke lapangan, sedangkan fase cair dipompakan ke settling tank.
- Tengah sebelum sludge separator
Cairan yang keluar dari bagian bawah settling tank mengandung lumpur yang tinggi dan kadar minyak yang mencapai 10%. Cairan ini diolah dalam decanter akan menghasilkan: fase padat dibuang, fase minyak dipompakan ke settling tank, sedangkan fase cair tetap dialirkan ke sludge tank. Cara ini akan mengurangi beban lumpur yang masuk ke dalam sludge separator, umumnya digunakan adalah decanter tiga fase. Cara ini akan membantu sludge separator dan dapat menggantikan “sandcyclone” atau “stainer”.
- Hulu klarifikasi
Sebagai pengganti alat sludge separator yang memisahkan lumpur minyak dan air. Jika di hulu ditempatkan decanter maka pemisah lumpur yang ditempatkan di akhir klarifikasi ialah sludge separator. Jenis decanter yang digunakan mengganti sludge separator ialah decanter dua fase dan decanter tiga fase.
- Hilir klarifikasi sebagai pengganti oil purifier
Pemurnian minyak dilakukan dengan alat oil purifier yang memisahkan minyak dan non minyak. Karena sifat-sifat ini dimiliki oleh decanter dua fase maka ada pabrik yang menggunakan decanter memisahkan minyak dengan lumpur. Metode proses yang diterapkan ialah cairan minyak yang keluar dari
crude oil tank dipompakan ke buffer tank dan dialirkan ke dalam decanter dan
akan menghasilkan minyak, lumpur, dan cairan. Dalam proses ini yang menjadi tujuan ialah memisahkan minyak yang bersih tanpa mempertimbangkan kehilangan minyak pada fase padat.
Pengolahan lumpur yang masih mengandung minyak di PKS PT. Multimas Nabati Asahan menggunakan decanter dua fase di mana lumpur yang masih mengandung minyak (sludge) yang keluar dari bagian bawah Continuous Settling
Tank diolah oleh decanter untuk memisahkan lumpur (sludge) dan minyak. Proses
pemisahan terjadi akibat adanya gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh putaran
bowl dan scrool yang menghasilkan light phase (minyak) yang langsung di alirkan ke oil tankuntuk diolah kembali dan heavy phase (lumpur) di buang ke fat pit yang akan diolah kembali oleh separator.
Pada proses pengolahan lumpur yang masih mengandung minyak (sludge) perlu diperhatikan umpan yang akan diolah decanter sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk mengurangi kerugian minyak yang dapat menyebabkan kerugian perusahaan. Di mana standar kerugian minyak (losses) adalah sebesar 1 %.
Untuk mengatasi kerugian minyak yang besar maka perlu diperhatikan keberhasilan dalam pengoperasian decanter yang dipengaruhi oleh:
- Komposisi umpan yang akan diolah, karena ratio antara minyak, air, dan lumpur mempengaruhi terhadap daya pisah alat tersebut.
- Fungsi alat decanter tersebut.
- Perimbangan kapasitas alat dengan jumlah sludge yang diolah. i. Oil tank
Tangki berperan untuk memisahkan minyak dengan air dan kotoran ringan dengan cara pengendapan menggunakan prinsip grafitasi. Minyak yang berada di bagian atas akan dialirkan ke purifier. Di dalam oil tank dilakukan pemanasan dengan
steam coil dengan tujuan agar kandungan air pada minyak tidak bertambah dan
mempermudah proses pengolahan selanjutnya. Suhu minyak dijaga pada suhu 90- 95°C (Ponten, 1998) j. Oil purifier
Fungsi oil purifier adalah untuk memisahkan sludge yang melayang (emulsoi dalam minyak dan mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak sehingga kadar kotoran minyak produksi menjadi < 0.02 %. Suhu minyak dalam oil purifier
90-95°C. Selanjutnya, minyak dari oil purifier dimasukkan ke dalam vacuum oil dryer . k. Vacuum drier
Minyak dari oil purifier dengan suhu 90-95°C dipompa dan ditampung dalam float
tank untuk seterusnya diisap oleh vacuum dryer. Di bawah pelampung terpasang toper spindle untuk mengatur minyak yang disalurkan ke dalam bejana vacuum dryer sehingga kehampaan dalam vacuum dryer tetap terkendali. Selanjutnya
melalui nozzle minyak akan disemburkan ke dalam bejana sehingga penguapan air menjadi lebih sempurna. Untuk menjaga keseimbangan minyak masuk dan keluar dari bejana, digunakan float valve di bagian bawah bejana (Pardamean,2008)