BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pengaruh Tekanan dan Waktu Perebusan terhadap Kehilangan Minyak (Losses) pada Air Kondensat di Stasiun Sterilizer dengan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak) di Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV (Persero) Pulu Raja

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

  Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Tanaman kelapa sawit diklasifikaskan sebagai berikut: Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : 1.

  E. guineensis Jacq .

  2. E. oleifera (H.B.K) Cortes 3.

  E. odora Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada dataran rendah di daerah tropis yang o beriklim basah, yaitu sepanjang garis khatulistiwa antara 23,5 Lintang Utara sampai o 23,5 Lintang Selatan. Adapun persyaratan untuk tumbuh tanaman kelapa sawit sebagai berikut.

   Curah hujan 2.000 mm/tahun dan merata sepanjang tahun dengan periode bulan kering (<100 mm/bulan) tidak lebih dari 3 bulan o o C dan malam hari 22-24 C

   Temperatur siang hari rata-rata 29-33  Ketinggian tempat dari permukaan laut < 500 m.

   Matahari bersinar sepanjang tahun, minimal 5 jam perhari.

  (Iyung Pahan, 2006)

2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit

  Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik dan produk olahannya terutama minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal. Perkebunannya dapat ditemukan antara lain di Sumatera Utara dan Nangroe Aceh Darussalam.

  Awal mulanya, di Indonesia kelapa sawit sekedar berperan sebagai tanaman hias langka di Kebun Raya Bogor dan sebagai tanaman penghias jalanan atau pekarangan. Itu terjadi mulai tahun 1848 hingga beberapa puluh tahun sesudahnya.

  Tahun 1848 Pemerintahan Kolonial Belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit dari Mauritus dan Amsterdam yang kemudian ditanam di Kebun Raya Bogor. Selanjutnya hasil anakannya dipindahkan ke Deli, Sumatera Utara. Di tempat ini, selama beberapa puluh tahun, kelapa sawit yang telah berkembangbiak hanya berperan sebagai tanaman hias di sepanjang jalan di Deli, sehingga potensi yang sesungguhnya belum kelihatan.

  Mulai tahun1911, barulah kelapa sawit dibudidayakan secara komersial. Orang yang merintis usaha ini adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Ia mengusahakan perkebunan kelapa sawitnya di Sungai Liput (Aceh) dan di Pulu Radja (Asahan).

  Rintisan Hallet ini kemudian diikuti oleh K. Schadt, seorang Jerman yang mengusahakan perkebunannya di daerah Tanah Itan Ulu di Deli. Kelapa sawit Deli ini ternyata lebih produktif serta komposisi buahnya juga lebih baik dibandingkan dengan kelapa sawit dari Pantai Barat Afrika. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit mulai dibudidayakan di Indonesia.

2.1.2. Varietas Kelapa Sawit

  Ada empat varietas tanaman kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas-varietas itu dibedakan berdasarkan tebal tempurung dan daging buahnya yaitu antara lain:

1. Dura

  Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

  2. Psifera

  Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan Psifera dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Psifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.

  3. Tenera

  Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yitu Dura dan Psifera. Varietas inilah yang banyak ditanam diperkebunan – perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm. dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.

  4. Macro carya

  Buah dari varietas Macro carya memiliki tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

  Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar 22 – 24%, sedangkan pada varietas Dura antara 16 – 18%. Jenis kelapa sawit yang usahakan tentu saja yang mengandung rendemenn minyak tinggi sebab minyak sawit merupakan hasil olahan yang utama.

  Sehingga tidak mengherankan jika lebih banyak perkebunanyang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera (Tim Penulis, 1997).

2.1.3 Mutu Tandan Buah Segar

  Tandan buah segar yang diterima di pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku, yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak dan inti sawit. Sebelum buah diolah perlu dilakukan sortasi dan penimbangan di loading ramp .

2.1.3.1 Sortasi Panen

  Tandan yang telah tiba di pabrik diketahui mutunya dengan cara visual, yang dapat dilakukan di tempat penerimaan buah. Pengujian atau sortasi panen sebaiknya dilakukan pada setiap truk yang tiba di pabrik, akan tetapi hal ini dianggap tidak ekonomis. Oleh sebab itu sortasi panen dilakukan secara acak, yaitu 10% terhadap truk yang telah diterima atau minimal setiap satu truk untuk setiap afdeling. Jika jumlah 10% sampling dianggap terlalu besar dapat diatasi dengan mengambil 50% isi truk. Penilaian terhadap mutu TBS didasarkan pada standart fraksi tandan.

Tabel 2.1. Spesifikasi fraksi TBS

  Fraksi Istilah Kriteria

  00 Mentah sekali Brondolan 0 Mentah Brondolan 1-12,5% buah luar

  1 Kurang matang Brondolan 12,5-25% buah luar

  2 Matang I Brondolan 25-50% buah luar

  3 Matang II Brondolan 50-75% buah luar

  4 Lewat matang Brondolan 75-100% buah luar Ranum Buah dalam ikut membrondol

  (P. M. Naibaho, 1998)

2.1.3.2 Penimbunan TBS di Loading Ramp

  Loading ramp berperan untuk memuat buah kedalam lori. Akan tetapi loading

  ramp digunakan sebagai wadah penimbunan sementara. Setiap pintu dapat menampung 8-15 ton tergantung pada muatan dari alat tersebut.

  Penimbunan buah yang bermalam di loading ramp dapat menurunkan mutu minyak sawit, yang lebih cepat daripada penibunan di lapangan. Hal ini disebabkan derajat kelukaan buah yang tinggi akibat frekuensi benturan mekanis lebih banyak dialami setelah sampai di pabrik (P. M. Naibaho, 1998).

2.2. Minyak Kelapa Sawit

  Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit yang mengandung banyak komponen yang menentukan mutu produksi minyak sawit. Berikut adalah sifat fisik dan sifat kimia dari minyak kelapa sawit.

Tabel 2.2. Komposisi penyusun minyak kelapa sawit

  Substansi Kandungan Asam Lemak Bebas (FFA) 3-5% Ghums (phosphollipid dan phosphotida) 300 ppm Kotoran 0,01% Cangkang Trace Kadar Air

  0,15% Trace metal

  0,50% Produk-produk oksidasi Trace Total karotenoid 500-1.000 mg/ke

  (Iyung Pahan, 2006)

2.2.1 Sifat Fisik dan Kimia Minyak Kelapa Sawit

  Seperti minyak-minyak kebanyakan, minyak kelapa sawit juga memiliki sifat fisik dan sifat kimia sebagai berikut.

2.2.1.1. Sifat Fisik Minyak Kelapa Sawit

  Sifat fisik dari minyak kelapa sawit yang perlu diperhatikan diantaranya adalah warna, bau dan flavor, titik didih, titik cair dan polymorphism, kelarutan, bobot jenis, indeks bias.

a. Warna Zat warna yang terkandung dalam minyak kelapa sawit adalah karotenoid.

  Karotenoid menghasikan pigmen warna kuning orange pada minyak kelapa sawit.

  Karotenoid larut dalam minyak dan bersifat tidak stabil pada suhu tinggi. Jika minyak kelapa sawit dialiri uap panas, maka warna kuning hilang.

  b. Bau dan flavor

  Bau dan flavor pada minyak kalapa sawit terdapat secara alami dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sebagi hasil penguraian pada kerusakan minyak. Bau yang khas dari minyak kelapa sawit disebabkan karena adanya

  β-ionon.

  c. Kelarutan

  Kelarutan dari minyak digunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi dari bahan yang diduga mengandung minyak. Minyak kelapa sawit tidak larut dalam air, tetapi larut sempurna dalam pelarut halogen dan sedikit larut dalam alkohol. Semakin panjang rantai asam-sam lemak yang dikandung oleh minyak maka kelarutannya semakin kecil.

  d. Titik cair

  Titik cair minyak kelapa sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda (S. Ketaren, 1986).

Tabel 2.3. Sifaf fisik minyak kelapa sawit

  Sifat Fisik Minyak Sawit

  o

  Titik didih

  38 C

  o

  Titik cair 39-41 C Bobot jenis saat suhu kamar 0,900

  o

  Indeks bias D 40 C 1,4565 – 1,4585

  o

  Titik lebur 27 – 43 C Densitas relative 0,90 – 0,95

  (S. Risza, 1994)

2.2.1.2 Sifat Kimia Minyak Kelapa Sawit

  Beberapa proses kimia yang terjadi pada minyak sangat berpengaruh terhadap kadar suatu bilangan yang terkandung dalamnya. Misalnya proses penyabunan yang banyak digunakan dalam industri, besar bilangan penyabunan minyak sangat berpengaruh terhadap banyaknya basa yang digunakan untuk menyabunkan sejumlah minyak, atau bilangan asam yang dapat diguanakan untuk menghitung jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Kadar-kadar bilangan lain yang juaga perlu diketahui tersedia dalam table 2.4.

Tabel 2.4. Sifat kimia kelapa sawit

  Sifat kimia Kadar Bilangan penyabunan 196 – 205 Bilangan Iod 46 – 52 Bilangan Reichert Meissl 5,2 – 6,5

  Bilangan Polenske 9,7 – 10,7 Bilangan Krichner 0,8 – 1,2 Bilangan Bartya 33

  (S. Ketaren 1986)

2.2.2 Kandungan Nutrisi Minyak Kelapa Sawit

  Kelapa sawit merupakan berkah dari alam (natural gift) karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan baik bagi kesehatan manusia, seperti nilai kalori, vitamin, daya cerna dan rendahnya kadar kolestrolnya.

  a. Kandungan kalori dan kolestrol

  Minyak kelapa sawit memiliki nilai kalori sebesar 9 kkal/g, dimana nilai kalori untuk protein dan karbohidrat masing-masing 4 kkal/g. Minyak kelapa sawit juga kaya akan vitamin A, dimana kandungan

  β-karoten mencapai 1.000 mg/kg. Kandungan alami provitamin A pada minyak kelapa sawit cukup tinggi, yaitu sekitar 900 IU/g.

  b. Daya cerna (Digestibility) dan kandungan kolestrol

  Minyak kelapa sawit mempunyai daya cerna yang tinggi serta mengandung kadar kolestrol yang rendah yaitu sekitar 3mg/kg.

  c. Kandungan asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh

  Minyak kelapa sawit terdiri dari 50% asam lemak jenuh dan 40% asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tersebut dibutuhkan secara essensial untuk nutrisi manusia dan hewan (Iyung Pahan, 2006).

  Minyak kelapa sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda-beda. Panjang rantai adalah antara 14-20 atom karbon. Dengan demikian sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut.

Table 2.5. Komposisi asam lemak minyak kelapa sawit

  Asam lemak Jumlah atom C Jumlah ikatan rangkap

  Titik lebur ( o

  C) % Berat Asam lemak minyak sawit

  Miristat 14 - 54,4 1,4 (0,5-0) Palmitat 16 - 62,9 40,1 (32-45) Stearat 18 - 69,9 5,5 (2-7) Jumlah asam lemak jenuh

  47,0 Oleat 18 1 14 42,7 (38-52) Linoleat 18

  2 5 10,3 (5-11) Jumlah asam lemak tak jenuh 53,0

  (Soepadiyo M, 2003)

2.2.3. Mutu Minyak Kelapa Sawit

  Mutu minyak yang dihasilkan dari pabrik dapat dipengaruhi oleh kualiatas panen, pengangkutan, proses pengolahan dan penimbunan atau penyimpanan. Faktor- faktor tersebut akan dibahas pada setiap parameter mutu yang dipersyaratkan dalam perdagangan.

Tabel 2.6. Parameter Mutu Produk Minyak Sawit

  Parameter Standart (%) ALB Golden CPO 2,0% maks ALB CPO Super 2,5% maks ALB CPO non Super 3,5% maks Kadar air 0,15% maks Kadar kotoran 0,02% maks DOBI 2,5 min Bilangan Iodin 51 min Bilangan peroksida, mek/kg 5,0 maks Bilangan anisidine, mek/kg 5,0 maks Fe (Besi), ppm 5,0 maks Cu (Tembaga), ppm 0,3 maks

  o

  Titik Cair 39 – 41 C B-carotene 500 ppm

  (PTPN.IV, 2010)

2.2.3.1. Asam Lemak Bebas

  Penyebab dominan kenaikan ALB adalah hidrolisis dan oksidasi. Dalam reaksi hidrolisis, minyak diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol sehingga CPO barbau tengik. Sedangkan dalam reaksi oksidasi, minyak sawit akan menghasilkan senyawa aldehid dan keton sehingga CPO berbau tengik, berubah warna karena kerusakan pigmen, penurunan kandungan vitamin dan keracunan.

  2.2.3.2. Kadar Air o

  Zat yang mudah menguap pada temperatur diatas 100 C adalah air. Tingginya kandungan air di dalam CPO akan mengakibatkan hidrolisis trigliserida secara autokatalis, yang meningkatkan kadar ALB. Air merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroba yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi.

  2.2.3.3. Kadar Kotoran

  Kotoran dalam minyak sawit adalah kotoran yang tidak larut dalam n-Heksan dan Petroleum eter. Kotoran ini dapat menyebabkan proses hidrolisis di dalam minyak karena mengandung besi (Fe) dan tembaga (Cu) yang merupakan pro-oksidan. Penyebabnya adalah TBS kotor dan juga selama proses di pabrik. Kadar air dan kadar kotoran dapat dikontrol pada CST (Continuos Settling Tank)dengan menjaga ketebalan lapisan minyak 50 cm.

  2.2.3.4. DOBI (Deterioration of Bleachability Index) atau Indeks Daya Pemucat

  Parameter DOBI ditentukan dengan metode analisa yang sederhana dari ratio hasil pengukuran spektrofotometer terhadap absorbens pada gelombang 446 nm (kandungan

  β- karoten) dan 269 (produk oksidasi sekunder). Panas yang tinggi pada proses pengolahan menyebabkan β-karoten berubah menjadi senyawa yang berwarna kecoklatan dan larut dalam minyak. Semakin banyak senyawa yang berwarna kecoklatan, semakin sulit minyak dipucatkan dan semakin rendah nilai DOBI nya.

  2.2.3.5. Bilangan Iodin

  Bilangan Iodin adalah bilangan yang menyatakan kandungan asam lemak tidak jenuh yang dinyatakan dalam milligram iodium yang diserap per gram minyak. Asam lemak tidak jenuh adalah lemak yang rendah kadar kolestrolnya. Tinggi rendahnya kadar iodin dalam minyak sawit tidak dipengaruhi oleh proses pengolahan, tetapi dipengaruhi oleh klon bahan tanaman yang dibudidayakan. Semakin tinggi bilangan iodium berarti semakin banyak kandungan asam lemak tidak jenuh dan semakin baik kualitas CPO.

  2.2.3.6. Bilangan Peroksida, mek/kg

  Peroksida adalah hasil oksidasi pertama yang non-transisten dan terbentuk karena bertambahnya radikal aktif molekul oksigen pada gugus metilen aktif pada rantai asam lemak yang terdapat dalam minyak.

  2.2.3.7. Bilangan Anisidin, mek/kg

  Bilangan Anisidine adalah bilangan yang merupakan angka petunjuk jumlah abstad yang teroksidasi menjadi gugusan aldehid dan keton yang dinyatakan dengan milliliter equivalen oksigen yang terikat pada setiap kg minyak.

  2.2.3.8. Titik Cair

  Titik cair merupakan salah satu besaran fisik dimana pada temperaturtersebut terjadi perubahan fase padat ke cair (mulai mencair).

2.2.3.9. Kadar Fe dan Cu

  Kandungan logan Fe dan Cu yang terdapat dalam minyak sawit dapat terjadi akibat adanya kontaminasi baik di pabrik atau selama transportasi produk CPO.

  Kontaminasi terjadi di pabrik dan transportasi akibat kontak langsung antara minyak dengan logam yang mengandung Fe ataupun Cu.

  2.2.3.10. β-karoten

  β-karoetn memberi warna merah-kuning alami dalam CPO mengandung pro-vitamin A dan merupakan anti oksidan alami yang efektif.

  β-karoten terdegradasi oleh panas yang berlebihan dan oksidasi dengan udara (PTPN. IV, 2010).

2.3. Proses Pengolahan Tandan Buah Segar di Stasiun Perebusan

  Perebusan merupakan awal proses pengolahan buah yang hasilnya sangat menentukan terhadap keberhasilan proses pengutipan atau kehilangan (losses) minyak ataupun inti pada proses selanjutnya. Proses perebusan yang sempurna akan memaksimalkan efektivitas pengutipan minyak, sedangkan perebusan yang kurang sempurna akan meyebabkan peningkatan losses. Oleh karena itu proses perebusan yang sempurna mutlak harus diakukan sehingga capaian rendemen dapat meningkat dan losses dapat ditekan.

  Perebusan atatu sterilisasi buah dilakukan dalam sterilizer yang berupa bejana uap bertekanan. Biaasanya sterilizer dirancang untuk memuat 6 sampai 10 lori

  2

  dengan tekanan uap 2,8 – 3 kg/cm . Lori adalah tempat buah direbus, yang dapat menampung buah 2,5 – 3,5 bahkan 5,0 ton TBS. Lori-lori yang telah berisi TBS dikirm ke stasiun rebusan dengan cara ditarik dengan menggunakan capstand yang digerakkan oleh motor listrik hingga memasuki sterilizer. Lori tempat buah dibuat berlubang dengan diameter 0,5 inch, yang berfungsi untuk mempertinggi penetrasi uap pada buah dan penentesan air kondensat yang terdapat diantara buah. Dalam o prosesperebusan TBS dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar 135 C selama

  80 – 90 menit. Sterilizer harus dilengkapi dengan katup pengaman untuk menjaga tekanan di dalam sterilizer agar tidak melebihi tekanan kerja maksimum yang diperkenankan (Darnoko D, 2003).

2.3.1. Tujuan Perebusan

  Setiap PKS tentunya menginginkan hasil minyak dengan kualitaas yang baik, tingkat keasaman yang rendah, dan minyak yang mudah dipucatkan (bleaching).

  Proses perebusan sangat menentukan kualitas haasil pengolahan hasil pabrik kelapa sawit. Tujuan dari proses perebusan tandan buah segar yaitu untuk menghentikan pembentukan asam lemak bebas (ALB), memudahkan pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan selanjutnya, serta peneyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit.

1. Menghentikan pembentukkan asam lemak bebas (ALB)

  Pembentukan asam lemak bebas terjadi akibat kegiatan enzim yang menghidrolisis minyak. Menghentikan kegiatan enzim tersebut sebenarnya cukup dengan

  o

  perebusan hingga temperatur 50 C selama beberapa menit. Namun, jika ditinjau dari proses pengolahan selanjutnya, perebusan harus dilakukan dengan temperatur yang lebih tinggi.

  2. Memudahklan pemipilan.

  Untuk melepaskan brondolan (spiklets fruit) dari tandan secara manual, sebenarnya cukup dengan merebus dalam air mendidih. Namun, cara ini tidak memadai. Oleh karenanya, diperlukan uap jenuh bertekanan agar diperoleh temperatur yang semestinya di bagian dalam tandan buah.

  3. Penyempurnaan dalam pengolahan

  Selama proses perebusan , kadar air dalam buah akan berkurang karena proses penguapan. Dengan berkurangnya air, susunan daging buah (pericarp) berubah.

  Perubahan tersebut memberikan efek positif, yaitu mempermudah pengambilan minyak selama proses pengempaan dan mempermudah pemisahan minyak dari zat nonlemak (Non Oil Solid). Pada saat yang sama, sel-sel minyak akan pecah dan berada dalam keadaan bebas pada saat pengeluaran uap perebusan (puncak ketiga).

  Dalam hal ini, senyawa protein merupakan cairan emulsi yang berbeda sehingga lapisan minyak lebih mudah dipisahkan saat proses pemurnian. Secara keseluruhan, akibat penguapan sebagian air dari daging buah, kemungkinan kehilangan minyak dalam serabut maupun dalam lumpur buangan pada proses pemurnian dapat ditekan.

  4. Penyempurnaan dalam proses pengolahan inti sawit

  Hal utama yang dihadapi pada proses pengolahan inti sawit yaitu sifat lekat dari inti sawit terhadap cangkangnya. Dengan proses perebusan, kadar air dalam biji akan berkurang sehingga daya lekat inti terhadap cangkangnya menjadi berkurang (Iyung Pahan, 2006).

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perebusan

  Faktor-faktor yang mempengaruhi prosess perebusan adalah tekanan uap, temperatur dan lama perebusan serta pembuangan udara dan air kondensat.

a. Tekanan uap dan waktu perebusan

  Tekanan uap dan lama perebusan sangat menentukan hasil perebusan dan efesiensi pabrik. Tekanan uap dan lama perebusan berbanding terbalik. Semakin kecil tekanan uap semakin lama perebusan. Sebaliknya, semakin tinggi tekanan uap maka semakin pendek waktu perebusan. Perebusan menggunakan steam bertekanan

  2 o

  2,8 – 3,0 kg/cm dan temperatur 130 – 140 C serta siklus merebus selama 90 – 100 menit. 2 Tekanan uap yang rendah (<2,8 kg/cm ) dan waktu rebus yang tidak cukup akan mengakibatkan: Buah kurang masak, sebagian brondolan tidak lepas dari tandan yang

  • mengakibatkan losses dalam tandan kosong bertambah.
  • biji sehingga mengakibatkan proses pengempaan tidak sempurna dan kerugian minyak pada ampas dan biji bertambah.

  Pelumatan dalam Digester tidak sempurna, sebagian daging buah tidak lepas dari

  • pembakaran di ketel uap

  Ampas basah, mengakibatkan pemakaian bahan bakar lebih boros pada proses

  Sebaliknya bila perebusan dilakukan terlalu lama maka buah menjadi terlalu masak sehingga kantong minyak di mesocarp dengan sendirinya terlepas ke air kondensat, losses minyak dalam air kondensat (rebusan) dan janjangan kosong menjadi naik dan merusak mutu minyak.

b. Temperatur , pembuangan udara dan air kondensat

  Temperatur di dalam rebusan sangat dipengaruhi oleh tekanan uap, udara dan air kondensat. Semakin rendah tekanan dan semakin banyak udara atau air kondensat di dalam rebusan, maka semakin rendah temperatur yang dicapai.

  Udara merupakan penghantar panas yang rendah dan bila terjebak dalam suatu ruangan kosong dalam ketel rebusan, maka udara bisa menjadi isolator panas. Bila udara dalam ketel rebusan tidak dikeluarkan secara sempurna akan terjadi pencampuran udara dan uap yang mengakibatkan temperatur turun dan pemindahan panas dari uap ke buah tidak sempurna. Akibatnya adalah masih banyak brondolan masih terikut tandan kosong.

  Air kondensat Air kondensat berasal dari penguapan tandan buah yang direbus dan hasil

  • kondensasi steam di dalam ketel rebusan. Disamping tekanan, air kondensat di dalam ketel rebusan mengakibatkan temperatur perebusan menjadi turun.
  • 2 Temperatur normal di dalam ketel rebusan dengan tekanan uap 2,8 – 3,0 kg/cm o adalah 130 – 140 C Buah yang terendam air kondensat, dipastikan tidak masak. Kalaupun buah
  • terendam tetapi air kondensat masih ada yang tertinggal dalam perebusan dapat menyebabkan perebusan kurang masak karena temperatur tidak tercapai.
  • puncak I, II, dan III dan tiga kali pada saat holding time. Diharapkan dengan banyaknya frekuensi pembuangan tersebut maka air kondensat sudah habis pada saat akhir perebusan. Sebagai indikator air kondensat telah habis dalam ketel rebusan adalah pada saat pintu rebusan dibuka tidak ada lagi air kondensat yang keluar (A.H. Hassan, 1999).

  Pembuangan air kondensat dilakukan enam kali yaitu pada saat pembuangan steam

2.3.3. Tahapan dalam Proses Perebusan

  Siklus merebus adalah waktu perebusan ditambah dengan waktu atau lamanya membuka atau menutup pintu rebusan dan mengeluarkan atau memasukkan lori ke dalam rebusan. Siklus dalam proses perebusan tiga puncak dalam sterilizer adalah sebagai berikut.

  1. : 2,5 menit Deaerasi 2.

  : 20 menit Pemasukan uap dan pembuangan puncak I,II & III 2 3.

  : 45 menit Masa penahanan tekanan 2,8 – 3,0 kg/cm

  4. uap akhir : 7,5 menit Pembuangan 5.

  : 15 menit Mengeluarkan dan memasukkan lori

  Panjang siklus : 90 menit

2.3.3.1 Deaerasi

  Deaerasi atau pembuangan udara dari sterilizer dilakukan dengan cara membuka pipa inlet, deaeration vulve atau condensate valve. Udara dibuang dengan cara memasukkan uap secara cepat sehingga terjadi pencampuran antara uap dan udara. Karena udara lebih berat, maka udara akan turun kebawah dan dibuang melalui

  

deaeration valve . Deaerasi akan berlangsung pada saat pembuangan air kondensat

selama sistem perebusan berlangsung.

  2.3.3.2 Pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas

  Frekuensi pembuangan air kondensat dan pembuangan uap bekas selama proses perebusan tergantung pada siklus rebusan. Puncak pertama dicapai dengan 2 membuka pipa uap (umumnya dicapai tekanan uap 1,5 kg/cm ) kemudian pipa uap masuk ditutup dan pipa kondensat, exhause pipe dibuka dengan tiba-tiba sehingga 2 tekanan turun sampai 0,5 kg/cm kemudian pipa kondensat ditutup. Puncak kedua dicapai, kemudaian pipa uap masuk dibuka, kemudian ditutup kembali dan pipa 2

    .

  kondensat dan exhause pipe dibuka hingga tekanan 1 kg/cm

     

  2.3.3.3 Pemasakan Buah

  Setelah melalui satu puncak atau dua puncak awal maka pemasakan dapat dilanjutkan dengan membuka pipa uap masuk dan pipa kondensat untuk membunag air kondensat. Masa pemasakan atau sebagai masa penahanan dihitung setelah mencapai puncak tertinggi hingga pembuangan uap terakhir.

  2.3.3.4 Pembuangan Uap Akhir

  Setelah pemasakan uap selesai maka uap yang berada dalam sterilizer dibunag dengan cara mula-mula dibuka kran pipa pembuangan uap yang berada diatas

  

sterilizer dibuka dengan tiba-tiba untuk mempermudah pemipilan buah. Setelah

tekanan sama dengan tekanan atmosfer maka pintu rebusan dibuka.

2.3.3.5. Pengeluaran Lori dari Rebusan

  Buah yang telah masak dikeluarkan dari dalam Sterilizer dengan membuka pintu rebusan secara perlahan-lahan untuk mengurangi kerusakan “Packing Doo” lori kemudian ditarik dengan tali bersamaan dengan pemasukkan buah yang akan direbus (E. Gunawan, 2004).

2.3.4. Waktu Perebusan Sistem Tiga Puncak (Triple Peak)

  Waktu atau lama perebusan adalah waktu yang dipergunakan untuk proses merebus mulai dari memasukkan uap pada puncak satu sampai dengan mengeluarkan uap (Blow-OFF) pada puncak tiga. Waktu atau lama perebusan berbeda dengan siklus perebusan.

  Waktu yang dipergunakan untuk satu siklus perebusan adalah 90 - 100 menit dan dibagi dalam tiga puncak yaitu:

a. Puncak satu (15 menit)

  • kg/cm termasuk pembuangan udara dalam ketel rebusan selam 2 menit

2 Kran pemasukan uap (steam inlet) dibuka 13 menit untuk mencapaui tekanan 2,3

  • dahulu dan satu menit kemudian kran steam outlet (blow up) dibuka dengan cepat
  • 2 untuk menurunkan tekanan men jadi 0 kg/cm .

      Kemudian kran steam inlet ditutup. Kran pembuangan kondensat dibuka terlebih

    • inlet dibuka untuk puncak kedua.

      Kran kondensat dan kran steam outlet (blow up) ditutup kembali, kemudian steam

      b. Puncak Kedua (14 menit)

    • Operasionalnya sama dengan puncak satu, tetapi tanpa pembuangan udara dan tekanan yang dicapai pada puncak kedua adalah 2,5 kg/cm
    • 2 . Waktu yang diperlukan untuk menaikan steam lebih kurang 12 menit dan untuk pembuangan

        steam 2 menit

      • Kran kondensat dan kran steam outlet (blow up) ditutup kembali, kemudian kran

        steam inlet dibuka untuk puncak ketiga.

        c. Puncak ketiga (63 menit)

      • Kran steam inlet dibuka penuh untuk mencapai takanan 3,0 kg/cm
      • 2 selama 14 m
      • Puncak ketiga ditahan (holding time) selama 45 menit
      • Selama holding time dilakukan pembuangan kondensat dengan cara membuka kran kondensat sebanyak tiga kali sehingga tekanan menurun sampai 2,7 kg/cm
      • 2 dan kran kondensat ditutup kem
      • Selesai holding time, pembukaan kran dilakukan secara berurut mulai dari kran pembuangan kondensat, kemudian kran steam outlet (blow up) sehingga tekanan turun menjadi 0 kg/cm
      • 2 . Waktu yang diperlukan untuk penurunan steam lebih kurang 4 m
      • Setelah tekanan dalam rebusan turun hingga 0 kg/cm
      • 2 dan air kondensat terkuras habis, kran kontrol disamping pintu rebusan dibuka untuk memastikan tekanan dalam rebusan benar-benar sudah 0 kg/cm 2 .

          Bila tekanan sudah benar-benar 0 kg/cm 2 , maka pintu rebusan dapat dibuka dan dengan bantuan capstand, lori-lori dikeluarkan untuk diproses lebih lanjut. Waktu yang dipergunakan untuk membuka pintu, mengeluarkan lori dan menutup pintu rebusan adalah 15 menit.

          d. Selama melakukan perebusan, dipersiapkan lori yang telah diisi TBS dibelakang rebusan, sehingga begitu perebusan selesai dan lori ditarik keluar, maka lori yangb telah terisi dapat langsung dimasukkan ke dalam rebusan (PTPN. IV, 2009).