Kajian Sumur Resapan dalam Mereduksi Debit Banjir pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat)

(1)

KAJIAN SUMUR RESAPAN DALAM MEREDUKSI DEBIT

BANJIR PADA KAWASAN PERUMAHAN

(STUDI KASUS: PERUMAHAN ANUGERAH LESTARI KUALA

GUMIT, LANGKAT)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Syarat Penyelesaiaan Pendidikan Sarjana Teknik Sipil

Dikerjakan oleh:

GALIH GEMILANG

08 0404 102

BIDANG STUDI SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK USU

2013


(2)

ABSTRAK

Salah satu solusi mengatasi banjir pada kawasan perumahan dapat dilakukan dengan cara pencegahan sedini mungkin melalui perencanaan dari awal oleh pihak pengembang perumahan dengan mengalokasikan lahan untuk pembuatan sumur resapan. Sumur resapan berfungsi sebagai tempat menampung air hujan sementara yang jatuh di atas atap rumah, kemudian air hujan tersebut akan diserap oleh tanah secara perlahan sehingga limpasan air hujan tidak langsung mengalir ke saluran drainase.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi dan nilai permeabilitas untuk menentukan dimensi sumur resapan dalam mereduksi debit banjir. Sebagai studi kasus, penelitian ini mengambil lokasi di Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat. Alat yang digunakan dalam pengujian infiltrasi di lapangan adalah

single ring infiltrometer, setelah itu sampel tanah di lokasi studi diambil untuk uji permeabilitas di Laboratorium Mekanika Tanah.

Berdasarkan penelitian diperoleh nilai laju infiltrasi konstan (fc) di lokasi studi adalah 15,60 cm/jam, sedangkan nilai koefisien permeabilitas (k) tanah adalah 9,610 x 10 cm/detik. Berdasarkan data yang telah dianalisis didapat dimensi sumur resapan yang berbentuk lingkaran dengan diameter 1 meter, kedalaman 2,275 meter dan debit masukan rencana 0,279 x 10 m³/detik. Untuk sumur resapan ini, estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase adalah 2,265 jam.

Total debit banjir kawasan perumahan sebelum direncanakan sumur resapan adalah 165,828 x 10 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 108,910 x 10 m³/detik sehingga terjadi reduksi debit banjir sebesar 34,32 %. Untuk debit banjir yang terjadi 1 unit rumah tipe 36/84 tanpa sumur resapan adalah 0,329 x 10 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 0,050 x 10 m³/detik, sehingga terjadi reduksi banjir sebesar 84,8 % untuk setiap unit rumah. Kata kunci: Sumur resapan, infiltrasi, permeabilitas


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasulullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehinggga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (SI) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah:

"Kajian Sumur Resapan dalam Mereduksi Debit Banjir pada Kawasan Perumahan (Studi Kasus: Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat)"

Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu:

1. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia M.Sc selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai, masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.


(4)

Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Ir. Terunajaya,M.Sc selaku Kordinator Sub Jurusan Sumber Daya Air Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Bapak Ir. Alferido Malik dan Bapak Ivan Indrawan ST, MT, selaku Dosen

Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.

7. Kepada keluarga besarku, kedua orangtuaku, Ayahanda Taufik Sembiring dan Ibunda Rosdiana, yang selama ini selalu berusaha memberikan segala yang terbaik kepada anak-anaknya sehingga bisa seperti sekarang ini serta adikku Clara Shinta terima kasih untuk perhatian, nasehat, semangat, bantuan, dan dorongan serta kesabaran yang telah diberikan.

8. Kepada adinda Dwi Ratika Wulandari atas bantuan, nasehat, dan waktu luang yang telah diberikan untuk setia menemani penyusun dalam proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

9. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis. (Kak Lince, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Zul, Bang Edi dan Bang Amin).


(5)

11. Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, Berry, Robi, Khaidir, Ahmad, Imam, Hafiz, Deni, M. Hafiz, Alfrendi, Rumanto, Muazzi, Khatab, Dedial, Jefri, Wenny, Nurul, Kiki serta teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

12. Abang/kakak senior serta alumni: Bang Rangga, Kak Dzi, Bang Habibi, Bang Fandi, Bang Iqbal, Bang Ujek, Bang Andrisyam, Bang Beni, Bang Haikal, Bang Irsyad, Kak Vina, adik-adik angkatan 2009-2011: R a f u a d , I w a n , Iqbal, Ijeb, Abdul, Patra, Dara, Sari, Riski, Yogi, Arif, Subar dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.

13. Teman-teman seperjuangan di HMI Komisariat FT USU, Marlin, Andri, Trisnal, Hadi dan Yose yang sama-sama berjuang dikala susah maupun senang. Abg senioran, Bang Bayu, Budi, Toni, Ikhwan, Hendra, Andika, Armi, Ari. Adik-adikku tercinta Rohim, Umri, Martin, Icha, Lena, Madan, Andi, Fajar, Danu, Siti, Dede, Nuri, Nanda, Fawzi, Randy, Ima, Yuni, Jizah serta adik-adik stambuk 2009 hingga 2011 yang lain yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, semoga perjuangan kita tetap berlanjut dan masa depan yang cerah menjadi tujuan akhir hidup kita.

14. Dan segenap pihak yang belum penulis sebut disini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.

Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh


(6)

karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, 17 April 2013 Penulis

GALIH GEMILANG 08 0404 102


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK...i

KATAPENGANTAR...ii

DAFTAR ISI …….....vi

DAFTAR GAMBAR...ix

DAFTAR TABEL...xi

DAFTAR NOTASI...xiv

DAFTAR LAMPIRAN...xvi

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1 Latar Belakang...1

1.2 Perumusan Masalah...3

1.3 Tujuan Penelitian...3

1.4 Manfaat Penelitian...3

1.5 Pembatasan Masalah ...4

1.6 Metode Penelitian...5

1.7 Sistematika Penulisan...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1 Siklus Hidrologi... 9

2.2 Konsep Umum Infiltrasi...10

2.2.1 Pengertian infiltrasi...11

2.2.2 Proses Infiltrasi. ...12

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi...13

2.2.4 Pengaruh Tekstur Terhadap Laju Infiltrasi...17

2.2.5 Arti Pentingnya Infiltrasi...19

2.2.6 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi...20

2.2.7 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan...21

2.3 Klasifikasi Tanah...25

2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur...25


(8)

2.5 Analisis Hidrologi ...30

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik...31

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data...32

2.5.3 Curah Hujan Rencana ...36

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan...42

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan....44

2.6 Sumur Resapan ...47

2.6.1 Pengertian...47

2.6.2 Fungsi Sumur Resapan...47

2.6.3 Prinsip dan Teori Kerja Sumur Resapan...51

2.6.4 Komponen-komponen Proses Peresapan ...55

2.6.5 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan...58

2.6.6 Persyaratan Umum dan Teknis Sumur Resapan ...65

2.6.7 Jenis dan Konstruksi Sumur Resapan ...66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...73

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...73

3.2 Alat dan Bahan...73

3.3 Kerangka Penelitian...74

3.4 Tahapan Penelitian ...76

3.4.1 Pengumpulan Data...76

3.4.2 Pengolahan Data ...81

3.4.3 Penyajian Data ...83

3.4.4 Prosedur Evaluasi Lokasi untuk Sumur Resapan...84

3.4.5 Kesimpulan dan Saran ...85

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN...86

4.1 Analisis Infiltrasi...86

4.1.1 Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi di Lapangan...86

4.1.2 Analisis Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Metode Horton...89

4.2 Uji Permeabilitas di Laboratorium...94

4.3 Analisis Hidrologi ...97


(9)

4.3.2 Plotting Data ...100

4.3.3 Uji KeselarasanChi Square...102

4.3.4 Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof...103

4.3.5 Analisis Intensitas Curah Hujan...105

4.3.6 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan..109

4.4 Perencanaan Dimensi Sumur Resapan ...118

4.5 Pengurangan Debit Banjir ...123

4.6 Spesifikasi Perencanaan Sumur Resapan...125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...129

5.1 Kesimpulan ...129

5.2 Saran ...130

DAFTAR PUSTAKA ...132 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Skema Kerangka Dasar Penelitian ... 24

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi ... 26

Gambar 2. 2 Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi... 27

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah: a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar. ... 29

Gambar 2. 4Single Ring Infitrometer... 39

Gambar 2. 5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc) ... 41

Gambar 2. 6 AlatConstant Head Permeability Test... 45

Gambar 2. 7 Skema Proses AlatFalling Head Permeability Test... 46

Gambar 2. 8 Sketsa Sumur Resapan ... 64

Gambar 2. 9 Prinsip Kerja Sumur Resapan Penampungan Air Hujan... 69

Gambar 2. 10 Cara Kerja Sumur Resapan ... 70

Gambar 2. 11 Skema Aliran dalam Sumur (Sunjoto, 2011) ... 77

Gambar 2. 12 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Talang Air Hujan ... 84

Gambar 2. 13 Sumur Resapan Dangkal Berbentuk Bulat dengan Menggunakan Saluran Terbuka... 84

Gambar 2. 14 Sumur Resapan Dalam Berbentuk Bulat Melalui Pemboran ... 85

Gambar 2. 15 Sumur Resapan Kolektif di Bahu Jalan ... 86

Gambar 2. 16 Sumur Resapan Kolektif Berbentuk Kolam Resapan ... 86

Gambar 2. 17 Sumur Resapan Dangkal Menggunakan Talang Air Hujan ... 89


(11)

Gambar 3. 1 Lokasi Perumahan dan Pengukuran Laju Infiltrasi ... 90

Gambar 3. 2 Kerangka Penelitian ... 92

Gambar 3. 3 Proses Uji Falling Head Permeability ... 97

Gambar 3. 4 Lokasi Perumahan di Kuala Gumit, Langkat ... 98

Gambar 3. 5 Prosedur Evaluasi Lokasi untuk Sumur Resapan... 102

Gambar 4. 1 DimensiSingle Ring Infitrometer... 103

Gambar 4. 2 (a) Pembersihan Lahan, (b) Kayu Pelapis PenetrasiRing Infiltrometer, (c) Proses PenetrasiRing Infiltrometerdan (d) Proses Pengamatan Laju Infiltrasi... 105

Gambar 4. 3 Grafik Log (fo-fc) terhadap Waktu Metode Horton ... 107

Gambar 4. 4 Grafik f(t) Horton ... 110

Gambar 4. 5 Proses PengujianFalling Head Permeabilitydi Laboratorium ... 112

Gambar 4. 6 Hasil Plotting Log Pearson Tipe III Stasiun Kuala Gumit, Langkat... 118

Gambar 4. 7 Grafik Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun ... 132

Gambar 4. 8 Grafik Intensitas Hujan Metode Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun 132 Gambar 4. 9 Kurva IDF Daerah Perencanaan... 134

Gambar 4. 10 Grafik Efisiensi Debit Banjir 1 Unit Rumah di Lokasi Studi ... 123

Gambar 4. 11 Grafik Efisiensi Debit Banjir Total di Lokasi Studi... 124

Gambar 4. 12 Debit Banjir dengan Berbagai Periode Ulang Hujan (PUH) ... 142

Gambar 4. 12 Skema Perencanaan Sumur Resapan dengan Batu Kali ... 144


(12)

DAFTAR TABEL

Tabe1 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infi1trasi ...17

Tabe1 2. 2 Harga Koefisien Permeabi1itas pada Umumnya ...27

Tabe1 2. 3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik... 32

Tabe1 2. 4 Ni1ai Kritis untuk DistribusiChi Square ... 35

Tabe1 2. 5 Ni1ai Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof... 36

Tabe1 2. 6 Ni1ai Variabe1 Reduksi Gauss (K)...37

Tabe1 2. 7 Ni1ai Rata-rata dari Reduksi (Yn) ... 38

Tabe1 2. 8 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)...38

Tabe1 2. 9 Ni1ai Reduksi Variasi (Yt)... 38

Tabe1 2. 10 Harga K untuk Distribusi Log Pearson III ... 40

Tabe1 2. 11 Faktor Frekuensi K Untuk Distribusi Log Norma ... 42

Tabe1 2. 12 Ni1ai Koefisien A1iran Permukaan (C) untuk Berbagai Permukaan .... 57

Tabe1 2. 13 Faktor Geometrik Sumur... 62

Tabe1 2. 14 Deskripsi tentang Kondisi Sumur ... 63

Tabe1 2. 15 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Bangunan... 66

Tabe1 3. 1 Data Curah Hujan Stasiun BPP Kwala Gumit, Langkat ... 81

Tabe1 4. 1 Hasi1 Perhitungan Laju Infi1trasi pada Lokasi Perumahan... 89

Tabel 4. 2 Hasil Pengujian Laju Infiltrasi pada Lokasi Penelitian... 92

Tabel 4. 3 Data Hasil Perhitungan pada Pengujian Falling Head PermeabilityTanah di Laboratorium ... 96

Tabel 4. 4 Data Curah Hujan Stasiun Kuala Gumit, Langkat ... 97

Tabel 4. 5 Perhitungan Statistik Curah Hujan Maksimum Tahunan Stasiun Kuala Gumit, Langkat ... 98


(13)

Tabel 4. 6 Perhitungan Parameter Statistik Distribusi Curah Hujan... 99

Tabel 4. 7 Perhitungan Statistik (Logaritma) Curah Hujan Maksimum Tahunan Stasiun Kuala Gumit, Langkat... 99

Tabel 4. 8 Perhitungan Parameter Statistik Log Distribusi Curah Hujan ... 99

Tabel 4. 9 Hasil Uji Distribusi Statistik Stasiun Kuala Gumit, Langkat... 100

Tabel 4. 10 Perhitungan Peringkat Periode Ulang Sta. Kuala Gumit ... 101

Tabel 4. 11 Perhitungan Metode Chi-Kuadrat ... 103

Tabel 4. 12 Uji Smirnov Kolmogorov Stasiun Kuala Gumit, Langkat dengan Distribusi Log Pearson Tipe III... 104

Tabel 4. 13 Perhitungan Curah Hujan Rencana Metode Log Pearson III ... 105

Tabel 4. 14 Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Van Breen ... 106

Tabel 4. 15 Perhitungan Int. Curah Hujan Metode Hasfer Der Weduwen ... 107

Tabel 4.16 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun .. 112

Tabel 4. 17 Variabel Persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro... 112

Tabel 4. 18 Uji Kecocokan Intensitas Hujan Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro dengan PUH (Periode Ulang Hujan) 5 Tahun... 113

Tabel 4. 19 Variabel Persamaan Talbot, Sherman, dan Ishiguro... 113

Tabel 4. 20 Selisih Intensitas Hujan Metode Van Breen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 tahun ... 114

Tabel 4. 21 Selisih Intensitas Hujan Metode Hasfer der Weduwen dengan Metode Talbot, Sherman dan Ishiguro PUH (Periode Ulang Hujan) 5 tahun ....115 Tabel 4. 22 Intensitas Curah Hujan untuk Berbagai PUH Berdasarkan Metode Van


(14)

Breen dengan Pola Talbot ... 117 Tabel 4. 23 Jarak Minimum Sumur Resapan Air Hujan Terhadap Banguna....…...118 Tabel 4. 24 Efisiensi Debit Banjir Menggunakan Sumur Resapan (PUH 2 Tahun) 124 Tabel 4. 25 Debit Banjir dengan Berbagai Periode Ulang Hujan (PUH) ...125


(15)

DAFTAR NOTASI

A = Luas bidang tangkapan hujan (ac atau ha) = Luas penampang sampel tanah ( )

C = Koefisien pengaliran permukaan, yang besarnya < 1 = KoefisienKurtosis

= KoefisienSkewness

= Koefisien variasi

DK = Derajat kebebasan

= Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada data ke-i

F = Faktor Geometrik (m)

f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam) = Laju infiltrasi tetap (cm/jam) = Laju infiltrasi awal (cm/jam) H = Tinggi muka air dalam sumur (m)

= Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm) = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm) I = Intensitas hujan (mm/jam)

= Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH tahun K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik)

k = Konstanta

k = Faktor konversi ( = 0,00278 dari ha-mm/jam ke m³/detik)


(16)

LogX = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu

Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan

m = Nomor urut data

n = Jumlah data.

= Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-i P(Xm) = Data yang telah diranking dari besar ke kecil

Q = Debit banjir (cfs atau m³/detik) = Debit banjir total ( /detik)

Q = Debit air masuk sumur resapan (m³/dtk)

Q = Debit air sumur resapan meresap kedalam tanah (m³/dtk)

Q = Debit air yang tertampung di dalam sumur resapan (m³/dtk)

R = Jari-jari sumur (m)

R24 = Curah hujan harian maksimum (mm/24jam)

= Curah hujan harian maksimum PUH tahun (mm/24jam) = Standar deviasi

T = Waktu yang diperlukan untuk pengisian sumur resapan (jam) = Durasi waktu hujan (menit)

V = Kapasitas sumur resapan (m³) = HargaChi Square

= Curah hujan rata–rata (mm)

= Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm)


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Curah Hujan Stasiun Kuala Gumit, Langkat

Lampiran 2. Data Hasil Uji Permeabilitas Tanah di Laboratorium Mekanika Tanah Departemen Teknik sipil


(18)

ABSTRAK

Salah satu solusi mengatasi banjir pada kawasan perumahan dapat dilakukan dengan cara pencegahan sedini mungkin melalui perencanaan dari awal oleh pihak pengembang perumahan dengan mengalokasikan lahan untuk pembuatan sumur resapan. Sumur resapan berfungsi sebagai tempat menampung air hujan sementara yang jatuh di atas atap rumah, kemudian air hujan tersebut akan diserap oleh tanah secara perlahan sehingga limpasan air hujan tidak langsung mengalir ke saluran drainase.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui laju infiltrasi dan nilai permeabilitas untuk menentukan dimensi sumur resapan dalam mereduksi debit banjir. Sebagai studi kasus, penelitian ini mengambil lokasi di Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat. Alat yang digunakan dalam pengujian infiltrasi di lapangan adalah

single ring infiltrometer, setelah itu sampel tanah di lokasi studi diambil untuk uji permeabilitas di Laboratorium Mekanika Tanah.

Berdasarkan penelitian diperoleh nilai laju infiltrasi konstan (fc) di lokasi studi adalah 15,60 cm/jam, sedangkan nilai koefisien permeabilitas (k) tanah adalah 9,610 x 10 cm/detik. Berdasarkan data yang telah dianalisis didapat dimensi sumur resapan yang berbentuk lingkaran dengan diameter 1 meter, kedalaman 2,275 meter dan debit masukan rencana 0,279 x 10 m³/detik. Untuk sumur resapan ini, estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase adalah 2,265 jam.

Total debit banjir kawasan perumahan sebelum direncanakan sumur resapan adalah 165,828 x 10 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 108,910 x 10 m³/detik sehingga terjadi reduksi debit banjir sebesar 34,32 %. Untuk debit banjir yang terjadi 1 unit rumah tipe 36/84 tanpa sumur resapan adalah 0,329 x 10 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 0,050 x 10 m³/detik, sehingga terjadi reduksi banjir sebesar 84,8 % untuk setiap unit rumah. Kata kunci: Sumur resapan, infiltrasi, permeabilitas


(19)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu permasalahan utama yang dihadapi di kawasan perumahan di perkotaan adalah seringnya kejadian banjir yang sangat mengganggu aktivitas penghuninya. Solusi untuk mengatasi banjir akibat limpasan air hujan pada kawasan perumahan dapat dilakukan dengan cara pencegahan sedini mungkin melalui perencanaan dari awal oleh pihak pengembang perumahan (kontraktor/developer) dengan mengalokasikan lahan untuk pembuatan sumur resapan (Mulyana, 1998).

Sumur resapan dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa teknik konservasi air, berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk sumur galian dengan kedalaman tertentu yang berfungsi sebagai tempat menampung air hujan yang jatuh di atas atap rumah atau daerah kedap air dan meresapkannya ke dalam tanah sehingga limpasan air hujan tidak langsung mengalir ke saluran drainase. Sumur resapan ini merupakan upaya memperbesar resapan air hujan ke dalam tanah dan memperkecil aliran permukaan sebagai penyebab banjir. Salah satu kelebihan sumur resapan dalam penerapannya pada kawasan perumahan yaitu sumur resapan tidak memerlukan lahan yang besar dalam pembuatannya. Sumur resapan dapat dibangun secara individual maupun kolektif pada suatu perumahan, sehingga akan menjadi solusi dalam mereduksi debit banjir pada suatu perumahan akibat limpasan air hujan yang tidak dapat ditampung oleh drainase (Kuesnaidi, 2000).

Adapun penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengkaji cara pendimensian sumur resapan serta pengurangan limpasan air hujan akibat penerapan


(20)

sumur resapan. Ismanto (2008), melakukan studi perencanaan sumur resapan di Perumahan Sawojajar, Malang. Berdasarkan studi tersebut diperoleh sumur resapan berbentuk lingkaran dengan diameter 1 meter, kedalaman 3,5 meter dan debit masukan 0,000938 m³/detik atau terjadi pengurangan debit banjir sebesar 63,451% dari debit banjir total. Kemudian Saleh (2011), melakukan kajian penanggulangan limpasan permukaan dengan menggunakan sumur resapan di Perumahan Nasional Made, Lamongan. Berdasarkan studi tersebut diperoleh sumur resapan berbentuk lingkaran untuk berbagai tipe rumah dengan diameter 0,7-1,5 meter, kedalaman 1,6-2,9 meter dengan periode ulang hujan 2 tahun dihasilkan 100% sangat efektif dimana debit hujan jam-jaman adalah 2627,468 m³ sedangkan volume sumur resapan sebesar 3022,5 m³. Melihat kondisi seperti ini, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai sumur resapan sehingga dapat dilihat seberapa besar pengaruh sumur resapan dalam mereduksi debit banjir. Hal ini dapat dibandingkan dengan kondisi sebelum adanya sumur resapan pada satu jenis tanah dengan tipe rumah yang sama di kawasan perumahan tertentu.

Sebagai studi kasus, penelitian ini mengambil lokasi di Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit yang terletak di Kecamatan Binjai, Kabupaten Langkat. Mengingat pada kawasan tersebut banyak pemukiman penduduk, maka akibat yang timbul dari dampak pembangunan ini sangat berarti dan perlu diteliti dengan seksama agar menghasilkan solusi penyelesaian terpadu dan menyeluruh, yaitu pembangunan yang berwawasan lingkungan melalui kajian sumur resapan dalam mereduksi debit banjir pada kawasan perumahan.


(21)

1.2 Perumusan Masalah

Secara umum perumusan masalah pada tugas akhir ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

1. Bagaimana kemampuan lahan tanah pada kawasan perumahan dalam meresapkan limpasan air hujan dengan atau tanpa menggunakan sumur resapan.

2. Sampai seberapa besar nilai reduksi debit banjir yang dapat berkurang setelah volume limpasan air hujan dapat ditampung dan diresapkan sumur resapan yang direncanakan di lokasi penelitian.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian pada tugas akhir ini adalah:

1. Untuk mengetahui nilai laju infiltrasi dan koefisien permeabilitas tanah pada lokasi penelitian.

2. Untuk mengetahui dimensi dan volume rencana sumur resapan sebagai solusi yang tepat dalam mereduksi debit banjir pada kawasan perumahan di lokasi studi. 3. Untuk mengestimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran

drainase berdasarkan dimensi sumur resapan yang direncanakan.

4. Untuk mendapatkan nilai reduksi debit banjir setelah diketahui volume air yang dapat ditampung sumur resapan berdasarkan jumlah sumur resapan yang direncanakan di lokasi studi.

1.4 Manfaat Penelitian


(22)

1. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan dan wawasan akan sumur resapan bagi mahasiswa Teknik Sipil USU dan pembaca dalam mengatasi banjir pada suatu kawasan perumahan.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan penerapan sumur resapan berwawasan lingkungan pada setiap perumahan yang dibangun.

1.5 Pembatasan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan dibahas antara lain:

1. Lokasi studi pada penelitian ini adalah di Perumahan Anugerah Lestari Kuala Gumit, Langkat.

2. Penelitian ini dilakukan hanya untuk sumur resapan dangkal berpenampang lingkaran yang diperlukan pada perumahan tipe 36/84 di lokasi studi.

3. Konstruksi sumur resapan yang digunakan berdasarkan persyaratan umum dan teknis SNI 03-2453-2002.

4. Analisis curah hujan 10 tahun terakhir adalah tahun 2001 s.d 2010 pada stasiun BPP Kuala Gumit di Kecamatan Binjai, Langkat. Data ini digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan maksimum pada periode ulang tertentu guna mengetahui debit banjir maksimum pada lokasi studi.

5. Alat yang digunakan dalam mengukur laju infiltrasi tanah pada lokasi penelitian adalahsingle ring infiltrometerberdiameter 30 cm dan ketinggian 60 cm.


(23)

6. Jenis sampel tanah yang diuji di laboratorium diambil pada kedalaman 1,5 m di lokasi studi, pengujian ini bertujuan untuk mengetahui nilai koefisien permeabilitas.

7. Debit air hujan yang masuk ke dalam sumur resapan merupakan air hujan yang jatuh pada atap rumah yang nantinya mengalir seluruhnya ke talang air menuju sumur resapan.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah metode eksploratif kuantitatif dan kualitatif yang tahapannya dapat dijabarkan sebagai berikut:

Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penetian ini meliputi: 1. Studi Literatur

Studi literatur dilakukan untuk mendukung jalannya penelitian mulai dari awal hingga penyusunan laporan. Selain itu studi literature dilaksanakan guna mendapatkan dasar teori yang kuat berkaitan dengan penelitian ini sehingga dapat menjadi acuan dalam melaksanakan analisis dan pembahasan. Studi literatur meliputi pengumpulan data dan informasi dari buku dan jurnal-jurnal yang mempunyai relevan dengan bahasan dalam tugas akhir ini, serta masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi Lapangan

a. Data Pengamatan Sendiri

Data pengamatan sendiri adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran oleh penulis di lokasi penelitian guna mengetahui kondisi lapangan.


(24)

Di sini penelitian dilaksanakan di laboratorium dan di lapangan guna mendapatkan nilai koefisien permeabilitas tanah, laju infiltrasi dan data lokasi perumahan.

b. Data Laporan

Data laporan adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian yang dilaporkan oleh pihak lain. Pengumpulan data laporan didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Langkat.  Pengolahan Data

Pengolahan data pada penelitian ini berisi tentang perhitungan data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup perhitungan data literatur, data curah hujan, data sampel tanah perumahan dan data lokasi penelitian lainnya yang mendukung. Selanjutnya debit banjir dan debit air hujan yang meresap pada sumur resapan dihitung dan dianalisis dengan beberapa metode.

Penyajian Hasil Pengolahan Data

Dari analisis data dimensi sumur resapan yang akan direncanakan dapat disimpulkan dengan menyertakan efisiensi debit banjir yang berkurang akibat penerapan sumur resapan

Kerangka penelitian merupakan gambaran umum mengenai tahapan dan ruang lingkup yang dilakukan dalam penelitian. Gambar 1.1 menjelaskan tentang kerangka penelitian yang dimaksud.


(25)

Gambar 1. 1 Skema Kerangka Dasar Penelitian

1.7 Sistematika Penulisan

Bab I, Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup atau batasan pembahasan, metodologi penulisan serta sistematika penulisan tugas akhir ini.

Bab II, Tinjauan Pustaka, menjabarkan berbagai literatur yang berkaitan dengan penelitian/pembahasan. Di dalamnya termasuk paparan tentang infiltrasi, tanah, permeabilitas, analisis hidrologi dan perencanaan dimensi Data Literatur Data Curah

Hujan

Data Sampel Tanah

Data Lokasi Penelitian

Pengolahan Data

Debit Banjir Total Perumahan (Q )

Debit Masuk Sumur Resapan (Q )

Penyajian Data

Pengaruh Sumur Resapan Terhadap Debit Banjir


(26)

sumur resapan dengan metode sunjoto serta rumus-rumus yang berkaitan dengan judul tugas akhir ini.

Bab III, Metodologi Penelitian, menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan penulis, yang akan menampilkan bagaimana kerangka pemikiran dari keseluruhan penelitian ini dengan membahas semua tahapan secara umum yang dilakukan dari awal penelitian sampai dengan penarikan kesimpulan.

Bab IV, Analisis Data dan Pembahasan, berisi tentang analisis data yang digunakan dalam penelitian yaitu mencakup data tanah, data curah hujan, data perumahan, dan data-data lingkungan lainnya yang mendukung. Selanjutnya dianalisis debit air yang meresap pada sumur resapan. Dari analisis tersebut didapat jumlah sumur resapan yang akan direncanakan dan nilai efisiensi debit banjir dengan adanya sumur resapan.

Bab V, Kesimpulan dan Saran, mengungkapkan kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Selain itu bab ini berisi beberapa saran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan tugas akhir ini.


(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi (Gambar 2. 1) adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfer dengan matahari sebagai wali utama dalam proses tersebut. Komponen utama dari siklus hidrologi adalah kondensasi, presipitasi, infiltrasi, limpasan permukaan (run off), evaporasi dan transpirasi.

Gambar 2. 1 Siklus Hidrologi (USGS)

Untuk menjaga siklus hidrologi agar komponen utamanya dapat bekerja sebagaimana mestinya, maka perlu dipertahankan kesetimbangan melalui proses pengisian air hujan dengan meresapkannya ke dalam pori-pori/rongga tanah, batuan atau yang disebut dengan upaya konservasi air.

Prinsip dasar konservasi air adalah mencegah atau meminimalkan air yang hilang sebagai aliran permukaan dan menyimpannya semaksimal mungkin ke dalam tubuh bumi. Atas dasar prinsip ini maka curah hujan yang berlebihan pada musim


(28)

hujan tidak dibiarkan mengalir ke laut tetapi ditampung dalam suatu wadah yang memungkinkan air kembali meresap ke dalam tanah (groundwater recharge) melalui pemanfaatan air hujan dengan cara membuat sumur resapan. Pada siklus hidrologi, posisi sumur resapan (Gambar 2. 2) membantu proses infiltrasi/perlokasi guna mengurangi limpasan air hujan yang berlebih pada permukaan tanah sehingga air hujan dapat bergerak secara vertikal di bawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki sistem air tanah.

Gambar 2. 2 Posisi Sumur Resapan dalam Siklus Hidrologi

2.2 Konsep Umum Infiltrasi

Infiltrasi dimaksudkan sebagai proses masuknya air ke bawah permukaan tanah. Ini merupakan bagian yang sangat penting dalam daur hidrologi maupun dalam proses pengalihragaman hujan menjadi aliran sungai. Pada saat air hujan jatuh kepermukaan tanah, sebagian air tersebut tertahan di cekungan-cekungan, sebagian air mengalir sebagai aliran permukaan (surface run off) dan sebagian lainnya meresap kedalam tanah. Saat hujan mencapai permukaan lahan maka akan terdapat bagian hujan yang mengisi ruang kosong (void) dalam tanah yang terisi udara sampai

Pemanasan Matahari Air Laut Penguapan Kondensasi Titik-titik Air Sumur Resapan n Hujan Evaporasi Transpirasi Evapotranspirasi Limpasan Infiltrasi Sungai Perkolasi Danau Air


(29)

mencapai kapasitas lapang (field capacity) dan berikutnya bergerak ke bawah secara gravitasi akibat berat sendiri dan bergerak terus ke bawah (perlocation) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah permukaan air tanah (Rusli, 2008).

2.2.1 Pengertian infiltrasi

Pengertian infiltrasi (infiltration) sering dicampuradukkan untuk kepentingan praktis dengan pengertian perkolasi (percolation). Infiltrasi adalah proses aliran air (umumnya berasal dari curah hujan) masuk ke dalam tanah. Perkolasi merupakan proses kelanjutan aliran air yang berasal dari infiltrasi ke tanah yang lebih dalam dan merupakan proses aliran air dalam tanah secara vertikal akibat gaya berat. Memang keduanya saling berpengaruh akan tetapi hendaknya secara teoritis pengertian keduanya dibedakan.

Secara skematis, keterikatan infiltrasi dengan perkolasi dapat dijelaskan dengan sketsa pada suatu gambar. Pada Gambar 2. 3. a yaitu skema formasi tanah dengan lapisan atas mempunyai laju infiltrasi besar, akan tetapi lapisan bawah mempunyai laju perkolasi rendah. Sebaliknya, pada Gambar 2. 3. b yaitu lapisan atas dengan laju infiltrasi kecil sedangkan laju perkolasi pada lapisan bawah tinggi. Pada kasus pertama (Gambar 2. 3. b), meskipun laju perkolasi tinggi, akan tetapi laju infiltrasi yang memberikan masukan air dari permukaan terbatas. Oleh sebab itu, dalam keadaan seimbang, dua keadaan ini lebih ditentukan oleh laju infiltrasi. Demikian pula sebaliknya (Gambar 2. 3. a), laju perkolasi yang rendah menentukan keadaan seluruhnya.


(30)

(a) b)

Gambar 2. 3 Skema Infiltrasi dan Perlokasi pada Dua Lapis Tanah: a) Infiltrasi Besar dengan Perlokasi Kecil dan

b) Infiltrasi Kecil dengan Perlokasi Besar.

Dalam kaitan ini terdapat dua pengertian tentang kuantitas infiltrasi, yaitu:

a) Kapasitas Infiltrasi adalah laju infiltrasi maksimum untuk suatu jenis tanah tertentu. Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah dalam menyerap kelembaban tanah. Sebaliknya apabila intensitas hujan lebih kecil dari pada kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan.

b) Laju Infiltrasi adalah laju infiltrasi nyata suatu jenis tanah tertentu. Laju infiltrasi umumnya dinyatakan dalam satuan yang sama dengan satuan intensitas curah hujan, yaitu millimeter per jam (mm/jam). Air infiltrasi yang tidak kembali lagi ke atmosfer melalui proses evapotranspirasi akan menjadi air tanah untuk seterusnya mengalir ke sungai disekitar.

2.2.2 Proses Infiltrasi

Salah satu proses yang berkaitan dengan distribusi air hujan yang jatuh ke permukaan bumi adalah infiltrasi. Infiltrasi merupakan proses masuk atau meresapnya air dari atas permukaan tanah ke dalam bumi. Jika air hujan meresap ke dalam tanah maka kadar lengas tanah meningkat hingga mencapai


(31)

kapasitas lapang.

Pada kondisi kapasitas lapang air yang masuk menjadi perkolasi dan mengisi daerah yang lebih rendah energi potensialnya sehingga mendorong terjadinya aliran antara (interflow) dan aliran bawah permukaan lainnya (base flow). Air yang berada pada lapisan air tanah jenuh dapat pula bergerak ke segala arah (ke samping dan ke atas) dengan gaya kapiler atau dengan bantuan penyerapan oleh tanaman melalui tudung akar.

Proses infiltrasi sangat ditentukan oleh waktu. Jumlah air yang masuk kedalam tanah dalam suatu periode waktu disebut laju infiltrasi. Laju infiltrasi pada suatu tempat akan semakin kecil seiring kejenuhan tanah oleh air. Pada saat tertentu laju infiltrasi menjadi tetap. Nilai laju inilah yang kemudian disebut laju perkolasi.

Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah.

Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Di bawah pengaruh gaya gravitasi air hujan mengalir vertikal kedalam tanah, sedangkan pada gaya kapiler bersifat mengalirkan air tersebut tegak lurus keatas, ke bawah, dan kearah horizontal (lateral). Gaya kapiler bekerja nyata pada tanah dengan pori-pori yang relativ kecil.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Infiltrasi

Perpindahan air dari atas ke dalam permukaan tanah baik secara vertikal maupun secara horizontal disebut infiltrasi. Banyaknya air yang


(32)

terinfiltrasi dalam satuan waktu disebut laju infiltrasi. Besarnya laju infiltrasi (f )

dinyatakan dalam mm/jam atau mm/hari. Laju infiltrasi akan sama dengan intensitas hujan (I), bila laju infiltrasi tersebut lebih kecil dari daya infiltrasinya. Jadi f fpdan

f≤ I(Soemarto, 1999).

Infiltrasi berubah-ubah sesuai dengan intensitas curah hujan. Akan tetapi setelah mencapai limitnya, banyaknya infiltrasi akan berlangsung terus sesuai dengan kecepatan absorbsi setiap tanah. Pada tanah yang sama kapasitas infiltrasinya berbeda-beda, tergantung dari kondisi permukaan tanah, struktur tanah, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Di samping intensitas curah hujan, infiltrasi berubah-ubah karena dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan udara yang terdapat dalam tanah (Maryono, 2004).

Beberapa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi laju infiltrasi adalah sebagai berikut:

1. Tinggi genangan air di atas permukaan tanah dan tebal lapisan tanah yang jenuh. 2. Kadar air atau lengas tanah

3. Pemadatan tanah oleh curah hujan

4. Penyumbatan pori tanah mikro oleh partikel tanah halus seperti bahan endapan dari partikel liat

5. Pemadatan tanah oleh manusia dan hewan akibattraffic lineoleh alat olah 6. Struktur tanah

7. Kondisi perakaran tumbuhan baik akar aktif maupun akar mati (bahan organik) 8. Proporsi udara yang terdapat dalam tanah

9. Topografi atau kemiringan lahan Intensitas hujan 10. Kekasaran permukaan tanah


(33)

11. Kualitas air yang akan terinfiltrasi 12. Suhu udara tanah dan udara sekitar

Apabila semua faktor-faktor di atas dikelompokkan, maka dapat dikategorikan menjadi dua faktor utama yaitu:

1. Faktor yang mempengaruhi air untuk tinggal di suatu tempat sehingga air mendapat kesempatan untuk terinfiltrasi (oppurtunity time).

2. Faktor yang mempengaruhi proses masuknya air ke dalam tanah.

Selain dari beberapa faktor yang menentukan infiltrasi di atas terdapat pula sifat-sifat khusus dari tanah yang menentukan dan membatasi kapasitas infiltrasi (Arsyad, 1989). Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Ukuran pori

Laju masuknya hujan ke dalam tanah ditentukan terutama oleh ukuran pori dan susunan pori-pori besar. Pori yang demikian itu dinamakan pori aerasi, oleh karena pori-pori mempunyai diameter yang cukup besar yang memungkinkan air keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik.

b. Kemantapan pori

Kapasitas infiltrasi hanya dapat terpelihara jika porositas semula tetap tidak terganggu selama waktu tidak terjadi hujan.

c. Kandungan air

Laju infiltrasi terbesar terjadi pada kandungan air yang rendah dan sedang.

d. Profil tanah

Sifat bagian lapisan suatu profil tanah juga menentukan kecepatan masuknya air ke dalam tanah. Ketika air hujan jatuh di atas permukaan tanah, maka


(34)

proses infiltrasi tergantung pada kondisi biofisik permukaan tanah, sebagian atau seluruh air hujan tersebut akan mengalir masuk ke dalam tanah melalui pori-pori permukaan tanah. Proses mengalirnya air hujan ke dalam tanah disebabkan oleh tarikan gaya gravitasi dan gaya kapiler tanah. Oleh karena itu, infiltrasi juga biasanya disebut sebagai aliran air yang masuk ke dalam tanah sebagai akibat gaya kapiler dan gravitasi. Laju air infiltrasi yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi dibatasi oleh besarnya diameter pori-pori tanah. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil dibandingkan dengan tanah dalam keadaan kering (Asdak, 2002).

Di bawah pengaruh gaya gravitasi, air hujan mengalir vertikal kedalam tanah melalui profil tanah. Dengan demikian, mekanisme infiltrasi melibatkan tiga proses yang tidak saling mempengaruhi (Asdak, 2002):

1. Proses masuknya air hujan melalui pori-pori permukaan tanah. 2. Tertampungnya air hujan tersebut di dalam tanah.

3. Proses mengalirnya air tersebut ke tempat lain (bawah, samping dan atas).

Pengukuran laju infiltrasi dapat dilakukan pada permukaan tanah, pada kedalam tertentu, pada lahan kosong atau pada lahan bervegetasi. Walaupun satuan infiltrasi serupa dengan konduktivitas hidraulik, terdapat perbedaan antara keduanya. Hal itu tidak bisa secara langsung dikaitkan kecuali jika kondisi batas hidraulik diketahui, seperti kemiringan hidraulik dan aliran air lateral atau jika dapat diperkirakan. Laju infiltrasi memiliki kegunaan seperti studi pembuangan limbah cair, evaluasi potensi lahan tanki septik, efisiensi pencucian dan drainase, kebutuhan irigasi, penyebaran air dan imbuhan air tanah, dan kebocoran saluran atau bendungan dan kegunaan lainnya (Kirkby, 1971).


(35)

2.2.4 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Laju Infiltrasi

Jumlah dan ukuran pori yang menentukan adalah jumlah pori-pori yang berukuran besar. Makin banyak pori-pori besar maka kapasitas infiltrasi makin besar pula. Atas dasar ukuran pori tersebut, liat kaya akan pori halus dan miskin akan pori besar. Sebaliknya fraksi pasir banyak mengandung pori besar dan sedikit pori halus. Dengan demikian kapasitas infiltrasi pada tanah-tanah pasir jauh lebih besar daripada tanah liat.

Tanah-tanah yang bertekstur kasar menciptakan struktur tanah yang ringan. Sebaliknya tanah-tanah yang terbentuk atau tersusun dari tekstur tanah yang halus menyebabkan terbentuknya tanah-tanah yang bertekstur berat. Tanah dengan struktur tanah yang berat mempunyai jumlah pori halus yang banyak dan miskin akan pori besar. Sebaliknya tanah yang ringan mengandung banyak pori besar dan sedikit pori halus.

Dengan demikian kapasitas infiltrasi dari kedua jenis tanah tanah tersebut akan berbeda pula, yaitu tanah yang berstruktur ringan kapasitas infiltrasinya akan lebih besar dibandingkan dengan tanah-tanah yang berstruktur berat (Saifuddin, 1986).

Menurut Susanto (2008), laju infiltrasi berbeda menurut jenis tanahnya seperti pada Tabel 2. 1 berikut ini.

Tabel 2. 1 Tekstur Tanah dengan Kecepatan Infiltrasi Kecepatan

Infiltrasi (cm/jam)

Kriteria 25.00–50.00 Sangat Cepat

12.50–25.00 Cepat

7.50–15.00 Sedang

0.50–2.50 Lambat


(36)

Setiap jenis tanah mempunyai laju infiltrasi karakteristik yang berbeda, yang bervariasi dari yang sangat tinggi sampai yang sangat rendah. Jenis tanah berpasir umumnya cenderung mempunyai laju infiltrasi yang tinggi, akan tetapi tanah liat sebaliknya, cenderung mempunyai laju infiltrasi yang rendah. Untuk satu jenis tanah yang sama dengan kepadatan yang berbeda mempunyai laju infiltrasi yang berbeda pula. Makin padat suatu kondisi tanah, maka makin kecil pula laju infiltrasinya, begitu juga sebaliknya, makin renggang suatu kondisi butir-butir tanah, maka laju infiltrasinya akan semakin besar pula.

Kelembaban tanah yang selalu berubah-ubah setiap saat juga berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Makin tinggi kadar air dalam tanah, maka laju infiltrasi tanah tersebut makin kecil

Pengaruh tanaman di atas permukaan tanah terdapat dua pengaruh, yaitu berfungsi sebagai penghambat aliran di permukaan tanah sehingga kesempatan untuk berinfiltrasi akan semakin besar, sedangkan yang kedua adalah sistem akar-akaran yang dapat lebih menggemburkan struktur tanahnya sehingga laju infiltrasi dapat menjadi cepat. Maka makin baik tutup tanaman yang ada, laju infiltrasi cenderung lebih tinggi.

Kemiringan lahan memberikan pengaruh yang kecil terhadap infiltrasi, walaupun begitu, terdapat perbedaan infiltrasi antara lahan datar dengan lahan miring. Infiltrasi pada lahan datar akan lebih besar daripada lahan miring.

Penambahan bahan kimia dalam tanah ada dua jenis. Pertama, dimaksudkan untuk memperkuat formasi agregat tanah, sehingga struktur tanah menjadi diperbaiki. Akibatnya bukan saja infiltrasi yang meningkat, tetapi juga pergerakan


(37)

air di dalam tanah (perkolasi). Kedua, dimaksud untuk melapisi permukaan tanah agar air yang mengalir diatasnya lancar, hal ini biasanya digunakan untuk saluran drainase. Pada kondisi ini infiltrasi bisa dikatakan tidak terjadi sama sekali. Apabila permukaan tanah tertutup oleh suatu bahan seperti beton, batako, dan sebagainya, maka areal tanah tersebut tidak bisa berinfiltrasi sama sekali.

Sifat transmisi lapisan tanah tergantung pada lapisan-lapisan dalam tanah. Lapisan tanah dibedakan 4 horizon (Soesanto, 2008):

1. Horizon A, yang teratas, sebagian bahan organik tanaman.

2. Horizon B, merupakan akumulasi dari bahan koloidal A, ketebalan permeabilitas sangat menentukan laju infiltrasi.

3. Horizon C, kadang-kadang disebut sub soil, terbentuk dari pelapukan bahan induk.

4. Horizon D, merupakan bahan induk (bed rock).

2.2.5 Arti Pentingnya Infiltrasi

Infiltrasi mempunyai arti penting terhadap beberapa hal berikut :

a. Proses limpasan (run off)

Daya infiltrasi menentukan banyaknya air hujan yang dapat diserap kedalam tanah. Makin besar daya infiltrasi, perbedaan antara intensitas hujan dengan daya infiltrasi menjadi makin kecil. Akibatnya limpasan permukaannya makin kecil, sehingga debit puncaknya juga akan lebih kecil.

b. Pengisian lengas tanah (soil moisture) dan air tanah

Pengisian lengas tanah dan air tanah penting untuk tujuan pertanian. Akar tanaman menembus zone tidak jenuh dan menyerap air yang diperlukan untuk


(38)

evapotranspirasi dari zona tidak jenuh. Pengisian kembali lengas tanah sama dengan selisih antara infiltrasi dan perkolasi (jika ada). Pada permukaan air tanah yang dangkal dalam lapisan tanah yang berbutir tidak begitu besar, pengisian kembali lengas tanah ini dapat pula diperoleh dari kenaikan kapiler air tanah.

2.2.6 Perhitungan Infiltrasi dan Laju Infiltrasi

Penentukan besarnya infiltrasi dapat dilakukan dengan melalui tiga cara (Harto, 1993), yaitu:

1. Menentukan perbedaan volume air hujan buatan dengan volume air larian pada percobaan laboratorium menggunakan simulasi hujan buatan (Rainfall Simulator).

2. Menggunakan alat Single/Double Ring Infiltrometer (metode pengukuran lapangan).

3. Teknik pemisahan hidrograf aliran dari data aliran air hujan (metode separasi hidrograf).

Singh (1989), menyajikan beberapa model infiltrasi yang telah diusulkan dan digunakan pada kebanyakan analisa hidrologi dan hidraulik yang berkaitan dengan sistem keairan. Model-model tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kelas, yakni:

a) Model empiris.

Model empiris menyatakan kapasitas infiltrasi sebagai fungsi waktu. Dimana kadar lengas tanah memiliki sifat dinamis terhadap waktu, sehingga laju infiltrasi ditentukan oleh kondisi lengas tanah mula-mula saat proses infiltrasi


(39)

mulai terjadi. Adapun model-model empiris infiltrasi diantaranya adalah Model Kostiakov, Model Horton, Model Holtan dan Model Overton.

b) Model konseptual.

Model infiltrasi selain model empiris adalah model konseptual yang menganalogikan proses infiltrasi sebagai faktor terinterasi dengan aspek hidrologi lain. Beberapa model konseptual adalah Model SCS, Model HEC, Model Philip, dan Model Hidrograf.

Pada penelitian ini, dalam perhitungan laju infiltrasi menggunakan model empiris yaitu metode Horton. Metode perhitungan ini dilakukan setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan.

2.2.7 Pengukuran Infiltrasi di Lapangan

Pada penelitian ini dijelaskan cara mengukur laju infiltrasi di lapangan dengan menggunakan alatsingle ring infiltrometer.

Single ring infiltrometer dalam bentuk yang paling sederhana terdiri atas tabung baja yang ditekankan ke dalam tanah. Permukaan tanah di dalam tabung diisi air. Tinggi air dalam tabung akan menurun, karena proses infiltrasi. Kemudian banyaknya air yang ditambahkan untuk mempertahankan tinggi air dalam tabung tersebut harus diukur.

Makin kecil diameter tabung makin besar gangguan akibat aliran ke samping di bawah tabung. Dengan cara ini infiltrasinya dapat dihitung dari banyaknya air yang ditambahkan kedalam tabung sebelah dalam per satuan waktu.


(40)

Gambar 2. 4Single Ring Infitrometer

Selain menggunakan alat single ring infiltrometer, pengukuran laju infiltrasi di lapangan dapat juga diukur dengan cara berikut:

a. Testplot

Pengukuran infiltrasi dengan infiltrometer hanya dapat dilakukan terhadap luasan yang kecil saja, sehingga sukar untuk mengambil kesimpulan terhadap besarnya infiltrasi bagi daerah yang lebih luas. Untuk mengatasi hal ini dipilih tanah datar yang dikelilingi tanggul dan digenangi air. Daya infiltrasinya didapat dari banyaknya air yang ditambahkan agar permukaannya konstan. Jadi testplot sebenarnya adalah infiltrometer yang berskala besar.

b. Lysimeter

Lysimeter merupakan alat pengukur berupa tangki beton yang ditanam dalam tanah diisi tanah dan tanaman yang sama dengan sekelilingnya, dilengkapi dengan fasilitas drainage dan pemberian air.

Setelah data-data pengukuran infiltrasi di lapangan menggunakan alat single ring infiltrometer telah didapatkan, selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan menggunakan rumus metode Horton (Harto, 1993).


(41)

Metode Horton

Metode Horton adalah salah satu model infiltrasi yang terkenal dalam hidrologi. Horton mengakui bahwa kapasitas infiltrasi berkurang seiring dengan bertambahnya waktu hingga mendekati nilai yang konstan. Ia menyatakan pandangannya bahwa penurunan kapasitas infiltrasi lebih dikontrol oleh faktor yang beroperasi di permukaan tanah dibanding dengan proses aliran di dalam tanah. Faktor yang berperan untuk pengurangan laju infiltrasi seperti penutupan retakan tanah oleh koloid tanah dan pembentukan kerak tanah, penghancuran struktur permukaan lahan dan pengangkutan partikel halus dipermukaan tanah oleh tetesan air hujan. Metode Horton dapat dinyatakan secara matematis mengikuti persamaan berikut:

f(t) = fc + (fo–fc) ...(2.1) di mana f(t) = Laju infiltrasi nyata (cm/jam), fc = Laju infiltrasi tetap (cm/jam), fo = Laju infiltrasi awal (cm/jam), k = Konstanta geofisik, dan t = Waktu (jam).

Model ini sangat simpel dan lebih cocok untuk data percobaan. Parameter fo,

fc dan k didapat dari pengukuran di lapangan dengan menggunakan single ring infitrometer.Rumus Horton di atas ditransposisikan sebagai berikut:

f(t) - fc = (fo - fc) ...(2.2) Kemudian persamaan (2.2) tersebut dilogkan menjadi:

Log ( f(t) - fc ) = log (fo - fc)kt log e

atau


(42)

t =

[

( ( ) ) ( )

]

atau

t = ( ( ) ) ( )

Persamaan (2. di mana:

C =

Dengan demiki

yang mempun

tersebut diperl

Ga

[

( ( ) ) ( )

]

( ( ) )+ ( )

(2.3) di atas, sama dengan persamaan Y= mx + C

Y = t ...

m = ...

x =Log ( f(t)f(c) )...

= Log ( f(t)–f(c) ) ...

ikian persamaan ini dapat diwakilkan dalam

punyai nilai m = . Bentuk dari gari

perlihatkan dalam Gambar 2. 5 di bawah ini.

Gambar 2. 5 Grafik Hubungan t dan Log (fo-fc)

[

( ( ) ) ( )

]

( ( ) ) ( ) ... (2.3) + C

...(2.4)

...(2.5)

...(2.6) ...(2.7)

m sebuah garis lurus

aris lurus persamaan


(43)

2.3 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda tetapi mempunyai sifat yang serupa ke dalam kelompok-kelompok dan subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sistem klasifikasi memberikan suatu bahasan yang mudah untuk menjelaskan secara singkat sifat-sifat umum tanah yang sangat bervariasi tanpa penjelasan yang terperinci.

Sebagian besar sistem klasifikasi tanah yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran butiran dan plastisitas. Walaupun saat ini terdapat berbagai sistem klasifikasi tanah, tetapi tidak ada satupun dari sistem-sistem tersebut yang benar-benar memberikan penjelasan yang tegas segala kemungkinan pemakaiannya. Hal ini disebabkan karena sifat-sifat tanah yang sangat bervariasi.

2.3.1 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Tekstur

Dalam arti umum, yang dimaksud dengan tekstur tanah adalah keadaan permukaan tanah yang bersangkutan. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap-tiap butir yang yang ada di dalam tanah.

Tanah dibagi dalam beberapa kelompok antara lain; kerikil (gravel), pasir (sand), lanau (silt), dan lempung (clay), atas dasar ukuran butir-butirnya. Pada umumnya tanah asli merupakan campuran dari butir-butir yang merupakan ukuran yang berbeda-beda. Dalam sistem klasifikasi tanah berdasarkan tekstur, tanah diberi nama atas dasar komponen utama yang dikandungnya, misalnya lempung berpasir (sand clay), lempung berlanau (silt clay) dan seterusnya.


(44)

Beberapa sistem klasifikasi berdasarkan tekstur tanah telah dikembangkan sejak dulu oleh berbagai organisasi guna memenuhi kebutuhan mereka sendiri, beberapa dari sistem-sistem tersebut masih dipakai hingga saat ini, sistem klasifikasi berdasar tekstur tanah yang dikembangkan oleh departemen pertanian amerika (USDA). Sistem ini didasarkan pada ukuran batas dari butiran tanah seperti diterangkan oleh sistem USDA, yaitu:

 Pasir : butiran dengan diameter 2,0 - 0,05 mm  Lanau : butiran dengan diameter 0,05 - 0,002 mm

 Lempung : butiran dengan diameter lebih kecil dari 0,002 mm

2.4 Koefisien Permeabilitas

Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah, permeabilitas didefenisikan secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar tanaman atau lewat.

Proses pengisian air pada sumur resapan untuk mengalami peresapan merupakan imbuhan buatan (artificial recharge). Oleh karena dalam proses itu semata-mata karena pengaruh gravitasi bumi, maka sifat tanah sebagai media peresap akan memiliki arti yang sangat penting. Dalam kaitannya dengan masalah ini, maka sifat fisik tanah akan menjadi parameter utama. Sifat fisik tanah untuk mengalirkan air dalam bentuk rembesan itu ditunjukan dengan koefisien permeabilitas.

Koefesien permeabilitas (coefficient of permeability) mempunyai satuan yang sama seperti kecepatan. Isilah koefesien permebilitas sebagian besar digunakan oleh


(45)

para ahli teknik tanah (geoteknik). Para ahli geologi menyebutnya sebagai konduktivitas hidrolik. Bilamana satuan inggris digunakan, koefesien permeabilitas dinyatakan dalam ft/menit atau ft/hari, dan total volume dalam ft3. Dalam satuan SI, koefisien permeabilitas dinyatakan dalam cm/detik, dan total volume dalam cm3.

Koefisien permeabilitas tanah tergantung pada beberapa faktor, yaitu kekentalan cairan, distribusi ukuran pori-pori, distribusi ukuran butir, angka pori, kekasaran permukaan butiran tanah dan derajat kejenuhan tanah. Pada tanah lempung, struktur tanah memegang peranan penting dalam menentukan koefisien permeabilitas. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi sifat rembesan tanah lempung adalah konsentrasi ion dan ketebalan lapisan air yang menempel pada butiran lempung.

Harga koefisien permeabilitas (K) untuk tiap-tiap tanah adalah berbeda-beda. Beberapa koefisien permeablitas diberikan dalam Tabel 2. 2.

Tabel 2. 2 Harga Koefisien Permeabilitas pada Umumnya

Jenis tanah k

(cm/detik) (ft/menit)

Kerikil bersih 1.00 - 100 2.00 - 200

Pasir kasar 1.00–0.01 2.00 - 0.02

Pasir halus 0.01–0.001 0.02–0.002

Lanau 0.001–0.00001 0.002–0.00002

Lempung Kurang dari 0.000001 Kurang dari 0.000002

Sumber: Buku Mekanika Tanahh Jilid I (Das, 1985)

Penentuan harga koefisien permeabilitas (k) suatu tanah bisa didapat dari pengujian laboratorium ataupun pengujian di lapangan. Untuk menentukan koefisien permeabilitas di laboratorium dapat dilakukan dengan:

a) Pengujian tinggi energy tetap (constant head permeability test) b) Pengujian tinggi energy jatuh (falling head permeability test)


(46)

c) Penelitian secara tidak langsung dari pengujian konsolidasi d) Pengujian kapiler horizontal

Sedangkan untuk menentukan koefisien permeabilitas di lapangan dapat dilakukan dengan:

a) Uji pemompaan (pumping test) b) Uji perlokasi (auger hoole test)

Uji koefisien permeabilitas tanah yang dilaksanakan di laboratorium, yaitu:

a) Constant Head Permeability Test

Percobaan ini dilakukan dengan pemberian tegangan tetap. Sampel tanah yang di pakai adalah tanah yang memiliki daya rembes besar, misalnya pasir. Untuk menentukan nilai k, kita langsung mengukur banyaknya air yang masuk dan keluar dari tanah tersebut dalam jangka waktu tertentu.

Gambar 2. 6 AlatConstant Head Permeability Test

Setelah data-data hasil percobaan dicatat , kemudian koefisien rembesan dihitung dengan turunan rumus:

Qmasuk= Qkeluar


(47)

Qkeluar= T

L A h k

   

 ( )( )

Maka,

K = .

. . ...(2.8)

di mana Q = Volume air yang dikumpulkan (cm ), As = Luas penampang sampel tanah (cm ), t = waktu (detik), dan h = i.(L)

b) Falling Head Permeability Test

Untuk percobaan ini, tegangan yang diberikan terhadap contoh tanah tidak tetap. Sampel yang dipakai adalah tanah yang daya rembesnya kecil, misalnya lempung. Pada cara ini, air yang masuk ke sampel tanah melalui pipa berdiameter kecil. Untuk menentukan nilai (k) dilakukan dengan mengukur penurunan ketinggian air pada pipa tersebut sehingga tegangan air tidak tetap.


(48)

Jumlah air yang mengalir melalui contoh tanah pada waktu (t) yaitu; Q = ) .( ) .( As Ls h k

Debit masuk (Qi) = Debit keluar (Qo)

A L

h k.( )

= -a dt dh

(tinggi air berkurang )

dt = ) .( ) .( k As Ls a        h dh

tdt

0 = ) .( ) .( k As L a         

2 1 1 h h dh h t = ) .( ) .( k A Ls

a

2 1

ln(hh

t = ) .( ) .( k As Ls a             e h h log log 2 1

t = 2,303

) .( ) .( K As Ls a log 2 1 h h

maka, K = 2,303

) .( As ) .( t Ls a log 2 1 h h ... (2.9)

di mana K = Koefisien permeabilitas tanah (cm/detik), a = Luas penampang pipa (cm ), L = Panjang sampel tanah (cm), A = Luas penampang sampel tanah (cm ), t = Interval penurunan ke (detik), = Ketinggian mula-mula air pada interval waktu tertentu (cm), dan = Ketinggian akhir air pada interval waktu tertentu (cm)

2.5 Analisis Hidrologi

Hidrologi merupakan bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari kejadian-kejadian serta penyebaran/distribusi air secara alami di bumi. Unsur hidrologi yang


(49)

dominan disuatu wilayah adalah curah hujan, oleh sebab itu data curah hujan suatu daerah merupakan data utama dalam menentukan besarnya debit banjir rencana maupun debit andalan yang terjadi pada daerah tersebut.

2.5.1 Perhitungan Parameter Statistik

Adapun parameter statistik yang digunakan untuk menentukan jenis distribusi data ialah sebagai berikut:

1. Harga Rata-rata ( )

Rumus:

= ...(2.10) di mana = Curah hujan rata–rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke-i (mm), dan n = Jumlah data.

2. Standar Deviasi ( )

Rumus:

=

( ) ...(2.11) di mana = Standar deviasi, = Curah hujan rata – rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.

3. KoefisienSkewness( )

Kemencengan (Skewness) adalah suatu nilai yang menunjukan derajat ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi.

Rumus:

=

( )(( ) ) ...(2.12) di mana = KoefisienSkewness, = Standar deviasi, = Curah hujan rata-rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n = Jumlah data.


(50)

4. KoefisienKurtosis( )

Pengukuran kurtosis dimaksud untuk mengukur keruncingan dari bentuk kurva distribusi, yang umumnya dibandingkan dengan distribusi normal.

Rumus:

= ( )( ()( )) ...(2.13) di mana = KoefisienKurtosis, = Standar deviasi, = Curah hujan rata–rata (mm), = Curah hujan di stasiun hujan ke i (mm), dan n= Jumlah data.

5. Koefisien Variasi ( )

Koefisien variasi adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dengan nilai rata-rata hitung suatu distribusi.

Rumus

=

...(2.14) di mana = Koefisien variasi, = Standar deviasi, dan = Curah hujan rata-rata (mm).

2.5.2 Penentuan Jenis Distribusi Data

Untuk menentukan jenis distribusi data, digunakan beberapa pendekatan yang bertujuan agar jenis distribusi data yang dipilih sesuai dengan keadaan data yang ada. Adapun beberapa pendekatan yang dilakukan, yaitu:

1. Berdasarkan hasil perhitungan parameter statistik

Hasil perhitungan parameter statistik ditunjukan oleh Tabel 2. 3 berikut ini: Tabel 2. 3 Berdasarkan Hasil Perhitungan Parameter Statistik

No. Jenis Distribusi Syarat 1. Normal Cs0 dan Ck3 2. Log Normal Cs3Cv + Cv³ dan

CkCv8+ 6Cv6+ 15Cv4 + 16Cv2 + 3 3. Gumbel Tipe I Cs = 1,1396 dan Ck = 5,4002

4. Log Pearson Tipe III Selain dari nilai di atas


(51)

2. Berdasarkanplottingterhadap kertas probabilitas

Jenis distribusi data dapat diamati dari garis yang terbentuk oleh titik-titik hasil

plotting data pada kertas probabilitas. Apabila plotting titik-titik pada kertas probabilitas tersebut mendekati garis lurus, berarti pemilihan distribusinya semakin mendekati benar.

3. Berdasarkan hasil uji keselarasan

Uji keselarasan dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Ada dua jenis keselarasan (Goodness of Fit Test), yaitu uji keselarasan Chi Square dan Smirnov Kolmogorof. Pada tes ini biasanya yang diamati adalah nilai hasil perhitungan yang diharapkan.

Uji keselarasan Chi Square

Prinsip pengujian dengan metode ini didasarkan pada jumlah pengamatan yang diharapkan pada pembagian kelas dan ditentukan terhadap jumlah data pengamatan yang terbaca di dalam kelas tersebut atau dengan membandingkan nilai Chi Square ( ) dengan nilai Chi Square kritis ( -Cr)

Rumus:

=

...(2.15) di mana = HargaChi Square, = Banyaknya frekuensi yang diharapkan pada data ke-i, = Frekuensi yang terbaca pada kelas yang sama pada data ke-i, dan n = Jumlah data.


(52)

Prosedur perhitungan ujiChi Squareadalah sebagai berikut: a. Urutkan data pengamatan dari besar ke kecil

b. Hitunglah jumlah kelas yang ada (K) = 1 + 3,322 log n. Dalam pembagian kelas disarankan agar setiap kelas terdapat minimal tiga buah pengamatan.

c. Hitung nilaiEf=

d. Hitunglah banyaknya Of untuk masing–masing kelas.

e. Hitung nilai untuk setiap kelas kemudian hitung nilai total , dari tabel untuk derajat nyata tertentu yang sering diambil sebesar 5% dengan parameter derajat kebebasan (Tabel 2.4) akan didapat Cr.

Rumus derajat kebebasan adalah :

DK = K–( R + I ) ...(2.16)

di mana DK = Derajat kebebasan, K = Banyaknya kelas, dan R = Banyaknya keterikatan (biasanya diambil R=2 untuk distribusi normal dan binomial dan R=1 untuk distribusiPoissondanGumbel).

Jika nilaiChi Square( )< nilaiChi Squarekritis ( Cr), analisis data dapat menggunakan persamaan distribusi data sesuai dengan yang diasumsikan pada ujiChi Square.


(53)

Tabel 2. 4 Nilai Kritis untuk Distribusi Chi-Square

Sumber: Soewarno, 1995

Uji keselarasanSmirnov Kolmogorof

Pengujian kecocokan sebaran dengan metode ini dilakukan dengan membandingkan probabilitas untuk tiap variabel dari distribusi empiris dan teoritis sehingga didapat perbedaan (∆) tertentu. Perbedaan maksimum yang dihitung (∆maks) dibandingkan dengan perbedaan kritis (∆cr) untuk suatu derajat nyata dan banyaknya varian tertentu, maka sebaran sesuai jika (∆maks) < (∆cr).

Rumus:


(54)

Tabel 2. 5 Nilai∆Kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov Kolmogorof

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.3 Curah Hujan Rencana

Perhitungan curah hujan rencana digunakan untuk memperkirakan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu. Berdasarkan curah hujan rencana tersebut kemudian dicari intensitas hujan yang digunakan untuk mencari debit banjir rencana. Untuk memperkirakan curah hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi data hujan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menghitung analisis frekuensi data hujan, yaitu:

1. Metode Normal (Cara Analitis)

Adapun persamaan-persamaan yang digunakan pada perhitungan dengan Metode Normal atau disebut pula distribusi Gaussialah sebagai berikut:

= + (K. ) ...(2.18) di mana XT = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), = Harga

rata-rata curah hujan (mm), = Standar deviasi (simpangan baku), dan k = Nilai variabel reduksiGaussperiode ulang T tahun (Tabel 2. 6).


(55)

Tabel 2. 6 Nilai Variabel Reduksi Gauss (K)

Sumber: Buku Hidrologi Terapan (Harto, 1981)

2. Metode Gumbel Tipe I

Untuk menghitung curah hujan rencana dengan metode distribusi Gumble Tipe I digunakan persamaan distribusi frekuensi empiris sebagai berikut (Soewarno, 1995):

= + ( - ) ...(2.19) di mana = Curah hujan dengan periode ulang T tahun (mm), = Harga rata-rata curah hujan (mm), dan = Standar deviasi (simpangan baku).

= Nilai reduksi variasi dari variabel yang diharapkan terjadi pada periode ulang tertentu, hubungan antara periode ulang T dengan Y dapat dilihat pada Tabel 2.9. (untuk T≥ 20, maka = ln T)

= -ln ...(2.20) = Nilai rata-rata dari reduksi variasi (mean of reduce variate) nilainya

tergantung dari jumlah data (n), seperti yang ditunjukan pada Tabel 2. 7 = Standar deviasi dari reduksi cariasi (mean of reduced) nilainya tergantung


(56)

Tabel 2. 7 Nilai Rata-rata dari Reduksi (Yn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2. 8 Standar Deviasi dari Reduksi Variasi (Sn)

Sumber: Soemarto, 1999

Tabel 2. 9 Nilai Reduksi Variasi (Yt)


(57)

3. Metode Log Pearson Tipe III

Metode Log Pearson Tipe III apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dangan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

LogX =Log X+ K * Sd ...(2.21) di mana Log X = Nilai logaritma curah hujan dengan periode ulang tertentu,

Log X = Nilai logaritma rata-rata curah hujan, Sd = Standar deviasi dan K = Karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 2. 10)

Langkah-langkah perhitungan kurva distribusiLog Pearson Tipe III adalah: a) Tentukan logaritma dari semua nilai X

b) Hitung nilai rata-ratanya:

c) Hitung nilai deviasi standarnya dari log X:

d) Hitung nilai koefisien kemencengan (CS):


(58)

f) Tentukan anti log dari log XT, untuk mendapatkan nilai X yang diharapkan

terjadi pada tingkat peluang atau periode ulang tertentu sesuai dengan nilai koefisien kemencengan (Cs). Nilai K dapat dilihat pada Tabel 2. 10.


(59)

Sumber: Soewarno, 1995

4. Metode Log Normal

Metode Log Normal apabila digambarkan pada kertas peluang logaritmik akan merupakan persamaan garis lurus, sehingga dapat dinyatakan sebagai model matematik dengan persamaan sebagai berikut (Soewarno, 1995):

X = + K.Sd ...(2.22) di mana X = Besarnya curah hujan yang diharapkan terjadi pada periode ulang tertentu, = Harga rata-rata curah hujan (mm), Sd = Standar deviasi (simpangan baku), dan K = Karakteristik distribusi peluang log-normal 3 parameter yang merupakan fungsi dari koefisien kemencengan (Cs) pada Tabel 2. 12.


(60)

Tabel 2. 11 Faktor Frekuensi K untuk Distribusi Log Normal

Sumber: Soewarno, 1995

2.5.4 Analisis Intensitas Curah Hujan

Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan per satuan waktu. Sifat umum hujan adalah makin singkat hujan berlangsung intensitasnya cenderung makin tinggi dan makin tinggi dan makin besar periode ulangnya makin tinggi pula intensitasnya.

Langkah pertama dalam perencanaan sumur resapan yaitu menentukan debit yang harus diperhitungkan. Besarnya debit (banjir) perencanaan ditentukan oleh intensitas hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu di mana air tersebut berkonsentrasi. Analisis intensitas curah hujan ini dapat diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa lampau.


(61)

Intensitas curah hujan yang dinyatakan dengan (I) menyatakan besarnya curah hujan dalam jangka pendek yang memberikan gambaran derasnya hujan per jam. Untuk mengubah curah hujan menjadi intensitas curah hujan dapat digunakan 2 metode sebagai berikut :

1. Metode Van Breen

Metode ini beranggapan bahwa besarnya atau lama durasi hujan harian adalah berpusat selama 4 jam dengan hujan efektif sebesar 90% dari hujan selama 24 jam(Anonim dalam Melinda, 2007).

Rumus:

=

% ...(2.23) di mana I= Intensitas hujan (mm/jam) dan R24= Curah hujan harian maksimum (mm/24jam).

Berdasarkan rumus di atas, maka dapat dibuat suatu kurva durasi intensitas hujan. Dimana Van Breen mengambil bentuk kurva kota Jakarta sebagai kurva basis. Kurva basis tersebut dapat memberikan kecendrungan bentuk kurva untuk daerah-daerah lain di Indonesia pada umumnya. Berdasarkan pada kurva pola Van Breen kota Jakarta, besarnya intensitas hujan dapat didekati dengan persamaan:

=

.. ...(2.24) di mana = Intensitas hujan (mm/jam) pada PUH, = Durasi waktu hujan (menit), dan = Curah hujan harian maksimum PUH T (mm/24jam).


(62)

2. Metode Hasfer Der Weduwen

Metode ini merupakan hasil penyelidikan di Indonesia yang dilakukan oleh Hasfer dan Weduwen. Penurunan rumus diproleh berdasarkan kecenderungan curah hujan harian yang dikelompokkan atas dasar anggapan bahwa hujan mempunyai distribusi yang simetris dengan durasi hujan (t) lebih kecil dari 1 jam dan durasi hujan sampai 24 jam (Melinda, 2007).

Persamaan yang digunakan adalah:

R = X ( ) ...(2.25)

R = . ...(2.26) Setelah mendapatkan nilai dari persamaan diatas kemudian hitung intensitas curah hujan dengan persamaan berikut ini:

I = ...(2.27)

di mana I = Intensitas hujan (mm/jam) dan R = Curah hujan (mm).

2.5.5 Analisis Penentuan Metode Perhitungan Intensitas Curah Hujan

Setelah kedua metode tersebut dilakukan maka selanjutnya dilakukan perhitungan penentuan/pendekatan intensitas hujan. Curah ini dimaksudkan untuk menentukan persamaan intensitas yang paling mendekati untuk daerah perencanaan. Metode yang digunakan adalah metode perhitungan dengan cara kuadrat terkecil. Menurut Sosrodarsono (2003), ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu:

1. Metode Sherman (1953), menjelaskan bahwa intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:


(63)

I

=

...(2.28)

Log a =

b =

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

2. Metode Ishiguro (1905), menentukan intensitas curah hujan (I) sebagai berikut:

I =

...(2.29) di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), T = Lamanya curah hujan (menit) a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a =


(64)

3. Metode Talbot (1881), rumus ini banyak digunakan karena mudah diterapkan dimana tetapan-tetapan a dan b ditentukan dengan harga-harga yang di ukur. Untuk menentukan intensitas curah hujan (I) dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

I =

( ) ...(2.30)

di mana I = Intensitas curah hujan (mm/jam), t = Lamanya curah hujan (menit), a,b = Konstanta yang tergantung pada lama curah hujan yang terjadi di daerah aliran, dan n = Banyaknya pasangan data i dan t.

a =

b =

Untuk pemilihan rumus intensitas hujan dari ketiga rumus diatas, maka harus dicari selisih terkecil antara I asal dan I teoritis bedasarkan rumus di atas. Persamaan intensitas dengan selisih terkecil itulah yang dipakai untuk perhitungan debit.

Kemudian dilakukan penggambaran kurva IDF yang dimaksud untuk menggambarkan persamaan-persamaan intensitas hujan yang dapat digunakan untuk perhitungan limpasan (run off) dengan rumus rasional dan besarnya kemungkinan terjadinya intensitas hujan yang berlaku untuk lamanya curah hujan sembarang.


(65)

2.6 Sumur Resapan 2.6.1 Pengertian

Sumur resapan (Gambar 2. 8) merupakan skema sumur atau lubang pada permukaan tanah yang dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka air tanah (Kusnaedi, 2011).

Gambar 2. 8 Sketsa Sumur Resapan (http://bebasbanjir2025.wordpress.com)

2.6.2 Fungsi Sumur Resapan

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari. Fungsi utama dari sumur resapan bagi kehidupan manusia dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama, yaitu:


(66)

1. Pengendali banjir

Banjir sering kali menggenangi kawasan pemukiman ketika musim hujan tiba. Terjadinya banjir pada kawasan pemukiman dapat disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya:

a) Pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (GSB). b) Sistem drainase yang tidak terencana dengan baik.

c) Masih kurangnya kesadaran para penghuni kawasan permukiman terhadap pengelolaan sampah.

Pada dasarnya pengembangan rumah merupakan suatu kebutuhan dari setiap penghuni kawasan pemukiman sejalan dengan penambahan jumlah anggota keluarga atau untuk kebutuhan lain. Proses pengembangan rumah-rumah pada suatu kawasan pemukiman biasanya berkisar 5-15 tahun atau dapat lebih cepat, tergantung dari lokasi perumahan serta fasilitas umum dan fasilitas sosial yang dimiliki perumahan tersebut.

Pengembangan rumah atau penambahan jumlah ruangan terjadi hampir pada semua lokasi pemukiman. Rumah-rumah cenderung dikembangkan ke arah horisontal dengan pertimbangan biaya konstruksi akan lebih murah jika dibandingkan dengan pengembangan ke arah vertikal. Namun, hal tersebut justru sering mengakibatkan pengembangan rumah yang melewati batas garis sempadan bangunan (antara 3-4 m dari tepi jalan). Dengan demikian pada musim hujan, volume aliran air permukaan menjadi besar dan volume air yang meresap ke dalam tanah sangat sedikit sehingga mengakibatkan genangan banjir.


(67)

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

Banyaknya aliran permukaan yang dapat dikurangi melalui sumur resapan tergantung pada volume dan jumlah sumur resapan. Misalnya, sebuah kawasan yang jumlah rumahnya 1.000 buah, jika masing-masing membuat sumur resapan dengan volume 2 berarti dapat mengurangi aliran permukaan sebesar 2.000

air.

2. Konservasi air tanah

Fungsi lain dari sumur resapan ini adalah memperbaiki kondisi air tanah atau mendangkalkan permukaan air sumur. Di sini diharapkan air hujan lebih banyak yang diresapkan ke dalam tanah menjadi air cadangan dalam tanah. Air yang tersimpan dalam tanah tersebut akan dapat dimanfaatkan melalui sumur-sumur atau mata air.

Peresapan air melalui sumur resapan ke dalam tanah sangat penting mengingat adanya perubahan tata guna tanah di permukaan bumi sebagai konsekuensi dari perkembangan penduduk dan perekonomian masyarakat. Dengan adanya perubahan tata guna tanah tersebut akan menurunkan kemampuan tanah untuk meresapkan air. Hal ini mengingat semakin banyaknya tanah yang tertutupi


(68)

tembok, beton, aspal, dan bangunan lainnya yang tidak meresapkan air. Penurunan daya resap tanah terhadap air dapat juga terjadi karena hilangnya vegetasi penutup permukaan tanah.

Penutupan permukaan tanah oleh pemukiman dan fasilitas umum berdampak besar terhadap kondisi air tanah. Seandainya di kawasan pemukiman seluas 1.000 hektar dan tertutupi 3/4 bagiannya, berarti setiap kali turun hujan yang curah hujannya 1.000 mm akan ada 750.000 kubik air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah. Jumlah sekian akan berkumpul dengan aliran permukaan dari kawasan lain pada lahan yang rendah sehingga dapat mengakibatkan banjir.

Banjir yang sering melanda beberapa kawasan perumahan telah berlangsung cukup lama, bahkan telah dianggap sebagai rutinitas yang terjadi setiap tahun. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan membangun sumur resapan air pada setiap rumah dalam suatu kawasan perumahan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sumur resapan mampu memperkecil aliran permukaan sehingga dapat menghindari terjadinya genangan aliran permukaan secara berlebihan yang menyebabkan banjir.

3. Menekan laju erosi

Dengan adanya penurunan aliran permukaan maka laju erosi pun akan menurun. Bila aliran permukaan menurun, tanah-tanah yang tergerus dan terhanyut pun akan berkurang. Dampaknya, aliran permukaan air hujan kecil dan erosi pun akan kecil. Dengan demikian, adanya sumur resapan yang mampu menekan besarnya aliran permukaan berarti dapat menekan laju erosi.


(1)

adalah 0,279 x 10 m³/detik, sehingga untuk 204 unit rumah dapat menghasilkan debit masukan 56,916 x10 m³/detik..

6. Terjadi reduksi debit banjir 0,279 x 10 m³/detik untuk setiap unit rumah yang masuk ke sumur resapan dan meresap kedalam tanah serta menghasilkan estimasi waktu tunda limpasan air hujan dari atap menuju saluran drainase selama 2,265 jam. Dengan kata lain, terjadi efisiensi debit banjir sebesar 84,8 % dari total debit banjir (0,279 x 10 m³/detik) yang dihasilkan 1 unit rumah tipe 36/84 tanpa sumur resapan.

7. Debit banjir sebelum direncanakan sumur resapan sebesar 165,828 x 10 m³/detik, setelah ada sumur resapan berkurang menjadi 108,91 x 10 m³/detik atau terjadi pengurangan limpasan sebesar 34,32% dari debit banjir total kawasan perumahan.

5.2 Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan dilokasi perumahan yang berbeda dan kondisi tanah yang berbeda serta perlu ditambahkan alat double ring infiltrometer agar diperoleh nilai perbandingan yang lebih meyakinkan hasil penelitian.

2. Untuk metode perhitungan laju infiltrasi disarankan menggunakan metode selain Horton agar bisa dijadikan sebagai pembanding.

3. Untuk hasil yang lebih maksimal dalam melakukan studi sumur resapan, sebaiknya membuat sumur percontohan pada salah satu rumah di lokasi studi.


(2)

4. Diperlukan kesadaran dan partisipasi masyarakat maupun developer perumahan agar mengalokasikan lahan untuk pembuatan sumur resapan pada saat membangun atau mengembangkan suatu perumahan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arafat, Yassir. 2008. Reduksi Beban Aliran Drainase Permukaan dengan Menggunakan Sumur Resapan. Jurnal SMARTek, Vol. 6, No. 3: 144–153. Arsyad S. 2006.Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.

Bedient, Philip B, and Wayne C. Huber. 1988. Hydrology and Flood Analysis. Canada: Addison-Wesley Publishing Company.

Chay, Asdak. 2002.Hidrologi dan Pengeloaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.

Chow, Ven Te. et al. 1988. Applied Hydrology International Edition. Singapore: McGraw-Hill.

Das, Braja M. 1993.Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Jakarta: Erlangga.

Forchheimer P. 1930.Hydraulik, 3rd, B.G. Teubner, Leipzig.

Harto, Sri. 1981.Hidrologi Terapan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Ismanto. 2008. Perencanaan Sumur Resapan di Perumahan Sawojajar I Kota Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.

Kodoatie, Robert J. 2002. Hidrolika Terapan: Aliran Pada Saluran Terbuka dan Pipa. Yogyakarta: Andi.

Kuesnaidi. 2000. Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan. Jakarta: Penebar Swadaya.

Maryono, A. 2004. Banjir, Kekeringan dan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

Mengel, K., and E.A. Kirkby. 1987. Principles of Plant Nutrition. 4 edition. Internatoinal Potash Institute, Bern/Switzerland.

Mulyana, Rachmat. 1998. Penentuan Tipe Konstruksi Sumur Resapan Air Berdasarkan Sifat-sifat Fisik Tanah dan Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kawasan Puncak. Tesis S2 IPB, Bogor.

Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 68. 2005. Perubahan Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 115 Tahun 2001 tentang Pembuatan Sumur Resapan.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12. 2005. Tata Cara Pemanfaatan Air Hujan.


(4)

Pungut, A.S. 2009. Penentuan Dimensi Sumur Resapan Drainase Lahan Secara Empirik. Agritek Volume 17, No. 3. Surabaya: Den Teknik Lingkungan Univ. PGRI Adi Buana Surabaya.

Rusli, Muhammad. 2008. Desain Sumur Resapan dengan Konsep Zero Run Off di Kawasan Dusun Jaten Sleman Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Saleh, Chairil. 2011. Kajian Penanggulangan Limpasan Permukaan Dengan Menggunakan Sumur Resapan (Studi Kasus di Daerah Perumnas Made Kabupaten Lamongan). Media Teknik Sipil, Volume 9, No. 2: 116–12. Sarief, Saifudin.1986. Ilmu Tanah Pertanian.Bandung: Pustaka Buana.

Schwab, G.O., Fangmeir, D.D., Elliot, W.J., and Frevert, R.K. 1992. Soil ang Water Conservation Engineering. Four Edition, John Wiley & Sons. Inc, New York. Susanto, R.H. dan Purnomo, R.H (penterjemah). 1997. Teknik Konservasi Tanah dan Air. CFWMS Sriwijaya University, Palembang.

Siswanto dan Joleha. 2001.Sistem Drainase Resapan untuk Meningkatkan Pengisian (Recharge) Air Tanah. Jurnal Natur Indonesia III, Volume 2: 129–137. Singh, R. A. 2001.Soil Phisycal Analysis. India: Kalyani Publisher.

SNI: 03-2453-2002. Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan Untuk Lahan Pekarangan. From http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/SNI/pdf/ SNI%2003-2453-2002.pdf. Diakses pada tanggal 31 Juli 2012.

Soemarto, C. D. 1999.Hidrologi Teknik. Jakarta: Erlangga.

Soewarno. 1995.Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Jilid. 1.Bandung.

Sosrodarsono. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Departemen pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik.

Sunggono, K. H. 1995.Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova.

Sunjoto. 2011. Outline Teknik Drainase Pro-Air. Yogyakarta: Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada.

Suripin. 2004.Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta: Andi. Triatmodjo, Bambang. 2008.Hidrolika Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

http://www.earth.google.com/. Diakses pada tanggal 16 September 2012.

http://www.bebasbanjir2025.wordpress.com/teknologi-pengendalian-banjir/sumur-resapan/. Diakses pada tanggal 9 September 2012.


(5)

(6)