BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Pengaruh Infiltrasi dan Permeabilitas Terhadap Sumur Resapan di Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Taman Setia Budi Indah II, Medan)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Analisis Hidrologi
Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-

kejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur hidrologi yang
dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data curah hujan suatu
daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana
maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik
Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi
data ialah sebagai berikut:
1. Harga Rata-rata (𝑿)
Rumus:

di mana 𝑋

𝑋=


𝑛
𝑖

𝑋𝑖

𝑛

...................................................... (2.1)

= Curah hujan rata–rata (mm), 𝑋𝑖 = Curah hujan di stasiun hujan ke-i

(mm), dan n = Jumlah data.
2. Standar Deviasi (𝑺𝒅 )
Rumus:

𝑆𝑑

=


n (𝑋 βˆ’π‘‹ )2
i=1 𝑖

π‘›βˆ’1

................................................ (2.2)

di mana 𝑆𝑑 = Standar deviasi, 𝑋 = Curah hujan rata – rata (mm), 𝑋𝑖 = Curah hujan di

stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

Universitas Sumatera Utara

3. Koefisien Skewness (π‘ͺ𝒔)

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat

ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.
Rumus:


𝐢𝑠 =

𝑛

n
i=1

𝑋 𝑖 βˆ’π‘‹

3

π‘›βˆ’1 π‘›βˆ’2 𝑆 𝑑 3

................................................ (2.3)

di mana 𝐢𝑠 = Koefisien Skewness,𝑆𝑑 = Standar deviasi, 𝑋 = Curah hujan rata-rata

(mm), 𝑋𝑖 = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.
4. Koefisien Kurtosis (π‘ͺπ’Œ)


Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk

kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.
Rumus:
πΆπ‘˜ =

𝑛 2 ni=1 𝑋 𝑖 βˆ’π‘‹ 4

π‘›βˆ’1 π‘›βˆ’2 (π‘›βˆ’3)𝑆𝑑 4

.............................................. (2.4)

di mana πΆπ‘˜ = Koefisien Kurtosis, 𝑆𝑑 = Standar deviasi, 𝑋 = Curah hujan rata–rata

(mm), 𝑋𝑖 = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n= Jumlah data.
5. Koefisien Variasi (π‘ͺ𝒗 )

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan

nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus

𝐢𝑣 =

𝑆𝑑
𝑋

......................................................... (2.5)

di mana 𝐢𝑣 = Koefisien variasi, 𝑆𝑑 = Standar deviasi, dan 𝑋 = Curah hujan rata-rata
(mm).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data
Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang
bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada.
Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:
1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik
Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik
No. Jenis Distribusi
Syarat
1.

Normal

Cs ο‚» 0 dan Ck ο‚» 3

2.

Log Normal

Cs ο‚» 3Cv + CvΒ³ dan
8
6
4
2
Ck ο‚» Cv + 6Cv + 15Cv + 16Cv + 3


3.

Gumbel Tipe I

Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

4.

Log Pearson Tipe III

Selain dari nilai di atas

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Triatmodjo, 2008)
2. Berdasarkan plotting terhadap kertas probabilitas
Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik
hasil plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas
probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya semakin
mendekati benar.
3. Berdasarkan hasil uji keselarasan
Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi

peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang
dianalisis. Ada dua jenis keselarasan (Goodness of Fit Test), yaitu uji keselarasan Chi
Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah nilai
hasil perhitungan yang diharapkan.

Universitas Sumatera Utara

a) Uji keselarasan Chi Square
Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan
yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data
pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai
Chi Square (𝑋 2 ) dengan nilai Chi Square kritis (𝑋 2 - Cr) dengan rumus:

𝑋2 =

𝐸𝑓 𝑖 βˆ’π‘‚π‘“ 𝑖 2
𝑛
𝑖=1
𝐸𝑓 𝑖


........................................... (2.6)

di mana 𝑋 2 = Harga Chi Square, 𝐸𝑓𝑖 = Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada

data ke-i, 𝑂𝑓𝑖 = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-i, dan n =

Jumlah data.

Prosedur perhitungan uji Chi Square adalah sebagai berikut:
a. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil
b. Hitunglah jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas
disarankan agar setiap kelas terdapat minimal tiga buah pengamatan.
c. Hitung nilai Ef =

𝛴𝑛
𝛴𝐾

d. Hitunglah banyaknya Of untuk masing – masing kelas.
e. Hitung nilai 𝑋 2 untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total 𝑋 2 , dari tabel
untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5% dengan parameter


derajat kebebasan (Tabel 2.4) akan didapat 𝑋 2 Cr.
Rumus derajat kebebasan adalah :

DK = K – ( R + I ) ................................................. (2.7)
di mana DK = Derajat kebebasan, K = Banyaknya kelas, dan R = Banyaknya
keterikatan (biasanya diambil R=2 untuk distribusi normal

dan binomial dan R=1

untuk distribusi Poisson dan Gumbel).

Universitas Sumatera Utara

Jika nilai Chi Square(𝑋 2 ) < nilai Chi Square kritis (𝑋 2 Cr), analisis data dapat
menggunakan persamaan distribusi data sesuai dengan yang diasumsikan pada uji
Chi Square.
Tabel 2.2 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square

Sumber: Soewarno, 1995

b) Uji keselarasan Smirnov Kolmogorof
Pengujian kecocokan sebaran dengan metode ini dilakukan dengan
membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis
sehingga didapat perbedaan (βˆ†) tertentu. Perbedaan maksimum yang dihitung
(βˆ†maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (βˆ†cr) untuk suatu derajat nyata dan
banyaknya varian tertentu, maka sebaran sesuai jika (βˆ†maks) < (βˆ†cr).
Rumus:
βˆ†maks 𝑃 𝑋 βˆ’ 𝑃(𝑋𝑖 ) < βˆ†π‘π‘Ÿ(𝛼,𝑛) .......................... (2.8)

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Nilai βˆ† Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Sumber: Soewarno, 1995
2.5.3 Curah Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya
hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut
kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana.
Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data
hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis
frekuensi data hujan, yaitu:
1. Metode Normal (Cara Analitis)
Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan
Metode Normal atau disebut pula distribusi Gauss ialah sebagai berikut:
𝑋𝑇 = 𝑋 + (K.𝑆𝑑 ) ..................................................... (2.9)

di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), 𝑋 = Harga rata-rata

curah hujan (mm), 𝑆𝑑 = Standar deviasi (simpangan baku), dan k = Nilai variabel

reduksi Gauss periode ulang T tahun (Tabel 2.4).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K)

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)
2.

Metode Gumbel Tipe I
Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble

Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno,
1995):
𝑆

𝑋𝑇 = 𝑋 + 𝑆 𝑛 (π‘Œπ‘‡ - π‘Œπ‘› ) ................................................. (2.10)
𝑑

di mana 𝑋𝑇 = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), 𝑋 = Harga rata-rata

curah hujan (mm), dan 𝑆𝑑 = Standar deviasi (simpangan baku).

π‘Œπ‘‡ = Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode

ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat
pada Tabel 2.9. (untuk T β‰₯ 20, maka π‘Œπ‘‡ = ln T)
π‘Œπ‘‡ = -ln βˆ’π‘™π‘›

π‘‡βˆ’1
𝑇

................................................... (2.11)

π‘Œπ‘›

= Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya

𝑆𝑛

= Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung

tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.5

dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2.6.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2.6 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2.7 Nilai Reduksi Variasi (Yt)

Sumber: Soemarto, 1999

Universitas Sumatera Utara

3. Metode Log Pearson Tipe III
Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang
logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan
sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):
Log XT = πΏπ‘œπ‘”X + K * Sd ........................................... (2.12)

di mana Log XT = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,
__

log X

= Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd = Standar deviasi dan K =

Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 2.8)
Langkah-langkah perhitungan kurva distribusi Log Pearson Tipe III adalah:
a) Tentukan logaritma dari semua nilai X
__

b) Hitung nilai rata-ratanya: log X

=

π‘™π‘œπ‘” 𝑋
𝑛

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X:
2

__

π‘™π‘œπ‘” π‘₯ βˆ’ log X

__

𝑺 log X

=

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):

𝐢𝑆 =

𝑛

π‘›βˆ’1

3

__

π‘™π‘œπ‘” π‘₯ βˆ’ log X

π‘›βˆ’1 π‘›βˆ’2

e) Sehingga persamaanya dapat ditulis:
__

π‘™π‘œπ‘”π‘‹π‘‡ = log X

3

__

𝑺 log X

__

+ π‘˜ 𝑺 log X

Universitas Sumatera Utara

f) Tentukan anti log dari log X T, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan
terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai
koefisien kemencengan (Cs). Nilai K dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III

Universitas Sumatera Utara

Sumber: Soewarno, 1995
4. Metode Log Normal
Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik
akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model
matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):
XT = 𝑋 + K.Sd .................................................... (2.13)

di mana XT = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang
tertentu, 𝑋 = Harga rata-rata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan

baku), dan K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang
merupakan fungsi dari koefisien kemencengan (Cs) pada tabel 2.9.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.9 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu.
Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung
makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula
intensitasnya.
Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan debit
yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh
intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut
berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah
hujan yang telah terjadi pada masa lampau.

Universitas Sumatera Utara

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya
curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per
jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2
metode sebagai berikut :
1. Metode Van Breen
Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah
berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam
(Anonim dalam Melinda, 2007).
Rumus:

𝐼=

90%βˆ™π‘… 24
4

......................................................... (2.14)

di mana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R24 = Curah hujan harian maksimum
(mm/24jam).
Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas
hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva basis.
Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerahdaerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen
kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

𝐼𝑇 =

54 𝑅𝑇 + 0.007 𝑅𝑇 2
𝑑+ 0.31 𝑅𝑇

.................................................. (2.15)

di mana 𝐼𝑇 = Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH, 𝑑 = Durasi waktu hujan (menit),

dan 𝑅𝑇 = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).

Universitas Sumatera Utara

2. Metode Hasfer Der Weduwen
Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh
Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan curah
hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai
distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi
hujan sampai 24 jam (Melinda, 2007).
Persamaan yang digunakan adalah:
Rt = Xt
R=

1218t+54
X t 1βˆ’t +1272t
11300

Rt

t+3.12 100

................................................. (2.16)

........................................................ (2.17)

Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas
curah hujan dengan persamaan berikut ini:
I=

R
t

............................................................... (2.18)

di mana I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan
Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan
perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk
menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan.
Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil.
Menurut Sosrodarsono (2003), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Metode Sherman (1953)
Menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:
I

Log a =

𝑛
𝑖=1

log 𝑖

b

𝑛
𝑖=1

log 𝑖

=

π‘Ž

= 𝑑𝑏

𝑛
𝑛
2
𝑖=1 π‘™π‘œπ‘” 𝑑 βˆ’ 𝑖=1 π‘™π‘œπ‘”
𝑛 𝑛𝑖=1 π‘™π‘œπ‘” 𝑑 2 βˆ’ 𝑛𝑖=1
𝑛
𝑖=1

.................................................... (2.19)

π‘‘βˆ’π‘™π‘œπ‘” 𝑖

log 𝑑

2

𝑛
𝑖=1

log 𝑑

log 𝑑 βˆ’π‘› 𝑛𝑖=1 π‘™π‘œπ‘” π‘‘βˆ’π‘™π‘œπ‘” 𝑖
2
𝑛 𝑛𝑖=1 π‘™π‘œπ‘” 𝑑 2 βˆ’ 𝑛𝑖=1 log 𝑑

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b =
Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan
n = Banyaknya pasangan data i dan t.
2. Metode Ishiguro (1905)
Menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

I=

π‘Ž

............................................................ (2.20)

𝑑+𝑏

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit) a,b=
Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan
n = Banyaknya pasangan data i dan t.
a

=

𝑛
𝑖=1

𝑖. 𝑑

b

=

𝑛
𝑖=1

𝑖

𝑛

𝑛

𝑛
2
𝑖=1 𝑖
𝑛
2
𝑖=1 𝑖

𝑛
𝑖=1 𝑖.
𝑛
2
𝑖=1 𝑖

βˆ’ 𝑛𝑖=1 𝑖 2 . 𝑑
βˆ’

𝑛
𝑖=1

𝑛
𝑖=1

𝑖

𝑖

2

𝑛
𝑖=1

𝑖

𝑑 βˆ’π‘› 𝑛𝑖=1 𝑖 2. 𝑑

βˆ’

3. Metode Talbot (1881)

2

Rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapantetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan
intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
π‘Ž

I = (𝑑+𝑏 ) ......................................................... (2.21)

Universitas Sumatera Utara

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b=
Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n
= Banyaknya pasangan data i dan t.
a

=

𝑛
𝑖=1

𝑖.𝑑

b

=

𝑛
𝑖=1

𝑖

𝑛

𝑛

𝑛
2
𝑖=1 𝑖
𝑛
2
𝑖=1 𝑖

𝑛
𝑖=1
𝑛
2
𝑖=1 𝑖

βˆ’ 𝑛𝑖=1 𝑖 2 .𝑑
βˆ’

𝑛
𝑖=1

𝑖

2

𝑛
𝑖=1

𝑖

𝑖.𝑑 βˆ’ 𝑛𝑖=1 𝑖 2 .𝑑
2
βˆ’ 𝑛𝑖=1 𝑖

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus
dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan
intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.
Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk
menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan yang dapat digunakan untuk
perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya kemungkinan
terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang.

2.2

Koefisien Permeabilitas
Permeabilitas tanah merupakan sifat bahan berpori yang memungkinkan

aliran rembesan dari cairan yang berupa air mengalir melewati rongga yang
menyebabbkan tanah bersifat permeable. Permeabilitas menunjukkan kemampuan
tanah meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju
infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian.
Menurut Braja M. Das, 1988 koefisien permeabilitas tanah tergantung pada
beberapa faktor, yaitu:
1. distribusi ukuran pori-pori tanah.
2. gradasi tanah (distribusi ukuran butir-butir tanah) dan kepadatannya,

Universitas Sumatera Utara

3. kekentalan cairan,
4. angka pori,
5. kekasaran permukaan butiran tanah,
6. dan derajat kejenuhan tanah.
Tanah permeable disebut tanah yang mudah dilalui oleh air, sedangkan tanah
impermeable adalah tanah yang sulit dilalui oleh air. Contoh tanah yang permeable
adalah tanah pasir dan kerikil, oleh karena itu jenis tanah ini sangat cocok sekali untuk
sistem drainase pipa dibawah muka tanah. Contoh tanah impermeable adalah tanah
lempung murni. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah
lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada
butiran lempung.
Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan
merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu
semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap
akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka
sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan
air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.
Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang
sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar digunakan oleh
para ahli teknik tanah (geoteknik). Para ahli geologi menyebutnya sebagai
konduktivitas hidrolik. Bilamana satuan inggris digunakan, koefesien permeabilitas
dinyatakan dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft 3. Dalam satuan SI,
koefisien permeabilitas dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm 3.

Universitas Sumatera Utara

Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda.
Beberapa koefisien permeablitas diberikan dalam Tabel 2. 2.
Tabel 2.10 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya
K
Jenis tanah
(cm/detik)
(ft/menit)
Kerikil bersih

1.00 - 100

2.00 - 200

Pasir kasar

1.00 – 0.01

2.00 - 0.02

Pasir halus

0.01 – 0.001

0.02 – 0.002

Lanau

0.001 – 0.00001

0.002 – 0.00002

Lempung

Kurang dari 0.000001

Kurang dari 0.000002

Sumber: Buku Mekanika Tanah Jilid I (Das, 1985)
Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari
pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien
permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:
a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test)
b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test)
c) Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi
d) Pengujian kapiler horizontal
Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat
dilakukan dengan:
a) Uji pemompaan (pumping test)
b) Uji perlokasi (auger hoole test)

Universitas Sumatera Utara

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilaksanakan di laboratorium, yaitu:
a) Constant Head Permeability Test
Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah
yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk
menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar
dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2.1 Alat Constant Head Permeability Test
(http://www.humboldtmfg.com)
Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan
dihitung dengan turunan rumus:
Qmasuk = Qkeluar
Qmasuk = A.V.k
Qkeluar =

Maka,
di mana Q

ο‚»

A(ki).t

 k ( h )( A ) οƒΆ

οƒ·T
L

οƒΈ

K=

𝑄.𝐿
………………………………………….(2.22)
𝐴𝑠.𝑕.𝑑

= Volume air yang dikumpulkan (cm3 ), As = Luas penampang

sampel tanah (cm2 ), t = waktu (detik), dan h = i.(L)

Universitas Sumatera Utara

b) Falling Head Permeability Test
Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak
tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya
lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter
kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian
air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.

Gambar 2.2 Skema Proses Alat Falling Head Permeability Test
(http://www.robertsongeoconsultants.com)

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu;
Q=

k .( h )
Ls .( As )

Debit masuk (Qi)
k .( h )
L

A

=

=
-a

dh

……………………………………...(2.23)

Debit keluar (Qo)
(tinggi air berkurang )

dt

Universitas Sumatera Utara

dt

=

t



dt

=

a .( Ls )  dh οƒΆ
οƒ·

As .( k ) 
h οƒΈ

a .( L )
As .( k )

0

t

=

a .( Ls )
A .( k )






 ln(

h2


h1

οƒΆ
dh οƒ·
οƒ·
h
οƒΈ

1

h1 ο€­ h 2

t

=

h1

 log
h2
a .( Ls ) 

log e
As .( k )



t

=

2,303

a .( Ls )
As .( K )

maka,

K

=

2,303

a .( Ls )
As .( t )



οƒΆ
οƒ·
οƒ·
οƒ·
οƒ·
οƒΈ

log

h1
h2

log

h1
h2

……………………………(2.24)

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa
(cm2 ), L𝑠 = Panjang sampel tanah (cm), A𝑠 = Luas penampang sampel tanah (cm2 ), t

= Interval penurunan 𝑕1 ke 𝑕2 (detik), 𝑕1 = Ketinggian mula-mula air pada interval

waktu tertentu (cm), dan 𝑕2 = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)
2.3

Konsep Umum Infiltrasi
Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan

tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun
dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai (Gemilang, 2012). Pada
saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungancekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan
sebagian lainnya meresap kedalam tanah.

Universitas Sumatera Utara

2.2.1

Pengertian infiltrasi
Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk

ke dalam tanah. Sedangkan perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang
berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan merupakan proses aliran air
dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh
akan tetapi hendaknya secara teoritis pengertian keduanya dibedakan.
Dalam kaitan ini terdapat beberapa pengertian tentang infiltrasi untuk
memudahkan uraian selanjutnya supaya diperjelas defenisi dari beberapa istilah yang
digunakan :
a) Kapasitas infiltrasi (infiltration capacity) adalah kecepatan infiltrasi
maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika
intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban
tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas
infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.
b) Laju infiltrasi (infiltration rate) adalah Laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah
tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan
satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air
infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi
akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.
c) Perkolasi (percolation) kecepatan perkolasi yang ditentukan oleh sifat tanah
pada aeration zone.
d) (Field capacity) adalah besarnya kandungan air maksimum yang dapat ditahan
tanah terhadap gaya tarik gravitasi.

Universitas Sumatera Utara

e) (Soil moisture deficiency) adalah jumlah kandungan air yang masih
diperlukan, untuk membawa tanah pada (fieldcapacity).
f) Abstraksi

awal

(initial

abstraction)

adalah

jumlah

intersepsi

dan

penampungan cekungan (depression storage), yang hams dipenuhi lebih
dahulu, sebelum terjadi limpahan hujan (overlandflow).
Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk
kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut kecepatan infiltrasi atau laju
infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan
tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang
kemudian disebut laju perkolasi.
Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi
biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir
masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.
Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya
gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan
mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan
air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya
kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.2

Kecepatan Infiltrasi Nyata (Actual Infiltration Rate)
Kecepatan infiltrasi nyata ditentukan oleh berbagai faktor, baik sifat

permukaan tanah, maupun sifat lapisan tanah dibawahnya. Ada 3 faktor yang telah
dikelompokka para ahli yaitu sifat-sifat permukaan tanah, sifat transmisi tanah, serta
tipe tanah dan kadar tanah awal.

Universitas Sumatera Utara

a) Sifat-sifat permukaan tanah
Proses infiltrasi diawali dengan meresapnya air melewati permukaan tanah,
maka sifat - sifat permukaan tanah memegang peranan yang sangat penting, dan
bahkan sering menentukan batas atas dari kecepatan infiltrasi, dengan tidak
mengabaikan peranan dari lapisan tanah dibawahnya. Pada permulaan musim hujan
pada umumnya tanah masih jauh dari jenuh sehingga pengisian akan berjalan terus pada
waktu yang lama sehingga daya infiltrasi akan menurun terus pada hujan yang
berkesinambungan, meskipun pada periode sama. Diantara sifat - sifat tanah yang
penting adalah kepadatan, sifat dan jenis tanaman, dan cara bercocok tanam.
Dengan makin tingginya tingkat kepadatan tanah, maka infiltrasi akan semakin
kecil. Dengan pengaruh hujan, akibat adanya impak butir - butir air hujan pada
prmukaan tanah, maka kepadatan tanah akan bertambah. Sehingga permukaan tanah yang
ditumbuhi oleh tanaman pada umumnya akan mempunyai kecepatan infiltrasi yang lebih
besar daripada permukaan tanah terbuka.
Disamping itu, aliran vertikal air infiltrasi yang mengandung butir - butir halus,
dapat menyumbat pori - pori antara butir tanah, yang akan mengurangi infiltrasi.
Terutama sekali debu dan butir - butir halus lain yang terjadi selama musim kering, akan
sangat berpengaruh pada hujan - hujan yang pertama. Retak-retak pada permukaan yang
terjadi pada musim kering, akan memperbesar infiltrasi. Sebaliknya, pemadatan tanah
yang diakibatkan oleh lalu lintas, ternak, dan pejalan kaki, akan memperkecil infiltrasi,
tetapi dilain pihak memperbesar penampungan cekungan {depression storage), yang
berarti akan memberi kemungkinan memperbesar infiltrasi. Sehingga pengaruh hal ini
masih sangat dipertanyakan.

Universitas Sumatera Utara

Dengan adanya tanaman, akan memberi keuntungan dengan makin
besarnya infiltrasi. Hal ini disebabkan karena:
1) Akar - akarnya menyebabkan struktur tanah makin gembur yang berarti
memperbesar permeabilitas tanah.
2) Dengan adanya tanaman di permukaan, berarti akan mengurangi kecepatan
air limpasan (run off maupun overland flow). Sehingga memperbesar waktu
tinggalnya air di permukaan, yang berarti memperbesar infiltrasi
3) Pemadatan yang diakibatkan oleh impak butir - butir air hujan sangat dikurangi.
Sebenarnya yang berpengaruh bukanlah jenis tanaman, tetapi kerapatan tanaman
yang lebih penting. Misalnya tanah dengan penutup rumput, akan lebih baik
dibandingkan dengan ditanami jagung dan sebagainya.
Cara bercocok tanam dengan trasering yang benar, misalnya atau dengan
"countour ploughing" dengan pola yang benar akan memperbesar infiltrasi pula. Pada
lahan bercocok tanam dengan kemiringan besar, aliran permukaan akan mempunyai
kecepatan besar sehingga air kekurangan waktu untuk infiltrasi dan memungkinkan
terjadinya erosi tanah. Sebaliknya pada lahan dengan kontur yang datar, air menggenang
sehingga mempunyai waktu cukup banyak untuk infiltrasi.
b) Sifat transmisi tanah
Secara ideal lapisan tanah oleh para ahli ilmu tanah ditentukan 4 horizon
yaitu (Sri Harto, 1981):
Horizon A: merupakan lapisan teratas yang mengandung banyak bahan oganik, akar
tumbuh - tumbuhan dan sebagainya.

Universitas Sumatera Utara

Horizon B: yaitu lapisan dibawah horizon A, yang merupakan lapisan dimana terjadi
akumulasi bahan - bahan koloidal dari horizon A. Ketebalan serta
permeabilitas lapisan ini sangat menentukan besarnya infiltrasi.
Horizon C: lapisan dibawah horizon B, yang kadang - kadang juga disebut "
sub soil" yang terdiri dari "weatheredparent materiaF.
Horizon D: lapisan {bed rock). Horizon C dan D kadang berada pada Iokasi lain
atau kadang - kadang tidak ada sama sekali.
Misalnya horizon A mempunyai transmission rate yang paling besar dan horizon
B yang paling kecil. Maka infiltrasi akan ditentukan oleh transmission rate horizon
A, sampai kemampuan tampung (storage) terpenuhi, yang selanjutnya infiltrasi akan
ditentukan oleh sifat transmisi horizon B. Transmission rate horizon C tidak akan
terpenuhi, karena lebih besar dari sifat transmisi horizon B.
Dari keterangan diatas dapat disimpulkan adanya dua kemungkinan yaitu:
1) Formasi lapisan tanah dengan kapasitas perkolasi besar tetapi kapasitas
infiltrasi kecil (gbr2.3a)
2) Formasi lapisan tanah dengan kapasitas infiltrasi besar tetapi kapasitas
perkolasi kecil (gbr2.3 b)

(a)

( b)

Gambar 2.3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah:
2.3a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan
2.3b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar

Universitas Sumatera Utara

c) Tipe tanah dan kadar tanah awal
Tipe tanah adalah berkaitan dengan tekstur dominan dari tanah yang
bersangkutan.

Istilah umum yang sering digunakan adalah tanah berpasir, tanah

berlempung, dan tanah berliat. Kondisi tanah sangat berpengaruh pada besar kecilnya
daya resap tanah terhadap air hujan. Tanah berpasir dan porus lebih mampu
merembeskan air hujan dengan cepat.
Kandungan air tanah awal mempengaruhi reseapan air oleh tanah dan laju
inflitrasi. Pada kondisi dimana kandungan air tanah awalnya rendah, laju infiltrasi akan
maksimum dan akan menurun sejalan dengan meningkatnya kadar air.

2.2.3

Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi
Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara

(Harto, 1993), yaitu:
1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian
pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall
Simulator).
2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran
lapangan).
3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi
hidrograf).
Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan
digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan
dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelas, yakni:

Universitas Sumatera Utara

a) Model empiris.
Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana
kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi
ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi mulai terjadi.
Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model
Horton, Model Holtan dan Model Overton.
b) Model konseptual.
Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang
menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi
lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan
Model Hidrograf.
Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model
empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data
pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah
didapatkan.

2.2.4

Pengukuran Infiltrasi di Lapangan
Secara praktis pengukuran infiltrasi ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran

tentang besaran dan laju infiltrasi serta variasinya sebagai fungsi waktu. Ada dua cara
dalam menentukan kapasitas infiltrasi (Sri Harto, 1993), yaitu :
1. Dengan pengukuran langsung dilapangan.
2. Dengan analisis hidrograf.
Beberapa alat maupun perlengkapan yang dapat digunakan untuk mengukur
inflitrasi di lapangan diantaranya adalah :

Universitas Sumatera Utara

1. Infiltrometer ring tunggal (Single ring infiltrometer)
2. Infiltrometer ring ganda (Double ring infiltrometer)
3. Rainfall simulator
Menurut CD. Soemarto selain menggunakan infiltrometer laju infiltrasi dapat
diukur dengan cara berikut.
1. Dengan Testplot
2. Dengan Lysimeter
3. Test penyiraman (Sprinkling Test)

2.3.4.1 Single Ring Infiltrometer
Pada penelitian digunakan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan
menggunakan alat single ring infiltrometer.
Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas
tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi
air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian
banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung
tersebut harus diukur.
Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping
di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air
yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Single Ring Infitrometer
Penggunaan single ring infiltrometer pada dasarnya tidak ada perbedaan
dengan double ring infiltrometer, pengukuran dengan single ring infiltrometer dapat
menggunakan lingkaran tengah double ring infiltrometer. Perbedaan alat tersebut
pendekatannya dimana untuk double ring infiltrometer, ring bagian luar bertujuan
untuk mencegah peresapan keluar dari air dalam lingkaran tengah setelah meresap ke
dalam tanah supaya mengurangi pengaruh rembesan lateral.
Menurut Sosrodasono dan Takeda (1993) kedua jenis alat ukur infiltrasi ini
mempunyai persoala-persoalan yang sama yaitu:
a. Efek pukuan butir-butir hujan tidak diperhitungkan
b. Efek tekanan udara dalam tanah tidak terjadi
c. Struktur tanah sekeliling dinding tepi alat itu telah terganggu pada waktu
pemasukan tanah.
Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single
ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).

Universitas Sumatera Utara

a) Metode Horton
Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam
hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan
bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan
pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang
beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah.
Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan
tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur
permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan
air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan
berikut:
f(t) = fc + (fo – fc)𝑒 βˆ’π‘˜π‘‘ ....................................... (2.25)
di mana f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam), fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam), fo =
Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik, dan t = Waktu (jam).
Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo, fc dan
k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring infitrometer.
Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:
f(t) - fc = (fo - fc) 𝑒 βˆ’π‘˜π‘‘ ........................................... (2.26)

Kemudian persamaan (2.26) tersebut di log kan menjadi:
Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc) – kt log e
atau
Log (f(t) - fc ) - log (fo - fc) = – kt log e
t =βˆ’

1
π‘™π‘œπ‘” (𝑓(𝑑) βˆ’ 𝑓𝑐 ) βˆ’ π‘™π‘œπ‘”(π‘“π‘œ βˆ’ 𝑓𝑐)
π‘˜ log 𝑒

Universitas Sumatera Utara

atau
t =βˆ’

1
1
π‘™π‘œπ‘” (𝑓(𝑑) βˆ’ 𝑓𝑐 )+
π‘™π‘œπ‘”(π‘“π‘œ βˆ’ 𝑓𝑐) …...……… (2.27)
π‘˜ log 𝑒
π‘˜ log 𝑒

Persamaan (2.27) di atas, sama dengan persamaan Y= mx + C
di mana:

Y = t .................................................................................. (2.28)
m=βˆ’

1
.................................................................. (2.29)
π‘˜ log 𝑒

x = Log ( f(t) – f(c) ) ........................................................... (2.30)

C=

1
π‘˜ log 𝑒

Log ( f(t) – f(c) ) ........................................................ (2.31)

Dengan demikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam sebuah garis lurus
yang mempunyai nilai m =

1

βˆ’ π‘˜ log 𝑒 . Bentuk dari garis lurus persamaan tersebut

diperlihatkan dalam Gambar 2. 5 di bawah ini.

Gambar 2.5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc)

Universitas Sumatera Utara

2.4

Sumur Resapan

2.4.1 Pengertian
Sumur resapan (Gambar 2.6) merupakan skema sumur atau lubang pada
permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke
dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan
merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air
minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian,
konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di
atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di
bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011).

Gambar 2.6 Sketsa Sumur Resapan
(www.kelair.bppt.go.id)

2.4.2 Fungsi Sumur Resapan
Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.
Fungsi utama dari sumur resapan bagi kehidupan manusia dapat dibagi menjadi tiga
fungsi utama, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

1. Pengendali banjir
Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan
tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa
faktor di antaranya:
a)

Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB).

b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.
c)

Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap

pengelolaan sampah.
Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap
penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota keluarga
atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan
pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat, tergantung dari
lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki perumahan
tersebut.
Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir pada
semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah
horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika
dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru
sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan
bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan). Dengan demikian pada musim hujan,
volume aliran air permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam
tanah sangat sedikit sehingga mengakibatkan genangan banjir.
Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung
cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya

Universitas Sumatera Utara

yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur
resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan
sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan
yang menyebabkan banjir.
Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan
tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang
jumlah rumahnya 1.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan dengan
volume 2 π‘š3 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000 π‘š3 air.

2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau
mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak
yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang
tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau
mata air.
Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting
mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai
konsekuensi dari perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat. Dengan
adanya perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah
untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang tertutupi
tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tidak meresapkan air. Penurunan
daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena hilangnya vegetasi penutup
permukaan tanah.

Universitas Sumatera Utara

Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak
besar terhadap kondisi air tanah. Seandainya di kawasan pemukiman seluas 1.000
hektar dan tertutupi 3/4 bagiannya, berarti setiap kali turun hujan yang curah
hujannya 1.000 mm akan ada 750.000 kubik air hujan yang tidak dapat meresap ke
dalam tanah. Jumlah sekian akan berkumpul dengan aliran permukaan dari kawasan
lain pada lahan yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.
Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung
cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya
yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur
resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan
sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan
yang menyebabkan banjir.
3. Menekan laju erosi
Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan
menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut
pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun
akan kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu menekan besarnya
aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.

2.4.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan
Prinsip kerja sumur resapan adalah menyalurkan dan menampung air hujan
ke dalam lubang atau sumur agar air dapat memiliki waktu tinggal di permukaan
tanah lebih lama sehingga sedikit demi sedikit air dapat meresap ke dalam tanah.

Universitas Sumatera Utara

Tujuan utama dari sumur resapan adalah memperbesar masuknya air ke
dalam akuifer tanah sebagai air resapan (infiltrasi). Dengan demikian, air akan lebih
banyak masuk ke dalam tanah dan sedikit yang mengalir sebagai aliran permukaan
(run off). Di bawah tanah, air yang meresap ini akan merembes masuk ke dalam
lapisan tanah yang disebut lapisan tidak jenuh di mana pada berbagai jenis tanah,
lapisan ini masih bisa menyerap air. Dari lapisan tersebut, air akan menembus
kedalam permukaan tanah (water table) di mana dibawahnya ada air tanah (ground
water) yang terperangkap dalam lapisan akuifer. Dengan demikian, masuknya air
hujan ke dalam tanah akan membuat imbuhan air tanah akan menambah jumlah air
tanah dalam lapisan akuifer.
Sebagai media yang secara langsung berhubungan dengan lapisan tanah, dalam
pengoperasiannya sumur resapan sesungguhnya mengandalkan kemampuan tanah
dalam meresapkan air. Oleh karena itu perencanaan dimensi sumur resapan
berangkat dari sifat fisik tanah khususnya harus bertitik tolak pada keadaan daya
rembes tanahnya.
Dengan prinsip kerja dari sumur resapan tersebut, maka jika kita ingin
membuat sumur resapan pada area halaman rumah kita, kita akan menyalurkan air
hujan yang turun di area rumah kita menuju sumur resapan, termasuk air hujan yang
turun pada genting atap rumah yang nantinya mengalir menuju talang air. Dari
talang, air kita salurkan ke sumur resapan dengan menggunakan pipa (biasanya
menggunakan pipa paralon). Sedangkan air hujan yang turun selain di area genteng
atap rumah, dapat kita salurkan menuju sumur resapan dengan cara membuat
semacam selokan atau got kecil di area rumah kita, yang dibuat dengan kemiringan
tertentu, sehingga nantinya air yang masuk ke dalam selokan atau got tersebut dapat

Universitas Sumatera Utara

mengalir menuju sumur resapan. Untuk membuang kelebihan air yang masuk
kedalam sumur resapan, kita bisa membuat pipa pembuangan, yang nantinya
berfungsi mengalirkan kelebihan air di dalam sumur resapan menuju saluran
drainase/saluran pembuangan didekat rumah kita.

Gambar 2.7 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan
Semakin banyak air yang mengalir ke dalam tanah berarti akan banyak
tersimpan air tanah di bawah permukaan bumi. Air tersebut dapat dimanfaatkan
kembali melalui sumur-sumur atau mata air yang dapat dieksplorasi setiap saat.
Jumlah aliran permukaan akan menurun karena adanya sumur resapan.
Pengaruh positifnya bahaya banjir dapat dihindari karena terkumpulnya air
permukaan yang berlebihan di suatu tempat dapat dihindarkan. Menurunnya aliran
permukaan ini juga akan menurunkan tingkat erosi tanah.
Teori sumur resapan yang diajukan oleh Sunjoto (1989) dipandang oleh
beberapa ahli sebagai teori yang cukup sempurna. Perencanaan dimensi sumur
resapan itu telah dikembangkan dengan berbagai pendekatan baik statis maupun
dinamik. Pendekatan statik pertama kali dikemukakan oleh Haryadi dan Mawardi
tahun 1986. Sedangkan pendekatan dinamik dipelopori oleh Sunjoto pada 1987 yang

Universitas Sumatera Utara

disempurnakan pada 1988. Teori pendekatan tersebut, dapatlah diilustrasikan seperti
Gambar 2.8.
Qi

(a)

Qi

Qi

Qi

Qi

(b)

Qo
(c)

Qo
(d)

Qo
(e)

𝑑1

t

𝑑2

Qo
(f)

Qo
(g)

𝑑3

Gambar 2.8 Cara Kerja Sumur Resapan

Gambar a, debit masukan sebesar Qi mengisi tampungan sumur resapan
sehingga tampungan sumur terisi seperti gambar b, dan penuh (gambar c). Untuk
membuat tampungan sumur resapan penuh (gambar c), debit masukan Qi
membutuhkan rentang waktu tertentu (t1). Pada saat volume tampungan penuh,
berarti ketinggian air H teoritis di dalam sumur telah terpenuhi. Debit resap Qo
terjadi setelah ketinggian air H terpenuhi (Gambar 2. 10. c). Debit resap oleh Sunjoto
(1995) dinyatakan dengan persamaan:
Qo = f k H ........................................................... (2.32)
di mana Qo = Debit resap (m3/detik), f = Faktor geometrik (m), k = Koefisien
permeabilitas tanah (m/detik), H = kedalaman air di dalam sumur resapan (m). Jika
dikembalikan pada prinsip hidrolika air tanah, bahwa debit adalah:
Qo = k.i.A ............................................................ (2.33)

Universitas Sumatera Utara

di mana Qo = debit (m3/dt), k = koefisien permeabilitas tanah (m/dt), i = gradien
hidrolik  H / L dan A = luas bidang resap (π‘š2 ).
Pada persamaan (2.32) dapat ditinjau bahwa unsur fH adalah pengganti
unsur iA dalam persamaan (2.33). Dalam kasus peresapan di dalam sistem sumur,
maka tidak mudah menentukan gradien hidrolis i dan luas bidang resap A. Sebab
dimensi sumur resapan itu masih ditafsir.

Unsur kedalaman H menjadi unsur

penentu sebab gradien hidrolis dan luas bidang resap, keduanya sekaligus akan
terjadi manakala H telah ditetapkan. Di lain pihak pada sistem sumur resapan luas
bidang resap A terbentuk oleh fungsi jari-jari R dan kedalaman H. Jadi faktor
geometrik f pada prakteknya adalah fungsi dari R dan H. Dengan demikian Qo = k i
A = k f H. Pada prakteknya faktor geometris (shape factor) f memerlukan formulasi
pendekatan empiris, sebab di antara para ahli tidak sama dalam menentukan nilai f
untuk kasus sumur resapan yang sama.
Jika rentang waktu yang dibutuhkan untuk mengisi sampai dengan penuh
adalah t1 (gambar a,b dan c), maka waktu yang dibutuhkan untuk meresapkan adalah
t2 (gambar c, d dan e), yang mana syaratnya rentang watu t1 adalah sama dengan
rentang waktu t2. Dengan begitu maka akan terpenuhi syarat terjadinya persamaan
keseimbangan di dalam sumur resapan yaitu:
Qi t = f k H t ...................................................... (2.34)
Tetapi oleh karena tampungan dalam sumur harus penuh baru kemudian
terjadi peresapan, maka event t1 terjadi terlebih dahulu baru event t2, meskipun
besarnya t1 = t2
Qi.t1 = f.k.H.t2 ....................................................................................... (2.35)

Universitas Sumatera Utara

Pada rentang waktu t2, (gambar c, d dan e) yang mana proses resap Qo
sedang berlangsung, bersamaan dengan itu debit input Qi tetap mengisi tampun