Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS

TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TESIS Oleh MUNARNI 087032003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF FAMILY CHARACTERISTIC AND NURSING PATTERN ON THE NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN

UNDER FIVE YEARS OLD IN TAMAN SETIA BUDI INDAH II HOUSING COMPLEX, KELURAHAN ASAM KUMBANG, SELAYANG SUBDISTRICT

THESIS By MUNARNI 087032003/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS

TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUNARNI 087032003/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS TAMAN

PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG KECAMATAN MEDAN SELAYANG Nama Mahasiswa : Munarni

Nomor Induk Mahasiswa : 087032003

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes)

Ketua Anggota

(Dra. Jumirah, Apt, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(5)

Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes Anggota : 1. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si 3. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA DI KOMPLEKS

TAMAN PERUMAHAN SETIA BUDI INDAH II KELURAHAN ASAM KUMBANG

KECAMATAN MEDAN SELAYANG

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012


(7)

ABSTRAK

Masa Balita usia 12-59 bulan adalah masa di mana anak sangat membutuhkan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kekurangan zat gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar bergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya dan karakteristik keluarga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 52 orang. Pengumpulan data karakteristik keluarga, pola asuh makan menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner dan pola asuh kesehatan menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kemaknaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak balita (1-5 tahun) berdasarkan indeks BB/TB diperoleh normal (40,4%) dan status gizi lebih ( gemuk ) 59,6 %. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pengetahuan ibu berkategori baik 65,4 %, pendidikan tinggi 75,0 %, pendapatan keluarga > 1.200.000 (100%), ibu yang bekerja (59,6%), Pola asuh makan yang diterapkan ibu kepada anak balita baik 55,8 %. Demikian juga pola kesehatan anak balita baik 61,5 %. Ada pengaruh pola asuh (makan dan kesehatan) terhadap status gizi anak balita.

Diharapkan ibu-ibu yang telah menerapkan pola asuh yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang baik tetap mempertahannya.


(8)

ABSTRACT

Children of 12-59 months old need adequate and balanced nutrients. Nutritional deficiency occurred during this time can result in growth disorders because the children still really depend on the care and nurturing of their mothers and family characteristics.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family characteristics and nursing pattern on the nutritional status of the children under five years old in Taman Setia Budi II Housing Complex, Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Subdistrict. The population of this study was all of the 52 mothers having children under five years old. The data for this study such as family characteristics and nursing and eating patterns and health pattern were obtained through questionnaire-based interviews. The nutritional status of the children under five years old was based on the Body Weight/Body Height index. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of significance of 95%.

The result of this study showed that, based on the Body Weight/Body Height index, the nutritional status of the children between 1-5 years old was normal (40.4%) and more nutritional status (fat) (59.6%). In terms of family characteristics, the mothers were with good category (65.4%) and with high education (75.0%), family income > Rp. 1,200,000.00 (100%), mothers who worked (59.6%). Eating pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (55.8%). Health pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (61.5%). Nursing patterns (eating and health) had influence on the nutritional status of the children under five years old. Eating pattern was more dominant in influencing the nutritional status of the children under five years old.

The mothers are expected to apply and maintain a good (eating and health) nursing pattern.

Keywords: Nursing Pattern, Nutritional Status, Children Under Five Years Old, Family Characteristic


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan, yang telah memberi rahmat- Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (CTM)., Sp.A, (K).

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si dan Sekretarisnya Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si.


(10)

4. Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Anggota Komisi Pembimbing Dra. Jumirah, Apt. M. Kes atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

5. Penguji Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si.dan Anggota Komisi Penguji Ernawati Nasution, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Para dosen, staf administrator serta semua pihak yang terkait di lingkup Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Orangtua penulis, abang dan kakak serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan. 8. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.


(11)

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2012 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Munarni lahir pada tanggal 7 Maret 1984 di Rantauprapat, beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jl. SM. Raja G.Angkir No.18 Medan

Pendidikan, SDN 112137 Rantauprapat (1996), SMPN 1 Rantauprapat (1999), SMA N 5 Plus Rantauprapat (2002), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2007).


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ... i

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 8

1.4 Hipotesis ... 8

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh ... 9

2.1.1 Konsep Pola Asuh ... 10

2.1.2 Pola Asuh Makan ... 21

2.1.3 Pola Asuh Kesehatan... 27

2.2 Karakteristik Keluarga ... 30

2.2.1 Pengetahuan Gizi Ibu ... 30

2.2.2 Peran Ibu dalam Keluarga ... 33

2.2.3 Tingkat Pendidikan Ibu ... 34

2.2.4 Pekerjaan Ibu ... 35

2.3 Status Gizi ... 35

2.3.1 Pengertian Status Gizi ... 36

2.3.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Status Gizi ... 37

2.3.3 Penilaian Status Gizi ... 37

2.4 Landasan Teori ... 38

2.5 Kerangka Konsep ... 41

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 42

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2 Waktu Penelitian ... 42

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1 Populasi ... 43

3.3.2 Sampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43


(14)

3.4.2 Cara Pengumpulan Data ... 43

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 45

3.6 Metode Pengukuran ... 48

3.7 Metode Analisis Data ... 50

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 52

4.1.1 Geografi ... 52

4.1.2 Demografi ... 52

4.2 Karakteristik Ibu ... 53

4.3 Karakteristik Anak Balita ... 54

4.4 Pola Asuh Anak Balita ... 54

4.4.1 Pola Asuh Makan ... 54

4.5 Status Gizi Balita ... 58

4.6 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 59

4.7 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60

4.8 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60

4.9 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 61

4.10 Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62

4.11 Pengaruh Karakteristik dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Karaketristik Keluarga dan Pola Asuh Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 66

5.2 Pengaruh Karakteristik Keluarga terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 67

5.3 Pengaruh Pola Asuh Anak Balita terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 69

5.3.1 Pengaruh Pola Asuh Makan terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 71

5.3.2 Pengaruh Pola Asuh Kesehatan terhadap Status Gizi Anak Balita Di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 73


(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 81


(16)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita ... 24 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Butir Instrumen Variabel

Penelitian ... 37 4.2. Distribusi Karakteristik Ibu yang mempunyai Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 53 4.3. Distribusi Karakteristik Balita di Kompleks Taman Perumahan

Setia Budi Indah II ... 54 4.4.1 Distribusi Jawaban Responden tentang Pemberian Makan pada

Balita Usia 13-36 bulan di Kompleks Taman Perumahan Setia

Budi Indah II ... 56 4.4.2 Distribusi Jawaban Responden Tentang Pemberian Makan

pada Anak Balita Usia 37-60 bulan di Kompleks Taman

Perumahan Setia Budi Indah II ... 57 4.4.3 Distribusi Jawaban Responden tentang Pola Asuh Kesehatan di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 49 4.4.4 Distribusi Pola Asuh Makan dan Pola Asuh Kesehatan

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 58 4.5. Distribusi Status Gizi Anak Balita di Kompleks Taman

Perumahan Setia Budi Indah II ... 59 4.6. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 51 4.7. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60 4.8. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Anak Balita di

Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 60 4.9. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Anak Balita di


(17)

4.10. Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Anak

Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II ... 62 4.11. Hasil Uji Regresi Logistik Karaktersitik Keluarga dan Pola

Asuh terhadap Status Gizi Anak Balita di Kecamatan


(18)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1 Keterkaitan antara Pola Asuh dan Status Gizi dengan Perilaku 40 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 41


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 81

2 Surat Telah Selesai Meneliti dari Kelurahan Asam Kumbang ... 82

3. Kuesioner Penelitian ... 84

4. Pengolahan Data ... 88


(20)

ABSTRAK

Masa Balita usia 12-59 bulan adalah masa di mana anak sangat membutuhkan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Kekurangan zat gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, anak masih benar-benar bergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya dan karakteristik keluarga

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh, terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Jenis penelitian adalah survei dengan tipe explanatory research. Populasi adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita berjumlah 52 orang. Pengumpulan data karakteristik keluarga, pola asuh makan menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner dan pola asuh kesehatan menggunakan wawancara berpedoman kepada kuesioner. Status gizi anak balita berdasarkan indeks BB/TB. Analisis data menggunakan uji regresi logistik berganda pada tingkat kemaknaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi anak balita (1-5 tahun) berdasarkan indeks BB/TB diperoleh normal (40,4%) dan status gizi lebih ( gemuk ) 59,6 %. Karakteristik keluarga yang terdiri dari pengetahuan ibu berkategori baik 65,4 %, pendidikan tinggi 75,0 %, pendapatan keluarga > 1.200.000 (100%), ibu yang bekerja (59,6%), Pola asuh makan yang diterapkan ibu kepada anak balita baik 55,8 %. Demikian juga pola kesehatan anak balita baik 61,5 %. Ada pengaruh pola asuh (makan dan kesehatan) terhadap status gizi anak balita.

Diharapkan ibu-ibu yang telah menerapkan pola asuh yaitu pola asuh makan dan pola asuh kesehatan yang baik tetap mempertahannya.


(21)

ABSTRACT

Children of 12-59 months old need adequate and balanced nutrients. Nutritional deficiency occurred during this time can result in growth disorders because the children still really depend on the care and nurturing of their mothers and family characteristics.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of family characteristics and nursing pattern on the nutritional status of the children under five years old in Taman Setia Budi II Housing Complex, Kelurahan Asam Kumbang, Medan Selayang Subdistrict. The population of this study was all of the 52 mothers having children under five years old. The data for this study such as family characteristics and nursing and eating patterns and health pattern were obtained through questionnaire-based interviews. The nutritional status of the children under five years old was based on the Body Weight/Body Height index. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests at level of significance of 95%.

The result of this study showed that, based on the Body Weight/Body Height index, the nutritional status of the children between 1-5 years old was normal (40.4%) and more nutritional status (fat) (59.6%). In terms of family characteristics, the mothers were with good category (65.4%) and with high education (75.0%), family income > Rp. 1,200,000.00 (100%), mothers who worked (59.6%). Eating pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (55.8%). Health pattern applied by the mothers to the children under five years old was good (61.5%). Nursing patterns (eating and health) had influence on the nutritional status of the children under five years old. Eating pattern was more dominant in influencing the nutritional status of the children under five years old.

The mothers are expected to apply and maintain a good (eating and health) nursing pattern.

Keywords: Nursing Pattern, Nutritional Status, Children Under Five Years Old, Family Characteristic


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Masalah gizi bukan lagi hal yang dianggap sederhana. Bahkan hal ini telah masuk menjadi salah satu indikator kesehatan masyarakat. Dari 24 indikator yang menjadi dasar penetapan IPKM yang terbagi menjadi tiga kategori bobot, yaitu kategori mutlak dengan bobot lima sebanyak sebelas indikator, kategori penting dengan bobot empat sebanyak lima indikator, dan kategori perlu dengan bobot tiga sebanyak delapan indikator. Untuk kategori mutlak tiga di antaranya adalah indikator gizi yaitu prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk, prevalensi balita pendek, dan prevalensi balita kurus.

Hal tersebut membuktikan bahwa masalah gizi bukanlah masalah yang sepele.

Ada dua jenis masalah yang muncul akibat malnutrisi yaitu masalah gizi lebih dan gizi kurang. Gizi lebih dalam dua dekade terakhir meningkat akibat perubahan pola hidup masyarakat terutama di daerah urban. Bahkan masalah gizi lebih ini telah menjadi polemik sendiri di negara maju. Gizi lebih dapat dinilai dari berat badan. Dari data yang dihimpun WHO tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 1.5 miliar penduduk dewasa mengalami kelebihan berat badan, 200 juta pria dewasa mengalami obesitas, dan lebih dari 300 juta wanita mengalami obesitas. Sebuah studi pada tahun 2008 oleh Centers for Disease Control di Atlanta yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan hampir satu dari lima anak usia 6-11 tahun dan 18,1 persen anak usia 12-19 tahun yang menderita obesitas. Di Indonesia sendiri pada tahun 2003 terdapat


(23)

2.24 % balita yang mengalami gizi lebih, sedangkan data untuk penduduk di atas 15 tahun terdapat 10.3 % mengalami gizi lebih.

Masalah gizi pada anak balita di Indonesia akhir-akhir ini cenderung menunjukkan masalah gizi ganda, yaitu kelebihan gizi yang terjadi di perkotaan dan kekurangan gizi yang banyak ditemukan dipedesaan. Karena gizi lebih atau obesitas pada anak mempunyai konsekuensi medisyang serius terutama untuk masa depan yang bersangkutan maupun terhadap ketersediaan kualitas manusia Indonesia selanjutnya, maka perlu mendapat perhatian semua pihak yang berkecimpung dalam bidang ilmu kesehatan anak (Siswono, 2005).

Dari data Susenas tahun 1989 dan1992 gizi lebih pada balita di Indonesia menunjukkan angka peningkatan yang cukup tinggi, pada daerah perkotaan dari 4,6% ke 6,3% untuk anak laki-laki dan dari 5,9% ke 8,0% untuk anak perempuan. Sedangkan wilayah pedesaan ditemukan 2,3% ke 3,9% untuk laki-laki, dan dari 3,8% ke 4,7% untuk anak perempuan, sedangkan pada tahun 1999 menunjukkan prevalensi sebesar 5,2%. Angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan terjadinya transisi demografi yang diikuti juga dengan terjadinya transisi epidemilogi. Prevalensi gizi lebih pada balita di Propinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2000 sebesar 2,81%.

Masa balita merupakan masa yang tergolong rawan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak karena pada masa ini anak mudah sakit dan mudah terjadi kurang gizi. Pada masa ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran social, emosional, dan intelengensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral serta dasar-dasar kepribadian juga dibentuk pada masa ini (Soetjiningsih, 1995)


(24)

Memiliki anak yang sehat dan cerdas adalah dambaan setiap orang tua. Untuk mewujudkannya tentu saja orangtua harus selalu memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya. Meskipun proses tumbuh kembang anak berlangsung secara alamiah, proses tersebut sangat bergantung kepada orang dewasa atau orang tua. Apalagi masa lima tahun pertama (masa balita) adalah periode penting dalam tumbuh kembang anak dan merupakan masa yang akan menentukan pembentukan fisik,psikis maupun intelegensinya (Sulistijani, dkk, 2001).

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks. Ditingkat rumah tangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh kemampuan rumah tangga menyediakan pangan dan jumlah dan jenis yang cukup serta pola asuh yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan, perilaku dan keadaan kesehatan rumah tangga. Keluarga yang tergolong mampu dalam setiap masyarakat mempunyai persediaan pangan yang mencukupi bahkan berlebih untuk sepanjang tahun, sedangkan pada keluarga kurang mampu pada masa-masa tertentu sering mengalami kurang pangan. Hal ini menyangkut peluang dalam mencari nafkah (Sajogya, 1994).

Menurut Engle et al (1997) pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya. Pengasuh merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia lima tahun. Anak balita merupakan golongan rawan gizi karena berhubungan dengan proses pertumbuhan yang relatif pesat dan memerlukan zat-zat gizi dalam jumlah besar. Menurut Jelliffle (1989), masa kritis, pertumbuhan dan perkembangan anak berada pada usia 12-24 bulan yang


(25)

disebut dengan Periode Kritis (Danger Periode) karena pada usia ini anak mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan otak yang sangat cepat bahkan pada umumnya anak sudah mengalami proses penyapihan yang terlalu dini akibat anak sudah mempunyai adik lagi. Kondisi demikian dapat menyebabkan anak kurang mendapat perhatian dari orang tua, seperti asuhan gizi kurang, adanya penyakit infeksi dan parasit serta adanya problem psikologis pada anak. Selain itu, anak pada usia 1-2 tahun masih bersifat konsumen pasif karena makanannya tergatung pada apa yang disediakan pengasuh (ibu) sehingga peran pengasuh sangat menunjang status gizi anak.

Seorang ibu yang memegang peranan penting dalam pengasuhan anaknya,mempunyai pola pengasuhan yang tidak sama. Karena hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukungnya,antara lain : latar belakang pendidikan ibu, pekerjaan ibu, status gizi ibu, jumlah anak, dan sebagainya.

Peran ibu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah dominan untuk mengasuh dan mendidik anak agar tumbuh dan berkembang menjadi anak yang berkualitas. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan anak khususnya status gizi anak.Widayani (2001), menemukan korelasi yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anaknya. Proses mengasuh dan mendidik anak memerlukan waktu yang cukup, walaupun saat ini berkembang bahwa pola pengasuhan itu yang terpenting adalah kualitasnya, tetapi saja diperlukan kuantitas dalam hal ini waktu kebersamaan ibu dengan anaknya. Jelas sudah bahwa seorang ibu mempunyai peranan penting dalam mengasuh menentukan status gizi


(26)

yang baik bagi anak-anaknya sehingga anak tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi insan yang berkualitas.

Hasil penelitian Yusrizal (2008), mengungkapkan bahwa faktor sosial ekonomi masyarakat (tingkat pendidikan, jenis pekerjaan) dan faktor budaya masyarakat (tingkat pengetahuan, pola makan anak balita) berpengaruh terhadap status gizi anak balita. Variabel pengetahuan merupakan variabel yang sangat berpengaruh dan paling dominan pengaruhnya terhadap status gizi anak balita di wilayah Pesisir Kabupaten Bireuen.

Status gizi dan kesehatan merupakan salah satu dari 3 (tiga) faktor utama yang sangat menentukan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), disamping pendidikan dan pendapatan (ekonomi). Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun sumber daya manusia yang berkualitas sehat, cerdas dan produktif. Pencapaian pembangunan manusia yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) belum menunjukkan hasil yang mengembirakan dalam tiga dasawarsa terakhir. Pada tahun 2003, IPM Indonesia masih rendah yaitu berada pada peringkat 112 dari 174 negara, lebih rendah dari negara-negara tetangga. Rendahnya IPM ini sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi dan status kesehatan penduduk, hal ini antara lain terlihat dari masih tingginya angka kematian bayi yaitu 35 perseribu kelahiran hidup dan angka kematian balita 58 perseribu kelahiran hidup serta angka kematian ibu 307 perseratus kelahiran hidup. (Azwar, 2004).

Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling


(27)

mudah menderita kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relative pesat. Akibat dari kurang gizi ini kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian balita (Soegeng, 2004).

Gambaran mengenai status gizi balita di Sumatera Utara pada tahun 2000 adalah gizi kurang 17,3 % dan gizi buruk 9,16 %, tahun 2003 prevalensi gizi kurang 18,59 % dan gizi buruk 8,82 % pada tahun 2006 terjadi penurunan persentase balita dengan gizi buruk sebesar 1,02 % menjadi 7,8 % tetapi persentase balita gizi kurang meningkat sebesar 4,72 % menjadi 23,31 %. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori tinggi sehingga perlu diwaspadai karena cendrung berfluktuasi dari tahun ketahun (Dinkes Prov. Sumut, 2007).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi KEP pada balita, dalam bentuk gizi buruk dengan menggunakan indikator berat badan menurut umur adalah 5,4 % dan gizi kurang 13 %. Di Sumatera Utara prevalensi KEP angkanya masih diatas prevalensi nasional. Prevalensi status gizi balita di Sumatera Utara tahun 2007 prevalensi status gizi lebih adalah 4,5 % status gizi baik 72,2 %, gizi kurang 14,3 % dan gizi buruk 8,4 % (Depkes RI, 2007).

Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, menunjukkan angka balita kurang gizi diangka 17,9 %. Masalah micro nutrient (kekurangan gizi mikro) atau kelaparan tersembunyi masih sering ditemui di Indonesia. (Depkes RI, 2010)

Survei awal yang dilakukan peneliti melalui observasi pengamatan peneliti didapatkan bahwa terdapat anak balita mengalami obesitas yang artinya gizi lebih 50% anak, dan wawancara dengan kepala lingkungan yang mengatakan bahwa


(28)

Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II adalah merupakan salah satu kompleks perumahan elit di kota Medan yang berada di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang. Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II ini memiliki jumlah KK sebanyak 216 KK, dengan jumlah penduduk sebanyak 1.118 jiwa.

Pada umunya ibu rumah tangga di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II ini memiliki pekerjaan diluar rumah yakni sebanyak 63,5 % dan yang tidak bekerja sebanyak 36,5 %. Hal ini mengidentifikasi bahwa dengan sibuk bekerja ( lama bekerja 8 jam ) maka untuk mengasuh anak diperlukan tenaga pengasuh dan memang disana banyak keluarga yang menggunakan jasa pengasuh untuk mengasuh anaknya, padahal belum tentu anak nyaman bila tidak diasuh oleh ibu kandung sendiri.

Berdasarkan kenyataan ini dan data yang ada, maka penulis tertarik untuk meneliti mengenai pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

1.2 Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Taman Perumahan Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.


(29)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang.

1.4 Hipotesis

“ da pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi anak Balita di Kompleks Perumahan Taman Setia Budi Indah II di Kelurahan Asam Kumbang Kecamatan Medan Selayang”.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam penyusunan program gizi bagi ibu-ibu khususnya ibu yang memiliki anak Balita.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pola Asuh

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, di samping harus mengatur pola makan yang benar, juga tak kalah pentingnya mengatur pola asuh yang benar pula. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan perhatian yang penuh kasih sayang pada anak, memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Perangin-angin, 2006).

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya secara fisik, mental dan sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga, anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya. Oleh karena itu, pengasuhan kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk perkembangan anak (Sarah, 2008).

Pola asuh anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di


(31)

masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan sebagainya dan si ibu atau pengasuh anak (Sunarti, 1989).

2.1.1 Konsep Pola Asuh

Konsep Pola Asuh sebagai faktor penentu status gizi anak masih baru bagi banyak orang diluar bidang gizi. Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalarn memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial dan anak yang sedang tumbuh dan anggota keluarga lainnya (Engle, et al, 1997).

Secara sederhana pengasuhan dapat diartikan sebagai implementasi serangkaian keputusan yang dilakukan orang tua atau seorang dewasa kepada anak, sehingga memungkinkan anak menjadi bertanggungjawab, menjadi anggota masyarakat yang baik, memiliki karakter-karakter yang baik. Seperti: apa yang dilakukan orang tua ketika anak sakit, ketika tidak mau makan, ketika sedih, ketika menangis, ketika bertindak agresif atau ketika anak berbohong, itulah pengasuhan.

Menurut Ramakrishnan (1995) dan Engle (1998) asuhan yang diberikan dalam bentuk waktu, perhatian, dan dukungan sangat dibutuhkan oleh anak yang sedang berkembang untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosialnya. Melalui asuhan yang baik, pemberian makanan yang baik dan perawatan kesehatan anak juga menjadi optimal.

Kerangka konseptual yang dikemukakan oleh UNICEF dan dikembangkan lebih lanjut oleh Engle et al (1997) menekankan bahwa tiga kmponen makanan kesehatan-asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Engle et al (1997)


(32)

mengemukakan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu (1) perhatian/dukungan untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil, (2) pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak, (3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan mereka, (4) persiapan dan penyimpanan makanan, (5) praktek kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, dan (6) perawatan keluarga dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian makan.

Pengasuhan anak meliputi pula hal-hal seperti cara memandikan, disiplin buang air, disiplin makan, adat istiadat penyapihan, cara menggendong bayi, dan mengajar sopan santun. Pola pengasuhan merupakan cara orang tua mendidik dan membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang mengasuh anak). Selain dan faktor tersebut pola pengasuhan sangat dipengaruhi oleh kepribadian orang tua, terutama pengetahuan, sikap dan tindakan. Pada umumnya bila orang tua semasa kecil dididik secara keras dan berdisiplin tinggi, maka ia pun akan mendidik anaknya juga dengan cara demikian.

Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepribadian orung tua sangat nenentukan pola interaksi ibu dan anak. Pengaruh struktur watak ibu yang mengasuh anak balita mempunyai efek yang sangat besar dalam hubungan ibu dan anak.

Pola pengasuhan yang baik terhadap anak balita adalah: a. Diberikan dalam satu rumah


(33)

b. Dengan satu orang tua yang berperan sebagai ibu.

c. Dalam satu keluarga yang utuh yang terdiri dan ayah dan ibu.

d. Adanya keseimbangan pendidikan anak dalam suasana damai, dilandasi kasih sayang dan penerimaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Hafrida (2004) di Kelurahan Belawan Bahani Kecamatan Medan Belawan, menunjukkan bahwa ada kecendrungan dengan semakin baiknya pola asuh anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga akan semakin besar.

Tetapi sebaliknya di negara Timur seperti di Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali dipegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat lain dan bukan pembantu. Tetapi ternyata anak yang dididik dalam keluarga besar tersebut dapat tumbuh dengan kepribadian yang baik. Jadi yang lebih penting nilainya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga (Nadesul, 1995). Masalah gizi bukan lagi hal yang dianggap sederhana. Bahkan hal ini telah masuk menjadi salah satu indikator kesehatan masyarakat. Dari 24 indikator yang menjadi dasar penetapan IPKM yang terbagi menjadi tiga kategori bobot, yaitu kategori mutlak dengan bobot lima sebanyak sebelas indikator, kategori penting dengan bobot empat sebanyak lima indikator, dan kategori perlu dengan bobot tiga sebanyak delapan indikator. Untuk kategori mutlak tiga di antaranya adalah indikator gizi yaitu prevalensi balita gizi kurang dan gizi buruk, prevalensi balita pendek, dan prevalensi balita kurus. Hal tersebut membuktikan bahwa masalah gizi bukanlah masalah yang sepele.

Ada dua jenis masalah yang muncul akibat malnutrisi yaitu masalah gizi lebih dan gizi kurang. Gizi lebih dalam dua dekade terakhir meningkat akibat perubahan


(34)

pola hidup masyarakat terutama di daerah urban. Bahkan masalah gizi lebih ini telah menjadi polemik sendiri di negara maju. Gizi lebih dapat dinilai dari berat badan. Dari data yang dihimpun WHO tahun 2008 menyebutkan bahwa sekitar 1.5 miliar penduduk dewasa mengalami kelebihan berat badan, 200 juta pria dewasa mengalami obesitas, dan lebih dari 300 juta wanita mengalami obesitas. Sebuah studi pada tahun 2008 oleh Centers for Disease Control di Atlanta yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan hampir satu dari lima anak usia 6-11 tahun dan 18,1 persen anak usia 12-19 tahun yang menderita obesitas. Di Indonesia sendiri pada tahun 2003 terdapat 2.24 % balita yang mengalami gizi lebih, sedangkan data untuk penduduk di atas 15 tahun terdapat 10.3 % mengalami gizi lebih.

Data di atas menunjukan betapa besarnya jumlah penderita gizi lebih di Indonesia. Penyebab yang paling nyata adalah perubahan ekonomi. Perubahan ini terjadi akibat pasar globalisasi dan modrenisasi di semua aspek. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk yang berat badan lebih ataupun obesitas lebih banyak terjadi di daerah perkotaan. Peningkatan ekonomi ini menyebabkan perubahan pola hidup, mulai dari pola makan dan aktivitas fisik. Makanan yang awalnya lebih banyak persentase karbohidrat kini telah berubah menjadi lebih banyak persentase lemak, seperti fast food. Jenis makanan yang seperti ini akan meningkatkan persentase lemak tubuh yang akhirnya akan berimplikasi kepada kelebihan berat badan.

Selain faktor ekonomi, faktor cahaya lampu secara tidak langsung juga mempengaruhi gizi lebih dan obesitas. Penelitian terbaru dari reuroscience di Ohio State University menemukan bahwa semakin banyak cahaya pada saat kita makan,


(35)

maka resiko untuk mengalami kelebihan berat badan semakin tinggi. Penelitian ini menggunakan tikus sebagai hewan coba. Tikus-tikus tersebut diperlakukan dalam tiga kondisi. Kondisi pertama tikus diberi terpaan cahaya selama 24 jam terus-menerus, kondisi kedua tikus diberi terpaan cahaya dengan siklus standar terang selama 16 jam dan gelap selama 8 jam, sedangkan kondisi ketiga tikus diberi terpaan cahaya terang selama 16 jam dan cahaya redup selama 8 jam. Para peneliti mengukur berapa banyak makanan yang dipakai tikus setiap hari. Selain itu mereka juga mengukur berapa banyak mereka bergerak di sekitar kandang mereka setiap hari melalui sistem persimpangan sinar inframerah.

Kemudian massa tubuh tikus dihitung setiap minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tikus dengan cahaya redup saat malam massa tubuhnya meningkat lebih tinggi dari tikus yang hidup dalam siklus standar terang dan gelap. Berat badan tikus terus meningkat sejak minggu pertama penelitian. Pada akhir penelitian tikus yang hidup dengan cahaya redup malam hari berat badannya lebih kurang 12 gram sedangkan tikus yang hidup dengan siklus standar terang dan gelap berat badannya 8 gram. Tikus yang mendapat terpaan cahaya terus-menerus juga memiliki berat badan lebih besar dari tikus yang hidup dengan siklus standar terang dan gelap.

Faktor lain yang mempengaruhi gizi lebih dan obesitas adalah kebiasaan ketika makan. Salah satu kebiasaan yang buruk ketika makan adalah makan di depan komputer atau televisi, karena hal ini akan mengakibatkan jumlah makanan yang masuk ke mulut akan lebih banyak.


(36)

Selain asupan makanan, hal lain yang dapat menyebabkan gizi lebih dan obesitas adalah faktor aktivitas. Kurangnya aktivitas dapat menyebabkan gizi lebih dan obesitas. Salah satu yang menyebabkan berkurangnya aktivitas seseorang adalah tuntutan pekerjaan. Tuntutan pekerjaan pada saat ini menyebabkan kebanyakan penduduk lebih banyak menghabiskan waktunya duduk di kursi dari pada bergerak. Ditambah lagi kesadaran berolahraga yang masih kurang di kalangan masyarakat Indonesia.

Hal ini dapat meningkatkan resiko berat badan berlebih. Dari analisis lebih lanjut didapatkan seorang remaja yang menghabiskan waktu lebih dari 3 jam per hari dengan menonton televisi memiliki resiko obesitas 12.3 kali lebih besar dari pada remaja yang menonton televisi yang kurang dari 3 jam per hari.

Walaupun kita mengetahui bahwa berat badan berlebih tidak akan terjadi apabila seseorang tidak memiliki faktor genetik untuk gizi lebih atau obesitas. Apabila kedua orang tua gizi lebih atau obesitas maka kemungkinan anak menderita berat badan berlebih sekitar 80%, sedangkan apabila salah satu dari orang tua mengalami gizi lebih atau obesitas maka kemungkinan itu menjadi setengahnya atau 40 %. Faktor-faktor sosiokultural juga berperan penting dalam gizi lebih dan obesitas, seperti masih banyaknya masyarakat yang berpendapat bahwa gemuk adalah lambang kemakmuran.

Pendapat seperti ini dapat memicu peningkatan jumlah konsumsi kalori pada masyarakat tersebut. Anggapan “gemuk makmur” ini berimplikasi pada orang tua yang akan senang ketika anaknya memiliki berat badan lebih. Padahal apabila pada


(37)

waktu masih anak-anak berat badannya sudah berlebih akan meningkatkan faktor resiko menjadi berat badan berlebih pada waktu dewasa.

Prevalensi ini akan terus meningkat, mengingat setiap anak yang memiliki faktor predisposisi genetik akan tinggal bersama dengan orang tua yang telah terbiasa dengan pola hidup sedentary.

Peneliti memprediksi 8 dari 10 pria dan 7 dari 10 wanita akan mengalami obesitas pada tahun 2020. Penelitian yang dilakukan ini mengambil sampel di satu negara maju yakni Inggris. Negara maju dan negara berkembang cenderung memiliki gaya hidup seragam saat ini. Sehingga dapat diperkirakan trend obesitasnya antara negara maju dan negara berkembang akan sama.

Konsekuensi gizi lebih dan obesitas adalah meningkatnya resiko kematian. Seseorang yang memiliki kelebihan berat badan sebesar 40% dari normal, diperkirakan meninggal 8 tahun lebih cepat dari pada populasi rata-rata. Peningkatan mortalitas ini terjadi karena insiden diabetes melitus tipe dua, penyakit jantung koroner, penyakit kandung kemih, osteoarthritis atau radang sendi, stroke, dan kanker.

Sedangkan pada anak-anak dapat menimbulkan gangguan seperti dislipidemia, stenosis hepatis, gangguan saluran pencernaan, dan sleep apnea.

Pada orang yang menderita gizi lebih prevalensi munculnya kanker 30% lebih tinggi dibanding orang yang memiliki berat badan ideal. Jenis kanker yang sering muncul adalah kanker ginjal, kanker rahim, kanker payudara, kanker esophagus, kanker pancreas, dan kanker kolon.


(38)

Berat badan lebih dan obesitas adalah penyakit mahal. Bahkan untuk negara maju peningkatan jumlah penyakit akibat gizi lebih dan obesitas dalam beberapa dekade terakhir telah menguras anggaran kesehatan. Di Australia telah menghabiskan dana 464 juta dolar Australia , 12 milyar franc di Perancis, 1 milyar golden di Belanda, dan 45,8 juta dolar Amerika di Amerika Serikat.

Dana yang dikeluarkan itu merupakan direct cost, artinya dana yang berhubungan langsung dengan gizi lebih dan obesitas yang sebagian besar merupakan akibat penyakit jantung koroner dan hipertensi. Sedangkan kerugian akibat berkurangnya produktifitas akibat kematian dini dan morbiditas pasti lebih besar lagi. Di Indonesia belum diketahui besar kerugian akibat penyakit yang berhubungan dengan gizi lebih dan obesitas.

Hal ini disebabkan masih kurangnya studi tentang biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi masalah tersebut. Tetapi melihat yang terjadi di negara lain dapat diperkirakan biaya yang akan dikeluarkan negara berkembang pasti lebih besar lagi. Hal tersebut disebabkan Indonesia masih mengimpor alat-alat kedokteran dan obat-obatan demi kepentingan rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya.

Untuk mengatasi masalah gizi lebih dan obesitas ini tak cukup dengan hanya mengandalkan tenaga kesehatan. Hal ini disebabkan gizi lebih dan obesitas sangat kompleks sehingga membutuhkan kerjasama semua lapisan masyarakat. Strategi yang harus dilakukan agar hasilnya lebih optimal adalah tindakan preventif dan promotif. Jika dioptimalkan pada tindakan kuratif dan rehabilitatif maka dana yang disediakan tidak akan cukup (WHO, 2000). Ironinya, di lapangan dana yang dikucurkan untuk usaha promotif dan preventif hanya 10 % sedangkan dana untuk kuratif dan preventif


(39)

sekitar 60 – 85 %. Hal ini menyebabkan usaha promotif dan preventif kurang maksimal.

Usaha promotif dan preventif yang paling penting adalah dengan menyadarkan masyarakat itu sendiri. Usaha ini dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dari berbagai aspek. Di lihat dari segi pendidikan, kementrian pendidikan nasional dapat memasukan materi gizi ke dalam kurikulum pendidikan. Memang sebelumnya telah ada materi gizi, namun hal itu hanya sepintas lalu dan hanya membahas satu aspek yaitu gizi kurang. Diharapkan dari kurikulum yang lebih komprehensif masyarakat mulai disadarkan sejak di bangku sekolahan. Dari pendidikan dasar ini paradigma “gemuk makmur” sedikit demi sedikit akan terkikis.

Di sektor lain usaha yang dapat dilakukan oleh kementrian perdagangan yaitu mewajibkan semua produk makanan untuk mencantumkan label kadar kalori dari produk makanan tersebut baik yang ada dalam kemasan maupun jenis masakan cepat saji. Pencantuman ini akan membantu masyarakat untuk menghitung intake kalori. Label ini juga membantu komunikasi antar produsen dan konsumen mengenai hal-hal tentang pangan yang dibutuhkan konsumen. Bagi produsen sendiri label tersebut dapat digunakan sebagai sarana promosi.

Usaha dari tenaga medis dapat dilakukan dengan meningkatkan penyuluhan-penyuluhan tentang gizi lebih dan obesitas terutama di sekitar perkotaan. Dalam penyuluhan ini dijelaskan tentang bahaya laten dari gizi lebih dan obesitas. Promosi tentang diet yang seimbang serta olahraga yang cukup juga perlu ditekankan. Sebagai komunitas terkecil, keluarga dapat menghabiskan waktu liburan dengan beraktivitas


(40)

bersama. Hal ini bertujuan untuk mengajarkan kepada anaknya agar tidak menganut

sedentary life, selain untuk mengeratkan hubungan antar anggota keluarga tersebut.

Dari uraian di atas jelas sekali masalah gizi dan kesehatan di masyarakat di masa yang akan datang menjadi semakin kompleks dan menjadi tantangan pembangunan masyarakat. Kompleksitas masalah gizi dan kesehatan ini menuntut perhatian dari semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Jika dibiarkan saja bukan tidak mungkin prediksi tahun 2020 akan terwujud atau bahkan lebih tinggi.

Hasil penelitian Ariga (2006), mengungkapkan bahwa status gizi anak berdasarkan indeks BB/U, yaitu gizi baik sebesar 59,86%, gizi kurang sebesar 25,85% dan gizi buruk 13,60% serta gizi lebih 0,68%. Gambaran pola asuh meliputi perhatian/dukungan untuk wanita sebesar 86,39% kategori baik, praktik pemberian makan sebesar 59,18% kategori baik, rangsangan psikososial dan praktik hygiene dan sanitasi lingkungan sebesar 78,23% kategori baik dan perawatan keluarga sedang sakit sebesar 61,23% kategori baik. Pola asuh, yaitu praktek pemberian makan berhubungan dengan status gizi di Kabupaten Bener Meriah.

Hasil penelitian Sandjaja (2001), menemukan sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang terhadap tekanan ekonomi, sosial dan lingkungan. Faktor-faktor positif deviance yang berperan nyata dalam status gizi anak antara lain adalah faktor ibu, pola asuh anak, keadaan kesehatan anak, dan konsumsi makanan anak.

Pola asuh adalah kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakn waktu, perhatian, dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan


(41)

sebaik-baiknya secara fisik, mental dn sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan daan perkembangan anak usia berusia di bawah lima tahun. Masa anak usia 1-5 tahun (balita) adalah masa dimana anak masih sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah yang memadai. Pada masa ini juga anak-anak masih sangat tergantung pada perawatan dan pengasuhan ibunya.

Makanan anak balita tergantung dan apa yang diberikan oleh ibunya atau orang lain yang mengasuhnya. Maka dalam rangka meningkatkan status gizi anak balita pengetahuan gizi dan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dan harus dimiliki oleh ibu sebagai orang yang mempunyai peranan besar dalam menentukan konsumsi makanan anaknya.

Agar pola hidup anak bisa sesuai dengan standar kesehatan, disamping harus mengatur pola makan yang benar, juga tidak kalah pentingnya adalah mengatur pola asuh yang benar pula. Sering tidak disadari oleh para orang tua (ibu), mengatur pola asuli sama pentingnya dengan mengatur pola makan. Dan kenyataan mi sering terjadi tumpang tindih dimana pola makan tidak teratur ditambah pola asuh yang tidak benar. Disinilah peran seorang ibu memang sangat dibutuhkan sekali. Dan apalagi keadaan ini terjadi bersamaan maka banyak menyebabkan gangguan kesehatan pada anak dan membawa penyakit yang serius pada anak balita sebagai golongan rawan gizi.

Jadi disini orang tua (ibu) jangan melupakan adanya pola asuh yang benar ini seimbang dengan pola makan. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan aberikan perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak, memberinya waktu cukup untuk menikmati kebersamaan dengan seluruh anggota keluarga (Noerkhan, 1993).


(42)

Menurut Soekirman (2000), Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk kelangsungan pangan, pertumbuhan dan perkembangan anak. Pola asuh yang baik akan mempengaruhi keadaan kesehatan dan keadaan gizi pada anak, dimana pola pengasuhan ini mencakup bagaimana cara ibu memberikan makan, bagaimana ibu merawat, memelihara kesehatan dan hygiene anak dan ibu serta bagaimana ibu memberikan kasih sayang pada anaknya.

2.1.2 Pola Asuh Makan

Pola asuh makan adalah cara seseorang, kelompok orang dan keluarga dalam memilih jenis dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang atau lebih dan mempunyai khas untuk satu kelompok tertentu. Pola pemberian makan adalah pemberian makan harus disesuaikan dengan usia anak balita. Makanan harus mengandung energi dan semua zat gizi yang dibutuhkan pada tingkat umurnya (Triton, 2006). Sedangkan menurut Wijaya (2007) pola asuh makan merupakan praktek pengasuhan yg diterapkan oleh ibu kepada anaknya yang berkaitan dengan cara dan sanitasi makan. Jumlah dan kualitas makanan yang dibutuhkan untuk konsumsi anak penting sekali dipikirkan, direncanakan dan dilaksanakan oleh ibu atau pengasuhnya.

Pola asuh makan merupakan praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan oleh ibu/pengasuh kepada anak yang berkaitan dengan pemberian makanan. Pemberian makanan kepada anak diperlukan untuk memperoleh kebutuhan zat gizi yang cukup untuk kelangsungan hidup, pemulihan kesehatan sesudah sakit, aktivitas, pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisiologik, makan merupakan suatu bentuk


(43)

pemenuhan atau pemuasan rasa lapar. Untuk seorang anak, makan dapat dijadikan media untuk mendidik anak supaya dapat menerima, menyukai dan memilih makanan yang baik (Santoso & Ranti, 2004).

Di Indonesia pola asuh makan terhadap anak sangat dipengaruhi oleh budaya, unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan dalam masyarakat yang diajarkan secara turun temurun kepada seluruh anggota keluarganya, padahal kadang-kadang unsur budaya tersebut bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmu gizi (Suharjo, 2003).

Aspek budaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan, agama, adat dan kebiasaan masyarakat. Sampai saat ini aspek budaya sangat mempengaruhi perilaku kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia ( Suhardjo, 2003).

Ada 2 tujuan pengaturan makanan untuk bayi dan anak balita :

1. Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup, yaitu untuk pemeliharaan dan atau pemuithan serta peningkatan kesehatan, pertumbuhan, perkembaiiguu fisik dan psikomotor, serta melakukan aktifitas fisik.

2. Untuk mendidik kebiasaan makan yang baik.

Makanan untuk bayi dan anak balita yang baik harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi sesuai dengan umur.

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia setempat, kebiasaan makan, dan selera terhadap makan.


(44)

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi, dan keadaan pada bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan.

Menurut Persatuan Ahli Gizi Indonesia/Persagi (1992) yang dikutip oleh Kristiadi, E. (2007), berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari 1-3 tahun yang dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari 3-5 tahun yang dikenal dengan usia prasekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, yaitu anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya.

Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari. Waktu pemberian makan untuk balita sebaiknya disesuaikan dengan waktu pada umunmnya. Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul 07.00-08.00, siang hari pada pukul 12.00-13.00, dan malam hari pada pukul 18.00-19.00, dan pemberian makanan selingan yaitu diantara dua waktu makan yaitu pukul 10.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00, seperti yang tercantum dalam tabel 2.1.


(45)

Tabel 2.1. Pola Pemberian Makanan Balita

Umur Bentuk Makanan Frekuensi

0-6 bulan ASI Eksklusif Sesering mungkin

minimal 8 kali/hari 6-9 bulan Makanan Lumat/lembek 2x sehari, 2 sendok makan setiap kali makan

9-12 bulan Makanan lembek 3x sehari, plus 2x makanan selingan 1-3 tahun Makanan Keluarga 3x sehari, plus 2x

makanan selingan 1 - 1 1/2 piring nasi/pengganti

2-3 potong sedang lauk hewani 1-2 potong sedang lauk nabati 1/2 mangkuk sayur

2-3 potong buah-buahan 1 gelas susu

4-6 tahun 1-3 piring nasi/pengganti 3x sehari, plus 2x makanan selingan 2-3 potong lauk hewani

1-2 potong lauk nabati 1 - 1 1/2 mangkuk sayur 2-3 potong buah-buahan

1-2 gelas susu

Sumber : Depkes RI, 2006

Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita ada juga anjuran pemberian makanan untuk anak balita berdasarkan Depkes RI (2006), yaitu :

1. umur 1-6 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :

a) Beri ASI setiap kali bayi menginginkan sedikitnya 8 kali sehari yaitu pagi, siang maupun malam.

b) Jangan berikan makanan atau minuman lain selain ASI c) Susui bayi dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian.


(46)

2. Umur 6-12 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu : a) Teruskan pemberian ASI sampai umur 2 tahun.

b) Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 6 bulan: 6 sendok makan - 7 bulan: 7 sendok makan - 8 bulan: 8 sendok makan

c) Beri ASI terlebih dahulu kemudian makanan pendimping ASI.

d) Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI, dimulai dari bubur nasi sampai nasi tim, 3 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 9 bulan: 9 sendok makan - 10 bulan: 10 sendok makan - 11 bulan: 11 sendok makan

e) Pada makanan pendamping ASI, tambahan telur atau ayam atau ikan atau

tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak.

f) Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara memakainya, batas umur dan tanggal kadaluwarsa.

g) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

h) Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring, dan sebagainya.


(47)

i) Mulai mengajari bayi minum dan makan menggunakan gelas dan sendok. 3. Umur 1-2 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri ASI setiap kali balita menginginkan. b) Beri nasi lembek 3 kali sehari.

c) Tambahan telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak pada nasi lembek

d) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

e) Beri buah-buahan atau sari buah. f) Bantu anak untuk makan sendiri.

4. Umur 2-3 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu:

a) Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah.

b) Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

c) Jangan berikan makanan yang manis dan lengket diantara waktu makan. 5. Umur 3-5 tahun, anjuran pemberian makanannya yaitu sama dengan anak umur 2-3 tahun.

Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa anak, bila dipaksa akan menimbulkan esmosi pada anak sehingga anak menjadi kehilangan nafsu makan (Pudjiadi, 2005).


(48)

Sikap ibu/pengasuh yang hangat, ramah, menciptakan suasana yang nyaman, tenang, mengungkapkan kasih sayang dengan senyuman dan pelukan, dapat menimbulkan nafsu makan anak (Hurlock, 1991).

Pola asuh makan sangat menentukan status gizi anak. Ibu yang dapat membimbing anak tentang cara makan yang sehat dan bergizi akan meningkatkan gizi anak (Anwar, 2004). Sebaiknya pola asuh makan yang tidak memadai dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi pada anak (UNICEF, 1999, Kurniawan et. Al, 2001).

2.1.3. Pola Asuh Kesehatan

Perawatan Kesehatan atau Asuh Kesehatan berdasarkan aspek pola asuh menurut Engle et.al (1997), meliputi praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dan perawatan anak balita dalam keadaan sakit seperti pencari pelayanan kesehatan. a. Praktik Kebersihan/hygiene dan Sanitasi Lingkungan

Widaninggar (2003) menyatakan kondisi lingkungan anak harus benar-benar diperhatikan agar tidak merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan wang (bermain anak), pergantian udara, sinar matahari, penerangan, air bersih, pembuangan sampah/air kotor (limbah), kamar mandi dan kakus (jamban/WC) dan halaman rumah. Kebersihan, baik kebersihan perorangan maupun kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Kebersihan perorangan yang kurang, akan memudahkan terjadinya penyakit-penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti diare, cacingan, dll. Sedangkan kebersihan lingkungan erat hubungannya dengan penyakit saluran pernafasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat


(49)

nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungun menjadi layak untuk tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi ibu/pengusuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya untuk mengeksplorasi lingkungan.

Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus, harus perlahan-lahan dun tenis menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangican sifat-sifat sehat seperti berikut: - Mandi 2 kali sehari

- Cuci tangan sebelum dan sesudah makan - Makan teratur, 3 kali sehari

- Menyikat gigi sebelum tidur

- Membuang sampah pada tempatnya - Buang air kecil pada tempatnya.

b. Perawatan Balita dalam Keadaan Sakit

Anak balita adalah kelompok usia yang rentan terserang penyakit, terkait dengan interaksi dengan sarana dan prasarana di rumah tangga dan sekelilingnya. Jenis sakit yang dialami, frekuensi sakit, lama sakit, penanganan anak balita sakit dan status gizi anak balita (Budi, 2006).

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetningsih, 1995). Masa bayi dan balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, diare atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat


(50)

menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembang anak. Ada beberapa penyebab seorang anak mudah terserang penyakit adalah:

1. Apabila kecukupan gizi terganggu karena anak sulit makan dan nafsu makan menurun. Akibatnya daya tahan tubuh menurun sehingga anak menjadi rentan terhadap penyakit.

2. Lingkungan yang kurang mendukung sehingga perlu diciptakan lingkungan dan perilaku yang sehat.

3. Jika orang tua lalai dalam memperhatikan proses tumbuh kembang anak oleh karena itu perlu memantau dan menstimulasikan tumbuh kembang bayi dan anak secara teratur sesuai dengan tahapan usianya dan segera memeriksakan kedokter jika anak sakit.

Status kesehatan merupakan salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak kearah membaik. Status kesehatan adalah hal-hal yang dilakukan untuk menjaga status gizi anak, menjauhkan dan menghindarkan penyakit serta yang dapat menyebabkan turunnya keadaan kesehatan anak. Status kesehatan ini meliputi hal pengobatan penyakit pada anak apabila anak menderita sakit dan tindakan pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena suatu penyakit. Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada, serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila anak sakit. Jika anak sakit hendaknya ibu membawanya ketempat pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, puskesmas dan lain-lain (Zeitlin al. 1990).


(51)

Menurut Budi (2006), perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat mempengaruhi status gizi anak balita. Anak balita yang mendapatkan imunisasi akan lebih rendah mengalami risiko penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di Posyandu melalui kegiatan penimbangan akan lebih dini mendapatkan informasi akan adanya gangguan status gizi. Sakit yang lama, berulang akan mengurangi nafsu makan yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

Pemantuan pertumbuhan anak dapat dilakukan dengan aktif mendatangi kegiatan pemeliharaan gizi, misalkan posyandu. Sebagian aktif mengikuti pemeliharaan gizi maka orang tua dapat melihat pertumbuhan anak melalui penimbangan bayi, pemberian vitamin A pada bulan Februari dan Agustus serta pemberian makanan tambahan (Shochib, 1998).

2.2. Karakteristik Keluarga 2.2.1. Pengetahuan Gizi Ibu

Menurut Notoatmodjo (1997), pengetahuan adalah merupakan hasil dan “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan berasal dan kata tahu yang berarti mengerti sesudah melihat, menyaksikan, mengalami. Pengetahuan itu sendiri berarti berkenan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan itu dapat diperoleh dan pengalaman langsung maupun pengalaman dan orang lain yang sampai


(52)

kepadanya. Selain itu dapat juga melalui media komunikasi seperti radio, televisi, poster, majalah, dan surat kabar.

Suatu hal yang menyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan :

1) Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.

2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi.

3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi kesejahteraan gizi.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara di dunia. Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi Lain sebab yang penting dan gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi ataupun kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kebutuhan pangan teristimewa anak-anak dan wanita selama hamil dan menyusui sering tidak dimengerti sop, bubur encer atau kuah daging kadang-kadang dianggap sebagai suatu susunan makanan yang baik untuk anak-anak kecil pada masa disapih. Berhubung mereka kecil dan laju pertumbuhannya cepat, anak-anak kecil perlu makanan yang mudah dicerna dan mutu gizinya sangat baik serta disajikan kepada mereka beberapa kali setiap hari, dan sudah tentu, tidak kurang dari tiga kali sehari (Suhardjo, 1986).


(53)

Perilaku seseorang dalam memilih makanan sangatlah subjektif. Hal ini dapat dimengerti karena pemilihan dipengaruhi oleh latar belakang hidup seseorang khususnya seorang ibu. Pada umumnya ada tiga pengaruh seseorang dalam memilih makanan, yaitu 1) lingkungan keluarga, tempat seseorang hidup dan dibesarkan; 2) lingkungan kepada dirinya maupun keluarganya; dan 3) dorongan yang berasal dalam diri atau disebut faktor internal.

Lingkungan keluarga mengajarkan untuk menyukai makanan tertentu sesuai dengan ragam pangan keluarga. Sejak kecil anak dikenalkan berbagai aroma, rasa, rupa, dan bentuk secara terus-menerus sebatas konsep pangan yang dinnliki keluarga. Ibu sebagai pemegang konsep pangan keluarga memiliki peran yang penting dalam mengajarkan arti pangan kepada anaknya.

Kemampuan ini didukung oleh seberapa banyak pengetahuan seorang ibu tentang kualitas, kuantitas, variasi, ataupun ragam pangan yang diselaraskan dengan pangan. Misalnya konsep pangan yang berkaitan dengan kebutuhan fisik, apakah makan asal kenyang atau makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Selain itu konsep pangan yang berhubungan dengan aspek psikologis, yaitu kesukaan terhadap beberapa jenis makanan tertentu. Bisa juga konsep pangan yang hubungan dengan pengertian tabu.

Seorang ibu yang memiliki pandangan tradisional tentu akan tetap mempertahankan konsep pangan seperti yang diajarkan oleh kedua orang tuanya yang bersifat turun-temurun. Kondisi ini semakin berakar kuat ketika fungsi keluarga sebagai penopang pemenuhan kebutuhan makan masih dominan (Marwanti, 2000)


(54)

Tingkat pengetahuan akan berpengaruh terhadap tindakan dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman, dan kejelasan konsep mengenai objek tertentu. Pengetahuan serta kesukaan ibu terhadap jenis-jenis makanan tertentu sangat berpengaruh terhadap hidangan-hidangan yang disajikan kepada anak balita yang sudah mulai disapih.

Pengetahuan gizi ibu sangat diperlukan dalam upaya pemilihan makanan yang akan dikonsumsi, dengan tujuan agar makanan tersebut memberikan gizi yang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh. Kurangnya pengetahuan tentang gizi merupakan faktor yang sangat penting dalam menimbulkan keadaan gizi salah terutama pada golongan yang masih rawan seperti balita.

Hal yang sangat berpengaruh pada kurangnya pemahaman ibu tentang gizi adalah karena tiadanya informasi yang memadai. Sekalipun kurangnya daya beli merupakan hal yang utama, tetapi masalah kebutuhan gizi akan bisa diatasi kalau si ibu mempunyai pemahaman dan tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki.

2.2.2 Peran Ibu dalam Keluarga

Sering dikatakan bahwa ibu adalah jantung dan keluarga. Jantung dalam tubuh merupakan alat yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Apalagi jantung berhenti berdenyut maka orang tua tidak bisa melangsungkan hidupnya. Dan perumpamaan ini bisa disimpulkan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral, sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Pentingnya seorang ibu terutama terlihat sejak kelahiran anaknya, dia harus memberikan susu agar anak itu bisa melangsungkan hidupnya (Gunarsa, 1993).


(55)

Tugas pokok wanita sebagai ibu adalah pemelihara rumah tangga, pengatur, berusaha dengan sepenuh hati agar keluarga sebagai sendi masyarakat akan berdiri tegak, megali, aman, tentram, dan sejahtera hidup berdampingan dengan dan di dalam masyarakat ramai. Sebagai ibu, ia juga menciptakan suasana persahabatan, kekeluargaan dengan keluarga-keluarga lain dalam lingkungan dimana ia hidup. Keluar, ia berusaha agar hubungannya dengan keluarga lain dapat hidup berdampingan secara damai dan harmonis. Kedalam ia berusaha agar keluarganya sendiri dapat merupakan kesatuan/unit yang kompak dan keluarga yang terhormat. Dengan berbagai cara dan ikhtiar ia berusaha, bekerja dengan memberikan apa saja yang dipunya, dengan sepenuh hati secara ikhlas dan rela menjaga kehormatan keluarga bersama suami dan anak-anaknya.

Menurut Zeiltlin et al (1990), pola asuh anak (Care) berkaitan dengan :

1. Karakteristik Keluarga (Caregiver) yang terdiri dari pendidikan, status gizi, pendapatan keluarga.

2. Karakteristik Anak yang terdiri dan umur, jenis kelamin, urutan dalam keluarga, berat badan lahir, jumlah saudara.

3. Status Kesehatan dan Gizi Anak. 2.2.3. Tingkat Pendidikan Ibu

Latar belakang pendidik seseorang merupakan salah satu unsur penting yang penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Masalah gizi sering timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Achadi, 2007).


(56)

Analisis data Susenas 2003, memberikan hasil bahwa pada masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah menunjukkan prevalensi gizi kurang yang cukup tinggi, dan sebaliknya pada masyarakat yang tingkat pendidikannya cukup tinggi prevalensi gizi kurangnya rendah. Ada dua sisi kemungkinan hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan keadaan gizi anak balita. Pertama, tingkat pendidikan kepala keluarga secara langsung. Kedua, pendidikan ibu modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga, juga berperan dalam pola penyusunan makanan rumah tangga maupun dalam pola pengasuhan anak(Survei Sosial, 2003).

Penelitian Sitepu (2006) dengan menggunakan desain cross sectional menunjukkan bahwa pendidikan ibu berhubungan dengan status gizi anak balita.(p=0,011).(Sitepu, 2006).

2.2.4. Pekerjaan Ibu

Dalam hal mengasuh anak, ibu adalah orang yang paling banyak terlihat sehingga pengaruhnya sangat besar bagi perkembangan anak. Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas pemeliharaan anak, kurang pemberian ASI (Soekirman, 2000).

Penelitian Sitepu (2006) dengan menggunakan desain cross sectional menunjukkan bahwa ada hubungan antara pemberian kolostrum terhadap status gizi anak balita.(p=0,000).(Hermansyah, 2002).

2.3. Status Gizi

Status gizi adalah tingkat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik akibat dan tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh (Supariasa, 2001), sedangkan menurut


(57)

Soekirman (2000), status gizi adalah keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dan ukuran-ukuran gizi tertentu.

Seorang anak sehat, pada status gizi baik akan tunibuh dan berkembang dengan baik, berat dan tinggi badannya akan selalu bertambah.

2.3.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi

Menurut Apriadji (1986), ada dua faktor yang berperan dalam menentukan status gizi seseorang, yaitu:

1. Faktor Gizi Eksternal

Faktor Gizi Ekstemal adalah faktor-faktor yang berpengaruh diluar dan seseorang, yaitu daya beli keluarga, latar belakang sosial budaya, tingkat pendidikan dan pengetahuan gizi, jumlah anggota keluarga dan kebersihan lingkungan.

2. Faktor Gizi Internal

Faktor Gizi Internal adalah faktor-faktor yang menjadi dasar pemenuhan tingkat kebutuhan gizi seseorang, yaitu nilai cerna makanan, status kesehatan, status fisiologis, kegiatan, umur, jenis kelamin dan ukuran tubuh.

Secara langsung status gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi kedua penyebab tersebut saling berpengaruh, dimana penyebab langsung timbul karena adanya penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan keluarga, pola pengasuhan anak serta sanitasi air bersih, dan pelayanan kesehatan dasar.


(58)

2.3.2. Penilaian Status Gizi

Untuk mengetahui pertumbuhan anak, secara praktis dilakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan anak secara teratur. Ada beberapa cara menilai status gizi, yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik yang disebut dengan penilaian status gizi secara langsung. Secara umum antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Antropometri merupakan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dan berbagai tingkat umur dan tingkat gizi yang dapat dilakukan terhadap Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan lingkaran bagianbagian tubuh serta tebal lemak dibawah kulit (Supariasa, 2001).

Jenis pengukuran yang paling sering dilakukan adalah antropometri, karena mudah prosedurnya sederhana dan dapat dilakukan berulang serta cukup peka untuk mengetahui adanya perubahan pertumbuhan tertentu pada anak balita. Cara pengukuran dengan antropometri dilakukan dengan mengukur beberapa parameter, antara lain umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul dan tebal lemak dibawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Indeks antropometri yang umum digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U),

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

Pilihan indeks antropometri tergantung pada tujuan penilaian status gizi. Indeks BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah namun tidak spesifik karena berat badan selaizi dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indeks TB/U menggambarkan status gizi


(59)

masa lalu karena dalam keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Sedangkan indeks BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini, dapat dikategorikan sebagai kurus atau wasted, merupakan pengukuran antropometri yang terbaik.

Untuk menilai status gizi seseorang atau masyarakat digunakan Daftar Baku Antropometri. Saat ini dikenal 2 baku antropometri untuk menilai status gizi, yaitu Baku Harvard dan Baku WHO 2005 (Kepmenkes RI, 2010).

2.4. Landasan Teori

Status gizi adalah keadaan tubuh yang seimbang antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Ketersediaan gizi pada tingkat seluler dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan menjalankan fungsi tubuh. Status gizi kurang pada dasarnya disebabkan oleh interaksi antara asupan gizi yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.

Menurut UNICEF (United Nations Children’s Fund) (1998), gizi kurang disebabkan oleh berbagai faktor baik langsung (makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi) maupun tidak langsung meliputi pola asuh (pola asuh makan dan pola asuh kesehatan). Pola asuh makan dapat berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam memberikan makan (Soekirman, 2000). Pola asuh kesehatan dan pola asuh diri sebagai sikap dan tindakan ibu terhadap kondisi lingkungan anak, meliputi: kebersihan dan sanitasi lingkungan, perawatan balita dalam keadaan sehat maupun sakit (Engle et al, 1997).


(60)

Sebagai bagian dari bentuk perilaku, pola asuh juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Lawrence Green yang dikutip Notoatmodjo (2003), sebuah perilaku kesehatan timbul karena dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu:

1. Faktor Predisposisi (predisposing factors), faktor ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya cirri-ciri individu yang digolongkan kedalam ciri-ciri:

a. Demografi (umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah anggota

keluarga)

b. Struktur Sosial (tingkat pendidikan, jumlah pendapatan pekerjaan, ras,

kesukuan, agama, tempat tinggal)

c. Sikap, keyakinan, persepsi, pandangan individu terhadap pelayanan

kesehatan.

2. Faktor pemungkin (enabling factor) adalah faktor antesenden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk di dalam faktor pemungkin adalah keterampilan dan sumber daya pribadi atau komuniti, seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan, peraturan perundangan

3. Faktor penguat (reinforcing factor), adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah pelaku menerima umpan balik yang positif atau negatif dan mendapatkan dukungan social setelah perilaku dilakukan.

Jika disajikan dalam bentuk skema, maka keterkaitan antara status gizi, pola asuh dan perilaku dapat dilihat dalam gambar 2.1


(61)

Dampak

Penyebab langsung

Penyebab tidak langsung

Gambar 2.1. Keterkaitan antara Pola Asuh dan Status Gizi dengan Perilaku (Disesuaikan dari bagan UNICEF, 1998, Green. (dalam Notoatmodjo, 2003).

Faktor Predisposi

(pengetahuan,sikap,keyak inan,kepercayan, nilai-nilai, tradisi.

Faktor Penguat (Dukungan kesehatan, Tokoh Masyarakat dan keluarga)

Faktor Pemungkin (Fasilitas dan Sarana kesehtan) Status Gizi

Asupan Gizi penyakit infeksi

Persediaan pangan

Pola asuh anak

Sanitasi dan air bersih, Pel. Kes. Dasar


(1)

Status Gizi Balita

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Normal 21 40,4 40,4 40,4

Gemuk 31 59,6 59,6 100,0

Total 52 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Perempuan 26 50,0 50,0 50,0

Laki-laki 26 50,0 50,0 100,0

Total 52 100,0 100,0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total N Percent N Percent N Percent Ketegori_Pengetahuan

_Ibu * Status Gizi Balita 52 100,0% 0 ,0% 52 100,0% Kategori_Pendidikan *

Status Gizi Balita 52 100,0% 0 ,0% 52 100,0% Kategori_Pendapatan *

Status Gizi Balita 52 100,0% 0 ,0% 52 100,0% Kategori_Pekerjaan *

Status Gizi Balita 52 100,0% 0 ,0% 52 100,0% Pemberian_Makanan_

Balita * Status Gizi Balita

52 100,0% 0 ,0% 52 100,0%

Pola Asuh Perawatan Kesehatan * Status


(2)

Ketegori_Pengetahuan_Ibu * Status Gizi Balita

Crosstab

Status Gizi Balita Total Normal Gemuk

Ketegori_Pengetah uan_Ibu

Baik Count 18 16 34

% within

Ketegori_Pengetah uan_Ibu

52,9% 47,1% 100,0%

% of Total 34,6% 30,8% 65,4%

Sedang

Count 3 15 18

% within

Ketegori_Pengetah uan_Ibu

16,7% 83,3% 100,0%

% of Total 5,8% 28,8% 34,6%

Total Count 21 31 52

% within

Ketegori_Pengetah uan_Ibu

40,4% 59,6% 100,0%

% of Total 40,4% 59,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided) Pearson Chi-Square 6,432(b) 1 ,011 Continuity

Correction(a) 5,014 1 ,025

Likelihood Ratio 6,916 1 ,009 Fisher's Exact Test ,017 ,011 Linear-by-Linear

Association 6,309 1 ,012

N of Valid Cases 52

a Computed only for a 2x2 table


(3)

Kategori_Pendidikan * Status Gizi Balita

Crosstab

Status Gizi Balita Total Normal Gemuk

Kategori_Pen didikan

Tinggi Count 19 20 39

% within

Kategori_Pendidikan 48,7% 51,3% 100,0% % of Total 36,5% 38,5% 75,0%

Menengah Count 2 11 13

% within

Kategori_Pendidikan 15,4% 84,6% 100,0% % of Total 3,8% 21,2% 25,0%

Total Count 21 31 52

% within

Kategori_Pendidikan 40,4% 59,6% 100,0% % of Total 40,4% 59,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided) Pearson Chi-Square 4,500(b) 1 ,034 Continuity

Correction(a) 3,222 1 ,043

Likelihood Ratio 4,950 1 ,026 Fisher's Exact Test ,020 ,023 Linear-by-Linear

Association 4,413 1 ,036

N of Valid Cases 52

a Computed only for a 2x2 table


(4)

Kategori_Pendapatan * Status Gizi Balita

Crosstab

Status Gizi Balita Total Normal Gemuk

Kategori_Pen dapatan

Di atas UMR (Rp, 1,200,000)

Count 21 31 52

% within

Kategori_Pendapata n

40,4% 59,6% 100,0%

% of Total 40,4% 59,6% 100,0%

Total Count 21 31 52

% within

Kategori_Pendapata n

40,4% 59,6% 100,0%

% of Total 40,4% 59,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value

Pearson Chi-Square ,(a) N of Valid Cases 52

a No statistics are computed because Kategori_Pendapatan is a constant,

Kategori_Pekerjaan * Status Gizi Balita

Crosstab

Status Gizi Balita Total Normal Gemuk

Kategori_ Pekerjaan

Tidak bekerja

Count 17 4 21

% within

Kategori_Pekerjaan 81,0% 19,0% 100,0% % of Total 32,7% 7,7% 40,4%

Bekerja Count 4 27 31

% within Pekerjaan

12,9% 87,1% 100,0% % of Total 7,7% 51,9% 59,6%

Total Count 21 31 52

% within Pekerjaan

40,4% 59,6% 100,0% % of Total 40,4% 59,6% 100,0%


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided) Pearson Chi-Square 24,080(b) 1 ,000 Continuity

Correction(a) 21,336 1 ,000

Likelihood Ratio 25,860 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear

Association 23,617 1 ,000

N of Valid Cases 52

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (,0%) have expected count less than 5, The minimum expected count is 8,48,

Pemberian_Makanan_Balita * Status Gizi Balita

Crosstab

Status Gizi Balita Total Normal Gemuk

Pemberian_Makanan_ Balita

Baik Count 20 9 29

% within

Pemberian_Makanan_ Balita

69,0% 31,0% 100,0%

% of Total 38,5% 17,3% 55,8% Kurang

Baik

Count 1 22 23

% within

Pemberian_Makanan_ Balita

4,3% 95,7% 100,0%

% of Total 1,9% 42,3% 44,2%

Total Count 21 31 52

% within

Pemberian_Makanan_ Balita

40,4% 59,6% 100,0%

% of Total 40,4% 59,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided) Pearson Chi-Square 22,246(b) 1 ,000 Continuity

Correction(a) 19,643 1 ,000

Likelihood Ratio 26,002 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear

Association 21,818 1 ,000

N of Valid Cases 52

a Computed only for a 2x2 table


(6)

Pola Asuh Perawatan Kesehatan * Status Gizi Balita

Crosstab

Status Gizi Balita Total Normal Gemuk

Pola Asuh Perawatan Kesehatan

Baik Count 19 13 32

% within Pola Asuh

Perawatan Kesehatan 59,4% 40,6% 100,0% % of Total 36,5% 25,0% 61,5% Kurang

baik

Count 2 18 20

% within Pola Asuh

Perawatan Kesehatan 10,0% 90,0% 100,0% % of Total 3,8% 34,6% 38,5%

Total Count 21 31 52

% within Pola Asuh

Perawatan Kesehatan 40,4% 59,6% 100,0% % of Total 40,4% 59,6% 100,0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp, Sig, (2-sided)

Exact Sig, (2-sided)

Exact Sig, (1-sided) Pearson Chi-Square 12,463(b) 1 ,000 Continuity

Correction(a) 10,496 1 ,001

Likelihood Ratio 13,919 1 ,000 Fisher's Exact Test ,000 ,000 Linear-by-Linear

Association 12,223 1 ,000

N of Valid Cases 52

a Computed only for a 2x2 table