Pengaruh Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit (Losses) pada Unit Decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan
PENGARUH UMPAN MINYAKDAN
UMPANOLAHANTERHADAP
KADARKEHILANGANMINYAKKELAPA
SAWIT(LOSSES) PADA UNIT DECANTERDI PKS
PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
TUGAS AKHIR
CHRESTELLA T N
092401072
PROGRAM STUDI D3 KIMIA
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
(2)
PENGARUH UMPAN MINYAK DAN UMPAN OLAHAN TERHADAP KADAR KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT (LOSSES) PADA UNIT
DECANTER DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
CHRESTELLA T N 092401072
PROGRAM STUDI D3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENGARUH UMPAN MINYAK DAN UMPAN
OLAHAN TERHADAP KADAR KEHILANGAN
MINYAK KELAPA SAWIT (LOSSES) PADA UNIT
DECANTER DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
Kategori : TUGAS AKHIR
Nama : CHRESTELLA T N
Nomor Induk Mahasiswa : 092401072
Program Studi : DIPLOMA III KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAMUNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juli 2012
Program Studi D3Kimia
Ketua, Pembimbing
Dra.Emma Zaidar Nst, M.SiDra.Herlince Sihotang, M.Si
NIP : 195512181987012001 NIP :195503251986012002
Diketahui Oleh :
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP : 195408301985032001
(4)
PERNYATAAN
PENGARUH UMPAN MINYAK DAN UMPAN OLAHAN TERHADAP KADAR
KEHILANGAN MINYAK KELAPA SAWIT (LOSSES) PADA UNIT DECANTER
DI PKS PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
TUGAS AKHIR
Saya mengakui bahwa tugas akhir ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
CHRESTELLA T N 092401072
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih dan setia-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Tugas Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi pada program D3 Kimia Industri FMIPA USU Medan yang ditulis berdasarkan pengamatan dan analisa penulis selama melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Multimas Nabati Asahan, Kuala Tanjung dengan judul “Pengaruh Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak Kelapa Sawit (Losses) pada Unit Decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan”.
Tugas Akhir ini dapat ditulis dan terwujud atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua saya T. Nainggolan dan M. br Gultom yang sangat saya sayangi,
serta abang dan kakak saya yang telah banyak memberikan bantuan berupa doa serta dukungan moril dan materil selama penulisan Tugas Akhir ini.
2. Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si selaku dosen pembimbing dan sekretaris
Program Studi D3 Kimia FMIPA USU yang telah banyak membimbing, memberikan masukan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.
3. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku dekan FMIPA USU.
4. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.
5. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst., M.Si selaku ketua Program Studi D3 Kimia FMIPA
USU.
6. Seluruh staf pengajar Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak
memberikan ilmu dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan dan penulisan Tugas Akhir ini.
7. Seluruh pegawai Departemen Kimia FMIPA USU yang telah banyak membantu
penulis dalam mengurus administrasi yang diperlukan selama menjalani perkuliahan.
8. Bapak Darma Syahputra selaku Foreman Laboratorium sekaligus Pembimbing
Lapangan yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama PKL di PT. Multimas Nabati Asahan.
9. Seluruh mandor, operator, karyawan dan karyawati PT. Multimas Nabati Asahan
baik di bagian pengolahan maupun laboratorium yang telah banyak mengajari, membantu, dan membimbing penulis selama menjalani PKL di PT. Multimas Nabati Asahan.
10.Bapak J. Purba, Bapak Silitonga, Bapak Hutajulu, Abang Bontor Nababan, Abang
Buhari Rajagukguk, Abang Fasco Saragih yang telah baik, menghibur dan banyak membantu penulis selama menjalani PKL di PT. Multimas Nabati Asahan.
11.Meisin Naibaho, Adelia Katrina, dan Nimrod yang merupakan teman sekelompok
penulis dalam PKL yang telah banyak membantu, menghibur, mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis selama PKL maupun penulisan Tugas Akhir ini serta seluruh teman-teman D3 Kimia Industri angkatan 2009.
(6)
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari kesempurnaan karena masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi isi maupun penyusunan kata. Oleh karena itu, penulis dengan rendah hati mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk penyempurnaan selanjutnya. Penulis juga berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Penulis
(7)
ABSTRAK
Minyak kasar kelapa sawit (CPO) yang diperoleh dari hasil pressan perlu dimurnikan dari kotoran yang berupa lumpur (sludge) maupun air. Proses pemurnian minyak dari kotoran dilakukan pada unit decanter, yaitu alat yang digunakan untuk memisahkan
minyak dan lumpur (sludge). Dalam pengoperasian decanter perlu diperhatikan
umpan olahan dan persentase umpan minyak agar tetap konstan sehingga kehilangan minyak sawit mentah (CPO) serendah mungkin yakni di bawah standar yang telah ditetapkan. Dari hasil pengamatan dan analisa di laboratorium, umpan olahan yang sesuai adalah 10-12 MT/jam dan persentase umpan minyak yang diolah adalah 8 % dan kehilangan minyak sawit mentah (CPO) adalah di bawah 1% sesuai dengan standar mutu produksi yang telah ditetapkan.
(8)
INFLUENCE OF FEED PROCESS AND FEED OIL AGAINTS OIL LOSS OF CRUDE PALM OIL ON DECANTER IN THE PALM OIL FACTORY
PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
ABSTRACT
Crude Palm Oil (CPO) is obtained from the result of pressure process need to be purified from of sludge and water. Oil purification processing from dirt carried in decanter that used to separate oil and sludge. In the operation of decanter requires attention of feed process and percentage of feed oil will remain constant so that the loss of Crude Palm Oil (CPO) at the lowest possible under the standards set. From the observation and analysis in the laboratory, the appropriate feed process is 10-12 MT /hr and the percentage of feed oil is 8% and the loss of Crude Palm Oil (CPO) is below 1 % according to the quality standards of production which has been set.
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN iii
PERNYATAAN iv
PENGHARGAAN v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR LAMPIRAN xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan 3
1.4 Manfaat 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit 4
2.2 Varietas Kelapa Sawit 4
2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen 6
2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 6
2.5 Sifat-Sifat Minyak Kelapa Sawit 7
2.5.1 Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit 7
2.5.2 Sifat Kimia Minyak 8
2.6 Standar Mutu 9
2.7 Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit 12
2.8 Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Minyak
Kelapa Sawit 14
2.9 Pemurnian Minyak Kelapa Sawit pada Stasiun Klarifikasi 16
BAB III METODE PERCOBAAN
3.1 Alat 24
3.2 Bahan 24
3.3 Prosedur 25
BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Perolehan Data 27
4.2 Pembahasan 29
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 31
5.2 Saran 31
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung
dan Daging Buah 5
Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBS 6
Tabel 2.3 Mutu Minyak Kelapa Sawit 10
Tabel 2.4 Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan Ordinary 11
Tabel 4.1 Data Analisa Kehilangan Minyak Sawit pada Unit Decanter
Secara Praktek di Laboratorium 27
Tabel 4.2 Data Persentase Umpan Minyak dan Umpan Olahan 28
Tabel 4.3 Data Persentase Umpan Minyak dan Umpan Olahan Terhadap
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Flow Chart Process PKS PT MNA 34
(12)
ABSTRAK
Minyak kasar kelapa sawit (CPO) yang diperoleh dari hasil pressan perlu dimurnikan dari kotoran yang berupa lumpur (sludge) maupun air. Proses pemurnian minyak dari kotoran dilakukan pada unit decanter, yaitu alat yang digunakan untuk memisahkan
minyak dan lumpur (sludge). Dalam pengoperasian decanter perlu diperhatikan
umpan olahan dan persentase umpan minyak agar tetap konstan sehingga kehilangan minyak sawit mentah (CPO) serendah mungkin yakni di bawah standar yang telah ditetapkan. Dari hasil pengamatan dan analisa di laboratorium, umpan olahan yang sesuai adalah 10-12 MT/jam dan persentase umpan minyak yang diolah adalah 8 % dan kehilangan minyak sawit mentah (CPO) adalah di bawah 1% sesuai dengan standar mutu produksi yang telah ditetapkan.
(13)
INFLUENCE OF FEED PROCESS AND FEED OIL AGAINTS OIL LOSS OF CRUDE PALM OIL ON DECANTER IN THE PALM OIL FACTORY
PT. MULTIMAS NABATI ASAHAN
ABSTRACT
Crude Palm Oil (CPO) is obtained from the result of pressure process need to be purified from of sludge and water. Oil purification processing from dirt carried in decanter that used to separate oil and sludge. In the operation of decanter requires attention of feed process and percentage of feed oil will remain constant so that the loss of Crude Palm Oil (CPO) at the lowest possible under the standards set. From the observation and analysis in the laboratory, the appropriate feed process is 10-12 MT /hr and the percentage of feed oil is 8% and the loss of Crude Palm Oil (CPO) is below 1 % according to the quality standards of production which has been set.
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
PT. Multimas Nabati Asahan (MNA) mulai beroperasi 9 September 1996 yang badan perusahaannya berbentuk perseroan yang terbatas. PT. MNA berdiri atas prakarsa dari beberapa pemodal Singapura dan Indonesia dengan tujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran serta meningkatkan taraf hidup masyarakat. PT. MNA berlokasi di Jalan Access Road Inalum, Kabupaten Batu Bara, Kecamatan Medang Deras, Desa Lalang, Kuala Tanjung. PT. MNA merupakan salah satu dari sekian banyak yang mengelola CPO (bahan baku) menjadi olein (minyak goreng) dan stearin (bahan baku margarin). Demi kelangsungan produksi tanpa harus selalu bergantung pada perusahaan lain maka PT. MNA membangun PKS sejak tahun 2004 dan mulai berproduksi pada Oktober 2005 dengan kapasitas 60 ton per jam.
Minyak sawit dan minyak inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh.
Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit, untuk memisahkan minyak dari fase lainnya perlu dilakukan dengan proses pemurnian yang disebut klarifikasi. Minyak tersebut perlu segera dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi. Pada proses pemurnian minyak
kasar yang diperoleh dari proses pengepresan mengandung banyak lumpur (sludge)
(15)
berdasarkan prinsip grafitasi dan sentrifugasi untuk memisahkan minyak dari lumpur (sludge) dan kotoran. Lumpur (sludge) yang merupakan buangan dari proses
pemurnian yang ditampung di sludge tank masih mengandung minyak sehingga harus
diolah kembali di unit decanter untuk mendapat kembali minyak yang ikut terbuang. Alasan dilakukannya pengolahan pada unit decanter ini adalah untuk mengurangi jumlah minyak yang terbuang di mana dapat menyebabkan kerugian secara komersil.
Pada proses pemurnian minyak di decanter dipengaruhi oleh jumlah
persentase umpan minyak dan umpan olahan agar proses pemurnian pada unit ini bisa
maksimal, yakni kehilangan minyak kelapa sawit (losses) semakin rendah. Volume
dari umpan olahan dan persentase minyak yang akan diolah harus dijaga agar tetap konstan, karena apabila volume olahan dan persentase minyak yang akan diolah semakin banyak akan mengakibatkan besarnya minyak yang terbuang, sebab decanter bekerja maksimal apabila mengolah sesuai dengan kapasitas olahnya. Semakin banyak minyak yang terbuang akan menyebabkan besarnya kerugian pada perusahaan sehingga perlu diperhatikan volume umpan olahan dan persentase minyak yang akan diolah.
Oleh sebab itu, untuk mengetahui volume umpan olahan, persentase minyak yang akan diolah dan kehilangan minyak kelapa sawit (losses) dilakukan analisis dan pengamatan sehingga diketahui volume dan persentase yang sesuai.
Sehubungan dengan pengaruh volume umpan dan persentase minyak yang akan diolah pada decanter penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana Pengaruh
Umpan Minyak dan Umpan Olahan terhadap Kadar Kehilangan Minyak (Losses) pada
(16)
1.2Permasalahan
Dalam proses pemurnian minyak di unit decanter diperlukan umpan olahan dan persentase umpan minyak agar proses pemurnian dapat berlangsung optimal dengan hasil yang maksimal dan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Untuk itu perlu dilakukan pengamatan dan analisis untuk mengetahui apakah ada pengaruh jumlah
umpan olahan dan umpan minyak terhadap kadar kehilangan minyak (losses) pada
unit decanter di PKS PT. Multimas Nabati Asahan.
1.3Tujuan
- Untuk mengetahui pengaruh umpan olahan dan persentase umpan minyak
decanter terhadap persentase kehilangan minyak sawit.
- Untuk mengetahui jumlah umpan olahan dan persentase umpan minyak yang
sesuai agar persentase kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar mutu produksi yang telah ditetapkan.
1.4Manfaat
Manfaat penulisan Tugas Akhir ini adalah agar penulis mengetahui jumlah umpan olahan dan persentase umpan minyak pada unit decanter yang sesuai agar diperoleh persentase kehilangan minyak sawit yang sesuai dengan standar mutu produksi yang telah ditetapkan.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun, adapula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) saat ini berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1848 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.
Menurut Hunger (1924) pada tahun 1869 Pemerintah Kolonial Belanda mengembangkan tanaman kelapa sawit di Muara Enim dan pada tahun 1870 di Musi Hulu. Bapak industri perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah seorang Belgia bernama Adrien Hallet, pada tahun 1911 membudidayakan kelapa sawit secara komersial dalam bentuk perkebunan di Sungai Liput (Aceh) dan Pulu Raja (Asahan) (Risza S, 1994).
2.2 Varietas Kelapa Sawit
Dikenal banyak jenis varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietastersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya seperti, berdasarkan tebal tempurung dan daging buah, atau berdasarkan warna kulit buahnya. Namun, di antara varietas tersebut terdapat varietas unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan
(18)
dibandingkan dengan varietas lainnya, di antaranya tahan terhadap hama penyakit, produksi tinggi serta kandungan minyak yang dihasilkan tinggi.
Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah berikut ini dikenal ada beberapa jenis varietas yang banyak digunakan oleh para petani dan perusahaan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.
Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Varietas Deskripsi
Dura
Psifera
Tenera
Macro carya
- Tempurung tebal (2-8 mm)
- Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung - Daging buah relatif tipis, yaitu 35-50%
- Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah - Dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk betina
- Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada - Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura - Daging biji sangat tipis
- Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain
dan dipakai sebagai pohon induk jantan
- Hasil persilangan Dura dengan Psifera
- Tempurung tipis (0,5-4 mm)
- Terdapat lingkaran serabut disekeliling tempurung - Daging buah sangat tebal (60-96% dari buah)
- Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil
- Tempurung tebal sekitar 5 mm
(19)
2.3 Fraksi TBS dan Mutu Panen
Adapun fraksi TBS sangat mempengaruhi mutu panen, termasuk kualitas minyak sawit yang dihasilkan. Ada 5 fraksi TBS berdasarkan faksi TBS, derajat kematangan yang baik adalah jika tandan-tandan yang dipanen berada pada fraksi 1,2, dan 3.
Tabel 2.2 Tingkat Fraksi TBS
Fraksi Jumlah Brondolan Tingkat Kematangan
00 0 1 2 3 4 5
Tidak ada, buah berwarna hitam
1% - 12,5% buah luar atau 0-1 berondolan/kg tandan memberondol
12,5% - 25% buah luar atau 2 berondolan/kg tandan
25% - 50% buah luar memberondol 50% - 75% buah luar memberondol 75% - 100% buah luar memberondol
Buah dalam juga memberondol, ada buah yang busuk Sangat mentah Mentah Kurang matang Matang 1 Matang 2 Lewat matang 1 Lewat matang 2
(Fauzi Y, 2002)
2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 34-40%. Minyak kelapa sawit adalah lemak semipadat yang mempunyai komposisi yang tetap.
Kandungan karoten dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam minyak dari jenis tenera lebih kurang 500-700 ppm, kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi.
(20)
2.5 Sifat - Sifat Minyak Kelapa Sawit 2.5.1 Sifat Fisika Minyak Kelapa Sawit
Trigliserida dapat berbentuk cair atau padat, tergantung asam lemak yang menyusunnya. Trigliserida akan berbentuk cair jika mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mempunyai titik cair rendah. Secara alamiah, asam lemak jenuh yang mengandung atom karbon C1-C8 berbentuk cair, sedangkan jika lebih dari C8 akan berbentuk padat.Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari C8 (Pahan,2006).
Sifat fisika minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair, titik didih, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan, titik nyala, dan titik api.
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan karena asam-asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karoten yang larut dalam minyak. Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone (Ketaren, 2008).
Struktur beta-karoten
(21)
Lepasnya asam lemak yang mudah menguap menyebabkan bau tengik pada minyak. Asam-asam ini terbentuk melalui hidrolisis ikatan ester atau oksidasi ikatan ganda dua. Proses oksidasi adalah penyebab utama ketengikan. Udara hangat dan membiarkan minyak di udara terbuka merangsang ketengikan oksidatif. Pada ketengikan oksidatif, ikatan ganda dua dalam ikatan komponen asam lemak tak jenuh dari trigliserida terputus membentuk aldehida berbobot molekul rendah dengan bau tidak sedap, (Wilbraham, 1992).
2.5.2 Sifat Kimia Minyak
a. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa , minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.
CH2 O C R
R
CH2
trigliserida
CH2 OH
CH OH
CH2 OH
+ 3 R C OH
gliserol
asam lemak
CH O C
O O C O R O O
+ 3 H2O
b. Oksidasi
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau
(22)
tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas,(Ketaren, 2008).
Isomer-isomer cis lebih mudah mengalami oksidasi daripada trans. Di bawah suhu 50°C, pengikatan terjadi pada gugus metilena yang berdekatan pada ikatan rangkap, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi yang diikat adalah ikatan rangkap di samping mengalami perpindahan. Hasil penguraian ini yang menyebabkan minyak menjadi tengik (Sastrohamidjojo, 2005).
c. Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tidak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.
2.6 Standar Mutu
Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu minyak yang baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor
(23)
lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida,
refining loss, plastisitas, dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.
Tabel 2.3 Mutu Minyak Kelapa Sawit
Kandungan Persentase
Kadar air Kadar kotoran
Kandungan asam lemak bebas Bilangan peroksida
< 0,1 % < 0,01 %
< 2% < 2 (Ketaren, 2008)
Bertitik tolak dari perbedaan penggunaannya, terdapat perbedaan pula dalam hal kebutuhan mutu minyak sawit yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan nonpangan. Untuk kebutuhan bahan pangan, tentunya tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan bahan baku nonpangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan sebab dampaknya langsung berpengaruh pada kesehatan manusia.
Industri pangan maupun nonpangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni, dan tidak bercampur bahan tambahan lain, seperti kotoran, air, logam-logam (dari alat-alat selama pemrosesan), dan lain-lain. Adanya bahan-bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan menurunkan mutu dan harga jualnya (Tim Penulis, 1992).
(24)
Tabel 2.4 Standar Mutu Special Prime Bleach (SPB) dan Ordinary
Kandungan SPB Ordinary
Asam lemak bebas (%) Kadar air (%)
Kotoran (%) Besi p.p.m Tembaga p.p.m Bilangan iod Karotene p.p.m Tokoferol p.p.m 1-2 0,1 0,002 10 0,5 53 ± 1,5
500 800 3-5 0,1 0,01 10 0,5 45-56 500-700 400-600 (Ketaren, 2008)
Minyak sawit yang bermutu baik adalah yang mudah dipucatkan, karena pada penggunaannya konsumen menghendaki warna sepucat mungkin agar tidak mempengaruhi warna makanan yang terbuat dari atau memakai minyak sawit. Daya pemucatan akan rendah jika minyak telah teroksidasi atau terhidrolisis terlalu jauh.
Minyak sawit dapat dipucatkan dengan penyerapan zat warnanya oleh tanah pemucat pada suhu rendah sampai 100°C. Tetapi karotena akan termolabil, terutama dalam keadaan hampa udara. Karena itu minyak sawit dapat juga dipucatkan pada suhu tinggi (sekitar 250°C). Tetapi pada suhu tersebut dapat terbentuk persenyawaan antara rantai asam lemak yang teroksidasi dengan karotena yang tidak mudah diabsorpsi oleh tanah pemucat, sehingga akan menyebabkan sisa warna setelah pemucatan menjadi lebih banyak. Dengan demikian untuk memperoleh minyak sawit dengan daya pucat yang tinggi, oksidasi harus ditekan serendah-rendahnya.
Dari uraian di atas jelas bahwa minyak sawit yang bermutu baik adalah yang berkadar ALB rendah dan yang mempunyai daya pemucatan yang tinggi, sedangkan pada penyimpanan, baik kadar ALB maupun daya pemucatan tersebut hendaklah dipertahankan cukup lama tanpa banyak berubah (Mangoensoekarjo S, 2008).
(25)
2.7 Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit
Manfaat minyak sawit di antaranya adalah: a. Minyak sawit untuk industri pangan
Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenesis. Produksi CPO di Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Fraksi olein tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagai pelengkap minyak goreng dari minyak kelapa. Selain sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain dalam bentuk margarine, butter, vanaspati, shortening, dan bahan untuk membuat kue-kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit memiliki beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Di samping itu kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik.
b. Minyak sawit untuk industri nonpangan
Minyak sawit mempunyai potensi yang besar untuk digunakan di industri-industri nonpangan, industri farmasi, dan industri oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan
gliserine). Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk memisahkan asam lemak dan gliserin.
(26)
- Bahan baku untuk industri farmasi; kandungan minor dalam minyak sawit kurang lebih berjumlah 1% antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Karoten dapat dimanfaatkan sebagai obat kanker paru-paru dan payudara, sumber provitamin A yang cukup potensial. Tokoferol bermanfaat untuk antioksidan alam dan sumber vitamin E.
- Bahan baku oleokimia; oleokimia merupakan bahan baku industri yang
diperoleh dari minyak nabati, di antaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, alkohol, asam amino, metil ester, dan gliserin. Asam lemak dapat digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat. Lemak alkohol merupakan bahan dasar pembuatan detergen. Lemak amina digunakan sebagai bahan dalam industri pabrik, sebagai pelumas, pemantap juga bahan baku dalam industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain. Metil ester digunakan sebagai bahan pembuatan sabun. Gliserin digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur, dan pasta gigi juga sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun.
c. Minyak sawit sebagai bahan bakar alternatif (palm biodiesel)
Palm biodiesel mempunyai sifat kimia dan fisika yang sama dengan minyak bumi (petroleum diesel) dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan petroleum diesel. Namun, palm biodiesel memiliki keunggulan lain yaitu
(27)
biodieselmerupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani karena tidak mengandung sulfur dan senyawa benzen yang karsinogenik. Penggunaan palm biodiesel juga dapat mereduksi efek rumah kaca, polusi tanah, serta melindungi kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan sifat biodiesel yang dapat teroksigenasi relatif sempurna atau terbakar habis, nontoksik, dan dapat terurai secara alami (biodegradable). Produksi palm biodiesel dapat dilakukan melalui transesterifikasi minyak sawit dengan metanol (Fauzi Y, 2008).
2.8 Proses Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Minyak Kelapa Sawit
Pengolahan kelapa sawit merupakan proses untuk memperoleh minyak dan kernel dari buah kelapa sawit melalui proses perebusan, pemipilan, pelumatan, pengempaan, pemisahan, pengeringan, dan penimbunan. Pengolahan kelapa sawit yang dilakukan secara mekanis dan fisika dapat berperan dengan baik jika tersedia bahan baku yang sesuai dan kinerja pabrik yang baik. Prosedur pengolahan kelapa sawit adalah uraian tentang proses dan mekanisme pengolahan pada setiap unit alat pengolahan sejak buah diterima di pabrik, sampai dihasilkan minyak sawit (CPO) dan kernel yang memenuhi mutu dengan efisiensi teknis dan ekonomis (Pardamean,2008).
Adapun proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat dilakukan dengan beberapa tahap yakni:
a. Sortasi bertujuan untuk memastikan tandan buah segar (TBS) yang diterima sesuai dengan konfirmasi beli.
b. Loading ramp berperan untuk memuat buah ke dalam lori dan juga sebagai wadah penimbunan sementara.
(28)
c. Lori merupakan tempat buah sawit yang akan direbus yang dapat menampung buah sampai 10 ton.
d. Sterilizer merupakan tempat untuk merebus buah sawit agar buah cepat
membrondol, menonaktifkan enzim, mengurangi kadar air, melunakkan cangkang serta merebus janjangan.
e. Tipplerberperan untuk menuangkan buah yang telah direbus di lori yakni berupa bak berbentuk cone yang berputar.
f. Thresherberperan untuk memisahkan buah dari tandan yang direbus. Keberhasilan perebusan jika tidak didukung pemipilan yang baik akan kehilangan minyak yang tinggi. Begitu juga bahwa keberhasilan pemipilan tergantung pada proses perebusan.
g. Digester berperan untuk melumat atau merajang buah yang telah direbus sehingga mempermudah pada proses pengepresan atau pengambilan minyak.
h. Screw press berperan untuk mengepres atau mengambil minyak yang terdapat dalam daging buah kelapa sawit.
i. Sand trap tank berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak dimana minyak bagian atas mengalir ke recleamed tank dan minyak yang berada di bagian bawah dialirkan ke vibrating screen.
j. Recleamed tank berfungsi untuk menampung minyak dari sand trap tank, hasil olahan decanter, dan separator.
k. Vibrating screen bertujuan untuk memisahkan non oil solid yang berukuran besar. l. Crude oil tank berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut
dan lolos dari vibrating screen.
m. Continuous settling tank merupakan bak untuk memisahkan lumpur berdasarkan prinsip gaya grafitasi.
(29)
n. Sand cyclone berperan untuk mengurangi jumlah pasir dan padatan kasar berdasarkan prinsip grafitasi dan sentrifugasi.
o. Decanter berfungsi untuk memisahkan minyak yang terkandung dalam sludge. p. Sludge drain tank berfungsi untuk membuang pasir-pasir halus yang terdapat
dalam sludge.
q. Oil tank berperan untuk memisahkan minyak dengan air dan kotoran ringan dengan cara pengendapan.
r. Oil purifier berfungsi untuk memurnikan minyak dari kotoran-kotoran.
s. Vacuum drier berperan untuk mengurangi kadar air pada minyak yang terdiri dari tabung yang berdiri tegak yang dihubungkan dengan steam injector atau vacuum
pump untuk menurunkan tekanan dalam minyak.
2.9 Pemurnian Minyak Kelapa Sawit pada Stasiun Klarifikasi
Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari tempurung dan serabut serta air. Agar diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut diolah lebih lanjut yaitu dialirkan dalam tangki minyak kasar (oil gatter) (Fauzi Y, 2008).
Dalam minyak kasar terdapat beberapa fase yang sulit dipisahkan dengan satu cara, maka dilakukan pemisahan fase minyak, fase NOS (Non Oil Solid), dan fase air dengan beberapa tahapan. Pemisahan minyak dari fraksi cairan lainnya dilakukan dengan berdasarkan prinsip filtrasi, pengendapan, penguapan, sentrifugasi dan sebagainya.
Adapun tahap-tahap pemurnian minyak kelapa sawit adalah: a. Sand trap tank
(30)
Tangki ini berfungsi untuk mengurangi jumlah pasir dalam minyak yang akan dialirkan keayakan dengan maksud agar ayakan terhindar dari gerakan pasir kasar yang dapat menyebabkan keausan ayakan. Alat ini bekerja berdasarkan grafitasi yaitu mengendapan padatan.
b. Recleamed tank
Tangki ini berfungsi sebagai penampung minyak dari sand trap tank, hasil olahan
decanter dan separator. Di dalam tangki minyak mengalami sistem over flow, di mana minyak bersih (bagian atas) yang akan dipompakan ke oil tank.
c. Vibrating screen (ayakan getar)
Alat ini bertujuan untuk memisahkan non oil solid yang berukuran besar, sehingga pada proses selanjutnya didapatkan minyak yang memenuhi standar. Ayakan getar ini bekerja dengan getar atas bawah, muka belakang dan kiri kanan, yang terdiri dari dua tingkat ayakan. Fraksi yang dipisahkan adalah pasir dan tanah yang berasal dari panenan yang terikat bersama buah dan serat atau ampas yang terikut dalam minyak dipisahkan dengan maksud agar kadar kotoran minyak sesuai dengan standar kualitas.
d. Crude oil tank
Tangki ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel yang tidak larut dan lolos dari ayakan getar. Retention time minyak pada alat ini relatif singkat sehingga lebih berfungsi untuk mengendapkan pasir atau lumpur yang partikel besar, sedangkan untuk memisahkan partikel halus kurang berhasil. Fungsi
utamanya oil tank ialah menampung minyak dari ayakan getar sebelum
dipompakan ke oil settling tank, ditempatkan tepat di bawah ayakan getar,
sehingga minyak dari ayakan getar langsung ditampung. Pemisahan minyak lebih sempurna jika panas minyak dipertahankan 80°C.
(31)
e. Continuous settling tank
Tangki ini berfungsi untuk memisahkan minyak pada sludge. Suhu minyak dijaga antara 90-95°C. Minyak yang terdapat di bagian atas dikutip dengan menggunakan talang penutip atau skimmer dan kemudian dikumpulkan dan dialirkan ke
recleamed tank. Masa tunggu dari cairan dalam CST dipengaruhi oleh ukuran CST dan jumlah cairan minyak yang ditampung dalam CST.
f. Sand cyclone
Alat ini berperan untuk mengurangi jumlah pasir dan padatan kasar. Alat ini terbuat dari logam atau porselin yang dapat memisahkan lumpur/pasir secara grafitasi dengan bantuan pompa. Untuk mengakifkan pemisahan ini, maka sering ditambahkan alat di bawah alat yang berfungsi untuk menstabilkan aliran dan tekanan pada ujung cone alat, sehingga pasir akan turun dan keluar melalui shipon. g. Sludge drain tank
Tangki ini berfungsi ini untuk menampung sludge dari decanter dan oil tank. Dalam tangki ini terjadi sistem over flow, di mana minyak yang dikutip adalah minyak yang bagian atas yang akan di alirkan ke recleamed tank, sedangkan under flow nya dialirkan ke sludge pit.
h. Decanter
Alat ini berfungsi untuk memisahkan minyak yang masih terkandung di dalam
sludge. Alat decanter yang digunakan ada dua jenis berdasarkan keluarannya, yaitu:
(32)
Alat ini bekerja memisahkan fraksi minyak dengan fraksi air dan fraksi padat atau fraksi padat dengan cairan, dengan penggunaan tersendiri. Cairan minyak yang masuk dari Crude Oil Tank ke dalam decanter dipisahkan menjadi dua fraksi yaitu fraksi padat dan cair. Fraksi padat yang berbentuk lumpur padat diangkut dengan gerbong trailer ke kebun, sedangkan fraksi cair dipompakan ke dalam tangki settling tank untuk diolah lebih lanjut. Tujuan pengolahan ini merupakan cara pengurangan bahan padatan dalam cairan dengan maksud agar pemisahan minyak dalam settling tank lebih baik dan beban sludge separator akan lebih ringan. Oleh sebab itu penempatan decanter sebelum settling tank dapat berfungsi untuk menggantikan kedudukan strainer dan sandcyclone.
Decanter dapat ditempatkan sebagai ganti oil purifier yakni minyak yang
berasal dari settling tank atau buffer tank diolah menjadi dua fraksi yaitu fraksi
minyak dan fraksi cairan yang masih mengandung sludge. Karena prinsip kerja
alat ini menggantikan oil purifier maka mekanisme pemisahan berpegang kepada
kemurnian minyak, akibatnya sludge yang keluar masih mengandung minyak,
sehingga perlu diolah lagi dengan menggunakan sludge separator atau decanter, sedangkan fraksi minyak bersih langsung diolah ke vacuum drier.
Decanter sebagai pengganti sludge separator, yaitu mengolah cairan yang
berasal dari sludge tank dipisahkan. Cairan dipisahkan menjadi cairan minyak dan
sludge. Cairan minyak yang dipisahkan dipompakan ke settling tank, sedangkan fraksi sludge dibuang ke fat pit untuk diteruskan ke unit pengolahan limbah.
- Three-phase decanter
Alat ini bekerja dengan prinsip yang sama dengan two-phase decanter, hanya terdapat perbedaan dari fase fraksi. Pada alat ini dihasilkan tiga fraksi, yaitu fraksi minyak, fraksi air (cair), dan fraksi padat. Alat ini dapat ditempatkan sebagai
(33)
pengganti oil purifier dan akan menghasilkan fraksi minyak, fraksi air dan padatan. Fraksi air yang masih mengandung minyak dilanjutkan pengolahannya pada sludge separator, sludge dan minyak akan terpisah.
Decanter yang berfungsi memisahkan fase padat, fase minyak, dan fase air memberikan peluang penempatannya di hulu, tengah, dan di akhir proses klarifikasi. Umumnya penempatan di:
• Hulu sebelum settling tank
Cairan hasil pressan yang keluar melalui oil gutter ditampung di crude oil
tank, memiliki kandungan lumpur yang tinggi. Lumpur tersebut jika dipisahkan
sebelum masuk ke dalam proses klarifikasi akan lebih baik, karena lumpur tersebut tidak lagi mengendap di dasar tangki klarifikasi yang dapat menurunkan “retention time”. Decanter bekerja memerlukan keseimbangan, maka diperlukan “buffer tank” tambahan, yaitu ditempatkan di atas decanter. Kalau hanya menggantungkan stabilitas tekanan pada pompa dapat menyebabkan efisiensi pemisahan lumpur yang rendah dan kehilangan minyak yang tinggi dalam lumpur. Decanter yang sesuai untuk dikembangkan pada cara ini adalah decanter dua fase, yaitu memisahkan cairan menjadi fase padat (lumpur) dan fase cair. Fase padat dikirim ke lapangan, sedangkan fase cair dipompakan ke settling tank.
• Tengah sebelum sludge separator
Cairan yang keluar dari bagian bawah settling tank mengandung lumpur yang tinggi dan kadar minyak yang mencapai 10%. Cairan ini diolah dalam decanter akan menghasilkan: fase padat dibuang, fase minyak dipompakan ke settling tank, sedangkan fase cair tetap dialirkan ke sludge tank. Cara ini akan mengurangi
(34)
adalah decanter tiga fase. Cara ini akan membantu sludge separator dan dapat menggantikan “sandcyclone” atau “stainer”.
• Hulu klarifikasi
Sebagai pengganti alat sludge separator yang memisahkan lumpur minyak dan air. Jika di hulu ditempatkan decanter maka pemisah lumpur yang ditempatkan di akhir klarifikasi ialah sludge separator. Jenis decanter yang digunakan mengganti sludge separator ialah decanter dua fase dan decanter tiga fase.
• Hilir klarifikasi sebagai pengganti oil purifier
Pemurnian minyak dilakukan dengan alat oil purifier yang memisahkan
minyak dan non minyak. Karena sifat-sifat ini dimiliki oleh decanter dua fase maka ada pabrik yang menggunakan decanter memisahkan minyak dengan lumpur. Metode proses yang diterapkan ialah cairan minyak yang keluar dari
crude oil tank dipompakan ke buffer tank dan dialirkan ke dalam decanter dan akan menghasilkan minyak, lumpur, dan cairan. Dalam proses ini yang menjadi tujuan ialah memisahkan minyak yang bersih tanpa mempertimbangkan kehilangan minyak pada fase padat.
Pengolahan lumpur yang masih mengandung minyak di PKS PT. Multimas Nabati Asahan menggunakan decanter dua fase di mana lumpur yang masih mengandung minyak (sludge) yang keluar dari bagian bawah Continuous Settling Tank diolah oleh decanter untuk memisahkan lumpur (sludge) dan minyak. Proses pemisahan terjadi akibat adanya gaya sentrifugal yang dihasilkan oleh putaran
(35)
ke oil tankuntuk diolah kembali dan heavy phase (lumpur) di buang ke fat pit yang akan diolah kembali oleh separator.
Pada proses pengolahan lumpur yang masih mengandung minyak (sludge) perlu diperhatikan umpan yang akan diolah decanter sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan untuk mengurangi kerugian minyak yang dapat
menyebabkan kerugian perusahaan. Di mana standar kerugian minyak (losses)
adalah sebesar 1 %.
Untuk mengatasi kerugian minyak yang besar maka perlu diperhatikan keberhasilan dalam pengoperasian decanter yang dipengaruhi oleh:
- Komposisi umpan yang akan diolah, karena ratio antara minyak, air, dan
lumpur mempengaruhi terhadap daya pisah alat tersebut. - Fungsi alat decanter tersebut.
- Perimbangan kapasitas alat dengan jumlah sludge yang diolah. i. Oil tank
Tangki berperan untuk memisahkan minyak dengan air dan kotoran ringan dengan cara pengendapan menggunakan prinsip grafitasi. Minyak yang berada di bagian atas akan dialirkan ke purifier. Di dalam oil tank dilakukan pemanasan dengan
steam coil dengan tujuan agar kandungan air pada minyak tidak bertambah dan mempermudah proses pengolahan selanjutnya. Suhu minyak dijaga pada suhu 90-95°C (Ponten, 1998)
j. Oil purifier
Fungsi oil purifier adalah untuk memisahkan sludge yang melayang (emulsoi dalam minyak dan mengurangi kadar air yang terkandung dalam minyak sehingga kadar kotoran minyak produksi menjadi < 0.02 %. Suhu minyak dalam oil purifier
(36)
90-95°C. Selanjutnya, minyak dari oil purifier dimasukkan ke dalam vacuum oil dryer.
k. Vacuum drier
Minyak dari oil purifier dengan suhu 90-95°C dipompa dan ditampung dalam float tank untuk seterusnya diisap oleh vacuum dryer. Di bawah pelampung terpasang
toper spindle untuk mengatur minyak yang disalurkan ke dalam bejana vacuum dryer sehingga kehampaan dalam vacuum dryer tetap terkendali. Selanjutnya melalui nozzle minyak akan disemburkan ke dalam bejana sehingga penguapan air menjadi lebih sempurna. Untuk menjaga keseimbangan minyak masuk dan keluar dari bejana, digunakan float valve di bagian bawah bejana (Pardamean,2008)
(37)
BAB 3
METODE PERCOBAAN
3.1 Alat
Alat yang digunakan di laboratorium untuk analisis persentase kehilangan minyak sawit pada unit decanter:
a. Oven listrik Memmert
b. Neraca analitis Sartorius
c. Desikator Perth
d. Alat soklet Scot Duran
e. Timbal ekstraksi
f. Beaker glass Pyrex
g. Labu alas Pyrex
h. Spatula
i. Setrifused Klipton
j. Penggaris k. Plastik
3.2 Bahan
a. n-heksana p.a E-Merck
b. Tisu
(38)
3.3 Prosedur
Prosedur yang dilakukan di laboratorium untuk analisis persentase umpan minyak dan persentase kehilangan minyak sawit pada unit decanter:
a. Prosedur ekstraksi untuk mengetahui kadar kehilangan minyak sawit:
- Diambil sampel setiap dua jam sekali dari heavy phase decanter lalu
dihomogenkan
- Ditimbang beaker glass kosong
- Ditimbang sampel sebanyak ± 20 gram lalu dimasukkan ke dalam beaker glass
- Dikeringkan sampel di dalam oven listrik pada suhu 105°C selama 8 jam
- Didinginkan di dalam desikator selama ± 15 menit
- Ditimbang berat sampel keringnya
- Ditimbang labu alas kosong
- Dimasukkan sampel ke dalam timbal ekstraksi lalu ditutup dengan tisu
- Ditambahkan n-heksana sebanyak 250 ml ke dalam labu alas
- Dimasukkan timbal ekstraksi ke dalam soklet
- Diekstraksi minyak yang terkandung dalam sampel dengan n-heksana selama
± 4 jam pada suhu 60°C
- Diuapkan sampai n-heksana yang mengandung minyak habis dan minyak
tertinggal dalam labu alas.
- Dikeringkan labu yang berisi minyak di dalam oven listrik pada suhu 105°C
selama ± 30 menit
- Didinginkan pada desikator selama ± 15 menit
- Ditimbang berat labu alas yang berisi minyak untuk mengetahui % minyak
(39)
b. Prosedur sentrifuse untuk mengetahui persentase umpan minyak:
- Diambil sampel dari umpan decanter
- Dihomogenkan
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 8 ml
- Disentrifuse selama 3 menit sampai terjadi pemisahan
- Diukur tinggi minyak dengan penggaris kemudian dihitung persentase umpan
minyaknya
Catatan: prosedur kerja analisis untuk menentukan persentase kadar kehilangan minyak kelapa sawit dan persentase umpan minyak dilakukan dengan cara yang sama untuk hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5 dan hari ke-6.
(40)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perolehan Data
Data yang diperoleh adalah data kadar kehilangan minyak sawit dan data persentase umpan minyak selama enam hari.
Tabel 4.1 Data Analisa Kehilangan Minyak Sawit pada Unit Decanter Secara Praktek di Laboratorium
Hari Labu kosong
(g)
Sampel (g)
Labu + minyak (g)
Minyak yang terbuang (%)
1 109,1538 18,1373 109,2738 0,66
2 96,5030 16,2323 96,6226 0,74
3 111,0579 15,2781 111,1920 0,88
4 99,2914 19,1208 99,4654 0,91
5 111,0508 15,3942 111,2121 1,04
6 100,0574 17,5336 100,2811 1,27
Perhitungan:
Kadar kehilangan minyak sawit pada unit decanter adalah: Labu + minyak – labu kosong
% minyak yang terbuang = × 100%
Sampel 109,2738 – 109,1538
= × 100%
18,1373 = 0,66 %
Catatan: perhitungan kadar kehilangan minyak sawit pada unit decanter dilakukan dengan cara yang sama untuk hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5 dan hari ke-6 dan hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1.
(41)
Tabel 4.2 Data Persentase Umpan Minyak yang Diolah dan Umpan Olahan
Hari Umpan minyak
yang diolah (cm)
Umpan minyak yang diolah
(%)
Umpan Olahan (MT/jam)
1 0,64 8,11 10
2 0,65 8,21 10
3 0,67 8,47 11
4 0,75 9,43 12
5 0,76 9,55 15
6 0,77 9,61 15
Perhitungan:
Persentase umpan minyak pada unit decanter adalah:
Umpan minyak yang diolah (cm)
% umpan minyak yang diolah = x 100%
Jumlah minyak umpan yang diolah (cm) 0,64
= x 100% 8
= 8,11 %
Keterangan: Jumlah minyak umpan yang diolah adalah 8 cm.
Catatan: perhitungan persentase umpan minyak yang diolah pada unit decanter
dilakukan dengan cara yang sama untuk hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6 dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
(42)
Tabel 4.3 Data Persentase Umpan Minyak yang Diolah dan Umpan Olahan terhadap Kehilangan Minyak Kelapa Sawit
Hari Umpan minyak yang
diolah (%)
Umpan Olahan (MT/jam)
Minyak yang terbuang (%)
1 8,11 10 0,66
2 8,21 10 0,74
3 8,47 11 0,88
4 9,43 12 0,91
5 9,55 15 1,04
6 9,61 15 1,27
4.2 Pembahasan
Minyak sawit kasar yang dihasilkan dari proses pengempaan masih mengandung
banyak kotoran, sludge, dan air. Oleh karena itu, minyak sawit kasar ini perlu
dimurnikan pada unit decanter. Tujuan dari pemurnian minyak sawit kasar pada unit
decanter ini adalah agar minyak bersih dari kotoran dan sludge sehingga memiliki kualitas yang baik dan juga sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.
Proses pengolahan di decanter dihasilkan heavy phase (air dan sludge yang masih mengandung minyak) dan light phase (minyak). Proses pemisahan minyak dari
sludge dan kotoran terjadi dengan prinsip gaya sentrifugal di mana minyak yang memiliki berat jenis lebih kecil akan berada pada bagian tengah decanter sedangkan
sludge dan kotoran yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan berada di bagian
pinggir atau dinding dari decanter. Pada pengolahan di decanter sebaiknya
diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak yang diolah agar proses
pengolahannya dapat maksimal yakni kehilangan minyak pada heavy phase menjadi
(43)
perlu diperhatikan agar kehilangan minyak tidak melebihi standar mutu yakni sebesar 1%.
Untuk mencapai standar kerugian yang telah ditetapkan maka dalam proses pemurnian perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa jumlah umpan olahan maksimal diperlukan pada unit decanter untuk mengurangi kehilangan minyak sawit adalah 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah adalah 8%. Dengan jumlah umpan ini maka dapat dihasilkan kehilangan minyak sawit di bawah 1%. Jumlah ini sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Dengan demikian jumlah umpan olahan dan umpan minyak harus tetap dijaga pada keadaan konstan yakni 10-12 MT/jam dan 8% agar kehilangan minyak sawit dapat seminimal mungkin.
Dalam pengolahan pada unit decanter ini sangat berpengaruh terhadap
kehilangan minyak sawit yang akan dihasilkan oleh decanter, karena decanter bekerja maksimal apabila jumlah umpan olahannya sesuai dengan kapasitas olahnya, sehingga perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan agar kehilangan minyak sawit kecil. Apabila jumlah umpan olahan dan umpan minyak melebihi standar maka jumlah kehilangan minyak sawit menjadi lebih besar yang akan menyebabkan kerugian perusahaan juga akan lebih besar.
(44)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari data hasil analisa kehilangan minyak sawit di unit decanter diketahui bahwa apabila jumlah umpan olahan 10-12 MT/jam dan umpan minyak yang akan diolah 8% maka jumlah persentase kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar yang ditetapkan yakni di bawah 1%. Sebaliknya apabila jumlah umpan olahan di atas 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah di atas 8% maka jumlah persentase kehilangan minyak sawit besar yakni di atas 1%.
2. Dari data hasil analisa kehilangan minyak sawit di unit decanter diketahui bahwa jumlah umpan olahan sebesar 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah sebesar 8% sehingga kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu di bawah 1%.
5.2 Saran
Agar diperoleh kehilangan minyak sawit lebih kecil daripada standar yang telah ditetapkan maka perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan jumlah umpan minyak yang akan diolah supaya tetap konstan sesuai dengan kapasitas olah decanter yaitu 10-12 MT/jam dan persentase minyak yang akan diolah 8%. Karena kerja decanter maksimal apabila jumlah umpan yang diolah sesuai dengan kapasitas olahnya sehingga kerugian akibat besarnya kehilangan minyak sawit dapat semakin minimal.
(45)
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi,Y.2002.Kelapa Sawit.Edisi Revisi.Jakarta:Penebar Swadaya.
Ketaren,S.2008.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Edisi
Pertama.Jakarta:UI Press.
Mangoensoekarjo,S.2008.Managemen Agrobisnis Kelapa Sawit.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press.
Naibaho,P.1998.Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.Medan:Pusat Penelitian Kelapa
Sawit.
Pahan,I.2006.Panduan Lengkap Kelapa Sawit.Jakarta:Penebar Swadaya.
Pardamean,M.2008.Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa
Sawit.Jakarta:Agro Media.
Risza,S.1994.Kelapa Sawit;Upaya Peningkatan Produktivitas.Yogyakarta:Kansius.
Sastrohamidjojo,H.2005.Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan
Protein.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Tim Penulis PS.1992.Kelapa Sawit;Usaha Budidaya,Pemanfaatan Hasil, dan Aspek
Pemasaran.Jakarta:Penebar Swadaya.
(1)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Perolehan Data
Data yang diperoleh adalah data kadar kehilangan minyak sawit dan data persentase umpan minyak selama enam hari.
Tabel 4.1 Data Analisa Kehilangan Minyak Sawit pada Unit Decanter Secara Praktek di Laboratorium
Hari Labu kosong (g)
Sampel (g)
Labu + minyak (g)
Minyak yang terbuang (%)
1 109,1538 18,1373 109,2738 0,66
2 96,5030 16,2323 96,6226 0,74
3 111,0579 15,2781 111,1920 0,88
4 99,2914 19,1208 99,4654 0,91
5 111,0508 15,3942 111,2121 1,04
6 100,0574 17,5336 100,2811 1,27
Perhitungan:
Kadar kehilangan minyak sawit pada unit decanter adalah: Labu + minyak – labu kosong
% minyak yang terbuang = × 100% Sampel
109,2738 – 109,1538
= × 100% 18,1373
(2)
Tabel 4.2 Data Persentase Umpan Minyak yang Diolah dan Umpan Olahan Hari Umpan minyak
yang diolah (cm)
Umpan minyak yang diolah
(%)
Umpan Olahan (MT/jam)
1 0,64 8,11 10
2 0,65 8,21 10
3 0,67 8,47 11
4 0,75 9,43 12
5 0,76 9,55 15
6 0,77 9,61 15
Perhitungan:
Persentase umpan minyak pada unit decanter adalah:
Umpan minyak yang diolah (cm)
% umpan minyak yang diolah = x 100%
Jumlah minyak umpan yang diolah (cm) 0,64
= x 100% 8
= 8,11 %
Keterangan: Jumlah minyak umpan yang diolah adalah 8 cm.
Catatan: perhitungan persentase umpan minyak yang diolah pada unit decanter
dilakukan dengan cara yang sama untuk hari ke-2, hari ke-3, hari ke-4, hari ke-5, dan hari ke-6 dan hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.
(3)
Tabel 4.3 Data Persentase Umpan Minyak yang Diolah dan Umpan Olahan terhadap Kehilangan Minyak Kelapa Sawit
Hari Umpan minyak yang diolah
(%)
Umpan Olahan (MT/jam)
Minyak yang terbuang (%)
1 8,11 10 0,66
2 8,21 10 0,74
3 8,47 11 0,88
4 9,43 12 0,91
5 9,55 15 1,04
6 9,61 15 1,27
4.2 Pembahasan
Minyak sawit kasar yang dihasilkan dari proses pengempaan masih mengandung banyak kotoran, sludge, dan air. Oleh karena itu, minyak sawit kasar ini perlu dimurnikan pada unit decanter. Tujuan dari pemurnian minyak sawit kasar pada unit
decanter ini adalah agar minyak bersih dari kotoran dan sludge sehingga memiliki kualitas yang baik dan juga sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.
Proses pengolahan di decanter dihasilkan heavy phase (air dan sludge yang masih mengandung minyak) dan light phase (minyak). Proses pemisahan minyak dari
sludge dan kotoran terjadi dengan prinsip gaya sentrifugal di mana minyak yang memiliki berat jenis lebih kecil akan berada pada bagian tengah decanter sedangkan
sludge dan kotoran yang memiliki berat jenis yang lebih besar akan berada di bagian pinggir atau dinding dari decanter. Pada pengolahan di decanter sebaiknya
(4)
perlu diperhatikan agar kehilangan minyak tidak melebihi standar mutu yakni sebesar 1%.
Untuk mencapai standar kerugian yang telah ditetapkan maka dalam proses pemurnian perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa jumlah umpan olahan maksimal diperlukan pada unit decanter untuk mengurangi kehilangan minyak sawit adalah 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah adalah 8%. Dengan jumlah umpan ini maka dapat dihasilkan kehilangan minyak sawit di bawah 1%. Jumlah ini sesuai dengan standar yang sudah ditetapkan. Dengan demikian jumlah umpan olahan dan umpan minyak harus tetap dijaga pada keadaan konstan yakni 10-12 MT/jam dan 8% agar kehilangan minyak sawit dapat seminimal mungkin.
Dalam pengolahan pada unit decanter ini sangat berpengaruh terhadap kehilangan minyak sawit yang akan dihasilkan oleh decanter, karena decanter bekerja maksimal apabila jumlah umpan olahannya sesuai dengan kapasitas olahnya, sehingga perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan umpan minyak yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan agar kehilangan minyak sawit kecil. Apabila jumlah umpan olahan dan umpan minyak melebihi standar maka jumlah kehilangan minyak sawit menjadi lebih besar yang akan menyebabkan kerugian perusahaan juga akan lebih besar.
(5)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari data hasil analisa kehilangan minyak sawit di unit decanter diketahui bahwa apabila jumlah umpan olahan 10-12 MT/jam dan umpan minyak yang akan diolah 8% maka jumlah persentase kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar yang ditetapkan yakni di bawah 1%. Sebaliknya apabila jumlah umpan olahan di atas 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah di atas 8% maka jumlah persentase kehilangan minyak sawit besar yakni di atas 1%.
2. Dari data hasil analisa kehilangan minyak sawit di unit decanter diketahui bahwa jumlah umpan olahan sebesar 10-12 MT/jam dan jumlah umpan minyak yang akan diolah sebesar 8% sehingga kehilangan minyak sawit sesuai dengan standar yang telah ditetapkan yaitu di bawah 1%.
5.2 Saran
Agar diperoleh kehilangan minyak sawit lebih kecil daripada standar yang telah ditetapkan maka perlu diperhatikan jumlah umpan olahan dan jumlah umpan minyak yang akan diolah supaya tetap konstan sesuai dengan kapasitas olah decanter yaitu
(6)
10-DAFTAR PUSTAKA
Fauzi,Y.2002.Kelapa Sawit.Edisi Revisi.Jakarta:Penebar Swadaya.
Ketaren,S.2008.Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Edisi Pertama.Jakarta:UI Press.
Mangoensoekarjo,S.2008.Managemen Agrobisnis Kelapa Sawit.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Naibaho,P.1998.Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit.Medan:Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Pahan,I.2006.Panduan Lengkap Kelapa Sawit.Jakarta:Penebar Swadaya.
Pardamean,M.2008.Panduan Lengkap Pengelolaan Kebun dan Pabrik Kelapa Sawit.Jakarta:Agro Media.
Risza,S.1994.Kelapa Sawit;Upaya Peningkatan Produktivitas.Yogyakarta:Kansius. Sastrohamidjojo,H.2005.Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan
Protein.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press.
Tim Penulis PS.1992.Kelapa Sawit;Usaha Budidaya,Pemanfaatan Hasil, dan Aspek Pemasaran.Jakarta:Penebar Swadaya.