BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi saluran kemih paska kateterisasi urin pada anak - Hubungan Penggunaan Kateter Urin dan Infeksi Saluran Kemih pada Anak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi saluran kemih paska kateterisasi urin pada anak

  Bakteriuria adalah ditemukannya bakteri dalam urin yang berasal dari ISK atau kontaminasi dari uretra, vagina ataupun dari flora di periuretral. Dalam keadaan

  1

  normal,urin baru dan segar adalah steril. Bakteriuria bermakna yaitu bila ditemukan

  5

  jumlah koloni > 10 /ml spesies yang sama pada kultur urin dari sampel mid-stream. Ini

  1

  merupakan gold standard untuk diagnostik ISK. Studi kolaboratif ditujuh rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 1988 mendapatkan kejadian ISK pada anak yaitu 1,95 % dari penderita yang dirawat di bangsal anak RSUP Kariadi/ FK Undip

11 Semarang.

  Infeksi saluran kemih yang berhubungan dengan penggunaan kateter merupakan penyebab infeksi yang sering dijumpai yaitu lebih dari 40% dari seluruh

  8

  infeksi yang didapat dirumah sakit. Disamping itu faktor kesadaran yang dinilai dengan skor Glasgow Coma Scale (GCS) juga mempengaruhi terjadinya risiko ISK, penelitian di Turki menyebutkan sekitar 73.27% ISK terjadi berkaitan dengan status GCS oleht

  12,13 karena adanya penyakit yang mendasari, kelemahan otot dan usia dari pasien.

  Penggunaan kateter urin sering digunakan sebagai prosedur medis rutin untuk mengalirkan secara langsung dari kandung kemih ke dalam kantong penampung urin.

  Kateter urin digunakan di rumah sakit untuk menjaga pengeluaran urin pada pasien yang akan menjalani operasi, untuk pasien yang secara fisik harus berada di tempat

  14

  tidur dan pasien kritis yang memerlukan monitoring pengeluaran urin. Kateter urin yang paling umum digunakan adalah indwelling folley kateter, dimana sistem steril tertutup terdiri dari selang yang dimasukkan melalui uretra dan dilekatkan oleh balon tiup untuk memungkinkan drainase urin kandung kemih. Meskipun kateter ini pada awalnya dirancang untuk penggunaan jangka pendek pada pasien, tetapi pada saat ini penggunaan kateter urin bisa digunakan dalam jangka panjang selama dalam

  15

  pengawasan. Studi di Turki menunjukkan bahwa lamanya rawat inap di rumah sakit, lamanya penggunaan kateter dan lamanya pemakaian antibiotik memiliki tiga kali lebih

  15 tinggi risiko terjadinya ISK dibandingkan dengan yang tanpa penggunaan kateter.

  Penggunaan kateter indwelling uretra pada pasien selama lima hari atau

  16

  lebih dapat menyebabkan bakteriuria dan candiduria. Pada penelitian di Turki didapatkan bahwa infeksi setelah pemakaian kateter sering terjadi dan hal ini dikaitkan

  17,18

  dengan adanya peningkatan risiko bakteriuria sekitar 5%. Pada studi di turki dikatakan juga bahwa komplikasi tersering dari kateter urin adalah bakteriuria sebagai

  19 akibat dari trauma ataupun uretritis.

  Pasien dengan kateter indwelling dapat terinfeksi melalui mikroorganisme yang

  20

  dapat berpindah dari luar kateter ke dalam kandung kemih. Ada dua cara masuknya kuman yang dapat menimbulkan ISK pada pasien dengan penggunaan kateter yaitu: secara jalur ekstraluminal dan intraluminal. Jalur ekstraluminal dapat terjadi pada awal pemasangan kateter dimana hal ini disebabkan oleh inadekuat antiseptik atau faktor kontaminasi, atau dikarenakan kolonisasi kuman di meatus yang menyebabkan naiknya mikroorganisme dari permukaan kateter ke perineum. Jalur intraluminal berasal dari sistem drainase tertutup yaitu melalui irigasi kandung kemih tanpa tindakan asepsis yang tepat atau lebih umumnya karena adanya kontaminasi kantung penampung urin oleh petugas kesehatan karena tidak membersihkan tangan pada saat

  14,21 akan mengosongkan kantung urin atau mengganti tas penampung urin.

  Pada penggunaan sistem drainase kemih terbuka, bakteri dapat tumbuh dalam waktu satu sampai dengan dua hari, sedangkan dengan sistem drainase kemih tertutup, bakteri akan tumbuh dalam waktu sepuluh hari sampai dengan dua minggu

  20,22 dan kebanyakan sampai dengan tiga puluh hari akan terjadi bakteriuria.

  Mempertahankan sistem drainase tertutup sebenarnya sulit, dan seandainya dapat dipertahankan, ISK yang terjadi akibat penggunaan kateter urin dapat terjadi sekitar

  9

  50% pada kasus dengan penggunaan kateter urin lebih dari lima hari. Patogenesis infeksi saluran kemih setelah pemasangan kateter terjadi pada awal proses pemasukan kateter di lubang uretra, dimana hal ini disebabkan oleh proses desinfeksi yang tidak adekuat. Sekitar 20% individu, dijumpai kolonisasi kuman setelah

  22 pemasangan kateter .

  Masuknya benda asing seperti indwelling kateter ke dalam kandung kemih meningkatkan kemungkinan terjadinya ISK, dimana hal ini dapat menyebabkan masuknya kuman dan sebagian besar uropatogen berasal dari konkomitan feses dan

  15

  kontaminasi dari tangan petugas atau dari mikroflora yang ada di periuretral. Adanya benda asing memudahkan terjadi pembentukan biofilm sehingga patogen berkembang

  23

  biak dengan lebih mudah dan dapat menyebabkan infeksi . Biofilm adalah komunitas bakteri yang melekat pada substrat atau permukaan. Bakteri gram positif dan gram negatif dapat membentuk biofilm pada peralatan medis. Bakteri pembentuk biofilm yang paling sering Enterococcus faecalis, Staphylococcus aerius, Staphylococcus

  

epidermidis, Streptococcus viridans, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Proteus

  24 mirabilis, dan Pseudomonas aeroginosa.

  Gambaran khusus mengenai penggunaan kateter yang menimbulkan ISK adalah infeksi yang berhubungan dengan biofilm, dimana infeksi yang diakibatkan biofilm ini tidak terbatas pada kateter urin tetapi dapat juga berhubungan dengan batu saluran kemih, parut dan jaringan nekrotik, obstruktif saluran kemih dan prostatitis bakterial.

  Bakteri yang berlebih pada biofilm berintegrasi pada material organik atau anorganik, dapat berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, dapat merubah gen yang

  7 mengkodekan struktur target antibiotik dan mematikannya.

  Setelah pemasangan kateter kedalam tubuh maka terjadi kontak dengan cairan tubuh misalnya darah, urin, air liur dan lendir. Di dalam saluran kemih, glikoprotein, berbagai ion, polisakarida dan komponen lain menyebar dalam beberapa menit menuju permukaan alat yang telah dipasang. Komponen makro molekul dari cairan tubuh ini menyerap sangat cepat ke permukaan bahan untuk membentuk suatu air conditioning

  

film sebelum masuknya organisme pertama sekali. Peran film ini sangat penting

  dikarenakan banyaknya pathogen yang tidak memiliki mekanisme secara langsung pada permukaan alat. Kemampuan mikroorganisme pada permukaan dipengaruhi oleh

  23 interaksi elektrostatik dan hidrofobik, kekuatan ionik, osmolalitas dan pH urin.

  Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan interaksi antara mikroba dan permukaan tempat menempelnya mikroba. Mekanisme yang tepat tentang biomaterial masih dalam penelitian. Perlekatan awal antara mikroba dengan tempat menempelnya

  23 mikroba itu melibatkan daya hidrofobik dan elektrostatik.

  23 Gambar 1. Pembentukan biofilm

2.2 Metode pemasangan kateter

  Metode yang digunakan dalam penggunaan kateter adalah single kateter (bakteri tumbuh sekitar 1% sampai 5% kasus) sering digunakan untuk pasien dengan retensi urin, short-term kateter ( penggunaan kateter

  ≤ 7 hari), indikasinya untuk memo nitor urin output pada pasien-pasien yang kritis, untuk obstruksi saluran kemih dan pada saat dilakukannya tindakan operasi, dan sekitar 10% sampai dengan 30% menimbulkan bakteriuria, long-term kateter (penggunaan kateter lebih dari 28 hari) dan sekitar 95% menimbulkan bakteriuria, indikasinya biasa pada pasien yang sudah tidak mampu untuk metode yang digunakan dalam penggunaan kateter adalah single kateter (bakteri tumbuh sekitar 1% sampai 5% kasus) sering digunakan untuk pasien dengan retensi urin, short-term kateter (penggunaan kateter ≤ 7 hari), indikasinya untuk memonitor urin

  

output pada pasien-pasien yang kritis, untuk obstruksi saluran kemih dan pada saat dilakukannya tindakan operasi, dan sekitar 10% sampai dengan 30% menimbulkan

  25 bakteriuria, long-term kateter berkemih secara spontan.

  Alternatif lain dari metode kateterisasi urin adalah intermitten kateter yaitu memasukkan kateter urin kedalam kandung kemih melalui uretra atau saluran genital yang berguna untuk mengalirkan urin dan kateter segera dilepas setelah mengosongkan kandung kemih dan hal ini merupakan gold standart drainase urin untuk disfungsi kandung kemih, suprapubik kateter adalah memasukkan kateter urin melalui dinding anterior abdominal dimana hal ini dilakukan karena keadaan akut dan kronik dari retensi urin yang tidak berhasil dilakukan dengan kateter uretral, kondom kateter,

  26 uretral stent/ prothese.

2.3 Pemilihan jenis kateter

  Penggunaan kateter disesuaikan dengan kebutuhan pasien yaitu dengan memilih jenis kateter yang tepat untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan pasien. Perlu dipertimbangkan penggunaan antiseptik jika resiko terjadinya Catheter-associated

  

urinary tract infection (CAUTI) tidak menurun meskipun teknik aseptic, pemasangan

  25 kateter yang tepat dan pemeriksaan kateter berkala telah dilakukan.

  Sebelum pemasangan folley catheter disarankan untuk menggunakan pelumas steril atau gel anestesi pada meatus uretral untuk mengurangi trauma dan infeksi yang dapat menyebabkan masuknya bakteri kedalam saluran kemih. Pada saat pemasangan kateter masing-masing tenaga kesehatan harus mendokumentasi indikasi pemasangan kateter, tanggal dan waktu pemasangan kateter, jenis dan ukuran dari kateter, jumlah air yang digunakan untuk mengembangkan balon, nama petugas yang memasang

  25

  kateter. Ukuran kateter yang sering digunakan pada anak adalah 6-10 fr dan panjangnya untuk anak 30 cm dan balon kateter untuk indwelling kateter yang

  26 dipasangkan pada kandung kemih harus diisi sesuai volume yang dianjurkan .

  Pada sebuah systematic review menemukan bahwa ada bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa kejadian ISK dari pemakaian kateterisasi intermiten dipengaruhi oleh teknik penggunaan yang steril, dan direkomendasikan teknik aseptik

  27 dan peralatan yang steril untuk kateterisasi intermiten dalam perawatan kesehatan.

  Manajemen kateter urin harus diterapkan secara standar oleh petugas kesehatan kepada semua pasien, dekontaminasi tangan harus dilakukan petugas sebelum dan sesudah kontak dengan pasien, sebelum dibersihkan dan prosedur aseptik dan setelah

  25 pengosongan urin.

2.4 Pencegahan infeksi saluran kemih paska penggunaan kateter

  Dalam dua dekade terakhir ini telah dilakukan percobaan untuk mengevaluasi metode

  28

  untuk mengurangi risiko terjadinya ISK akibat penggunaan kateter urin. Kateter urin

  

indwelling yang digunakan, sekitar 15% sampai 25% pada pasien dengan perawatan

  jangka pendek selama rawat inap merupakan predisposisi terhadap terjadinya

  29 bakteriuria.

  

Strategy for the Control of Antimicrobial Resistance in Ireland (SARI) pada tahun

  2001 oleh health protection surveillance center di kota Dublin menghasilkan strategi untuk pencegahan ISK akibat penggunaan kateter di Irlandia yang menjadi pedoman

  25 untuk pencegahan ISK oleh karena pemakaian kateter. Rekomendasi tersebut meliputi edukasi pada tenaga kesehatan dan keluarga pasien, pelatihan dan kompetensi dalam menentukan penilaian untuk tenaga kesehatan, hindari penggunaan kateter yang tidak diperlukan, mempersingkat durasi penggunaan kateter, kebersihan tangan dengan menggunakan sarung tangan, aseptik pada pemasangan kateter, mencegah obstruksi saluran kemih, pertahankan sistim drainase urin steril dan tertutup, interval kateter individual diubah, perawatan meatus, aseptik urin spesimen, hindari washout kandung kemih, penggunaan antimicrobial

agent, dokumentasi dan pemantauan, pengawasan dan peningkatan kualitas program.

25 Fasilitas kesehatan harus dipertimbangkan termasuk surveilans CAUTI sebagai

  komponen program pengawasan tergantung pada risiko pasien dan sumber daya yang

  25 ada. Gambar 2 Standart pelaksanaan operasional pemasangan kateter urin.

  24

2.5. Kerangka Konseptual

  Pemakaian kateter

  Initial GCS - indwelling

  • Lama Rawatan Ekstraluminal - Inadekuat antiseptik

    Kolonisasi kuman di meatus

  • Kontaminasi Naiknya mikroorganisme dari perineum sepanjang permukaan kateter

  Intraluminal kontaminasi kantung

  • penampung urin oleh petugas kesehatan

  Infeksi saluran kemih

  :

  yang diamati dalam penelitian Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian

Dokumen yang terkait

Hubungan Penggunaan Kateter Urin dan Infeksi Saluran Kemih pada Anak

6 101 63

Perbandingan pemeriksaan urin secara pewarnaan Gram dan kultur urin dalam menegakkan diagnosis Infeksi saluran kemih pada anak

2 80 59

Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih

2 48 18

Hubungan Frekuensi Pergantian Popok Sekali Pakai dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih pada Anak

2 63 56

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1. Definisi - Pengaruh Perilaku Ibu dan Kondisi Fisik Rumah Terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Balita di Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang Tahun 201

0 1 40

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Candida - Hubungan Kolonisasi Jamur dengan Peningkatan Risiko Infeksi Jamur Sistemik pada Bayi Berat Lahir Rendah

0 0 13

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Prostat - Pola Kuman dan Sensitivitas pada Penderita Benign Prostate Hyperplasia dengan Infeksi Saluran Kemih di RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 22

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enterobacteriaceae - Skrining Enterobactericeae Penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase dengan Metode Uji Double Disk Synergy Pada Sampel Urin Pasien Suspek Infeksi Saluran Kemih di RSUP. H. Adam Malik Medan

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) - Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Infeksi Saluran Kemih pada Neonatus - Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih pada Neonatus di RSUP Haji Adam Malik Medan

0 2 9