BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindrom nefrotik - Hubungan N-Acetyl-β-D Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindrom nefrotik

  Insiden sindrom nefrotik pada masa kanak-kanak dilaporkan dua sampai tujuh kasus dari setiap 100 000 anak dan prevalensinya mendekati

  14

  16 kasus dari setiap 100 000. Di Jakarta Wila Wirya melaporkan per tahun 6 orang anak menderita sindrom nefrotik di antara 100 000 anak berusia dibawah 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dibanding anak

  2 perempuan 3:2.

  Proteinuria dianggap sebagai kelainan utama pada sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebgai manifestasi sekunder.

  Proteinuria terjadi karena perubahan integritas sawar filtrasi. Sawar ini terdiri dari tiga lapisan : endotel, membrane basalis glomerulus dan epitel glomerulus visceral terdiri dari podosit. Sel endothelial memiliki variasi diameter pembukaan antara 70 sampai 100 nm yang disebut fenestra yang

  6

  menahan makromolekul dari plasma ke tubulus renal. Terjadi kehilangan muatan negatif sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membrana basalis.

  Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Banyak anggapan bahwa proses ini melibatkan masalah imunologis. Proteinuria yang hebat mengakibatkan hipoalbuminemia. Edema muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadinya ekstravasasi cairan plasma ke ruang

  6,14-15 interstitial.

  Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan empat gejala klinis yang khas,

  16

  yaitu:

  2

  • Proteinuria masif, di dalam urin dijumpai protein lpb/jam

  ≥ 40 mg/m atau > 50 mg/kgBB/24 jam atau rasio albumin kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick

  ≥ +2. Protein yang ditemukan di urin terutama adalah albumin.

  • Hipoalbuminemia, (albumin serum < 2.5 g/dL). Kadar normal albumin plasma pada anak gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dL. Pada SN retensi cairan dan sembab baru akan terlihat bila kadar albumin plasma turun di bawah 2.5-3.0 g/dL, bahkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang jauh di bawah kadar tersebut.
  • Sembab • Dapat disertai hiperlipidemia (serum kolesterol > 200 mg/dL)

  16 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

  • Urinalisis dan bila perlu kultur urin
  • Protein urin kualitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin

  • Pemeriksaan darah: darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit dan LED), kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten dan bila curiga SLE maka diperiksa C4, ANA test dan anti dsDNA.

2.2 Proteinuria

  Individu normal memiliki nilai rata-rata eksresi protein urin harian 40-80 mg dengan batas maksimal 75-150 mg. Regulasi protein di ginjal sangat kompleks namun ada dua komponen utama yaitu permeabilitas filter glomerulus dan mekanisme tubular terhadap protein yang difiltrasi. Eksresi proteinuria dapat diperkirakan dengan mengukur kadar protein urin dan

  14 kreatinin urin sewaktu karena eksresinya relatif stabil setiap hari.

  Proteinuria glomerulus diekspresikan dengan kadar albumin per kreatinin urin sewaktu, konsentrasi kreatinin urin adalah proporsional berdasarkan area permukaan tubuh (body surface area=BSA) sehingga tidak diperlukan koreksi terhadap ukuran tubuh. Protein urin diambil sewaktu pada urin pagi dan dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mempermudah digunakan protein kualitatif berupa dipstik urin atau urinalisis dengan hasil negatif sampai +4 dan sensitif terhadap albumin dibandingkan protein lain Positif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat basa ( pH>8), gross hematuria, pyuria dan bakteriuria. Negatif palsu dapat terjadi pada urin

  11,16,17

  yang sangat encer (pH 4.5) dan pada non albumin proteinuria Pemeriksaan proteinuria pada sindrom nefrotik digunakan untuk memantau respon terhadap steroid. Dikatakan sindrom nefrotik pada fase

  2

  remisi bila proteinuria kualitatif trace atau negatif (<40 mg/m ). Pada sindrom nefrotik yang resisten steroid kadang dijumpai kadar protein urin tidak pernah

  14,15 mencapai kondisi remisi.

  1

  1 Tabel 2.1. Konsentrasi Albumin Berdasarkan Proteinuria Kualitatif

  Kualitatif Konsentrasi Kadar harian Negatif <5 mg/dL -

  • Trace (+/-) 5-20 mg/dL
    • 1 30 mg/dL <0.5 gr/hari
    • 2 100 mg/dL 0.5-1 gr/hari
    • 3 300 mg/dL 1-2 gr/hari
    • 4 >2000 mg/dL >2 gr/hari

2.3 Kerusakan tubulus ( tubular injury) pada sindrom nefrotik

  Faktor penting dalam menentukan prognosis pasien sindrom nefrotik adalah respon terhadap steroid. Pada SN dengan pemeriksaan histologi FSGS kebanyakan resisten terhadap terapi steroid dan diduga telah terjadi

  .

  kerusakan pada tubulus. Kerusakan tubulus (tubular injury) ini terjadi dengan

  18,19

  mekanisme yang belum pasti

  Tubular injury diduga akibat toksisitas proteinuria. Abbate dkk berpendapat IgG mungkin memiliki peranan dalam toksisitas proteinuria.

  Toksisitas proteinuria dimaksud sebagai overload protein pada tubulus sebagai bagian penting pada proses translasi kebocoran protein glomerulus

  20

  yang dianggap sebagai sinyal proses inflamasi interstitial. Teori lain dikemukakan oleh Kriz dengan ilustrasi gambar 2.1 mencoba menjelaskan bagaimana kerusakan glomerulus dapat menyebabkan kerusakan tubulus.. Lobus glomerulus intak menonjol keluar ke ruang Bowman yang dikelilingi epitel parietal. Lobus glomerulus yang sklerotik mengandung bentuk kapiler yang kolaps (warna hitam) dan yang mengandung hialin (warna abu-abu tua) dan bagian mesangial yang terherniasi ke ruang paraglomerular yang dipisahkan dari interstitium oleh lapisan fibroblast longgar. Ruang ini meluas kearah kutub vaskular dan melalui kutub urinari kearah tubulus basement membran (warna abu-abu muda). Akibat dari ekspansi membrana glomerular basalis memicu pemrbentukan ruang peritubular dan memicu degenerasi

  21 epitel tubulus dengan detil mekanisme yang belum jelas.

Gambar 2.1. Ilustrasi skematik degenerasi nefron yang memungkinkan

  21

  glomerular injury menjadi tubular injury

2.4 N-Acetyl- β-D-Glucosaminidase urin

  N-Acetyl- β -D-Glucosaminidase (NAG) merupakan enzim dari kelas hidrolase

  8,22

  yang banyak dijumpai pada lisosome dari sel tubulus proksimal. Secara fisiologis enzim ini berfungsi memecah molekul besar gula yang berikatan bersama membentuk rantai panjang NAG memecah N-Acetylglucosamine dari rantai panjang tadi dengan hasil akhir glikosaminoglikan, proteoglikan

  23

  dan glikolipid. Robinson dan Stirling pada tahun 1968 melaporkan aktivitas NAG di limpa manusia dan terdiri dari dua isoenzim yaitu bentuk A yang bersifat asam dan bentuk B yang bersifat basa, enzim ini termasuk kelas

  24,25

  enzim 3.2.1.30. NAG sendiri ditemukan di banyak jaringan di tubuh

  8,10

  terutama limpa dan testis serta pada kondisi kehamilan. NAG dapat dideteksi di sirkulasi, namun karena tingginya berat molekul plasma NAG (130 000 sampai 140 000 Dalton) sehingga sulit melewati membran glomerulus yang intak dan eksresi di urin relatif konstan dengan perubahan diurnal yang minimal, dan eksresinya meningkat apabila terjadi kerusakan

  25

  tubulus. Sejumlah kecil NAG dapat ditemui di urin karena proses eksostosis fisiologis pada sel tubulus namun pada keadaan normal 98% NAG

  9 di reabsorbsi di tubulus proksimal.

2.5 Hubungan N-Acetyl- β-D-Glucosaminidase urin dan sindrom nefrotik

  Kadar NAG pada urin didapati lebih tinggi pada anak dengan sindrom nefrotik dan terutama pada yang resisten steroid dibandingkan sensitif steroid. Penelitian di Italia melaporkan korelasi kuat antara eksresi NAG urin dengan proteinuria pada pasien sindrom nefrotik dengan fungsi ginjal normal sehingga dapat dijadikan sebagai penanda yang memiliki nilai prediksi dan

  10

  dapat memberi informasi respon terhadap terapi. Hal ini sejalan dengan penelitian di Turki yang meneliti eksresi NAG urin dan mikroglobulin pada pasien sindrom nefrotik dengan hasil bahwa eksresi NAG urin dan mikroglobulin sejalan dengan eksresi proteinuria 24 jam. Terdapat penurunan nilai keduanya pada saat akhir terapi steroid pada pasien yang sensitif terhadap steroid namun tidak pada pasien yang resisten terhadap steroid, hal ini dapat digunakan sebagai penanda yang dapat dipercaya untuk menilai

  26

  disfungsi tubulus renal dan respon terhadap steroid. Penelitian lain juga melaporkan hasil yang sama saat memeriksa retinol binding protein, NAG urin per kreatinin dan mengatakan penanda tubulus ini non invasif dan dijumpai lebih tinggi pada FSGS (focal segmental glomerulosclerosis) dibanding MCNS (minimal changes nephritic syndrome) sehingga

  12

  memberikan gambaran sesuai lesi histologis menurut biopsi. Misra dkk di India yang melaporkan peningkatan nilai NAG urin pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan pada pasien sensitif terhadap

  27 steroid yang memberikan gambaran nilai prediksi respons terhadap steroid.

  Penelitian lain di Italia melaporkan dari 136 pasien dengan 74 IMN (idiopathic

  

membraneus nefropathy), 44 FSGS dan 18 MNCS dijumpai eksresi NAG

  urin sebanding dengan proteinuria 24 jam sehingga dapat menjadi tes yang berguna untuk melihat respon terapi dan perkembangan menuju disfungsi

  13 tubulus.

  Pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dijumpai kadar NAG urin yang meningkat dibandingkan pada yang sensitive steroiddan tergantung terhadap steroid, eksresi NAG urin juga lebih tinggi pada SRNS dibandingkan SSNS pada fase relaps namun hasil tadi tidak membantu

  5

  mengetahui penyebab disfungsi tubulus pada SRNS. Penelitian menyebutkan bahwa NAG dapat menjadi nilai diagnosis pada deteksi awal perjalanan penyakit glomerulus namun tidak pada pasien yang sudah terbukti

  28

  menderita gangguan fungsi ginjal. Di Korea penelitian terhadap pasien dengan penyakit glomerulus termasuk sindrom nefrotik melaporkan terdapat korelasi negatif antara eksresi NAG urin dan protein urin, namun terdapat

  29

  korelasi laju filtrasi glomerulus dengan kadar NAG urin. Sebuah penelitian terhadap binatang mengatakan penggunaan NAG urin dapat mengukur perubahan fungsi tubulus renal namun bukanlah indikator berapa banyak

  30 kerusakan yang telah terjadi.

2.6 Metode pemeriksaan aktivitas katalitik NAG dalam urin

  Evaluasi NAG urin diperiksa pada sampel urin pagi hari, walaupun diperbolehkan pada sampel sewaktu. NAG stabil pada perubahan suhu ,pH dan terhadap inhibitor endogenous seperti asam askorbat dan urea yang dapat di eliminasi dengan mudah. NAG dapat disimpan pada suhu 2 – 8 C (dalam kulkas bagian chiller) selama seminggu dan pada pendingin bersuhu -

  22 20 C dapat tahan selama 1 bulan.

  Prosedur pemeriksaan kolorimetrik yang canggih berdasarkan penggunaan 2-methoxy-4-(2-nitrovinyl)-phenyl-N-Acetyl- β-D-Glucosaminide dan m-cresolsulphon phthaleinyl-N-Acetyl-

  β-D-Glucosaminide sebagai

  9 substrat. Pada metode ini warna urin tidak mempengaruhi pemeriksaan. Prinsip pemeriksaan ini adalah m-cresol sulphonphthaleinyl-N-Acetyl- β-D-

  Glucosaminide, garam Natrium, dihidrolisa N-acetyl- β-D-Glucosaminidase (NAG) dengan melepaskan 3-cresolsulfonphtalein, garam Natrium (3-cresol-

  31,32 purple) yang diukur dengan fotometrik pada 580 nm.

  m-cresolsulphonphthaleinyl-N-Acetyl- β-D-Glucosaminide

  NAG 3-cresolsulfonphtalein + N-Acetyl-Glucosaminide

  32 Gambar 2.2 Prinsip kerja metode fotometrik

  Kadar NAG urin diekspresikan dengan rasio NAG terhadap kreatinin, karena hubungan ini menunjukkan kecilnya variabel dibandingkan eksresi urin enzim terhadap waktu dan volume. Rasio ini dianjurkan sehingga dapat mengurangi jumlah sampel urin, dengan data kreatinin ini maka tidak

  33

  memerlukan urin 24 jam. Berdasarkan data bahwa rasio NAG urin / kreatinin urin berubah berdasarkan umur sebagai akibat dari konsentrasi kreatinin dan adanya variabel individual maka digunakan standar deviasi

  31,34 pada tiap kelompok umur sebagai referensi nilai normal. Aktivitas NAG urin umumnya diekspresikan dalam micromole

  

hydrolyzed substrate per menit per milimole kreatinine (μmol/mmol) namun

  terkadang dalam micromole hydrolyzed substrate per menit per mililiter urin

  8 (μmol/ml) dan unit internasional/milimol (U/mmol).

  Satuan nkat melambangkan kuantitas aktivitas enzim sebagai kecepatan reaksi substrat yang dikatalisis enzim. Adapun konversi dari nkat (aktivitas katalitik enzim) ke mikromol (μmol) dan satuan internasional (U) adalah:

  • 6

  6

  mol/menit = 1/(10 x 60) mol/detik = 16.67

1 U = 1μmol/menit = 10

  35 nmol/detik = 16.67 nkat.

  Untuk lebih mudah nya konversi satuan nkat menjadi U adalah dengan mengalikan nkat dengan 0.06.

  31,3

  4 Tabel 2.2. Nilai rujukan NAG/kreatinine urin

  Umur(tahun) Kadar NAG urin dalam Kadar NAG urin dalam nkat/mmol (SD) U/g 0 - 0.08 53.44(35.69)

  29 0.08 - 1 20.28(13.06)

  11.06 1 - 3 6.19(3.75) 3.38 3 - 6 4.53(2.22) 2.47 10 - 18 3.32(1.96)

  1.81

2.7 Kerangka Konseptual

  Toksisisitas protein : yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

  Sindrom nefrotik Proteinuria

  N-Acetyl Glucosaminidase urin Disfungsi tubulus Kerusakan glomerulus